skripsidigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital... · 2021. 1. 24. · 9. sahabat...
TRANSCRIPT
-
i
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PERALIHAN PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MAROS
MIRNAWATI
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
ii
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PERALIHAN PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MAROS
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh
MIRNAWATI
A31109110
kepada
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
iii
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PERALIHAN PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MAROS
disusun dan diajukan oleh
MIRNAWATI
A31109110
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, Oktober 2013
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yohanis Rura, S.E., M.SA, Ak. Drs. Muhammad Ashari, M.SA, Ak. NIP. 19611128 198811 1001 NIP. 19650219 199403 1002
Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Kartini, S.E., M.Si., Ak. NIP. 19650305 199203 2001
-
iv
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK PERALIHAN PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN MAROS
disusun dan diajukan oleh
MIRNAWATI A31109110
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 2013 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan
Menyetujui,
Panitia Penguji
No. Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan
1. Dr. Yohanis Rura, SE., M.SA., Ak. Ketua 1………………
2. Drs. Muhammad Ashari, M.SA., Ak. Sekertaris 2……………...
3. Dr. Syarifuddin, SE, M.Soc.Sc, Ak Anggota 3………………
4. Drs. Deng Siraja, M.Si., Ak. . Anggota 4……………...
5. Drs. Abd. Rahman, Ak. Anggota 5……………...
Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Kartini, S.E., M.Si., Ak. NIP. 19650305 199203 2001
-
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
nama : MIRNAWATI
NIM : A31109110
jurusan/program studi : AKUNTANSI
dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
ANALISIS DAMPAK PERALIHAN PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
KABUPATEN MAROS
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, Oktober 2013
Yang membuat pernyataan,
MIRNAWATI
-
vi
PRAKATA
Bismillahirrahmanirraim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji serta rasa syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT,
memohon pertolongan kepadaNya, dan memohon ampun kepadaNya. Peneliti
bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam adalah hamba dan
utusanNya. Alhamdulillah dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, peneliti
akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Peralihan
Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Maros’’ peneliti menyusun skripsi ini dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada
jenjang Strata Satu (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin.
Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini berkat campur
tangan dari berbagai pihak. Walaupun diantaranya merupakan hasil pemikiran
peneliti namun banyak pula yang peneliti ambil dari tulisan dan tuturan kata
orang lain, baik untuk dikutip maupun sebagai bahan untuk peneliti olah lebih
lanjut. Untuk itulah peneliti ingin mengucapkan rasa syukur serta berterima kasih
dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang
ikut serta dalam membantu pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti
berikan kepada:
1. Bapak H. Muhammad Amin dan mamaku tersayang Hj. Rahayu sebagai
pembimbing hidup peneliti yang memberikan kasih sayang yang tulus,
-
vii
semangat serta doa yang terbaik buat peneliti hingga peneliti dapat insya
Allah membuat beliau bangga. Rasa terima kasih peneliti berikan kepada
orang tua yang telah membesarkan peneliti dan menyekolahkan hingga
kejenjang yang tinggi. Peneliti menyadari bahwa apa yang peneliti berikan
kepada beliau tidak akan mampu membalas segala kebaikannya rasa
terima kasih yang peneliti berikan tidak sebanding dengan semua
pengorbanan beliau kepada peneliti. Bapak dan mamaku tersayang
terima kasih buat semangat dan motivasi yang engkau berikan, air mata
disetiap doa tulusmu semoga Allah memberikan kebahagian dan
senantiasa menjagamu, amin ya Allah. Kakakku Rahmi dan Adikku Indah
Ayu Lestari, Muh. Zulkifli Amin. Terima kasih buat doanya, semangat,
dukungan serta bantuannya kepada peneliti selama hidup peneliti. Serta
buat yang tersayang kemanakanku Aan dan Akhsan yang selalu
menghibur peneliti setiap saat. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan
kepada seluruh keluarga besar yang memberikan semangat serta terima
kasih atas segala doanya.
2. Bapak Dr. Yohanis Rura, S.E., M.SA, Ak dan Drs. Muhammad Ashari,
M.SA, Ak, terima kasih atas waktu yang diberikan kepada peneliti, yang
membimbing, memberikan arahan, motivasi dari awal penyusunan hingga
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Rusman Thoeng, M.com.BAP.AK sebagai Penasehat
Akademik peneliti, terima kasih telah membimbing peneliti mulai dari awal
perkuliahan hingga peneliti menyelesaikan studi dikampus tercinta.
4. IbuDR. Hj. Kartini, SE., M.Si., Akselaku KetuaJurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
-
viii
5. Bapak-ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
dan segenap tim penguji terima kasih atas kesediaannya menguji peneliti,
pengajaran yang terbaik buat peneliti ilmu yang bermanfaat buat masa
depan peneliti. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
didikannya selama ini.
6. Riswan Baharuddin, S.E yang insya Allah akan menjadi imam dalam
kehidupan peneliti, terima kasih atas semangat, dukungan, doa serta
kesediannya yang selalu setia mendampingi, membantu peneliti hingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Pemerintah Kabupaten Maros khususnya Dinas Pendapatan Daerah
terima kasih buat kesediannya memberikan data yang peneliti butuhkan
dalam membantu penyusunan skripsi ini.
8. Para pegawai Jurusan Akuntansi, pegawai akademik, pegawai
kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan seluruh staf lainnya
yang telah membantu peneliti dalam kelancaran urusan akademik. Terima
kasih atas bantuannya.
9. Sahabat kecilku yang tersayang Karina Putri, S.pd dan Isma Amri,
sahabat terbaik peneliti yang selalu ada saat susah maupun senang
terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
10. Seluruh teman-teman seangkatan K09nitif terima kasih atas bantuannya,
segala kebaikan yang kalian berikan kepada peneliti, terima kasih yang
sebesar-besarnya karena telah membantu banyak hal selama peneliti
menjalani perkuliahan dikampus tercinta. Terima kasih buat kalian semua
yang tidak sempat peneliti sebutkan namanya.
11. Kepada seluruh teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Bisnis angkatan
2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 serta semua pihak yang
-
ix
tidak bisa peneliti sebutkan namanya satu-satu. Terima kasih atas semua
bantuannya.
Harapan peneliti, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi para penuntut ilmu, baik dalam bangku perkuliahan
maupun bidang penelitian, agar dapat menciptakan pelajar-pelajar yang
berkualitas. Peneliti memohon maaf jika dalam penulisan skripsi ini terdapat
kesalahan karena segala kesalahan seutuhnya jadi tanggup jawab peneliti,
peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Akhirnya kepada
Allah-lah peneliti memohon agar usaha ini dijadikan sebagai amal shaleh dan
diberikan pahala olehnya.
Makassar, Oktober 2013
Mirnawati
-
x
ABSTRAK
ANALISIS DAMPAK PERALIHAN PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI
DAERAH KABUPATEN MAROS
Mirnawati Yohanis Rura
Muhammad Ashari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak peralihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengetahui efektivitas pengelolaan BPHTB dan mengetahui prospek penerimaan BPHTB dalam meningkatkan PAD Kabupaten Maros. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang terdiri dari observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis proporsi, koefisien korelasi, elastisitas, efektifitas dan tren positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak peralihan pengelolaan BPHTB terhadap PAD Kabupaten Maros tidak berpengaruh terhadap kenaikan penerimaan PAD, pengelolaan BPHTB di Kabupaten Maros masih tidak efektif dan prospek penerimaan BPHTB pada tahun-tahun yang akan datang terus mengalami peningkatan. Peningkatan penerimaan BPHTB ini akan memberikan dampak pada peningkatanpenerimaan PAD Kabupaten Maros. Kata kunci: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pendapatan Asli
Daerah, Pemerintah Daerah.
TRANSITION IMPACT ANALYSIS MANAGEMENT ACQUISITION OF LAND AND BUILDING OF REGIONAL REVENUE MAROS REGENCY
This research aims to determine the impact of management transition Tax on Acquisition of Land and Building (BPHTB) on regional revenue (PAD), knowing the effectiveness of management and BPHTB prospects in increasing regional revenue of Maros Regency. This study uses data collection techniques such as library research and field research consisted of observation and documentation. Data analysis are the analysis of proportions, correlation coefficient, elasticity, effectiveness and a positive trend. The results showed that the impact of the management transition of BPHTB to Maros Regency not affect the increase in regional revenue, BPHTB management in Maros Regency still ineffectiveand BPHTB prospects in the years to come is constantly increasing. The increase of BPHTB will have an impact on the increase in regional revenue receipts of Maros Regency. Key words:Tax on Acquisition of Land and Building, Regional Revenue, Local
Government
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ v PRAKATA ........................................................................................................ vi ABSTRAK ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1.4.Kegunaan Penelitian ............................................................................ 6 1.5. Sistematika Penulisan ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
2.1. Pendapatan Asli Daerah ...................................................................... 9 2.1.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah ............................................ 9 2.1.2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah .................................. 10
2.2. Pajak .................................................................................................. 13 2.2.1. Pengertian Pajak ........................................................................ 13 2.2.2. Unsur-Unsur dan Ciri-Ciri Pajak .................................................. 13 2.2.3. Fungsi Pajak ............................................................................... 14 2.2.4. Syarat-Syarat Pemungutan Pajak ............................................... 15 2.2.5. Asas-Asas Pemungutan Pajak.................................................... 16 2.2.6. Sistem Pemungutan Pajak .......................................................... 17 2.2.7. Pengelompokan Pajak ................................................................ 18 2.2.8. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak ................................................. 20 2.2.9 Sanksi Perpajakan ....................................................................... 21
2.3. Pajak Daerah ....................................................................................... 22 2.3.1. Pengertian Pajak Daerah ............................................................ 22 2.3.2. Dasar Hukum Pajak Daerah ....................................................... 23 2.3.3. Pengelompokan Pajak Daerah ................................................... 25 2.3.4. Fungsi Peraturan Daerah tentang Pajak ..................................... 26
2.4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ................................... 27 2.4.1. Pengertian BPHTB ..................................................................... 27 2.4.2. Objek Pajak BPHTB dan Objek yang Tidak Dikenakan BPHTB . 28 2.4.3. Subjek Pajak dan Wajib Pajak BPHTB ....................................... 32 2.4.4. Dasar Pengenaan BPHTB .......................................................... 32 2.4.5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak .......................... 33 2.4.6. Tarif dan Perhitungan BPHTB..................................................... 34 2.4.7. Saat Terutang BPHTB ................................................................ 34
-
xii
2.5. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 35
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 41
3.1. Rancangan Penelitian.......................................................................... 41 3.2. Tempat dan Waktu .............................................................................. 41 3.3.Populasi dan Sampel ............................................................................ 42 3.4. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 42 3.5. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 43 3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................... 43 3.7. Instrumen Penelitian ............................................................................ 44 3.8. Analisis Data........................................................................................ 44
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 48
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 48 4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Maros ........................................... 48 4.1.2.Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros 49 4.1.2.1 Visi, Misi, Tujuan dan SasaranDinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Maros ................................................ 49 4.1.2.2Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros ................................................ 53 4.1.2.3 Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros ................................................ 54
4.2 Analisis Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah ........................................................ 61
4.2.1 Analisis Proporsi .......................................................................... 61 4.2.2 Analisis Koefisien Korelasi ........................................................... 62 4.2.3 Analisis Elastisitas ....................................................................... 64
4.3 Analisis Efektifitas Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ............................................................................................ 65
4.4 Analisis Prospek Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ............................................................................................ 66
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 71
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 71 5.2 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 72 5.3 Saran ................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 75
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1.Penelitian-Penelitian Terdahulu .................................................................. 36 4.1.Luas Wilayah Menurut Kecamatan Tahun 2010 ......................................... 49 4.2.Proporsi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Maros Tahun 2011-2013 ... 61 4.3.Koefisien Korelasi ....................................................................................... 62 4.4.Elastisitas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Maros Tahun 2011-2013 ......... 64 4.5.Efektivitas Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kabupaten Maros Tahun 2011-2013 ............................................... 66 4.6.Dasar Perhitungan Prediksi Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kabupaten Maros ..................................................................... 67 4.7Prediksi Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kabupaten Maros Tahun 2013-2020 ............................................... 69
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1.Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros ……………………………………………………………53
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Adanya keputusan pemerintah tentang suatu perubahan sistem
pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi karena
pemberian dana atau sumbangan kepada seluruh daerah yang ada di Indonesia
untuk mendorong pertumbuhan daerah yang menjadi salah satu sumber
dananya ternyata pada kenyataan belum cukup memberikan pengaruh pada
pertumbuhan daerah. Hal tersebut mengharuskan pemerintah dapat lebih
meningkatkan pendapatan daerah khususnya pada sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pada kondisi seperti ini, tentunya daerah tidak mengalami
kemajuan karena Pendapatan Asli Daerah itu sendiri tidak cukup untuk
memberikan peningkatan dari segi pertumbuhan pembangunan dan pembiayaan.
Dulunya pemerintah pusat mengurusi seluruh daerah yang ada di Indonesia
sehingga ada daerah yang tidak tersentuh perhatian pemerintah pusat, karena
daerah yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak sedikit melainkan
dalam jumlah yang sangat banyak dan luas.
Sistem desentralisasi dilaksanakan sesuai dengan penetapan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai pemerintah daerah sebagaimana yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa dalam
mengurus rumah tangganya sendiri pemerintah daerah diberikan sumber-sumber
pendapatan serta penerimaan keuangan daerah untuk membiayai seluruh
1
-
2
aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintah dan pembangunan guna
kesejahteraan masyarakat adil dan makmur.
Upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber utama
pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan untuk
memperbaiki ketergantungan dalam mendapatkan dana. Pendapatan Asli
Daerah dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang
dapat digunakan untuk segala keperluan pengeluaran yang telah ditentukan oleh
daerah masing-masing khususnya keperluan rutin. Namun, upaya untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tidak hanya dapat ditinjau dari segi
daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya dengan kesatuan Perekonomian
Indonesia.
Peningkatan Pendapatan Asli daerah bersumber dari hasil pajak daerah
dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD yang terdiri dari,
pajak daerah, retribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah, dan
pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), awalnya
dikelola oleh pemerintah pusat karena BPHTB merupakan sumber pendapatan
Negara yang menjadi kewenangan oleh pemerintah pusat. BPHTB dulunya
merupakan salah satu penerimaan Negara yang menopang pembangunan
nasional.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil
dari penerimaan BPHTB adalah sebagai berikut.
-
3
1. 20% (dua puluh persen) bagian pemerintah dari penerimaan BPHTB
dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan
kota.
2. 80% dibagikan dengan rincian 16% (enam belas persen) untuk daerah
provinsi yangbersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum
Daerah provinsi dan64% (enam puluh empat persen) untuk daerah
kabupaten dan kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum
Daerah kabupaten/kota.Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB
sebagaimana dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 ditetapkan pada tanggal 15
September 2009 dan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2010. Khusus
untuk BPHTB, mulai dapat dipungut oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2011
(Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Pajak Daerah
danRetribusi Daerah, 2011:3).Lahirnya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009
memberikan angin segar bagi daerah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan pengembangan daerah. Undang-Undang ini memberikan
kewenangan kepada daerah untuk mengelolah pajak yang dulunya dikelolah
oleh pemerintah pusat yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB). Pemberian kewenangan itu diharapkan mampu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah karena pemerintah daerah akan menerima hasil
pungutan BPHTB secara utuh tanpa harus dibagi ke pemerintah pusat.
Secara konsepsional, terdapat beberapadasar pemikiran mengenai
kebijakanpengalihan BPHTB yang semula sebagaipajak pusat menjadi pajak
daerah, antaralain (Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktur Pajak
Daerah danRetribusi Daerah, 2011:3) sebagai berikut.
-
4
1. BPHTB layak ditetapkan sebagai pajakdaerah.
BPHTB memenuhi kriteria dan prinsip-prinsip pajak daerah yang baik,
seperti:
a. objek pajaknya terdapat di daerah (local-origin),
b. objek pajak tidak berpindah-pindah (im-movable), dan
c. terdapat hubungan yang erat antara pembayar pajak dan pihak yang
menikmati hasil pajak tersebut (the benefit-tax link principle).
2. Meningkatkan Pendapatan AsliDaerah.
Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan meningkatkan pendapatan
yang bersumber dari daerah itu sendiri (Pendapatan Asli Daerah) Hal ini
berbeda dengan penerimaan BPHTB sebagai pajak pusat, meskipun
pendapatan BPHTB kemudian diserahkan kepada daerah, penerimaan ini
tidak dimasukkan ke dalamkelompok pendapatan asli daerah, melainkan
sebagai dana perimbangan (Dana Bagi Hasil).
3. Meningkatkan akuntabilitas daerah(local accountability).
Penetapan BPHTB sebagaipajak daerah, menyebabkan kebijakan
BPHTB(objek, subjek, tarif, dan dasarpengenaan pajak) ditetapkan
olehdaerah dan disesuaikan dengan kondisidan tujuan pembangunan
daerah.
Terdapat begitu banyak potensi dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan khususnya pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun,
realisasi dari potensi ini terhadap PAD akan terwujud apabila pengelolaan
BPHTB dilakukan dengan baik serta adanya bantuan dari pihak-pihak terkait.
Kabupaten Maros merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan
yang terus mengalami perkembangan pembangunan, diharapkan memiliki angka
-
5
transaksi jual beli tanah yang besar sehingga menghasilkan pungutan dari Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang besar pula.
Pendapatan dari pungutan BPHTB ini diharapkan semakin meningkatkan
perolehan pajak daerah dan menjadi salah satu kekuatan bagi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Maros sehingga pembangunan daerah dapat berjalan secara cepat
sesuai dengan tujuan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Letak Kabupaten Maros yang berbatasan langsung dengan Kota
Makassar membuat Kabupaten Maros mengalami pembangunan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan kabupaten lain. Pembangunan di Kota Makassar
yang saat ini tidak hanya di pusat kota tetapi kebagian kota yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Maros, seperti halnya pembangunan jalan tol,
pembangunan bandara internasional, dan pembangunan lainnya membuat
Kabupaten Maros memperoleh manfaat yang besar. Harga tanah yang ada di
Kabupaten Maros mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Diharapkan
dengan naiknya harga tanah akibat adanya dampak dari pembangunan seperti
yang telah dijelaskan di atas membuat potensi pendapatan daerah dari Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan cukup besar dalam menopang
Anggaran Pendapatan Belanda Daerah di Kabupaten Maros.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Dampak Peralihan Pengelolaan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Maros”.
-
6
1. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana dampak peralihan pengelolaan BPHTB terhadap Pendapatan
PAD Kabupaten Maros?
2. Bagaimana efektivitas pengelolaan BPHTB di Kabupaten Maros?
3. Bagaimana prospek penerimaan BPHTB dalam meningkatkan PAD
Kabupaten Maros?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dampak peralihan pengelolaan BPHTB terhadap PAD
Kabupaten Maros.
2. Mengetahui efektivitas pengelolaan BPHTB di Kabupaten Maros.
3. Mengetahui prospek penerimaan BPHTB dalam meningkatkan PAD
Kabupaten Maros.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun
praktis.
1. Manfaat teoretis
-
7
Manfaat teoretis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Penelitian ini mampu memberikan tambahan informasi atau
pengetahuan demi pengembangan ilmu pengetahuaan khususnya di
bidang perpajakan.
b. Penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan atau acuan dalam
pengembangan penelitian selanjutnya, khususnya di bidang
perpajakan.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis pada penelitian ini adalah:
a. Penelitian ini mampu memberikan informasi tambahan yang bisa
dijadikan salah satu bahan pertimbangan dalam pengelolaan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan oleh Pemerintah
Kabupaten Maros khususnya Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Maros sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Maros.
b. Sebagai bahan informasi bagi aparatur pemerintah dan masyarakat
Kabupaten Maros tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan penjelasan mengenai latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian
dan sistematika penulisan.
-
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi penjelasan mengenai landasan teori yang
membahas mengenai teori-teori dan konsep-konsep umum
yang akan digunakan dalam penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana penelitian
ini dilakukan. Dimulai dari rancangan penelitian, tempat
dan waktu, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
teknik pengumpulan data, variabel penelitian dan defenisi
operasional, instrumen penelitian serta analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai analisis data dan
informasi yang didapatkan dari hasil observasi dan
penelitian kepustakaan. Dengan demikian, akan diperoleh
suatu hasil analisis yang akan dijadikan dasar dalam
pembuatan kesimpulan dan saran penelitian ini.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan dan saran
dari penelitian ini bagi Pemerintah Kabupaten Maros, dan
pihak-pihak yang berkepentingan.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan Asli Daerah
2.1.1. Pengetian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan pemerintah daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
rekening kas umum daerah maupun bendahara penerimaan, yang menambah
ekuitas dana merupakan hak pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan pemerintah daerah
dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, objek,
dan rincian objek pendapatan. Pendapatan daerah dikelompokkan atas
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah (Ritonga, 2010:184-185).
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 2 paragraf 8
menyatakan bahwa “pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh
pemerintah”. Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1 menyatakan bahwa,
“pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih”.
Pada pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 2 paragraf 22
dijelaskan bahwa “pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum
Negara/Daerah”. Artinya, sebelum pendapatan tersebut disetor oleh bendahara
9
-
10
penerimaan kekas umum daerah, uang yang berasal dari pendapatan tersebut
belum boleh dicatat sebagai pendapatan. Pencatatan pendapatan baru dapat
dilaksanakan pada saat uang tersebut sudah disetor kekas umum daerah
(Tanjung, 2009:64). Adapun pengertian pendapatan asli daerah adalah semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah (Ritonga,
2010:185).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, “pendapatan daerah
adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun bersangkutan”.Adapun “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.PAD bertujuan
memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerahuntuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi.
2.1.2. Sumber Pendapatan Asli Daerah
Adapun sumber-sumber pendapatan asli menurut Undang-Undang RI
No.32 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut.
1. PAD yang terdiri dari:
a. Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang
ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya
sebagai badan hukum publik. Pajak daerah sebagai pungutan
yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan
-
11
untukpengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung
diberikan sedang pelaksanaannya dapat dipaksakan.
b. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah
menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau
karena memeroleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah
daerah bersangkutan. Retribusi daerah memunyai sifat-sifat yaitu
pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau
harus memenuhi persyaratan-persyaratan formil dan materiil,
tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan
pungutan yang sifat budgeternya tidak menonjol, dalam hal-hal
tertentu retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan
anggota masyarakat.
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah
merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih
perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan
bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas
daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan
motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan daerah
adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah
pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan
kemanfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian
daerah.
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-
pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah,
-
12
retribusi daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah
yang sah mempunyai sifat yang terbuka bagi pemerintah daerah
untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi
dalam kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang,
melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu
bidang tertentu.
2. Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari perdesaan, perkotaan,
pertambangan sumber daya alam, dan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi
umum, dan dana alokasi khusus.
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari
sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang (Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004):
1. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang
menyebabkanekonomi biaya tinggi; dan
2. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang
menghambatmobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah,
dankegiatan impor/ekspor.
-
13
2.2. Pajak
2.2.1. Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Perpajakan,“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara
yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Pajak adalah iuran
wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat untuk menutupi
pengeluaran rutin Negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat
ditunjuk secara langsung.
2.2.2. Unsur-unsur dan Ciri-ciri Pajak
Pajak memiliki unsur-unsur (Mardiasmo, 2011:1), yaitu sebagai berikut.
1. Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa
uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
-
14
Adapun ciri-ciri pajak (Waluyo, 2009:3), yaitu sebagai berikut.
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment .
5. Pajak dapat pula memunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
2.2.3. Fungsi Pajak
Fungsi pajak terbagi atas dua (Waluyo, 2009:6), yaitu sebagai berikut.
1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh:
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2. Fungsi Mengatur (reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya
pajak yang lebih tinggi terhadap minimum keras, dapat ditekan. Demikian
pula terhadap barang mewah.
-
15
2.2.4. Syarat-syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo,
2011:2).
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil
dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
-
16
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
Contoh:
a. Bea Materai disederhanakan dari 167 macam menjadi 2 macam
tarif.
b. tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,
yaitu 10%.
c. pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi)
2.2.5. Asas-asas Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak dibagi dalam beberapa asas (Waluyo, 2009:15),
yaitu sebagai berikut.
1. Asas Menurut Falsafah Hukum
Hukum pajak harus mendasarkan pada keadilan. Selanjutnya keadilan ini
sebagai asas pemungutan pajak untuk menyatakan keadilan kepada hak
negara untuk memungut pajak, muncul beberapa teori dasar, sebagai
berikut.
a. Teori Asuransi
b. Teori Kepentingan
c. Teori Gaya Pikul
d. Teori Bakti
-
17
e. Teori Asas Daya Beli
2. Asas Yuridis
Untuk menyatakan suatu keadilan. Hukum pajak harus memberikan
jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu,
pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Landasan
hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah Pasal 23A Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945.
3. Asas Ekonomis
Seperti pada uraian sebelumnya pajak mempunyai fungsi regular dan
fungsi budgeter. Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran
bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat agar
terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak
menghambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak
terganggu.
4. Asas Pemungutan Pajak Lainnya
Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak
Penghasilan, yaitu:
a. Asas Tempat Tinggal
b. Asas Kebangsaan
c. Asas Sumber
2.2.6. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi (Waluyo, 2009:17):
1. Official Assesment System
-
18
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang.
Ciri-ciri official Assessment System adalah sebagai berikut.
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
pada fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayar.
3. Withholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.2.7. Pengelompokan Pajak
Mardiasmo (2011:5) menyatakan bahwa pajak dapat dikelompokkan
menurut.
1. Menurut golongannya
-
19
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memerhatikan keadaan diri Wajib
Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak dipungut oleh Pemerintah Pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yag dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas.
1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran,
dan Pajak Hiburan.
-
20
2.2.8. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
Kewajiban yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2011:56), yaitu
sebagai berikut.
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
4. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke
Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
6. Jika diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu
kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2011:56-57), yaitu
sebagai berikut.
1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
2. Menerima tanda bukti pamasukan SPT.
-
21
3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak.
6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat
ketetapan pajak.
7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
9. Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban
pajaknya.
10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.
11. Mengajukan keberatan dan banding.
2.2.9. Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/dipatuhi. Atau
bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif)
agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam undang-undang
perpajakan dikenal dua macan sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi
pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang
diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi
pidana adalah (Mardiasmo, 2011:59):
-
22
1. sanksi administrasi merupakan kerugian Negara, khususnya yang berupa
bunga dan kenaikan.
2. sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu
alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma
perpajakan dipatuhi.
2.3. Pajak Daerah
2.3.1. Pengertian Pajak Daerah
Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah di
samping Retribusi Daerah. Pajak daerah adalah pajak Negara yang diserahkan
kepada Daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran Daerah sebagai badan hukum
publik (Kaho, 2010:143-145). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009,
Pajak daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalahkontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orangpribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkanUndang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerahbagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun Fadli (2012) yang memberikan pengertian tambahan menyatakan bahwa
“pajak daerah adalah pajak yang dikelola atau pemungutannya dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk mengisi kas Negara”.
Ciri-ciri yang menyertai pajak Daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut
(Taho, 2010:145).
-
23
a. Pajak Daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah
sebagai pajak Daerah;
b. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;
c. Pajak daerah dipungut oleh Daerah berdasarkan kekuatan undang-
undang dan/atau peraturan hukum lainnya;
d. Hasil pungutan pajak Daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan rumah tangga Daerah atau membiayai
pengeluaran Daerah sebagai badan hukum publik.
2.3.2. Dasar Hukum Pajak Daerah
Landasan hukum pemungutan pajak oleh pemeritah Daerah diatur dalam
Pasal 58 Undang-undang No.5 Tahun 1974 yang lengkapnya berbunyi sebagai
berikut.
1. Dengan undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang pajak dan
retribusi Daerah;
2. Dengan Peraturan Daerah ditetapkan pungutan pajak dan retribusi
Daerah;
3. Peraturan Daerah dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah
ada pengesahan pejabat yang berwenang, menurut cara yang diatur
dalam undang-undang dan tidak boleh berlaku surut;
4. Pengembalian atau pembebasan pajak Daerah dan atau retribusi Daerah
hanya dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah.
Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Beberapa istilah di
-
24
dalam undang-undang ini yang terkait dengan pajak daerah (Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009), yaitu sebagai berikut.
1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha
milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
4. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan
Pajak.
5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
-
25
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah.
2.3.3. Pengelompokan Pajak Daerah
Pajak daerah itu dibagi menjadi dua jenis dan beberapa objeknya (Pasal
2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009), yaitu sebagai berikut.
1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
-
26
2.3.4. Fungsi Peraturan Daerah tentang Pajak
Terdapat tiga fungsi perda pajak dan retribusi (Bagijo, 2011:12-13), yaitu
sebagai berikut.
1. Fungsi pertama perda pajak dan retribusi adalah fungsi anggaran yang
erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Fungsinya yang demikian,
maka pajak dan retribusi mempunyai posisi yang strategis bagi kegiatan
pembangunan yang diinginkan di daerah. Kegagalan memenuhi target
penerimaan sesuai dengan anggaran, akan berpengaruh terhadap
pelaksanaan perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan, yang
akan memberikan dampak kegagalan bagi daerah dalam melaksanakan
misinya mengembangkan dan meningkatkan pembangunan dalam
rangka kesejahteraan rakyat di daerah.
2. Fungsi kedua perda pajak dan retribusi sehubungan dengan anggaran
adalah fungsi pengaturan. Dalam hal ini pemerintah daerah harus
menetapkan pengaturan yang jelas tentang jenis maupun besarnya tarif
pajak dan retribusi yang dibebankan kepada rakyat. Pengaturan yang
dituangkan dalam perda harus dapat menjamin kepastian hukum bagi
rakyat di daerah. Makna kepastian hukum dalam fungsi pengaturan
adalah tidak boleh ada tumpang tindih antara sebuah jenis pajak atau
retribusi lainnya yang diikuti dengan kejelasan wewenang pemerintah
provinsi dan wewenang kabupaten atau kota.
3. Fungsi ketiga perda pajak dan retribusi sebagai instrumen anggaran
adalah fungsi distribusi. Pemda memainkan peran sebagai fasilitator yang
baik dalam distribusi kenyamanan kepada rakyat dengan prinsip “saling
dukung” (subsidi silang). Peranan ini tidak dapat lepas dari rasionalitas
-
27
“prinsip keadilan” dalam proses distribusi penikmatan fasilitas yang
dibiayai dari pajak dan retribusi.
2.4. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
2.4.1. Pengertian BPHTB
Dalam pembahasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
dijumpai pengertian yang sudah baku. Pengertian tersebut adalah (Mardiasmo,
2011:340):
1. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB selanjutnya disebut pajak.
2. perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
3. hak atas tanah dan atau bangunan, adalah hak atas tanah, termaksud
hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku lainnya.
-
28
2.4.2. Objek Pajak BPHTB dan Objek Pajak yang Tidak Dikenakan
BPHTB
Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan. Hak atas tanah dapat meliputi (Diana dan
Setiawati, 2009:679-680).
1. Hak milik. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu
yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Hak guna usaha. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu
sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku.
3. Hak guna bangunan. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
4. Hak pakai. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, segala
sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Hak milik atas satuan rumah susun. Hak milik atas satuan rumah susun
adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.
Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian
-
29
bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan satuan yang
bersangkutan.
6. Hak pengelolaan. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara
yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan
penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak
ketiga dan/atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Adapun perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut meliputi
(Diana dan Setiawati, 2009:680-682).
1. Pemindahan hak karena:
a. jual beli
b. tukar menukar
c. hibah
d. hibah wasiat. Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang
khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku
setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.
e. waris
f. pemasukan dalam perseorangan atau badan hukum lainnya.
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi atau
badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
-
30
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan
hukum lainnya tersebut.
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. Pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan adalah pemindahan sebagian hak bersama
atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepala
sesama pemegang hak bersama.
h. penunjukan pembeli dalam lelang. Penunjukan pembeli dalam lelang
adalah penetapan pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana
yang tercantum dalam Risalah Lelang.
i. pelaksanaan putusan hakim yang memunyai kekuatan hukum tetap.
Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi
atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang
ditentukan dalam putusan hakim tersebut.
j. penggabungan usaha. Penggabungan usaha adalah penggabungan
dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha
lainnya yang menggabung.
k. peleburan usaha. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua
atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru
dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
l. pemekaran usaha. Pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan
usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan passiva
kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi
badan usaha yang lama.
-
31
m. hadiah. Hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan
hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan hukum kepada penerima hadiah.
2. Pemindahan hak baru karena:
a. kelanjutan pelepasan hak. Pemberian hak baru karena kelanjutan
pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan
hak.
b. diluar pelepasan hak. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak
adalah pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh (Undang-undang Nomor 28 Tahun
2009 Pasal 85):
1. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik;
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum;
3. badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan lain dengan tidak adanya perubahan nama;
4. orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan
hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
-
32
6. orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
2.4.3. Subjek Pajak dan Wajib Pajak BPHTB
Subjek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan. Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunanadalah
orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
(Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 86).
2.4.4. Dasar Pengenaan BPHTB
Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
nilai perolehan objek pajak. Nilai perolehan objek pajak, dalam hal (Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 87):
1. jual beli adalah harga transaksi;
2. tukar menukar adalah nilai pasar;
3. hibah adalah nilai pasar;
4. waris adalah nilai pasar;
5. pemasukan dalam peseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
6. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
7. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
8. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pasar;
-
33
9. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
10. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
11. peleburan usaha adalah nilai pasar;
12. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
13. hadiah adalah nilai pasar; dan/atau
14. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam risalah lelang.
Jika nilai perolehan objek pajak sebagaimana yang dimaksud di atas tidak
diketahui atau lebih rendah dari pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya
perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan
Bangunan.
2.4.5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling
rendah sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib
Pajak. Dalam hal perolehan hak karena warisan atau hibah wasiat yang diterima
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi
hibah wasiat, termasuk suami/istri, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
ditetapkan paling rendah sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Nilai
perolehan Objek Pajak tidak kena pajak ditetapkan dengan peraturan daerah
(Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 87).
-
34
2.4.6. Tarif dan Perhitungan BPHTB
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling
tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan ditetapkan dengan peraturan daerah (Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 Pasal 88).
Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak
setelah dikurangi nilai perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat
tanah dan/atau bangunan berada (Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal
89).
2.4.7. Saat Terutang BPHTB
Saat terutangnya pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan ditetapkan untuk (Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 90):
1. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
2. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuatkan dan ditandatanganinya
akta;
3. hibah adalah sejak tanggal dibuat ditandatanganinya akta;
4. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat danditandatanganinya akta;
5. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutanmendaftarkan peralihan
haknya ke kantor bidangpertanahan;
-
35
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukumlainnya adalah sejak
tanggal dibuat danditandatanganinya akta;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalahsejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
8. putusan hakim adalah sejak tanggal putusanpangadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yangtetap;
9. pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutandari pelepasan hak
adalah sejak tanggalditerbitkannya surat keputusan pemberian hak;
10. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalahsejak tanggal
diterbitkannya surat keputusanpemberian hak;
11. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat danditandatanganinya
akta;
12. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat danditandatanganinya akta;
13. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat danditandatanganinya
akta;
14. hadiah adalah sejak tanggal dibuat danditandatanganinya akta; dan
15. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenanglelang.
2. 5. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan acuan yang berasal dari penelitian-penelitian
sebelumnya, yang dijadikan perbandingan dalam melakukan penelitian.
Penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1. Penelitian-penelitian Terdahulu
-
36
2.1. Penelitian-penelitian Terdahulu
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian
a. Ferry
Afi Andi
(2011)
Analisa
Dampak
Pemindahan
Kewenangan
Pemungutan
Bea
Peralihan
Hak atas
Tanah
dan/atau
Bangunan
kepada
Pemerintah
Daerah
terhadap
Kemandirian
Keuangan
Daerah.
Untuk mengenali
dampak yang
akan timbul dari
proses pengalihan
kewenangan
pemungutan
BPHTB dari
Pemerintah Pusat
kepada
Pemerintah
Daerah dan
manfaatan dari
proses pengalihan
kewenangan
pemungutan
BPHTB bagi
Pemerintah
Daerah.
Metode
studi
literature.
a. Perbedaan NPOPTKP akan menimbulkan penurunan penerimaan
BPHTB bagi Pemerintah Daerah yang selama ini mempunyai
NPOPTKP yang jauh dibawah Rp. 60 juta.
b. Beberapa daerah lambat dalam menyiapkan perangkat peraturan
dan sumber daya manusia karena tidak melihat keuntungan dari
peralihan BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah.
c. Adanya kemungkinan terganggunya penerimaan Pajak
Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
akibat lambatnya Peraturan Daerah mengenai BPHTB. Tetapi hal
ini hanya sedikit pengaruhnya terhadap penerimaan pajak secara
keseluruhan.
d. Dengan beralihnya penerimaan BPHTB dari pemerintah pusat
kepada kabupaten/kota, yang selama ini porsi 64% untuk daerah
kabupaten/kota penghasil menjadi 100% akan menambah secara
signifikan PAD kabupaten/kota. Namun demikian,
-
37
Lanjutan Tabel 2.1
kabupaten/kota yang selama ini disamping
kabupaten/kota menerima 64% bagi hasil BPHTB,
pemerintah pusat dari bagiannya sendiri selama ini
(20%) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk
seluruh kabupaten dan kota, sehingga dengan
berlakunya undang-undang PDRD tidak mendapatkan
porsi yang sama, yangselama ini diberikanoleh
pemerintah pusat.
e. Peralihan kewenangan BPHTB kepada Pemerintah
Daerah di satu sisi akan meningkatkan kemandirian
Pemerintah Daerah yangmempunyai potensi BPHTB
yang tinggi. Tetapi disisi lain akansemakin mengurangi
penerimaan daerah-daerah yang kurangdalam potensi
BPHTB. Hal ini berpotensi mempertajamkesenjangan
antara daerah-daerah yang maju dan yang tertinggal.
f. Daerah yang menghadapi penurunan
penerimaandikhawatirkan akanmerespon dengan
membuat aturan-aturanyang dapat merugikan dunia
usaha,masyarakat, danbahkan lingkungan.
-
38
Lanjutan Tabel 2.1
b. Kosasi,
Eva
Maria
S,
Abdul
Yusuf
(2012)
Analisis
Sistem
Pajak
BPHTB dari
Pajak Pusat
Menjadi
Pajak
Daerah
terhadap
PAD
Kabupaten
Karawang.
Untuk
melakukan
analisis Sistem
Pajak BPHTB
dari Pajak Pusat
menjadi Pajak
daerah terhadap
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Kab. Karawang.
Penelitian ini
dilakukan
melalui
pendekatan
kualititatif
dengan
teknikpengu
m-pulan data
Triangulasi
yang
diperoleh
dari
wawancara
dan studi
dokumentasi.
a. Sudah terdapat beberapa persiapan yang dilakukan dalam
pelaksanaan BPHTB yang beralih sistem, seperti legalitas
melalui Perda no.4 tahun 2011, alur penerimaan dan pelayanan
untuk pelaksanaan pembayaran BPHTB, syarat syarat yang
harus dipersiapkan wajib pajak, juga beberapa persiapan
lainnya yang dilakukan di DPPKAD.
b. Tercatat selama periode pengamatan dalam Laporan Anggaran
danRealisasi Pendapatan Kabupaten KarawangTahun
2012sampai dengan bulan Agustusmencapai peningkatan
362,30% Dari yangdianggarkan 45.000.000.000,00dengan
realisasi163.036.150.027,00. Dengan keseluruhan PAD yang
menjadi target Pemerintah Daerah 273.225.186.007,00 dengan
nilai realisasi 331.785.375.181,00. Dengan demikian PAD
dengan adanya kontribusi BPHTB mencapai 121,43%, . BPHTB
berhasil menyumbang hampir setengah dari total PAD yaitu
49,13% karenakesiapan dari Dinas PPKAD yang terus menjadi
fokus utama dalammemberikan pelayanan kepada masyarakat
wajibpajak BPHTB.
-
39
Lanjutan Tabel 2.1
c. Riswan
Baha-
ruddin
(2013)
Analisis
Kesiapan
Pemerintah
Kota
Makassar
Menyambut
Pengelolaan
Pajak Bumi
dan
Bangunan
Perdesaan
dan
Perkotaan
Tahun 2013.
Untuk mengetahui
sudah sejauh
mana
kesiapanPemerinta
h Kota Makassar
dalam menyambut
pengelolaan Pajak
Bumi
danBangunan
Perdesaan dan
Perkotaan (PBB
P2) sebagai pajak
daerah yang terkait
dengan
pemenuhan syarat-
syarat peralihan
antara lain,
kesiapan
peraturanpengelola
an
Penelitian ini
menggu-nakan
analisa data
kualitatif,
pendekat-an
penelitian
kualitatif
merupakan
metode
penelitian yang
sifatnya
deskriktif.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini Pemerintah
Kota Makassar sudah siap untuk mengelolah PBB P2 ini
walaupunmasih memiliki banyak kendaladankekurangan yang
akan terus dievaluasi dan diperbaiki ke depannya. Adapun
kendala-kendala yang masih di hadapi oleh Pemerintah Kota
Makassar yaitu masalah yang berkaitan dengan Sumber Daya
Manusia (SDM), yaitu tentang penentuan jumlah pegawai yang
nantinya menjadi pengelola Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dan adanya proses pendataan ulang
atau penilaian terhadap lima kecamatan.
-
40
Lanjutan Tabel 2.1
PBB P2, kerjasama
dengan pihak lain,
sarana prasarana
yang dibutuhkan
dalam pengelolaan
PBB P2, kesiapan
organisasi dan
Sumber Daya
Manusia (SDM),
proses sosialisasi
yangdilakukan dan
mengetahui kendala-
kendala yang masih
dihadapi Pemerintah
Kota Makassar.
Sumber: Diolah sendiri.
-
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Tujuan dalam
penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui
dan menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi. Jenis
investigasi dalam penelitian ini adalah korelasional. Maksud peneliti mengadakan
penelitian korelasional adalah agar mampu menyatakan bahwa variabel Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mempunyai hubungan sebab-akibat
terhadap variable Pendapatan Asli Daerah.
Tingkat intervensi peneliti dalam penelitian ini adalah intervensi minimal.
Sama seperti penelitian korelasional pada umumnya, penelitian korelasional
dilakukan dalam lingkungan alami organisasi dengan intervensi minimum oleh
peneliti dan arus kerja normal. Adapun unit analisis yang digunakan pada
penelitian ini yaitu unit analisis kelompok.
3.2. Tempat dan Waktu
Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Maros. Adapun waktu penelitian ini kurang lebih 2 bulan yaitu mulai
dari bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013.
-
42
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu data penerimaan Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten Maros beberapa tahun yang lalu. Adapun sampel dalam
penelitian ini yaitu data penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kabupaten Maros beberapa tahun yang lalu.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
kuantitatif. Data kuantitatif adalah hasil pengamatan yang diukur dalam skala
numerik. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa data penerimaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan setelah proses peralihan pengelolaan
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Penelitian ini juga menggunakan dua sumber data, yaitu sebagai berikut.
1. Data primerpada penelitian ini diperoleh langsung dari Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Maros melalui observasi langsung yang dilakukan
oleh peneliti.
2. Data sekunder dalam penelitian ini berupa hasil dokumentasi yang
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros maupun dari
pihak lain yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan.
-
43
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan dikelolah dalam penelitian ini diperoleh dengan cara,
yaitu sebagai berikut.
1. Penelitian kepustakaan (library research)
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang
berkaitan dengan topik yang dipilih.
2. Penelitian lapangan (field research)
Untuk memperoleh data, maka peneliti mengadakan penelitian ke Kantor
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros dengan melakukan hal-hal
sebagai berikut.
a. Observasi
Metode ini dilakukan dengan peninjauan langsung ke Dinas
Pendapatan DaerahKabupaten Maros untuk mengumpulkan data-
data yang dibutuhkan.
b. Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan menggunakan dokumentasi dari Dinas
Pendapatan DaerahKabupaten Maros.
3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel dependen: Pendapatan Asli Daerah
-
44
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Variabel independen: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan, adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
3.7. Instrumen penelitian
Jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi.
Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti mengumpulkan informasi
dengan melakukan observasi langsung ke Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Maros.
3.8. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu
sebagai berikut.
1. Mengetahui dampak peralihan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Maros, dengan:
-
45
a. proporsi, yaitu untuk mengetahui besarnya sumbangan BPHTB
terhadap PAD, digunakan metode angka perbandingan dengan
rumus:
b. koefisien korelasi, yaitu untuk mengetahui keeratan hubungan antara
pajak BPHTB dengan PAD. Rumus yang digunakan (Hasan,
2008:234):
√( ( ) )( ( ) )
Keterangan:
r : Koefisien korelasi (%)
n : Jumlah data
X : Realisasi BPHTB
Y : Realisasi PAD
Koefisien korelasi (r) memiliki nilai antara -1 dan +1 (- 1 ≤ r ≤ + 1).
a) Jika r bernilai positif maka variabel-variabel berkolerasi positif.
Semakin dekat nilai r ke +1 semakin kuat korelasinya, demikian
pula sebaliknya.
b) Jika r bernilai negatif maka variabel-variabel berkorelasi negatif.
Semakin dekat nilai r ke -1 semakin kuat korelasinya, demikian
pula sebaliknya.
c) Jika r bernilai 0 (nol) maka variabel-variabel tidak menunjukkan
korelasinya.
d) Jika r bernilai +1 atau -1 maka variabel–variabel menunjukkan
korelasi positif atau negatif yang sempurna.
-
46
c. elastisitas dapat mengukur seberapa besar perubahan suatu variabel
terhadap perubahan variabel lain (www.scribd.com, diakses 3 April
2013). elastisitas PAD terhadap BPHTB mengukur berapa persen
perubahan PAD karena perubahan BPHTB sebesar satu persen,
dengan rumus:
Keterangan:
a) Inelastis Sempurna (E=0), terjadi ketika perubahan penerimaan
BPHTB yang terjadi tidakberpengaruh terhadap jumlah
penerimaan PAD.
b) Inelastis (E1), terjadi jika perubahan penerimaan BPHTB lebih
besar dari perubahan penerimaan PAD.
2. Mengetahui efektivitas pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Maros. Efektivitas ditentukan oleh
hubungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggung jawab
dengan tujuannya (Anthony dan Govindarajan, 2011:174). Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka mengetahui efektivitas pengelolaan BPHTB
dapat dilihat berdasarkan pada ukuran hubungan antara hasil realisasi
pungutan BPHTB dengan target pungutan BPHTB.
http://www.scribd.com/
-
47
Keterangan:
Pungutan BPHTB dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai 100%
keatas.
3. Mengetahui prospek penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Maros, dengan menggunakan analisis tren positif. Tren positif
mempunyai kecenderungan nilai ramalan (Y’) meningkat dengan
meningkatnya waktu (X). Persamaan tren positif (Suharyadi dan
Purwanto, 2008:176), yaitu:
Y’ = a + bX
Keterangan:
a : konstanta
b : tingkat kecenderungan
Y’ : nilai tren BPHTB
X : periode waktu (tahun)
-
48
BAB IV
PEMBAHASAN
4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4. 1. 1. Gambaran Umum Kabupaten Maros
Kabupaten Maros secara geografis terletak di bagian SelatanProvinsi
Sulawesi Selatan yaitu pada 40°45’ hingga 50°07’ Lintang Selatan, dan 109°20’
hingga 129°12’ Bujur Timur. Luas Kabupaten Maros adalah 1.619,12 km2 atau
2,3 persen dari luas Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan batas-batas
sebagai berikut.
a) Sebelah utara adalah Kabupaten Pangkep
b) Sebelah Selatan adalah Kota Makassar
c) Sebelah Timur adalah Kabupaten Bone
d) Sebelah Barat adalah Selat Makassar
Ibukota Kabupaten Maros terletak tiga puluh kilometer arah utara Kota
Makassar yang merupakan Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin terletak di Kabupaten Maros, yang merupakan
bandar udara terbesar di kawasan timur Indonesia. Letak Kabupaten Maros yang
berdekatan dengan Kota Makassar merupakan potensi bagi pengembangan
berbagai kegiatan produksi dan ekonomi di Kabupaten Maros. Secara
administratif, Kabupaten Maros terdiri atas 14 Kecamatan, 80 desa dan 23
-
49
kelurahan. Pembagian wilayah menurut kecamatan, ibukota kecamatan dan
jumlah desa/kelurahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Tahun 2010
No. Kecamatan Ibukota Kecamatan
Jumlah Desa/Kelurahan
Luas (km²)
Luas terhadap Kabupaten (%)
1. Mandai Bontoa 6 49,11 3,03
2. Moncongloe Moncongloe 5 46,87 2,89
3. Maros Baru Baju Bodoa 7 53,76 3,32
4. Lau Maccini Baji 6 53,73 3,32
5. Turikale Turikale 7 29,93 1,85
6. Marusu Temmapaduae 7 73,83 4,56
7. Bontoa Bontoa 9 93,52 5,78
8. Bantimurung Kalabbirang 8 173,70 10,73
9. Simbang Jene Taesa 6 105,31 6,50
10. Tanralili Borong 8 89,45 5,52
11. Tompobulu Pucak 8 287,65 17,77
12. Camba Cempaniaga 8 145,36 8,98
13. Canrana Limampocoe 7 180,97 11,18
14. Mallawa Sabila 11 235,92 14,47
Total 103 1.619,11 100,00
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros
4. 1. 2. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros
4.1.2.1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Maros
A. Visi
Visi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros untuk lima tahun ke
depan (2010-2015) sebagai berikut.
“Profesional dalam Pengelolaan Pendapatan Prima dalam Pelayanan
Masyarakat“
-
50
Rumusan visi ini mengandung makna sebagai berikut.
a) Profesionalisme adalah suatu kondisi yang harus ada dan dimiliki dalam
melaksanakan kewenangan tugas dan fungsi meliputi : kompetensi dalam
arti mempunyai keterampilan dan pengetahuan serta sikap dan perilaku
yang harus dimiliki oleh setiap aparatur agar dapat melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya secara berdayaguna dan berhasilguna serta
memiliki komitmen, tanggung jawab, kritis dan cepat tanggap;
b) Pengelolaan Pendapatan yaitu sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009
(tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Menurut Undang-undang
tersebut, jenis kabupaten/kota terdiri : (a) Pajak Hotel, (b) Pajak Restoran,
(c) Pajak Hiburan, (d) Pajak Reklame, (e) Pajak Penerangan Jalan, (f)
Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dan (g) Pajak Mineral bukan Logam
dan Batuan.
c) Prima dalam Pelayanan yaitu Pelayanan yang terbaik yang diberikan
dalam bidang administrasi pemerintah, administrasi pembangunan dan
administrasi umum kepada Perangkat Daerah secara akomodatif, efektif
dan efisien. Akomodatif yaitu mampu memenuhi tuntutan pelaksanaan
kewenangan tugas dan fungsi Perangkat Daerah;
d) Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan
golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang
sama.
B. Misi
Misi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Maros dirumuskan sebagai
berikut.
a) Peningkatan penyelenggaraan koordinasi dalam lingkungan kerja;
-
51
b) Peningkatan dan pengembangan sumber-sumber penerimaan daerah
dari pajak daerah dan retribusi daerah;
c) Peningkatan dan pengembangan penerimaan yang bersumber dari dana
perimbangan dan pendapatan lainnya yang sah;
d) Peningkatan dan pengembanga