208174322 laporan kuliah kerja lapangan fakultas hukum universitas palangka raya

56
1 KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya) LAPORAN KKL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Mata Kuliah KKL OLEH: NAMA : ERIK SOSANTO NIM : EAA 110 039 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS HUKUM 2014

Upload: fhadillah-fazriani

Post on 25-Nov-2015

121 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

  • 1

    KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN

    TINDAK PIDANA KORUPSI

    (Studi Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya)

    LAPORAN KKL

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

    Dalam Menempuh Mata Kuliah KKL

    OLEH:

    NAMA : ERIK SOSANTO

    NIM : EAA 110 039

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

    FAKULTAS HUKUM

    2014

  • 2

    HALAMAN PERSETUJUAN

    KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN

    TINDAK PIDANA KORUPSI

    (Studi Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya)

    OLEH:

    NAMA : ERIK SOSANTO

    NIM : EAA 110 039

    Disetujui Pada Tanggal :

    An. Kepala

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya Dosen Pembimbing KKL,

    Kasi Pidsus,

    HAIRUN AZHARI, S.H., M.H Hj. NOVEA ELYSA W, S.H., M.H

    NIP. 19701230 199803 1 001 NIP. 19801113 200801 2 010

    Laboratorium Ilmu Hukum

    Ketua,

    ARIS TOTELES,S.H,M.H.

    NIP. 19790506 200312 1 002

    Mengetahui

    Dekan,

    LODI H. INOH, S.H,M.H.

    NIP. 19540517 198603 1 002

  • 3

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa

    karena berkat kemurahan dan karuniaaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

    Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dengan Judul KEWENANGAN

    KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi

    Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya).

    Selama penyelesaian Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, Penulis

    banyak memperoleh tantangan dan hambatan akan tetapi berkat bantuan dari

    berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

    Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tulus kepada :

    1. Bapak LODI H. INOH, S.H, M.H; selaku Dekan Fakultas Hukum

    Universitas Palangka Raya;

    2. Bapak JOHN TERSON, S.H, M.Hum; selaku Dosen Pembimbing

    Akademik Penulis yang banyak memberi masukan-masukan dan nasehat

    yang sangat berharga kepada Penulis selama menempuh pendidikan di

    Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya;

    3. Bapak ARISTOTELES, S.H, M.H; selaku Ketua Laboratorium Fakultas

    Hukum Universitas Palangka Raya;

    4. Ibu Hj. NOVEA ELYSA WARDHANI, S.H, M.H; selaku Dosen

    Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang telah membimbing

    Penulis dalam penyusunan laporan ini;

    5. Bapak SANDI, S.H, M.H; Selaku Kepala Kejaksaan Negeri Palangka

    Raya;

  • 4

    6. Bapak HAIRUN AZHARI, S.H, M.H; Selaku Kepala Seksi Tindak

    Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Palagka Raya;

    7. Ibu PANIEM, S.E, S.H ; Selaku Kepala Sub Bagian Pembinaan

    Kejaksaan Negeri Palagka Raya;

    8. Seluruh Bapak serta Ibu Jaksa yang telah banyak memberikan ilmu

    pengetahuan kepada Penulis selama menempuh Kuliah Kerja Lapangan di

    Kejaksaan Negeri Palagka Raya, beserta karyawan-karyawati Kejaksaan

    Negeri Palagka Raya;

    9. Orang tua Penulis yang tercinta beserta keluarga besar, yang selalu

    memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga Penulis dapat

    menyelesaikan Kuliah Kerja Lapangan ini;

    10. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Palangka

    Raya yang bersama-sama Penulis selama menempuh Kuliah Kerja

    Lapangan di Kejaksaan Negeri Palagka Raya, yang tidak dapat disebutkan

    satu persatu, yang telah memberikan dukungan serta masukan-masukan

    yang berguna.

    Atas segala bantuan dan dukungan dari semua pihak tersebut, Penulis

    ucapkan terima kasih. Akhir kata, Penulis berharap Laporan Kuliah Kerja

    Lapangan (KKL) ini dapat memberikan manfaat positif bagi kita semua.

    Palangka Raya, 14 Februari 2014

    Penulis,

    ERIK SOSANTO

    EAA 110 039

  • 5

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................

    HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... i

    KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

    DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan ................................. 1

    B. Perumusan Masalah (Isu Hukum) .......................................... 1

    C. Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan ................................. 2

    D. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan ............................................... 2

    BAB II GAMBARAN UMUM

    A. Gambaran Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya ............. 4

    1. Gambaran Umum Kejaksaan ............................................. 4

    2. Struktur Organisasi ............................................................ 11

    3. Bidang-Bidang Kerja / Job Discription ............................. 14

    B. Pelaksanaan Magang .............................................................. 17

    1. Jenis dan Bentuk Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan .......... 17

    2. Prosedur Kerja ................................................................... 18

    3. Kendala Yang Dihadapi Dan Upaya Untuk

    Memecahkannya ................................................................ 18

    BAB III PEMBAHASAN

    A. Apakah dasar hukum tugas dan kewenangan Kejaksaan

    dalam penyidikan tindak pidana korupsi ................................ 19

    B. Bagaimanakah kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan

    Tindak pidana korupsi ............................................................ 26

    BAB IV PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................. 28

    B. Saran ....................................................................................... 29

  • 6

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Keterangan Praktek Kerja Lapangan dari Kejaksaan

    Negeri Palangka Raya.................................................................

    Lampiran 2 Absensi Kehadiran Peserta Kuliah kerja lapangan .....................

    Lampiran 3 Jadwal Kegitan Peserta Kuliah Kerja Lapangan ........................

    Lampiran 4 Dokumentasi Kegitan Peserta Kuliah Kerja Lapangan ..............

  • 7

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan

    Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan mata kuliah pembulat studi

    yang sifatnya wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa fakultas hukum

    dengan memuat substansi kegiatan yang sifatnya praktik kerja di instansi/

    lembaga, yang bertujuan untuk memberikan pengalaman kerja dalam bidang

    tertentu berkaitan dengan rencana keahlian mahasiswa. Dengan memadukan

    ketiga aspek pembelajaran, yakni : kognitif, afektif, dan psikomotorik, eksistensi

    Kuliah Kerja Lapangan diharapkan dapat melengkapi pengetahuan teoritis yang

    telah diperoleh mahasiswa dibangku perkuliahan. Sehingga, para mahasiswa tidak

    hanya memahami hukum pada tataran teori belaka, melainkan juga memahami

    hukum dari sudut pandang yang lebih luas, yakni dari implementasi hukum pada

    tataran praktis1.

    Oleh karena itu untuk memperoleh pengalaman dan perbandingan antara

    teori dan praktiknya, maka mahasiswa diharuskan menjalani Kuliah Kerja

    Lapangan di instansi / pemerintah maupun non pemerintahan sebagai salah satu

    syarat yang harus dipenuhi sebelum menyelesaikan studi di Fakultas Hukum

    Universitas Palangka Raya. Adapun Penulis dalam hal ini memilih tempat

    pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan di Instansi Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    sebagai tempat untuk memperoleh pengalaman rencana keahlian Penulis.

    B. Perumusan Masalah (Isu Hukum)

    Eksistensi kejaksaan sebagai penyidik dalam perkara tindak pidana korupsi

    tidak dapat sepenuhnya dapat dipahami dengan satu pendapat, sebab faktanya

    dalam praktek peradilan ada pengadilan yang tidak dapat menerima alasan bahwa

    jaksa berwenang melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi.

    Sampai saat ini pun mengenai kewenangan kejaksaan dalam penyidikan

    tindak pidana korupsi tetap dipersoalkan. Dalam laporan Kuliah Kerja Lapangan

    ini Penulis ingin mencoba merumuskan permasalahan hukum yang tentu ada

    1 Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Hlm. 1

  • 8

    kaitannya dengan eksistensi Kedudukan kejaksaan dalam penyidikan tindak

    pidana korupsi, sebagai berikut :

    a. Apakah Dasar Hukum Tugas dan Kewenangan Kejaksaan dalam

    Penyidikan Tindak Pidana Korupsi.

    b. Bagaimanakah Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak Pidana

    Korupsi.

    C. Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan

    Program Kuliah Kerja Lapangan adalah kuliah wajib bagi mahasiswa-

    mahasiswi strata satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

    Universitas Palangka Raya. Mata kuliah ini ditempuh pada semester akhir dengan

    persyaratan telah lulus 110 SKS dan merupakan bagian intergral dari keseluruhan

    kurikulum yang berlaku dan memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap

    mental lulusan dengan orientasi dibidang masing-masing.

    Program Kuliah Kerja Lapangan ini juga membutuhkan atau melibatkan

    pihak lain, dalam hal ini instansi atau lembaga-lembaga baik instansi/lembaga

    pemerintahan maupun non pemerintahan. Mata kuliah ini dilaksanakan pada awal

    semester genap, dengan peran dan fungsi mata kuliah ini sangat penting.

    Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut diatas, Penulis mencoba

    untuk aktif terlibat lansung dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan di Instansi

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi

    sebelum menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.

    D. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan

    1. Tujuan Yang Bersifat Umum

    Program Kuliah Kerja Lapangan bertujuan untuk memberikan

    seperangkat kemampuan pengalaman kerja kepada mahasiswa berkenan

    dengan aktivitas nyata pada dunia kerja. Hal ini akan memberikan gambaran

    sesungguhnya tentang dunia kerja yang di dalamnya terjadi akomodasi

    berbagai konsep dan teori dengan persoalan-persoalan praktis yang dihadapi

    serta upaya pemecahannya. Program Kuliah Kerja Lapangan ini akan

    menjembatani dua aktivitas belajar yakni antara belajar teori dikelas dengan

    kondisi nyata yang ada dilapangan sesungguhnya2.

    2 Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Hlm. 1

  • 9

    2. Tujuan Yang Bersifat Khusus

    a. Menunjang kemampuan kognitif dan afektif mahasiswa, sehingga

    nantinya mampu menjadi competitive students, yang tidak hanya

    memahami keilmuan dari sudut teoritis saja, namun juga dari sudut

    praktik.

    b. Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan psikomotorik

    mahasiswa fakutas hukum dalam mengaplikasikan pengetahuan kognitif

    yang telah diperoleh mereka dibangku perkulihan.

    c. Memperkenalkan dan mempersiapkan sejak dini kemampuan mahasiswa

    akan realitas dunia kerja khususnya di instansi hukum, sehingga nantinya

    setelah lulus mampu bersaing dengan lulusan dari universitas lainnya3.

    3 Ibid

  • 10

    BAB II

    GAMBARAN UMUM

    A. Gambaran Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    1. Gambaran Umum Kejaksaan

    1.1.Pengertian Kejaksaan

    Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan

    kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang

    berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin

    oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada

    Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri

    merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana

    semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat

    dipisahkan.

    Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang

    menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I. Kejaksaan

    sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan

    dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,

    penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan

    Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI

    sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

    penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara

    merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh

    kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

    2004)4.

    Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin

    oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31

    Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004

    tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa

    lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis

    4 Pengertian Kejaksaan http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1 di akses tanggal 18

    Januari 2014

  • 11

    dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros

    dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di

    persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan

    pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses

    perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat

    menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak

    berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

    Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya

    instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan

    dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum

    Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam

    Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara.

    Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai

    Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang

    lain berdasarkan Undang-Undang5.

    1.2.Sebelum Reformasi

    Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia.

    Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan

    Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu

    pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari

    bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.

    Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa

    dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di

    saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah

    hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang

    pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim

    tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.

    Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll,

    yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim

    tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang

    5 Ibid

  • 12

    peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit

    yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa6.

    Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya

    dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie.

    Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai

    Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan

    Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof

    (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten

    Residen.

    Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung

    sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan

    Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung

    yakni antara lain:

    a. Mempertahankan segala peraturan Negara.

    b. Melakukan penuntutan segala tindak pidana.

    c. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang7.

    Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya

    dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen

    yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).

    Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara

    resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman

    pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh

    Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan

    itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin

    (Pengadilan Agung), Koootooo Hooin (Pengadilan Tinggi) dan Tihooo

    Hooin (Pengadilan Negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa

    Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

    a. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran.

    b. Menuntut Perkara.

    6 Sejarah Kejaksaan sebelum Reformasi http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=3 di

    akses tanggal 18 Januari 2014 7 Ibid

  • 13

    c. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.

    d. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

    Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan

    dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II

    Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah

    (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara

    R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai

    dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan

    peraturan yang ada masih langsung berlaku.

    Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak

    kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945.

    Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia

    Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan

    Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam

    lingkungan Departemen Kehakiman.

    Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan

    dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan

    sistem pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan

    Republik Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa

    Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia,

    kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga

    juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan

    kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

    Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan

    mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah

    mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-

    Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan

    Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai

    penuntut umum (Pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan

    dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang

    diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang

    Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan

  • 14

    dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor

    16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

    Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut

    Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15

    Tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang

    Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup

    perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi

    Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun

    1991 tertanggal 20 November 19918.

    1.3.Masa Reformasi

    Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan

    terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada,

    khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah,

    memasuki masa reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga

    mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang

    Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5

    Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak

    lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka

    dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.

    Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,

    Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan R.I. adalah lembaga

    pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan

    serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan sebagai

    pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral

    dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat

    menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak

    berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping

    sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-

    satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena

    itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat

    8 Sejarah Kejaksaan Masa Reformasi http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=3 di akses

    tanggal 18 Januari 2014

  • 15

    dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga

    negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

    penuntutan.

    Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara

    yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka.

    Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 16

    Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang

    melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka.

    Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya

    terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan

    lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam

    melaksanakan tugas profesionalnya.

    Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan

    hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab.

    Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini

    mestinya dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi

    korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap

    tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja dialami

    oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta badan-badan lainnya.

    Kendala tersebut antara lain:

    a. Modus operandi yang tergolong canggih.

    b. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-

    temannya.

    c. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan

    berbagai peraturan.

    d. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan.

    e. Manajemen sumber daya manusia.

    f. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak

    hukum yang ada).

    g. Sarana dan prasarana yang belum memadai.

    h. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan

    penculikan serta pembakaran rumah penegak hukum.

  • 16

    Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan

    pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap

    mendapat sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-

    Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu Undang-Undang No. 31

    Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan Undang-

    Undang No. 31 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang ini diatur

    pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi

    yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi koruptor. Belakangan

    Undang-Undang ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya

    para koruptor karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam Undang-

    Undang tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan polisi dalam

    melakukan penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh UU

    ini.

    Akhirnya, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 dalam

    penjelasannya secara tegas menyatakan bahwa penegakan hukum dan

    pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini

    terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu, diperlukan metode

    penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan negara

    yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari

    kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat

    korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime9.

    Karena itu, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan

    pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan

    berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara

    untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

    Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-

    masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan,

    Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

    9 Ibid

  • 17

    Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan

    penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian

    dan Kejaksaan RI. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang

    diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai

    perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang

    penyidikan10

    .

    1.4.Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya merupakan bagian dari

    Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah yang berkedudukan di ibu kota

    palangka raya yakni mencakup wilayah hukum kota palangka raya yang

    beralamat di Jalan Diponegoro No. 13 Kota Palangka Raya. Kejaksaan

    Negeri Palangka Raya saat ini dipimpin oleh SANDI, S.H, M.H selaku

    kepala, dan dalam melaksanakan tugas kedinasan sehari-harinya didukung

    oleh para kepala seksi dan sub kepala bagian yang mempunyai tugas dan

    fungsi masing-masing.

    2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    (Terlampir Dalam Tabel)

    10

    Ibid

  • 18

  • 19

    2.1 STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA

    Kepala

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    SANDI, S.H, M.H

    SUB BAGIAN

    PEMBINAAN

    PANIEM, S.E, S.H

    SEKSI

    INTELEJEN

    ARMADHAT.T , S.H

    SEKSI TINDAK

    PIDANA UMUM

    SRIYANTO, S.H

    SEKSI TINDAK

    PIDANA KHUSUS

    HAIRUN AZHARI, S.H, M.H

    SEKSI PERDATA dan

    TUN

    YUYUN WAHYUDI, S,H

    URUSAN KEPEGAWAIAN

    SITI AISYAH

    URUSAN DASKRIMTI DAN PERPUSTAKAAN

    TUA SIHOMBING, S.H

    URUSAN TATA USAHA

    AL GAZALI, S.H

    URUSAN KEUANGAN

    ARNITA DEWIYANA, S.H

    URUSAN PERLENGKAPAN

    SISWANTORO, S.H

  • 20

    2.2 STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BIDANG SEKSI TINDAK PIDANA KHUSUS

    KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA

    SEKSI TINDAK

    PIDANA KHUSUS

    HAIRUN AZHARI, S.H, M.H

    Jaksa Madya

    STAF

    KIKI INDRAWAN, S.H

    Yuana Wira

    JAKSA FUNSIONAL

    LILIWATI, S.H

    Jaksa Pratama

    STAF

    WIDYA P NUGRAHA, SH

    Yuana Wira

    JAKSA FUNSIONAL

    AGUNG TRI

    WAHYUDIANTO, SH

    Ajun Jaksa

    JAKSA FUNSIONAL

    DODY HERYANTO, S.H

    Ajun Jaksa

    STAF

    LISA

  • 21

    3. Bidang-Bidang Kerja / Job Discription

    3.1 Tugas dan Wewenang Jaksa

    Jaksa sebagai penutut umum dalam perkara pidana harus

    mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakukan penyidik

    dari permulaan hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan

    berdasarkan hukum. Jaksa mempertanggungjawabkan semua perlakuan

    terhadap terdakwa itu mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa

    perkaranya, lalu ditahan, dan akhirnya apakah tuntutannya yang dilakukan

    jaksa itu sah dan benar atau tidak menurut hukum, sehingga benar-benar

    rasa keadilan masyarakat dipenuhi11

    .

    Dalam pasal 30 Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang

    Kejaksaan Republik Indonesia, dinyatakan bahwa tugas dan wewenang

    jaksa adalah :

    1. Di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang;

    (1) Melakukan penuntutan;

    (2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang

    telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

    (3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

    bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas

    bersyarat;

    (4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

    berdasarkan undang-undang;

    (5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat

    melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke

    pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan

    penyidik.

    2. Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa

    khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan

    untuk dan atas nama Negara atau pemerintah.

    3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut

    menyelenggarakan kegiatan :

    11

    Ibid

  • 22

    (1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

    (2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;

    (3) Pengawasan peredaran barang cetakan;

    (4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

    masyarakat dan Negara;

    (5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

    (6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

    Sedangkan mengenai tugas dan wewenang Jaksa Agung diuraikan

    dalam pasal 35 yaitu :

    1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan

    Keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;

    2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh

    undang-undang;

    3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;

    4. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah

    Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara.

    5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah

    Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

    6. Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar

    wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya

    dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Dan Pasal 36 yaitu :

    1. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk

    berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali

    dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri;

    2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam

    negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama

    Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di

    rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung;

    3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya

    diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya

    perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas

  • 23

    menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum

    mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

    Dalam pasal 32 dinyatakan, di samping tugas dan wewenang

    berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004, kejaksaan dapat diserahi tugas dan

    wewenang lain berdasarkan undang-undang, antara lain dapat dicatat tugas

    dan wewenang kejaksaan pada Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang

    Hukum Acara Pidana, yang dalam pasal 14 menyatakan penuntut umum

    mempunyai wewenang :

    1. Menerima dan memeriksa berkas.

    2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

    segera mengembalikan berkas pada penyidik dengan memberikan

    petunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan;

    3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan, atau

    penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah

    perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

    4. Membuat surat dakwaan;

    5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;

    6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan

    persidangan dengan disertai panggilan, kepada terdakwa maupun

    saksi-saksi ;

    7. Melakukan penuntutan ;

    8. Menutup perkara demi kepentingan hukum ;

    9. Melakukan tindakan lain dalam ruang lingkup dan tanggung jawab

    sebagai penuntut umum;

    10. Melaksanakan penetapan hakim.

    Dengan demikian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang

    dibidang penuntutan, kejaksaan berpegang pada asas Kejaksaan adalah

    Satu dan Tidak Terpisah-Pisahkan bertujuan agar terpelihara kesatuan

    kebijakan di bidang penuntutan, sehingga dapat ditampilkan ciri khas

    dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak aparatur kejaksaan dalam

    penanganan perkara. Sehingga kemudian diharapkan Kejaksaan RI sebagai

    lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di

  • 24

    bidang penututan harus dituntut berperan dalam menegakkan supremasi

    hukum, perlindungan kepentingan umum dan bebas dari pengaruh

    kekuasaan pihak manapun secara merdeka.12

    3.2 Bidang-Bidang Kerja / Job Discription Kejaksaan Negeri Palangka

    Raya.

    Untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan tata kerja Kejaksaan Negeri

    Palangka Raya dapat dilihat dari struktur organisasi dan bidang-bidang

    kerja yang mempunyai tugas dan kewenangan tersendiri yaitu :

    1. Kepala Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    2. Sub Bagian Pembinaan, terdiri dari :

    a. Urusan kepegawaian

    b. Urusan Keuangan

    c. Urusan Perlengkapan

    d. Urusan Tata usaha

    e. Urusan Daskrimti dan perpustakaan

    3. Seksi Intelejen

    4. Seksi Tindak Pidana Umum

    5. Seksi Tindak Pidana Khusus

    6. Seksi perdata dan Tata Usaha Negara

    B. Pelaksanaan Magang

    1. Jenis dan Bentuk Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan

    Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diwajibkan untuk :

    a. Mepelajari tata tertib yang berlaku di Kejaksaan Negeri Palangka Raya,

    dan menerimanya sebagai bagian dari pola dan sikap kerjanya.

    b. Melakukan observasi dan berupaya memahami deskripsi kerja dan iklim

    kerja Kejaksaan Negeri Palangka Raya.

    c. Melaksanakan tugas kegiatan praktek Kuliah Kerja Lapangan secara nyata

    bagaimana layaknya pegawai sesungguhnya dengan tetap memperhatikan

    prosedur, dan batasan-batasan yang telah ditetapkan.

    d. Membuat laporan hasil praktek Kuliah Kerja Lapangan.

    12

    Evi Hartati, Tindak Piadana Korupsi, Sinar Grafika, jakarta, 2005, Hlm. 32

  • 25

    2. Prosedur Kerja

    Selama menjalani kegiatan Kuliah Kerja Lapangan mahasiswa diwajibkan dan

    tugaskan untuk :

    a. Hadir tepat waktu selayaknya pegawai, dengan tetap memperhatikan

    prosedur dan batasan-batasan yang telah di tetapkan.

    b. Mengisi daftar hadir pada saat masuk kerja atau pada saat memulai

    kegiatan praktek Kuliah Kerja Lapangan.

    c. Berperan aktif dalam berbagai kegiatan di Kejaksaan Negeri Palangka

    Raya dimana mahasiswa melaksanakan KKL.

    d. Mengisi register berkas perkara P-8 dan Membuat LABUL (Laporan

    Bulanan seksi Pidana Khusus).

    e. Memasukan data regitrasi perkara SPDP, P-18, P-19, P-21 dan P-21 A ke

    Sistem Informasi Online Pidsus di Situs Kejaksaan Republik Indonesia.

    f. Membuat daftar nama-nama tersangka, saksi, saksi ahli, dalam perkara

    tindak pidana khusus korupsi.

    g. Mengantar/Menyerahkan Barang Bukti (BB) perkara tindak pidana

    korupsi ke Bagian Panitera Muda tindak pidana korupsi (PANMUD

    TIPIKOR).

    h. Menyusun berita acara pemeriksaan saksi-saksi tindak pidana khusus

    korupsi dan Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) serta

    mengantarkan surat-surat pemanggilan tersebut ke para saksi-saksi.

    i. Mengikuti sidang dan membuat risalah sidang pemeriksaan saksi-saksi

    oleh jaksa penuntut umum di Pengdilan Negeri Palangka Raya, terhadap

    perkara tindak pidana korupsi.

    3. Kendala Yang Dihadapi Dan Upaya Untuk Memecahkannya

    Adapun kendala yang dihadapi selama Kuliah Kerja Lapangan sering

    terjadi antara lain adanya jadwal konsultasi skripsi dengan dosen pembimbing

    yang harus dipenuhi sehingga Penulis tidak dapat mengingkuti jam kerja di

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya pada waktu tertentu. Hal ini menyebabkan

    terganggunya proses kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang menjadi tanggung

    jawab Penulis di bagian Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Palangka

    Raya.

  • 26

    BAB III

    PEMBAHASAN

    A. Dasar Hukum Tugas dan Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak

    Pidana Korupsi.

    Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang No. 16 Tahun

    2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa Salah satu tugas

    dan kewenangan Kejaksaan di bidang pidana adalah melakukan penyidikan

    terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

    Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa, kewenangan dalam ketentuan ini

    adalah kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun

    1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

    dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo. Undang-undang Nomor 30

    Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kewenangan Jaksa selaku

    penyidik tindak pidana korupsi dimaksudkan untuk menampung beberapa

    ketentuan Undang-undang tersebut. Rumusan mengenai kewenangan menyidik di

    dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-

    undang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut menyebutkan bahwa penyidik

    untuk tindak pidana korupsi adalah Kejaksaan yang mempunyai hak privilege

    yakni hak khusus untuk dapat melakukan tindakan penyidikan terhadap Tindak

    Pidana Korupsi.

    Istilah penyidikan merupakan padanan kata yang berasal dari bahasa

    Belanda yakni opsporing, dari bahasa Inggris yakni investigation13

    .Menurut Pasal

    1 angka 2 KUHAP, yang dimaksud dengan

    Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

    mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

    pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

    Menurut Andi Hamzah, bagian-bagian hukum acara pidana yang berkaitan

    dengan penyidikan adalah14

    :

    13

    Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya Bakti,

    Bandung, 2006, Hlm. 55 14

    Andi Hamzah, Pengertian Hukum Acara Pidana, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,

    1984, hal. 122

  • 27

    1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

    2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.

    3. Pemeriksaan di tempat kejadian.

    4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.

    5. Penahanan semantara.

    6. Penggeledahan.

    7. Pemeriksaan atau Interogasi.

    8. Berita acara (Penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat).

    9. Penyitaan.

    10. Penyampingan perkara.

    11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada

    penyidik untuk disempurnakan.

    Terhadap tindak pidana korupsi, sebelum lahirnya Undang-undang No. 31

    Tahun 1999, penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan oleh

    Kejaksaan, tetapi setelah lahirnya Undang-undang No. 31 Tahun 1999, yaitu

    Pasca Agustus 1999, penanganan terhadap tindak pidana korupsi memiliki

    berbagai pemahaman. Ada pandangan yang mengatakan bahwa pihak kepolisian

    yang berhak melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, namun ada

    pandangan lain yang mengatakan dengan bertitik tolak dari ide bahwa materi

    tindak pidana korupsi sebagai bagian dari hukum pidana khusus (ius specia, ius

    singular/ bijzonder strafrecht), sebenarnya Kejaksaan berhak melakukan

    penyidikan terhadap tindak pidana korupsi15

    .

    Sehubungan dengan ketidakjelasan ini, muncullah argumen-argumen yang

    mendasari bahwa Kejaksaan berwenang menangani penyidikan tindak pidana

    korupsi yaitu :

    a. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan

    Tindak Pidana Korupsi:

    Penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dijalankan menurut

    ketentuan-ketentuan yang berlaku, sekedar tidak ditentukan lain dalam

    undang-undang ini.

    15

    Yudi Kristiana, Op. cit, Hlm. 80

  • 28

    b. Pasal 284 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

    Acara Pidana (KUHAP):

    Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-

    undang dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan

    khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang

    tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan tidak berlaku

    lagi.

    Eksistensi Pasal 284 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

    1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan dasar lanjutan

    untuk memperkokoh kewenangan penyidikan yang dilakukan oleh

    kejaksaan sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan Umum

    butir 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, yang menyebutkan

    Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana

    tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-

    undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan

    penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang

    Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

    tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

    dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang

    Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

    Korupsi.

    c. Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

    KUHAP:

    Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik Jaksa dan

    pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan

    perundang-undangan.

    Dalam Penjelasan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

    1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, dinyatakan bahwa:

    Wewenang penyidikan dalam tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakukan oleh penyidik,

    jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya yang ditunjuk

    berdasarkan peraturan perundangundangan. Bagi penyidik dalam

  • 29

    Perairan Indonesia, zona tambahan, Landas kontinen dan Zona

    Ekonomi Eksklusif Indonesia, penyidikan dilakukan oleh perwira

    Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dan pejabat penyidik

    lainnya yang ditentukan oleh undangundang yang mengaturnya.

    d. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang

    Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi

    Dan Nepotisme:

    Apabila dalam hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan petunjuk adanya korupsi, kolusi atau nepotisme,

    maka hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada instansi yang

    berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku, untuk ditindaklanjuti.

    Dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28

    tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari

    Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, dinyatakan bahwa:

    Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mempertegas atau menegaskan perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi

    Pemeriksa selaku pemeriksa harta kekayaan Penyelenggara Negara

    dan fungsi Kepolisian dan Kejaksaan. Fungsi pemeriksaan yang

    dilakukan oleh Komisi Pemeriksa sebelum seseorang diangkat

    selaku pejabat negara adalah bersifat pendataan, sedangkan

    pemeriksaan yang dilakukan sesudah pejabat negara selesai

    menjalankan jabatannya bersifat evaluasi untuk menentukan ada atau

    tidaknya petunjuk tentang korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang

    dimaksud dengan petunjuk dalam pasal ini adalah faktafakta atau

    data yang menunjukkan adanya unsur-unsur korupsi, kolusi dan

    nepotisme. Yang dimaksud instansi yang berwenang adalah Badan

    Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung dan

    Kepolisian.

    e. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

    Tindak Pidana Korupsi:

    Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara

    pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang

    ini.

    Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

  • 30

    Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya,

    maka dapat dibentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung.

    f. Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

    tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

    (4) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi

    melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara

    tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan. (5) Dalam hal

    penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan

    sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan

    wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan

    penyidikan kepada Komisi Pemberantasan korupsi.

    Pasal 50 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 30

    Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

    (1) Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan

    perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau

    kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi

    Pemberantasan korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja

    terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.

    (2) Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan koordinasi

    secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

    (3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai

    melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

    kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan

    penyidikan.

    (4) Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh

    kepolisan dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan korupsi,

    penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut

    segera dihentikan.

    g. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang

    Pengadilan Hak Asasi Manusia:

    Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras

    melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berdasarkan bukti

    permulaan yang cukup.

  • 31

    Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang

    Pengadilan Hak Asasi Manusia:

    Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut umum berwenang melakukan

    penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan

    penuntutan.

    Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang

    Pengadilan Hak Asasi Manusia:

    Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan

    oleh Jaksa Agung.

    h. Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

    Kejaksaan Republik Indonesia:

    (1) Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: d.

    melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

    undang-undang.

    Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor

    16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dinyatakan bahwa:

    Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

    tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor

    31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

    2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    i. Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang:

    Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak

    pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan

    perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang ini.

    Dalam Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

    2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian

    Uang, dinyatakan sebagai berikut:

  • 32

    Yang dimaksud dengan penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan

    untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisan Negara Republik

    Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan

    Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik

    Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan

    tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan

    yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan

    penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.

    j. Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan ditegaskan oleh

    beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:

    - Putusan Mahkamah Agung Nomor 1148 K/Pid/2003 tanggal 10

    Januari 2005, dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama

    terdakwa Drs. Anisi SY Roni yang didakwa oleh Kejaksaan Negeri

    Ciamis melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang

    Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto

    Pasal 64 ayat (1) KUHP. Putusan Mahkamah Agung pada pokoknya

    menyatakan berdasarkan Penjelasan Pasal 27 huruf c Undang-Undang

    Nomor 28 Tahun 1999 yang menunjuk Undang-Undang Nomor 31

    Tahun 1999, adalah merupakan dasar hukum terhadap keberadaan

    Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sehingga dengan demikian

    Jaksa adalah Penyidik.

    - Putusan Mahkamah Agung Nomor 1205 K/Pid/2003 tanggal 10

    Oktober 2005, dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama

    terdakwa Ade Rachlan yang didakwa oleh Kejaksaan Negeri Ciamis

    melangar Pasal 9 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun

    1999 juncto Pasal 416 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP

    juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Putusan Mahkamah Agung pada

    pokoknya menyatakan berdasarkan ketentuan yang diatur didalam

    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dan Peraturan

    Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan

    Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka Jaksa mempunyai

  • 33

    kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan

    penuntutan tindak pidana korupsi.

    - Putusan Mahkamah Agung Nomor 1050 K/Pid/2003 tanggal 7 Juni

    2006, dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Terdakwa Drs.

    Muhammad Ramly Hamid yang didakwa oleh Kejaksaan Negeri

    Mamuju melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) sub b Undang-

    Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Putusan Mahkamah Agung pada pokoknya menyatakan bahwa selain

    KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981), Undang-undang

    Nomor 28 Tahun 1999 mengatur tentang penyidikan tindak pidana

    korupsi dimana Jaksa juga berwenang selaku Penyidik dan Penuntut

    atas perkara tindak pidana korupsi.

    k. Kewenangan kejaksaan untuk menyidik juga ditegaskan kembali melalui

    Fatwa Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

    KMA1102/1/2005 yang pada pokoknya menyatakan bahwa :

    Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kejaksaan

    mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan

    terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

    Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, pada pokoknya dapat

    disimpulkan bahwa sampai dengan saat ini kejaksaan memiliki kewenangan

    melakukan penyidikan tindak pidana tertentu, diantaranya adalah tindak pidana

    korupsi.

    B. Kewenangan Kejaksaan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

    Ide dasar yang terkandung di dalam KUHAP adalah penyidik utama

    adalah kepolisian. Tetapi dalam pasal 284 KUHAP secara khusus memberikan

    kewenangan kepada Kejaksaan untuk menyidik perkara tindak pidana khusus

    untuk sementara dimaksudkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia serta

    sarana prasarana di dalam Kepolisian agar pada waktunya dirinya sudah memadai

    sebagai penyidik.

  • 34

    Ada dua macam perkara pidana umumnya yang harus mengikuti ketentuan

    dalam KUHAP untuk sementara, pasal 284 ayat (2) menyebutkan bahwa :

    "Dalam jangka waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan,

    maka terdapat semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini,

    dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara

    pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada

    perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Sementara dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan, yang dimaksud

    dengan ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-

    undang tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada,

    antara lain :

    1 Undang-undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak

    pidana ekonomi (undang-undang nomor 7 Drt. Tahun 1995);

    2 Undang-undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (undang-

    undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001), dengan catatan

    bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada

    undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut dalam

    waktu sesingkat-singkatnya.

    Di satu sisi, KUHAP memisahkan fungsi penyidikan dan penuntutan,

    kecuali terhadap tindak pidana tertentu (Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak

    Pidana Korupsi), namun di sisi lain, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor

    26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, kejaksaan diberi lagi

    kewenangan untuk menyidik pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam

    Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (1)], bahkan dengan

    berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

    Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kejaksaan juga diberikan

    kewenangan untuk menyidik tindak pidana pencucian uang (sebagaimana diatur

    dalam Pasal 74), hal tersebut menunjukkan eksistensi kewenangan kejaksaan

    dalam penyidikan tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh undang-undang.

    Selanjutnya mengenai kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan dipertegas

    dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dapat dijumpai

    pada pasal 30 ayat (1) huruf d bahwa di Bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai

    tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

  • 35

    berdasarkan undang-undang. Beserta penjelasannya, dan Pasal 17 Peraturan

    Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP beserta

    penjelasannya, kejaksaan berwenang untuk menyidik tindak pidana korupsi.

    Dengan demikian nampak jelas bahwa dalam perkara tindak pidana khusus

    Kejaksaan mempunyai wewenang untuk menyidik. Sementara itu, Undang-

    undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dapat dijumpai pada pasal 30

    ayat (1) huruf e yaitu memberi kewenangan pada Kejaksaan untuk melengkapi

    berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan

    sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan

    dengan penyidik16

    .

    16

    Loebby Loqman, Eksistensi Kejaksaan RI dalam Sistem Peradilan PidanaMakalah, Jakarta, 13

    November 2001

  • 36

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Untuk memahami secara nyata nyata ataupun real di instansi yang Penulis

    pilih sebagai sarana pembelajaran tentang ilmu hukum, Penulis menentukan badan

    hukum yang ada di Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebagai motivasi atau juga

    sebagai indikator memperoleh kompetisi ilmu yang dapat bermanfaat bagi

    Penulis, sehingga saran ataupun kritik yang dapat membangun demi

    menyempurnakan laporan ini, dapat mengembangkan minat Penulis dan lebih

    bersemangat untuk belajar dan memperoleh lebih dalam ilmu pengetahuan

    hukum.

    Berdasarkan Uraian rumusan masalah yang telah dikemukan di atas,

    Penulis berkesimpulan bahwa dalam penanganan tindak pidana korupsi,

    kewenangan penyidikan khususnya kejaksaan didasarkan kepada peraturan

    perundang-undangan yang ada sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik

    Indonesia maupun berdasarkan pelaksanaan kebijakan pemerintah dibidang

    penegakan hukum. Oleh karena itu, kewenangan kejaksaan dalam melakukan

    penyidikan terhadap tindak pidana tertentu (diantaranya tindak pidana korupsi)

    harus dilihat berdasarkan aspek yuridis.

    Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

    Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), secara tegas dalam Pasal 284

    ayat (2) beserta Penjelasannya dinyatakan bahwa kejaksaan mempunyai

    kewenangan dalam penanganan tindak pidana korupsi (vide: Undang-Undang

    Nomor 3 Tahun 1971, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dan Undang-

    Undang Nomor 20 Tahun 2001). Dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004

    tentang Kejaksaan Republik Indonesia secara tegas diatur pada Pasal 30 ayat (1)

    huruf d bahwa di Bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang

    melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-

    undang. Berdasarkan hal tersebutdi atas, maka Kejaksaan dalam hal ini adalah

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebagai bagian dari penegakan hukum, dapat

  • 37

    Melaksanakan penyidikan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang ada di

    wilayah hukum Kejaksaan Negeri Palangka Raya.

    B. Saran

    Perbedaan wewenang kepolisian dengan wewenang penuntut

    umum/kejaksaan dalam penyidikan, harus dilihat dalam pengertian division of

    powers (pembagian kewenangan) dan bukan separation of powers (pemisahan

    kewenangan). Tujuan pembagian kewenangan ini adalah untuk saling

    mengawasi (check and balances). Saling mengawasi dalam kewenangan

    berimbang, dengan tujuan sinergi.

  • 38

    DAFTAR PUSTAKA

    A. DAFTAR BUKU

    Andi Hamzah, Pengertian Hukum Acara Pidana, Penerbit Ghalia Indonesia,

    Jakarta,1984.

    Buku Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL),Laboratorium Fakultas Hukum

    Universitas Palangka Raya, Tahun 2013.

    Evi Hartati, Tindak Piadana Korupsi, Sinar Grafika, jakarta, 2005.

    Loebby Loqman, Eksistensi Kejaksaan RI dalam Sistem Peradilan

    PidanaMakalah, Jakarta, 13 November 2001.

    Marwan Effendy, Kejaksaan RI ; Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, PT

    Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.

    Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra

    Aditya Bakti, Bandung, 2006.

    B. DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang tentang Hukum Acara Pidana

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76. Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)

    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

    ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401)

    Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208. Tambahan

  • 39

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026)

    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

    2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134. Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150)

    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi

    Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-

    Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    1983 Nomor 36. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    3258)

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

    Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    2010 Nomor 122. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    5164)

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 1148 K/Pid/2003 tanggal 10 Januari 2005

    dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama terdakwa Drs. Anisi SY Roni.

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 1205 K/Pid/2003 tanggal 10 Oktober 2005,

    dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ade Rachlan .

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 1050 K/Pid/2003 tanggal 7 Juni 2006, dalam

    perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Terdakwa Drs. Muhammad Ramly

    Hamid.

  • 40

    Fatwa Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA1102/1/2005

    C. DAFTAR SITUS INTERNET

    Pengertian Kejaksaan http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1 di akses

    tanggal 18 Januari 2014

    Sejarah Kejaksaan sebelum Reformasi http://kejaksaan.go.id/tentangkejaksaan.php?id=3

    di akses tanggal 18 Januari 2014

  • 41

    LAMPIRAN

  • 42

  • 43

    SURAT

    KETERANGAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

    DARI KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA

  • 44

  • 45

    ABSENSI KEHADIRAN

    PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN

  • 46

    NAMA : ERIK SOSANTO

    NIM : EAA 110 039

    TEMPAT KKL : KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA

    NO HARI/

    TANGGAL

    PAGI SIANG KET

    Masuk Keluar Masuk Keluar

    Jam Paraf Jam Paraf Jam Paraf Jam Paraf

    1 Kamis, 16/01/14 08.00 12.10 13.00 16.00

    2 Jumat,17/01/14 07.00 12.00 13.30 16.40

    3 Senin, 20/01/14 07.00 11.30 13.30 16.00

    4 Selasa, 21/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    5 Rabu, 22/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    6 Kamis, 23/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    7 Jumat,24/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    8 Senin, 27/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    9 Selasa, 28/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    10 Rabu, 29/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    11 Kamis, 30/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    12 Senin, 3/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    13 Selasa, 4/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    14 Rabu, 5/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    15 Kamis, 6/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    16 Jumat, 7/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    17 Senin, 10/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    18 Selasa, 11/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    19 Rabu, 12/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    20 Kamis, 13/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00

    21 Jumat,14/02/14 07.00 12.00 Penarikan Peserta KKL

    Palangka Raya, 14 Februari 2014

    An. Kepala

    Kejaksaan Negeri Palangka Raya

    Kasi Pidana Khusus,

    HAIRUN AZHARI, S.H., M.H

    NIP. 19701230 199803 1 001

  • 47

  • 48

    JADWAL KEGIATAN

    PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN

  • 49

    NAMA : ERIK SOSANTO

    NIM : EAA 110 039

    TEMPAT KKL : KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA

    NO HARI/

    TANGGAL

    KEGIATAN

    1 Kamis, 16/01/14 Penempatan pada bidang kerja Pidana Khusus (pidsus). Memberikan cap stempel KEJARI pada register perkara. Mengetik berkas perkara Pidsus 8 (P-8) dan Memprintnya. Mengikuti Persidangan di Pengadilan Negeri dalam perkara tindak pidana

    korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu, M.pd dan Drs.

    Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu. Mengetik daftar nama saksi untuk panggilan mengikuti proses

    persidangan sebagai saksi.

    2 Jumat,17/01/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. Memasukan data perkara pidsus ke website KEJAGUNG. Menganalilis surat dakwaan tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr.

    Sanggam Roy Inhard Manalu, M.pd.

    3 Senin, 20/01/14 Mengantar berkas perkara ke ruang arsip Pidana Khusus (pidsus). Menyusun berkas perkara atas nama IKING, ST. Mengcopy berkas perkara.

    4 Selasa, 21/01/14 Menyusun berkas perkara atas nama SUDARMINI. Mengambil berkas dari ruang Kepala KEJARI. Menghitung uang denda Putusan MA atas nama Dra. ROSNANI.

    5 Rabu, 22/01/14

    Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,

    M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya

    Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di

    persidangan.

    6 Kamis, 23/01/14

    7 Jumat,24/01/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang

    bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.

    8 Senin, 27/01/14 Mengantar berkas perkara ke ruang arsip Pidana Khusus (pidsus). Mengcopy berkas perkara.

    9 Selasa, 28/01/14 Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.

    Membuat LABUL (Laporan Bulanan) seksi pidana khusus. 10 Rabu, 29/01/14

    Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,

    M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya

    Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di

    persidangan.

    11 Kamis, 30/01/14 Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) ke Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Pulang Pisau dan Dinas Pendidikan dan

  • 50

    Palangka Raya, 14 Februari 2014

    An. Kepala

    Kejaksaan Negeri Palangka

    Raya

    Kasi Pidana Khusus,

    HAIRUN AZHARI, S.H., M.H

    NIP. 19701230 199803 1 001

    kebudayaan Kabupaten Katingan (Perjalanan Dinas Luar Kota)

    12 Senin, 3/02/14 Mengantar Barang Bukti (BB) dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Farida sayang.

    Mengikuti Eksekusi Putusan MARI atas nama Tekli Tinton Assau 13 Selasa, 4/02/14 Mengcopy berkas perkara berita acara Pemeriksaan (BAP) dan

    Menjilidnya.

    Membuat Daftar Barang Bukti dalam berita acara Pemeriksaan (BAP) 14 Rabu, 5/02/14

    Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,

    M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya

    Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di

    persidangan.

    15 Kamis, 6/02/14

    16 Jumat, 7/02/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang

    bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.

    17 Senin, 10/02/14 Menyusun berkas perkara atas nama ARI ERAINI. Mengcopy berkas perkara.

    18 Selasa, 11/02/14 Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Manuel Notanubun, SH,MM dan Farida

    sayang, SE.

    19 Rabu, 12/02/14

    Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,

    M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya

    Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di

    persidangan.

    20 Kamis, 13/02/14

    22 Jumat,14/02/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang

    bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.

    Penarikan Mahasiswa KKL

  • 51

    DOKUMENTASI KEGIATAN

    PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN

  • 52

    1.1.(Kantor Kejaksaan Negeri Palangka Raya Beralamat di Jalan Diponegoro

    No. 13 Kota Palangka Raya)

    1.2.(Ruangan Seksi Tindak Pidana Khusus)

  • 53

    1.3. (Struktur Organisasi Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Palangka Raya)

    1.4. (Suasana Kerja di Seksi Tindak Pidana Khusus)

  • 54

    1.5. (Arsip Berkas Seksi Tindak Pidana Khusus)

    1.6. (Berkas-Berkas perkara Korupsi Seksi Tindak Pidana Khusus)

  • 55

    1.7. (Sidang Pemeriksaan Saksi-saksi dalam perkara tindak pidana korupsi atas

    nama terdakwa Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu, M.pd)

    1.8. (Sidang Pembacaan Surat Dakwaan atas Nama Terdakwa Manuel dan

    Farida Sayang dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi )

  • 56

    1.9.(Suasana Kebersamaan Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan di Kejaksaan

    Negeri Palangka Raya)

    1.10.(Suasana Kebersamaan dengan Jaksa dari Kejati Kalteng, Kasi Pidsus, dan

    Staf Seksi Pidsus Kejari Palangka Raya)