21jan14
DESCRIPTION
ceritaTRANSCRIPT
Di tengah keheningan malam yang menyapaku layaknya keheningan hati dan
perasaan ini. Mencoba ku bertahan disaat itu, namun membuatku makin terpuruk. Bingung
harus apa yang ku lakukan. Kata hati ingin ku ungkapkan, namun apakah ada seseorang
disana yang sangat mengertiku? Hanya sebgaian kecil dari semua yang telah menemaniku.
Mungkin dia tidak dapat merasakan lebih dari apa yang kurasakan sendiri. Karena
sesungguhnya hanya diri kita sendirilah yang mengerti kita sendiri. Ku coba untuk
membolak-balikkan apa yang terjadi selama ini. Selama itukah aku selalu berusaha
melupakan seseorang yang telah membuatku jatuh hati padanya walaupun hanya sesaat.
Awal memasuki masa remaja yang dibilang banyak orang menyebut bahwa masa
remaja itu labil. Setiap perbuatan yang dilakukannya harus dinilai benar, walaupun yang
dilakukannya itu salah di mata masyarakat luas. Namun itulah kenyataannya. Tidak bisa
dipungkiri memang. Dengan seragam biru putih yang melekat sebagai sebutan umumnya.
Celana pendek dengan gaya sok cool bagi seorang cowok sedangkan remaja cewek yang
mayoritas belum sadar akan pentingnya menutup auratnya. Kalau bukan dari keluarga yang
benar-benar memang islami, maka hal itu akan menjadi hal yang lumrah. Astagfirullah
Perkanalkanlah nama saya Wahyu Bangun Cansa. Nama yang aneh bagi seorang
cewek imut seperti aku ini. Huuu... Kalian bisa memanggilku Cansa sajalah. Kalau misal
kamu manggilku Wahyu atau Bangun pasti akan menyangka bahwa aku seorang cewek jadi-
jadian. Hehe. Ternyata tidak hanya hantu aja yang jadi-jadian manusia juga ada yang jadi-
jadian hahaha... Disini aku baru saja memasuki bangku Sekolah Menengah Pertama. Dari
namanya aja, sekolah menengah dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari siswa-siswinya
masih dalam masa peralihan. Bukan jenis peralihan hewan loo yaa. Namun hanya sebutan
masa peralihan dari masa anak-anak SD menuju anak-anak ABG labil.
“Ssseerrrrrrrrr... krekk. Sa..Cansa. cepetan dunk kita uda telat nih.. Jangan mentang-
mentang jarak rumah ama sekolah ditempuh dengan selangkah ajaa, kamu malah enak-
enakan”, celoteh Priti temanku yang paling perfectionist.
“Iya ya, tante tante rempong. Kamu ajaa loo dateng ke rumah ku uda jam berapa
nihh? Hampir jam 7 tauu. Itu tandanya kita ketinggalan ikut apel pagi”, gerutu Cansa dari
dalam rumahnya.
“Apa??? Ada apel, dapet darimana?? Ehh maksudku apel pagi? Masak loh Sa??”.
“Kamu itu uda pikun atau gimana sihh, setauku masih umur 14 tahun, masak penyakitnya
mbah buyutku uda kamu miliki?? Dasaarrr”. Memang Priti anak yang perfectionist, tapi
lemot dan pikunnya yang tidak ketulungan. Untung dia punya temen seperti aku, yang uda
cantik, gak pakek loading lama, dan pastinya punya kapasitas memori yang berjuta-juta giga.
Tapi satu hal yang tidak ku suka dari aku. Selalu kalah dalam hal percintaan, dan selalu dapet
tipuan cowok-cowok yang kurang bertanggung jawab atas perasaanku. Uppss, terlalu frontal
sebenernya buat anak seusiaku saat ini. Tapi gimana lagi, itulah kenyataannya. Berusaha
menyeimbangkan antara idealis dan realis.