231166200-skizofrenia
DESCRIPTION
skizofreniaTRANSCRIPT
Refarat
FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN SKIZOFRENIA
Oleh:
Erina Utami Tandirerung
080 111 160
Masa KKM : 11 Agustus – 7 September 2014
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi
terentang dari 1-1,5 % dengan angka insidensi 1 per 10.000 orang per tahun.
Skizofrenia adalah sama prevelensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi,
dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan
perjalaan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal
daripada wanita. (kaplan) Lebih dari setengah semua pasien skizofrenik laki-
laki tetapi hanya sepertiga pasien skizofrenik wanita mengalami perawatan
pertamanya di rumah sakit sebelum usia 25 tahun. Usia puncak onset untuk
laki-laki adalah 15-25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25-35 tahun.
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin
dari pada wanita mengalami gejala negatif dan wanita lebih mungkin
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya,
hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita lebih baik dari pada pasien
skizofrenik laki-laki.
Penyakit ini sangat menyusahkan bagi penderita maupun keluarganya
karena onset terjadinya pada saat dewasa muda produktif yaitu dibawah 45
tahun, dan dalam perjalanannya akan mengalami keruntuhan (deteriosasi)
dari taraf fungsi sebelumnya baik fungsi sosial, pekerjaan, dan perawatan
diri. Penderita sukar untuk bersosialisasi dan tidak dapat bekerja seperti
sebelumnya karena sifat regresif serta kemunduran dalam perawatan diri.
Terdapat banyak faktor yang diduga sebagai penyebab skizofrenia, di
antaranya adalah faktor biologis dan faktor lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah
dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan suasana perasaan (afek tumpul, datar,
atau tidak serasi), gangguan tingkah laku (bizarre, tidak bertujuan, stereotipi atau
inaktivitas) serta gangguan pengertian diri dan hubungan dengan dunia luar
(kehilangan batas ego, pikiran dereistik, dan penarikan autistik). Kesadaran yang
jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap dipertahankan walaupun defisit
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia berupa sindrom yang heterogen, dimana diagnosisnya belum
dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu. Diagnosisnya
ditegakkan berdasarkan sekumpulan simtom yang dinyatakan karakteristik untuk
skizofrenia. Skizofrenia dimulai antara masa remaja menengah sampai dewasa
muda, lebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan, dan laki-laki bila
menderita skizofrenia akan lebih parah daripada perempuan.
Pemilihan antipsikotik umumnya berdasarkan pada efikasi dan
keamanannya. Saat ini, karena efikasi dan profil efek sampingnya yang
menguntungkan, antipsikotik atipikal sering digunakan sebagai obat lini pertama
pada pengobatan skizofrenia. Diantara antipsikotik atipikal, risperidon merupakan
agen antipsikotik yang paling banyak diresepkan oleh psikiater di Amerika
Serikat.Kognitif merupakan suatu proses mengetahui lebih tepat, mengetahui
berpikir, memperhatikan dan belajar membuat keputusan. Struktur yang
melibatkan suatu proses dengan menggunakan ilmu pengetahuan termasuk
didalamnya sensasi, persepsi, perhatian, pembelajaran, memori, bahasa, berpikir,
alasan. Kognitif menggambarkan secara luas interaksi antara ilmu pengetahuan
yang melibatkan proses sensorik antara proses yang bersifat otomatis. Kognitif
juga digunakan secara luas oleh indera untuk mengartikan suatu tindakan untuk
menjadi tahu melalui pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sosial atau
sentuhan budaya. Gangguan fungsi kognitif berkembang sejak episode pertama
pada hampir semua penderita psikosis. Hendaya dalam fungsi kognitif
mengakibatkan ketidakmampuan pada pasien skizofrenik untuk fungsi pekerjaan
yang sebelumnya baik.
Gangguan fungsi kognitif pada pasien skizofrenik seringkali dijumpai , dan
melibatkan banyak hal. Secara spesifik gangguan fungsi kognitif yang paling
sering ditemukan yaitu defisit memori, fungsi eksekutif, atensi. Gangguan fungsi
kognitif yang lain juga mengalami gangguan yaitu fungsi berbahasa, inteligensia
dan orientasi. Fungsi memori merupakan fungsi kognitif yang paling sering
mengalami gangguan. Gangguan memori jangka pendek maupun jangka panjang
terganggu pada pasien skizofrenik. Akibat gangguan memori jangka pendek
pasien skizofrenik sulit mempelajari hal-hal baru. Gangguan memori dapat
ditemukan pada pasien skizofrenik episode pertama. Defisit memori tidak
berhubungan dengan kronisitas penyakit.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang dari 1-1,5% ; konsisten dengan rentang tersebut, penelitian
Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institute
of Mental Health (NIMH) melaporkan prevelensi seumur hidup sebesar 1,3
persen. Kira-kira 0,025-0,05% populasi total diobati untuk skizofrenia dalam satu
tahun. Walaupun duapertiga dari pasien yang diobati tersebut membutuhkan
perwatan dirumah sakit, hanya kira-kira setengah dari semua pasien skizofrenik
mendapatkan pengobatan, tidak tergantung pada keparahan penyakit.
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin
dari pada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan bahwa wanita lebih
mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Laki-laki
mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Lebih dari
setengah semua pasien skizofrenik laki-laki tetapi hanya sepertiga pasien
skizofrenik mempunyai perawatan pertamanya di rumah sakit sebelum usia 25
tahun. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15-25 tahun; untuk wanita usia
puncak adalah 25-35 tahun.
Gejala Klinis dan Diagnosis
Secara klinis untuk menegakkan diagnosis skizofrenia diperlukan kriteria
diagnostik.
a) Kriteria diagnosis menurut Eugen Bleuler, dibagi menjadi gejala primer dan
sekunder. Gejala primer (4A) :
1. Asosiasi terganggu
Suatu proses pikir yang terganggu berupa ide yang satu belum habis
diutarakan sudah muncul ide yang lain sehingga pembicaraan menjadi
tidak dapat diikuti atau dimengerti.
2. Autisme
Suatu kecenderungan untuk menarik diri dari kehidupan sosial. Orang
tersebut lebih suka menyendiri dan berdialog dengan dunianya sendiri.
3. Afek terganggu
Suatu gangguan berupa ketidaksesuaian antara afek dengan suasana
perasaan (mood), dapat berupa afek terbatas, tumpul, mendatar, labil
atau tidak serasi.
4. Ambivalensi
Terdapatnya secara bersamaan dua impuls yang berlawanan terhadap
suatu hal yang sama pada orang dan waktu yang sama.
Selain gejala 4A di atas, beberapa ahli menambahkan adanya gejala A
yang lain yang dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis seperti abulia,
menurunnya atensi, apati, alienasi, anhedonia, automatisme, dan lain-lain.
Gejala sekundernya :
1. Waham
Keyakinan patologis yang tidak dapat dikoreksi, meskipun telah
ditunjukkan bukti nyata bahwa keyakinannya salah dan di luar
jangkauan sosio-budayanya.
2. Halusinasi
Munculnya suatu persepsi baru dari panca indera yang salah (false
perception) tanpa adanya rangsangan/objek dari luar.
3. Ilusi
Munculnya suatu persepsi baru dari panca indera yang salah (false
perception) akibat adanya suatu rangsangan/objek dari luar.
4. Depersonalisasi
Suatu keadaan dimana seseorang merasa dirinya secara tiba-tiba
berubah dan tidak seperti sebelumnya.
5. Negativisme
Sikap yang menolak atau berlawanan dengan yang diperintahkan
kepadanya tanpa suatu alasan
6. Automatisasi
Suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sendirinya tanpa adanya
pengaruh dari luar dan tidak mempunyai tujuan
7. Echolalia
Secara spontan menirukan bunyi, suara atau ucapan yang didengar
dari orang lain seperti membeo.
8. Manerisme
Tindakan mengulang-ulang perbuatan tertentu secara eksesif,
biasanya dilakukan secara ritual seperti melakukan suatu seremonial
9. Stereotipik
Tindakan mengulang-ulang suatu pekerjaan atau perbuatan tanpa
adanya suatu tujuan (non-goal directed) dan tidak selesai-selesai
10. Fleksibilitas Cerea
Suatu sikap, bentuk atau posisi yang dipertahankan dalam waktu yang
lama. Bila posisi tersebut digeser, maka posisi baru tersebut tetap
dipertahankan (seakan-akan seperti lilin).
b) Kriteria Gabriel Langfeldt.1
1. Kriteria gejala
Petunjuk penting ke arah diagnosis skizofrenia adalah (jika tidak ada
tanda gangguan kognitif, infeksi, atau intoksikasi yang dapat
ditunjukkan)
Perubahan kepribadian, yang bermanifestasi sebagai penumpulan
emosional dengan jenis khusus diikuti oleh hilangnya inisiatif, dan
prilaku yang berubah dan sering kali aneh. (khususnya pada
hebefrenik, perubahan adalah karateristik dan petunjuk utama ke
arah diagnosis.)
Pada tipe katatonik, riwayat penyakit dan tanda tipikal dalam
periode kegelisahan dan stumor (dengan negativism, wajah
berminyak, katalepsi, gejala vegetative khusus.)
Pada psikosis paranoid, gejala penting pembelahan kepribadian
(atau gejala depersonalisasi) dan hilangnya perasaan realitas (gejala
derealisasi) atau waham primer.
Halusinasi kronis
2. Kriteria perjalanan penyakit.
Keputusan akhir tentang diagnosis tidak dapat dibuat sebelum periode
follow-up selama sekurangnya lima tahun telah menenjukkan perjalanan
penyakit yang jangka panjang.
Tanda dan gejala klinis skizofrenia menimbulkan 3 masalah inti, antara
lain :
1. Tidak adanya tanda atau gejala yang patognomonik untuk skizofrenia
Setiap tanda atau gejala yang ditemukan pada skizofrenia dapat
ditemukan di gangguan psikiatrik atau neurologis lainnya. Dengan
demikian, seorang klinisi tidak dapat mendiagnosis skizofrenia semata-
mata dengan pemeriksaan status mental. Riwayat pasien adalah penting
untuk diagnosis skizofrenia.
2. Gejala pasien berubah dengan berjalannya waktu
3. Klinisi harus memperhitungkan tingkat pendidikan pasien, kemampuan
intelektual, dan keanggotaan kultural dan subkultural
Berbagai organisasi keagamaan dan kultur mungkin mempunyai
kebiasaan yang terlihat aneh bagi pihak luar tetapi dianggap sangat
normal bagi mereka yang beada dalam lingkungan cultural tersebut.
c) Diagnosis menurut DSM-IV
Terdapat 2 atau lebih gejala kareakteristik, yang masing-masing
ditemukan untuk sebagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan
(atau kurang bila berhasil diobati). Gejala karakteristik tersebut berupa :
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoheren)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada
kemauan( avolition)
Catatan : Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus
mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara
yang saling bercakap satu sama lainnya.
Disfungsi sosial atau pekerjaan untuk bagian waktu yang bermakna
sejak onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat
yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau
remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal,
akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
Durasi tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurang-
kurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1
bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi
kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala
prodomal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya
oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria
A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh,
pengalaman persepsi yang tidak lazim).
Penyingkiran ganguan skizoafektif dan gangguan suasana perasaan
Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah
disingkirkan karena :
(1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau
(2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
Penyingkiran zat/ kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan
oleh afek biologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Hubungan dengan perkembangan pervasif: Jika terdapat riwayat
adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau
halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu
bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
A. Tanda dan Gejala Pramorbid.
Tanda dan gejala pramorbid tampak sebelum fase prodromal dari
penyakit. Riwayat pramorbid yang tipikal sebagian besar adalah mereka
yang mempunyai kepribadian schizoid atau skizotipal. Kepribadian
tersebut mungkin ditandai sebagai pendiam, pasif, dan introvert. Meskipun
mereka dirawat di rumah sakit yang pertama kali sering dianggap sebagai
awal gangguan, tanda dan gejala seringkali telah ada selama berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun. Tanda dan gejala tersebut telah dimulai
dengan keluhan di sekitar gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri
punggung, dan otot, kelemahan, dan masalah pencernaan. Diagnosis awal
mungkin gangguan berpura-pura atau gangguan somatisasi. Keluarga dan
teman-teman akhirnya memperhatikan bahwa orang tersebut telah berubah
dan tidak lagi berfungsi baik dalam aktivitas pekerjaan, sosial, dan pribadi.
Tanda dan gejala prodromal tambahan adalah perilaku yang sangat aneh,
afek yang abnormal, bicara yang tidak lazim, gagasan aneh, dan
pengalaman perceptual yang asing.
B. Pemeriksaan Status Mental
i. Penjelasan Umum.
Penampilan umum pasien skizofrenia bermacam-macam dari orang
yang sama sekali acak-acakan, berteriak-teriak, teagitasi sampai orang
yang berdandan secara obsesif, sangat tenang, dan tidak bergerak. Di
antara kedua kutub tersebut, pasien mungkin senang berbicara dan
mungkin menunjukkan postur tubuh yang aneh. Perilaku mungkin
menjadi teragitasi atau menyerang, tampaknya dalam suatu cara yang
tidak terprovokasi tetapi biasanya sebagai respon terhadap halusinasi.
Perilaku tersebut berbeda secara dramatis pada stupor katatonik,
seringkali disebut katatonia, dimana pasien tampak tanpa kehidupan
sama sekali dan mungkin tanda kebisuan (mutisme), negativisme, dan
kepatuhan otomatis. Fleksibilitas lilin (waxy flexibility) digunakan untuk
tanda umum pada katatonia. Pasien katatonik mungkin duduk tanpa
bergerak dan tidak berbicara, berespons terhadap pertanyaan hanya
dengan jawaban yang singkat, dan bergerak hanya bila diperintah.
Perilaku lain yang mungkin adalah kecanggungan atau kekauan yang
aneh dalam pergerakan tubuh, ini sebagai kemungkinan menyatakan
proses patologi di ganglia basalis.
Depresi dapat merupakan suatu ciri dari psikosis akut dan suatu akibat
dari episode psikotik. Gejala depresif kadang-kadang disebut sebagai
depresi sekunder pada skizofrenia atau sebagai gangguan depresif
pascapsikotik dari skizofrenia. Gejala afektif lain yang sering ditemukan
dalam skizofrenia adalah penurunan responsivitas emosional, yang
cukup parah seperti anhedonia, dan emosi yang sangat aktif dan tidak
sesuai, seperti penyerangan yang ekstrem, kegembiraan, dan kecemasan.
Suatu afek datar atau tumpul dapat merupakan suatu gejala penyakitnya
sendiri, efek samping parkinsonisme dari medikasi antipsikotik, atau
depresi.
Pada pasien psikiatrik, semua lima indera dapat dipengaruhi oleh
pengalaman halusinasi, tetapi yang paling sering adalah halusinasi
auditorik. Suara-suara seringkali mengancam, kotor, menuduh, atau
menghina. Dua atau lebih suara dapat saling berbicara satu sama lain,
atau sebuah suara mungkin berkomentar tentang perilaku atau kehidupan
pasien. Terdapat halusinasi kenestetik adalah sensasi perubahan keadaan
organ tubuh yang tidak mempunyai dasar. Contohnya perasaan terbakar
di toak, sensasi mendorong dipembuluh darah, dan sensasi memotong di
sumsum tulang. Ilusi berbeda dari halusinasi, yaitu suatu penyimpangan
(distorsi) dari citra atau sensasi yang sesungguhnya, sedangkan
halusinasi adalah tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata.
Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenia selama fase aktif, tetapi juga
dapat terjadi selama fase prodromal dan selama periode remisi.
Gangguan berpikir adalah gejala yang paling sulit untuk dimengerti.
Pada kenyataannya merupakan gejala inti dari skizofrenia. Gangguan
berpikir dibagi menjadi gangguan isi pikir, bentuk pikiran, dan proses
berpikir.
Gangguan isi pikiran mencerminkan gagasan, keyakinan, dan
interpretasi pasien tentang stimuli. Waham adalah contoh yang
paling jelas dari gangguan isi piker, antara lain waham kejar,
kebesaran, keagamaan, atau somatik. Pasien mungkin percaya
bahwa lingkungan luar mengendalikan pikiran atau perilaku
mereka, atau sebaliknya bahwa mereka mengendalikan kejadian-
kejadian di luar dengan cara yang luar biasa. Pasien juga mungki
memiliki keasyikan (preokupasi) yang kuat dan menghabiskan
waktu dengan gagasan yang hanya dapat diketahui dan diketahui
dan dipahami oleh orang tertentu saja (esoteric), abstrak, simbolik,
psikologis, atau filosofi.
Gangguan bentuk pikiran secara objektif terlihat dalam ucapan
dan bahasa tulisan pasien. Gangguan berupa kelonggaran asosiasi,
hal yang keluar dari jalurnya, inkoherensi, tangensialitas,
sirkumstansialitas, neologisme, ekolalia, verbigerasi, kata yang
campur aduk, dan mutisme. Walaupun kelonggaran asosiasi
pernah digambarkan sebagai patognomonik untuk skizofrenia,
gejala seringkali ditemukan pada mania.
Gangguan proses pikir mempermasalahkan cara gagasan dan
bahasa yang dibentuk. Pemeriksan menemukan gangguan dari apa
dan bagaimana pasien berbicara, menulis, atau menggambar,
mengamati perilaku pasien. Gangguan proses berpikir dapat
berupa (flight of ideas), hambatan pikiran (thought blocking),
gangguan perhatian, kemiskinan isi pikiran, kemampuan abstraksi
yang buruk, melibatkan diri secara berlebihan (over inclusion),
dan sirkumstansialitas.
Pasien dengan skizofrenia mungkin teragitasi dan mempunyai
pengendalian impuls yang kecil jika mereka mengalami sakit. Mereka juga
memiliki kepekaan social yang menurun, tampak menjadi impulsif
termasuk usaha bunuh diri dan pembunuhan, mungkin sebagai respons
dari halusinasi yang memerintah pasien untuk melakukan hal tersebut.
Pencetus lain untuk bunuh diri adalah perasaan kekosongan yang mutlak,
kebutuhan untuk membebaskan diri dari penyiksaan mental. Faktor risiko
untuk bunuh diri adalah :
1) Kesadaran pasien akan penyakitnya
2) Jenis kelamin laki-laki
3) Pendidikan perguruan tinggi
4) Usia muda
5) Perubahan dalam perjalanan penyakit
6) Ambisi yang terlalu tinggi
7) Usaha bunuh diri pada perjalanan penyakit sebelumnya
8) Tinggal sendirian
Sedangkan prediktor yang mungkin untuk aktivitas membunuh adalah :
1) Riwayat kekerasan sebelumnya
2) Perilaku berbahaya saat dirawat di rumah sakit
3) Halusinasi atau waham yang berhubungan dengan kekerasan
Sedangkan pedoman diagnostik lain yang dapat digunakan adalah PPDGJ
III, yaitu :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih gejala- gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. “thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda:.
b. “thought insertion” : isi yang asing masuk di dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar.
c. “thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
d. “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar
e. “delusion of passivitiy” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
Pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya : secara
jelas merujuk kepergerakan ubuh/ anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan atau penginderaan khusus)
f. delusional perception” : pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
Halusinasi pendengaran, dapat berupa suara halusinasi yang berkomentar
secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan
perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suasana yang
berbicara) atau, jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut
budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
a) Halusinasi yang menetap dan panca indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensiatau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme.
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gelisah-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme dan stupor.
d) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan makna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
ii. Sensorium dan Kognisi.
Pada pasien skizofrenia, orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat
baik. Tidak terdapatnya orientasi harus langsung mengarah ke
kemungkinan gangguan otak medis atau neurologis. Daya ingat pada
pasien skizofrenia biasanya intak. Biasanya pasien skizofrenia memiliki
tilikan yang buruk terhadap sifat dan keparahan penyakitnya. Tidak
adanya tilikan dihubungkan dengan kepatuhan terhadap pengobatan
yang buruk.
C. Temuan Neurologis.
Adanya tanda dan gejala neurologis berhubungan dengan
meningkatnya keparahan penyakit, penumpulan afektif, dan prognosis
yang buruk. Tanda neurologis abnormal lainnya adalah tiks, stereotipik,
menyeringai (grimacing), gangguan keterampilan motorik yang halus,
tonus motorik abnormal, dan gerakan yang abnormal.
Pada pemeriksaan mata, pasien skizofrenik mempunyai kecepatan
kejapan mata yang lebih tinggi. Peningkatan kecepatan tersebut
diperkirakan mencerminkan aktivitas hiperdopaminergik.
D. Tes Psikologis.
Pada umumnya, pasien skizofrenik berkelakuan sama dengan pasien
gangguan mental organik. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak yang
mengganggu fungsi normal dari banyak kemampuan kognitif sehingga
memberikan hasil buruk terhadap berbagai macam tes psikologik.
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relatif singkat terhadap
lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan
status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus
menganggap adanya suatu gangguan mood, bukan membuat diagnosis
skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian.
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu ciri
skizofrenia, gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang
(borderline).
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak
aspek. Sebagai suatu sindrom, pendekatan Skizofrenia harus dilakukan secara
holistik dengan melibatkan aspek neurobiologi, psikososial, psikodinamik,
psikoedukatif dan lain-lain.
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi,
biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari alam
pikiran, alam perasaan dan alam perbuatan. Prevalensi skizofrenia di Amerika
Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 dari 1,5 persen dengan angka
insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi
skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan
penyakit. Onset untuk laki-laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35
tahun.
Hingga saat ini etiologi skizofrenia belum dapat diketahui dengan pasti.
Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang
mempercepat, yang menjadikan manifest atau factor pencetus (“precipiting
factor”) seperti penyakit badaniah atau stress psikologik, biasanya tidak
meyebabkan skizofrenia secara langsung, walaupun pengaruhnya terhadap
suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.
Prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada golongan sosioekonomi yang
rendah. Disamping itu kondisi hidup yang penuh dengan stress dinyatakan
mempunyai andil dalam menimbulkan skizofrenia.
Untuk itu agar penyakit mental ini tidak bertambah berat dilakukan
dengan anggota keluarga memberikan dukungan dan menyiapkan lingkungan
yang lebih baik sehingga derajat keparahan penyakit menurun, disamping itu
peranan masyarakat dan kelompok sosial juga mempengaruhi respon terhadap
perjalanan penyakit secara langsung maupun tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Reeder C, Smedley N, Butt K, Bogner D, & Wykes T (2006). Cognitive
predictors of social functioning improvements following cognitive
remediation for schizophrenia. Schizophrenia Bulletin, 32 Suppl 1, S123-
S131.
2. Rubin, L.H., Haas, G.L., Keshavan, M.S., Sweeney, J.A., Maki, P.M., 2008.
Sex difference incognitive response to antipsychotic treatment in first episode
schizophrenia.Neuropsychopharmacology 33, 290-297.
3. Velligan DI, Kern RS, & Gold JM (2006). Cognitive Rehabilitation for
schizophrenia and the putative role of motivation and expectancies.
Schizophrenia Bulletin, 32, 474-485.
4. Miller R & Mason SE (2004). Cognitive Enhancement Therapy: A therapeutic
treatment strategy for first-episode schizophrenia patients Bulletin of
Menninger Clinic, 68, 213-230.
5. American Psychiatric Associates. Diagnostic Criteria From DSM-IV.
Skizofrenia and Other Psychotic Disorders. Washington : 2000. Hal 153-154.
6. Wirgenes KV, Djurovic S, Sundet K, Agartz I, Mattingsdal M, Athanasiu L et
al(2010). Catechol O-methyltransferase variants and cognitive performance in
schizophrenia and bipolar disorder versus controls. Schizophr Res 122: 31–37.
7. Moritz S & Woodward TS (2007). Metacognitive training in schizophrenia:
From basic research to knowledge translation and intervention. Current
Opinion on Psychiatry, 20, 619-625.
8. Pfammatter M, Junghan UM, & Brenner HD (2006). Efficacy of
Psychological Therapy in Schizophrenia: Conclusions From Meta-analyses.
Schizophrenia Bulletin, 32, KS64-S80
9. Reeder C, Newton E, Frangous S, & Wykes T (2004). Which executive skills
should we target to affect social functioning and symptom change? A study of
a cognitive remediation therapy program. Schizofrenia Bulletin, 30, 87-100.
10. Reeder C, Smedley N, Butt K, Bogner D, & Wykes T (2006). Cognitive
predictors of social functioning improvements following cognitive remediation
for schizophrenia. Schizophrenia Bulletin, 32Suppl 1, S123-S131.