20ad6-widyastika
DESCRIPTION
ugagjhTRANSCRIPT
PENGARUH RASIO PATI JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Rubrum) SERTA PATI
GARUT (Maranta arundinaceae L. var Creole ) DAN KONSENTRASI BAKING POWDER
TERHADAP SIFAT FISIK KIMIA ORGANOLEPTIK COOKIES
Widyastika Prayestha1, Sudarminto Setyo Yuwono
2
1) Alumni Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
2) Staf Pengajar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio pati jahe : pati garut dan
konsentrasi baking powder terhadap karakter fisik, kimia, dan organoleptik. Penelitian ini disusun
secara faktorial yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor
I terdiri dari 3 level yaitu Rasio Pati jahe : Pati Garut, faktor II terdiri dari 3 level meliputi
konsentrasi baking powder 0%, 1%, 2% sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan 3
ulangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara rasio pati jahe : pati garut dan
konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap rasa dan kerenyahan cookies.
Perlakuan rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (α=0,05)
pada kadar pati, kadar amilosa, kadar air, daya patah, daya kembang, dan warna.
Kata Kunci: baking powder, cookies, pati jahe, pati garut
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of ginger starch ratio: arrowroot
starch and baking powder concentration on physical characteristics, chemical and organoleptic.
This study was carried out using factorial-designed randomized block design (RBD) with 2 factors.
The first factor consists of three levels namely ratio ginger starch: starch arrowroot, factor II
consists of 3 levels include baking powder concentrations 0%, 1%, 2%, so that obtained nine
combination treatments with 3 replications. The results this research indicate that the interaction
between ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration had significant
effect (α = 0.05) on the taste and crispness of cookies. Treatment of ginger starch ratio: arrowroot
starch and baking powder concentration had significant effect (α = 0.05) on the levels of starch,
amylose content, water content, separate power, expansion power, and color.
Key words: baking powder, cookies, ginger starch, arrowroot starch
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu
negara pengekspor jahe yang cukup besar.
Pada tahun 2005 ekspor jahe segar mencapai
2.401.188 kg dengan nilai nominal US $
2.175.000 dengan negara tujuan Jepang,
Hongkong, China, Thailand, Singapura,
Philipina, Malaysia, Vietnam, India, Nigeria,
dan Australia (Anonymous, 2011).
Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri
cukup tinggi, salah satunya dimanfaatkan
sebagai produk jahe instan, akan tetapi pada
proses pengolahan jahe instan didapatkan
hasil samping berupa pati jahe yang cukup
tinggi namun memiliki nilai ekonomis yang
rendah dan belum termanfaatkan secara
maksimal. Setiap pengolahan 10 kg jahe
menjadi jahe instan menghasilkan kurang
lebih 1kg rendemen pati, oleh karena itu perlu
dilakukan pemanfaatan pati jahe dengan
mengaplikasikannya sebagai bahan baku
cookies yang diharapkan dapat meningkatkan
nilai ekonomis dan daya terima masyarakat.
Cookies merupakan salah satu makanan
ringan yang cukup digemari di Indonesia.
Terdapat banyak variasi rasa dari cookies
yang dipengaruhi oleh berbagai bahan baku
yang digunakan untuk memenuhi selera pasar
yang luas. Pada pembuatan cookies pati jahe
terdapat permasalahan yaitu after taste yang
kurang dapat diterima dan dihasilkan tekstur
yang remah atau mudah sekali pecah,
sehingga diperlukan penambahan tepung atau
pati dari bahan lain yang dapat mengurangi
atau bahkan menghilangkan after taste dan
membuat tekstur menjadi lebih kuat.
Garut mempunyai kandungan pati 10 -
20%, air 30 – 50%, protein 2 - 5%, lemak 0,1
- 0,3% dan mempunyai kandungan serat 1 -
3% (Pudjiono, 1998.). Kandungan karbohidrat
(85,2 g) dan zat besi (1,5 mg) pati garut lebih
tinggi, sedangkan kandungan lemaknya (0,20
g) lebih rendah dibandingkan tepung terigu
(1,3 g) dan tepung beras (0,5 g), namun
jumlah kalorinya hampir sama (Winarno,
2002). Oleh sebab itu dilakukan kombinasi
antara pati jahe dan pati garut dalam
pembuatan cookies.
Penelitian ini juga dilakukan
penambahan baking powder, karena baking
powder memiliki peranan penting dalam
pembuatan cookies, yaitu menghasilkan
tekstur cookies yang lebih baik dengan mutu
yang optimal, lebih mengembang, renyah, dan
tidak terlalu keras. Baking powder dengan
penggunaan yang tepat dapat
mengembangkan adonan sehingga produk
yang dihasilkan menjadi ringan dan lebih
renyah.
Dari uraian diatas maka diperlukan
penelitian tentang penghilangan after taste
dengan pengkombinasian rasio pati jahe
dengan pati garut dan perbaikan tekstur
cookies dengan cara penambahan konsentrasi
baking powder yang berbeda. Penelitian ini
juga dilakukan untuk mengoptimalkan proses
pembuatan cookies pati jahe – garut dengan
kajian rasio pati jahe : pati garut dan
konsentrasi baking powder, menguji karakter
fisik, kimia, dan organoleptik serta
mengetahui tingkat penerimaan konsumen.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan
biskuit yaitu mixer merk “National”,
timbangan merk “Fuji”, oven merk “Daichi”,
loyang, baskom plastik, sendok dan ayakan.
Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa
yaitu timbangan analitik, penetrometer, color
reader, timbangan digital merk “Metler
2400”, desikator, labu kjedal, distilator,
soxlet, buret, kertas saring, petridish,
erlenmeyer, pendingin balik, penangas air,
pipet tetes, gelas ukur, beaker glass, spatula,
pipet ukur, corong, karet hisap, penjepit statif,
mortar dan kertas saring.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pati jahe kotor yang
dibeli di UKM ”R.Rovit” Batu – Malang –
Jawa timur, pati garut yang dibeli pasar
Pahing Kediri, gula halus cap “Mawar”,
margarin merk “Blue Band”, baking powder,
dan telur. Semua bahan baku diperoleh dari
toko Avia Malang.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini disusun secara faktorial
yang dirancang dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I
yaitu rasio pati jahe emprit : pati garut dan
faktor II yaitu konsentrasi baking powder
dengan 3 level perlakuan pada masing –
masing faktor sehingga didapatkan 9
perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali dan
didapatkan 27 unit percobaan.
Pencucian Pati Jahe Emprit
Untuk pencucian pati jahe emprit
dilakukan dengan memasukkan pati jahe
sebanyak 1 kilogram dimasukkan ke dalam
wadah. Kemudian ditambahkan aquades
sebanyak 3 liter kemudian diaduk hingga
homogen didiamkan selama 3 jam. Proses ini
diulang sebanyak sebanyak 5 kali sehingga
diperoleh pati yang bersih. Endapan pati yang
dihasilkan kemudian disaring menggunakan
kain saring dan dikeringkan. Pengeringan pati
menggunakan cabinet dryer pada suhu 50oC
selama 9 jam. Pati yang telah kering
dilakukan pengayakan 80 mesh dan siap
digunakan untuk membuat cookies.
Pembuatan Cookies
Persiapan bahan baku cookies sesuai
dengan kebutuhan untuk formula, kemudian
kocok gula halus dan margarin hingga
tercampur rata. Masukan telur satu per satu
sambil terus diaduk hingga rata dengan
menggunakan mixer kecepatan rendah. Jika
sudah tercampur merata marukan baking
powder ke dalam adonan. Ditempat lain
campur bahan kering (pati jahe, pati garut),
kemudian masukan ke adonan telur. Adonan
yang diperoleh kemudian dicetak dengan
berat 5 gram dan berbentuk bulat.
Analisa Data
Data yang dianalisa dengan ANOVA
dilanjutkan dengan perbandingan uji BNT,
dan jika terdapat interaksi dilanjutkan dengan
uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)
dengan selang kepercayaan 5% dan 1%.
Untuk analisa uji organoleptik dianalisa
dengan uji kesukaan skala hedonik,
sedangkan untuk pemilihan perlakuan terbaik
dengan metode De Garmo. Dilanjutkan
dengan uji t untuk membandingkan antara
cookies perlakuan terbaik dengan cookies
kontrol (berbahan baku 100% tepung terigu).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Bahan Baku
Analisis bahan baku yang dilakukan
untuk pati jahe emprit dan pati garut meliputi
kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin,
kadar air, dan warna (kecerahan, kemerahan,
dan kekuningan). Hasil analisis beberapa
karakteristik dari pati jahe emprit dan pati
garut yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Tabel 2:
Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Pati
Jahe Emprit
Parameter Pati Jahe Emprit
Analisa Literatur
Kadar Air (%)
Kadar Pati (%)
Kadar
Amilosa (%)
Kadar
Amilopektin
(%)
Warna
10,50
80,23
30,16
69,84
L = 75,20
a* = 11,10
b* = 12,86
13a
79,84b
36,94b
63,06b
L = 71,73c
a* = 13,16c
b* = 11,83c
Sumber: a. Nirma (2004)
b. Hanum (2010)
c. Megan (2012)
Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Pati
Garut
Parameter Pati Garut
Analisa Literatur
Kadar Air (%)
Kadar Pati (%)
Kadar
Amilosa
(%)
Kadar
Amilopektin
(%)
Warna
11,21
90,10
31,84
68,16
L = 68,35
a* = 13,34
b* = 21,70
10,41-13,09
92,24-98,78
29,67-31,94
55,81-69,16
L = -
a* = -
b* = -
Sumber: (Marianti, 2002)
Tabel 1 dan 2 Menunjukan bahwa
kadar air berdasarkan penelitian pada pati
jahe emprit 10,50%. Dari data terlihat adanya
perbedaan kadar air hasil analisa dengan
literatur. Hasil analisa kadar air ini lebih
rendah dari pernyataan Nirma (2004) bahwa
pati jahe memiliki kadar air sebesar 13%.
Hasil analisa kadar air pada pati garut
diperoleh kadar air sebesar 11,21%. Hasil
analisa kadar air pada penelitian ini sudah
sesuai dengan kisaran yang tecantum pada
literatur. Menurut Marianti (2002) kadar air
pati garut berkisar antara 10,41-13,09%.
Adanya perbedaan kadar air dalam pati jahe
emprit dan pati garut ini kemungkinan
dipengaruhi oleh proses pengeringan yang
dilakukan. Proses pengeringan adalah cara
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan pangan, dengan cara
menguapkan sebagian air yang terkandung
dalam bahan pangan dengan menggunakan
energi panas sehingga yang tertinggalnya
padatan dari bahan.
Pati jahe emprit yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki kadar pati
sebesar 80,23%. Hasil analisa yang didapat
lebih rendah dari Hanum (2010) yang
menyatakan bahwa pati jahe emprit memiliki
kadar pati sebesar 79,84%. Sedangkan hasil
analisa pada pati garut diperoleh kadar pati
sebasar 90,10%, hasil ini lebih rendah di
banding dengan literatur 92,24 - 98,78%
(Marianti, 2002). Hal ini dimungkinkan
karena perbedaan umur panen, musim,
tekkstur tanah, serta iklim penanaman jahe
dan garut yang menyebabkan komposisi
kimia yang terkandung di dalam keduanya
pun berbeda. Selain itu, hal ini diduga karena
dilakukannya proses pemurnian pati melalui
proses pencucian hingga lima kali,
perendaman, dan pengeringan pada pati jahe
emprit kembali sehingga benar-benar
didapatkan pati jahe emprit murni.
Berdasarkan hasil analisa, didapatkan
kadar amilosa dan amilopektin dalam pati
jahe emprit masing-masing sebesar 30,16%
dan 69,84% sehingga pati jahe emprit ini
dapat digolongkan sebagai bahan yang
memiliki kadar amilosa tinggi. Kadar amilosa
dan amilopektin dalam pati garut ini sesuai
dengan kisaran literatur yaitu 29,67 - 31,34%
dan 55,81 - 69,16% (Marianti, 2002).
Sedangkan pada penelitian diperoleh hasil
masing-masing sebesar 31,4% dan 68,16%,
pati garut ini dapat digolongkan sebagai
bahan yang memiliki kadar amilosa tinggi.
Winarno (2002) menyatakan bahwa bahan
yang memiliki kadar amilosa 25 - 33% dapat
dikatakan sebagai bahan dengan kadar
amilosa tinggi.
Berdasarkan hasil analisa warna pada
pati jahe emprit diperoleh nilai kecerahan (L)
75,20, kemerahan (a*) 11,10, dan kekuningan
(b*) 12,86. Dari data tersebut terlihat bahwa
adanya perbedaan hasil pembacaan warna
dari hasil analisa dengan literature. Menurut
Megan (2012), pati jahe emprit memiliki nilai
kecerahan (L) 71,73, kemerahan (a*) 13,16,
dan kekuningan (b*)11,83. Adanya perbedaan
dari hasil analisa dengan literatur diduga
karena proses lama waktu pencucian,
perendaman, dan pengeringan pati jahe emprit
yang berbeda. Hasil analisa warna pada pati
garut diperoleh nilai kecerahan (L) 68,35,
kemerahan (a*) 13,34, dan kekuningan (b*)
21,70. Warna pati garut dapat mempengaruhi
warna cookies yang dihasilkan karena pati
garut memiliki warna yang terlihat lebih
kuning dan lebih gelap dibandingkan pati jahe
emprit.
2. Karakteristik Kimia Edible Film
Hasil analisa kadar pati, kadar
amilosa, dan kadar air cookies akibat berbagai
perlakuan rasio pati jahe emprit dan pati garut
serta konsentrasi baking powder disajikan
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Rasio Pati
Jahe Emprit dan Pati Garut
Serta Konsentrasi Baking
Powder Kadar
Pati
(%)
Kadar
Amilosa
(%)
Kadar
Air
(%)
Rasio Pati
Jahe Emprit :
Pati Garut (%)
80:20 53,38 a 14,67 a 3,94 a
70:30 55,51 b 15,59 b 4,35 b
60:40 58,30 c 16,77 c 4,74 c
Konsentrasi
Baking
Powder (%)
0
1
2
55,34 a
55,91 a
55,94 a
15,87 a
15,69 a
15,48 a
4,23 a
4,28 a
4,52 a
BNT 0,221 0,583 0,677 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
bahwa ada kecenderungan semakin besar
rasio pati jahe emprit dan menurunnya rasio
pati garut maka kadar pati cookies yang
dihasilkan semakin rendah. Sedangkan untuk
perlakuan penambahan konsentrasi baking
powder, terjadi penurunan kadar pati akibat
penambahan konsentrasi baking powder. Hal
ini dikarenakan jumlah kadar pati awal bahan
yaitu pati jahe emprit relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pati garut. Berdasarkan
hasil analisa kadar pati pati jahe emprit
diperoleh sebesar 80,23%, sedangkan hasil
analisa kadar pati pada pati garut diperoleh
sebesar 90,10%. Semakin besar rasio pati jahe
emprit yang digunakan maka kadar pati yang
dihasilkan akan semakin rendah.
Tabel 3 menunjukan bahwa kadar
amilosa cookies yang cenderung meningkat
dengan adanya peningkatan rasio
penambahan pati garut, dan cenderung
menurun seiring dengan adanya penurunan
rasio pati jahe emprit. Hal ini terjadi karena
kadar amilosa dari pati garut lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar amilosa dari pati
jahe emprit. Pati garut ini dapat digolongkan
sebagai bahan yang memiliki kadar amilosa
tinggi. Menurut Winarno, (2002) bahan yang
memiliki kadar amilosa 25 - 33% dapat
dikatakan sebagai bahan dengan kadar
amilosa tinggi. Kadar amilosa yang tinggi
tersebut dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan cookies karena komponen amilosa
yang tinggi mampu membentuk adonan yang
lebih kuat.
Pada tabel 3 hasil analisa
menunjukkan rerata kadar air pada cookies
mengalami penurunan seiring semakin
meningkatnya rasio penambahan pati jahe
emprit dan menurunnya rasio pati garut.
Peningkatan kadar air seiring dengan
meningkatnya rasio pati garut dan
menurunnya rasio penambahan pati jahe
emprit disebabkan oleh tingginya kadar pati
dari pati garut. Menurut Marianti (2002)
kandungan kadar pati yang terkandung dalam
pati garut berkisar antara 92,24% - 98,78%,
sedangkan kadar pati pada pati jahe emprit
sebesar 79,84% (Hanum, 2010). Adanya
penurunan kadar air cookies apabila rasio
pati jahe emprit dinaikkan dan rasio pati garut
diturunkan. Selain itu, granula pati
mempunyai kemampuan menyerap air yang
sangat besar karena jumlah gugus hidroksil
pati sangat besar (Winarno, 2002).
Besarnya nilai kadar air pada cookies
juga dipengaruhi oleh kadar pati cookies.
Adapun korelasi antara kadar pati cookies dan
kadar air cookies yang dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 1 Grafik Regresi antara Kadar Pati dan Kadar Air
Cookies
Berdasarkan Gambar 1 diatas
menunjukkan bahwa kadar pati cookies
memberikan pengaruh terhadap kadar air
cookies yang dihasilkan dan memberikan
korelasi yang positif. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi kadar pati yang
terkandung dalam cookies maka kadar air dari
cookies juga akan semakin tinggi. Yang
artinya cookies semakin tinggi rasio
penambahan pati garut dalam cookies maka
kadar patinya akan tinggi, dan begitu juga
dengan kadar air cookies. Menurut
Wirakartakusumah, et al (1986) apabila
kadar amilosa tinggi, maka pati juga akan
tnggi dan bersifat kering, kurang lekat dan
cenderung meresap air lebih banyak
(higroskopis).
3. Karakteristik Fisik Cookies
Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Rasio Pati Jahe Emprit dan Pati Garut Serta
Konsentrasi Baking Powder
Daya
Patah
(N)
Daya
Kembang
(%)
L a* b*
Rasio Pati Jahe
Emprit : Pati
Garut (%)
80:20 3,52 a 19,79 a 61,82 a 2,98 18,52 a
70:30 4,32 b 19,60 a 61,82 a 2,62 19,05ab
60:40 5,10 c 20,08 a 63,28 c 2,54 19,39 b
Konsentrasi
Baking Powder
(%)
0
1
2
4,65 a
4,34 b
3,95 c
9,00 a
20,52 b
29,95 c
61,90 a
62,56 a
2,83
2,56
19,07 a
18,86 a
62,84 a 2,74 19,03 a
BNT 0,33 2,90 1,04 - 0,37 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)
Daya patah cookies cenderung
meningkat dengan bertambahnya rasio pati
garut dan menurunya penambahan rasio pati
jahe emprit. Sedangkan untuk perlakuan
konsentrasi baking powder, nilai tekstur
cookies semakin kecil dengan meningkatnya
konsentrasi baking powder (Tabel 4). Hal ini
disebabkan oleh lebih tingginya kadar pati
pada pati garut, sehingga perlakuan yang
memiliki penambahan rasio pati garut tinggi
maka kadar patinya juga akan tinggi. Menurut
pernyataan Guilbert and Biquet (1990) bahwa
polisakarida dapat berfungsi dalam menjaga
kekompakan dan kestabilan cookies. Semakin
banyak polisakarida penyusunnya akan
meningkatkan kekuatan peregangan sehingga
kemampuan untuk meregang semakin besar
dan tahan terhadap kepatahan.Menurut Hui
(1999) semakin tinggi nilai tekstur,
menunjukkan rendahnya nilai kerenyahan,
sebaliknya tekstur yang paling rendah justru
menunjukkan sifat kerenyahan yang paling
baik dari produk cookies. Penurunan nilai
daya patah dengan meningkatnya konsentrasi
baking powder. Penurunan ini disebabkan
oleh sifat dari baking powder yang mampu
menghasilkan CO2. Adanya CO2,
menyebabkan terbentuknya rongga-rongga
pada produk sehingga produk mudah patah
dan renyah (Ikrawan, 2006 dalam Nizar,
2010).
Tabel 4 menunjukan bahwa daya
kembang pada cookies cenderung meningkat
seiring dengan semakin meningkatnya
penambahan konsentrasi baking powder. Hal
ini disebabkan karena semakin tingginya
penambahan konsentrasi baking powder maka
pada saat pengovenan air yang terikat dalam
gel pati akan mudah menguap. Air mula –
mula akan menjadi uap akibat meningkatnya
suhu, kemudian uap akan mendesak jaringan
sel untuk keluar, sehingga terbentuklah
kantung – kantung udara, produk berongga,
mengalami pemekaran dan pengembangan.
Keadaan tersebut sesuai dengan sifat baking
powder yang disebutkan Sebti, et al (2002)
bahwa baking powder mampu memperbesar
pemekaran bahan karena dapat menghasilkan
gas karbondioksida pada saat bahan
mengembang terkena air dan panas.
Berdasarkan Tabel 4 penambahan pati
jahe emprit yang semakin tinggi akan
menyebabkan warna cookies semakin cerah
sehingga dapat menurunkan tingkat
kekeruhan. Hal ini dikarenakan semakin
banyaknya rasio pati jahe emprit yang di
tambahkan. Pati jahe emprit memiliki warna
yang lebih putih dibandingkan dengan warna
pati garut. Megan (2012) mengatakan bahwa
tinggkat kecerahan pada pati jahe emprit
sebesar 71,73. Menunut Marianti (2002) nilai
tingkat kecerahan pada pati garut sebesar
60,80. Lebih putihnya warna dari pati jahe
emprit ini dimungkinkan karana adanya
proses penjernihan atau pencucian dengan
menggunakan air sebanyak 5 kali. Proses
pencucian ini diduga dapat mengurangi
bahkan menghilangkan pengotor yang masih
terdapat pada pati jahe emprit. Oleh karena itu
semakin tingggi rasio pati jahe yang
ditambahkan pada cookies maka tingkat
kecerahan cookies akan semakin tinggi pula.
Berdasarkan Tabel 4 menunjukan
bahwa dengan meningkatnya rasio
penambahan pati jahe emprit dan
menurunnyan rasio pati garut pada cookies
maka tingkat kekuningannya akan semakin
menurun. Hal ini disebabkan oleh warna awal
dari pati garut yang sedikit kusam atau keruh
dibandingkan dengan warna dari pati jahe
emprit yang sedikit lebih putih. Megan (2012)
menyatakan bahwa pati jahe emprit memiliki
tingkat kekuningan sebesar 11,83, sedangkan
menurut Pudjiono (1998) pada pati garut
memiliki tingkat kekuningan sebasar 18,76.
Dengan rasio penambahan pati garut yang
semakin tinggi maka akan menghasilkan
cookies dengan tingkat kekuningan yang juga
akan semakin tinggi.
4. Karakteristik Organoleptik Cookies
Tabel 5. Karakteristik Organoleptik Cookies
Rasio Pati Jahe
Emprit : Pati
Garut (%)
Konsentrasi
Baking Powder
(%)
Warna Rasa Aroma Kerenyahan
80:20
0
1
2
5,20
5,05
5,05
3,60 ab
3,40 ab
3,15 a
4,90
4,90
4,65
3,25 a
4,30 bc
4,80 bc
70:30
0
1
2
4,95
5,05
4,80
5,00 cd
4,50 bc
4,50 bc
4,85
4,90
4,95
3,95 ab
5,20 cd
5,25 cd
60:40
0
1
2
4,90
5,00
4,95
6,15 e
5,75 de
5,60 de
5,15
5,05
5,25
5,45 cd
5,90 de
6,30 e
Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)
Tingkat kesukaan panelis terhadap
warna cookies semakin naik seiring kenaikan
rasio pati jahe emprit dan turunya pati garut
80 : 20% sebesar 5,37 dan kesukaan panelis
menurun seiring dengan kenaikan pati garut
dan penurunan pati jahe emprit 60 : 40%
sebesar 5,07. Menurut panelis, warna cookies
yang dihasilkan yaitu putih kecoklatan dan
panelis lebih suka warna cookies yang lebih
cerah. Warna cookies yang lebih putih atau
lebih cerah ini diduga dikarenakan rasio
penambahan pati jahe emprit pada cookies
yang lebih tingi dibandingkan dengan rasio
penambahan pati garut. Menurut Marianti
(2002) tingkat kecerahan dari pati garut
adalah 68,35, sedangkan menurut Megan
(2012) nilai tingkat kecerahan pati jahe emprit
sebesar 71,73.
Diketahui bahwa rasa cookies
meningkat seiring dengan meningkatnya rasio
pati garut dan menurunnya pati jahe emprit
serta menurunnya konsentrasi baking powder.
Diduga hal ini dikarenakan semakin kecil
rasio penambahan pati jahe emprit, maka
tidak timbul after taste yang disebabkan oleh
oleoresin yang masih terkandung dalam pati
jahe emprit. Menurut Nirma (2004) senyawa
oleoresin jahe merupakan cairan kental
berwarna kuning, dan rasanya cendrung pedas
dan pahit. Masih terdapatnya oleoresin pada
pati jahe emprit dimungkinkan karena pada
saat proses penjernihan pati jahe oleoresin
belum bisa hilang sepenuhnya. Sedangkan
untuk perlakuan konsentrasi baking powder,
diketahui bahwa semakin besar konsentrasi
baking powder yang ditambahkan, maka
kesukaan panelis terhadap rasa cookies
menurun. Diduga semakin banyak konsentrasi
baking powder yang digunakan maka cookies
yang dihasilkan menjadi pahit dan getir.
Anonymous (2011) menjelaskan bahwa
baking powder sering ditambahkan dalam
pembuatan cookies agar cookies menjadi
renyah dan garing. Baking powder yang
digunakan dalam jumlah sedikit, karena jika
berlebihan akan meninggalkan rasa pahit dan
getir.
Tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma cookies semakin menurun seiring
kenaikan rasio pati jahe emprit dan turunnya
pati garut (80 : 20%) sebesar 4,90 dan
kesukaan panelis naik seiring dengan
kenaikan pati garut (60 : 40%) sebesar 5,08.
Hal ini disebabkan karena pada perlakuan
rasio pati jahe emprit dan pati garut (80 :
20%) memiliki aroma khas dari pati jahe yang
kurang disukai oleh para panelis. Aroma khas
tersebut disebabkan oleh adanya minyak atsiri
yang masih terkandung dalam pati jahe
emprit. Menurut Rukamana (2000) dalam
jahe emprit terkandung 1-3% minyak atsiri.
Diketahui bahwa semakin besar rasio
penambahan pati garut maka tingkat kesukaan
panelis terhadap kerenyahan cookies akan
semakin tinggi, sebaliknya semakin kecil
rasio penambahan pati jahe emprit maka
tingkat kesukaan kesukaan panelis terhadap
kerenyahan cookies semakin rendah. Hal ini
disebabkan kandungan pati yang terkandung
pada pati garut lebih tinggi dibandingkan
dengan kandungan pati yang terkandung pada
pati jahe emprit. Semakin tinggi kadar pati
yang terkandung pada cookies maka tekstuk
yang terbentuk akan lebih kompak.
Penambahan konsentrasi baking powder pada
pembuatan cookies juga dapat mempengaruhi
tingkat kerenyahan yang dihasilkan oleh
cookies. Baking powder akan membentuk
rongga-rongga pada adonan ketika adonan
tersebut dioven atau dipanaskan. Semakin
banyak rongga yang terbentuk, maka
kerenyahan cookies semakin tinggi, sehingga
lebih disukai oleh panelis.
5. Penentuan Perlakuan Terbaik
Dalam penentuan perlakuan terbaik
parameter fisik kimia dan organoleptik
didapatkan cookies dengan perlakuan rasio
pati jahe emprit 60% : pati garut 40% serta
konsentrasi baking powder 2% (Lampiran 16
dan 17) memiliki nilai produk tertinggi. Nilai
parameter fisik kimia dan organoleptik
cookies perlakuan terbaik yang dibandingkan
dengan kontrol yang merupakan produk dari
cookies yang mengunakan 100% pati jahe dan
0% baking powder, yaitu dengan cara
dilakukan uji t yang dapat dilihat pada Tabel
6.
Tabel 6. Perbandingan Nilai Perlakuan
Fisik Kimia dan Organoleptik Cookies
Perlakuan Terbaik dengan Kontrol
Parameter Perlakuan
Terbaik Kontrol
Kadar Air (%) 5,12* 2,62
Kadar Pati (%) 58,25* 57,94
Kadar Amilosa (%) 17,70* 15,24
Daya Kembang (%) 30,76* 10,69
Daya Patah (N) 4,61* 3,65
Kecerahaan (L) 61,33* 69,12
Kemerahan (a) 3,14 2,04
Kekuningan (b) 19,24 17,03
Warna 5,45 5,6
Aroma 5,3*
5,1
Rasa 6,1* 3,25
Kerenyahan 5,8 3,25
Kadar Lemak (%) 19,42
Kadar Protein (%) 1,24
Kadar Abu (%) 1,24
Keterangan *: berbeda nyata pada taraf 5%
KESIMPULAN
1. Interaksi dari rasio pati jahe emprit
dan pati garut serta konsentrasi baking
powder berpengaruh terhadap rasa dan
kerenyahan cookies.
2. Perlakuan terbaik cookies parameter
fisik kimia diperoleh dari kombinasi
rasio pati jahe emprit dan pati garut
(60%:40%) dengan konsentrasi baking
powder (2%), memiliki nilai kadar air
5,12%, kadar pati 58,25%, kadar
amilosa 32,04%, Daya Kembang
30,76, daya patah 4,61N, Kecerahan
(L) 61,33, Kemerahan (a) 3,14,
Kekuningan (b) 19,24.
3. Perlakuan terbaik parameter
organoleptik diperoleh cookies dari
kombinasi rasio pati jahe emprit dan
pati garut (60%:40%) dengan
konsentrasi baking powder (2%),
dengan penilaian warna 5,45 (agak
suka), rasa 6,1 (suka), aroma 5,3 (agak
suka), dan kerenyahan 5,8 (suka).
SARAN
1. Untuk meningkatkan tekstur cookies
yang memiliki nilai terkstur rendah
pada penggunaan rasio pati jahe
emprit yang tinggi maka perlu
dilakukan penelitian lanjutan
penggunaan tepung terigu sebagai
pengganti pati garut atau penambahan
emulsifier.
2. Untuk menghilangkan after taste pada
cookies dengan penggunaan rasio pati
jahe emprit yang tinggi, maka perlu
dilakukan pemurnian pati jahe emprit
dengan menggunakan pelarut organik
untuk menghilangkan kadar oleoresin
yang masih terdapat pada pati jahe
emprit, sehingga didapatkan rasa dan
aroma cookies yang lebih disukai oleh
konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2011. Jahe Emprit Basah (fresh little
ginger).
http://www.jamujatim.com/2011/03/halo.html.
Diakses tanggal 22 Mei 2012.
Ghasemlou, M., F. Khodaiyan, A. Oromiehe, and M.S.
Yarmand. 2011. The role of ginger starch as a
binder in acetaminophen tablets. International
Journal of Biological Macromolecules. 49:378–
384.
Guilbert, S. and B. Biquet. 1990. Edible Film and
Costing in Food Packaging Technology Vol 1.
VCH Publisher Inc. New York.
Hanum, F. 2010. Pemanfaatan Pati Jahe
(Zingiberofficinale) Sebagai Bahan
Pembuatan Edible Film. Skripsi.THP-UB.
Malang.
Hui, Y.H. 2006, Handbook of Food Science,
Technology, and, Engineering Volume 3 .
134:1-123. CRC Press. USA. Ikrawan, Yusep. 2006. Biskuit, Makanan Pengganti
Saat Lapar.
http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/12200
6/28/cakrawala/lain05.htm. Diakses Tanggal 11
Oktober 2012.
Marianti, 2002. Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati
dan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L.)
dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB.
Megan. 2012. Pemanfaatan Pati Jahe Emprit
(Zingiberofficinale) Sebagai Bahan
Pembuatan Edible Film. Skripsi. THP-UB.
Malang.
Nirma, K. 2004. Ginger The Genus Zingiber. PN
Ravindron, CRC Press. USA.
Peroval, C., F. Debeaufort, D. Despre, and A. Voilley.
2002. Food Science Fifth Edition. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 50:3977-3983
Pudjiono, E. 1998. Seminar dan Loka karya
pengembangan Tanaman Garut Sebagai
Sumber Bahan Baku Alternatif Industri
Pangan. Universitas Brawijaya. Malang
Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius.
Yogyakarta.
Sebti, I., F. Ham-Pichavant, and V. Coma. 2002.
Technology of Biscuits, Crackers and Cookies.
Journal Agric. Food Chem. 50:4290-4294.
Utami, I.S. 1992. Pengolahan Roti. PAU Pangan dan
Gizi UGM.Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., A. Apriantono, M.S.,
Ma’arif, Suliantari, D.Muchtadi dan K. Otaka,
1986. Isolation And Caracterization of Sago
Starch And Its Utilation For Production of
Liquid Sugar, dalam FAO (ed.), The
Development of The Sago Palm and its
Products. Report of the FAO/BPP Teknologi
Consultation, Jakarta, Januari 16 – 21, 1984.