skripsidigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital... · 2021. 1. 6. · i pengaruh...
TRANSCRIPT
-
i
PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT
(Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL
SKRIPSI
DINDA KUSUMA PUTRI L221 13 307
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
-
ii
PENGARUH KOMPOSISI SUBSTRAT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, SERAT, DAN ABU ANGGUR LAUT
(Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) PADA WADAH TERKONTROL
Oleh: DINDA KUSUMA PUTRI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
-
iii
-
iv
Riwayat hidup
Penulis lahir di Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 22 Mei
1995 dari pasangan Agus Harianto dan Dwi Yani Lestari
sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Pertama kali
mengenyam pendidikan formal di SDN 444 Bulu Datu’ dan
lulus pada tahun 2007. Selanjutnya, penulis melanjutkan
pendidikan di SMPN 5 Palopo dan pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di
SMAN 2 Palopo.
Pada tahun 2013 penulis berhasil diterima dengan jalur SBMPTN di
program studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin. Dalam menjalani aktivitas sebagai
mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten mata kuliah Mikrobiologi Perikanan.
Penulis juga aktif dalam organisasi Aquatic Study Club of Makassar (ASCM) di
bidang divisi Hubungan Masyarakat.
Penulis menyelesaikan tugas akhir di fakultas ilmu kelautan dan perikanan
departemen perikanan program studi budidaya perairan dengan judul penelitian :
Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan, kandungan
Karotenoid, Kandungan Serat, Kandungan Abu Anggur Laut (Caulerpa
lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.
-
v
ABSTRAK
DINDA KUSUMA PUTRI. L22113307. Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, Kandungan Abu Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol. Dibawah bimbingan Rajuddin Syamsuddin sebagai Pembimbing Utama dan Hasni Yulianti Azis sebagai Pembimbing Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi substrat (pasir +
pecahan karang) yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan bibit, kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan mineral (abu) dari Caulerpa lentillifera yang maksimal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Wadah penelitian yang digunakan yaitu sterofoam berukuran 38 cm x 25 cm dan diisi air 10 L dengan salinitas 30 ppt. Rumput laut uji yang di gunakan adalah jenis C.lentillifera yang berasal dari Desa Puntondo Kecamatan Manggara’ Bombang Kabupaten Takalar. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan masing-masing mempunyai 4 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu komposisi substrat 75% pasir + 25% pecahan karang, 25% pasir + 75% pecahan karang, dan 50% pasir + 50% pecahan karang. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa bahan uji pada suatu perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan C.lentillifera. Pertumbuhan C.lentillifera tertinggi diperoleh pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang yaitu sebesar 80,12 gr, sedangkan perlakuan terendah di peroleh pada perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang yang di pelihara selama 30 hari. Data kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan abu yang di peroleh di analisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan hidup C.lentillifera. Perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang memiliki kandungan karotenoid tertinggi senilai 1,545 ppm dan yang terendah terdapat pada perlakuan komposisi substrat 75% pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 1,485 ppm, kandungan serat tertinggi berada pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang sebesar 5,7% dan yang terendah terdapat pada perlakuan komposisi substrat 50% pasir + 50% pecahan karang sebesar 5,03%, dan kandungan abu yang tertinggi di peroleh pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang sebesar 52,79% dan yang terendah berada pada perlakuan komposisi substrat 25% pasir + 75% pecahan karang. Kata kunci : Caulerpa lentillifera, Kandungan abu, Kandungan karotenoid,
Kandungan serat, Pertumbuhan.
-
vi
ABSTRACT
DINDA KUSUMA PUTRI. L22113307.The Influence of Substrate Composition on Growth, Carotenoid, Fiber, Ash Content of Sea Grape (Caulerpa lentillifera J.Agardh, 1873) in Controlled Container. Under the Guidance of Rajuddin Syamsuddin as the Main Guide and Hasni Yulianti Azis as Member Guide.
This study aims to find composition of the good substrate (sand+coral fragments) to produce seed growth, carotenoid content, fiber content, and mineral content (ash) from maximal Caulerpa lentillifera. This research was conducted in July - August 2017 at Brackish Water Aquaculture Center of Takalar, Mappakalompo Village of Galesong District of Takalar Regency, South Sulawesi Province. The research container used was styrofoam measuring 38 x 25 cm and filled with water 10 L with salinity 30 ppt. The test seaweedused was type C.lentillifera derived from Puntondo Village of Manggara' Bombang District of Takalar Regency. The study was designed using a completely randomized design (RAL) consisting of 3 treatments and each having 4 replications. The tested treatments were substrate composition 75% sand + 25% coral fragments, 25% sand + 75% coral fragments, and 50% sand + 50% coral fragments. The result of variance analysis (ANOVA) showed that the test material at a different treatment gave a significant effect on the growth of C.lentillifera. The highest growth of C.lentillifera was obtained in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragments that is inthe amount of80,12 g, whereas the lowest treatment was obtained at treatment of substrate composition 50% sand + 50% of coral fragments which maintained for 30 days. Carotenoid content data, fiber content, and ash content obtained were analysed descriptively on the viability of C.lentillifera. Treatment of substrate composition 50% sand + 50% coral fragments had the highest carotenoid content of 1,545 ppm and the lowest was in the treatment of substrate composition 75% sand + 25% coral fragments inthe amount of 1.485 ppm, the highest fiber content was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragmentsinthe amount of5.7% and the lowest was in the treatment of substrate composition 50% sand + 50% coral fragmentsinthe amount of5.03%, and the highest ash content obtained was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% coral fragments in the amount of 52.79% and the lowest was in the treatment of substrate composition 25% sand + 75% of coral fragments.
Keywords:Caulerpa lentillifera, Ash content, Carotenoid content, Fiber content, Growth.
-
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah
S.W.T yang telah memberikan nikmat-Nya, Shalawat dan salam juga
tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW. Alhamdulillah atas izin dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan berhasil
menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Substrat Terhadap
Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu
Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis lakukan di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau Takalar dari bulan juli sampai Agustus 2017.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menemukan berbagai rintangan
dan kesulitan, namun berkat pertolongan Allah swt, kerja keras dan dorongan
dari berbagai pihak menjadikan semua kesulitan itu menjadi anugerah yang
harus penulis syukuri. Untuk itu melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya:
1. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Alm Agus Harianto dan
Ibunda Dwi Yani Lestari yang selalu memberikan dukungan sekaligus
penyemangat serta Doanya kepada penulis.
2. Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar
Bapak Ir. Nono Hartanto, M.Aq yang telah memberikan fasilitas yang baik
selama dalam pelaksanaan penelitian.
-
viii
3. Pembimbing Lapangan Bapak Imam Sudrajat yang telah memberikan
fasilitas yang baik dan membimbing saya selama dalam pelaksanaan
penelitian.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Alexander Rantetondok selaku Pembimbing Akademik
dan sebagai penguji yang telah banyak memberi nasehat serta masukan
kepada penulis.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Rajuddin Syamsuddin, M.Sc selaku Pembimbing
Utama dan Ibu Dr.Ir. Hasni Yulianti Azis, MP selaku pembimbing anggota
yang selama ini dengan sabar mendukung, memberikan petunjuk serta
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Muhlis Syamsuddin, MP dan Ibu Ir. Badraeni, MP selaku
Penguji yang telah banyak memberikan saran serta masukan pada skripsi
ini.
7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin yang telah banyak membantu
8. Kepada Saudara saya Ika Diani Oktarina, Ananda Nadila Septilia, dan
Dicky Riski Febrian yang telah memberikan semangat dan dukungan
kepada saya.
9. Kepada teman seperjuangan saya Nirmala dan Nurhana sekaligus sahabat
yang selalu menemani dalam suka maupun duka.
10. Terimah kasih yang tak terhingga buat teman yang sudah seperti saudara
saya Windasari,Sitti Rahma, Nengsi Karmila, dan Yunita Baharuddin.
11. Terimah kasih yang tak terhingga buat sahabat-sahabat saya Hardiati
Marding, Agustina, Sarnita, Anggun Canrika, Julianti, Fitri, Sri Kuspiati
dan Wisnu wardhana, serta teman-teman Pengurus Aquatic Study Club
Makassar, BDP #13, KKN 93 Desa papanloe, Penghuni Kos 3 Pintu, dan
-
ix
Penghuni Villa Bojo, yang senantiasa memberi dukungan, semangat,
nasehat dan doanya selama penulis melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kesalahan
baik dari segi penyusunan dan tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mohon
saran dan kritik yang membangun guna melengkapi dan menyempurnakan
skripsi ini. Atas semua perhatian dari segala pihak, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Makassar, November 2017
Dinda Kusuma Putri
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
A. Klasifikasi, Morfologi dan Karakteristik Biologi ....................................... 5
B. Sistem Reproduksi ............................................................................... 8
C. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis ......................................................... 8
D. Karotenoid, Serat, dan Abu .................................................................. 10
E. Kualitas Air ............................................................................................ 12
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 16
A. Waktu dan Tempat ................................................................................ 16
B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 16
C. Persiapan Bibit ...................................................................................... 16
D. Wadah dan Media ................................................................................. 17
E. Penanaman Bibit ................................................................................... 18
F. Pemeliharaan ....................................................................................... 18
G. Perlakuan, Tata Letak, dan Rancangan Percobaan ............................. 19
H. Pengukuran Peubah ............................................................................. 20
I. Analisis Data ........................................................................................... 23
-
xi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 24
A. Pertumbuhan Mutlak ............................................................................ 24
B. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian ....................................................... 26
B. Kandungan Karotenoid .......................................................................... 27
C. Kandungan serat ................................................................................... 29
D. Kandungan abu ..................................................................................... 30
E. Parameter Kualitas Air .......................................................................... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 34
A. Kesimpulan ............................................................................................ 34
B. Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Rumput laut Caulerpa lentillifera yang digunakan dalam penelitian........... 17
2. Wadah Penelitian ....................................................................................... 18
3. Tata Letak Wadah Penelitian ..................................................................... 19
4. Histogram Rata-Rata Pertumbuhan Mutlak C.lentillifera ............................ 24
5. Histogram Rata-Rata Pertumbuhan Spesifik Harian C.lentillifera .............. 26
6. Histogram Kandungan Karotenoid C.lentillifera .......................................... 27
7. Histogram Kandungan Serat C.lentillifera .................................................. 29
8. Histogram Kandungan Abu C.lentillifera..................................................... 30
-
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ...................................................... 16
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.................................................. 16
8. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air C. lentillifera ........................... 31
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera ............................................................. 38
2. Analisis ragam pertumbuhan bobot mutlak C. lentillifera ........................... 38
3. Uji lanjut w-Tuckey Pertumbuhan Mutlak C.lentillifera .............................. 39
4. Laju pertumbuhan spesifik harian C. lentillifera ......................................... 40 5. Analisis ragam pertumbuhan spesifik C. lentillifera .................................. 40 6. Data Kualitas Air C. lentillifera .................................................................. 41
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumput laut (Seaweed) merupakan nama dalam dunia perdagangan
internasional untuk jenis-jenis makro alga. Rumput laut merupakan makro alga
yang termasuk dalam divisi Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai
struktur kerangka tubuh yang terdiri dari batang/thallus dan tidak memiliki daun
serta akar. Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan
sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir dan merupakan salah satu komoditi
laut yang sangat populer dalam perdagangan dunia, karena pemanfaatannya
yang demikian luas dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber pangan,
obat-obatan dan bahan baku industri (Indriani dan Sumiarsih, 1991).
Menurut Yatimah (2007, dalam Pong-Masak et al, 2007), Caulerpa
merupakan salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial untuk di
budidayakan karena telah dikenal dan digemari oleh sebagian masyarakat.
Dinegara Jepang dan Filiphina Caulerpa dijadikan sebagai salah satu komoditas
perikanan budidaya. Maslukah et al. (2004) menyatakan bahwa Caulerpa
mengandung iodium 480,665 µg dalam 100 gr berat basah. Kandungan iodium
ini lebih tinggi di bandingkan jenis yang lain yaitu: Glacilaria gigs, G.verrucosa,
Sargassum sp. dan Eucheuma cottoni. Unsur ini di perlukan oleh manusia untuk
perkembangannya. Selanjutnya di Jepang dan Filiphina, Caulerpa dimanfaatkan
sebagai substansi yang memberikan efek anastesik dan sebagai bahan
campuran untuk obat anti jamur (Sengkey, 2000 dalam Pong-Masak et. al.,
2007).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan atau yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kualitas Caulerpa lentillifera salah satunya adalah cahaya
-
2
karena Caulerpa lentillifera merupakan alga hijau yang melakukan proses
fotosintesis untuk tumbuh. Lobban dkk., (1985 dalam Winarno, 1991), setiap
spesies rumput laut, masing-masing memiliki jenis pigmen fotosintesa yang
berbeda-beda, sehingga jenis warna cahaya yang diserap juga berbeda-beda
untuk tercapainya prosese fotosintesa yang optimal. Proses fotosintesa yang
optimal, pada akhirnya akan berpengaruh langsung terhadap seluruh proses
biologis dari rumput laut tersebut, seperti pertumbuhan, kandungan serat,
kandungan abu, maupun kandungan karotenoidnya.
Karotenoid utama pada alga hijau diantaranya β karoten, lutein,
violaxanthin, antheraxanthin, zeaxanthin, dan neoxanthin (Burtin, 2003). β
karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak
ditemukan pada rumput laut. Karotenoid merupakan senyawa isoprenoid C40dan
tetraternoid yang terdapat dalam plastisida jaringan rumput laut yang melakukan
fotosintesis. Dalam kloropas karotenoid berfungsi sebagai pigmen asesoris
dalam pengambilan cahaya (Winarsi, 2007). Fungsi karotenoid adalah
melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen
bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006).
Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b
serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat
dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi
radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan
manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat
merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan memodulasi
ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini rumput laut dapat
dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan
manusia.
-
3
Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel lawi-lawi yang
memiliki kandungan polisakarida. Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary
fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber (serat kasar) sangat
bermanfaat bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat
fisikokimia tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal,
2010).
Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur
mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut
tinggi maka kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi. Unsur-unsur
itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti fosfat,
sulfat, nitrat dan klorida.
Prospek budidaya Caulerpa lentillifera yang dikaji oleh BPBAP Takalar
dan FIKP Universitas Hasanuddin saat ini cukup menjanjikan. Dengan serapan
pasar lokal saat ini, dampak spesies rumput laut Caulerpa lentillifera telah
memberikan keuntungan bagi para pembudidaya tambak di Sulawesi Selatan
dan di harapkan bahwa Caulerpa lentillifera di masa mendatang dapat menjadi
komoditas unggulan di mancanegara.
Metode budidaya Caulerpa lentillifera masih banyak menghadapi
kendala apabila dibudidayakan di tambak seperti cuaca buruk,hama dan
penyakit. Tetapi apabila di budidayakan pada wadah terkontrol kendala utama
yaitu tidak adanya arus air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan C.lentillifera dan
pengontrolan kualitas air yang harus di lakukan secara rutin serta di dukung
dengan adanya substrat yang baik yaitu pasir + pecahan karang yang
dikemukakan oleh Supriadi (2010) yang telah melakukan penelitian sebelumnya.
Melihat hasil penelitian dari peneliti sebelumnya substrat yang baik
untuk budidaya lawi-lawi yaitu pasir + pecahan karang maka perlu di lakukan
-
4
penelitian berlanjut dan percobaan tentang budidaya rumput laut jenis Caulerpa
menggunakan substrat yang telah ditentukan dengan beberapa komposisi
substrat budidaya yang berbeda untuk menentukan komposisi substrat yang
dapat memberikan pertumbuhan dan produksi yang terbaik serta dapat
mengetahui kandungan serat, kandungan abu, dan kandungan karotenoidnya
yang bermanfaat bagi manusia.
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi substrat
(pasir+pecahan karang) yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan bibit,
kandungan karotenoid, kandungan serat, dan kandungan mineral(abu) dari
Caulerpa lentillifera yang maksimal.
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat melanjutkan penelitian
sebelumnya mengenai kandungan substrat yang baik yaitu pasir+pecahan
karang dengan menentukan komposisinya sehingga dapat menjadi sebagai
sumber informasi yang lebih tentang teknologi budidaya Caulerpa lentillifera
untuk menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi, Morfologi dan Karakteristik Biologi
1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi dari rumput laut C.lentillifera menurut Dawson (1946) diacu
dalam Soegiarto et.al.(1978) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Caulerpales
Family : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Spesies : Caulerpa lentillifera J.Agardh (1873)
C.lentillifera adalah salah satu spesies dari golongan alga hijau yang
pada umumnya memiliki talus yang menyerupai buah anggur, berwarna hijau
cerah, sedikit mengkilap, dan berstektur lembut (Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, 2009).
Ciri secara umum dari Caulerpa adalah keseluruhan tubuhnya terdiri
dari satu sel dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon yang
mempunyai rhizoid sebagai alat pelekat pada substrat serta bagian yang tegak.
Bagian yang tegak di sebut asimilator karena mempunyai klorofil. Stolon dan
rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke jenis, sedangkan asimilator
mempunyai bentuk bermacam-macam tergantung jenisnya (Saptasari,2010).
Marga Caulerpa banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai
rataan terumbu karang. Tumbuh pada substrat karang mati, pecahan karang
mati, pasir – lumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap
-
6
kekeringan, tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat pasang surut
terendah dan masih tergenang oleh air (Kadi dan Atmaja,1988).
C.lentillfera umumnya tumbuh pada daerah terumbuh karang,
menempel pada substrat karang atau pasir-rubble pada kedalaman lebih dari 50
meter dan terkadang juga dapat ditemukan di perairan dangkal yaitu di daerah
laguna berlumpur. Dalam kaitannya dengan toleransi terhadap salinitas,
C.lentillifera merupakan tumbuhan laut yang bersifat stenohaline dan tidak
berkembang di daerah yang memiliki salinitas kurang dari 25 ppt artinya bahwa
C.lentillifera tidak dapat bertahan hidup di air tawar. Umumnya, rumput laut ini
dapat mentolerir salinitas berkisar 25-35 ppt pada suhu air dapat berkisar antara
25o-30o(Seaweed Industry Association,2014).
Alga ini merupakan komoditas asli yang berasal dari daerah tropis di
Samudra Hindia dan Pasifik, meskipun juga ditemukan sebagai spesies invasif di
bagian lain dari Pasifik seperti pantai California dan Hawai. C. Lentillifera
mayoritas ditemukan di Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Jepang, dan
Papua Nugini. Selain itu juga terdistribusi di sepanjang Pantai Timur Afrika
(Afrika Selatan, Mozambik, Madagascar, Tanzania, Kenya, Mauritius, Somalia)
(Seaweed Industry Association,2014).
2. Karakteristik Biologi
Substrat
Substrat perairan merupakan dasar perairan dimana alga laut
C.lentillifera dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyebaran alga
C.lentillefera laut kepadatannya di suatu perairan tergantung pada tipe substrat,
musim dan komposisi jenis. Menurut Mubarak dan Wahyuni (1961) jenis-jenis
substrat yang dapat ditumbuhi oleh alga laut adalah pasir, lumpur dan pecahan
karang. Tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan alga laut adalah
campuran pasir,karang, dan pecahan karang.
-
7
Nontji (1993) menyatakan bahwa sedikitnya alga laut yang terdapat
pada perairan dengan dasar pasir atau berlumpur, disebabkan karena
terbatasnya benda keras yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya. Susunan
kimia dari substrat tidak mempengaruhi kehidupan alga laut, hanya sebagai
tempat melekatnya alga laut, pada dasar perairan.
Kemampuan membelah diri
Implikasi ekologi dari reproduksi membelah diri adalah adanya
gangguan seperti badai atau pemangsaan oleh hewan herbivora dapat
menghasilkan fragmen-fragmen yang dapat menyebar dan menjadi Caulerpa
yang baru. Kesuksesan penyebaran melalui fragmentasi tampaknya menjadi
faktor kritis bagi spesies Caulerpa untuk mengkolonisasi area yang baru (Smith
1999 dalam Supriadi 2010).
Kemampuan mengambil nutrien dan sedimen
Tidak seperti kebanyakan makroalga, yang menempel pada sedimen
dan mengambil nutrient dari kolom air,spesies dari genus Caulerpa memiliki
rhizoid yang dapat masuk ke dalam sedimen dan mengambil nutrient dari
sedimen. Rhizoid dari Caulerpa yang menyerupai akar dari tanaman
berpembuluh dapat secara langsung mengikat karbon, nitrogen, dan fosfor dari
substrat (Chisholm dkk, 1996 dalam Supriadi,2010). Kemampuan mengakses
nutrient dari substrat membuat Caulerpa menjadi kompetitor unggulan di
lingkungan yang miskin nutrient (Williams,1984 dalam Supriadi,2010).
Kemampuan mentolerir temperatur air yang rendah
Spesies Caulerpa adalah salah satu alga yang dapat menyebar luas
baik di perairan tropis ataupun subtropis. Kemampuan spesies Caulerpa untuk
-
8
bertahan pada temperatur yang relatif rendah menyebabkan spesies ini dapat
mengeksploitasi tempat hidup yang baru jika mereka diintroduksi (Silva,2003).
Sedikitnya predator
Vetebrata dan invertebrata di daerah subtropis ditemukan mudah sekali
terkena senyawa toksik dari Caulerpa sehingga predator tidak dapat memangsa
Caulerpa (Paul,1986).
B. Sistem Reproduksi
Caulerpa lentillifera merupakan jenis alga yang berkembang biak secara
aseksual (vegetatif). Sedangkan untuk pertumbuhannya, Caulerpa sp. akan
menunjukkan peningkatan ketika kepadatan meningkat (Piazzi, dkk., 2002).
Reproduksi secara vegetasi menurut Meiyana dkk, (2001) proses
perbanyakan secara vegetatif berlangsung tanpa melalui perkawinan, setiap
bagian cabang rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi tanaman
rumput laut yang mempunyai sifat seperti induknya, atau perkembangbiakannya
bisa dilakukan dengan cara menstek cabang tanaman dengan syarat, potongan
cabang-cabang rumput laut tersebut merupakan thallus yang muda, masih
segar, berwarna cerah dan mempunyai percabangan yang banyak, tidak
tercampur lumut atau kotoran, serta bebas atau terhindar dari penyakit.
C. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis
Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap laju fotosintesis. Rumput laut melakukan fotosintesis untuk
mendapatkan energi, sehingga cahaya merupakan syarat mutlak bagi
pertumbuhan (Dawes, 1981). Keberhasilan tanaman menyerap cahaya
tergantung pada intensitasnya. Cahaya yang masuk ke dalam perairan, akan
ditangkap oleh klorofil yang terdapat pada kloroplas tumbuhan. Sintesis klorofil
-
9
sangat di pengaruhi oleh cahaya. Apabila tanaman disinari dengan cahaya yang
cukup maka pembentukan klorofil akan lebih sempurna (Carter, 1996).
Dawes (1981) mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan alga secara
langsung dikontrol oleh cahaya. Cahaya memegang peranan yang sangat
penting bagi alga dalam menyediakan energi untuk proses fotosintesis. Alga
tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa adanya cahaya yang cukup, sehingga
pertumbuhan alga di suatu perairan dibatasi oleh daerah dimana cahaya
matahari masih dapat di jumpai.
Selain itu, penurunan intensitas cahaya dapat mengakibatkan
peningkatan aktifitas respirasi pada organisme berklorofil yang lebih besar dari
pada fotosintesis, sehingga dapat mengurangi bobotnya (Gardner, 1995).
Namun, peningkatan intensitas cahaya melebihi batas optimum diduga dapat
mempengaruhi suhu lingkungan, sehingga mempengaruhi fungsi fisiologis
rumput laut seperti respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi
(Dawes,1981).
Rumput laut jenis Caulerpa lentillifera mensitesa bahan anorganik
menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya
matahari, sehingga cahaya dianggap merupakan syarat mutlak dalam proses
sintesa makanannya. Lobban dkk., (1985 dalam Winarno, 1991), setiap spesies
rumput laut, masing-masing memiliki jenis pigmen fotosintesa yang berbeda-
beda, sehingga jenis warna cahaya yang diserap juga berbeda-beda untuk
tercapainya prosese fotosintesa yang optimal.
Fotosintesis adalah proses sintesis karbohidrat menggunakan energi
matahari yang ditangkap melalui reaksi kompleks dan melibatkan banyak
molekul makro dan mikro. Fotosintesis pada Caulerpa terjadi pada organel
khusus yaitu pada kloroplas (Toha, 2001). Dimana terdapat grana yang melebar
-
10
menjadi membran tilakoid. Pada membran tilakoid mengandung banyak lipid,
protein dan molekul zat warna atau pigmen fotosintetik. Pigmen fotositetik
berfungsi dalam penyerapan cahaya yang kemudian mengubahnya menjadi
bentukan-bentukan yang berguna dalam proses fotosintesis (Ackerman, dkk.,
1988). Hal ini didukung oleh pernyataan Aslan (1998) bahwa pigmen fotosintetik
yang menentukan warna pada alga antara lain klorofil (a,b, dan c), karoten,
phycoerythrin dan pycocyanin.
Semua ganggang memiliki klorofil A yang terdapat disemua organisme
fotosintetik selain bakteri fotosintetik. Klorofil B,C,D dan E yang dibedakan
sesamanya oleh perbedaan yang kecil dalam struktur molekulnya, dan pada
gilirannya hal-hal tersebut menentukan panjang gelombang cahaya yang dapat
di serap oleh setiap tipe klorofil sebagai energi, ada dua macam karotenoid,
yaitu karoten dan santofil (Aslan, 1998).
D. Karotenoid, Serat, dan Abu
Karotenoid dikategorikan sebagai senyawa alami yang larut lemak yang
tersebar luas diseluruh bagian tanaman. Karotenoid umumnya berlokasi di dalam
sistem membran dari sel dimana salah satu fungsi utama dari senyawa tersebut
bersangkutan dengan fotosintesis dan bertanggung jawab terhadap warna
merah,orange dan kuning pada daun, buah dan bunga ( Delgado-Vargas dkk
2000 dalam Yuan 2006). Dalam kloropas karotenoid berfungsi sebagai pigmen
asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi, 2007). Fungsi karotenoid adalah
melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen
bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Kabinawa, 2006).
Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b
serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat
dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi
-
11
radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan
manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat
merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan
memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini
rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat
untuk kesehatan manusia. Salah satu jenis rumput laut hijau yang sangat
potensial adalah Caulerpa sp, yang memiliki banyak manfaat bagi kebutuhan
manusia khususnya sebagai bahan makanan (kandungan gizi yang cukup tinggi
yakni sebagai sumber protein nabati, karbohidrat, mineral maupun vitamin
(Kepel, 2001; Turangan, 2001; BBRP2BKP, 2010).
Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel lawi-lawi yang
memiliki kandungan polisakarida. Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary
fiber dan fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat
bagi manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia
tersedia pada makanan komersial yang kaya akan serat (Venugophal, 2010).
Salah satu bahan makanan yang merupakan sumber serat adalah rumput laut.
Menurut Chaidir (2007) kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari 100
gram berat kering.
Menurut Venugophal (2010), mayoritas nilai nutrisi yang ada di rumput
laut adalah kadar abu dengan jumlah (antara 8,4-43,6% DW). Kadar abu pada
rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan
darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makro-mineral dantrace element
(Mayer et al.,2011).
Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari makro-
mineral dantrace element (Mayer et al.,2011). Abu adalah zat anorganik sisa
pembakaran suatu bahan organik. Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi
-
12
merupakan unsur mineral yang terdapat dalam suatu bahan makanan yang
dalam proses pengabuan, unsur-unsur itu membentuk oksida atau bergantung
dengan radikal negatif seperti fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan
organik lain dalam proses ini akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut
Winarno (1996) rumput laut kaya akan mineral dimana unsur mineral dikenal
sebagai kadar abu, sehingga bila kadar abu tepung rumput laut tinggi maka
kadar mineral yang terkandung didalamnya juga tinggi.
E. Kualitas Air
Kualitas air yang baik sebagai media tumbuh harus memenuhi syarat
yang layak huni atau sesuai dengan kebutuhan organisme, dimana air yang
digunakan dapat membuat tumbuhan alga dapat bertahan hidup dan melakukan
pertumbuhan di dalamnya. Dalam pemeliharaan Caulerpa, faktor lingkungan
yang baik dapat menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar
pertumbuhannya optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal
untuk proses pertumbuhan diantaranya faktor lingkungan yang berpengaruh
yaitu suhu,salinitas,pH,Nitrat (NO3), Posfat (PO4), amoniak (NH3), dan
karbondioksida (CO2).
1. Suhu
Rumput laut laut memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis,
karena itu rumput laut hanya dapat tumbuh pada perairan dengan kedalaman
tertentu di mana sinar matahari dapat sampai kedasar perairan. Puncak laju
fotosistesis terjadi pada intensitas cahaya yang tinggi dengan temperatur antara
20-28 oC, namun masih ditemukan tumbuh pada temperatur 31 oC (Ismail dkk.,
2002).
Menurut Luning (1990) secara fisiologis, suhu rendah mengakibatkan
aktifitas biokimia dalam tubuh thallus berhenti, sedangkan suhu yang terlalu
-
13
tinggi akan mengakibatkan rusaknya enzim dan hancurnya mekanisme
biokimiawi dalam thallus makroalga.
Temperatur lingkungan berperan penting dalam proses fotosintesis,
dimana semakin tinggi intensitas matahari dan semakin optimum kondisi
temperatur, maka akan semakin sistematik hasil fotosintesisnya (Lee, dkk.,
1999). Temperatur air juga mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis rumput laut
seperti fotosintesis, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi
(Dawes, 1981). Lebih jauh di jelaskan oleh Dawes (1981) bahwa rumput laut
mempunyai kisaran temperatur yang spesifik karena adanya enzim pada rumput
laut yang tidak dapat berfungsi pada temperatur yang terlalu dingin maupun
terlalu panas.
2. Salinitas
Salinitas menggambarkan kandungan garam-garam yang terlarut dalam
air, yang membedakan jenis air menjadi tawar, asin dan payau dan merupakan
konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan dinyatakan dalam
bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter. Salinitas merupakan
salah satu parameter kualitas air yang memegang peranan penting dalam
memacu laju pertumbuhan biota yang dipelihara (Soetomo, 1988).
Lunning (1990) menyatakan bahwa salinitas yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis. Kenaikan
salinitas menyebabkan stress dan percepatan plasmolisis sel rumput laut yaitu
rumput laut kehilangan air karena tekanan terus berkurang sampai disuatu titik
dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak
antara dinding sel dan membran sel sehingga rumput laut menjadi layu.
3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap
tumbuhan air sehingga digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau
-
14
buruknya suatu perairan (Asnawi, 1996). Derajat keasaman (pH) merupakan
faktor kimia yang menentukan pertumbuhan Caulerpa.
Aslan (1998) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) merupakan
salah satu faktor penting dalam kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-
faktor lainnya. pH adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen dan
menunjukkan sifat asam atau basa suatu perairan. pH mempengaruhi tingkat
pemisahan ion organik dan anorganik sehingga mempengaruhi ketersediaan
nutrien dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut yang di
budidayakan.
Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktifitas biologi
seperti fotosintesis dan respirasi organisme, temperatur, dan keberadaan in-ion
dalam perairan tersebut (Pescod,1973). Kondisi pH yang dapat di toleransi oleh
alga adalah berkisar antara 7,3-8,2 (Susanto dkk.,2001).
4. Nitrat
Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kadar nitrat yang dapat di
toleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,09 -3,5 ppm (Atmadja, 1996).
5. Fosfat
Dapat dikatakan bahwa kekurangan fofat akan lebih kritis bagi tanaman
akuatik termasuk tanaman alga, dibandingkan dengan bila kekurangan nitrat di
perairan. Dilain pihak fosfat walaupun ketersediaannya dalam perairan sering
melimpah dalam bentuk berbagai senyawa fosfat namun hanya dalam bentuk
ortofosfat (PO42-) yang dapat di manfaatkan langsung oleh tanaman akuatik
(Fritz, 1986).
Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum bagi alga dipengaruhi
oleh senyawa nitrogen. Batas tertinggi konsentrasi fosfat akan lebih rendah jika
nitrogen berada dalam bentuk garam amonium. Sebaliknya jika nitrogen dalam
-
15
bentuk nitrat, konsentrasi tertinggi fosfat yang diperlukan akan lebih tinggi. Batas
terendah konsentrasi untuk pertumbuhan optimum alga laut berkisar antara
0,018-0,090 ppm P-PO4 apabila nitrogen dalam bentuk nitrat, sedangkan bila
nitrogen dalam bentuk amonium batas tertinggi berkisar pada 1,78 ppm P-PO4
(Fritz, 1986)
6. Amonium
Pasokan unsur hara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut. Unsur hara dapat diserap seperti nitrogen dapat
diserap oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat, dimana amonium
lebih disukai dari pada nitrat. Sumber amonium dalam perairan berasal dari
pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang
terdapat dalam tanah dan air, berasal dari dekomposisi organik (Effendi,200).
Menurut Andaris (1992), bahwa kadar amonium yang baik untuk untuk
kelangsungan hidup alga laut adalah berkisar 0,01 – 0,56 ppm.
7. CO2
Karbon dioksida CO2 yang di hasilkan oleh tanaman melalui proses
fotosintesis juga segera dapat terikat dengan unsur hidrogen membentuk asam
bikarbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa yang berperan pada sifat buffer air
laut dalam mencegah perubahan atau fluktuasi pH diperairan (Rusliani, 2011).
-
16
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Juli 2017 - 05 Agustus 2017 di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar Kec. Galesong Selatan Kab.
Takalar sebagai lokasi pemeliharaan Caulerpa lentillifera.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian No Nama Alat Kegunaan 1. Styrofoam Sebagai wadah penelitian Caulerpa lentillifera 2. Mistar Pengukur panjang serta lebar styrofoam 3. Selang aerasi Sebagai saluran oksigen 4. Sambungan selang Sebagai penyambung selang 5. Batu aerasi Sebagai penyuplai oksigen 6. Timbangan elektrik Untuk menimbang Caulerpa lentillifera 7. Thermometer Untuk mengukur suhu 8. pH meter Untuk mengukur pH air 9. Refractometer Untuk mengukur kadar garam/ salinitas air
10. Baskom/ember Untuk pergantian air 11. Bak fiber Untuk penampungan air laut 12. Kamera Untuk pengambilan dokumentasi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian No Nama Bahan Kegunaan 1. Tisu Sebagai pembersih alat/meresapkan air 2. Kertas label Penanda perlakuan 3. Air laut Sebagai media 4. Pecahan karang Sebagai substrat 5. Pasir Sebagai substrat 6. Caulerpa lentillifera Sebagai bahan penelitian
C. Persiapan Bibit
Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis lawi-lawi
Caulerpa lentillifera yang diambil langsung dari tambak pembudidaya di Laikkang
-
17
Kabupaten Takalar. Untuk menjaga kesegaran, bibit dimasukkan kedalam bak
pemeliharaan lawi-lawi di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar demi
untuk memperbaiki kualitas dan mutu bibit. C.lentillifera yang digunakan memiliki
umur yang sama serta memiliki massa basah dan kondisi yang sama seperti
pada (Gambar 1).
Gambar 1. Rumput laut Caulerpa lentillifera yang digunakan dalam penelitian
D. Wadah dan Media
Wadah yang digunakan pada metode percobaan ini adalah styrofoam
yang berukuran 38 cm x 25 cm (Gambar 2). Sebelum pengisian substrat terlebih
dahulu stirofoam dicuci menggunakan air laut kemudian diisi dengan masing-
masing komposisi substrat dasar (pasir dan pecahan karang) yang berbeda dan
telah di cuci terlebih dahulu serta direndam beberapa saat menggunakan larutan
klorin kemudian di cuci kembali menggunakan air laut lalu di rendam
menggunakan air laut yang di beri aerasi selama 24 jam agar sisa klorin dalam
pasir menguap kemudian pasir di cuci kembali dan di jemur menggunakan panas
sinar matahari.
-
18
Gambar 2. Wadah penelitian
Air yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air yang dipompa langsung
dari laut melalui sistem sumur baru dimasukkan pipa ke dalam galian tersebut
yang sudah di bungkus dengan saringan ijuk pada ujung pipa, terus dialirkan
melewati filter fisik dan kemudian di tampung ke tandon.
E. Penanaman Bibit
Penanaman bibit dilakukan pada waktu pagi hari, untuk menjaga
kestabilan suhu didalam wadah. Sebelum ditebar terlebih dahulu dipilah-pilah
lalu ditimbang hingga mencapai bobot 81 gram dengan menggunakan alat
timbangan elektrik. Sebagaimana pada metode pembibitan Glacillaria atau
cottoni, bibit bisa diperoleh juga dari tanaman lawi-lawi yang berumur minimal 20
hari dari petambak.
F. Pemeliharaan
Lawi-lawi yang sudah ditebar di dalam suatu wadah secara rutin dikontrol
untuk mengetahui kondisi perkembangannya, begitu juga kondisi kualitas air
dicek secara rutin dan perlu diketahui bahwa pada salinitas dibawah 20 ppt
warna akan berubah menjadi kuning dan lama kelamaan akan menyebabkan
kematian massal. Sehingga harus dijaga serta dipastikan salinitas/kadar
-
19
garamnya dipastikan diatas 25 ppt, pergantian airnya dilakukan satu kali dalam
dua hari terlebih dahulu air di dalam sterefoam dikeluarkan sebanyak 80%
dengan cara di siffon menggunakan selang yang berukuran kecil lalu kemudian
air yang baru dimasukkan ke dalam styrofoam menggunakan selang kecil.
G. Perlakuan, Tata letak dan Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan setiap perlakuan
masing-masing 4 ulangan. Dengan demikian penelitian ini terdiri atas 12 satuan
percobaan.
Perlakuan yang digunakan ini yaitu komposisi substrat yang terdiri dari
pasir + pecahan karang yang yang berbeda yang diambil dari lokasi 3 Balai
Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. Total komposisi substrat yang
digunakan yaitu sebanyak 1000 gram dan terlebih dahulu di timbang
menggunakan timbangan sebelum di masukkan ke dalam wadah sterofoam.
Komposisi substrat yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah sebagai
berikut:
A. Pasir + Pecahan karang = 75%+25% (750 gr + 250 gr) B. Pasir + Pecahan karang = 25%+75% (250 gr + 750 gr) C. Pasir + Pecahan karang = 50%+50% (500 gr + 500 gr) Berikut tata letak perlakuan selama penelitian pada (Gambar 3).
Gambar 3. Tata letak wadah perlakuan
CA A3 B3
C1B1C3
B2 B4 A2
A4C2A1
-
20
H. Pengukuran Peubah
Pengukuran Pertumbuhan
Pengukuran pertumbuhan thallus lawi-lawi Caulerpa lentillifera dilakukan
setiap dua minggu sekali dengan cara thallus diangkat dari wadah lalu ditiriskan
di atas tisu selama kurang lebih 1 menit agar air yang ada pada lawi-lawi
meresap pada tisu. Setelah itu lawi-lawi Caulerpa lentillifera ditimbang dengan
menggunakan timbangan elektrik dan di ukur panjang tallusnya menggunakan
mistar.
Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera ini di hitung dengan
menggunakan rumus Effendi (1997), yaitu:
W = Wt – Wo
Keterangan:
W = pertumbuhan mutlak (g) Wt = bobot akhir pengukuran (g) Wo = bobot awal lawi-lawi (g)
Laju Pertumbuhan Spesifik Mingguan
Laju pertumbuhan spesifik mingguan lawi-lawi dihitung dengan, rumus
yang di kemukakan oleh fortes (1999).
SGR = ×100
Keterangan:
SGR = laju pertumbuhan mingguan lawi-lawi (%hari) Wt = bobot awal lawi-lawi (g) Wo = bobot akhir lawi-lawi (g) t = lama pemeliharaan lawi-lawi (hari)
Pengukuran Karotenoid, Serat dan Abu
Pengukuran Karotenoid, Serat dan Abu dilakukan satu kali yakni pada
akhir penelitian dengan cara mengambil sampel lawi-lawi Caulerpa lentillifera
-
21
tersebut kemudian dimasukkan kedalam wadah yang telah disediakan kemudian
dibawah ke laboratorium untuk dilakukan pengukuran.
Kadar Karotenoid Pada Caulerpa
Pengukuran kadar karotenoid pada caulerpa dilakukan dengan cara
mengambil sampel kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel untuk
dilarutkan dengan larutan aseton sebanyak 10 mL. Selanjutnya di shaker
selama 20 menit dengan kecepatan 200 rpm, kemudian sampel tersebut
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu dilakukan proses centrifuge
selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Nilai absorbansi ekstrak
karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 460 nm.
Pengukuran kadar Karotenoid dilakukan sebelum dan sesudah pengkayaan.
Konsentrasi karotenoid dihitung dengan menggunakan formula menurut
Shahidi dkk., (1997) sebagai berikut :
%
Keterangan :
C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm) V = Volume ekstrak (ml) E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standart dalam aseton dan dalam 1 cm tabung kuvet = 2200 B = Berat sampel yang diekstrak (g berat basah) Kadar Serat pada Caulerpa
Pengukuran Serat pada Caulerpa dilakukan dengan cara mengambil
sampel kemudian ditimbang kurang lebih 0,5 gram ke dalam gelas piala setelah
itu tambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N refluks selama 30 menit. Tambahkan 15 mi
NaOH 1,5 N refluks selama 30 menit kemudian saring ke dalam sintered glas no.
1 sambil diisap dengan pompa vacuum setelah itu cuci berturut-turut dengan 50
-
22
cc air panas, 50 cc H2SO4 o,3 N, 50 cc air panas dan 50 cc alkohol setelah itu
keringkan dalam oven selama 8 jam atau dibiarkan bermalam dan di dinginkan
dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (a’ gram). Abukan dalam tanur
listrik selama 3 jam pada suhu 500 0C biarkan agak dingin kemudian masukkan
dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (b gram).
Perhitungan :
%
Keterangan:
a = sintered glass setelah di oven dan desikator b = sintered glass dari tanur + desikator
Pengukuran Serat Abu
Cawan perselin bersama contoh dalam penetapan kadar air dimasukkan
ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 0C kemudian dibiarkan selama 3 jam
sampai menjadi abu betul (untuk mempercepat proses pengabuan sekali-kali
tanur dibuka) dibiarkan agak dingin selama 30 menit setelah itu masukkan ke
dalam eksikator selama ½ jam kemudian timbang (d gram). Kadar abu di hitung
menggunakan rumus,
% %
Keterangan:
a = berat cawan kosong pada penetapan kadar air b = berat cawan + contoh pada penetapan kadar air d = cawan + sampel setelah tanur
Pengukuran Kualitas Air
Dilakukan pengukuran parameter kualitas air sebagai data penunjang
seperti salinitas yang diukur menggunakan alat Refractometer, pH diukur dengan
-
23
menggunakan alat pH meter, Suhu air diukur dengan alat termometer.
Pengukuran ini akan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi 06.00 dan
pada waktu siang 14.00 terutama pada saat akan dilakukan pergantian air.
Sedangkan CO2, NH3, NO3, dan PO4 diukur pada awal dan akhir penelitian dan
dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Unhas.
I. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA),
dilanjutkan dengan uji lanjut W-Tukey. Hasil yang diperlihatkan menunjukkan
pengaruh yang nyata, sehingga dilanjutkan dengan menggunakan uji W-Tukey.
Sebagai alat bantu untuk uji statistik tersebut di gunakan piranti lunak program
SPSS versi 16.0. Adapun parameter karotenoid, serat, abu, dan kualitas air
dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan pertumbuhan Caulerpa
lentillifera.
-
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Mutlak
Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan mutlak (Lampiran 1) rumput
laut C.lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan rata-rata
pertumbuhan mutlak C.lentillifera yang di pelihara selama 30 hari pemeliharaan
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Histogram rata-rata pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian.
Hasil analisis ragam (ANOVA) (Lampiran 2), terlihat bahwa rata-rata
pertumbuhan yang di hasilkan berbeda nyata untuk perlakuan pada taraf 5 %
(P
-
25
perlakuan Pasir 75% + Pecahan karang 25% yaitu 63,42gr, dan relatif yang
terendah terdapat pada perlakuan Pasir 50% + Pacahan Karang 50% yaitu
48,52gr. Menurut Mubarak dan Wahyuni (1961) tipe substrat yang paling baik
bagi pertumbuhan alga laut adalah campuran pasir,karang, dan pecahan karang.
Besarnya pertumbuhan bobot mutlak pada perlakuan Pasir 25% +
Pecahan Karang 75% diduga karena C.lentillifera memperoleh suplay nutrien
yang banyak sehingga mempercepat pertumbuhannya. Komposisi substrat pada
perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% tidak menyebabkan kekeruhan
dan tidak menghambat penetrasi cahaya yang di butuhkan untuk fotosintesis.
Sediadi (2002) mengemukakan bahwa proses pertumbuhan C.lentillifera sangat
bergantung pada sinar matahari untuk melakukan fotosintesis. Geider dan
Osbome (1992) juga menyatakan bahwa proses fotosintesis dapat memacu
aktivitas pembelahan sel, sehingga terjadi pelebaran dan perpanjangan sel,
dimana pada akhirnya Caulerpa cenderung bertumbuh dan berkembang.
Menurut Dawson (2004) bahwa pantai terumbu karang merupakan
tempat hidup yang baik bagi sejumlah besar spesies Caulerpa dan hanya sedikit
hidup di pantai yang dominan berpasir dan berlumpur. Dawes (1981) juga
menyatakan bahwa tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan Caulerpa
adalah campuran pasir dan pecahan karang, karena substrat tersebut dapat di
lalui oleh arus yang sesuai bagi pertumbuhan Caulerpa.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (1993) bahwa sedikitnya alga
laut yang terdapat pada perairan dengan dasar pasir atau berlumpur, disebabkan
karena terbatasnya benda keras yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya.
Susunan kimia dari substrat tidak mempengaruhi kehidupan alga laut, hanya
sebagai tempat melekatnya alga laut, pada dasar perairan.
-
26
Alga melekatkan dirinya pada substrat dengan perantaran organnya
yang disebut dengan tingkat kecerahan perairan. Perairan dengan dasar karang
atau karang mati biasanya memiliki kejernihan air yang relatif baik. Hal ini cukup
penting bagi berlangsungnya fotosintesis alga. Dasar perairan yang keras,kokoh
dan kuat tidak dapat di pindahkan oleh gelombang atau pengaruh lain, seperti
batu-batuan dan batu karang yang baik bagi kehidupan alga yang merupakan
bagian terbesar dari vegetasi laut (Atmajaya, 1999).
B. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian
Laju pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera yang di pelihara dengan
komposisi substrat yang berbeda-beda dan dengan lama pemeliharaan selama
30 hari dapat di lihat pada Lampiran 4. Sedangkan rata-rata pertumbuhan
spesifik harian C.lentillifera dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Histogram rata-rata pertumbuhan spesifik harian Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian.
Hasil analisis ragam (ANOVA) pada (Lampiran 5), berbeda dengan
pertumbuhan mutlak komposisi substrat yang berbeda, dimana hasil analisis
ragam pada pertumbuhan spesifik harian tidak memberikan pengaruh yang
nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan komposisi substrat
12
12,5
13
13,5
14
14,5
Pasir 75% +Pecahan Karang
25%
Pasir 25% +Pecahan Karang
75%
Pasir 50% +Pecahan Karang
50%
13,91 ± 0,72
14,44 ± 0,91
12,86 ± 0,78
Rata‐Rata Pe
rtum
buha
n Spesifik ha
rian
(%)
Perlakuan Caulerpa lentillifera
Laju Pertumbuhan Spesifik Harian
-
27
berbeda yang di cobakan memberi pengaruh yang sama terhadap tingkat
pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai hasil rata-rata
pertumbuhan spesifik harian C.lentillifera memiliki nilai yang yang berbeda-beda
pada setiap perlakuan, pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75%
memiliki nilai yang tertinggi yaitu 14,44%, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir
75% + Pecahan Karang 25% dengan nilai 13,91%, sedangkan nilai
pertumbuhan spesifik harian terendah yaitu terdapat pada perlakuan Pasir 50%
+ Pecahan karang 50% dengan nilai 12,86%.
C. Karotenoid
Data hasil analisis kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada
setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Histogram kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan.
Kandungan karotenoid tertinggi pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan
Karang 50% yaitu sebesar 1,545 ppm, kemudian disusul oleh perlakuan Pasir
25% + Pecahan Karang 75% yaitu sebesar 1,529 ppm, dan yang terendah yaitu
pada perlakuan Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 1,485 ppm.
1,441,461,481,5
1,521,541,56
Pasir 75% +Pecahan Karang
25%
Pasir 25% +Pecahan Karang
75%
Pasir 50% +Pecahan Karang
50%
1,485
1,5291,545
Kand
ungan Ka
roteno
id (p
pm)
Perlakuan Caulerpa lentillifera
Karotenoid
-
28
Perbedaan - perbedaan kandungan karotenoid setiap perlakuan disebabkan
adanya perbedaan respon komposisi substrat yang digunakan pada media
pemeliharaan C. lentillifera. Tingginya kandungan karotenoid yang terdapat
dalam tubuh C. lentillifera, yakni sebesar 1,545 ppm, hal tersebut dapat
menggangu pertumbuhan C. racemosa. Hal ini dipertegas oleh Meyers dan
Latscha (1997 dalam Dasep dkk, 2014), bahwa meskipun karotenoid dikonversi
menjadi vitamin A dalam tubuh, namun jika dosisnya melebihi kebutuhannya
dapat menyebabkan per-tumbuhan lambat. Selain itu, karotenoid yang berlebih
dalam tubuh C. lentillifera dapat berakibat pada menurunnya pertumbuhan.
Selanjutnya dikatakan bahwa karotenoid merupakan substansi penting yang
harus terdapat dalam tubuh, namun ketersediaan-nya tetap dalam kondisi
optimal. Fungsi karotenoid adalah melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi
dengan mengikat molekul oksigen bebas yang di hasilkan dalam proses
hidrolisis (Kabinawa, 2006).
Karotenoid tersusun atas β-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin dan
cryptoxanthin. β-karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid
yang banyak ditemukan pada rumput laut. Karotenoid merupakan senyawa C40
dan tetrapenoid yang terdapat dalam plastisida jaringan rumput laut yang
melakukan fotosintesis. Dalam kloroplas, karotenoid berfungsi sebagai pigmen
asesoris dalam pengambilan cahaya (Winarsi,2007).
Rumput laut hijau secara umum mengandung senyawa klorofil a dan b
serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Tamat
dkk.,2007). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi
radikal bebas.Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan
manusia, dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat
merugikan kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan
memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Dengan potensi ini
-
29
rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat
untuk kesehatan manusia. Salah satu jenis rumput laut hijau yang sangat
potensial adalah Caulerpa sp, yang memiliki banyak manfaat bagi kebutuhan
manusia khususnya sebagai bahan makanan (kandungan gizi yang cukup tinggi
yakni sebagai sumber protein nabati, karbohidrat, mineral maupun vitamin
(Kepel, 2001; Turangan, 2001; BBRP2BKP, 2010).
D. Serat
Data hasil analisis kandungan serat Caulerpa lentillifera pada setiap
perlakuan dapat di lihat pada Gambar 7.
‘Gambar 7. Histogram kandungan serat Caulerpa lentillifera pada setiap perlakuan (% berat kering).
Kandungan serat tertinggi terdapat pada perlakuan Pasir 25% +
Pecahan Karang 75% yaitu sebesar 5,70%, kemudian disusul dengan perlakuan
Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 5,48%, dan yang terendah
terdapat pada perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar
5,03%. Menurut Chaidir (2007), kandungan serat rumput laut adalah 9,62% dari
100 gram berat kering. Komponen dari serat kasar ini tidak mempunyai nilai gizi
4,64,85
5,25,45,65,8
Pasir 75% +Pecahan Karang
25%
Pasir 25% +Pecahan Karang
75%
Pasir 50% +Pecahan Karang
50%
5,485,7
5,03
Kand
ungan Serat (%)
Perlakuan Caulerpa lentillifera
Serat
-
30
akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses pencernaan agar dapat
memudahkan proses pencernaan di dalam tubuh tersebut lancar (peristaltic)
(Hermayati dkk, 2006). Jumlah serat kasar merupakan jumlah dietary fiber dan
fungsional fiber. Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat bagi
manusia yang menderita obesitas dan diabetes melitus. Sifat fisikokimia dari
serat alga sama dengan serat yang tersedia pada makanan komersial yang kaya
akan serat (Venugophal, 2010).
E. Kadar Abu
Data hasil analisis kandungan kadar abu Caulerpa lentillifera pada
setiap perlakuan dapat di lihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kandungan kadar abu C.lentillifera pada setiap perlakuan (% berat kering).
Kandungan kadar abu tertinggi yang di peroleh terdapat pada perlakuan
Pasir 75% + Pecahan Karang 25% yaitu sebesar 52,79%, kemudian disusul oleh
perlakuan Pasir 50% + Pecahan Karang 50% yaitu sebesar 52,24%, dan yang
terendah terdapat pada perlakuan Pasir 25% + Pecahan Karang 75% yaitu
sebesar 51,03%. Kadar abu pada rumput laut jauh lebih besar bila dibandingkan
5050,551
51,552
52,553
Pasir 75% +Pecahan Karang
25%
Pasir 25% +Pecahan Karang
75%
Pasir 50% +Pecahan Karang
50%
52,79
51,03
52,24
Kand
ungan Ab
u (%
)
Perlakuan Caulerpa lentillifera
Kadar Abu
-
31
dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada rumput laut terdiri dari
makro-mineral dantrace element (Mayer et al.,2011).
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran suatu bahan organik.
Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi merupakan unsur mineral yang
terdapat dalam suatu bahan makanan yang dalam proses pengabuan, unsur-
unsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti
fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan organik lain dalam proses ini
akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut Winarno (1996) rumput laut kaya
akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila
kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung
didalamnya juga tinggi.
F. Parameter Kualitas Air
Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada
(Tabel 3).
Tabel 3. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air sebelum dan sesudah penelitian.
NO Parameter Satuan Hasil Pengukuran Awal Akhir
1 Suhu 26o – 31o 2 Salinitas ppt 30 - 35 3 pH 7-8,1 4 Nitrat (NO3) ppm 0.114 0.054 5 Fosfat ppm 0.05 tt 6 Ammonium ppm 0.003 0.009 7 CO2 ppm tt tt
1. Suhu
Berdasarkan data yang di peroleh, suhu air media selama penelitian
berlangsung berkisar antara 26oC – 31oC, kisaran tersebut masih dianggap layak
untuk mendukung kehidupan C.lentillifera. Hal ini sesuai dengan pendapat
Monoarfa (2002), yang menyatakan bahwa C.lentillifera dapat mencapai
-
32
pertumbuhan yang optimal pada suhu 20oC – 31oC dan laju pertumbuhan mulai
menurun pada suhu di bawah 20oC – 32oC.
2. Salinitas
Kisaran salinitas yang di peroleh selama penelitian berkisar 30-35 ppt,
nilai kisaran ini masih layak untuk pertumbuhan C.lentillifera, hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Carruters dkk., (1993), bahwa C.lentillifera dapat tumbuh
dengan baik pada perairan yang tenang dengan kisaran salinitas 25-35 ppt.
3. pH
Derajat keasaman (pH) air merupakan indikator yang di gunakan untuk
menentukan keasaman dan kebasaan air. pH air media yang terukur selama
penelitian berkisar antara 7,0 – 8,1, kisaran ini masih berada dalam batas normal
untuk mendukung pertumbuhan C.lentillifera. Hal ini dipertegas oleh Setiaji dkk.,
(2012), bahwa pH air laut dengan kisaran sekitar 8,0-8,7 sangat layak untuk
pertumbuhan C.lentillifera.
4. Nitrat
Berdasarkan data nitrat yang di peroleh pada penelitian ini yaitu berkisar
0.114-0.054. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen diperairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kisaran data nitrat yang
di dapat pada penilitian ini sudah cukup optimal untuk pertumbuhan alga laut
yang membutuhkan kisaran nitrat sebesar 0.9 – 3.5 ppm (Atmadja,1996).
5. Fosfat
Fosfat sangat di butuhkan oleh C.lentillifera untuk tumbuh, berkembang
dan bereproduksi. Kisaran fosfat yang optimal untuk menunjang pertumbuhan
alga adalah berkisar antara 0.1 – 3.5 ppm (Kapraun 1987). Namun setelah
dilakukan pengukuran kualitas air selama penelitian adapun fosfat yang
-
33
terdeteksi nilainya sangat rendah hingga tidak terdeteksi atau di bawah rata-rata,
setelah sampel air diuji di laboratorium kualitas air. Hal ini bisa terjadi karena
tingkat ketelitian alat yang di gunakan cukup rendah sehingga sulit untuk
mendeteksi kandungan fosfat dalam sampel air.
6. Ammonium
Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam perairan
yang berasal dari organisme akuatik. Berdasarkan data amoniak yang di peroleh
pada penelitian ini yaitu berkisar 0.003 – 0.009. kisaran tersebut termasuk dalam
kategori yang rendah. Menuru Andarias (1992), bahwa kadar amoniak yang baik
untuk kelangsungan hidup alga laut adalah berkisar 0.01-0.03 ppm. Hal ini
dikemukakan oleh Setiaji (2012), bahwa kandungan amoniak yang baik untuk
pertumbuhan C.lentillifera yaitu sekitar 0.5 ppm.
7. CO2
Karbon dioksida CO2 selama penelitian ini tidak terdeteksi atau di bawah
rata-rata, setelah diuji di laboratorium kualitas air. Salah satu sebab kandungan
karbon dioksida (CO2) di perairan sulit terdeteksi karena karbon dioksida segera
di pakai atau di serap oleh rumput laut untuk melakukan proses fotosintesis.
-
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh komposisi substrat
terhadap pertumbuhan, kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan
abu anggur laut pada wadah terkontrol dapat disimpulkan bahwa:
Pertumbuhan mutlak relatif yang tertinggi yaitu terdapat pada
perlakuan 25% pasir + 75% pecahan karang dan terendah terdapat
pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang.
Kandungan karotenoid yang tertinggi terdapat pada perlakuan 50%
pasir + 50% pecahan karang yaitu sebesar 1,545 mg/l dan yang
terendah terdapat pada perlakuan 75% pasir + 25% pecahan
karang yaitu sebesar 1,485 mg/l.
Kandungan serat yang tertinggi terdapat pada perlakuan 25% pasir
+ 75% pecahan karang yaitu sebesar 5,70% dan yang terendah
terdapat pada perlakuan 50% pasir + 50% pecahan karang yaitu
sebesar 5,03%.
Kandungan kadar abu yang tertinggi terdapat pada perlakuan 75%
pasir + 25% pecahan karang yaitu sebesar 52,79% dan yang
terendah terdapat pada perlakuan 25% pasir + 75% pecahan
karang yaitu sebesar 51,03%.
B. Saran
Pada pemeliharaan anggur laut agar mendapatkan hasill
pertumbuhan yang optimal di sarankan menggunakan komposisi substrat
25% pasir + 75% pecahan karang.
-
35
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, E., L. B. M. Ellis dan L. E. Williams, 1988. Ilmu Biofisika. Penerbit
Airlangga Uniersity Press. Surabaya. Halaman 454-477.
Alamsjah, M.A., O. N. Ayuningtiaz, dan Sri Subekti. 2010. Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap Pertumbuhan dan Klorofil a Graciliria verrucosa Pada Sistem Budidaya Indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2(1)
Andarias, I. 1992. Pengaruh Takaran Urea dan TSP Terhadap Produksi Bobot Kering Klekap. Ilmu Perikanan dan Peternakan.
Aslan, L.M, 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 20-43.
Asnawi, S. 1996. Pemeliharaan Ikan Dalam Karamba. PT. Gramedia.
Atmadja, W. S., A. Kadi, Sulistijo dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah (Rhodophyta). Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta. Desember 1996. Hal 191.
Atmajaya, W.S., 1999. Sebaran dan Beberapa Aspek Vegetasi Rumput Laut (Makro Alga) Di Perairan Terumbu Karang Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta
Balai Besar Riset Pengolahan Produkdan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP), 2010. Manfaat dan Kandungan Kimia Caulerpa.
Britton G. SL Jensen, H Pfander. 1995. Carotenoids (IA): Isolation and Analysis. Birkhauser Verlag, switserland.
Carruthers TJB, Walker DI and Huisman JM. 1993. Culture studies on two morphological types of Caulerpa (Chlorophyta) from Perth, Western Australia, with a description of a new species. Botanica Marina 36:589-596
Dasep Hasbullah, dkk. 2014. Implementasi Berbagai Jenis Substrat Dasar Sebagai Media Produksi Lawi-Lawi Caulerpa sp. Jurnal Octopus. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar.
Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. Universitas of South Florida. New York.
Dawson, E.Y. 2004. How to Know The Sweed. W.M.C. Brown Dubuque, Lowa. 270 p.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia
Fritz, G.J. 1986. The Structure and Reproduction of The Algae Volume 2. Vicas Publisher House.
Ismail, W. Dan E. Pratiwi. 2002. Budidaya Laut Menurut Tipe Perairan. Warta Penelitian perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. 8(2) : 8-12.
Kabinawa, I. N. K., 2006.Sprirulina Ganggang Penggempur Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 10
-
36
Kadi, A. Dan W.S. Atmaja. 1988. Rumput Laut (Algae) : Jenis, Reproduksi-Produksi, Budidaya dan Pasca Panen Poslitbang Oseanologi, Jakarta.
Kapraung, D.F. 1987. Fieled and Culture Studients On Selected Nort California Polysiphonia, Botanica Marina11:143-153
Kepel, R.C .2001 .Kandungan Nutrisi Alga Hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J. Agardh Yang Diambil Dari Perairan Tongkeina, Manado. Jurnal Perikanan. UNSRAT.
Lee, F.A. 1999. Basic Food Chemistry. The Avi Publishing Company, Inc., New York.
Lobban, C.S. dan P.J. Harrison. !994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Australia. 299 hal.
Luning, K. 1990. Seweed. A Wiley-Interscience Publication. New York. USA.
Maslukah, L., Rudiana, E., Pringgenies, D. 2004. Kajian tentang kandungan iodium pada ekstrak beberapa jenis rumput laut di perairan Jepara dan sekitarnya. Abstrak. Universitas Diponegoro. Semarang. 1 Hlm.
Mayer, A.M.S., Rodriguez., A.D., Berlinck, R.G.S, Fusetani, N., 2011. Marine pharmacology Marine pharmacology in 2007-8: Comparative Biochemistry and Physiology. 191-222.
Monoarfa, M. 2002. http://www.pascaunhas.net/jurnal pdf/sci 3 3/winarni.pdf.
Mubarak, H. Dan I. Wahyuni. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut di Perairan Lorok, Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Bull. Pen. Perikanan, I(2): 157-166.
Mustofa.2013. Efek Spektrum Cahaya terhadap Pertumbuhan Gracilaria verrucosa. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jember, 53 hlm.
Nontji, A. 1993. Fotosintesis Pada Fitoplankton Laut. Tinjauan Fisiologi dan Ekologi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Nontji, A. 1993.Laut Nusantara. Cetakan kedua. Djambatan, Jakarta.
Paul VJ, Hay ME. 1986. Seawed susceptibility to herbivory chemical and correlates. Marine Ecology Press Series 33:255-264
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Sream Standard for Tropical Countries. Intern Research Report. ATT. Bangkok.
Piazzi, L., Balata, D., Cecchi, Enrico and Cinelli, F. 2002. ThreastMacroalgae Diversity: Effect of The Introduced Green Alga Caulerpa in the Mediterinean. Mar.Ecol.Prog. Ser. 210: 149-159
Pong-Masak, P.A., Mansyur, A., Rachmansyah. 2007. Rumput Laut Jenis Caulerpa dan Peluang Budidayanya di Sulawesi Selatan. Media Akuakultur, 2 (2):80-85 Hlm.
Rusliani. 2011. 4_Studi_Kondisi_Kualitas_Air_Budidaya_Rumput_Laut.
-
37
Saptasari. 2010. Variasi Ciri Morfologi dan Potensi Makroalga Jenis Caulerpa di Pantai Kondang Merak Kabupaten Malang. El-Hayah. 1(2): 19-22.
Seaweed Industry Association. 2014. Caulerpa lentillifera [Online]. https://en.wikipedia.org/wiki/Caulerpa_lentillifera [diakses pada 2 April 2017]
Setiaji, K., G.W. Santosa dan Sunaryo. 2012. Pengaruh Penambahan Npk dan Urea Pada Media Air Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa Racemosa var. Uvifera. Journal of Marine Research. 1(2): 45-50.
Silva, Paul C. 2003. Historical overvie of the genus Caulerpa. CryptogamieAlgologie 24 (1):33-50
Soegiarto, A. Sulistijo, W.S. Atmadja. H. Mubarak. 1987. Rumput Laut (Alga) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. LON-LIPI, Jakarta.
Sulistijo.1986. Penelitian Budidaya Rumput Laut (Algae Makro/Seaweed) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Penelitian Utama Bidang Akuakultur, Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI.
Suniti, N dan I.K. Suada. 2012. Kultur In-Vitro Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) dan Identifikasi Jenis Mikroba yang Berasosiasi. Jurnal Agrotrop. 2(1) : 85 – 89.
Supriadi, 2010. Pertumbuhan dan kandungan karotenoid lawi-lawi (Caulerpa racemosa) dengan substrat dasar yang berbeda di dalam wadah terkontrol [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar.63 hal.
Tamat, S.R., Wikanta, T., dan Maulina, L.S.,2007, Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulate Forsskal, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 5 (1):31-36.
Toha, A. H. A., 2001. Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hal 93-94
Turangan, F.A.C. 2001. Pertumbuhan, Variasi Intraspesifik, Biomassa Total dan Kandungan Nutrisi Alga Hijau Caulerpa racemosa (Forsskal) J.Agardh di Perairan Tongkaine, Kota Manado Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan–UNSRAT.
Venugopal, S. 2010. Food and Nutrition Departement, Faculty of family and Community.
Winarno, 1991.Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Sinar Harapan, Jakarta.
Winarsi, H., 2007. Antioksidan dan Radikal Bebas.Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal 155-163
Yuan X. 2006. Evaluation on Antioxidant ActivitesOf The Saybean Oils And Guns (Thesis) Losiana. DepartementOf Food Science Lousiana State University. Lousiana.
Zipcodezoo.com. Klasifikasi Caulerpa lentillifera. Diakses pada 4 November 2017
-
38
Lampiran
Lampiran 1. Rata-rata pertumbuhan mutlak (gram) Caulerpa lentillifera
Perlakuan Hari ke-0 (gram)
Hari ke-15 (gram)
Hari ke-30 (gram)
W (pertumbuhan
mutlak) (gram)
A1 81 113,6 129,8 48,8 A2 81 121,3 146,0 65 A3 81 120,2 150,5 69,5 A4 81 120,4 151,4 70,4
Rata-rata 81 475,5 577,7 63,42 B1 81 142,9 185,3 104,3 B2 81 136 154,3 73,3 B3 81 125,5 170 89 B4 81 115,7 134,9 53,9
Rata-rata 81 520,1 644,5 80,12 C1 81 110,7 118,1 37,1 C2 81 105,8 125,3 44,3 C3 81 124,8 128,5 47,5 C4 81 104,6 146,2 65,2
Rata-rata 81 445,5 518,1 48,52
Lampiran 2. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan bobot mutlak Caulerpa lentillifera
pertumbuhanMutlak
Jumlah Kuadrat Df
Rata-rata Kuadrat F hitung Signifikan
Pertumbuhan 1999.280 2 999.640 4.230 .051
Galat 2126.943 9 236.327
Total 4126.222 11
-
39
Lampiran 3. Uji lanjut w-Tuckey pertumbuhan mutlak Caulerpa lentillifera Tukey HSD
(I) Substrat Perlakuan Lisih (I-J)
Std. Kesalaha
n Sig.
95% Interval Kepercayaan
Batas Terendah
Batas Tertinggi
75% dan 25% 25% dan 75% -16.70000 10.87030 .320 -47.0499 13.6499
50%dan 50% 14.90000 10.87030 .395 -15.4499 45.2499
25% dan 75% 75% dan 25% 16.70000 10.87030 .320 -13.6499 47.0499
50%dan 50% 31.60000* 10.87030 .042 1.2501 61.9499
50%dan 50% 75% dan 25% -14.90000 10.87030 .395 -45.2499 15.4499
25% dan 75% -31.60000* 10.87030 .042 -61.9499 -1.2501
*. Perbedaan signifikan rata-rata pada level 0.05
Tukey HSD
Substrat N
Subset for alpha = 0.05
1 2
50%dan 50% 4 48.5250
75% dan 25% 4 63.4250 63.4250
25% dan 75% 4 80.1250
Sig. .395 .320
Tampilan rata-rata group dalam sabset homogen.
-
40
Lampiran 4. Rata-rata pertumbuhan spesifik harian (%) Caulerpa lentillifera Perlakuan Hari ke-0
(gram) Hari ke-15
(gram) Hari ke-30
(gram) SGR
(pertumbuhan spesifik
mingguan) (%)
A1 81 113,6 129,8 12,95 A2 81 121,3 146,0 13,91 A3 81 120,2 150,5 14,13 A4 81 120,4 151,4 14,18
Rata-rata 81 475,5 577,7 13,79 B1 81 142,9 185,3 15,49 B2 81 136 154,3 14,31 B3 81 125,5 170 14,69 B4 81 115,7 134,9 13,29
Rata-rata 81 520,1 644,5 14,44 C1 81 110,7 118,1 12,04 C2 81 105,8 125,3 12,63 C3 81 124,8 128,5 12,86 C4 81 104,6 146,2 13,92
Rata-rata 81 445,5 518,1 12,86
Lampiran 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap pertumbuhan spesifik harian
Caulerpa lentillifera
LajuPertumbuhan
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.194 2 2.597 3.951 .059
Within Groups 5.916 9 .657
Total 11.110 11
-
41
Lampiran 6. Data kualitas air
Parameter Nilai Kisaran Kisaran Optimal
Sumber A B C
Suhu (oC) 26o – 31o 27o – 31o 26o – 31o 20o – 31o Monoarfa (2002)
Salinitas (ppt)
30 - 34 30 - 35 30-35 25-35 Carruters dkk.,(1993)
pH 7 - 8,1 7 - 8,1 7-8,1 8,7 Setiaji dkk.,(2012)
Nitrat (ppm) 0,90 - 0,54 0,114 – 0,40 0,89 – 0,50 0,9-3,5 Atmadja (1996)
Fosfat (ppm)
tt 0,05 tt 0,1-3,5 Kapraun (1987)
Amoniak (ppm)
0,003-0,005 0,003-0,007 0,005-0,009 0,01-0,03 Andarias (1992)
CO2 (ppm) tt tt tt - -
2. bagian depandkp skripsi fikksssisi skripsi fiks