2006dku

154
MODEL INDUSTRI PERIKANAN BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA DJOKO KUSYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Upload: arief-budi-purwanto

Post on 08-Feb-2016

88 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2006dku

MODEL INDUSTRI PERIKANAN BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

DJOKO KUSYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006

Page 2: 2006dku

ABSTRAK

DJOKO KUSYANTO. Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh: M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan dan Soepanto.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari setiap faktor-faktor tersebut dan (2) merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi. Tujuan pertama dilakukan melalui tahapan analisis untuk mendeteksi (1) pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (2) pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (3) pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (4) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (5) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPS; (6) pengaruh kinerja pelayanan PPS terhadap lingkungan industri perikanan (LIP); (7) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (8) pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (9) pengaruh pelayanan PPS terhadap kinerja industri perikanan (KIP); (10) pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (11) pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (12) pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing global industri perikanan (DSG); (13) pengaruh pelayanan PPS terhadap daya saing global industri perikanan (DSG). Pemodelan industri perikanan dengan studi kasus PPS Nizam Zachman Jakarta ini menerapkan pendekatan Structural Equation Model (SEM), yaitu sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan antara variabel yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit ini dapat mencakup satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) model industri perikanan berbasis PPS yang dibangun dengan delapan faktor ini dapat digunakan untuk merencanakan dan meramalkan pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global karena memenuhi kriteria goodness of fit yang dipakai, yaitu nilai Chi-square, peluang (probability), RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, dan PGFI. Selanjutnya, telah dibuktikan bahwa ke 8 (delapan) faktor tersebut (faktor II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP, dan DSG) saling berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi kinerja faktor lainnya dan besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada besaran perubahan nilai faktor/ variabel. Model industri perikanan ini dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan industri perikanan memasuki pasar global pada pelabuhan perikanan samudera lainnya dengan menambah, mengurangi atau mengubah variabel pembentuk faktor pada lingkungan industri, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS, kinerja industri. Penambahan variabel tersebut tetap harus didasarkan pada telaah pustaka yang cermat mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.

Kata kunci : model, industri perikanan, pelabuhan perikanan samudera, globalisasi,

PPS Nizam Zachman Jakarta

Page 3: 2006dku

ABSTRACT DJOKO KUSYANTO. 2006. A Model of Fishery Industry in Ocean Fishing Port towards Globalization. Under supervision of M. Fedi A. Sondita, Daniel R. Monintja, John Haluan and Soepanto.

The objectives of this research are: (1) to analyze factors determining performance of fishery industries and to identify significant variables of each factor, (2) to formulate strategies for developing fishery industries in an ocean fishing port. The first objective was achieved by conducting a series of analysis to identify: (1) influence of internal industries (II) on fishery industry environment (LIP), (2) influence of external industries (EI) on fishery industry environment; 3) influence of economic environment (LE) on fishery industry environment; 4) influence of government policy (KB) on fishery industry environment; 5) influence of government policy on fishing port services (PEL) ; 6) influence of fishing port service on fishery industry environment; 7) influence of government policy on fishery industry performance (KIP); 8) influence of fishery industry environment on fishery industry performance; 9) influence fishing port services on fishery industry performance; 10) influence of government policy on global competitivenes (DSG); 11) influence of fishery industry performance on DSG; 12) influence of fishery industry environment on DSG; 13) influence of fishing port services on DSG. This modeling analysis of the industry (with a case of Nizam Zachman Jakarta Fishing Port) applied structural equation model (SEM) approach, a statistical analysis for simultaneously testing various relationships constructed with complex variables of indicators.

This research concluded that: 1) the model of the fishery industry in the Jakarta fishing port constructed with 8 factors can be used to plan and predict fishery industry development to face and compete in global trading since the model fulfill all criteria of goodness of fit (Chi-square, probability, RMSEA, GFI, AGFI, NFI, CFI, IFI, PGFI); 2) Strong relationships among all the factors were identified, it means any significant change in one factor will affect the other factors; 3) the model can be used to explore and formulate development strategies for other ocean fishing ports, but modification of variables of indicators for each factor may be needed since their characteristics are different from the Jakarta fishing port. Keywords : Model, fishery industry, ocean fishing port, globalization,

Jakarta fishing port

Page 4: 2006dku

MODEL INDUSTRI PERIKANAN BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA MEMASUKI ERA GLOBALISASI: KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA

OLEH:

DJOKO KUSYANTO

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 5: 2006dku

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya

dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

Page 6: 2006dku

i

LEMBAR PENGESAH AN

Judul : Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta

Nama : Djoko Kusyanto

NRP : C 526010154

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc Ketua

Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc Anggota

Prof. Dr. Daniel R. Monintja Anggota

Prof. Dr. Ir. Soepanto,MM Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc

Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS Ujian Tanggal : 13 Oktober 2006

Tanggal Lulus :

Page 7: 2006dku

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Djoko Kusyanto, dilahirkan di Blitar Propinsi Jawa Timur,

pada tanggal 19 Mei 1949, Putra ke tujuh dari sebelas bersaudara dari pasangan

alm. Suyudi dan alm. Kustinah

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Utomo Rini Blitar

lulus tahun 1956, pendidikan Sekolah Rakyat Kepanjen Lor I Blitar lulus tahun

1962, lulus dari SMP Negeri I Blitar, tahun 1965. Lulus SMA Negeri 1 Blitar tahun

1968, Lulus Sarjana Perikanan Universitas Diponegoro melalui program Afiliasi

dengan Institut Pertanian Bogor pada tahun 1976.

Tahun 1996 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang S2 di Program Studi MM IPWI Jakarta Lulus Tahun 1998.

Pada September 2001 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi

ke Jenjang S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan. Penulis saat ini bekerja

sebagai Direksi Perum Prasarana Perikanan Samudera Sebagai Direktur

pengembangan dan tata pelabuhan. Penulis menikah dengan Sri Lestari, BSc

dan telah dikarunia tiga orang anak Ika Hayu Listianti (sekarang sedang

menyelesaikan pendidikan dokter di Universitas Islam Sultan Agung/UNISSULA),

Rio Hayu Dyanto (sekarang sedang menyelesaikan program sarjana Teknik Sipil

Universitas Islam Sultan Agung/ UNISSULA), alm Niko Hayu Dyanto (meninggal

tahun 2001 pada usia 14 tahun) .

Page 8: 2006dku

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa penulis panjatkan, karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah–Nyalah sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih untuk disertasi ini adalah “Model Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era Globalisasi: Kasus Nizam Zachman Jakarta”.

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bahan pertimbangan untuk pengambil kebijakan pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan usaha perikanan. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang setulusnya dan penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja serta Bapak Prof. Dr. Ir. Soepanto, MM atas arahan dan masukan dalam penulisan disertasi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Budi Wiryawan, Bapak Prof. Dr. Lachmuddin Sya’rani, serta Bapak Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc atas masukan serta saran-saran dalam ujian tertutup dan terbuka. Demikian pula kepada Bapak Ir. Agus Suherman, MSi dan Bapak Drs. Suharnomo, M.Si ; Ibu Erna Iyasin selaku Sekretaris Direktorat Pengembangan dan Tata Pelabuhan PERUM PPS serta bantuan teman-teman yang belum sempat disebutkan satu persatu dalam membantu peneliti menyelesaikan pembuatan disertasi Ucapan terima kasih kami tujukan pula kepada keluarga penulis (Isteri, anak- anak, menantu dan cucu) yang telah memberikan dorongan serta pengorbanan waktu yang diberikan selama penulis melakukan studi dan penelitian. Demikian juga penulis ucapkan terima kasih kepada para pengusaha industri perikanan yang berada di kawasan PPSNZ Jakarta yang telah bersedia membantu dan memberikan data serta informasi tentang kegiatan perusahaannya untuk pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada para pejabat dari berbagai instansi di lingkungan PPSNZ Jakarta serta instansi terkait diluar PPSNZ Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih belum sempurna, untuk itu saran dan masukan-masukan yang membangun sangat penulis harapkan, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, September 2006

Djoko Kusyanto

Page 9: 2006dku

iii

DAFTAR ISI Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii

1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 7 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 10 1.5 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 11

2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 13 2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan

Industri ............................................................................................. 13 2.2 Lingkungan Industri Perikanan.................................................... .... 16

2.2.1 Internal Industri ........................................................................ 18 2.2.2 Eksternal Industri ..................................................................... 19 2.2.3 Lingkungan Ekonomi ............................................................... 20

2.3 Kebijakan Pemerintah...................................................................... 21 2.4 Kinerja Industri Perikanan................................................................ 23 2.5 Daya Saing Global Industri Perikanan........................................ ..... 24 2.6 Penelitian Terdahulu................................................................... ..... 25

3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 28 3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 28 3.2 Tatalaksana Penelitian ..................................................................... 35 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 37

3.3.1 Data Primer ............................................................................. 37 3.3.2 Data Sekunder ........................................................................ 38 3.3.3 Pengolahan Data Mentah ....................................................... 38

3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan .......................................... 38 3.5 Pengambilan Sampel ........................................................................ 39 3.6 Metode Analisis Data ........................................................................ 39 3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian............................................................. 40 3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Model / SEM) ... 41

4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 53 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 53

4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam mendukung pengembangan industri perikanan .................................................................... 53

4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta ......................................................... 55 4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta .................................................. 63 4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta ........................................................... 69 4.1.5 Industri Perikanan .................................................................... 60

Page 10: 2006dku

iv

4.2 Hasil Analisis SEM ........................................................................... 74 4.2.1 Kesesuaian model dengan data ............................................. 74 4.2.2 Hasil pengujian hipotesis ........................................................ 78

4.3 Pembahasan .................................................................................... 83 4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan ........ 83

4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPS ............................................................ 83

4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Lingkungan Industri Perikanan (LIP) .......................... 86

4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Kinerja Industri Perikanan ....................................................... 90

4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap Daya Saing Global (DSG) industri perikanan ...................... 93

4.3.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) ...................................... 96 4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan

industri perikanan (LIP) ............................................... 97 4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap

lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 98 4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap

lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 99 4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap

lingkungan industri perikanan (LIP) ............................ 100

4.3.3 Kinerja Industri Perikanan (KIP) ............................................. 102 4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap

kinerja industri perikanan (KIP) ................................... 102 4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP)

terhadap kinerja industri perikanan (KIP) ................... 104 4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri

perikanan (KIP) ........................................................... 105

4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) ....................................................................................... 108 4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya

saing global industri perikanan ................................... 108 4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP)

terhadap daya saing global industri perikanan ........... 111 4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP)

terhadap daya saing global industri perikanan ........... 114 4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan terhadap daya saing

global industri perikanan ............................................. 115

4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS ............ 117

5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 120 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 120 5.2 Saran ................................................................................................ 121

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 123

Halaman

Page 11: 2006dku

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Kerangka operasional variabel ......................................................... 46

2 Goodness of fit statistics .................................................................. 51

3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman .............................. 65

4 Tingkat Pendidikan SDM PPPS Jakarta .......................................... 67

5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta Tahun 2001- 2005 ............................................................................ 69

6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003 ........................... 70

7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta .................................... 72

8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta ......................................... 74

9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model .............................. 75

10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku ................................ 77

11 Regression weight model industri perikanan memasuki era globalisasi ......................................................................................... 78

12 Pengujian hipotesis .......................................................................... 79

13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta ............................................... 81

Page 12: 2006dku

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan

Kotler (1997) ..................................................................................... 18

2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990) ................................................................... 22

3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan SEM .................................................................................................. 36

4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data ................................ 38

5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002) ............................ 40

6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998) .................... 42

7 Model path diagram .......................................................................... 44

8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel terhadap masing-masing faktor ......................................... 47

9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta ...... 56

10 Kolam PPSNZ Jakarta ..................................................................... 57

11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta .. 58

12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta ............. 58

13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta ............................... 59

14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta ........................... 59

15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta ........................................................ 60

16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta ............................................ 60

17 Slipway milik Perum PPSNZ Jakarta ............................................... 61

18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta ............................. 62

19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta ...................................................... 64

20 Organisasi PPPS Jakarta ................................................................. 66

21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna ................................................. 71

22 Jenis ikan tuna didaratkan ............................................................... 71

23 Industri processing tuna loin ............................................................ 72

24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor .............. 73

25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta ................ 74

26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ Jakarta ............................................................................................... 75

Page 13: 2006dku

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Peta lokasi PPS NIZAM ZACHMAN ................................................ 129

2 Data sampel industri perikanan ........................................................ 130

3 Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72 ........... 132

Page 14: 2006dku

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan merupakan sumberdaya ekonomi yang strategis untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Makna strategis itu tercermin dari

kondisi objektif kira-kira dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan laut yang

terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah bagian

dari perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2. Selain itu, Indonesia juga

memiliki hak pengelolaan dan pemanfaatan ikan di zona ekonomi eksklusif

(ZEE), yaitu perairan yang berada 12 hingga 200 mil dari garis pantai titik titik

terluar kepulauan Indonesia. Luas ZEE sekitar 2,7 juta km2. Dengan demikian,

Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati di

periran yang luasnya sekitar 5,8 juta km2. Selain sumber daya perairan,

Indonesia juga memiliki 17. 508 pulau yang menjadikan Indonesia sebagai

negara kepulauan yang besar di dunia (Nikijuluw 2002). Selanjutnya disebutkan

juga bahwa sumberdaya perikanan laut di Indonesia masih cukup melimpah,

data terakhir menunjukan bahwa potensi lestari sumberdaya laut yang besarnya

6,4 juta ton/tahun, baru dimanfaatkan sekitar 59,53%. Permintaan ikan dunia dari

tahun ketahun menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat sebagai

akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas hidup yang diikuti dengan

perubahan pola makan masing-masing masyarakat. Peningkatan kualitas hidup

menyebabkan bergesernya komposisi jenis makanan ke makanan sehat yang

dicirikan dari rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya kandungan protein

sebagaimana terdapat pada ikan (Dirjen Perikanan Tangkap 2002).

Komoditi hasil perikanan ini selain untuk konsumsi dalam negeri juga

merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi. Pada saat ini konsumsi ikan

Indonesia diperkirakan sebesar 21,77 kg/tahun/kapita, sedangkan konsumsi

dunia menurut FAO telah mencapai 27,5 kg/tahun/kapita, sehingga perlu upaya

untuk peningkatan. Kondisi seperti ini akan mendorong pembangunan sektor

perikanan menjadi lebih besar, ditambah dengan memanfaatkan dan

menyatukan seluruh fungsi yang terkait dengan pembangunan, terutama dengan

adanya sistem administrasi pembangunan yang lebih kondusif dan didukung

program perencanaan serta pelaksanaan kegiatan yang semakin terarah dan

efisien (Kamaluddin 2002).

Page 15: 2006dku

2

Upaya yang dilakukan untuk pembangunan sektor perikanan adalah

dengan cara menyediakan berbagai kemudahan untuk memberikan berbagai

fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan seperti kemudahan

untuk mendapatkan sarana produksi/perbekalan ke laut, mendaratkan hasil

tangkapan dan menjamin pemasarannya, sehingga menjamin kelancaran sejak

mulai produksi sampai pemasarannya.

Faktor utama untuk mendukung pengembangan usaha perikanan

khususnya kegiatan penangkapan adalah dengan tersedianya prasarana

penangkapan ikan berupa pelabuhan perikanan/pendaratan ikan (PP/PPI)

sebagai tempat berlindung dan berlabuh bagi kapal-kapal perikanan, mengisi

bahan perbekalan serta mendaratkan ikan hasil tangkapannya.

Pada hakekatnya pelabuhan perikanan merupakan kawasan

pengembangan industri perikanan. Pembangunan pelabuhan perikanan disuatu

daerah merupakan embrio pembangunan perekonomian di suatu daerah

(Manurung 1995). Urgensi pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan

cukup jelas, yakni sebagai tempat berlabuh kapal/perahu perikanan dan tempat

melakukan kegiatan bongkar muat sarana produksi dan produksi. Fungsi

pelabuhan perikanan sangat luas. Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti

fisik, seperti kapasitas pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi

lainnya sehingga pelabuhan perikanan menjadi kawasan pengembangan industri

perikanan.

Dengan diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area), APEC (Asia

Pacific Economic Council) 2010 dan WTO (World Trade Organization) pada

2020, merupakan cermin globalisasi tata ekonomi dunia (borderless economy).

Guna mengantisipasinya, diperlukan peningkatan daya saing (competitiveness)

serta penciptaan produk unggulan (comperative product).

Komoditi perikanan juga dihadapkan pada suatu tantangan yang harus

diantisipasi, karena dalam perdagangan internasional komoditi perikanan tidak

hanya ditentukan oleh faktor penawaran dan permintaan tetapi banyak

dipengaruhi oleh berbagai perjanjian konvensi internasional. Dalam

mengantisipasi pemberlakuan GATT (General Agreement Tariff and Trade);

dimasa mendatang akan terjadi tata perdagangan dunia baru seperti penurunan

hambatan-hambatan tarif, sehingga perdagangan bebas akan menuntut

penghapusan subsidi dan proteksi. Sebagai konsekuensinya akan menjadi

ancaman karena peserta pasar yang memperoleh keuntungan dari kuota ekspor

Page 16: 2006dku

3

bilateral, secara bertahap harus menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka

dalam merebut pasar suatu negara, akibatnya akan timbul persaingan dalam

perdagangan internasional yang semakin ketat (Eriyatno dan Winarno 1999).

Tantangan perdagangan komoditi perikanan era globalisasi yang terkait

dengan perjanjian internasional dapat dikelompokkan kedalam 3 bagian :

(1) Perjanjian internasional yang bermuara menjaga kelestarian sumber

daya perikanan seperti United Nations Convention on Law of the Sea

(UNCLOS) dan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

Sedangkan yang bersifat regional ditujukan untuk species ikan tertentu

seperti International Convention for the Conservation of Atlantic Tuna

(ICCAT)

(2) Perjanjian internasional yang bermuara lingkungan hidup khususnya

Convention on International Trade of Endangered Species (CITES)

dimana isi perjanjiannya menyatakan bahwa beberapa jenis ikan atau

fauna laut dan air tawar dibatasi pemasarannya karena populasinya

semakin menurun.

(3) Perjanjian internasional tentang perdagangan yaitu perjanjian World

Trade Organization (WTO). Perjanjian ini mempunyai implikasi yang

sangat besar terhadap perdagangan global komoditi perikanan.

Tantangan lain dalam pengembangan industri perikanan adalah pada

kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam perikanan

yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri (industri berbasis

sumberdaya alam). Oleh karena itu industri perikanan akan mempunyai

keunggulan komperatif apabila mampu memanfaatkan sumberdaya yang

mempunyai nilai tambah, dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai

ekonomi tinggi, harga produknya bersaing, serta memiliki sumberdaya manusia

yang potensial, artinya untuk menghasilkan produk yang memiliki daya saing

tinggi diperlukan kekuatan internal didalam industri agar dapat menghasilkan

produk bermutu sesuai dengan selera konsumen (Gardjito1996).

Selain memiliki keunggulan komperatif industri perikanan masih harus

dihadapkan pada tantangan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Industri

perikanan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila dapat melakukan

peningkatan efisiensi. Peningkatan efisiensi bagi industri perikanan terutama di

negara berkembang mutlak diperlukan dan harus dilakukan oleh berbagai pihak

yang terkait terutama dari internal industri perikanan; karena kegagalan

Page 17: 2006dku

4

meningkatkan efisiensi akan berakibat kegagalan dalam persaingan usaha baik

nasional maupun internasional.

Upaya untuk dapat meningkatkan efisiensi adalah melalui pemilihan

teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya

manusia. Pemilihan teknologi di negara maju selalu dikaitkan dengan

ketersediaan dan kemampuan sumberdaya manusia. Selain teknologi, upaya

efisiensi dalam industri perikanan adalah kemudahan mendapatkan bahan baku

dan harga bahan baku relatif murah. Memasuki era globalisasi dalam

memperoleh bahan baku yang murah, industri perikanan akan mengimpor bahan

baku dari luar negeri (Putro 2001).

Menghadapi persaingan yang sedemikian ketat tantangan berikutnya dari

industri perikanan selain upaya efisiensi, industri perikanan akan dihadapkan

pada upaya untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, karena

konsumen akan menuntut jaminan persyaratan mutu produk yang tinggi.

Kepuasan konsumen disini adalah tingkat perasaan seseorang yang dihasilkan

dari membandingkan tampilan produk secara nyata (Gardjito 1996).

Industri perikanan juga akan dihadapkan pada berbagai hambatan seperti

ditolaknya produk ekspor hasil perikanan oleh beberapa negara tujuan ekspor

seperti Eropa dan Amerika, sebagai akibat mutu produk tidak terjamin dan

memenuhi persyaratan, karena diduga tercemar logam berat. Posisi penawaran

harga produk yang lemah karena harga ditentukan oleh negara tujuan ekspor

yaitu Jepang dan Amerika, Uni Eropa dan Korea.

Untuk mengantisipasi gejala ini industri perikanan harus dikembangkan

dan pemikiran pengembangan melalui agroindustri, karena industri perikanan

membutuhkan ketersediaan bahan baku berkembang tanpa dukungan kegiatan

perikanan yang menghasilkan bahan baku primer (ikan). Untuk penyediaan

bahan baku primer harus didukung oleh sarana (alat tangkap dan kapal) maupun

infrastruktur berupa pelabuhan perikanan yang dilakukan secara bersamaan dan

harmonis (Wahyuni 2002).

Kesempatan berkembang industri perikanan masih terbuka sangat luas di

Indonesia dan dapat berhasil apabila mampu memanfaatkan peluang potensi

resources yang dimiliki. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, sangat

beralasan industri perikanan dikembangkan, antara lain karena:

(1) Indonesia memiliki sumberdaya laut sebagai bahan baku industri berupa

ikan dengan potensi sekitar 6,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan

Page 18: 2006dku

5

58,5%. Secara faktual kondisi industri perikanan masih belum

sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut, sehingga perlu melakukan

terobosan guna meningkatkan nilai tambah produk agar mampu bersaing

dipasaran dunia.

(2) Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa merupakan potensi

tenaga kerja dan konsumen potensial

(3) Penambahan jumlah penduduk dunia dan perubahan pola makan dari red

meat menjadi white meat mendorong industri perikanan mampu

menyediakan makanan ikan yang berkualitas dengan harga kompetitif.

Untuk menjawab segenap tantangan dan menghadapi berbagai

hambatan diatas; strategi kebijakan pemerintah untuk mendukung kemampuan

industri perikanan menurut Putro (2002) adalah :

(1) Membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan samudera yang

tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri

perikanan

(2) Menghilangkan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri

(3) Mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan

tradisional mampu meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan

usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan guna mensuplai

kebutuhan bahan baku industri

(4) Menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan

agar mampu meningkatkan kualitas produk dengan harga yang kompetitif

untuk memenangkan persaingan pasar.

PPS Nizam Zachman (PPSNZ) Jakarta merupakan pelabuhan perikanan

terbesar dibandingkan pelabuhan perikanan yang lain di Indonesia. Jumlah dan

keberadaan industri perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta sudah bertaraf

internasional serta mempunyai produk hasil industri yang mampu bersaing di

pasar internasional.

PPSNZ Jakarta dibangun dengan maksud untuk menjembatani hubungan

antara masyarakat perikanan atau nelayan dengan konsumen, dalam hal ini

untuk menyelamatkan nelayan dari tengkulak demi kesejahteraannya, dan untuk

pengawasan dinas. Orientasi pengelolaan PPSNZ Jakarta tidak semata-mata

pada bisnis (komersil), tetapi juga pada public service dengan menyediakan

sarana dan prasarana perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen.

Tujuan pembangunan PPSNZ Jakarta adalah; (1) meningkatkan kemampuan

Page 19: 2006dku

6

armada penangkapan ikan samudera; (2) meningkatkan eksport hasil perikanan

untuk menambah devisa negara dari sektor non migas; (3) menyediakan

kawasan industri untuk kegiatan industri perikanan yang berorientasi kepada

pemberian nilai tambah produksi perikanan.

PPSNZ Jakarta dilengkapi berbagai fasilitas untuk mendukung industri

perikanan yang dimulai pada PELITA III. Biaya pembangunan mendapat bantuan

dana dari OECF (Jepang) dan dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Tahap I

dimulai tahun 1980 dengan pengurukan (reklamasi) laut di teluk Jakarta seluas

60 ha. Tahap II dibangun fasilitas dasar berupa : penahan gelombang, dermaga,

revetment, tempat pelelangan ikan, kawasan industri, jalan kompleks, kolam

pelabuhan seluas 40 Ha dengan kedalaman -4 m sampai –7 m yang

diperuntukkan kapal industri diatas 60 GT. Tahap III dibangun berbagai fasilitas

slipway dan bengkel. Pada tahap IV dilakukan rehabilitasi dan pengembangan

fasilitas jalan kawasan industri, gedung pertokoan, pusat pendaratan ikan tuna,

perluasan pusat pemasaran ikan, rehabilitasi tempat pelelangan ikan,

penambahan slipway, serta dilakukan perbaikan rencana induk pengembangan

PPSNZ Jakarta. Pertumbuhan industri perikanan yang memanfaatkan PPSNZ

Jakarta cukup pesat sejak dibangun tahun 1980 sampai 2004 rata-rata 7 industri

perikanan per tahun sehingga saat ini mencapai jumlah 139 unit industri

perikanan.

Pertumbuhan industri perikanan yang begitu cepat ternyata kinerja

industri perikanan masih belum mampu bersaing dipasar internasional bahkan

daya saing diantara 75 Negara perikanan menurun dari posisi 44 menjadi posisi

67 sehingga tertinggal dengan Malaysia, Thailand,Philippina dan Vietnam (Putro

2001).

Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu kajian terpadu dan

komprehensif tentang model industri perikanan yang berbasis di PPSNZ Jakarta

memasuki era globalisasi. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu

komponen dengan komponen lain dalam sistemnya membuat persoalan dalam

pengembangan industri tersebut semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam

pemecahannya akan dilakukan dengan pendekatan Model Persamaan

Struktural/Sruktural Equation Model (SEM). Model persamaan struktural (SEM)

adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah

rangkaian hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit itu

Page 20: 2006dku

7

dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa

variabel independen.

1.2 Perumusan Masalah

Pembangunan pelabuhan perikanan yang dilakukan sejak Pelita II

didasarkan pada program yang mempunyai prospek jangka panjang sebagai

konsekwensi logis dan realisasi dari segenap kebutuhan masyarakat nelayan

oleh sebab itu secara prinsip pelabuhan perikanan merupakan ”public utility”

yang kepentingan-kepentingannya menyangkut hajad orang banyak, disamping

sebagai ”social overhead capital” untuk mendorong berkembangnya usaha

perikanan baik penangkapan, pengolahan maupun pemasaran hasil-hasil

perikanan.

Sebagai sebuah infrastruktur pembangunan ekonomi, pelabuhan

perikanan memiliki peranan penting sebagai penggerak roda ekonomi suatu

kawasan. Pembangunan pelabuhan perikanan merupakan salah satu kebijakan

pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost industri perikanan. Melalui

pelabuhan perikanan tersebut industri perikanan akan mendapat pelayanan dan

kemudahan untuk berusaha sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing.

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun

1985 tentang perikanan yang diubah menjadi Undang Undang no. 31 tahun 2004

fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan masyarakat

perikanan, tempat berlabuh bagi kapal perikanan, pusat pendaratan ikan hasil

tangkapan, pembinaan mutu hasil perikanan, pusat penanganan dan pengolahan

hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pusat

pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data, pusat pengawasan

penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan.

Dikaitkan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PPS maka

variabel pelayanan pelabuhan perikanan yang akan diteliti adalah 1) Pelayanan

produksi (tambat labuh kapal) , 2) Pelayanan processing (air, es, cold storage);

3) Pelayanan pemasaran baik dalam dan luar negeri; 4) Pelayanan logistik kapal

ikan; 5) Pelayanan fasilitas industri perikanan (air, listrik, telephone, kawasan

industri, BBM)

Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam menyongsong era

globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di bidang penangkapan mulai

dari pengembangan sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran

yang didukung dengan prasarana penunjang yang disebut prasarana pelabuhan

Page 21: 2006dku

8

perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan (PPI). Usaha perikanan di dalam

kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi kondusif, karena di kawasan

tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan, pemakai jasa perikanan

dan tercipta rasa aman dan gangguan alam sekitar.

Pelabuhan perikanan sebagai salah satu sarana ekonomi dan sosial,

yang diharapkan mampu mengembangkan pola usaha perikanan yang lebih

maju (modern) dalam hal ini kinerja industri perikanan yang berbasis PPS.

Namun demikian, pembangunan pelabuhan perikanan memerlukan anggaran

yang sangat besar baik untuk biaya investasi awal maupun untuk

pengoperasiannya, sehingga berdampak pada tingginya harga pokok penjualan

dari barang dan jasa untuk melayani konsumen. Jika konsumen harus membeli

barang dan jasa yang disediakan oleh PPS berakibat kinerja industri perikanan

berbasis PPS masih belum mampu bersaing memasuki era globalisasi. Pada

konteks ini, kewajiban pemerintah adalah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif agar kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam kawasan pelabuhan

perikanan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi industri yang berbasis

di PPS.

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian tentang ”Model

Industri Perikanan Berbasis Pelabuhan Perikanan Samudera Memasuki Era

Globalisasi : Kasus PPSNZ Jakarta” adalah sebagai berikut:

(1) Apakah ada pengaruh dari internal industri terhadap lingkungan industri

perikanan dan kinerja industri perikanan ?.

(2) Apakah ada pengaruh dari eksternal industri terhadap lingkungan industri

perikanan dan kinerja industri perikanan ?

(1) Apakah ada pengaruh dari lingkungan ekonomi terhadap lingkungan

industri perikanan dan kinerja industri perikanan ?

(2) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah

terhadap lingkungan industri perikanan ?

(3) Apakah ada hubungan dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap

tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta?

(4) Apakah ada pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap lingkungan

industri perikanan ?

(5) Apakah ada pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri

perikanan ?

Page 22: 2006dku

9

(6) Apakah ada pengaruh lingkungan industri perikanan terhadap kinerja

industri perikanan ?

(7) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara pelayanan PPSNZ Jakarta

terhadap kinerja industri perikanan ?

(8) Apakah ada hubungan dan pengaruh antara kebijakan pemerintah

terhadap daya saing global industri perikanan ?

(9) Apakah ada hubungan dan pengaruh kinerja industri perikanan terhadap

daya saing global industri perikanan ?

(10) Apakah ada hubungan dan pengaruh lingkungan industri perikanan

terhadap daya saing global industri perikanan ?

(11) Apakah ada pengaruh tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap daya

saing global industri perikanan ?

(12) Bagaimana membangun variabel yang optimal untuk meningkatkan kinerja

industri perikanan berbasis PPS?

(13) Bagaimana merumuskan strategi pengembangan industri perikanan

berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah di atas dapat

dikemukakan tujuan penelitian ini, yakni :

1.3.1 Tujuan umum

Membangun model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki

era globalisasi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri

perikanan dan mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dari

setiap faktor-faktor tersebut, untuk itu dilakukan tahapan-tahapan analisis

terhadap:

(1) Pengaruh internal industri (II) terhadap lingkungan industri perikanan

(LIP)

(2) Pengaruh eksternal industri (EI) terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

Page 23: 2006dku

10

(3) Pengaruh lingkungan ekonomi (LE) terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

(4) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

(5) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap pelayanan PPSNZ

Jakarta (PEL)

(6) Pengaruh kinerja pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap

lingkungan industri perikanan (LIP)

(7) Pengaruh kebijakan pemerintah (KB) terhadap kinerja industri

perikanan (KIP)

(8) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja industri

perikanan (KIP)

(9) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap kinerja industri

perikanan (KIP)

(10) Menganalisis dan membahas pengaruh kebijakan pemerintah (KB)

terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)

(11) Pengaruh kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing global

industri perikanan (DSG).

(12) Pengaruh lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya saing

global industri perikanan (DSG)

(13) Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya saing global

industri perikanan (DSG)

(2) Merumuskan strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ

Jakarta memasuki era globalisasi

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang analisis model pengembangan industri perikanan

berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi ini akan menganalisis dan

membahas hubungan serta pengaruh kebijakan, pelayanan PPSNZ Jakarta,

kinerja industri perikanan, lingkungan industri perikanan, dan daya saing industri

dalam menghadapi era globalisasi. Hasil penelitian diharapkan dapat

memberikan manfaat pada :

(1) Pemahaman tentang variabel-variabel yang mempengaruhi industri

perikanan dan daya saing produk perikanan memasuki era globalisasi.

(2) Perumusan kebijakan dan langkah strategis guna meningkatkan kinerja dan

memperkuat daya saing industri perikanan.

Page 24: 2006dku

11

(3) Penajaman perencanaan dan strategi pembangunan kelautan dan

perikanan khususnya pelayanan pelabuhan perikanan samudera dalam

mendukung industri perikanan.

(4) Sebagai dasar pengembangan penelitian di bidang teknologi kelautan dan

perikanan, khususnya aspek perencanaan industri perikanan dan pelabuhan

perikanan.

(5) Pengusaha industri perikanan dalam menanamkan investasi sebagai upaya

mengembangkan usahanya guna mengantisipasi era globalisasi.

(6) Pengambil kebijakan untuk meramalkan kinerja industri perikanan dalam

mengantisipasi persaingan pasar bebas.

(7) Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk digunakan

sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan dalam pembangunan

prasarana berupa pelabuhan perikanan guna mendukung dan membina

industri perikanan.

1.5 Keterbatasan Penelitian

Model pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta

memasuki era globalisasi difokuskan terutama pada industri perikanan yang

berorientasi eksport. Dengan segenap fasilitas dan pelayanan sebagai

lingkungan industri.

Lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta terletak di Muara Baru Jakarta Utara.

Analisis ini beorientasi pada peningkatan kinerja industri perikanan yang berdaya

saing dan berbasis pelabuhan perikanan samudera untuk menghadapi pasar

global.

Kendala dan keterbatasan pada penelitian ini adalah :

(1) Keterbatasan data dan informasi dari industri perikanan karena belum tentu

semua sampel yang diambil akan memberikan data dan informasi secara

transparan sehingga harus dilakukan pengujian

(2) Jumlah sampel yang dipersyaratkan dalam perangkat lunak yang akan

digunakan kemungkinan belum dapat mencukupi, sehingga akan dilakukan

konfirmasi dan penyesuaian data yang diperoleh.

(3) Penelitian model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi

akan dibatasi pada analisis pengaruh :

- Lingkungan industri perikanan yang terdiri dari variabel penelitian

internal industri, lingkungan ekonomi, ekternal industri

Page 25: 2006dku

12

- Kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya

industri perikanan, dengan variabel penelitian kebijakan pemerintah

yang sudah diberlakukan dan pengaruhnya terhadap industri perikanan

- Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai penyedia fasilitas sesuai kebutuhan

industri perikanan

- Kinerja industri perikanan dengan variabel penelitian a) kinerja

keuangan yaitu : laba/rugi, ROI, ROE, b) kinerja pemasaran yaitu:

volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan,

kemampuan diversifikasi produk, mutu produk, kemampuan harga

bersaing dan c) kinerja sumberdaya manusia yaitu : penyerapan tenaga

kerja, produktivitas tenaga kerja, persaingan antar perusahaan.

- Daya saing industri perikanan dengan variabel produk 1) harga 2)

quality; 3) delivery 4) beberapa variabel daya saing lainnya.

Karena keadaan yang akan datang selalu berubah-ubah, maka harus

dipertimbangkan ketidak pastian variabel yang mempengaruhi perencanaan

peramalan; karena tidak mungkin mengkuantifikasi pengaruh perencanaan

secara lengkap dan sempurna; walaupun perlu diuji tingkat risiko (Gittinger

1982).

(4) Obyek penelitian adalah industri perikanan yang ada didalam kawasan

PPSNZ Jakarta yang merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar

dibandingkan dengan 4 (empat) pelabuhan perikanan samudera lainnya

yang ada di Indonesia. Kondisi lingkungan industri perikanan yang ada

didalam kawasan tidak dapat disamakan dengan industri yang ada diluar

kawasan pelabuhan perikanan samudera.

(5) Pada penelitian ini tidak sepenuhnya faktor-faktor yang diteliti dapat

dikendalikan, tetapi di dalam pelaksanaannya akan menggali dan mengkaji

informasi sehingga kendala yang dihadapi adalah mengkuantifikasi dari

pada informasi tersebut. Akibatnya dapat saja terjadi penilaiannya tidak

sepenuhnya sesuai dengan fakta dilapangan. Hal ini dicoba dieliminasi

dengan cara penyesuaian melalui asumsi-asumsi.

Page 26: 2006dku

13

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri

Pelabuhan perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri

perikanan serta merupakan tempat berlabuh bagi kapal-kapal perikanan yang

akan datang dan pergi dari operasi penangkapan ikan, juga sebagai tempat

perbaikan kapal dan melindungi kapal dari badai dan topan. Pengertian tentang

pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum, sebenarnya banyak

macam rumusannya. Sebagai suatu lingkungan kerja, pelabuhan perikanan

berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan.

Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat

pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat

pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan

kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat

pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan

penyuluhan dan pengumpulan data (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

Tentang Perikanan). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan

terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran

kerja; namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan

kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan

yang diperlukan sehingga lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat

berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya

atas adanya kerjasama yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi

maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat

perikanan.

Pelabuhan perikanan berdasarkan skala pelayanan yang diberikan dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan yang terbesar adalah pelabuhan

perikanan samudera, untuk selanjutnya disebut PPS. Pelabuhan ini adalah

pelabuhan perikanan kelas A, yang skala layanannya sekurang-kurangnya

mencakup kegiatan usaha perikanan diwilayah laut teritorial, zona ekonomi

eksekutif Indonesia dan wilayah perairan internasional (keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan nomor KEP.10/MEN/2004 tentang pelabuhan

perikanan).

Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian

pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi

Page 27: 2006dku

14

sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan; suatu mata

rantai dari sistem produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh

rantai perjalanan distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai

berada di konsumen.

Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi

pelabuhan perikanan samudera disiapkan untuk menampung industri perikanan

dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut diatas. Berkaitan

dengan hal diatas, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan

dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang

bersangkutan. Sebagai landasan operasional dari penyediaan pelabuhan

perikanan maka adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Intruksi

Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu

pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan kebijakan yang

diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha masyarakat termasuk

industri perikanan.

Mengingat pelabuhan perikanan samudera merupakan lingkungan kerja

untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas dan

majemuk. Oleh karena itu didalam pengelolaannya memerlukan berbagai tatanan

yang kondusif. Pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat

memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat

berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan (Elfandi. 2000).

Pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola pelabuhan perikanan paling

tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Murdiyanto. 2004):

1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah

dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak

berbelit-belit.

2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat

ketentuan berikut :

(1) Tatacara pelayanan mudah diikuti

(2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis

maupun administratif

(3) Unit kerja dan pejabat yang memberikanan pelayanan

(4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran

(5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan

Page 28: 2006dku

15

(6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima

pelayanan sesuai bukti pemrosesan

(7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan

(8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan

kepastian hukum selama proses pelayanan diberikan

(9) Keterbukaan yaitu seluruh prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja

penanggung jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan,rincian

biaya,tarif yang berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib

diinformasikan ke pelangganserta terbuka sehingga dapat diketahui

oleh masyarakat umm baik diminta atau tidak.

(10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat

dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan

(11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada

hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan

dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan

produk pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan

kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau antar instansi

(12) Ekonomis; yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan

sesuai ketentuan yang berlaku

(13) Keadilan maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan

merata serta dapat dinikmati oleh semua pihak.

Pada saat ini menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun

2004 terdapat 5 pelabuhan perikanan samudera (PPS) ; 11 pelabuhan perikanan

nusantara (PPN), 40 pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang terdiri dari 3 (tiga)

PPP yang dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan; serta 37 PPP yang

dikelola oleh Pemerintah Daerah. Khusus untuk mendukung pengembangan

industri perikanan setiap pelabuhan perikanan disediakan fasilitas berupa tanah

kawasan Industri yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas sesuai

kebutuhan industri perikanan.

Untuk mendukung kinerja industri perikanan berbasis pelabuhan

perikanan samudera Nizam Zachman maka pelayanan pelabuhan perikananan

sebagai wujud pelaksanaan kebijakan pemerintah harus dapat melaksanakan

tugasnya sesuai kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan

optimal kepada industri perikanan.

Page 29: 2006dku

16

Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor minabisnis (padanan

agribisnis di sektor Pertanian) mencakup 4 (empat) sub sektor yaitu : Pertama,

subsektor minabisnis hulu (up-stream fisherybusiness) yakni kegiatan industri

dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer

(pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang, dan

lain-lain) :Kedua, subsektor usaha penangkapan (on-farm fisherybusiness) yakni

kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk

menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha

penangkapan ikan); Ketiga, sub-sektor minabisnis hilir (down-stream

fisherybusiness) yakni kegitan industri yang mengolah komoditas primer menjadi

produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan

ikan, dll); beserta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket,

distributor, dan sebagainya); dan Keempat, sub-sektor jasa penunjang (fishery-

supporting institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis

(perbankan, Litbang, kebijakan pemerintah, dan lain-lain). Berdasarkan

pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia

menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor minibisnis (yang berbasis

perikanan), sehingga jika kita membicarakan kegiatan usaha pada umumnya,

usaha kecil, menengah dan koperasi khususnya, maka sebagian besar akan

berada di sektor minabisnis (Dirjen Perikanan Tangkap 2005).

Kegiatan minibisnis, akan berkembang dengan baik di pelabuhan

perikanan bila ditujang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang

prima. Keempat subsektor minabisnis merupakan satu-kesatuan yang saling

membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu ditumbuhkembangkan di

pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan usaha perikanan lainnya.

2.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP)

Pengertian industri menurut Kotler (1997) adalah sekelompok perusahaan

yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi

dekat satu sama lainnya. Pengertian substitusi dekat disini adalah produk

dengan elastisitas silang permintaan yang tinggi; Jika permintaan akan suatu

produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua

produk tersebut merupakan substitusi dekat. Bagi produk processing perikanan

yang dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau

sulit didapat dipasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti

Page 30: 2006dku

17

cakalang, kakap, udang,dan sebagainya) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang

atau ikan kakap merupakan barang substitusi dekat.

Lingkungan industri adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang

keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan

tujuan, sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis

mendalam serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada.

Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan di

dasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan

tersebut, yaitu lingkungan Internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan

eksternal (lingkungan luar industri)

Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu

mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru

maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya

selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap

perubahan apakah perubahan merupakan peluang ancaman bahkan tantangan.

Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau

pemasaran dapat berakibat kegagalan industri.

Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri

dapat terbagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu ; Lingkungan Internal

Industri, untuk menggali informasi tentang LII (Life Internal Industri) adalah

mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan iindustri

dan keuangan serta asset yang dimiliki industri (kepemilikan asset).

Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati

dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan

teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan

(bank), dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan

ekonomi industri yang diduga ada hubungan kuat pengaruhnya bersama faktor

eksternal industri terhadap lingkungan industri adalah perkembangan teknologi

perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia, serta

ketersediaan sumberdaya alam dan energi (Gambar 1)

Page 31: 2006dku

18

INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU)

BAHAN BAKU

BAHAN PROCESSING

MESIN & PERLENGKAPAN

INDUSTRI

PENDUKUNG

HULU

INDUSTRI

FOKAL

INDUSTRI

HILIR

R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET

VALUE ADDED

PRODUKSI BAHAN

BAKU

PROCESSING

PRIMAIR

PROCESSING

SEKUNDER/

TERTIER

KONDISI EKONOMI

FAKTOR-FAKTOR

-TEKNOLOGI

-R & D

-INFORMASI GLOBAL

-LINGKUNGAN

-ENERGI

-SDM

-MODAL

-PEMBIAYAN

-SUMBER AIR

-DLL

NILAI TAMBAH PERTENAGA KERJA

PRODUKTIVITAS

PER UNIT

INDUSTRI JASA , INDUSTRI TERKAIT, MODAL

PELAYANAN

BANK

PELAYANAN

R & D

PELAYANAN

TRAINING

PELAYANAN

PEMELIHARAAN

PELAYANAN

TRANSPORT

PELAYANAN

DISTRIBUSI

PELAYANAN

EKSPOR

PASAR

EKSPOR

DOMESTIK

Gambar 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan

Kotler (1997)

Dengan demikian justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor

lingkungan industri perikanan adalah :

- Internal industri (II)

- Eksternal industri (EI)

- Lingkungan ekonomi (LE)

Tiga diatas adalah indikator penelitian yang akan dijelaskan oleh

beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai berikut :

- Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator : SDM yang terlibat

didalam kegiatan Industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman); teknologi

industri yang digunakan; keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan

- Kondisi eksternal industri (EI) akan dijelaskan dengan indikator

perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai; dan ketersediaan

infrastruktur dari pemerintah

- Lingkungan ekonomi (LE) akan dijelaskan dengan indikator perkembangan

teknologi, situasi perdagangan dunia, dan daya beli masyarakat .

2.2.1 Internal industri (II)

Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor

dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti ; 1) sumberdaya

manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan, usia, pengetahuan,

Page 32: 2006dku

19

pengalaman) dan secara faktual kondisi sumber daya manusia yang bergerak

dibidang perikanan masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu,

teknologi yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan

tingkat kemampuan sumberdaya manusia menggunakan teknologi yang

sederhana terutama dalam penanganan pasca panen ; akibatnya mutu bahan

baku yang disuplai untuk keperluan industri perikanan rendah. Rendahnya mutu

bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil produksi, dampak yang

dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat bersaing dipasaran terutama

pasar global (Wahyuni. 2002). Faktor berikut yang termasuk dalam internal

industri adalah 2) teknologi yang digunakan oleh perusahaan; disamping

mempertimbangkan faktor efisiensi dan menghadapi pesaing harus

mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya manusia yang akan mengelola

teknologi yang akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi

oleh ketersediaan sumberdaya manusia, maka pemilihan teknologi tinggi

merupakan salah satu jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro.2002} Di sisi lain

pemilihan teknologi disamping untuk kemajuan industri harus dapat menyerap

tenaga kerja, dengan demikian di samping itu harus mempertimbangkan

keserasian kapasitas mesin yang digunakan, berarti harus dipertimbangkan pula

bahwa mesin tidak banyak menimbulkan kerusakan (efisiensi), hemat energi dan

tersedia suku cadang, praktis serta mudah dioperasionalkan. Dengan demikian

pemilihan teknologi merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan

keberhasilan pengembangan industri perikanan. Disamping hal diatas maka

faktor 3) keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan

rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat

mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan hal ini dapat menghambat

pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing yang

memiliki modal cukup kuat. Kemudian sulitnya mendapatkan modal usaha dari

perbankkan serta besarnya bunga pinjaman mengakibatkan sulitnya perusahaan

untuk mengembangkan usahanya.

2.2.2 Eksternal industri (EI)

Faktor eksternal industri seperti 1) perkembangan teknologi industri,

mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses produksi.

Kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat mempengaruhi proses

produksi, pada gilirannya akan berdampak pada tingkat efisiensi. Kebijakan

pemerintah membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui

Page 33: 2006dku

20

undang-undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan jo. undang-undang

nomor 31 tahun 2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan

dimaksudkan juga untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan,

mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan serta

mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang

usaha perikanan.

Disamping itu faktor 2) ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung

dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya

manusia yang dimiliki. Jasa pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan

tinggi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan swasta sangat menolong

upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan maupun keterampilan

sumberdaya manusia yang terlibat didalam perusahaan baik manajerial maupun

operator.(Madecor group. 2002)

Demikian pula dengan 3) ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan

prasarana (pelabuhan perikanan, transportasi, pemasaran) yang dapat

mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi produksi Keterbatasan

sarana dan prasarana pendukung industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya

biaya untuk mendapatkan sarana dan prasarana. Faktor eksternal industri ini

harus disediakan oleh pemerintah untuyk memberikanan pelayanan kepada

industri agar benar-benar dapat mendukung kinerja industri perikanan. (Putro S.

2002 ; Wayuni. 2002)

2.2.3 Lingkungan ekonomi (LE)

Faktor kondisi lingkungan ekonomi diduga juga akan dapat mempengauhi

lingkungan industri perikanan antara lain: 1) lingkungan teknologi kemajuan

teknologi baik informasi maupun transportasi akan mendorong kearah efisiensi

dan ini sangat strategis dalam era persaingan, karena dengan munculnya

teknologi baru kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Hasil

riset dan pengembangan (research & development / R & D) merupakan salah

satu sub system yang akan selalu mendorong tumbuh dan berkembangnya

teknologi, karena hal ini akan mendorong (motivasi) dalam mengambil langkah

perbaikan secara terus menerus dan upaya pengembangan proses produksi

sehingga akan diperoleh hasil optimal sesuai tujuan perusahaan.

Faktor penting lainnya adalah 2) situasi perdagangan dunia dengan

munculnya informasi global; dengan semakin majunya teknologi komunikasi

informasi global memegang peranan penting dalam pemasaran terutama untuk

Page 34: 2006dku

21

mengetahui dan mempelajari kebutuhan pelanggan. Informasi ini digunakan

untuk mempersiapkan strategi kebijakan dalam memasuki dan menghadapi

persaingan pasar. Perubahan budaya makan dari daging ke ikan dapat

mempengaruhi persaingan produk makanan yang berasal dari bahan baku ikan.

Faktor yang ikut berpengaruh adalah 3) sumberdaya alam dan energi

yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri. Keunggulan

ketersediaan sumberdaya alam dan energi khususnya sumberdaya perikanan

yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi

tingkat kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri

jika mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito

1996).

2.3 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan 1) pembangunan pelabuhan perikanan yang telah

dikeluarkan dan dilaksanakan mulai pelita ke II antara lain bertujuan mendukung

pembangunan perikanan dan rencana pembangunan lima tahun berikutnya.

Pada Pelita ke V pembangunan prasarana perikanan berupa pelabuhan

perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen pelabuhan

perikanan. Untuk mendukung hal diatas maka dikeluarkan kebijakan 2)

membentuk badan usaha milik negara (Perusahaan umum prasarana

perikanan samudera melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan

pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsinya pelabuhan perikanan

seperti yang diamanatkan dalam Undang undang nomor 9 tahun 1985 tentang

perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama kegiatan

dibidang produksi, juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil,

pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk; (a) prasarana

penangkapan ikan; (b) prasarana penanganan dan pengolahan hasil; (c)

prasarana penyaluran hasil/pemasaran; dan (d) prasarana pelestarian sumber.

Tindak lanjut dari kebijakan tersebut pada Pelita ke 6 (REPELITA VI:

1994-1998) adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan

petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan

dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan

serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan. Kemudian pada tahap

berikutnya perlu peningkatan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas

perikanan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui

peningkatan konsumsi gizi masyarakat. Dilain pihak perlu mendorong dan

Page 35: 2006dku

22

meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif.

Tujuan berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong peningkatan

pertumbuhan industri didalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan

meningkatkan penerimaan devisa (Murdjijo 1997).

Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan tersebut sasaran

pembangunan perikanan dalam REPELITA VI antara lain adalah peningkatan

ekspor sebesar 9,7% pertahun, baik akhir Repelita VI ekspor hasil perikanan

diperkirakan akan mencapai 800 ribu ton dengan nilai US $ 2.134 juta.

Berdasarkan kondisi diatas maka strategi kebijakan yang dilaksanakan

adalah melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri, untuk mendukung

rencana diatas maka kebijakan 3) pengaturan pemanfaatan prasarana didalam

kawasan industri perikanan berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan

investasi bagi industri perikanan dikeluarkan melalui keputusan menteri Kelautan

dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan nomor 12 tahun 2001.

Dalam mewujudkan penerapan kebijakan dibidang perikanan diatas,

maka langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan

fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing

subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang

tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan

aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan

kemitraan usaha antara usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan

dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala

ekonomi yang efisien.

FAKTOR KONDISI

- SUMBER DAYA ALAM- SDM- PENGETAHUAN- MODAL- INFRA STRUKTUR

- TEKNOLOGI

STRATEGI PERUSAHAAN / STRUKTUR PERSAINGAN

- STRUKTUR, LOKASI- PERSAINGAN, RESIKO

INDUSTRI PERIKANAN &TERKAIT

- PERSAINGAN INDUSTRI PENDUKUNG- PERSAINGAN INDUSTRI TERKAIT

PENENTUAN PERMINTAAN

- BESAR PERMINTAAN- SEGMEN USAHA- PERMINTAAN GLOBAL- SALING KETERGANTUNGAN

PELUANG

-KEJADIAN TIDAK DAPAT DIPREDIKSI

-HAMBATAN EKSTERNAL-TEKNOLOGI

PEMERINTAH

-FASILITAS & KENDALA KEBIJAKAN

-INVESTASI UNTUK UMUM

Gambar 2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan

(Porter.1990)

Page 36: 2006dku

23

Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu

dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan

ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen,

industri perikanan perlu mendapat suplai dari dukungan infrastruktur,

sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan faktor permodalan. Dilain pihak

faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor

pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif,

sehingga hasil yang diperoleh benar-benar optimal dengan biaya minimal atau

dengan resiko yang paling kecil.

2.4 Kinerja Industri Perikanan

Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat

kinerja keuangan. Sebagai variablel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh 1)

tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (Return of

investment/ ROI), dan 3) tingkat return on equity (ROE) serta perkembangan dari

industri perikanan (Kotler 1997)

Kemudian variabel kinerja industri perikanan berikutnya adalah dibidang

pemasaran, dalam hal ini penting yang harus ditangani dengan serius

diantaranya adalah tersedianya 4) informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat

terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga produk. Ketersediaan Informasi

pasar merupakan salah satu komponen yang strategis agar mampu

mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar

ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat diperlukan kerjasama yang

erat antar instansi terkait, pihak swasta dan assosiasi perikanan untuk

menciptakan transparansi pasar. Dilain pihak penetapan harga produk disamping

untuk kepentingan industri juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan

oleh para pesaingnya. Untuk mengukur indikator pemasaran berikutnya 7)

volume penjualan, 8) Pertumbuhan penjualan; 9) pertumbuhan pelanggan.

Berdasarkan kondisi diatas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu

pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era

globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi

bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik didalam

maupun diluar negeri. Untuk mengantisipasikan persaingan bebas tersebut dan

guna meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan

efisiensi usaha dan 10) diversifikasi produk, manajemen mutu serta

pengembangan pemasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur

Page 37: 2006dku

24

dengan 11) tingkat penyerapan tenaga kerja; 12) produktivitas kerja (Wahyuni.

2002)

Menurut Murdjijo (1997) peningkatan keunggulan kompetitif produk

perikanan dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan dan

pengelolaan faktor produksi, distribusi dan pemasaran hasil serta manajemen

mutu produk. Disamping itu harus tanggap terhadap kecenderungan adanya

perubahan permintaan pasar sebagai titik tolak dalam memperoleh pangsa yang

maksimal dan berkelanjutan. Produk yang dikembangkan harus memenuhi

spesifikasi dan segmen pasar tertentu, agar penetapan harga produk yang

kompetitif dapat ditetapkan untuk memperoleh peningkatan volume penjualan.

Dalam upaya diversifikasi produk peranan sumberdaya manusia perlu

dipertimbangkan terutama untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dapat

menyerap tenaga kerja maupun peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara

wajar. Memasuki pasar bebas berarti akan terjadi persaingan produk yang

sejenis dari berbagai negara, sehingga diperlukan produktivitas tenaga kerja.

Sedangkan pelanggan akan semakin maju dan canggih karena permintaan

produk lebih bervariasi, kualitas dan pelayanan lebih baik terutama kehandalan

(reliability) dan tepat waktu (response time)

Dengan demikian model kinerja industri perikanan sebagai variabel

kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Peningkatan kinerja keuangan (laba (rugi) ; ROI dan ROE)

- Pemasaran ( informasi pasar ,diversifikasi produk, mutu produk, harga

produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan penjualan,

pertumbuhan pelanggan)

- Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja,

kesejahteraan tenaga kerja)

2.5 Daya saing global Industri perikanan

Memasuki era globalisasi akan terjadi pertumbuhan perdagangan global

dan persaingan internasional yang eksplosif. Di sini tidak ada negara yang tetap

dapat terisolasi dari ekonomi dunia. Jika negara itu menutup pasarnya dari

persaingan asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang

berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan

menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha domestiknya akan menderita

(Kotler. 1997).

Page 38: 2006dku

25

Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah

perubahan teknologi. Diramalkan akan terjadi perkembangan teknologi informasi

dan kecepatan komunikasi, bahan-bahan baru kemampuan biogenetika dan

obat-obatan, keajaiban elektronik dan sebagainya. Perubahan terjadi dengan

kecepatan luar biasa seperti merek makanan, bentuk perubahan baru,

meningkatnya kepekaan konsumen akan merek dan mutu serta harga barang

sehinga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah keunggulan

komperatif menjadi keunggulan kompetitif diperlukan upaya efisiensi.

Peningkatan efisiensi suatu industri dapat dilakukan dengan pemilihan teknologi

yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia.

Upaya perusahaan yang berhasil dalam merubah teknologi dan efisiensi

ternyata ada yang gagal dalam meningkatkan pendapatan jika tidak memiliki visi

pemasaran dan keahlian pemasaran. Berbagai tuntutan aturan globalisasi

lainnya yang memaksa industri harus mampu bertahan dan menyesuaikan

seperti lingkungan hidup, hak azasi manusia , ketersediaan sumberdaya.

Untuk meningkatkan daya saing industri, termasuk industri perikanan

dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam

persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi,

komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup

bahkan aspek hak asasi manusia (pengeksploitasian buruh).

Dalam penelitian menganalisis industri perikanan memasuki era

globalisasi akan dikaji mengenai kemampuan produk bersaing global karena itu

harus berbasis global. Berbagai strategi untuk mengembangkan industri

perikanan memasuki pasar global serta faktor pendukung yang

mempengaruhinya. Selain mengamati perusahaan yang menghasilkan produk

dan pasar yang sama , pengamatan variabel yang mempengaruhi kinerja industri

perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya

manusia yang terlibat didalam industri perikanan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian mengenai restrukturisasi pertanian berbasis industri

yang mengkaji masalah industri processing dan ikan kaleng di Indonesia bagian

timur (Madecor Group. 2001) memberikan rekomendasi agar pemerintah

Indonesia pertama, mengarahkan para investor bersedia membangun dibidang

industri pemasok seperti mesin dan perlengkapan, kapal, peralatan

penangkapan, fasilitas pembuatan dan perawatan kapal ikan; penelitian ini perlu

Page 39: 2006dku

26

dikaji lebih lanjut sampai sejauh mana pengaruh dari penyediaan segenap

fasilitas yang disarankan dibangun dapat mendukung kinerja industri memasuki

era globalisasi. Kedua, meningkatkan kemampuan manajemen pelabuhan

perikanan dan melengkapi fasilitas seperti cold storage dan pabrik es serta

sarana transportasi yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin, artinya dengan

perbaikan manajemen pelabuhan perikanan diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan pelabuhan sehingga mampu mempengaruhi kinerja industri

perikanan, daya saing global industri. Ketiga, mengembangkan pelabuhan

perikanan di kawasan Indonesia bagian timur seperti pelabuhan Bitung untuk

mendukung industri processing perikanan agar dapat lebih efisien artinya

kebijakan pemerintah membangun dan menyediakan infrastruktur diperlukan

agar dapat mempengaruhi kinerja industri dan mampu meningkatkan efisiensi

sehingga industri memiliki daya saing global. Keempat, mengembangkan

pemasaran ikan melalui penetapan zona ekonomi strategis , artinya segenap

kebijakan dan pelayanan pelabuhan perikanan akan dapat mempengaruhi dan

mendukung kemampuan daya saing pemasaran produk secara global.

Penelitian Eriyatno dan Winarno (1996) mengenai pemodelan sistem

pengendalian mutu produk kualitas ekspor agroindustri perikanan rakyat

menyimpulkan bahwa model AGUAFISH (statistic quality control dan quality cost

concept) merupakan model SPK (sistem penunjang keputusan) untuk membantu

pengguna pengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah mutu produk

kualitas ekspor. Agroindustri perikanan rakyat model sampling berguna untuk

menentukan pilihan rancangan pengambilan contoh, sedangkan modul inspeksi

berguna untuk membantu dala pemeriksaan mutu produk. Modul biaya berguna

untuk melakukan prakiraan biaya mutu. Penelitian memberikan suatu dorongan

untuk menganalisis suatu model industri perikanan berbasis pelabuhan

perikanan samudera

Penelitian Sunarya (1996) mengenai prospek pengembangan pasca

panen perikanan di Indonesia memberikan informasi bahwa hasil produksi ikan di

jawa dan sumatera yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam keadaan

segar hanya 60% dan sisanya 40% diproses pindang, peda, terasi, asap, beku,

kaleng dan tepung ikan. Dominasi utama ikan olahan adalah ikan asin dan peda.

Pemanfaatan hasil produksi sebagian besar masih digunakan untuk mencukupi

kebutuhan makanan diwilayahnya dan sebagian kecil dipasarkan antar pulau dan

diekspor. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pelayanan

Page 40: 2006dku

27

pelabuhan perikanan dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan akan

mempengaruhi kinerja industri dan mendorong kemampuan daya saing industri.

Penelitian Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip oleh Sunarya (1996)

mengenai masalah perikanan pelagis kecil dipantai utara Jawa dan upaya

pemecahannya menunjukkan bahwa kerugian akibat kerusakan mutu hasil

tangkapan disebabkan oleh berbagai faktor seperti desain palka ikan di kapal

kurang baik, kurangnya penggunaan es akibat es relatif mahal, kesalahan

penanganan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) kurangnya sarana pendukung

(cold storage, pabrik es, pasokan air) di pelabuhan perikanan. Dampak yang

dirasakan adalah sulitnya mendapatkan bahan baku industri. Demikian pula

dengan penelitian ini bahwa tanpa dukungan kebijakan pemerintah dalam

penyediaan infrastruktur dan pelayanan pelabuhan perikanan akan

mempengaruhi kinerja industri perikanan terlebih untuk meningkatkan

kemampuan daya saing.

Hasil pengamatan Putro (2001) selaku atase pertanian dan sebagai

perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa, Brussel, produk pengolahan hasil

perikanan dipasar global akan menghadapi peluang dan tantangan

perdagangan. Dalam hal ini Indonesia harus menangkap peluang sebelum sektor

perikanan dimasukkan dalam perjanjian GATT/ WTO yaitu mengupayakan agar

tarif bea masuk dapat dikurangi dan diberlakukan secara fair dan non

diskriminatif. Disamping itu harus meningkatkan kualitas (mutu) produk karena

akan menghadapi program rapid alert system Uni Eropa dan automatic detention

yang diberlakukan oleh Amerika serikat . Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu

segera diambil campur tangan pemerintah dengan berbagai kebijakan untuk

mendukung industri perikanan memasarkan produknya memasuki era

globalisasi.

Page 41: 2006dku

28

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Globalisasi merupakan fakta yang mempengaruhi kehidupan individu dan

bangsa. Globalisasi mentransformasi perdagangan, keuangan, ketenagakerjaan,

teknologi, komunikasi, lingkungan, dan bahkan kehidupan sosial dan kultural

bangsa-bangsa di dunia dewasa ini. Oleh karena itu globalisasi merupakan faktor

utama yang harus dicermati dalam mendayagunakan sumber daya kelautan dan

perikanan secara optimal dan berkelanjutan.

Secara singkat, bahwa globalisasi berkaitan dengan semakin terbukanya

perdagangan dunia dan terintegrasinya perekonomian bangsa. Globalisasi

merupakan fenomena yang sudah lama didengungkan namun baru terasa

dampaknya dalam berapa tahun terakhir. Di masa mendatang dampak

globalisasi tersebut akan semakin nyata dalam kehidupan sebuah bangsa. Di

satu sisi globalisasi secara potensial dapat memberikan manfaat yang berlimpah

bagi kehidupan ekonomi, sosial dan politik serta kebudayaan, namun di sisi lain

jika tidak dikelola dengan baik dan tanpa persiapan yang memadai maka dampak

negatif dari globalisasi akan muncul. Globalisasi merupakan peluang sekaligus

tantangan yang harus dicermati dan merupakan bagian yang sangat

mempengaruhi dan menentukan arah dan hasil dari pembangunan kelautan

secara optimal dan berkelanjutan (Dahuri 2002).

Bagaimanakah hubungan antara globalisasi dengan gagasan

pembangunan di bidang kelautan secara optimal dan berkelanjutan? Sampai

sejauh mana globalisasi bermanfaat pada perikanan Indonesia? Usaha dan

persiapan apa yang diperlukan agar proses globalisasi dapat memberi peluang

bagi pengembangan dan pembangunan kelautan dan perikanan secara optimal

dan berkelanjutan?

Dalam kaitan itu, penelitian ini mengkaji berbagai faktor yang

mempengaruhi pengembangan perikanan, dan bagaimana globalisasi kemudian

ikut mewarnai semua aspek perdagangan. Penelitian ini akan memberikan

berbagai gagasan dan saran bagaimana Indonesia mampu memperoleh manfaat

yang sebesar-besarnya dari arus globalisasi, terutama dikaitkan dengan

perdagangan produk serta jasa kelautan dan perikanan dalam hal ini pelayanan

PPS dalam pengembangan industri perikanan, kasus di PPSNZ Jakarta.

Page 42: 2006dku

29

Belum optimalnya produksi yang dihasilkan sektor perikanan terutama

disebabkan rendahnya produktivitas nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap.

Rendahnya produktivitas nelayan disebabkan oleh teknologi penangkapan yang

rendah. Selanjutnya Gasperzs (2001) menyebutkan bahwa suatu sistem produksi

selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek lingkungan seperti

perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, kebijakan pemerintah akan sangat

mempengaruhi keberadaan sistem produksi. Sistem produksi memiliki komponen

atau elemen struktural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang

kontinuitas operasional sistem produksi. Komponen struktural di sini adalah

bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja (sumberdaya manusia),

modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Komponen atau elemen fungsional

adalah supervisi, perencanaan, pengedalian, koordinasi dan kepemimpinan yang

kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi.

Keberadaan industri perikanan yang melakukan investasi dan

memanfaatkan kawasan industri saat ini terdiri dari industri perikanan tangkap,

processing dan perdagangan rata-rata bertaraf internasional karena hasil

produksinya dipasarkan di pasar internasional. Beberapa kendala yang

menghambat kinerja industri perikanan mengakibatkan produk yang dihasilkan

kurang mampu bersaing dipasar global.

Permasalahan utama yang dihadapi oleh industri perikanan memasuki

era globalisasi adalah kinerja industri perikanan yang berbasis PPS berdasarkan

data dan informasi di Jakarta menunjukkan kemampuan bersaing di pasaran

internasional rendah (produk sering ditolak negara tujuan ekspor, seperti

Amerika dan Uni Eropa, serta kalah bersaing harga di pasar Asia seperti Jepang,

Thailand, Korea). Rendahnya kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta tidak

hanya diakibatkan oleh kurang optimalnya pelayanan PPSNZ Jakarta (kapasitas

dan jenis fasilitas serta mekanisme pelayanan kurang memadai), tetapi juga

disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan industri perikanan, kebijakan

pemerintah, dan daya saing industri perikanan dipasar global. Berikut ini adalah

penjelasan rinci tentang faktor utama yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu

faktor: II, EI, LE, LIP, KIP, KB, PEL, DSG.

(1) Lingkungan industri perikanan

Pengaruh lingkungan industri perikanan (seperti internal industri,

lingkungan ekonomi dan eksternal industri) merupakan faktor penting yang perlu

dianalisis terhadap kinerja industri perikanan, demikian pula halnya dengan

Page 43: 2006dku

30

pengaruh kebijakan pemerintah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya

industri perikanan seperti penyediaan prasarana termasuk kemudahan

mendapatkan modal usaha yang diberlakukan terhadap industri perikanan

(Gasperz. 2001).

Menurut Porter (1990) ada tiga jenis lingkungan yang berpengaruh

terhadap suatu industri yaitu lingkungan industri pemasok (bahan baku, mesin

dan peralatan, bahan processing); lingkungan ekonomi (teknologi, informasi

global, energi, modal); lingkungan industri jasa (pelayanan bank, training,

transpor). Faktor-faktor tersebut diidentifikasi berpengaruh terhadap kinerja

industri perikanan.

Penelitian ini menganalisis hal-hal terkait tentang pengaruh: (1) faktor

internal industri dalam penelitian variabel sumberdaya manusia yang terlibat di

dalam kegiatan industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman), teknologi

industri yang digunakan, asset yang dimiliki perusahaan, keuangan perusahaan;

(2) faktor lingkungan ekonomi dengan variabel kondisi sosial dan ekonomi,

perkembangan teknologi; dan (3) faktor eksternal industri dengan variabel

informasi, infrastruktur, jasa pelatihan pegawai. Ketiga faktor tersebut merupakan

lingkungan industri perikanan dan mempunyai hubungan serta pengaruh

terhadap kinerja industri perikanan berupa kinerja keuangan, kinerja pemasaran

dan kinerja sumberdaya manusia dan akan berpengaruh terhadap kemampuan

daya saing industri perikanan memasuki era globalisasi (Tercia. 2004, Porter.

1990).

(2) Kinerja industri perikanan

Empat faktor kunci yang menentukan suatu industri dapat mempunyai

kinerja tinggi adalah pihak yang berkepentingan, proses, sumberdaya dan

organisasi (Kotler 1997). Dikatakan bahwa suatu perusahaan harus berusaha

untuk memenuhi harapan minimum dari setiap kelompok pihak yang

berkepentingan. Pada saat yang bersamaan perusahaan dapat memberikan

tingkat kepuasan di atas tingkat minimum untuk pihak yang berkepentingan

berbeda. Kepuasan ini akan menyebabkan bisnis ulangan dan akan menciptakan

pertumbuhan yang pada akhirnya akan menciptakan laba (aspek keuangan).

Dari segi proses, perusahaan akan berhasil mempunyai kinerja tinggi

apabila mampu mengelola proses usaha utamanya (core business). Bagi industri

perikanan akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha

inti seperti pengembangan produk baru, dan perolehan penjualan dari aspek

Page 44: 2006dku

31

pemasaran seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan,

mutu produk, harga produk bersaing.

Untuk merealisasikan proses di atas tidak terlepas dari kebutuhan

sumberdaya (seperti tenaga kerja, tingkat kemampuan tenaga kerja, bahan baku,

mesin, informasi). Disamping ketiga faktor diatas ada faktor organisasi, namun

faktor organisasi ini umumnya tidak signifikan dalam lingkungan usaha yang

cepat berubah (Kotler. 1997). Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi, pada

prinsipnya harus selalu berusaha menjaga kepuasan pelanggan dan peningkatan

kualitas yang berkesinambungan apabila pemasaran produk berhasil dan

mendapatkan laba.

Dalam peningkatan kinerja industri perikanan saat ini, faktor lain yang

dapat berpengaruh adalah faktor lingkungan industri dan kebijakan pemerintah.

Kinerja industri perikanan saat ini diduga belum optimal sebagai akibat

lingkungan eksternal industri seperti keterbatasan pasokan bahan baku ikan baik

kualitas maupun kuantitas, keterbatasan suplai sarana produksi berupa bahan

dan alat penangkapan. Sedang lingkungan internal industri seperti keterbatasan

teknologi penangkapan maupun penggunaan kapal ikan yang berteknologi tinggi,

kemampuan sumberdaya manusia perusahaan yang dimiliki, serta pengaruh

lingkungan ekonomi, sosial budaya dan finansial diduga juga mempengaruhi

kinerja industri.

Kondisi lingkungan industri perikanan belum kondusif karena tingkat

pelayanan pelabuhan perikanan masih belum optimal dan merupakan faktor

penting yang mempengaruhi kinerja industri perikanan. Hal ini ditandai dengan

keterbatasan beberapa fasilitas yang diperlukan baik jenis maupun kapasitas

serta mutu pelayanan untuk meningkatkan kinerja industri. Dengan kondisi

demikian berakibat kinerja industri perikanan masih belum efektif dan efisien

sehingga mutu produk yang dihasilkan belum sesuai permintaan konsumen dan

harga produk belum kompetitif (Sutandinata 2002). Adanya kebijakan pemerintah

membangun PPSNZ Jakarta diharapkan dapat mendorong tumbuh dan

berkembangnya industri perikanan.

(3) Kebijakan pemerintah

Untuk mendukung kinerja industri perikanan agar mempunyai

kemampuan daya saing global maka pemerintah Republik Indonesia telah

berupaya mengambil kebijakan dan sudah dilaksanakan berupa pembangunan

prasarana (infrastruktur) PPSNZ Jakarta. Jenis dan kapasitas fasilitas yang

Page 45: 2006dku

32

disediakan dirancang untuk kegiatan industri perikanan dan pelayanannya

disesuaikan dengan kebutuhan yang dapat mendorong kegiatan perikanan skala

industri.

Aturan dan ketentuan serta perijinan untuk pembinaan dan pengendalian

industri perikanan sudah disederhanakan, terutama manajemen pengelolaan

segenap fasilitas PPSNZ Jakarta untuk dapat melayani industri perikanan secara

optimal. Kebijakan yang ditempuh adalah membentuk organisasi manajemen di

PPSNZ Jakarta.

Pada mulanya, suatu project management unit (PMU) dibentuk untuk

mendukung dan melayani masyarakat perikanan. Namun karena terhambat

aturan keuangan negara, sebuah badan usaha berupa perusahaan umum

prasarana perikanan samudera (PPPS) akhirnya dibentuk melalui Peraturan

Pemerintah no. 2 tahun 1990 dan diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah no.

23 tahun 2000. Maksud pembentukan PPPS ini tidak lain untuk dapat

meningkatkan pelayanan melalui prinsip pengusahaan secara ekonomis.

Kemudian untuk melayani tugas pemerintah berupa perijinan yang terkait dengan

kewenangan pemerintah pusat dibentuk unit pelaksanaan teknis (UPT)

pelabuhan perikanan samudera (PPS) Nizam Zachman. Adapun tujuan dibentuk

2 (dua) pengelola PPSNZ Jakarta agar keduanya dapat saling berkoordinasi

untuk menjalankan pelayanan kepada masyarakat perikanan sesuai tugas pokok

dan fungsinya masing-masing.

Kebijakan berikut yang ditujukan langsung kepada industri perikanan

adalah kemudahan mendapatkan modal kerja dan modal investasi. Kemudahan

ini diatur melalui pengaturan penggunaan tanah industri perikanan dengan

ketentuan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 32 tahun 2000 jo. no. 12 tahun

2001. Dalam kebijakan ini diberi kesempatan kepada industri perikanan yang

menyewa tanah milik PPPS dengan dilekati hak guna bangunan (HGB) diatas

hak pengelolaan (HPL) dapat dijaminkan kepada bank untuk mendapatkan

modal kerja dan modal investasi.

(4) Pelayanan pelabuhan perikanan samudera

PPSNZ Jakarta adalah basis atau sebagai tempat untuk kegiatan industri

perikanan sehingga PPSNZ Jakarta harus mampu memberikan pelayanan dan

menjadi suatu lingkungan industri perikanan yang kondusif. Penyediaan berbagai

fasilitas di PPSNZ Jakarta sudah disesuaikan dengan kebutuhan industri

perikanan baik jumlah maupun kapasitasnya agar mampu mendukung dan

Page 46: 2006dku

33

melayani masyarakat perikanan serta pengusaha perikanan terutama industri

perikanan.

Dalam penelitian ini pelayanan dikelompokkan kedalam pelayanan

produksi (fasilitas dermaga, kolam pelabuhan, docking, bengkel), pelayanan

industri processing (kawasan industri, gedung processing, cold storage),

pelayanan pemasaran (tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, pabrik

es), pelayanan logistik (air, BBM solar dan es) dan pelayanan fasilitas pendukung

(penerangan jalan, jalan komplek, keamanan, ketertiban, kebersihan)

Belum optimalnya pelayanan kepada masyarakat dimungkinkan karena

hambatan internal seperti kelemahan kemampuan sumberdaya manusia

pengelola pelabuhan perikanan, keterbatasan jumlah dan kapasitas, mutu serta

jenis fasilitas yang dibangun. Hambatan eksternal yang dapat mempengaruhi

kinerja pelabuhan adalah kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga bahan

bakar minyak (BBM) solar yang berakibat menurunnya jumlah kapal yang aktif ke

laut sehingga dampak yang dirasakan adalah menurunnya permintaan

pelayanan dari pelabuhan perikanan. Kebijakan kenaikan harga barang (seperti

air, listrik) tidak memungkinkan akan menaikkan secara langsung tarif pelayanan

pelabuhan perikanan kepada konsumen. Demikian pula berbagai hambatan

pasar di luar negeri yang dapat menghambat tingkat pelayanan pelabuhan

perikanan kepada industri perikanan.

(5) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global

Dalam rangka memasuki era globalisasi kemampuan daya saing industri

perikanan masih perlu ditingkatkan dan didorong terutama kinerja industri

perikanan dalam menghadapi berbagai ketentuan perdagangan. Berbagai

hambatan perdagangan internasional yang harus dihadapi terutama isu

kebijakan negara tujuan ekspor adalah kurang terbukanya dalam

memberlakukan produk perikanan dari Republik Indonesia seperti ketentuan tarif,

persyaratan mutu produk, pencemaran logam berat serta munculnya “isu baru”

tentang ketentuan penggunaan label by catch, adanya kampanye anti udang

tambak yang diduga menggunakan bahan antibiotik maupun dilakukan irradiasi.

Dengan kondisi demikian akibat yang dirasakan oleh industri perikanan

adalah kurang kompetitif karena masih banyak produk ekspor yang ditolak

dengan alasan mutu produk tidak sesuai dengan pesanan atau ketentuan yang

berlaku di negara tujuan. Walaupun ada peningkatan jumlah eksportir akan tetapi

kemampuan daya saing perikanan Indonesia semakin turun. Terbukti dengan

Page 47: 2006dku

34

kemampuan daya saing perikanan Indonesia tahun 2000 pada posisi 44 diantara

75 negara perikanan dunia, kemudian pada tahun 2001 turun pada posisi 64,

sedangkan berturut-turut Malaysia, Thailand dan Philipina pada posisi 30, 33

dan 48, kemudian Vietnam pada posisi 60, dengan demikian daya saingnya

sudah melampaui posisi Indonesia (Putro 2001).

Dalam menghadapi situasi diatas maka pemerintah Indonesia harus

segera mengambil kebijakan yang dapat mendorong kinerja industrti perikanan

agar mampu bersaing dipasar global. Tanpa ada dukungan dari pemerintah akan

sulit bagi industri perikanan untuk dapat bersaing dipasar global. Disamping itu

tingkat pelayanan pelabuhan perikanan kemungkinan dapat mempengaruhi daya

saing industri perikanan memasuki era globalisasi.

Pada tahap awal yang akan dilaksanakan adalah mengkaji lingkungan

industri terutama dampak negatip lingkungan industri yang ditimbulkan terhadap

kinerja industri. Kondisi ini akan diantisipasi dan diminimalisasi pengaruhnya oleh

pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan. Sebagai implementasi

manajemen kebijakan pemerintah adalah pemberian pelayanan pelabuhan

perikanan samudera. Mengacu pada arah kebijakan yang telah digariskan

pelayanan harus dapat memberi pengaruh berupa kemudahan untuk mendorong

tumbuh dan berkembangnya industri perikanan. Melalui telahan teori, dilakukan

analisis secara simultan dengan menggunakan perangkat lunak komputer untuk

mengetahui pengaruh dan hubungan antar aspek kajian yaitu lingkungan

industri, kinerja industri, kebijakan, pelayanan pelabuhan perikanan dan industri

era globalisasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan model persamaan struktural/

structural equation model (SEM). Model persamaan struktural (SEM) adalah

sekumpulan teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian

hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit itu dapat

dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel

independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk

faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Sebagaimana

disebutkan oleh Solimun (2002b) bahwa analisis structural equation modeling

(SEM) merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural

dan analisis Path. Disisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi

antara analisis data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat

melakukan tiga kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan

Page 48: 2006dku

35

reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian

model hubungan antara variabel latent (setara dengan analisis Path), dan

mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model

struktural atau analisis regresi).

Keunggulan SEM juga dijelaskan oleh Bagozzi dan Fornell (1982) yang

diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005) bahwa model persamaan struktural

(structural equation modeling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate

yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang

kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran

menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate

biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-

sama : 1) model struktural: hubungan antara konstruk (yaitu variabel yang laten/

unobserved / variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan

beberapa indikator atau proksi untuk mengukurnya) independen dan dependen,

2) model measurement: hubungan (nilai loading) antara variabel dengan konstruk

(faktor). Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut

memungkinkan peneliti untuk: 1) menguji kesalahan pengukuran (measurement

error) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SEM, 2) melakukan analisis

faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

3.2 Tatalaksana Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas tatalaksana pelaksanaan

penelitian akan difokuskan dalam aspek-aspek tentang industri perikanan di era

globalisasi, pengaruh internal dan eksternal industri serta lingkungan ekonomi

terhadap lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, peranan PPSNZ

Jakarta sebagai basis pengembangan industri perikanan, daya saing industri

perikanan dalam perdagangan global, pengembangan industri perikanan

berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasii dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 49: 2006dku

36

Gambar 3 Aspek kajian dan tata laksana penelitian dengan pendekatan SEM

Mulai

Kajian pendahuluan tentang indusri perikanan di era globalisasi

Analisis pengaruh internal dan eksternal industri serta lingkungan ekonomi terhadap lingkungan

industri perikanan

Analisis kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri perikanan berbasis

pelabuhan perikanan samudera

Analisis pelayanan pelabuhan perikanan samudera sebagai basis pengembangan dan kinerja industri

perikanan

Analisis daya saing industri perikanan dalam perdagangan global

Model industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi

Selesai

Analisis SEM – LISREL 8.72

Page 50: 2006dku

37

3.3 Metode pengumpulan data

3.3.1 Data Primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data

yang terkait langsung dengan penelitian (Cooper dan Emory 1998).

Pengumpulan data primer dilakukan dalam 3 tahap , yaitu uji coba kuesioner,

pengisian data penelitian responden, konfirmasi dan pemeriksaan ulang terhadap

jawaban / responden.

(1) Pengamatan langsung

Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan yang diteliti secara

langsung dengan perencanaan persiapan daftar pertanyaan. Setelah mendapat

persetujuan pemilik obyek penelitian (dalam hal ini pengelola perusahaan),

dilakukan pengamatan secara langsung kegiatan yang dilaksanakan.

(2) Melalui surat dan daftar pertanyaan

Metode ini memakan waktu lama jika daftar pertanyaan yang dikirim

cukup banyak hasil informasi yang diperoleh cukup banyak. Kelemahannya ada

beberapa pertanyaan yang tidak terjawab karena ada responden yang tidak

mengetahui maksud pertanyaannya. Pertanyaan yang dibuat harus sederhana

dan mudah dimengerti. Oleh karena itu, untuk jawaban yang meragukan di

konfirmasi oleh peneliti melalui wawancara langsung.

(3) Wawancara langsung

Metode ini dilakukan dengan mempersiapkan daftar pertanyaan dan

langsung mendatangi para pemilik perusahaan yang terpilih sebagai sampel

penelitian. Data yang diperoleh adalah hasil tatap muka dan bercakap-cakap

langsung dengan pemilik perusahaan. Keberhasilan mendapatkan data dan

informasi tergantung pada situasi dimana wawancara dilaksanakan dan faktor

kemampuan dari si pewawancara. Jawaban pertanyaan dengan memilih angka

angket yang berskala 1-5 skala Likert. Nilai jawaban pertanyaan menggunakan

pernyataan sangat tidak setuju/ sangat setuju.

Sangat tidak setuju Sangat setuju

1 2 3 4 5

Page 51: 2006dku

38

3.3.2 Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung, beberapa catatan yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan. Data ini dapat berasal dari lingkungan obyek penelitian maupun di

luar obyek penelitian tetapi terkait dengan tujuan penelitian.

3.3.3 Pengolahan data mentah

Penelitian ini merupakan exploratory atau cross sectional study untuk

mengetahui pola hubungan antar variabel yang akan diteliti, sedangkan tahapan

analisis data dan kriteria sampel, serta teknik pengumpulan data digambarkan

pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan pengumpulan data dan analisis data

3.4 Jenis dan Jumlah Data yang Diperlukan

Pengambilan data dilakukan kepada responden industri perikanan yang

memiliki karakteristik penangkapan, industri pengolahan, dan pemasaran ekspor.

Jenis data yang diperlukan dan dikumpulkan untuk analisis penelitian adalah

Data & Informasi Verifikasi

Analisis Data & Informasi Linear Structural

Relationships (LISREL)

Interpretasi

Selesai

Mulai penyiapan kuesioner

Pengumpulan Data & Informasi

Page 52: 2006dku

39

faktor yang terkait dengan variabel yang akan diteliti pada industri perikanan

(internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi, lingkungan industri

perikanan, dan kinerja industri perikanan), kebijakan pemerintah, pelayanan

pelabuhan perikanan samudera, dan daya saing global industri. Penetapan faktor

tersebut melalui proses kajian pustaka dinyatakan sebagai bentukan variabel dari

masing-masing faktor diatas. Selanjutnya di bangun path diagram seperti

disajikan dalam gambar 7. Data tersebut diperoleh dari sampel sebanyak 200

responden, sesuai anjuran didalam penggunaan SEM. Sebenarnya ketentuan

minimal 100 responden dan maksimal 400 responden (Hair et al. 1998). Ukuran

sampel sebagaimana dalam metode statistik lainnya akan menghasilkan dasar

untuk mengestimasi kesalahan. Menurut Hair et al. (1998), jumlah ukuran sampel

apabila ditingkatkan menjadi lebih dari 400 maka metode menjadi sangat sensitif

sehingga sulit untuk mendapatkan ukuran goodness-of-fit yang baik. Disarankan

ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5 observasi untuk setiap estimasi

parameter, apabila parameter berjumlah 20 maka jumlah sampel minimum

adalah 100.

3.5 Pengambilan Sampel

Penetapan kelompok industri dilakukan berdasarkan kriteria berikut :

industri perikanan penangkapan, industri perikanan pengolahan, industri

perikanan pemasaran. Agar didapatkan hasil yang proposional dan mendekati

kebenaran dilakukan pengambilan sampel dengan cara purposive random

sampling. Metode ini adalah cara pengambilan sampel dari masing-masing kelas

perusahaan dilakukan secara acak untuk mewakili kelompoknya. Jumlah industri

perikanan yang ada di PPSNZ Jakarta 139 buah, tetapi jumlah sampel industri

perikanan yang terpilih sesuai kriteria diatas disajikan pada Lampiran 2.

Untuk mendapatkan 200 responden dari keseluruhan populasi di atas

dilakukan pengambilan responden sebanyak 3 sampai 4 responden dari masing

masing industri. Responden yang dipilih setingkat manajer yang mengetahui

secara internal dan eksternal kondisi industri perikanan dan mampu memberikan

jawaban dan konfirmasi tentang pertanyaan yang diajukan.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data ini dilaksanakan agar supaya informasi yang

diperoleh relevan dan valid sehingga lebih akurat dengan permasalahan

Page 53: 2006dku

40

penelitian (Solimun 2002a). Adapun proses pelaksanaannya secara bertahap

dituangkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Proses dan kaidah analisis data (Solimun 2002a).

3.7 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2004 sampai dengan Juni

2005 dengan lokasi penelitian di PPSNZ Jakarta. Pemilihan lokasi penelitian

mempertimbangkan pemikiran bahwa PPSNZ Jakarta dirancang untuk

mendukung dan memfasilitasi pembangunan industri perikanan. Lokasi PPSNZ

Jakarta berada pada kawasan Muara Baru Jakarta Utara (Lampiran 1).

Kegiatan penelitian meliputi:

(1) Survei terhadap lokasi penelitian untuk merancang variabel dan wawancara

awal untuk mendapatkan data awal dari industri-industri perikanan yang ada

di PPSNZ Jakarta, pihak pengelola PPSNZ Jakarta dan pengelola PPPS

Jakarta pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005

(2) Pelaksanaan wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari industri-

industri perikanan terkait dengan data-data SEM yang ada di PPSNZ Jakarta

Februari 2005 – Juni 2005

Pada saat penelitian terpilih 66 perusahaan industri perikanan sebagai

sampel dengan kriteria industri perikanan penangkapan, industri perikanan

pengolahan, industri perikanan pemasaran. Semua sampel industri perikanan

tersebut benar-benar kegiatan utamanya mendapat pelayanan dari PPSNZ

Sarana dan prasarana yang dibangun dan dikembangkan untuk

mendukung industri perikanan serta berbagai upaya pengelolaan untuk

memfungsikan prasarana yang sudah ada, ditujukan agar kinerja industri

CODING SCORING

TABULASI

PERIKSA OUTLIERS

JENIS & KARAKTERISTIK

DATA

PILIH METODE ANALISIS

JENIS & PERMASALAHAN

PENELITIAN

VALID

INFORMASI AKURAT

RELEVAN

Page 54: 2006dku

41

perikanan dapat efisien sehingga produk industri perikanan yang dihasilkan

mampu bersaing secara global.

3.8 Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling/SEM)

Analisis pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta

dengan menggunakan persamaan structural equation model (SEM), Menurut

Ferdinand (2002), yang dimaksudkan dengan persamaan struktural (SEM)

adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah

rangkaian hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit itu

dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa

variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat

berbentuk faktor (konstruk) yang dibangun dari beberapa variabel indikator.

Ghozali dan Fuad (2005) menyatakan bahwa pengertian SEM merupakan

gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factor

analysis) yang dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri dengan model

persamaan simultan (Simultaneous Equation Modeling) yang dikembangkan di

ekonometrika.

Teknis analisis structural equation modeling (SEM) merupakan

pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis Path.

Di sisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis

data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat melakukan tiga

kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan reliabilitas instrumen

(setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara

variabel latent (setara dengan analisis Path), dan mendapatkan model yang

bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis

regresi) (Solimun 2002). Software yang tersedia untuk menganalisis diantaranya

LISREL, AMOS.

LISREL adalah satu-satunya program SEM yang tercanggih dan yang

dapat mengestimasi berbagai masalah SEM yang bahkan hampir tidak mungkin

dapat dilakukan oleh program lain, seperti AMOS, EQS dan lain sebagainya.

Disamping itu, LISREL merupakan program yang paling informatif dalam

menyajikan hasil-hasil statistik, sehingga modifikasi model dan penyebab tidak fit

atau buruknya suatu model dapat dengan mudah diketahui. Penggunaan

variabel moderating dan juga non-linearitas pada SEM bahkan tidak lagi mustahil

digunakan berkat LISREL (Ghozali dan Fuad 2005). Penggunaan SEM dengan

LISREL pada jurnal Information System Research sekitar 15% sedangkan SEM

Page 55: 2006dku

42

AMOS hanya sekitar 3%, pada jurnal Management Information Systems

Quarterly penggunaan LISREL 13% sedangkan AMOS sekitar 3%. Untuk

penelitian ini digunakan LISREL 8,54 yang diterbitkan bulan April 2005 (Joreskoq

dan Sorbom 2005).

Tujuan pertama penggunaan SEM adalah untuk menentukan apakah

model plausible (masuk akal) atau fit. Pengertian fit adalah model dikatakan

benar berdasarkan data yang dimiliki. Tujuan kedua adalah untuk menguji

berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya (Ghozali dan Fuad 2005).

Penggunaan SEM dengan program LISREL 8,54 versi student jumlah variabel

masih terbatas. Setelah dicoba digali melalui internet terdapat LISREL 8,72 versi

student, namun jumlah variabel juga masih terbatas. Dengan 54 variabel yang

digunakan dalam penelitian ini dicoba lagi menggali informasi internet dan

diperoleh LISREL 8,72 full version ternyata memiliki kelebihan dapat

menganalisis secara bersamaan 54 variabel bahkan apabila diperlukan masih

mampu lebih dari 54 variabel secara serentak. Alasan penggunaan program

LISREL ini karena paling banyak digunakan dan dipublikasikan pada berbagai

jurnal ilmiah dan disiplin ilmu (Austin dan Calderon 1996 & Byrne 1998) yang

diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005).

Langkah-langkah Penggunaan SEM

Ada 7 langkah penggunaan SEM (Hair et al.1998), rinciannya disajikan

pada Gambar 6.

Gambar 6 Langkah-langkah pendekatan SEM (Hair et al. 1998).

Langkah ke 1 Pengembangan Model Berbasis Konsep dan Teori

Langkah ke 2 Mengkontruksi Diagram Path

Langkah ke 3 Konversi Diagram Path ke Model Struktural

Langkah ke 4 Memilih Matriks Input

Langkah ke 5 Menilai Masalah Identifikasi

Langkah ke 6 Evaluasi Goodness-Of-Fit

Langkah ke 7 Interpretasi dan Modifikasi Model

Page 56: 2006dku

43

Langkah ke 1: Pengembangan model berbasis konsep dan teori

Prinsip didalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar

variable eksogen dan endogen. Disamping dapat dilakukan secara bersamaan

untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Hubungan kausal

adalah apabila terjadi perubahan nilai didalam suatu variable akan menghasilkan

perubahan dalam variabel lain.

Langkah awal didalam SEM adalah pengembangan model hipotik yaitu

suatu model yang mempunyai justifikasi teori atau konsep. Setelah itu model

dilakukan verifikasi berdasarkan data empirik melalui SEM. Dengan demikian

peneliti dalam mengembangkan teori harus melakukan serangkaian eksplorasi

ilmiah melalui telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas

model teoritis yang dikembangkan. Dengan demikian tanpa dilandasi teoritis

yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan SEM tidak

digunakan untuk menghasilkan sebuah model melainkan digunakan untuk

mengkonfirmasi model hipotik melalui data empirik (Solimun 2002).

Sejak dini penggunaan SEM harus hati-hati karena hubungan sebab

akibat dari variabel bukan dihasilkan oleh SEM; akan tetapi hasil analisis SEM

adalah untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik.

Oleh karena itu telaah teori yang mendalam untuk model yang akan dikaji adalah

“syarat mutlak” dalam aplikasi SEM.

Langkah ke 2: Menyusun Path Diagram

Pada langkah kedua dibuat path diagram. Tujuan penyusunan path

diagram ini adalah untuk mempermudah peneliti melihat hubungan kausalitas

yang ingin diuji. Apabila hubungan kausal tersebut ada yang belum mantap maka

dapat dibuat beberapa model yang kemudian diuji menggunakan SEM untuk

mendapatkan model yang paling tepat. Setelah model teoritis diuraikan pada

langkah pertama maka dikembangkan path diagram. Model path diagram dalam

kajian analisis pengembangan industri perikanan yang berbasis PPSNZ Jakarta

memasuki era globalisasi di sajikan pada Gambar 7.

Komponen yang berupa konstruk didalam diagram diatas dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan

konstruk endogen. Dimaksudkan dengan konstruk eksogen atau disebut dengan

independent variable adalah yang tidak diprediksi oleh varibel lain dalam model.

Dalam diagram konstruk eksogen ini dituju oleh garis dengan satu ujung anak

panah. Dapat juga terjadi diantara konstruk eksogen ini dihubungkan dengan

Page 57: 2006dku

44

garis lengkung dengan kedua ujungnya ada anak panah untuk menjelaskan

bahwa di antara kedua konstruk eksogen tersebut mengindikasikan adanya

korelasi.

Kemudian pengertian konstruk endogen atau faktor yang diprediksi oleh

satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau

beberapa konstruk endogen lain tetapi konstruk eksogen hanya dapat

berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Berdasarkan pengertian diatas

maka peneliti dapat menentukan mana yang akan diperlakukan sebagai

konstruk endogen dan mana sebagai konstruk eksogen.

Berdasarkan teori model pada telaah pustaka di atas dapat

dikembangkan kerangka pemikiran teoritis seperti model penelitian yaitu ada 4

faktor yang berpengaruh terhadap daya saing global industri perikanan (DSG)

memasuki era globalisasi yaitu pertama faktor kebijakan pemerintah (KB), kedua

kinerja industri perikanan (KIP), ketiga faktor LIP dan ke empat faktor pelayanan

PPS (PEL), dapat dilihat pada Gambar 7.

STRATEGIKEBIJAKAN

EKSTERNAL INDUSTRI

INTERNALINDUSTRI

LINGKUNGAN EKONOMI

LINGKUNGAN INDUSTRI

PERIKANAN

KINERJA INDUSTRIPERIKANAN

DAYA SAINGINDUSTRI

PERIKANAN

PELAYANAN PELABUHANPERIKANAN

Gambar 7 Model path diagram

Berdasarkan model (Gambar 7), ada 13 (tigabelas) hipotesis penelitian

yang di uji dalam penelitian ini, yaitu:

H1 Internal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan

industri perikanan

H2 Eksternal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan

industri perikanan

H3 Lingkungan ekonomi diduga akan berpengaruh positip terhadap

lingkungan industri perikanan

Page 58: 2006dku

45

H4 Kebijakan pemerintah diduga akan mempengaruhi positip terhadap

lingkungan industri perikanan

H5 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip

oleh kebijakan pemerintah

H6 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan mempengaruhi positip

terhadap lingkungan industri perikanan

H7 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh

kebijakan pemerintah

H8 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh

Lingkungan industri perikanan

H9 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh

pelayanan PPSNZ Jakarta

H10 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara

positip oleh kebijakan pemerintah

H11 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara

positip oleh kinerja industri perikanan

H12 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara

positip oleh lingkungan industri perikanan

H13 Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positip oleh

pelayanan PPS

Kotler (1997), Wahyuni (2002) dan Madecor Group (2001) mengatakan

bahwa daya saing global industri perikanan dapat diukur dari 6 variabel yaitu:

kemampuan teknologi informasi dan komunikasi perusahaan, jaminan mutu

produk, produk mempunyai kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitif,

ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan dan produk mempunyai

kemampuan durabilitas. Kinerja industri perikanan memiliki 12 (duabelas)

variabel penting yang berpengaruh yaitu aspek keuangan terdiri dari laba (rugi);

return on investment (ROI), return on equity (ROE), aspek pemasaran terdiri dari

volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan,

kemampuan pengembangan produk, kemampuan harga bersaing, mutu produk,

jaringan pemasaran luas aspek sumberdaya manusia terdiri dari produktivitas

kerja, penyerapan tenaga kerja.

Disamping ke dua faktor diatas berikutnya adalah faktor ke tiga

lingkungan industri perikanan tersebut terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu faktor ke

Page 59: 2006dku

46

empat internal industri memiliki 3 (tiga) variabel yaitu kemampuan SDM

perusahaan, inovasi penggunaan teknologi industri, kemampuan keuangan dan

asset perusahaan; faktor ke lima eksternal industri terdiri dari 5 (lima) variabel

yaitu perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan, kondisi

industri pemasok, kondisi ekonomi; ketersediaan infrastruktur; dan faktor ke

enam lingkungan ekonomi terdiri dari 4 (empat) variabel yaitu lingkungan

teknologi, situasi perdagangan dunia, ketersediaan sumberdaya alam dan

energi, tingkat persaingan antar perusahaan. Faktor ke tujuh adalah pelayanan

PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu pelayanan produksi (tambat

labuh kapal), pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran, pelayanan

logistik dan pelayanan fasilitas pendukung. Faktor ke delapan kebijakan

pemerintah terdiri dari 3 (tiga) variabel yaitu pembangunan PPS, pembentukan

BUMN, Pengaturan pemanfaatan tanah industri.

Didalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh diantara ke

delapan faktor diatas dan perlu dijelaskan terlebih dahulu definisi operasional dari

masing-masing faktor. Rincian definisi setiap faktor disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kerangka operasional faktor

Faktor Definisi Operasional

Internal Industri Kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan / mengkoordinasikan kegiatan orang lain

Eksternal Industri Faktor diluar industri yang menjadi obyek utama penelitian, faktor ini mempengaruhi kinerja industri, baik secara langsung maupun tidak langsung

Lingkungan Ekonomi

Industri dalam area ekonomi yang lebih luas. Seperti lingkungan teknologi, situasi perdagangan dunia dan ketersediaan Sumberdaya alam dan energi, tingkat persaingan antar perusahaan

Lingkungan Industri Perikanan

Industri dan pemasok akan berada dalam suatu lingkungan makro yang dapat menciptakan peluang dan ancaman (Kotler. 1997)

Kinerja Industri Perikanan

Ukuran keberhasilan industri, biasanya dilihat dari nilai keuangan, pemasaran, daya serap tenaga kerja.

Kebijakan pemerintah Keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam upaya memberikan pelayanan umum kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan

Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera

Berbagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan pengguna jasa pelabuhan yang berorientasi pada efisiensi, transparansi, dan memberikan dampak positip bagi perkembangan usaha perikanan

Daya Saing Global Kemampuan suatu produk dalam memasuki pasar dunia (global) untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan pelanggan.

Page 60: 2006dku

47

Untuk menjelaskan 8 faktor tersebut sebelumnya digunakan 54 variabel,

setelah diseleksi terpilih 38 variabel yang signifikan dan masing masing variabel

diberi nilai. Pemberian nilai variabel menggunakan skala Likert (skala 1 sampai

5). Komposisi jumlah varibel pada masing-masing faktor disajikan pada Gambar

8.

VRB7

VRB8

VRB9

VRB2

VRB3

STRATEGIKEBIJAKAN

X25 X26 X27

EKSTERNAL INDUSTRI

VRB4

X5

X6

VRB1

INTERNALINDUSTRI

X9

X10

X11

X2

X3

LINGKUNGAN EKONOMI

X4

X1

X20 X21X19 X23 X24X22

X34

X33

X35

X37

X36

X38

LINGKUNGAN INDUSTRI

PERIKANAN

KINERJA INDUSTRIPERIKANAN

DAYA SAINGINDUSTRI

PERIKANAN

PELAYANAN PELABUHANPERIKANAN

X28 X29 X30 X31 X32

X14 X15X13 X17 X18X16

X7

VRB6X8

X12

Gambar 8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel terhadap masing-masing faktor

Keterangan : Model path diagram X1 Kemampuan SDM industri perikanan X20 Kemampuan harga bersaing X2 Inovasi penggunaan teknologi industri X21 Mutu produk X3 Kemampuan keuangan dan asset

perusahaan X22 Produktifitas kerja

X4 Perkembangan teknologi perikanan X23 Tingkat penyerapan tenaga kerja X5 Ketersediaan jasa pelatihan X24 Jaringan pemasaran luas X6 Ketersediaan infrastruktur: X25 Pembangunan PPS X7 Kondisi industri pemasok X26 Pembentukan BUMN X8 Kondisi ekonomi X27 Pengaturan pemanfaatan tanah

industri X9 Lingkungan teknologi

X28 Pelayanan kegiatan produksi melalui

tambat labuh kapal X10 Situasi perdagangan dunia X29 Pelayanan industri processing X11 Ketersediaan sumberdaya alam dan

energi X30 Pelayanan kegiatan pemasaran

X12 Tingkat persaingan antar perusahaan X31 Pelayanan kebutuhan logistik kapal X13 Laba (rugi) perusahaan X32 Pelayanan fasilitas pendukung industri X14 Kemampuan ROI (Return On Investment)

perusahaan X33 Kemampuan teknologi informasi dan

komunikasi pemasaran X15 Kemampuan ROE (Return On equity)

perusahaan X34 Jaminan mutu produk

X16 Volume penjualan tinggi X35 Produk mempunyai kemampuan Imitabilitas

X17 Pertumbuhan penjualan X36 Harga produk kompetitif

X18 Pertumbuhan pelanggan X37 Ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan

X19 Kemampuan diversikasi produk X38 Produk mempunyai kemampuan durabilitas

Page 61: 2006dku

48

Langkah ke 3: Konversi diagram alir kedalam persamaan

Setelah digambarkan dalam sebuah diagram alir pada langkah kedua

maka pada langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian

persamaan. Persamaan yang dibangun ada dua macam ;

1) Persamaan struktural.

Persamaan ini untuk menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai

konstruk sebagai berikut :

Faktor endogen = Faktor eksogen + Faktor endogen + error

Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut :

Y 1 = ß1 Y 2 + ß2 Y 3 + ß3 Y 4+ ß 4 Y 5+ d1 ............................................................................... 1

Dimana :

Y 1 = Faktor endogen

Y 2 = Faktor eksogen

ß = Bobot Regresi (regression weight)

d = Disturbance Term (error)

2) Persamaan spesifikasi model pengukuran.

Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur faktor

(konstruk) mana serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukan

korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau faktor. Persamaan untuk model

pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel = faktor eksogen + error

Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut :

Variabel 1 (X1) = ? 1 Y 1 + e 1....................................................................... 2

Variabel 2 (X2) = ? 2 Y 2 + e 2........................................................................ 3

Variabel 3 (X3) = ? 3 Y 3+ e 3......................................................................... 4

Dimana :

X1, X2, X3 = Variabel yang di survei

? = Loading Factor

e = Error

Langkah ke 4: memilih matrik input dan estimasi model

Pada SEM hanya menggunakan matrik kovarians/matrik korelasi sebagai

data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. SEM ini pada mulanya

sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians. Matrik kovarians

digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang

valid antara populasi yang berbeda atau sempel yang berbeda, hal ini tidak dapat

Page 62: 2006dku

49

digunakan analisis korelasi. Menurut Baumgartner dan Homburg (1996), yang

dikutip dalam Ferdinand (2002), menyarankan agar menggunakan matrik

kovarians pada saat pengujian teori sebab kovarian lebih memenuhi assumsi

metodologi dan merupakan bentuk data lebih sesuai untuk memvalidasi

hubungan kausalitas. Kemudian ukuran sampel memegang peranan penting

dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel yang harus

digunakan menurut Hair et al. yang paling sesuai adalah antara 100-200. Apabila

ukuran sampel lebih dari 400 maka metode menjadi lebih sensitif sehingga sulit

mendapatkan ukuran goodness of fit yang baik. Ukuran sampel minimum 5

observasi untuk setiap estimasi parameter sehingga apabila jumlah

parameternya 20 maka jumlah sampel minimal 100.

Langkah ke 5: mengantisipasi munculnya masalah identifikasi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model

kausal ini adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya

adalah masalah mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan

untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul gejala

sebagai berikut :

1) Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar.

2) Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya

disajikan

3) Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif

4) Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat

(dapat lebih dari 0,9)

Langkah-langkah untuk menguji ada atau tidak adanya problem identifikasi

adalah sebagai berikut :

1) Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan

menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya

adalah model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali reestimasi

dilakukan.

2) Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel

dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sasuatu yang fix pada

faktor atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi

ulang ini overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari

sebelumnya diduga terdapat problem identifikasi. Disarankan apabila setiap

Page 63: 2006dku

50

estimasi muncul problem identifikasi ini, model ini sebaiknya dipertimbangkan

ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.

Langkah ke 6: evaluasi kriteria goodness of fit.

Pada langkah ini peneliti harus menggunakan indikator-indikator

goodness of fit dalam menilai fit suatu model. Peneliti tidak boleh hanya

menggunakan satu indeks atau beberapa indeks saja untuk menilai suatu model

fit, akan tetapi harus mempertimbangkan seluruh indeks. Berikut disajikan

beberapa indeks sebagai kreteria goodness of fit (Ghozali dan Fuad 2005):

1) Chi-Square dan Probability.

Nilai probabilitas chi-square adalah signifikan (p = 0,00). Apabila hasil

analisis didapatkan lebih besar dari p = 0,00 , maka model dikatakan tidak fit.

2) ?²/df.

Ratio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom

(X²/df). Nilai yang diperoleh harus lebih rendah dari cut-off model sebesar 5

disarankan oleh Wheaton (1977) yang diacu dalam Ghozali dan Fuad (2005).

3) RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation)

Hipotesis dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka

RMSEA yang jauh lebih kecil dari 0,05 (Joreskog dan Sorbom 2005).

4) NFI (Normed Fit Index)

Nilai ini ditemukan oleh Bentler dan Bonetts (1980) yang diacu dalam

Ghozali dan Fuad (2005) merupakan salah satu untuk menentukan model fit.

Hasil analisis suatu model dikatakan fit apabila nilai NFI mendekati atau lebih

besar dari pada 0,9. Jika tidak fit diduga model terlalu komplek.

5) NNFI (Non – Normed Fit Index)

Nilai NNFI ini digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas

model dalam perhitungan NFI, nilai untuk NNFI lebih besar 0.9.

6) CFI (Comparative Fit Index)

Suatu model dikatakan fit (baik) apabila hasil analisis memiliki nilai

mendekati 1 dan 0,9 adalah batas model fit (Bentler 1990 yang diacu dalam

Ghozali dan Fuad 2005).

7) IFI (Incremental Fit Index)

Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih besar 0,9 (Byrne 1998 di

acu dalam Ghozali dan Fuad 2005).

8) RFI (Relative Fit Index (RFI)

Page 64: 2006dku

51

Nilai RFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana nilai semakin mendekati 1,

maka model dikatakan Fit.

9) GFI (Goodness of Fit Indices)

Goodness of fit indices (GFI) merupakan suatu ukuran mengenai

ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI

untuk menghasilkan model yang fit berkisar antara 0 sampai 1 atau lebih besar

dari 0,9 (Diamantopaulus dan Siguaw 2000 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad

2005).

10) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)

Nilai AGFI adalah sama dengan GFI tetapi sudah menyesuaikan

pengaruh dengan degrees of freedom pada suatu model.

11) PGFI (parsimony goodness of fit index)

Nilai batasan lebih besar 0,6 model dikatakan baik (Byrne 1998).

Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas maka suatu

model akan diuji melalui goodness of fit (Tabel 2)

Tabel 2. Goodness of fit statistics

No Goodness of Fit Index Cut-Off Value

1 Chi –square dan Probability = 0,00

2 ?²/ df = 5

3 RMSEA 0,06 – 0,08

4 NFI = 0,9

5 NNFI = 0,9

6 CFI = 0,9

7 IFI = 0,9

8 RFI = 0,9

9 GFI = 0,9

10 AGFI = 0,9

11 PGFI = 0,6

Sumber: Ghozali dan Fuad (2005)

Disamping hal di atas perlu diuji pula nilai analisis dengan melihat nilai :

1) ECVI (Expected Cross Validation Index)

Hasil analisis mengharuskan nilai ECVI penelitian lebih rendah dari nilai

ECVI for saturated ataupun nilai ECVI for independence model, artinya model

baik untuk direplikasikan pada penelitian berikutnya.

Page 65: 2006dku

52

2) AIC dan CAIC (Akaike’s Information Criterion )

Digunakan untuk menilai masalah parsimony dalam penilaian model fit.

Nilai AIC sensitive terhadap jumlah sampel sedang CAIC tidak (Bandalos 1993

dalam Ghozali dan Fuad 2005). Hasil analisis nilai AIC dan CAIC harus lebih

kecil dari AIC model saturated dan independence untuk membuktikan bahwa

model dikatakan fit.

Langkah ke 7: Interpretasi dan modifikasi model

Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model

cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi.

1) Interpretasi

Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model

yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini

maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan

prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan.

Dengan mengunakan standardized residual covariance matrik akan

dihasilkan nilai residual stantard. Apabila interpretasi terhadap residual yang

dihasilkan model melalui pengamatan variabel mempunyai nilai residual standard

lebih besar dari besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu

dilakukan modifikasi model.

2) Indeks modifikasi

Apabila model belum baik perlu diadakan modifikasi dan di dalam

penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan

modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi

teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi.

Page 66: 2006dku

53

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

PPSNZ Jakarta terletak di Jalan Muara Baru Ujung, Muara Baru

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Karena itu PPSNZ Jakarta sering disebut

Pelabuhan Muara Baru. Secara geografis PPSNZ Jakarta terletak pada empat

titik koordinat, yaitu : A (106o 48’ 15”BT / 6o6’18”LS), B (106o 47’ 14”BT /

6o6’20”LS ), C (106o 48’ 14”BT / 6o5’32” LS), D (106o 47’ 44”BT / 6o5’34”LS).

Informasi tentang posisi dari lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

PPSNZ Jakarta di sebelah utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa,

di sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Penjaringan, di sebelah timur

berbatasan dengan Pelabuhan Sunda Kelapa, di sebelah barat berbatasan

dengan Waduk Pluit.

PPSNZ Jakarta memiliki luas keseluruhan 111 hektar (ha). Luasan ini

terbagi dalam tiga kawasan, yaitu areal industri 40 hektar, areal Unit Pelaksana

Teknis dan PPPS 31 hektar dan kolam pelabuhan 40 hektar.

4.1.1 Peran PPSNZ Jakarta dalam Mendukung Pengembangan Industri

Perikanan

Salah satu prasarana pembangunan perikanan tangkap yang sangat

strategis keberadaannya adalah PPSNZ Jakarta. Peran penting PPSNZ Jakarta

antara lain adalah sebagai sarana tambat-labuh dan bongkar-muat kapal

perikanan, sentra pembinaan kepada nelayan serta sebagai pusat

pengembangan usaha pendukung (hulu dan hilir). Melalui dampak ganda

(multiplier effect), keberadaaan PPSNZ Jakarta telah memberikan stimulasi

tumbuhnya perekonomian lokal (regional) yang secara langsung telah

memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitarnya.

Dengan demikian, PPS Jakarta perlu semakin ditingkatkan, sehingga dapat lebih

berperan secara optimal bagi pengembangan usaha perikanan tangkap secara

umum.

Penyediaan prasarana berupa PPSNZ Jakarta diharapkan mampu

memberikan dukungan pengembangan industri di masa mendatang terutama

menghadapi era globalisasi, sehingga jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun

dikawasan pelabuhan perikanan samudera dipersiapkan sesuai dengan

kebutuhan pengembangan industri. Pada mulanya sasaran pembangunan PPS

adalah untuk mengembangkan pemasaran ikan sistem rantai dingin (cold chain

Page 67: 2006dku

54

system ), namun dengan semakin meningkatnya kebutuhan ikan akibat semakin

bertambahnya jumlah penduduk maka pembangunan PPS dikembangkan untuk

mendorong berkembangnya industri perikanan. Pemerintah selain menyediakan

fasilitas juga mempersiapkan organisasi pengelola yang benar-benar mampu

untuk melayani segenap kegiatan industri perikanan.

Kebijakan pemerintah selanjutnya dijabarkan kedalam suatu program,

dimana untuk program PPS diarahkan sebagai pusat industri perikanan dari hulu

sampai hilir serta sebagai pusat pembinaan nelayan. Harapannya adalah

keberadaan PPS akan mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perikanan

dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan usaha perikanan ada di pelabuhan

perikanan.

Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan dan program pemerintah

diatas pengelola pelabuhan perikanan harus mampu :

1) Memberikan pelayanan prima bagi pengguna jasa pelabuhan perikanan

samudera antara lain memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu

serta sesuai kebutuhan pelanggan.

2) Menciptakan PPSNZ Jakarta yang bersih dan sehat.

3) Memberikan kesempatan yang sama kepada pengguna jasa pelabuhan

perikanan samudera didalam memperoleh fasilitas.

4) Melakukan pengendalian terhadap segenap kegiatan didalam kawasan

pelabuhan perikanan samudera.

PPSNZ Jakarta ditetapkan sebagai pelabuhan perikanan dengan

klasifikasi pelabuhan samudera berarti harus mampu melayani kapal perikanan

di atas 60 GT dan menampung 100 buah kapal sekaligus; serta melayani kapal

ikan yang beroperasi diperairan lepas pantai; Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan

perairan internasional. Untuk melayani jumlah ikan yang didaratkan oleh kapal

ikan sebesar 200 ton/hari atau 40.000 ton pertahun disediakan gudang pendingin

berupa coldstorage; tempat pelayanan ikan serta penyediaan sarana untuk

pemasaran baik domestik maupun ekspor. Mengingat komoditi perikanan cepat

sekali mengalami kemunduran mutu disediakan fasilitas pembinaan mutu.

Sebagai pendukung kegiatan produksi, processing dan pemasaran ikan

pemerintah menyediakan berbagai fasilitas seperti pabrik es, air bersih, listrik,

BBM solar, bengkel, telepon. Apabila kebutuhan fasilitas masih dirasakan belum

memadai maka pihak swasta juga melengkapi kebutuhan industri seperti ikan

umpan, garam, pengepakan ikan dan sebagainya.

Page 68: 2006dku

55

4.1.2 Fasilitas PPSNZ Jakarta

PPSNZ Jakarta yang dibangun sejak tahun 1980, resmi beroperasi pada

tahun 1984. Pelabuhan perikanan ini dirancang untuk melayani kapal-kapal

perikanan yang berukuran > 60 GT yang dioperasikan diperairan laut lepas

pantai Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan perairan

internasional serta dapat melayani kegiatan ekspor. Sebagai pusat distribusi ikan

yang melewati jalan darat, PPSNZ Jakarta menjadi pusat pemasaran ikan dari

berbagai daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Untuk menunjang kegiatan operasional PPSNZ Jakarta disediakan

berbagai sarana /fasilitas pelabuhan antara lain dermaga untuk mendaratkan

ikan, tempat pelelangan ikan, coldstorage, fasilitas industri pengolahan ikan

berupa kawasan industri perikanan, pabrik es, serta berbagai fasilitas pendukung

kegiatan perikanan.

Fasilitas pelabuhan perikanan terbagi kedalam tiga kelompok yaitu

fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang.

(1) Fasilitas pokok

Fasilitas pokok pelabuhan perikanan samudera (PPS) terdiri dari: lahan

industri perikanan, dermaga, kolam pelabuhan, penahan gelombang, rambu

navigasi, turap penahan longsor (revetment), jalan komplek. Berikut penjelasan

secara rinci setiap fasilitas tersebut.

1) Lahan untuk industri perikanan

Tanah kawasan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta seluas 111 ha

terdiri dari 40 ha berupa kolam pelabuhan, kawasan daratan dengan status

sertifikat hak pakai (HP) seluas 31 ha dipergunakan untuk perkantoran, fasilitas

umum, pertokoan. Lainnya berupa kawasan industri perikanan dengan status

hak pengelolaan (HPL) seluas 40 ha. Dengan demikian kawasan daratan yang

bersertifikat hak pakai (HP) merupakan kawasan untuk kepentingan pelayanan

umum dan yang bersertifikat hak pengelolaan (HPL) diusahakan untuk kawasan

industri perikanan.

Kawasan yang disiapkan untuk membangun industri perikanan seluas 40

ha, terbagi menjadi 15 blok dan masing-masing bloknya seluas sekitar 2-3 ha.

Kemudian masing-masing blok masih dibagi per kapling yang luasnya

disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing industri (sekitar 2.000-2.500 m²/

Page 69: 2006dku

56

kapling) untuk disewa dengan status hak pakai atau hak guna bangunan. Lay out

pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta di sajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Lay out pembagian blok industri perikanan di PPSNZ Jakarta.

2) Dermaga

Untuk melayani persiapan kapal mengisi perbekalan kelaut dan

membongkar hasil tangkapan ikan disediakan dermaga sepanjang 1.674 m.

Sesuai dengan tujuan penggunaannya dermaga terbagi menjadi dermaga

bongkar ikan (unloading), dermaga muat ( loading) untuk persiapan operasi

melaut dan pelayanan kapal angkutan ikan serta dermaga tambat istirahat

(berthing).

3) Kolam pelabuhan

Digunakan untuk pergerakan kapal didalam pelabuhan disediakan kolam

pelabuhan seluas 40 ha dengan kedalaman antara -4,5 sampai dengan – 7

meter (Gambar 10). Kapasitas fasilitas ini dipersiapkan untuk dapat

mengakomodir kapal ikan berbobot sampai 3.000 GT.

Page 70: 2006dku

57

Gambar 10 Kolam PPSNZ Jakarta.

4) Penahan gelombang (Breakwater)

Untuk melinndungi kapal yang sedang tambat di dermaga dan labuh di

kolam pelabuhan perikanan dari pengaruh gelombang laut dibangun pemecah

gelombang (breakwater) dikedua sisi kolam pelabuhan yang masing-masing

sepanjang 750 m dan 290 m.

5) Rambu navigasi

Untuk memandu kapal ikan yang akan masuk atau keluar pelabuhan

perikanan terutama pada malam hari, pada bagian ujung penahan gelombang

(breakwater) dipasang 2 (dua) buah rambu navigasi berwarna hijau dan merah

sebagai tanda alur keluar masuk (pintu) pelabuhan perikanan.

6) Turap ( Revetment )

Untuk menahan tanah agar tidak mengalami abrasi kepantai dan kolam

pelabuhan dibangun revetment pada sisi sebelah barat 1.480 m dan timur 1.560

m pelabuhan, yang berfungsi juga untuk melindungi lahan kawasan industri

pelabuhan perikanan (Gambar 11).

Page 71: 2006dku

58

Gambar 11 Turap (revetment) untuk menahan longsor tanah PPSNZ Jakarta.

7) Jalan kompleks

Fasilitas ini dibangun untuk melayani transportasi ikan dari dermaga ke

kawasan industri, maupun ke tempat pelelangan ikan serta pusat pemasaran

ikan. Demikian pula untuk melayani kepentingan suplai bahan logistik dari luar

kawasan masuk ke pelabuhan perikanan. Jalan komplek disediakan sepanjang

53.256 m (Gambar 12).

Gambar 12 Jalan komplek industri dan masyarakat di PPSNZ Jakarta

(2) Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional pelabuhan perikanan samudera (PPS) terdiri dari:

tempat pendaratan ikan tuna (tuna landing center/ TLC), tempat pelelangan ikan

(TPI), gudang pendingin (cold storage), pabrik es, galangan kapal, stasiun

Page 72: 2006dku

59

pengisian bahan bakar, kantor pelayanan terpadu, ruang pengolahan, balai

pertemuan nelayan, pusat pemasaran ikan (PPI), pos keamanan. Berikut adalah

penjelasan rinci setiap fasilitas tersebut.

1) Tempat pendaratan ikan tuna (Tuna Landing Center/ TLC ).

Dibangun untuk melayani pendaratan dan pengepakan ikan tuna, yang

terletak pada sisi timur kolam pelabuhan perikanan sebanyak 29 lokasi

dengan luas bangunan seluruhnya 13.143 m2 (Gambar 13).

Gambar 13 Tuna Landing Center (TLC) di PPSNZ Jakarta.

2) Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Luas bangunan 3.367 m2 (Gambar 14), disiapkan untuk melelang ikan yang

direncanakan kapal ikan mendaratkan 200 ton per hari. Sesuai tugas pokok dan

fungsi dikelola Koperasi dan Dinas perikanan DKI Jakarta.

Gambar 14 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPSNZ Jakarta.

Page 73: 2006dku

60

3) Gudang pendingin (cold storage)

Gudang pendingin (cold storage) dilengkapi dengan ruang pembekuan milik

PPPS terdiri dari dua unit dengan kapasitas tampung masing-masing 800 ton

dan 200 ton (Gambar 15). Kondisi tidak optimal karena usia teknis dan mahalnya

biaya rehabilitasi, sedangkan milik swasta 15 unit dengan kapasitas 200 ton –

1.500 ton.

Gambar 15 Coldstorage di PPSNZ Jakarta.

4) Pabrik es

Pembangunan pabrik es milik PPPS sebanyak 2 unit dengan total

kapasitas 200 ton per hari terdiri dari 1 unit dengan kapasitas 150 ton/hari dan 1

unit kapasitas 50 ton/ hari (Gambar 16). Disamping itu masih ada milik swasta

kapasitas 50 ton per hari.

Gambar 16 Pabrik es milik Perum PPSNZ Jakarta

Page 74: 2006dku

61

5) Galangan Kapal

Disiapkan untuk melayani perbaikan kapal ikan berupa 3 buah slipway yang

dilengkapi dengan 1 unit bengkel, kapasitas slipway mampu melayani kapal ikan

berbobot sampai 500 GT (Gambar 17). Sedangkan untuk kapal ikan di atas 200

GT dibangun oleh swasta dengan system angkat.

6) Stasiun pengisian bahan bakar (SPBB)

Stasiun pengisian bahan bakar minyak berupa tongkang minyak solar terdiri

dari 4 (empat) unit dengan kuota 15.000 kl per bulan untuk kapal industri

perikanan

7) Kantor pelayanan terpadu

Bangunan kantor seluas 1.682 m2 untuk melayani segenap kegiatan

perikanan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi, terdiri dari

instansi unit pelaksana teknis (UPT), PERUM PPS, Syahbandar, Pengawas

kapal ikan, Dinas Perikanan DKI, dan Instansi terkait lainnya.

8) Ruang pengolahan

Terdiri dari 18 unit dengan luas bangunan 26.245 m2 untuk proses

pengolahan dan 56 unit dengan luas bangunan 1.120 m² untuk pengepakan ikan

9) Balai pertemuan nelayan (BPN)

Dibangun sebagai sarana kegiatan penyuluhan nelayan dengan luas

bangunan 144 m2

Gambar 17 Slipway milik Perum PPS Jakarta.

Page 75: 2006dku

62

10) Pusat pemasaran Ikan (fish market center)

Luas bangunan 3.965 m², direncanakan untuk melayani pemasaran ikan

yang didatangkan dari luar daerah sebesar 150 ton / hari (Gambar 18).

Gambar 18 Pusat Pemasaran Ikan (PPI) di PPSNZ Jakarta.

11) Pos keamanan

Untuk melayani keamanan kegiatan masyarakat di areal pasar ikan

disediakan pos keamanan seluas 150 m2 untuk aparat kepolisian, keamanan laut

(KAMLA) dan satuan pengamanan (SATPAM).

(3) Fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang PPSNZ Jakarta terdiri dari: mess operator, kios/took,

tempat untuk istirahat (rest house), wisma tamu (guest house), unit pengolah

limbah. Berikut penjelasan setiap fasilitas tersebut.

1) Mess operator

Dibangun untuk keperluan penginapan petugas pelabuhan perikanan yang

melakukan kegiatan pelayanan pada malam hari, luas bangunan 192 m2

2) Kios/Toko

Bangunan seluas 1.640 m2 disediakan untuk pengusaha yang melayani

kebutuhan bahan dan alat pendukung kegiatan perikanan

3) Rest house

Tempat untuk istirahat (rest house) para petugas pelabuhan perikanan

dibangun seluas 460 m2

Page 76: 2006dku

63

4) Wisma tamu (guest house)

Dibangun 1 unit wisma tamu seluas 296 m2 untuk menginap tamu yang

berkunjung dan berasal dari luar daerah

5) Unit pengolah limbah

Dibangun 1 unit pengolah limbah (UPL) yang berasal dari industri perikanan

dikawasan PPSNZ Jakarta dengan kapasitas 1000 m³ per hari

Kondisi sarana/fasilitas tersebut pada umumnya baik kecuali jalan

komplek yang rawan kerusakan akibat tergenang air laut pada saat pasang tinggi

air laut. Genangan air laut ini meluas pada lahan-lahan yang mengalami

penurunan karena terjadi settlement sebagai konsekuensi dari areal yang

merupakan hasil reklamasi pada saat pembangunan tahun 1982. Demikian juga

bangunan tanpa pondasi tiang pancang umumnya terjadi penurunan.

4.1.3 Pengelolaan PPSNZ Jakarta

Pengelolaan Pelabuhan Perikanan dikoordinasikan oleh UPT pelabuhan

perikanan samudera sebagai instansi pemerintah yang melakukan tugas-tugas

pemerintahan. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya didalam pelabuhan

perikanan mengkoordinasi berbagai instansi yang terkait dalam pengelolaan

pelabuhan perikanan. Dengan demikian didalam PPSNZ Jakarta terdapat

berbagai instansi terdiri atas (1) UPT pelabuhan perikanan samudera; (2)

Perusahaan umum prasarana perikanan samudera (PPPS); (3) Dinas perikanan

DKI Jakarta; (4) Kantor kesehatan pelabuhan Departemen Kesehatan; (5)

Syahbandar Departemen Perhubungan (6) Imigrasi; (7) Bea dan Cukai; (8)

Karantina Ikan dan (9) POLRI.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi

didalam melayani masyarakat perikanan didalam kawasan pelabuhan perikanan

maka diatur didalam Keputusan Menteri Pertanian no. 1082/Kpts/OT.210/10/99

tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Tata Hubungan Kerja Unit Pelaksanaan

Teknis Pelabuhan Perikanan dengan Instansi terkait. Secara rinci tugas pokok

dan fungsi dari masing-masing instansi adalah sebagai berikut.

(1) Unit pelaksana teknis (UPT) PPSNZ Jakarta

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 26

I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan

Perikanan, menetapkan bahwa PPSNZ Jakarta adalah unit pelaksana teknis

Page 77: 2006dku

64

Direktorat Jenderal Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan

yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di dalam PPSNZ Jakarta. Struktur

organisasi PPSNZ Jakarta digambarkan pada Gambar 19.

KEPALA

SUB BAGIANKEUANGAN

BIDANG TATA OPERASIONAL

BIDANG PENGEMBANGAN

SEKSISARANA

SEKSI TATA PELAYANAN

SEKSI KESYAHBANDARAN

PERIKANAN

SEKSI PEMASARAN DAN

INFORMASI

BAGIANTATA USAHA

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

SUB BAGIANUMUM

Gambar 19 Organisasi UPT-PPSNZ Jakarta.

Selain itu PPSNZ Jakarta adalah salah satu pelabuhan perikanan yang

diusahakan. Pelabuhan perikanan yang diusahakan adalah pelabuhan perikanan

yang sebagian sarananya dikelola secara produktif dan ekonomis oleh badan

usaha milik negara berbentuk PPPS.

PPSNZ Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelabuhan

perikanan; pengawasan penangkapan ikan; dan pelayanan teknis kapal

perikanan. Dalam melaksanakan tugas tersebut PPSNZ Jakarta

menyelenggarakan fungsi:

1) Perencananan pengendalian pelaksanaan pembangunan, pengembangan

dan pemeliharaan serta koordinasi pemanfaatan sarana pelabuhan

perikanan.

2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyabandaran pelabuhan

3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan

kebersihan kawasan pelabuhan perikanan

4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan

Page 78: 2006dku

65

5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi diwilayahnya untuk peningkatan

produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan

6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan,

pemasaran, dan mutu hasil perikanan

7) Pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data dan statistik

perikanan

8) Pengembangan dan pengelolaan system informasi dan publikasi hasil riset,

produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya

9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari

10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Dikaitkan dengan ketentuan Menteri Pertanian diatas, UPT pelabuhan

perikanan samudera mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang terinci

sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan pembangunan, pengembangan dan pengelolaan sarana

pokok dan penunjang yang menjadi aset pemerintah.

2) Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan

3) Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan

perikanan

4) Menyelenggarakan fungsi kesyabandaran khususnya dalam menertibkan

surat ijin berlayar (SIB) bagi kapal di pelabuhan perikanan yang terletak diluar

daerah lingkungan kerja pelabuhan umum; dan

5) Mengkoordinasi kan kegiatan instansi tekait di pelabuhan perikanan

Ketersediaan sumberdaya manusia UPT-PPSNZ Jakarta sesuai tugas

pokok dan fungsi ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkat pendidikan SDM UPT-Nizam Zachman

No Tahun SD SMP SMA DIII S1 S2 S3 Jumlah

1 2001 2 2 39 6 17 5 0 71

2 2002 2 2 36 7 17 5 0 69

3 2003 1 3 37 6 17 5 0 69

4 2004 1 3 37 6 18 6 0 71

5 2005 1 3 38 7 16 10 0 75

Sumber: UPT-PPSNZ Jakarta

Page 79: 2006dku

66

(2) Perum Prasarana Perikanan Samudera ( PPPS)

Pembentukan PPPS melalui peraturan pemerintah Republik Indonesia

no. 2 tahun 1990 Jo. no. 23 tahun 2000 Struktur organisasi PPPS Jakarta sesuai

surat keputusan Direksi PPPS nomor. Kep-010/PPPS/KPTS/Dir.A/IV/2004 tahun

2004 disajikan pada Gambar 20.

KEPALA CABANGJAKARTA

DIVISI KEUANGAN& ADMINISTRASI

DIVISI USAHA PELAYANAN KAPAL

DIVISI PELAYANANANEKA JASA

DIVISI PELAYANAN TEKNIK

SUB. DIV. KEUANGAN

SUB. DIV. RUMAHTANGGA PERLENGKAPANDAN KEAMANAN

SUB. DIV. TATA USAHADAN HUKUM

SUB. DIV. PERSONALIA

SUB. DIV. PERENCANAANDAN DATA STATISTIK

SUB. DIV. COLDSTORAGE

SUB. DIV. PABRIK ESDAN PERBEKALAN

SUB. DIV. TAMBATLABUH, DOK & KAPAL

SUB. DIV. COLDSTORAGE

SUB. DIV. PUSAT PEMASARAN IKAN

SUB. DIV. TANAH &BANGUNAN

SUB. DIV. SARANA PENDINGIN

SUB. DIV. SARANA ANEKA JASA

SUB. DIV. SARANA KAPAL

SUB. DIV. SARANA UMUM

KA. URUSAN

KA. URUSAN KA. URUSAN

KA. URUSAN

Gambar 20 Organisasi PPPS Jakarta.

Pengelolaan fasilitas pelabuhan perikanan oleh PPPS merupakan salah

satu kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan pelabuhan

perikanan, yang terdiri dari kantor pusat PPPS yang berada di Jakarta dan 9

(sembilan) cabang diseluruh Indonesia, yakni Cabang PPS Jakarta, Cabang PPS

Belawan, Cabang PPS Pekalongan, Cabang PPS Brondong, Cabang PPS

Pemangkat, Cabang PPS Lampullo, Cabang PPS Tarakan, Cabang PPS

Banjarmasin, dan Cabang PPS Prigi. Sesuai dengan Keputusan Menteri

Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tertanggal 13 Oktober 1999 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dinyatakan bahwa PPPS

mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pelayanan barang

dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial pelabuhan perikanan. Sarana

komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang dapat dikelola secara

produktif dan ekonomis. Sarana non komersial adalah sarana di pelabuhan

perikanan yang tidak dapat dikelola secara produktif dan ekonomis. Sehingga

Page 80: 2006dku

67

secara umum kewajiban, wewenang dan tanggung jawab PPPS di pelabuhan

perikanan yang diusahakan adalah dalam hal :

1) Pengelolaan sarana pokok pelabuhan perikanan. pelayanan tambat labuh

dan bongkar muat ikan di dermaga dan dalam hal (1) melaksanakan

pemeliharaan dermaga dan kelengkapannya antara lain bolder, fender,

penerangan dan lantai dermaga; (2) melaksanakan pemantauan dan

pengawasan atas kondisi dermaga dan kolam pelabuhan secara berkala dan

berkesinambungan; (3) pelayanan tambat labuh dan bongkar muat;

2) Pengelolaan lahan kawasan industri

3) Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang

dan atau jasa yang berasal dari pihak ketiga, dan

4) Pelayanan kapal, pasar grosir ikan dan pelaksanaan ekspor-impor

Ketersediaan sumberdaya manusia yang terlibat didalam pelayanan pelabuhan

perikanan tampak pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan SDM Perum PPSNZ Jakarta

No Tahun SD SMP SMA DIII S1 S2 S3 Jumlah

1 2001

18 28

134

9

14 - - 203

2 2002

21 25

146

9

14 - - 215

3 2003

19 27

131

6

13

1 - 196

4 2004

21 22

143

12

17

1 - 215

5 2005

19 20

141

11

21

3 - 212

Sumber: Perum PPSNZ Jakarta

(3) Dinas Perikanan DKI Jakarta

Dinas perikanan DKI Jakarta berkepentingan dalam kegiatan pengelolaan

PPSNZ Jakarta sesuai dengan Peraturan Daerah (PERDA) No. 8 tahun 1985

tentang pelaksanaan pelelangan ikan, serta adanya pusat pemasaran ikan (PPI)

yang aktivitasnya dilakukan pada malam hari.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99

tertanggal 13 Oktober 1999 tentang Organisasi dan Tata hubungan Kerja unit

Page 81: 2006dku

68

pelaksana teknis pelabuhan perikanan dengan instansi terkait dalam pengelolaan

pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa dinas perikanan mempunyai wewenang

dan tanggung jawab pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan

Pemerintah Daerah dibidang perikanan. Mengingat keberadaan PPSNZ Jakarta

berada di DKI Jakarta, maka dinas perikanan sangat berkepentingan juga

didalam tugas-tugas pengumpulan data baik jumlah ikan, pengolahan, kegiatan

pemasaran maupun kegiatan perikanan lainnya yang ada dikawasan PPSNZ

Jakarta.

(4) Kantor Syahbandar

Kantor syahbandar sebagai perwakilan dari Departemen Perhubungan

mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan pengawasan yang

berkaitan dengan keselamatan berlayar bagi kapal perikanan.

(5) Kantor Kesehatan

Kantor kesehatan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melakukan

penanganan dan pengawasan kesehatan dilingkungan pelabuhan perikanan

seperti pemberian vaksinasi, pengobatan, pemeriksaan yang meninggal di kapal

perikanan, menanggulangi / mencegah berjangkitnya penyakit menular.

(6) Kantor Imigrasi

Kantor imigrasi mempunyai wewenang dan tanggung jawab

melaksanakan pengawasan terhadap anak buah kapal (ABK) asing yang

keluar/masuk wilayah Republik Indonesia.

(7) Kantor Bea dan Cukai

Kantor Bea dan Cukai mempunyai wewenang dan tanggung jawab

melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal perikanan

dari/ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean.

(8) Karantina Ikan

Karantina ikan mempunyai berwenang dan bertanggungjawab

melaksanakan karantina ikan baik antara area maupun antar negara.

(9) POLRI

POLRI mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan

penanganan, penyidikan dan penaggulangan kasus-ksus kejahatan

umum/kriminal dilingkungan pelabuhan perikanan.

Page 82: 2006dku

69

4.1.4 Kinerja PPSNZ Jakarta

Menurut data statistik pelabuhan perikanan tahun 1999 jumlah kapal

motor yang mendarat berjumlah 6.235 buah. Walaupun pada tahun 2003 terjadi

penurunan jumlah kapal ikan yang mendaratkan di PPSNZ Jakarta sehingga

tinggal sejumlah 4.856 buah, akan tetapi jumlah industri perikanan yang

melakukan investasi masih cukup besar yaitu mencapai 139 unit dari berbagai

bidang usaha. Data dan informasi pelayanan PPSNZ Jakarta melalui PPPS dan

Swasta kepada industri perikanan periode tahun 2001-2005 (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis pelayanan untuk industri perikanan di PPSNZ Jakarta Tahun 2001- 2005

No Segmen Usaha Satuan 2001 2002 2003 2004 2005

1 Pelayanan Es Ton 56.812 61.957 53.680 48.239 38.285 2 Pelayanan

Coldstorage Ton 501.666 399.133 318.792 270.788 288.470

3 Pelayanan Telepon

Sst 168 171 182 186 204

4 Pelayanan Listrik

Kwh 2.878. 227 3.278. 591 3.315. 025 3.852. 258 4.953. 048

5 Pelayanan Air Ton 189.050 246.652 325.591 208.999 86.137 6 Pelayanan

BBM Ton 12.000 12.000 12.000 18.000 12.000

7 Pelayanan Ruang & Bangunan

M2 99.792 41.329 48.726 14.557 22.341

8 Pelayanan Tanah

M2 231.440 69.076 197.855 69.466 74.954

9 Pelayanan Tambat labuh

Kapal 5.500 5.438 3.657 3.647 3.660

10 Pelayanan Bengkel

Order 132 198 221 277 215

11 Pelayanan Dok

Kapal 132 198 221 277 215

Sumber : PPPS Jakarta.

4.1.5 Industri perikanan

Salah satu program Departemen Kelautan dan Perikanan adalah

pembangunan dan perbaikan mutu industri perikanan. Program ini cukup

beralasan karena dengan sebutan negara maritim yang memiliki kekayaan alam

berupa ikan yang dapat dijadikan bahan baku industri sekitar 6,7 juta per tahun.

Secara faktual kontribusi sektor perikanan masih sekitar 2% dengan eksport

earnings sebesar US $ 963,453 dan memperkerjakan lebih dari 2,7 juta jiwa,

Page 83: 2006dku

70

akan tetapi kemiskinan di wilayah pesisir masih menjadi ciri khas sektor

perikanan (Fauzi 2002).

Berbagai kebijakan dan upaya pemerintah telah dilaksanakan untuk

memajukan industri perikanan, salah satunya adalah kebijakan menyediakan

sarana dan prasarana berupa PPSNZ Jakarta. Ditindak lanjuti dengan

membentuk suatu BUMN sebagai pengelola pelabuhan perikanan, serta

perangkat lunak berupa ketentuan yang mengatur pemanfaatan lahan pelabuhan

perikanan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perikanan.

Upaya pemerintah ternyata menarik minat investor di bidang industri

perikanan untuk melakukan kegiatan perikanan di kawasan PPSNZ Jakarta.

Sampai dengan tahun 2005 tercatat ada 139 industri perikanan dengan berbagai

skala usaha melakukan kegiatan usaha di pelabuhan perikanan dan sesuai

kegiatannya industri perikanan tersebut terbagi kedalam 3 (tiga) kelompok besar:

(1) Industri penangkapan

Jumlah armada penangkapan yang tercatat di PPSNZ Jakarta tahun 2003

sekitar 1.258 unit kapal berukuran mulai dari 10 GT sampai diatas 500 GT.

Sedangkan komposisi jenis dan jumlah kapal yang melakukan aktivitas di PPSNZ

Jakarta pada Tabel 6

Tabel 6 Jumlah kapal ikan di PPSNZ Jakarta tahun 2003

Gross tonage (GT) Kapal Jumlah Alat Tangkap < 10 10-20 20-30 30-50 50-100 100-200 >200 Unit Gillnet 50 41 192 1 21 8 0 313 Muroami 0 1 6 1 0 0 0 8 Long-Line 0 0 2 31 102 517 10 776 Boukeami 0 3 22 5 4 0 0 34 Purse-Seine 0 0 1 0 4 0 0 4 B u b u 3 1 13 3 3 0 0 20 Lain-lain 2 0 1 0 0 2 5 14 Pengangkut 37 3 15 2 4 9 19 89 Jumlah 92 49 252 43 252 536 34 1.258

Sumber : PPSNZ Jakarta

Page 84: 2006dku

71

Gambar 21 Jenis kapal penangkapan ikan tuna.

Jenis kapal yang melakukan kegiatan hampir 60% kapal tuna berukuran

60 GT sampai lebih dari 500 GT (Gambar 21). Dikaitkan dengan jenis dan jumlah

kapal penangkapan ikan tuna yang melakukan aktivitas di PPSNZ Jakarta maka

jenis ikan yang dominan didaratkan adalah jenis ikan tuna (yellowfin tuna)

(Gambar 22). Produksi ikan disamping didaratkan melalui laut, sekitar 150 ton

per hari ikan memasuki PPSNZ Jakarta diangkut melalui darat dan langsung

dipasarkan di pusat pasar ikan. Jumlah produksi ikan yang dimasukkan ke

pelabuhan perikanan baik melalui laut maupun darat selain digunakan untuk

bahan baku industri processing untuk diolah menjadi produk olahan tetapi ada

juga yang dipasarkan dalam bentuk utuh (bulk fish) dieksport ke luar negeri.

Gambar 22 Jenis ikan tuna didaratkan.

Page 85: 2006dku

72

Perkembangan dan komposisi produk yang didaratkan baik melalui dara

dan laut di PPSNZ Jakarta di sajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Produksi ikan didaratkan di PPSNZ Jakarta

Tahun Melalui Darat (ton) Melalui Laut (ton) Jumlah (ton)

1999 26.078 53.880 79.958

2000 27.904 53.471 81.375

2001 33.415 35.761 69.176

2002 22.819 32.726 55.545

2003 5.518 32.021 37.539

(2) Industri processing

Sampai dengan tahun 2005 tercatat 139 industri perikanan dengan

berbagai skala usaha yang melakukan kegiatan di PPSNZ Jakarta, 66 industri

perikanan diantaranya yang berskala besar melakukan kegiatan penangkapan,

pengolahan dan pemasaran langsung. Jenis produk olahan yang dihasilkan dari

industri pengolahan ada 24 jenis dipasarkan lokal maupun ekspor, khusus bentuk

utuh (bulk fish) di ekspor ke Jepang. Bahan baku diperoleh dari penangkapan,

membeli ikan antar pulau terutama dari Indonesia bagian timur dan yang

diangkut melalui jalan darat berasal dari pelabuhan perikanan Cilacap (Jawa

Tengah), Brondong (Jawa Timur), dan Lampung. Disamping dijual dalam bentuk

olahan, jenis ikan tuna dalam bentuk loin (Gambar 23) diekspor ke Amerika

Serikat dan Uni Eropa, serta Jepang.

Gambar 23 Industri processing tuna loin.

Proses Pembuatan Loin

Produk Loin

Page 86: 2006dku

73

(3) Pemasaran

Pemasaran produk perikanan yang didaratkan melalui pelabuhan

perikanan terbagi dalam 3 (tiga bentuk) yaitu pertama dipasarkan dalam bentuk

utuh (bulk fish). Jenis ikan tuna yang dijual utuh terutama tujuan Jepang karena

selain masih akan dipasarkan kembali dipasar setempat, permintaan ikan utuh

dimaksudkan akan dikonsumsi dalam bentuk mentah (tidak dimasak) dan sesuai

budaya di negara tujuan dikenal dengan nama “sashimi”. Untuk jenis ikan selain

tuna (tengiri, kembung, cucut dan lain-lain) dijual utuh akan tetapi terbatas pada

pasar lokal dan sebagai pasokan bahan baku industri processing. Sedangkan

bentuk kedua adalah bentuk loin (potongan dalam ukuran tertentu) yang

dipasarkan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa (Gambar 24). Jenis ikan yang

dijual dalam bentuk loin pada umumnya ikan tuna. Bentuk ketiga adalah dalam

bentuk olahan (product development ) atau kalengan. Bentuk olahan ini sebagian

besar dijual lokal, sedangkan ikan yang diproses kaleng atau kalengan tanpa

diberi label diekspor ke Amerika Serikat.

Gambar 24 Jenis produk processing tuna loin pesanan pasar ekspor.

Data ekspor ikan yang tercatat berasal dari PPSNZ Jakarta periode tahun

1999 sampai tahun 2003 disajikan pada Tabel 8.

Page 87: 2006dku

74

Tabel 8 Jumlah ekspor ikan dari PPSNZ Jakarta (ton)

Ekspor Tuna Ekspor Udang Ekspor Lainnya Tahun

Segar Beku Segar Beku Segar Beku

1999 7.234 5.169 522 3.989 2.410 6.591 2000 8.273 5.475 1.945 4.210 4.702 8.722 2001 7.519 6.368 963 2.943 2.290 3.937 2002 9.532 4.744 1.762 4.456 559 1.602 2003 6.212 8.099 327 2.142 1.245 6.608

Kegiatan dan distribusi pemasaran ikan dikawasan PPSNZ Jakarta baik

ikan yang didaratkan melalui laut dan masuk melalui angkutan darat serta jalur

distribusi dan rantai pemasaran ikan baik ke perusahaan industri, pasar ikan lokal

dan ekspor dapat pada Gambar 25.

DIDARATKANKAPAL PERIKANAN

LAUT

IKAN / UDANG

DIANGKUT LEWAT TRUCK(DARAT)

KAPAL TUNA L L

DERMAGA

KAPAL ANGKUT

DERMAGA

KAPAL NON TUNA L L

DERMAGA

KAPAL TUNA L L

TEMPAT PENANGKAPANTUNA

CONTAINER

TEMPAT PELELANGAN IKAN / TPI

INDUSTRI PROCESSING & PEMBEKUAN

IKAN / UDANG SEGAR / BEKU

PUSAT PEMASARAN IKAN

EKSPOR BEKU

EKSPORSEGAR

PELABUHAN UDARA / BANDARA

PELABUHAN LAUT

TUNA BEKU

TUNA LOKAL

IKAN SEGAR/BEKU

PENGECEKAN

E

K

S

P

O

R

L

O

K

A

L

Gambar 25 Distribusi dan rantai pemasaran ikan di PPSNZ Jakarta.

4.2 Hasil Analisis SEM

4.2.1 Kesesuaian model dengan data

Setelah model dianalisis melalui analisis faktor konfirmatori, maka

masing-masing variabel dalam model yang fit tersebut dapat digunakan untuk

konstruk laten, sehingga full model SEM dapat dianalisis. Hasil pengolahannya

dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 9.

Page 88: 2006dku

75

Tabel 9 Indeks pengujian kelayakan kesesuaian model

Indeks ke sesuaian model terhadap data Syarat sebuah model fit

Hasil analisis

Evaluasi model

Chi-square <1418,57 1334,85 Baik Significance probability = 0,05 0,0009 Baik RMSEA (root mean square error of approximation) = 0,08 0,061 Baik

GFI (goodness-of-fit index) = 0,90 0,95 Baik AGFI (adjusted goodness-of- fit index) = 0,90 0,92 Baik NFI (normed fit index) = 0,90 0,91 Baik NNFI (non-normed fit index) = 0,90 0,92 Baik IFI (incremental fit index) = 0,90 0,95 Baik RFI (relatif fit index) 0 -1 0,90 Baik CFI (comparative fit index) = 0,90 0,94 Baik

Gambar 26 Structural equation model dari industri perikanan di PPSNZ Jakarta

Hasil pengujian model menunjukkan bahwa model tersebut signifikan

pada a = 0,05. Tingkat signifikansi chi-square model menunjukkan angka 88,95 =

155,9 (Tabel 26). Nilai-nilai indeks seperti GFI, AGFI, NFI, NNFI, IFI, RFI, CFI

dan RMSEA berada dalam batas batas yang ditetapkan. Pengujian data

menunjukkan critical ratio (CR) = 2,89 yang berarti data menyebar normal.

LINGKUNGAN INDUSTRI

PERIKANAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH

INTERNAL INDUSTRI

EKSTERNAL INDUSTRI

LINGKUNGAN EKONOMI

X2

X3

X4

X5

X6

X9

X10

X11

X33

X34

X35

X36

X37

X38

X32 X31 X30 X29 X28 X27

X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23

X25 X26

X24 X13

X7

X8

X12

X1

3.48

2.78

2.61

3.50

2.91

2.71

3.39

KINERJA INDUSTRI PERIKANAN

PELAYANAN PELABUHAN

3,34

3.96

3.39

3.09

3.23

2.56

3,07

3.13 2.83 2.11 3.14 2.86 3.11 2.66 3.13 3.08 2.44 2.86

3.89 7.48 4.94 6.91 -0,94 5.22 8.17 1.43

DAYA SAING GLOBAL

418

3.19

3.45

4,18

4,00

1.96

2.19 2.36 2.51

2.78

9.70 8.66 9.42 9.82 8.65 9.38 9.58 8.66 8.77 9.71 9.39 8.91

9.65

8.32

9.61

9.70

8.15

9.53

9.65

8.75

8.91

9.48

8.05

9.42

9.57

9.48

9.40

9.90 4.52 7.16 8.83 9.94 8.84 3.84 9.34

9,51

8,74

9.70

2.78

3.64 4.63

2.95

2.16

UJI GOODNESS OF FIT : Chi-Square = 1334.85 DF = 771 RMSEA = 0,061 NFI = 0,91 NNFI = 0,92 CFI = 0,92 IFI = 0,95 RFI = 0,94 GFI = 0,95 AGFI = 0,92 PGFI = 0,61

2.73 2.11

3.21

Page 89: 2006dku

76

Analisis descriptive statistic menunjukkan hasil bahwa data layak digunakan dan

dinyatakan fit termasuk model di terima dan tidak perlu dilakukan modifikasi.

Selanjutnya berdasarkan model fit ini akan dilakukan pengujian terhadap tiga

belas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

Dari hasil uji terhadap nilai lambda atau faktor loading diperoleh nilai =

0.40 menunjukkan bahwa segenap variabel pada kebijakan pemerintah, kinerja

industri perikanan, lingkungan industri perikanan dan pelayanan pelabuhan

perikanan samudera serta daya saing global industri perikanan menunjukkan

berdimensi satu sama lain. Sebaliknya jika hasil analisis menunjukan nilai

lambda lebih kecil dari 0,40 maka variabel dinyatakan tidak berdimensi sama

dengan variabel lain untuk menjelaskan variabel laten (Tabel 10). Dari hasil

analisis Tabel 10 menunjukkan bahwa ke tigapuluh delapan variabel diatas

secara bersama menyajikan undimensionalitas variabel laten KIP, LIP, KB dan

PEL serta DSG.

Dari hasil uji terhadap bobot faktor disajikan dalam Tabel 11,

menunjukkan sampai sejauhmana kuatnya dimensi-dimensi itu membentuk faktor

latennya. Analisis dengan menggunakan uji-t terhadap regression weight,

apabila C.R (Critical Ratio) atau disebut juga dengan t-hitung dalam analisis

regressi nilai C.R. yang lebih besar dari 2,0 dinyatakan signifikan, maka hasil

analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan tidak ada

perbedaan antara matriks kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi

yang diestimasi diterima. Hal ini berarti model yang diusulkan dapat diterima dan

terdapat dua konstruk yang berbeda dengan dimensinya.

Apabila setiap variabel dari masing-masing variabel menunjukan nilai

regression weight atau standardized estimate = 2,58 dan ini sudah memenuhi

syarat sehingga dapat diterima. Demikian pula halnya dengan nilai C.R (Critical

ratio) = 2,0 dinyatakan signifikan berarti semua variabel yang dianalisis dapat

diterima. Di dalam analisis ini jika ditemui nilai korelasi tinggi tidak berarti

hubungan kausal sangat kuat dari setiap variabel. Nilai P secara keseluruhan

menunjukkan nilai = 0,05, sehingga variabel memiliki independensi variabel satu

dengan lainnya Tabel 11.

Page 90: 2006dku

77

Tabel 10 Hasil uji nilai lambda atau faktor loading baku

Faktor Variabel Nilai lambda Pembanding Hasil

X25 0,88 = 0,40 Berdimensi X26 0,55

Kebijakan pemerintah (KB)

X27 0,71 X13 0,88 = 0,40 Berdimensi X14 0,69 X15 0,79 X16 0,93 X17 0,82 X18 0,85 X19 0,83 X20 0,86 X21 0,81 X22 0,68 X23 0,74

Kinerja industri perikanan (KIP)

X24 0,78 Lingkungan industri perikanan (LIP) :

X1 0,88 = 0,40 Berdimensi X2 0,55

Internal industri (II)

X3 0,84 X4 0,64 = 0,40 Berdimensi X5 0,89 X6 0,88 X10 0,73

Eksternal Industri (EI)

X12 0,82 X7 0,70 = 0,40 Berdimensi X8 0,88 X9 0,83

Lingkungan ekonomi (LE)

X11 0,81 Berdimensi X28 0,70 = 0,40 X29 0,70 X30 0,57 X31 0,66

Pelayanan PPS (PEL)

X32 0,65 X33 0,52 = 0,40 X34 0,70 X35 0,57 X36 0,55 X37 0,67

Daya saing global industri perikanan (DSG)

X38 0,66

Berdimensi

Page 91: 2006dku

78

Tabel 11 Regression weight model industri perikanan memasuki era globalisasi

Regression Weights : US Estimate S . E C . R P

X1 ( Internal industri perikanan) X2 ( Internal industri perikanan) X3 ( Internal industri perikanan ) X4 ( Eksternal industri perikanan) X5 ( Eksternal industri perikanan) X6 ( Eksternal industri perikanan ) X7 ( Lingkungan ekonomi) X8 ( Lingkungan ekonomi) X9 ( Lingkungan ekonomi ) X10 ( Lingkungan industri perikanan) X11 ( Lingkungan industri perikanan) X12 ( Lingkungan industri perikanan ) X13 ( Kinerja industri perikanan) X14 ( Kinerja industri perikanan) X15 ( Kinerja industri perikanan) X16 ( Kinerja industri perikanan ) X17 ( Kinerja industri perikanan ) X18 ( Kinerja industri perikanan ) X19 ( Kinerja industri perikanan ) X20 ( Kinerja industri perikanan ) X21 ( Kinerja industri perikanan) X22 ( Kinerja industri perikanan) X23 ( Kinerja industri perikanan) X24 ( Kinerja industri perikanan) X25 ( Kebijakan pemerintah) X26 ( Kebijakan pemerintah ) X27 ( Kebijakan pemerintah) X28 ( Pelayanan PPS) X29 ( Pelayanan PPS) X30 ( Pelayanan PPS) X31 ( Pelayanan PPS) X32 ( Pelayanan PPS) X33 (Daya saing global industri perikanan) X34 (Daya saing global industri perikanan) X35 (Daya saing global industri perikanan) X36 (Daya saing global industri perikanan) X37 (Daya saing global industri perikanan) X38 (Daya saing global industri perikanan)

0,17 0,38 0,17 0,17 0,37 0,21 0,19 0,32 0,30 0,14 0,21 0,36 0,16 0,35 0,20 0,13 0,32 0,24 0,20 0,34 0,32 0,16 0,26 0,34 0,19 0,46 0,22

0,054 0,30 0,42 0,57

0,080 0,22 0,36 0,23 0,21 0,38 0,32

0,60 0,11

0,061 0,64 0,10

0,072 0,069 0,094 0,090 0,059 0,074 0,11 0,08 0,11

0,072 0,059 0,10

0,085 0,077 0,11 0,10

0,066 0,92 0,11

0,048 0,061 0,045 0,057 0,057 0,061 0,069 0,056 0,070 0,087 0,067 0,065 0,091 0,081

2,73 3,48 2,78 3,61 3,50 2,91 2,71 3,39 3,34 3,96 3,09 3,39 2,11 3,13 2,83 2,11 3,14 2,86 2,66 3,13 3,11 2,44 2,86 3,08 4,00 7,48 4,94

-0,94 5,22 6,91 8,17 1,43 3,21 4,18 3,45 3,19 4,18 4,00

0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009

4.2.2 Hasil pengujian hipotesis

Analisis terhadap kinerja industri perikanan dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya (H1, H2 dan H3) lingkungan industri perikanan dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya (H4 dan H5) dan pengaruh kebijakan pemerintah

terhadap pelayanan PPSNZ Jakarta (H6) menyimpulkan bahwa semua hipotesis

penelitian yang diajukan adalah terbukti benar karena nilai CR lebih besar dari

1,96 pada a = 0,05 (Tabel 12).

Page 92: 2006dku

79

Tabel 12 Pengujian hipotesis

H Hipotesis Hasil C.R Kriteria

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H7

H8

H9

H10

H11

H12

H13

Internal Industri akan berpengaruh positip terhadap lingkungan Industri perikanan Eksternal industri akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan Lingkungan ekonomi akan berpengaruh positif terhadap lingkungan industri perikanan Kebijakan pemerintah akan mempengaruhi positif lingkungan industri perikanan Pelayanan pelabuhan perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah Pelayanan pelabuhan perikanan akan mempengaruhi positif terhadap lingkungan industri perikanan Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh lingkungan industri perikanan Kinerja industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh pelayanan PPSNZ Jakarta Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kebijakan pemerintah Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh kinerja industri perikanan Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh lingkungan industri perikanan Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positif oleh pelayanan PPSNZ Jakarta

3,23

2,56

3,07

4,63

2,95

2,78

2,51

2,19

2,78

3,64

2,36

1,96

2,16

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Diterima

Page 93: 2006dku

80

Setelah dilakukan analisis data dan pengujian terhadap tiga belas

hipotesis, akhirnya diperoleh bahwa semua CR dari semua hipotesis = 1,96

sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga belas hipotesis yang digunakan dalam

penelitian ini dapat diterima.

Tiga faktor berpengaruh penting (signifikan) terhadap kinerja industri

perikanan (KIP) yaitu lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, dan

pelayanan PPSNZ Jakarta termasuk komponen-komponen pentingnya telah

teridentifikasi (Tabel 34). Pada faktor lingkungan industri perikanan, ke 3 variabel

yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja industri perikanan adalah

variabel industri pemasok (X7 nilai CR = 3,96), variabel teknologi ( X4 nilai CR =

3,61) serta variabel jasa pelatihan (X5 nilai CR = 3,50).

Pada faktor kebijakan pemerintah (KB), variabel paling besar

pengaruhnya terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan adalah

variabel pembentukan BUMN (X26 nilai CR = 7,48) dan variabel pengaturan

pengelolaan lahan industri perikanan (X27 nilai CR = 4,94) selanjutnya variabel

pembangunan pelabuhan perikanan samudera Jakarta sebagai basis

pengembangan industri perikanan (X25 nilai CR = 3,89),

Demikian pula halnya dengan faktor pelayanan pelabuhan perikanan

samudera Jakarta (PEL) dari ke 5 variabel secara berurutan paling besar

pengaruhnya terhadap kinerja dan pengembangan industri perikanan adalah

variabel pelayanan logistik (X31 nilai CR = 8,17), variabel pelayanan pemasaran

(X30 nilai CR = 6,91), variabel pelayanan industri processing (X29 nilai CR =

5,22), dan pelayanan fasilitas pendukung (X32 nilai CR = 1,43) serta variabel

yang terkecil adalah variabel pelayanan produksi (X28 nilai CR = -0,94).

Di lain pihak ke tiga faktor disamping berpengaruh langsung terhadap

kinerja dan pengembangan industri perikanan juga saling berpengaruh secara

signifikan seperti faktor lingkungan industri perikanan dipengaruhi secara

signifikan baik oleh kebijakan pemerintah maupun pelayanan pelabuhan

perikanan samudera Jakarta. Demikian pula pelayanan pelabuhan perikanan

samudera dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan pemerintah. Penjelasan

yang sama berlaku untuk faktor-faktor lain namun dengan variabel-variabel

berbeda seperti yang tercantum dalam Tabel 13.

Page 94: 2006dku

81

Tabel 13 Komponen penting dari faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan di PPSNZ Jakarta

Hipotestis

Faktor yang berpengaruh terhadap

kinerja industri perikanan

Komponen penting yang

berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR)

Dampak terhadap kinerja

yang dipengaruhi

H1 Internal Industri

• SDM (X1 = 2,73) • Inovasi teknologi (X2 = 3,48) • Keuangan/Aset perusahaan (X3

= 2,78)

H2 Eksternal Industri

• Teknologi (X4 = 3,61) • Jasa pelatihan (X5 = 3,50) • Infrastruktur (X6 = 2,91) • Industri pemasok (X7 = 3,96) • Persaingan antar perusahaan

(X8 = 3,09)

H 3 Lingkungan Ekonomi

• Lingkungan teknologi (X9 = 2,71)

• Situasi perdagangan global (X10 = 3,39)

• Ketersediaan SDA dan energi (X11 = 3,34)

• Kondisi ekonomi (X12 = 3,39)

Lingkungan Industri Perikanan (LIP)

H 4 Kebijakan Pemerintah (KB) nilai CR = 4,63

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) • PPSNZ Jakarta sebagai sentra

atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89)

• Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk melayani industri perikanan (X26 = 7,48)

• Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)

Lingkungan Industri Perikanan (LIP) • Internal Industri • Eksternal Industri • Lingkungan Ekonomi

H5

Kebijakan Pemerintah (KB) nilai CR = 4,63

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) • PPSNZ Jakarta sebagai sentra

atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89)

• Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk melayani industri perikanan (X26 = 7,48)

• Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)

PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78 Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) • Pelayanan produksi

(X28 = -0,94) • Pelayanan industri

processing (X29 = 5,22) • Pelayanan pemasaran

(X30 = 6,91) • Pelayanan logistik

(X31 = 8,17) • Pelayanan fasilitas

pendukung (X32 = 1,43)

H 6

PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78 • Pelayanan produksi

(X28 = -0,94) • Pelayanan industri processing

Lingkungan Industri Perikanan (LIP) • Internal Industri • Eksternal Industri • Lingkungan Ekonomi

Page 95: 2006dku

82

(X29 = 5,22) • Pelayanan pemasaran (X30 =

6,91) • Pelayanan logistik (X31 = 8,17) • Pelayanan fasilitas pendukung

(X32 = 1,43)

H7 Kebijakan pemerintah (KB) nilai CR = 2,51

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR) • PPSNZ Jakarta sebagai sentra

atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89)

• Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk melayani industri perikanan

(X26 = 7,48) • Pengaturan pemanfaatan lahan

untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)

H8

Lingkungan industri perikanan: (LIP) CR= 2,19

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR) 1. Internal industri 2 Eksternal industri 3 Lingkungan ekonomi

H 9

PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) • Pelayanan produksi

(X28 = -0,94) • Pelayanan industri processing

(X29 = 5,22) • Pelayanan pemasaran (X30 =

6,91) • Pelayanan logistik (X31 = 8,17) • Pelayanan fasilitas pendukung

(X32 = 1,43)

Kinerja Industri Perikanan (KIP) • Laba (rugi)(X13 = 3,21) • Return on investment

(X14 = 3,13) • Return on equity • (X15 = 2,83) • Volume penjualan • (X16 = 2,51) • Pertumbuhan penjualan (X17 =3,14) • Pertumbuhan pelanggan (X18 = 2,86) • Kemampuan

pengembangan produk (X19 =2,69) • Kemampuan harga

bersaing (X20 =3,13) • Mutu produk (X21 =3,11) • Produktivitas kerja • (X22 =2,44) • Penyerapan tenaga

kerja (X23 =2,86) • Jaringan pemasaran

luas (X24 =3,08)

H 10

Kebijakan Pemerintah (KB) nilai CR = 4,63

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR)Laba (rugi)(X13 = 3,21) • PPSNZ Jakarta sebagai sentra

atau basis untuk kegiatan industri perikanan (X25 = 3,89)

• Pembentukan BUMN pengelola pelabuhan perikanan untuk pelayani industri perikanan (X26 = 7,48)

• Pengaturan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri. (X27 = 4,94)

H11 Kinerja industri perikanan CR = 2,36

• Return on investment (X14 = 3,13)

• Return on equity • (X15 = 2,83) • Volume penjualan • (X16 = 2,51) • Pertumbuhan penjualan (X17 =3,14) • Pertumbuhan pelanggan

Daya Saing Global (DSG) • Kemampuan teknologi

(X33 = 3,21) • Jaminan mutu produk

(X34 = 3,45) • Kemampuan imitabilitas

(X35 = 3,45) • Harga produk kompetitit

(X36= 3,19)

Page 96: 2006dku

83

(X18 = 2,86) • Kemampuan pengembangan

produk (X19 =2,69) • Kemampuan harga bersaing

(X20 =3,13) • Mutu produk (X21 =3,11) • Produktivitas kerja (X22 =2,44) • Penyerapan tenaga kerja (X23 =2,86) • Jaringan pemasaran luas

(X24 =3,08)

• Ketersediaan bahan baku (X37 = 4,16)

• Kemampuan durabilitas (X38 = 3,07)

H 12

Lingkungan industri perikanan: (LIP) CR= 2,19

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai Critical ratio (CR) 1. Internal industri 2 Eksternal industri 3 Lingkungan ekonomi

H 13

Pelayanan PPSNZ Jakarta CR=2,16

Komponen penting yang berpengaruh dan nilai critical ratio (CR) PPSNZ Jakarta (PEL) nilai CR = 2,78 • Pelayanan produksi

(X28 = -0,94) • Pelayanan industri processing

(X29 = 5,22) • Pelayanan pemasaran (X30 =

6,91) • Pelayanan logistik (X31 = 8,17) • Pelayanan fasilitas pendukung

(X32 = 1,43)

4.3 Pembahasan

4.3.1 PPS Sebagai Basis Pengembangan Industri Perikanan

4.3.1.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap pelayanan PPS

Pelabuhan perikanan sebagai prasarana penangkapan ikan adalah faktor

penting dalam pembangunan perikanan. Sebagai tempat berlabuh dan bertambat

kapal untuk membongkar hasil tangkapannya pelabuhan perikanan menjadi

penunjang dalam kelancaran kegiatan produksi di sektor perikanan tangkap

karena menjadi penghubung antara daerah foreland dan hinterlandnya. Dengan

segenap fasilitasnya sangat menentukan penunjang keberhasilan dalam

pemanfaatan potensi sumber daya ikan secara optimal melalui kegiatan

penangkapan juga berfungsi sebagai pusat kegiatan di bidang produksi,

pengolahan dan pemasaran perikanan.

Hipotesis 5 menyatakan pelayanan pelabuhan perikanan dipengaruhi

secara positif oleh kebijakan pemerintah diterima (Tabel 12). Kebijakan

pemerintah ini dibuat sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan pemerintah

Page 97: 2006dku

84

dalam mengatasi masalah keterbatasan prasarana berupa pelabuhan perikanan

yang terkait dengan pengembangan industri perikanan (Madecor Group 2001).

Kebijakan pemerintah membangun prasarana berupa pembangunan PPS untuk

mendukung industri perikanan sudah tepat.

Sesuai dengan pasal 41 Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang

perikanan, peranan penting yang diharapkan pelabuhan perikanan adalah

mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal

perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan,

pelaksanaan dan pengendalian sumberdaya ikan, dan mempercepat pelayanan

terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan. Selanjutnya pada pasal 5

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per. 16/Men/2006 tentang

pelabuhan perikanan menyebutkan bahwa pemerintah menyelenggarakan dan

membina pelabuhan perikanan yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Kabupaten /Kota, BUMN maupun perusahaan swasta.

Hingga tahun 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan telah

membangun + 600 Pelabuhan Perikanan / Pusat Pendaratan Ikan yang dibiayai

APBN, APBD maupun bantuan Luar Negeri. Selanjutnya melalui anggaran SPL-

OECF / JBIC INP – 22 tahun 2001, telah dilakukan rehabilitasi dan

pengembangan pelabuhan perikanan / pusat pendaratan ikan pada 64 lokasi

yang tersebar pada 22 provinsi di seluruh Indonesia (Departemen Kelautan dan

Perikanan 2004).

Pada tahun 2001 – 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)

telah merubah status 22 buah pelabuhan perikanan pantai (PPP) dari 24 PPP

yang ada, yaitu merubah status 9 PPP menjadi pelabuhan perikanan nusantara

(PPN) dan 13 PPP menjadi milik pemerintah daerah. Penyerahan ini dilakukan

melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.18/MEN/SJ/2001 tanggal 12 Maret 2001 tentang Penghapusan Barang Milik

/ Kekayaan Negara Departemen Kelautan dan Perikanan terkait adanya tuntutan

pemberlakuan otonomi daerah, sedangkan sisanya 2 PPP masih dibawah

pengelolaan DKP. Berikutnya dilanjutkan dengan peningkatan status 3

pelabuhan perikanan nusantara (PPN) menjadi pelabuhan perikanan samudera

(PPS). Dengan adanya perubahan status pelabuhan perikanan tersebut maka

DKP mengelola 2 PPP, 11 PPN dan 5 PPS (Departemen Kelautan dan

Perikanan 2004).

Page 98: 2006dku

85

Mengingat fungsi pelabuhan perikanan cukup luas maka pembangunan

dan pengoperasiannya tidak berjalan sendiri, akan tetapi harus didukung dengan

berbagai program / kegiatan lainnya baik antar subsektor maupun lintas sektoral.

Koordinasi dan sinkronisasi antara semua pihak yang terkait mutlak diperlukan

bahkan terus dibina dan dikembangkan. Kenyataan yang berkembang saat ini

dukungan masyarakat maupun instansi pemerintah yang terkait belum

sepenuhnya ditujukan untuk mewujudkan peranan pelabuhan perikanan agar

dapat berfungsi secara optimal. Kehadiran pelabuhan perikanan masih perlu

didukung dengan kegiatan promosi supaya dikenal dan membudaya di kalangan

masyarakat perikanan, sehingga tingkat operasionalnya setahap demi setahap

dapat dicapai sesuai dengan yang direncanakan dan dapat menarik minat

investor mengembangkan usahanya di pelabuhan perikanan.

Pembentukkan badan usaha milik negara (BUMN) sebagai pengelola

PPS mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap

pelayanan PPS (Tabel 12 dan Gambar 26). Keberadaan BUMN ini dirasakan

manfaatnya oleh industri perikanan terutama mekanisme pelayanannya dapat

mengurangi birokrasi sehingga dapat memperlancar kinerja industri. Untuk

pelayanan menggunakan organisasi proyek manajemen unit (PMU), ternyata

masih terhambat masalah aturan keuangan pemerintah mengakibatkan

pelayanan kurang lancar. Untuk mengatasi kendala ini dibentuk organisasi

pengelola usaha berbentuk BUMN (PPPS) yang bertujuan memberikan

pelayanan umum dan sekaligus memupuk keuntungan sekalipun pada pasal 35

Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha

Milik Negara menyebutkan bahwa pendirian Perum tidak semata-mata untuk

mengejar keuntungan (cost effectiveness / cost recovery). Melalui BUMN

diharapkan pengelola pelabuhan perikanan mampu meningkatkan kinerja dan

menekan biaya tinggi agar efisien dan bisnis dapat tercapai.

Pengaturan pemanfaatan tanah industri mempunyai hubungan positif dan

berpengaruh signifikan terhadap pelayanan PPS. Hasil analisis kebijakan

pemerintah dalam pengaturan pemanfaatan tanah industri yang diberlakukan

melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 32 tahun 2001 dan

keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no 12 tahun 2001 memberikan

peluang berupa penambahan modal kepada industri perikanan. Kebijakan

pemerintah ini merupakan salah satu bentuk keputusan yang harus

diiplementasikan melalui pelayanan PPSNZ Jakarta. Adapun tujuannya adalah

Page 99: 2006dku

86

memberi dukungan kepada industri perikanan berupa kemampuan modal yang

diharapkan akan dapat meningkatkan kinerja dan daya saing antar perusahaan

dalam berbagai situasi dan kondisi ekonomi era global. Kebijakan pemerintah ini

tidak jauh berbeda dengan teori Kotler (1990), mengenai peranan pemerintah

dalam hal penyediaan fasilitas dan dukungan permodalan untuk pengembangan

industri perikanan. Dengan demikian (KB) ini mampu berpengaruh terhadap

pelayanan PPSNZ Jakarta guna mendorong berkembangnya industri perikanan.

4.3.1.2 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap lingkungan industri perikanan

Pengertian tentang pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum,

sebenarnya banyak macam rumusannya (Murdiyanto 2004). Sebagai suatu

lingkungan kerja, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang

untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai

macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat

berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk

memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan

distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil

tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data

(Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Sebagai suatu

lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau

sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja; namun demikian fungsi yang

harus diemban sebagai hanya suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan

majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan sehingga

lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal.

Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya atas adanya kerjasama

yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang

berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan.

Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian

pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi

sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Hal ini

menyebabkan pelabuhan perikanan adalah sebuah mata rantai dari sistem

produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh rantai perjalanan

distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai berada di

konsumen.

Page 100: 2006dku

87

Fasilitas pelabuhan perikanan dengan kapasitas dan tata letaknya

memiliki keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas fungsi pelabuhan perikanan

sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan. Masih tersedianya lahan untuk

kawasan industri pengolahan hasil perikanan. di PPSNZ Jakarta memungkinkan

pihak swasta untuk turut serta memberikan kontribusinya bagi pemanfaatan

sumberdaya perikanan melalui pengembangan kawasan pelabuhan perikanan.

Dengan gambaran potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang

luasnya sekitar 5,8 juta km² (Nikijuluw 2002), maka salah satu starting point

pembangunannya adalah pengembangan investasi di sektor ini, yang diyakini

dapat menjadi industri kelautan yang kuat dan terintegrasi secara vertikal

maupun horisontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok industri kelautan

yakni (1) industri mineral dan energi laut, (2) industri maritim termasuk industri

galangan kapal, (3) industri pelayaran, (4) industri pariwisata, dan (5) industri

perikanan. Dalam kerangka ini maka industri perikanan dapat diproyeksikan

sebagai salah satu lokomotif pembangunan keempat industri kelautan lainnya.

Hal ini berarti apabila industri perikanan berkembang akan dapat menarik

pertumbuhan ke empat industri lainnya (Kamaluddin 2002). Oleh karenanya,

untuk membangun industri kelautan yang tangguh diperlukan industri perikanan

yang kuat. Untuk melakukan usaha pembinaan dalam peningkatan kegiatan

perikanan tangkap, maka minimal terdapat 5 komponen yang harus disinergikan

untuk menghasilkan proses percepatan pembangunan di bidang perikanan laut,

khususnya perikanan tangkap, yaitu: unit pemasaran, unit sarana produksi, unit

prasarana penangkapan ikan, unit usaha penangkapannya sendiri dan unit

pengolahan.

Hasil analisis menunjukkan pelayanan PPSNZ Jakarta mempunyai

hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap LIP (Tabel 12 dan 13 serta

Gambar 26). Pelayanan PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 (lima) variabel yaitu

pelayanan produksi, pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran,

pelayanan logistik. Sebagaimana disebutkan oleh Kamaluddin (2002), bahwa

peningkatan fungsi pelabuhan perikanan itu dapat tercermin dalam berbagai hal,

seperti sistem pelayanan terhadap proses distribusi hasil perikanan. Karenanya

pembangunan pelabuhan perikanan harus dapat mempertimbangkan aspek

potensi perikanan laut, pengelompokan nelayan dan aspek keterjangkauan

dalam melakukan transkasi pembelian serta penjualan ikan (akses pasar).

Page 101: 2006dku

88

Dikaitkan dengan fungsi PPS adalah mendukung kegiatan pengelolaan,

pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran, maka hasil analisis yang

dinyatakan berpengaruh signifikan berarti pelayanan produksi dengan

menyediakan fasilitas dermaga untuk tambat labuh kapal. Dengan semakin baik

tingkat pelayanan tambat labuh di PPSNZ Jakarta berarti faktor lingkungan

industri perikanan dapat dinyatakan mendukung kinerja industri dalam kegiatan

produksi penangkapan.

Pelayanan industri processing terhadap LIP setelah dianalisis

menunjukkan hasil signifikan artinya semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ

Jakarta terhadap pengguna jasa akan mempunyai hubungan positif dan

berpengaruh signifikan terhadap lingkungan industri. Dengan semakin kondusip

lingkungan industri sesuai dengan temuan Madecor Group (2001) akan

berpengaruh terhadap kinerja industri.

Pelayanan kegiatan pemasaran setelah dianalisis menunjukkan hasil

signifikan sehingga semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta dalam hal

pemasaran ikan akan berpengaruh signifikan terhadap lingkungan industri.

Pelayanan PPSNZ Jakarta terhadap pemasaran industri berupa penyediaan

fasilitas tempat pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan dan gudang pendingin

(cold storage) untuk penyimpanan ikan akan menciptakan lingkungan industri

yang dapat mendukung kinerja industri.

Pelayanan kebutuhan logistik kapal setelah dianalisis menunjukkan hasil

signifikan artinya dengan semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan

menciptakan lingkungan industri yang dapat meningkatkan kinerja industri. Teori

Madecor Group (2001), tentang peranan pelayanan logistik oleh PPSNZ Jakarta

akan menciptakan kondisi yang memberikan motivasi untuk tumbuh dan

berkembangnya industri pemasok industri.

Pelayanan fasilitas pendukung industri setelah dianalisis menunjukkan

hasil yang signifikan, artinya pelayanan PPSNZ Jakarta akan menciptakan

lingkungan industri yang menarik minat para investor untuk berinvestasi dan

meningkatkan kualitas kinerjanya.

Pada Gambar 26 tampak bahwa jenis variabel yang digunakan untuk

mengukur pelayanan PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X28),

pelayanan industri processing (X29) pelayanan pemasaran (X30) pelayanan

logistik (X31) pelayanan fasilitas pendukung (X32), sedangkan faktor yang

Page 102: 2006dku

89

digunakan (LIP) adalah kondisi II kondisi EI dan LE. Jika PPSNZ Jakarta

merupakan determinasi dari (LIP) maka semakin baik tingkat pelayanan

pelabuhan perikanan akan semakin baik kondisi lingkungan industri perikanan.

Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi

(X28) dan pelayanan logistik (X31) berpengaruh terhadap (LIP) dengan faktor

kondisi II (X10) dibuktikan dengan kebutuhan adanya galangan kapal, pada saat

ini terlayani 308 kapal per tahun. jika pelayanan semakin ditingkatkan untuk

mencukupi kebutuhan 500 kapal per tahun berarti akan berpengaruh terhadap

peningkatan kinerja dan mendorong industri pemasok galangan kapal untuk

meningkatkan kinerjanya. Demikian kebutuhan konsumsi BBM solar 18.000 KL

per bulan baru dilayani 15.000 KL per bulan. Jika pelayanan PPSNZ Jakarta

ditingkatkan akan berpengaruh terhadap (LIP) industri pemasok harus dapat

meningkatkan kinerjanya untuk mencukupi kebutuhan pelayanan 18.000 KL/

bulan. Dengan diterimanya uji ini menunjukkan bahwa pelayanan pelabuhan

perikanan PPSNZ Jakarta berpengaruh positif terhadap kondisi lingkungan

industri perikanan (LIP) untuk menarik dan mengembangkan industri perikanan.

Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing

(X29) berpengaruh terhadap (LIP) dengan EI menunjukkan bahwa semakin baik

pelayanan industri processing akan semakin memperbaiki kondisi (LIP) untuk

memperkuat kemampuan industri perikanan guna menghadapi persaingan antar

perusahaan. Terkait dengan tujuan pembangunan pelabuhan perikanan maka

pelayanan industri perikanan harus mampu memenuhi tingkat kebutuhan industri

perikanan. Untuk itu fasilitas yang disediakan untuk memberikan pelayanan

harus sesuai dengan jenis dan kapasitas yang dibutuhkan industri perikanan. Hal

ini disebabkan peningkatan kinerja industri perikanan tergantung atas

ketersediaan fasilitas dan kemudahan akibat pelayanan pelabuhan perikanan.

Dengan demikian PPSNZ Jakarta akan dapat mempengaruhi kondisi (LIP) untuk

mendorong berkembangnya industri perikanan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa PPSNZ Jakarta sudah mampu menciptakan kondisi (LIP) untuk

mendukung industri processing ditunjukkan dengan data suplai kebutuhan air

industri perikanan sekitar 2500 m3 per hari, kebutuhan bahan bakar minyak

15.000 KL per bulan, kebutuhan es 10.000 balok per hari, demikian pula

beberapa kebutuhan industri yang dipenuhi oleh industri pemasok (EI)

mengakibatkan pelayanan pelabuhan perikanan menjadikan kondisi (LIP)

berpengaruh terhadap kinerja industri perikanan; artinya pelabuhan perikanan

Page 103: 2006dku

90

sebagai pelayanan dan lingkungan industri perikanan dapat berpengaruh

langsung dan tidak langsung terhadap kinerja industri perikanan (Porter 1990).

Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X30)

terhadap (LIP) menunjukkan signifikan artinya pelayanan pelabuhan perikanan

mampu memperbaiki kondisi (LIP) untuk meningkatkan kinerja industri perikanan

dibidang pemasaran. Menghindari pelayanan yang kurang memadai sebagai

akibat keterbatasan fasilitas maka jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan

untuk pelayanan pemasaran disesuaikan dengan tingkat kebutuhan industri

perikanan artinya penyediaan produksi barang dan jasa disesuaikan dengan

tingkat kebutuhan konsumen (Kotler 1997). Hal ini disebabkan jenis dan

kapasitas fasilitas ini selain mempengaruhi tingkat pelayanan ternyata dapat

berpengaruh terhadap kondisi (LIP). Pengaruh PPSNZ Jakarta yang mendukung

perbaikan kondisi (LIP) ini dilakukan melalui penyediaan cold storage kapasitas

2.000 ton, pabrik es kapasitas 200 ton, gedung pelelangan ikan kapasitas 200

ton per hari, pusat pemasaran ikan kapasitas 200 ton per hari dengan segenap

fasilitasnya, suplai air bersih dari tiga industri pemasok dengan kapasitas 3.000

m3 per hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pelayanan yang

terbaik jika mampu melayani dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang memadai

serta mekanisme pelayanan yang sederhana maupun kejelasan dan kepastian

pelayanan (Murdiyanto 2004).

4.3.1.3 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap kinerja industri perikanan

Pada konteks pembangunan kelautan, pelabuhan perikanan merupakan

bagian yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, dalam konteks pembangunan

kelautan, pelabuhan yang digolongkan baik harus memenuhi syarat 3C yakni

comprehensive, coordinated dan continuing. Fungsi pelabuhan laut yang

komperehensif akan menunjang aktivitas ekonomi kelautan lainnya, yang pada

gilirannya akan mengurangi biaya transaksi sehingga menyebabkan pelabuhan

lebih efisien dan memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Pelabuhan laut yang

terkoordinasi dengan baik juga akan memberikan fungsi pelayanan yang optimal

sehingga akan meningkatkan permintaan terhadap jasa pelabuhan itu sendiri

dimasa mendatang (Fauzi 2005).

Fungsi ekonomi pelabuhan laut tidak hanya terbatas pada wilayah pantai

dan laut, tetapi juga pada skala regional secara menyeluruh baik pada tingkat

rural maupun urban. Hal ini dikarenakan pelabuhan bukan saja melayani jasa

transportasi, melainkan lebih dari itu menyediakan lapangan pekerjaan, pusat

Page 104: 2006dku

91

perdagangan, rekreasi, dock service dan sederet aktivitas turunan yang

dihasilkan dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi lainnya (Fauzi 2005).

Lebih lanjut Fauzi (2005) menyebutkan bahwa peranan pelabuhan laut

sebagai penggerak ekonomi kelautan di wilayah pesisir tidak diragukan lagi,

manfaat ekonomi yang bisa dipetik dari pelabuhan laut, khususnya pelabuhan

intenasional, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini:

(1) Pertama menyangkut efisiensi dan produktivitas. Salah satu kunci

keberhasilan ekonomi pelabuhan laut adalah efisiensi dan produktivitas.

Hal ini tidak saja berkaitan dengan efisiensi teknis, tetapi juga energi,

finansial, ruang, tenaga kerja, administratif dan faktor-faktor lainnya yang

mempengaruhi produktivitas pelabuhan. Pelabuhan yang fungsional tidak

diragukan lagi membutuhkan energi yang cukup tinggi.

(2) Kedua, berkenaan dengan aspek lingkungan. Pelabuhan laut dibangun

diwilayah pesisir yang sangat rentan terhadap perubahan ekologis. Selama

ini kawasan pesisir hanya dilihat dari pemanfaatan langsung, sehingga

reklamasi pantai, misalnya sering dilakukan tanpa memperhitungkan nilai

ekonomi kawasan pesisir yang terlihat (intangible). Akibatnya apabila terjadi

perubahan ekologis yang mendasar, maka kerugian ekonomi yang

ditimbulkan justru sangat besar dibandingkan manfaat ekonomi reklamasi

pantai itu sendiri.

(3) Ketiga, berkaitan dengan aspek sosial dan kelembagaan. Salah satu

dampak yang mendasar dan berfungsinya suatu pelabuhan adalah

terjadinya perubahan sosial dan kelembagaan di wilayah pesisir dan

sekitarnya. Perubahan sosial dan kelembagaan yang mendukung ke arah

perubahan yang baik tidak diragukan akan mempengaruhi performa

ekonomi pelabuhan dan memberikan dampak pengganda terhadap

ekonomi kelautan secara menyeluruh.

(4) Keempat adalah faktor pertumbuhan atau permintaan terhadap jasa

pelabuhan, misalnya perkembangan pariwisata (growth in travel).

Pertumbuhan demand dari pelabuhan adalah kunci utama kelayakan

ekonomi dari pelabuhan dan dampak manfaat serta biaya terhadap wilayah

secara keseluruhan. Peningkatan demand harus dibarengi pengurangan

tingkat congestion yang pada gilirannya akan meningkatkan reliability dan

flexibelity suatu pelabuhan laut internasional.

Page 105: 2006dku

92

Pelayanan PPSNZ Jakarta sebagai implementasi kebijakan pemerintah

dalam menyongsong era globalisasi pembangunan perikanan terus dipacu di

bidang penangkapan mulai dari pengembangan sarana produksi, pasca panen,

pengolahan dan pemasaran yang didukung dengan prasarana penunjang yang

disebut prasarana pelabuhan perikanan (PP) atau pangkalan pendaratan ikan

(PPI). Usaha perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan akan menjadi

kondusif, karena di kawasan tersebut tersedia fasilitas yang dibutuhkan oleh

nelayan, pemakai jasa perikanan dan tercipta rasa aman dan gangguan alam

sekitar.

Pelayanan PPSNZ Jakarta memiliki hubungan positif dan berpengaruh

signifikan terhadap KIP (Tabel 12). Kemampuan manajemen PPSNZ Jakarta

memberikan pelayanan logistik berupa penyediaan es, air, BBM solar, umpan

ikan hidup, dan alat tangkap jelas akan mendukung tidak hanya kegiatan

berproduksi dari industri penangkapan ikan tetapi juga industri processing. Dari

hubungan kausal yang ada dapat tercatat pada tahun 2004 pelayanan pelabuhan

perikanan samudera telah menyalurkan kebutuhan kapal ikan berukuran 10-500

GT berupa 51.795 ton es balok, 231.286 ton air, dan 36.000 ton solar. Sebagian

besar kapal yang dilayani tersebut (60%) adalah armada penangkap tuna

dengan kapal berukuran 60-500 GT. Kegiatan penangkapan ikan ini berpengaruh

penting terhadap pengembangan industri processing karena sebagai penyedia

bahan baku processing berupa ikan.

Dalam hal pelayanan PPSNZ Jakarta dibidang pemasaran ikan dan

produk processing lainnya, manajemen menyediakan berbagai fasilitas seperti

gedung pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, cold storage, pabrik es, alat

transportasi, listrik dan air. Pengaruh dari penyediaan dan pelayanan dari

berbagai fasilitas ini menunjukkan kinerja dan pengembangan industri perikanan

berupa peningkatan perdagangan ikan ke luar negeri dari PPSNZ Jakarta cukup

penting yaitu ekspor 7,705 ton tuna segar dan 24,633 ton ikan jenis lain

(Kusyanto 2006), dimana negara tujuan ekspor adalah Amerika Serikat, Uni

Eropa, Jepang, Korea dan Cina.

Sebagaimana disebutkan oleh Suherman et al. (2006) fasilitas yang ada

di pelabuhan perikanan dengan kapasitas memiliki hubungan erat dengan

efektifitas pelabuhan perikanan sebagai pusat kegiatan di bidang perikanan.

Tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan dan kapasitas yang tidak memenuhi

kapasitas dapat menghambat kegiatan operasional suatu pelabuhan perikanan.

Page 106: 2006dku

93

Fasilitas untuk pelayanan industri processing berpengaruh terhadap

pengembangan produk, mutu produk dan harga bersaing (Madecor Group 2001).

Hal ini sudah dapat di duga bahwa dengan ketersediaan prasarana akan

memberi kemudahan bagi industri untuk meningkatkan efisiensi dalam

pengembangan produk. Demikian pula dengan pelayanan produksi yaitu

melayani kegiatan kapal ikan ternyata dapat menjamin kelangsungan pasokan

bahan baku industri pengolahan ikan. Jenis fasilitas yang disediakan adalah

dermaga untuk tambat kapal, pembongkaran hasil tangkapan, pemuatan

perbekalan atau logistik kapal, kolam pelabuhan untuk manuver kapal di dalam

pelabuhan perikanan, penahan gelombang untuk melindungi kapal dari pengaruh

gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa dok, bengkel, dan pertokoan suku

cadang kapal.

4.3.1.4 Pengaruh faktor pelayanan PPS terhadap daya saing global industri perikanan

Pelayanan PPSNZ Jakarta memiliki hubungan positip dan berpengaruh

signifikan terhadap daya saing global industri perikanan dapat diterima (Tabel 12

dan Gambar 26). Bahwa semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta

memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan daya saing industri perikanan

dalam perdagangan global. Ketersediaan fasilitas untuk pelayanan industri

processing berpengaruh terhadap kemampuan imitabilitas dan durabilitas

produk, mutu produk dan harga bersaing (Madecor Group 2001). Hal ini sudah

dapat diduga bahwa dengan ketersediaan prasarana akan memberi kemudahan

bagi industri untuk meningkatkan efisiensi dalam pengembangan produk.

Demikian pula dengan pelayanan produksi yaitu melayani kegiatan kapal ikan

ternyata dapat menjamin kelangsungan pasokan bahan baku industri

pengolahan ikan. Jenis fasilitas yang disediakan adalah dermaga untuk tambat

kapal, pembongkaran hasil tangkapan, pemuatan perbekalan atau logistik kapal,

kolam pelabuhan untuk manuver kapal di dalam pelabuhan perikanan, penahan

gelombang untuk melindungi kapal dari pengaruh gelombang, fasilitas perbaikan

kapal berupa dok, bengkel dan pertokoan suku cadang kapal.

Berbagai pelayanan PPS yang mampu meningkatkan daya saing global

industri perikanan (DSG) adalah memperlancar usaha perikanan melalui

penyediaan BBM solar 12.000 kiloliter per bulan, suplai kebutuhan air industri

perikanan sekitar 4.000 m3 per hari, dan 5.000 balok es per hari. Pelayanan

pemasaran adalah menyediakan gedung pelelangan ikan kapasitas 200 ton per

Page 107: 2006dku

94

hari, pusat pemasaran ikan kapasitas 200 ton per hari dengan segenap

fasilitasnya. Pelayanan industri pengolahan ikan menyediaan cold storage

berkapasitas 2.000 ton, pabrik es berkapasitas 200 ton per hari dan pelayanan

produksi menyediaan fasilitas galangan kapal untuk melayani 308 unit kapal per

tahun.

Menurut Zeithami (1988) yang diacu dalam Maureen Margaretha (2004)

kualitas layanan didefinisikan sebagai penilaian pelanggan atas keunggulan atau

keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh. Dikatakan lebih

lanjut bahwa ada 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) kehandalan yaitu

kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan

terpecaya (2) responsif yaitu kemampuan membantu pelanggan dan memberikan

layanan jasa dengan cepat (3) keyakinan yaitu pengetahuan dan kemampuan

untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan (4) empati yaitu syarat untuk

peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan (5) berujud yaitu

penampilan fisik, peralatan, personil dan media komunikasi. Dalam penelitian ini

definisi operasional PPSNZ Jakarta adalah pemenuhan kebutuhan pengguna

jasa pelabuhan berdasarkan azas efisiensi, transparansi dan memberikan

dampak positif bagi perkembangan usaha perikanan (Murdiyanto 2004).

Berdasarkan hasil uji ini pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta

dengan variabel pelayanan produksi (X28) terhadap (DSG) dapat diterima,

dengan demikian PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh positif kepada (DSG)

karena diketahui dari meningkatnya variabel ketersediaan bahan baku (X37), dan

jaminan mutu produk (X34). Menurut Powell (2000) jika daya tarik produk

merupakan perwujudan dari mutu produk berarti mutu produk akan menentukan

keadaan dan keberadaan suatu produk artinya mutu produk yang jelek akan

mengurangi minat konsumen untuk menggunakan produk; dengan demikian

akan menentukan posisi daya saing dari pada produk tersebut. Demikian pula

halnya dengan Arifin (2004) bahwa mutu produk adalah indikator produk yang

digunakan untuk menarik minat konsumen artinya semakin tinggi mutu produk

akan semakin tinggi minat konsumen terhadap produk.

Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta dengan variabel

pelayanan produksi (X28) akan mempengaruhi kemampuan daya saing global

(DSG) dengan variabel ketersediaan bahan baku dan jaminan mutu produk.

Pengaruh faktor (PEL) dengan variabel pelayanan industri processing (X29)

terhadap (DSG) terkait dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan oleh

Page 108: 2006dku

95

pelabuhan perikanan harus mampu memberikan dukungan sesuai dengan

kebutuhan industri perikanan. Didalam melaksanakan pelayanan bahkan diatur

melalui intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan

mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian

pelayanan PPSNZ Jakarta dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan

kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada

industri perikanan. Dilain pihak menurut pendapat Gardjito (1996) jika industri

perikanan akan bersaing dalam perdagangan global harus memiliki kemampuan

diversifikasi produk yang terkait dengan indikator daya saing global industri

perikanan yaitu memiliki kemampuan teknologi (X33) kemampuan imitabilitas

(X35), harga produk kompetitip (X36) dan kemampuan durabilitas (X38). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa indikator PPSNZ Jakarta berupa pelayanan

industri processing ternyata berpengaruh terhadap kemampuan daya saing

industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) baik dari segi kemampuan

teknologi, imitabilitas, durabilitas, maupun harga produk kompetitif.

Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan

pemasaran (X30) terhadap (DSG) terkait dengan ketersediaan jenis dan kapasitas

pelayanan pemasaran yang dapat mendukung terhadap (DSG) dengan variabel

kemampuan teknologi, jaminan mutu produk, kemampuan imitabilitas, harga

produk kompetitip, ketersediaan bahan baku, dan kemampuan durabilitas.

Secara faktual kemampuan industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta tidak

diragukan lagi dalam mengembangkan dan melakukan diversifikasi produk. Oleh

karena itu menurut Porter (1990) diversifikasi produk merupakan salah satu

persyaratan industri perikanan akan memiliki kemampuan bersaing dalam

perdagangan global berarti dengan luasnya wilayah pemasaran produk

perikanan dari Indonesia termasuk Negara yang paling sulit ditembus pasarnya

seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memiliki persyaratan mutu paling

ketat maupun negara pesaing yang harus dihadapi berarti ketersediaan fasilitas

pelayanan pemasaran di PPSNZ Jakarta berpengaruh dalam mendukung

produk perikanan dalam perdagangan global (DSG).

Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan

logistik (X31) dan pelayanan fasilitas pendukung (X32) terhadap (DSG). Terkait

dengan jenis dan kapasitas pelayanan logistik dan pelayanan fasilitas pendukung

yang disediakan di PPSNZ Jakarta adalah suplai air dengan kapasitas 3.000 m3

per hari, suplai es kapasitas 200 ton per hari , BBM solar dengan kuota 15.000

Page 109: 2006dku

96

KL per bulan, telepon 220 SST , listrik 5.128 KWH, tanah industri seluas 40 ha,

tambat labuh kapal kapasitas 462 unit sekaligus ukuran 30 GT sampai 3.000 GT.

Jika dikaitkan dengan kebijakan pembangunan PPSNZ Jakarta yang dilengkapi

dengan segenap fasilitasnya, maka upaya meningkatkan optimalisasi PPSNZ

Jakarta ini bertujuan untuk mendukung industri perikanan melalui penangkapan

ikan dalam rangka penyediaan bahan baku industri berupa ikan, mengingat

perikanan di Indonesia sebelum dibangun PPSNZ masih didominasi oleh

perikanan tradisional (Murdjijo 1997). Hasil penelitian Sunarya (1996)

menunjukkan bahwa hanya 60% saja hasil perikanan di Jawa dan Sumatera

yang dimanfaatkan dalam keadaan baik tanpa pelayanan PPSNZ Jakarta.

Demikian pula Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip Sunarya (1996)

menunjukkan bahwa kurangnya sarana pendukung pemasaran berupa tempat

pelelangan ikan dan cold storage maupun pabrik es, serta pasokan air ternyata

akan mempersulit mendapatkan bahan baku ikan untuk industri perikanan

sehingga mempengaruhi kinerja industri dan akan menghambat kemampuan

daya saing industri perikanan. Dengan demikian pelayanan PPSNZ Jakarta

dengan indikator pelayanan logistik dan fasilitas pendukung industri berpengaruh

terhadap daya saing global (DSG).

4.3.2 Lingkungan industri Perikanan (LIP)

Lingkungan industri perikanan (LIP) dipengaruhi oleh faktor internal

industri (II); eksternal industri (EI); dan lingkungan ekonomi (LE) ternyata

signifikan. Model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 25 dapat

disajikan sebagai berikut:

LIP = ß 1 II + ß 2 EI + ß 3 LE + d1

Dimana: LIP = lingkungan industri perikanan; II = internal industri; EI= eksternal

industri; LE =lingkungan ekonomi;

Dengan diterimanya hasil uji ini berarti lingkungan industri perikanan (LIP)

akan dipengaruhi positif oleh kondisi internal industri (II), eksternal industri (EI)

dan lingkungan ekonomi (LE).

Page 110: 2006dku

97

4.3.2.1 Pengaruh faktor internal industri terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

Pengaruh internal industri terhadap LIP dengan nilai 3,23 = 1,96-2,00

berarti signifikan. Untuk mengukur pengaruh faktor internal industri (II) terhadap

lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26)

digunakan faktor, mengingat faktor (II) tidak dapat diukur secara langsung. Jenis

variabel yang digunakan untuk mengukur (II) dalam penelitian ini adalah

sumberdaya manusia (SDM) (X1); inovasi teknologi (X2); keuangan dan asset

perusahaan (X3). Ukuran yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel

terhadap faktor adalah skala Likert (1-5). Berdasarkan teori, (II) merupakan

determinasi dari (LIP), artinya semakin tinggi nilai (II) akan dapat mempengaruhi

kondisi (LIP). Hal ini dapat dilihat dari variabel yang digunakan untuk mengukur

(II) yaitu sumberdaya manusia (SDM) (X1) jika kemampuan dan tingkat

pendidikan sumber daya manusia perusahaan semakin baik akan dinilai semakin

tinggi ternyata menyebabkan semakin memperbaiki kondisi (LIP) karena akan

mendukung persaingan antar perusahaan. Demikian pula dengan semakin tinggi

nilai inovasi teknologi (X2) sebagai variabel (II) juga berpengaruh terhadap (LIP).

Hal ini disebabkan akan mempengaruhi pengembangan dan teknologi industri

pemasok (X7) seperti mesin, peralatan, bahan baku; karena dengan semakin

tinggi inovasi teknologi, bagi industri pemasok harus dapat menyesuaikan

kebutuhan teknologi yang digunakan perusahaan.

Pengaruh (II) dengan variabel inovasi teknologi (X2) terhadap kondisi

(LIP). Teknologi disamping digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan

efisiensi dalam menghadapi pesaing bagi industri perikanan yang memiliki

inovasi teknologi (X2) harus mempertimbangkan keserasian mesin yang

digunakan artinya tidak menimbulkan kerusakan (efisien), hemat energi dan

tersedia suku cadang, praktis dan mudah dioperasionalkan.

Said et al (2001) menyebutkan bahwa perusahaan skala kecil dan

menengah cenderung melakukan investasi yang rendah terhadap inovasi

teknologi, karena perusahaan kurang cukup dana dan tenaga kerja yang ahli dan

terampil. Dengan demikian inovasi teknologi merupakan variabel yang dapat

mempengaruhi (LIP) untuk pengembangan industri perikanan terutama untuk

meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi persaingan antar

perusahaan.

Page 111: 2006dku

98

Pengaruh (II) dengan variabel kemampuan keuangan (X2) dan asset

perusahaan (X3) terbukti menyebabkan pengaruh terhadap (LIP) hal ini

dikarenakan keuangan dan asset perusahaan dalam kaitannya dengan rencana

pengembangan dimasa mendatang. Keterbatasan modal dan asset sangat

mempengaruhi kemampuan industri untuk bersaing dalam berbagai kondisi

ekonomi (Putro 2002). Kesimpulan hasil analisis dan uji dengan SEM adalah

variabel dari faktor ini ternyata saling mempengaruhi secara positif.

4.3.2.2 Pengaruh faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

Eksternal industri (EI) berpengaruh terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP) (Gambar 26) diperoleh hasil uji dengan nilai 2,26 = 2,00. Jenis

variabel yang digunakan untuk mengukur eksternal industri (EI) adalah teknologi

(X4); jasa pelatihan (X5) dan infrastruktur (X6), kondisi industri pemasok (X7), dan

persaingan antar perusahaan (X12).

Demikian pula (EI) sebagai determinasi dari (LIP), jika hipotesis ini

terbukti berarti semakin tinggi nilai eksternal industri (EI) dengan berbagai

variabelnya akan semakin berpengaruh terhadap (LIP). Hal ini dapat dilihat dari

variabel teknologi (X4) dan variabel industri pemasok (X7) menyebabkan

perusahaan harus menyesuaikan perkembangan teknologi karena kelengkapan

teknologi sangat diperlukan dalam proses produksi. Dampak teknologi dalam

proses produksi adalah tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga pilihan

perusahaan dalam menghadapi persaingan antar perusahaan sejenis adalah

melalui penggunaan dan perkembangan teknologi. Dibidang teknologi ini

menyebabkan industri pemasok akan dipacu untuk menyediakan kebutuhan

perusahaan dalam menghadapi pesaingnya, karena tanpa dukungan teknologi

yang disiapkan oleh industri pemasok sulit bagi industri untuk memiliki

kemampuan bersaing.

Pengaruh faktor eksternal industri (EI) dengan variabelnya eksternal

industri menurut Madecor Group (2001), adalah lembaga-lembaga training yang

menyediakan jasa-jasa pelatihan, jasa pelayanan bank, Research dan

Development, jasa transport, pelayanan ekspor (X5) dan variabel kondisi

ekonomi (X8). Sebagai eksternal industri, maka lembaga ini menyebabkan

perusahaan memperoleh kemudahan dalam upaya meningkatkan kemampuan

sumberdaya manusia, karena dengan perkembangan dan pemilihan penggunaan

teknologi ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan kemampuan

Page 112: 2006dku

99

sumberdaya manusianya dan daya saing perusahaan, sehingga tanpa dukungan

lembaga jasa pelatihan yang memadai akan menimbulkan kesulitan bagi

perusahaan untuk menyediakan sumberdaya manusia yang memiliki

kemampuan sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi yang akan

digunakan oleh perusahaan.

Pengaruh eksternal industri (EI) dengan infrastruktur (X6) berpengaruh

terhadap (LIP) artinya semakin lengkap ketersediaan infrastruktur akan semakin

mendukung kondisi (LIP). Ketersediaan infrastruktur sebagai eksternal industri

selain berpengaruh terhadap efisiensi, menurut Murdiyanto (2004) akan

mempengaruhi kondisi (LIP) dan ini menyebabkan perusahaan akan tertarik

melakukan investasi. Untuk menciptakan kondisi (LIP) yang dapat menarik minat

investor inilah kebijakan pemerintah membangun pelabuhan perikanan samudera

Jakarta yang tidak lain untuk memberikan pelayanan dan mendukung

pengembangan industri perikanan (Putro 2002).

4.3.2.3 Pengaruh faktor lingkungan ekonomi terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

Lingkungan ekonomi (LE) atau lingkungan eksternal jauh dapat

mempengaruhi secara positif lingkungan industri perikanan (LIP) (Gambar 26)

setelah dilakukan uji hipotesis diperoleh nilai 2,97 = 2,00 yang berarti signifikan.

Jenis variabel untuk mengukur lingkungan ekonomi (LE) adalah lingkungan

teknologi (X9); situasi perdagangan global (X10) dan ketersediaan sumberdaya

alam dan energi (X11), (X12). Secara teori (LE) merupakan determinasi dari (LIP)

berarti semakin baik kondisi lingkungan ekonomi akan mempengaruhi semakin

baik kondisi (LIP). Pernyataan Porter (1990) ini menjelaskan variabel yang

digunakan untuk mengukur (LE) Kondisi perkembangan teknologi, sosial

ekonomi situasi perdagangan global dan persediaan sumberdaya alam dan

energi. Semakin baik variabel lingkungan teknologi (X9) dengan indikasi semakin

tinggi nilainya akan menyebabkan (LIP) semakin baik karena setelah diuji semua

variabelnya akan terpengaruh oleh kondisi lingkungan ekonomi (LE). Demikian

pula sebaliknya jika kondisi lingkungan teknologi kurang mendukung juga

berakibat terhadap kondisi lingkungan industri perikanan (LIP) kurang

mendukung industri perikanan. Kemajuan teknologi baik informasi maupun

transportasi akan mendorong kearah produktivitas dan efisiensi, sehingga sangat

strategis dalam era persaingan karena dengan munculnya teknologi baru

kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Dengan demikian

Page 113: 2006dku

100

perusahaan melalui riset dan pengembangan (R dan D) harus selalu memonitor

lingkungan teknologi agar dapat diambil langkah-langkah perbaikan terus-

menerus.

Pengaruh faktor (LE) dengan variabel situasi perdagangan global (X10)

terhadap lingkungan industri perikanan (LIP) ternyata berpengaruh nyata karena

variabel ini dapat memberikan informasi dan gambaran serta berbagai tantangan

yang harus diantisipasi oleh berbagai pengaturan kebijakan pemerintah untuk

memperbaiki kondisi (LIP) dalam menghadapi persaingan pasar. Perubahan

budaya dari makan daging ke ikan dapat mempengaruhi persaingan produk

makanan yang berasal dari bahan baku ikan, dilain pihak situasi perdagangan

dunia ini dapat pula menyebabkan kondisi industri pemasok harus menyesuaikan

dengan berbagai aturan yang diberlakukan, baik buruknya situasi dan kondisi

ekonomi akan terpengaruh, demikian pula dengan persaingan antar perusahaan

akan semakin ketat karena menghadapi kenyataan bersaing secara terbuka

dalam merebut pasar dalam perdagangan global dan yang pasti akan timbul

berbagai aturan maupun ketentuan yang akan diberlakukannya (Eriyatno dan

Winarno 1999).

Pengaruh faktor (LE) dengan variabel ketersediaan sumberdaya alam

dan energi (X11) dan variabel tingkat persaingan antar perusahaan (X12) terhadap

lingkungan industri perikanan (LIP) dengan beberapa variabelnya ternyata

signifikan. Kemampuan memanfaatkan peluang dan potensi sumberdaya alam

dan energi yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri mendorong

industri untuk dapat memanfaatkan agar mempunyai nilai tambah sehingga

harga produk bersaing (Gardjito 1996). Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan

kemampuan pemanfaatan ketersediaan sumberdaya alam dan energi akan

mendukung kemampuan ekonomi demikian pula sebaliknya. Pengaruh lainnya

adalah bagi industri yang memiliki kemampuan memanfaatkan sumberdaya alam

dan energi akan memiliki kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan

bersaing.

4.3.2.4 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap lingkungan industri

perikanan (LIP)

Kebijakan pemerintah (KB) berpengaruh positif lingkungan industri

perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26) setelah dilakukan uji

hipotesis diperoleh nilai 4,63 = 1,96 – 2,00 yang berarti signifikan. Jenis variabel

yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah adalah pembangunan

Page 114: 2006dku

101

pelabuhan perikanan samudera (X25), pembentukan BUMN (X26) dan pengaturan

pemanfaatan tanah (X27). Jika (KB) merupakan determinasi dari (LIP) maka

kebijakan pemerintah yang kondusif akan mendorong kondisi (LIP) artinya hasil

uji yang signifikan menunjukkan bahwa (KB) berpengaruh positif terhadap (LIP).

Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan pelabuhan perikanan (X25)

ini merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi overhead cost

industri perikanan. Diharapkan melalui pelabuhan perikanan tersebut industri

perikanan akan mendapat pelayanan dan kemudahan untuk berusaha sehingga

produk yang dihasilkan dapat bersaing. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh

pembangunan pelabuhan perikanan telah dapat mendorong tumbuh dan

berkembangnya industri pemasok dalam melayani kebutuhan industri perikanan

seperti mesin, alat bahan industri (air, BBM, bahan pengepakan ikan, kaleng ).

Disini menunjukkan bahwa (KB) dapat mempengaruhi dan menciptakan kondisi

(LIP) yang dapat mendorong berkembangnya industri perikanan (Madecor group

2001 dan Putro 2002).

Pengaruh faktor (KB) dengan variabel pembentukan BUMN (X26) dapat

meningkatkan kondisi (LIP) artinya pelayanan yang kurang fleksibel melalui

birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri harus dihilangkan (Putro 2002).

Untuk itu dibentuk manajemen pengelola badan usaha milik negara (BUMN)

berbentuk PPPS. Pembentukan PPPS dimaksudkan agar dalam pelayanan

industri dapat lebih professional dan bersifat pelayanan umum dengan tujuan

agar dapat menghindari pelayanan yang birokrasi. Dimaksudkan birokrasi disini

adalah dalam pelayanan harus mengikuti aturan anggaran ICW (Indonesiche

Comptabilitet Wet) artinya pendapatan yang diperoleh sepenuhnya disetorkan ke

kas negara. Kelemahan manajemen ini adalah jika manajemen kekurangan dana

operasional tidak dapat menggunakan secara langsung anggaran yang

diperoleh, akan tetapi harus mengajukan terlebih dahulu ke Negara melalui

APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) pada tahun berikutnya. Lain

halnya dengan BUMN, tugas yang diemban adalah disamping memberikan

pelayanan umum dan sekaligus memupuk keuntungan dalam mengelola

pelabuhan perikanan system manajemen lebih fleksibel karena pendapatan yang

diperoleh dapat digunakan kembali secara langsung tanpa harus menunggu

tahun berikutnya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan (KB) membentuk

BUMN ini berpengaruh positif terhadap kondisi lingkungan industri perikanan

(LIP) karena dapat menarik minat industri untuk investasi.

Page 115: 2006dku

102

Pengaruh faktor (KB) dengan variabel pengaturan pemanfaatan tanah

(X27) dapat berpengaruh terhadap (LIP) adalah mengantisipasi keterbatasan

kemampuan permodalan perusahaan dan investor tertarik melakukan investasi

maka diatur suatu pengaturan pemanfaatan fasilitas tanah guna dijadikan

agunan kepada pemberi pinjaman (bank) untuk mendapatkan modal investasi

dan modal kerja. Sehubungan dengan hal ini tujuan (KB) adalah agar PPPS

sebagai pelaksana kebijakan pemerintah mengimplementasikan dalam

pengaturan pemanfaatan tanah agar tercipta (LIP) pada saat kondisi ekonomi

yang serba sulit sekarang ini masih dapat mendorong tumbuh dan

berkembangnya industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta.

4.3.3 Kinerja industri perikanan (KIP)

Kinerja industri perikanan (KIP) secara nyata dipengaruhi oleh faktor

lingkungan industri perikanan (LIP); kebijakan pemerintah (KB); dan pelayanan

PPSNZ Jakarta. Model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 25 dapat

disajikan sebagai berikut:

KIP = ß 1 LIP + ß 2 KB + ß 3 PEL + d1

Dimana: KIP = kinerja industri perikanan; LIP = lingkungan industri perikanan;

KB = kebijakan pemerintah; PEL = pelayanan pelabuhan perikanan;

Dengan diterimanya hasil uji ini berarti kinerja industri perikanan (KIP)

akan dipengaruhi positif oleh kondisi lingkungan industri perikanan (LIP).

Demikian pula halnya dengan pengaruh kebijakan pemerintah (KB) dan

pelayanan PPSNZ Jakarta dengan diterimanya uji hipotesis ini menunjukkan

bahwa kebijakan terbukti dapat berpengaruh positif baik langsung maupun tidak

langsung terhadap kinerja industri perikanan (KIP) demikian sebaliknya

4.3.3.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap kinerja industri

perikanan (KIP)

Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi secara nyata oleh kebijakan

pemerintah (KB) (Gambar 26), setelah hipotesis diuji menunjukkan nilai signifikan

yaitu 2,51 = 1,96 – 2,00 sehingga hipotesis dapat diterima. Jenis variabel untuk

mengukur (KB) adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X25) pembentukan

BUMN (X26) dan pengaturan pemanfaatan tanah (X27). Sedangkan variabel untuk

mengukur kinerja industri perikanan (KIP) adalah aspek keuangan berupa laba

Page 116: 2006dku

103

(rugi) perusahaan (X13); ROI (X14), ROE (X15), kemudian aspek pemasaran

berupa volume penjualan (X16), pertumbuhan penjualan (X17) pertumbuhan

pelanggan (X18) kemampuan pengembangan produk (X19) kemampuan harga

bersaing (X20) mutu produk (X21) serta aspek sumberdaya manusia berupa

produktivitas kerja (X22), penyerapan tenaga kerja (X23).

Secara teori (KB) merupakan determinasi dari (KIP) karena semakin

kondusif dikeluarkannya (KB) akan semakin meningkatkan (KIP) berarti dengan

diterimanya hipotesis ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah (KB)

memberikan pengaruh positif terhadap kinerja industri perikanan (KIP).

Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan pelabuhan perikanan

samudera Jakarta, ternyata berpengaruh terhadap (KIP) berupa pertumbuhan

industri perikanan. Pada mulanya perikanan di Indonesia masih didominasi

perikanan rakyat sehingga diperlukan industri pioneer sebagai agent of

development untuk merangsang tumbuh dan berkembangnya industri swasta

untuk investasi dibidang perikanan. Disamping itu (KB) membangun PPSNZ

Jakarta diarahkan sebagai pusat industri perikanan dari hulu sampai hilir serta

sebagai pusat pembinaan nelayan. Dengan demikian keberadaan pelabuhan

perikanan samudera akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi perikanan

dimana industri dan jasa-jasa terkait dengan usaha perikanan di pelabuhan

perikanan samudera, termasuk upaya mendukung pengembangan industri

perikanan terutama pemasaran ikan melalui rantai dingin agar dapat tumbuh dan

berkembangnya industri perikanan dapat meningkatkan dan menumbuhkan

kinerja industri perikanan (KIP).

Bukti tumbuh dan berkembangnya industri perikanan dengan dibentuknya

BUMN (PPPS) adalah kemampuan merealisasi permintaan investor untuk

menanamkan investasi didalam kawasan pelabuhan perikanan. Sampai tahun

2005 tercatat sekitar 139 unit usaha dari berbagai bidang usaha menanamkan

investasi dikawasan PPSNZ Jakarta. Disamping itu dengan (KB) ini ada sekitar

11 investor yang mendapat modal investasi dan modal kerja melalui pengaturan

tanah industri. Data modal kerja dan ivestasi yang diperoleh investor sampai

dengan tahun 2005 tercatat dana pinjaman investasi dan modal kerja dalam

mendukung kinerjanya sudah lebih dari Rp 300 milyar dan US $ 54 juta yang

diperoleh 11 investor tersebut untuk mendorong kinerjanya. Jenis industri bukan

hanya terbatas pemasaran ikan segar utuh, akan tetapi sudah mampu

Page 117: 2006dku

104

mengembangkan produk dan memberikan nilai tambah produk untuk bersaing

dipasaran internasional.

Pengaruh (KB) dengan berbagai variabel telah berpengaruh terhadap

(KIP) dari aspek sumberdaya manusia. Elemen (KB) ini dikeluarkan karena

disamping untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan

nelayan juga untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta upaya

meningkatkan nilai tambah hasil-hasil perikanan (Murdjijo 1997). Lebih lanjut

dikatakan bahwa selain meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui

peningkatan gizi masyarakat diupayakan untuk mendorong dan meningkatkan

kesempatan kerja serta berusaha yang produktif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dengan pertumbuhan industri perikanan ini ternyata telah menyerap

tenaga kerja untuk industri dan berbagai kegiatan lainnya sekitar 40.000 orang

setiap hari melakukan aktivitas didalam kawasan PPSNZ Jakarta.

4.3.3.2 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap kinerja

industri perikanan (KIP)

Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi positif oleh kondisi

lingkungan industri perikanan (LIP) (Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Jenis

faktor yang mengukur (LIP) adalah (II), (EI) dan (LE). Variabel untuk mengukur

kinerja industri perikanan (KIP) adalah aspek keuangan berupa laba (rugi)

perusahaan (X13); ROI (X14), ROE (X15), kemudian aspek pemasaran berupa

volume penjualan (X16), pertumbuhan penjualan (X17) pertumbuhan pelanggan

(X18) kemampuan pengembangan produk (X19) kemampuan harga bersaing (X20)

mutu produk (X21) serta aspek sumberdaya manusia berupa produktivitas kerja

(X22), penyerapan tenaga kerja (X23). Jika (LIP) merupakan determinasi dari

(KIP) maka semakin baik kondisi (LIP) akan semakin mendorong untuk tumbuh

dan berkembangnya (KIP). Teori ini dapat dijelaskan dengan hasil penelitian

sebagai berikut.

Pengaruh (LIP) dengan faktor LE, EI, II dan pengaruhnya terhadap (KIP)

terutama variabel pemasaran. Dari aspek pemasaran bagi industri perikanan

akan memiliki kinerja tinggi apabila mampu mengelola proses usaha inti seperti

pengembangan produk, perolehan penjualan, volume penjualan, pertumbuhan

penjualan ,mutu produk, harga produk (Kotler 1997). Lebih lanjut dikatakan

bahwa untuk merealisasikan dari pada proses diatas tidak terlepas dari

kebutuhan aspek sumberdaya manusia (tenaga kerja, tingkat kemampuan) dan

Page 118: 2006dku

105

aspek sumberdaya lingkungan industri (industri pemasok mesin, peralatan,

bahan baku, teknologi), jika kedua faktor diatas saling digabungkan akan saling

berpengaruh dan akan menghasilkan kinerja tinggi yang pada gilirannya

pemasaran produk akan mendapatkan laba. Jika hasil uji signifikan berarti

pengaruh perbaikan (LIP) dengan variabel industri pemasok (mesin, peralatan

produksi seperti mesin kapal, peralatan penangkapan ikan dan peralatan industri

perikanan seperti bahan untuk kaleng, karton, dan industri jasa seperti bank,

pelatihan, jasa transport) akan semakin meningkatkan (KIP).

Pengaruh (LIP) dengan faktor II, EI, dan LE terhadap (KIP) dengan

variabel yang digunakan untuk mengukur kinerja industri perikanan yaitu pertama

kinerja keuangan; kedua kinerja pemasaran dan ketiga kinerja sumberdaya

manusia. Jika program pengembangan pelabuhan perikanan samudera

diarahkan sebagai pusat pengembangan industri hulu sampai hilir serta sebagai

pusat pembinaan nelayan, maka harapan keberadaan PPNZ Jakarta sebagai

pusat pertumbuhan ekonomi perikanan masih mampu mengatasi dampak

negatip kondisi ekonomi sehingga masih dapat mendukung (KIP). Bukti bahwa

kondisi (LIP) dapat mendorong (KIP) menghadapi situasi dan kondisi berbagai

ketentuan perdagangan dunia. Dikarenakan hambatan perdagangan

internasional dalam memberlakukan produk dari Indonesia masih diskriminatif

terutama mengenai tariff dan persyaratan mutu produk. Disamping itu dengan

banyaknya produk perikanan yang ditolak oleh Negara tujuan eksport diperlukan

ikut campur dan dukungan pemerintah melalui (KB) sehingga industri perikanan

memiliki kemampuan bersaing untuk menghadapi dan memasuki era

perdagangan global.

4.3.3.3 Pengaruh faktor pelayanan terhadap kinerja industri perikanan (KIP)

Kinerja industri perikanan (KIP) dipengaruhi pelayanan PPSNZ Jakarta

(Tabel 12 dan 13 serta Gambar 26). Jenis variabel yang digunakan untuk

mengukur tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X28)

pelayanan industri processing (X29), pelayanan pemasaran (X30) pelayanan

logistik (X31) dan pelayanan fasilitas pendukung (X32). Variabel untuk mengukur

tingkat (KIP) adalah aspek keuangan (laba (rugi) (X13), ROI (X14) ROE (X15) );

aspek pemasaran (volume penjualan (X16); pertumbuhan penjualan (X17);

pertumbuhan pelanggan (X18); kemampuan pengembangan produk (X19);

kemampuan harga bersaing (X20); mutu produk (X21) ) dan aspek sumberdaya

manusia (produktivitas kerja (X22) dan penyerapan tenaga kerja (X23). Jika secara

Page 119: 2006dku

106

teori pelayanan PPSNZ Jakarta merupakan determinasi dari (KIP) maka semakin

bagus kinerja PPSNZ Jakarta akan semakin meningkatkan (KIP).

Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan produksi

(X28) terhadap (KIP) terkait dengan aspek pemasaran terutama kelangsungan

suplai dan mutu produk (X21) serta kemampuan mengembangkan produk (X19).

Untuk mengukur pelayanan PPSNZ Jakarta, maka variabel pelayanan produksi

(X28) di PPSNZ Jakarta dalam penelitian ini adalah penyediaan fasilitas dermaga

untuk tambat kapal, menurunkan hasil produksi dan menaikkan logistik kapal,

fasilitas kolam pelabuhan untuk olah gerak kapal didalam pelabuhan perikanan,

serta fasilitas penahan gelombang untuk keamanan kapal dari pengaruh

gelombang, fasilitas perbaikan kapal berupa docking, bengkel, maupun

pertokoan suku cadang kapal. Kondisi demikian menurut Elfandi (2000) PPS

merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan dan memiliki

fungsi cukup luas dan majemuk dengan tatanan yang kondusif, sehingga

pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat memberikan pelayanan

terbaik agar dapat berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan.

Dengan pelayanan ini menyebabkan industri perikanan mendapat

kemudahan untuk melakukan penangkapan ikan sebagai bahan baku industri

secara berkelanjutan, mutu bahan baku ikan lebih terjamin. Akibat yang

dirasakan adalah mendorong (KIP) dan industri perikanan memiliki kemampuan

untuk mengembangkan produk processing. Jika didalam implementasinya dapat

berjalan seperti direncanakan, berarti akan berpengaruh terhadap kegiatan

berproduksi yang pada akhirnya akan mendukung (KIP) demikian pula

sebaliknya. Hasil penelitian setelah diuji menunjukkan hasil signifikan, sehingga

memperkuat pernyataan hipotesis bahwa semakin kondusif tingkat pelayanan

PPSNZ Jakarta akan semakin tinggi tingkat (KIP).

Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri

processing (X29) terhadap (KIP), fasilitas yang disediakan untuk mendukung

kinerja industri terdiri dari gedung processing, air bersih, listrik. Tingkat

pelayanan PPSNZ Jakarta ini menyebabkan (KIP) mampu mengembangkan

kegiatan processing berupa pengembangan produk, mutu produk berkualitas dan

harga bersaing, akibatnya akan mendorong kinerja pemasaran yang pada

gilirannya meningkatkan aspek keuangan (laba, ROI dan ROE). Kemampuan

fasilitas (jenis dan kapasitas) untuk melayani kegiatan industri perikanan

dikaitkan dengan jenis dan jumlah produksi ikan yang didaratkan. Hampir 60%

Page 120: 2006dku

107

dari sejumlah ikan yang masuk ke PPSNZ Jakarta selain digunakan untuk bahan

baku industri processing untuk diolah menjadi produk olahan juga dipasarkan

keluar negeri (eksport) dalam bentuk utuh (bulk fish). Berdasarkan hasil

penelitian ini setelah diuji menunjukkan bahwa tingkat (PEL) sangat berpengaruh

terhadap (KIP)

Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan kegiatan

pemasaran (X30) terhadap (KIP) dengan menyediakan fasilitas berupa gedung

pelelangan ikan, pusat pemasaran ikan, cold storage, pabrik es, alat transportasi,

listrik, air. Kinerja PPSNZ Jakarta dengan variabel pemasaran ini menyebabkan

(KIP) memiliki kemampuan bersaing dipasar global. Hal ini dibuktikan dengan

kemampuan ekspor khusus ikan tuna segar selama 5 tahun rata-rata sebesar

7.705 ton per tahun. Data eksport ikan dari industri perikanan melalui pelabuhan

perikanan samudera Jakarta selama 5 tahun (1999-2003) menunjukkan jumlah

126.413 ton atau rata-rata per tahun sekitar 24.633 ton per tahun. Pasar sasaran

yang menjadi tujuan ekspor adalah Amerika serikat, negara yang tergabung

dalam Uni Eropa, Jepang, Korea, Cina. Ketiga pasar dunia merupakan pasar

yang paling sulit ditembus dan memiliki berbagai macam aturan dan ketentuan

yang harus diikuti.

Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik

kapal (X31) dengan fasilitas es, air, BBM solar, umpan ikan hidup, alat tangkap,

pengelola pelabuhan perikanan samudera Jakarta harus mampu melayani

kegiatan industri perikanan untuk meningkatkan (KIP) dalam penyediaan bahan

baku ikan dan pemasaran dengan mengoperasikan kapal perikanan berukuran

mulai 10 GT sampai di atas 500 GT dimana 60% diantaranya kapal penangkap

ikan tuna berukuran 60 GT sampai 500 GT. Demikian pula halnya jenis dan

kapasitas fasilitas yang disediakan harus disesuaikan untuk melayani semua

kebutuhan logistik sekitar 4.382 unit kapal ikan per tahun yang melakukan

kegiatan di PPSNZ Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pelayanan

logistik yang disalurkan ke kapal ikan adalah pelayanan es balok 51.795 ton;

pelayanan air 231.286 ton, dan pelayanan BBM solar 12.000 ton.

Pengaruh pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan fasilitas

pendukung industri (X32) terhadap (KIP) dengan fasilitas lahan industri, jalan

kompleks industri. Jenis dan kapasitas fasilitas disesuaikan dengan kebutuhan

industri baik sekarang maupun proyeksi pengembangan selama 5 tahun yang

akan datang. Hasil penelitian menunjukkan dengan tingkat pelayanan PPSNZ

Page 121: 2006dku

108

Jakarta yang sekarang dilakukan ternyata berpengaruh terhadap perkembangan

industri perikanan.

Berdasarkan hasil kajian di atas menunjukkan bukti bahwa dengan

semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta akan semakin meningkatkan

kinerja industri perikanan (KIP) yang dilayani. Menurut Murdiyanto (2004),

mekanisme pelayanan yang dilaksanakan sehingga diperoleh hasil untuk

mendukung kinerja industri perikanan (KIP) dinamakan pelayanan prima. Hasil

analisis kajian terhadap pengaruh variabel lingkungan industri perikanan (LIP);

kebijakan pemerintah (KB); dan pelayanan PPSNZ Jakarta di atas terbukti bahwa

terjadi pertumbuhan kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja

sumberdaya manusia. Dengan demikian model ini dapat digunakan untuk

meramalkan dan merencanakan oleh pengambil kebijakan untuk pengembangan

industri perikanan dalam perdagangan global.

4.3.4 Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)

Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)

dipengaruhi oleh lingkungan industri perikanan (LIP), kebijakan pemerintah (KB);

pelayanan PPSNZ Jakarta dan kinerja industri perikanan (KIP) digambarkan

melalui model persamaan regresi yang dibangun dari Gambar 26 dan dapat

disajikan sebagai berikut:

DSG = ß 1 LIP + ß 2 KB + ß 3 PEL + ß 4 KIP + d1

Dimana: DSG = Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global; LIP=

lingkungan industri perikanan; KB = kebijakan pemerintah; PEL= pelayanan

PPSNZ Jakarta; KIP= kinerja industri perikanan

4.3.4.1 Pengaruh faktor kebijakan pemerintah terhadap daya saing global

(DSG) industri perikanan

Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)

dipengaruhi positif oleh kebijakan pemerintah (KB) (Gambar 26). Jenis variabel

untuk mengukur (KB) adalah pembangunan pelabuhan perikanan (X25)

pembentukan BUMN (X26) sebagai pengelola pelabuhan perikanan dan

pengaturan pemanfaatan tanah (X27). Daya saing global (DSG) diukur dengan

menggunakan variabel kemampuan teknologi (X33) jaminan mutu produk (X34)

kemampuan imitabilitas (X35) harga produk kompetitip (X36) ketersediaan bahan

Page 122: 2006dku

109

baku (X37) kemampuan durabilitas (X38). Jika secara teori (KB) sebagai

determinasi dari (DSG) berarti semakin kondusif (KB) akan memperkuat

kemampuan (DSG).

Pengaruh (KB) dengan variabel pembangunan PPSNZ Jakarta (X25)

terhadap (DSG). Dalam hal (KB) pembangunan pelabuhan perikanan samudera

adalah merupakan salah satu bentuk ikut campur tangan pemerintah dalam

upaya mendukung industri perikanan dalam memasuki perdagangan global.

Memasuki era globalisasi diramalkan akan terjadi persaingan perdagangan yang

semakin tajam, sehingga akan mendorong setiap negara untuk mempertahankan

keunggulan (Kotler 1997 dan Soepanto 2001). Menghadapi tantangan diatas

industri perikanan akan dihadapkan pada kemampuan memanfaatkan peluang

dan potensi sumberdaya alam perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan

baku industri. Disamping itu industri perikanan harus mampu memanfaatkan

sumberdaya sehingga mempunyai nilai tambah, memiliki produk bernilai dan

bermutu tinggi, harga produk bersaing (Gardjito 1996). Tantangan yang masih

dihadapi adalah keunggulan kompetitip artinya industri perikanan harus dapat

melakukan peningkatan efisiensi dan mutlak diperlukan terutama dari internal

industri perikanan. Untuk menghadapi dan mengantisipasi berbagai tantangan

diatas, industri perikanan masih memiliki peluang karena potensi sumberdaya

ikan sebagai bahan baku industri sekitar 6,7 ton per tahun. Untuk mendukung

pengembangan industri perikanan memasuki perdagangan global melalui (KB)

dibangun PPSNZ Jakarta. Hasil penelitian setelah diuji menunjukkan signifikan

sehingga pengaruh (KB) akan mampu meningkatkan (DSG).

Pengaruh (KB) dengan variabel pembentukan BUMN (X26) terhadap

(DSG) menunjukkan hasil signifikan. Dilatar belakangi manajemen pengelolaan

pelabuhan perikanan sebelum dibentuk BUMN, PPSNZ Jakarta pada mulanya

untuk melayani masyarakat perikanan dibentuk project management unit (PMU)

ternyata mengalami hambatan operasional terutama masalah aturan keuangan

negara. Untuk mendukung industri perikanan dan mengantisipasi menghadapi

perdagangan global perlu dibentuk badan usaha milik negara (BUMN) berupa

PPPS melalui peraturan pemerintah no. 2 tahun 1990 yang kemudian

disempurnakan menjadi no. 23 tahun 2000. Maksud pembentukan PPPS ini tidak

lain untuk dapat meningkatkan pelayanan melalui prinsip pengusahaan secara

ekonomis. Adapun tugas PPPS adalah menyelenggarakan usaha pelayanan

barang dan jasa bermutu tinggi kepada pengguna jasa di pelabuhan perikanan

Page 123: 2006dku

110

serta usaha lain yang terkait dengan perikanan melalui penyediaan sarana dan

prasarana, barang dan jasa serta sekaligus memupuk keuntungan untuk

pembiayaan operasional guna kelangsungan perusahaan dan kontribusi

pendapatan negara. Sebagai BUMN maka PPPS didalam pengelolaannya

berdasarkan prinsip perusahaan yaitu menggunakan system Indonesische

Bedrijven Wet (IBW). Melalui (KB) ini pengaruh terhadap (DSG) cukup signifikan

karena kondisi pelayanan yang diciptakan mampu mendukung (DSG) sehingga

industri perikanan yang melakukan investasi dikawasan PPSNZ Jakarta akan

memiliki (DSG).

Pengaruh (KB) dengan variabel pengaturan pemanfaatan tanah (X27)

terhadap (DSG) mampu memberikan dukungan industri perikanan dalam

memasuki perdagangan global. Dinyatakan mampu mendukung (DSG) karena

dengan kebijakan ini sasaran pemeritah adalah akan mendukung industri

perikanan mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Caranya adalah

dengan (KB) ini pemerintah memberi kesempatan kepada industri perikanan

yang menyewa tanah industri dengan status hak guna bangunan (HGB) diatas

hak pengelolaan (HPL) dapat dijaminkan kepada jasa perbankkan untuk

mendapatkan modal investasi dan modal kerja. Harapannya adalah dengan

kemampuan modal dapats menggunakan teknologi yang lebih efisien sehingga

dapat menciptakan dan meningkatkan mutu produk sesuai standar pasar

internasional, produk harga bersaing dan mampu menyediakan produk secara

berkelanjutan serta memperbaiki kondisi lingkungan.

Hasil penelitian Madecor Group (2001), untuk pengembangan industri

pengalengan perikanan di Indonesia timur selain diperlukan infrastruktur berupa

pelabuhan perikanan, dalam mengembangkan industri pasti diperlukan modal

usaha maupun modal investasi. Untuk mengatasi kendala ini diperlukan

kebijakan pemerintah. Dalam penelitian ini kebijakan pemerintah (KB) yang

ditempuh adalah pemberian kemudahan kepada investor untuk mendapatkan

modal melalui pengaturan pemanfaatan tanah industri guna dijadikan agunan

mendapatkan modal usaha, ternyata kebijakan pemerintah ini setelah diuji

berpengaruh positif terhadap pengembangan industri perikanan dan daya saing

industri (DSG).

Page 124: 2006dku

111

4.3.4.2 Pengaruh faktor kinerja industri perikanan (KIP) terhadap daya saing

global (DSG) industri perikanan

Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)

dipengaruhi kinerja industri perikanan (KIP) (Gambar 26), menunjukkan nilai 2.36

= 1.96 - 2.00 berarti sangat signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk

mengukur (KIP) adalah aspek keuangan (laba /rugi) (X13)), ROI (X14), ROE (X15),

aspek pemasaran ( volume penjualan (X16), pertumbuhan penjualan (X17),

pertumbuhan pelanggan (X18), kemampuan pengembangan produk (X19),

kemampuan harga bersaing (X20), mutu produk (X21), dan aspek sumberdaya

manusia (produktivitas kerja) (X22) dan penyerapan tenaga kerja (X23). Kemudian

variabel yang digunakan untuk mengukur daya saing global (DSG) adalah

kemampuan teknologi (X33), jaminan mutu produk (X34), kemampuan imitabilitas

(X35), harga produk kompetitif (X36), ketersediaan bahan baku (X37), kemampuan

durabilitas (X38). Jika secara teori (KIP) merupakan determinasi dari (DSG)

berarti semakin tinggi (KIP) akan semakin tinggi (DSG). Pengaruh (KIP) dengan

variabel aspek keuangan (laba /rugi) (X13); ROI (X14) dan ROE (X15) terhadap

(DSG) menunjukkan hasil yang signifikan ini membuktikan bahwa industri

perikanan mempunyai keunggulan bersaing.

Menurut Kotler (1997) jika suatu industri memiliki kemampuan laba yang

semakin meningkat berarti akan semakin kuat industri untuk dapat meningkatkan

kinerja; hal ini disebabkan mendapatkan laba adalah salah satu tujuan dan harus

ditingkatkan karena dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri.

Tingginya kemampu labaan ini akan mendorong nilai return on investment (ROI)

dan return on equity (ROE) suatu industri. Dilain pihak menghadapi perdagangan

global, suatu industri akan menghadapi suatu tantangan untuk memiliki daya

saing global (DSG).

Menurut Aaker (1989) yang diacu dalam Aditya (2004), keunggulan

bersaing adalah jantung kinerja industri atau perusahaan dalam pasar bersaing.

Dikatakan keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai atau manfaat

yang dapat diciptakan perusahaan bagi para pembelinya. Hal-hal yang

mengindikasikan variabel keunggulan bersaing adalah kemampuan imitabilitas,

kemampuan durabilitas dan kemudahan menyamai. Jika Porter (1980),

mengindikasikan keunggulan bersaing adalah keunggulan biaya, diferensiasi,

mutu, dan harga maka menurut pendapat Aaker (1989), jika perusahaan mampu

menerapkan salah satu strategi bersaing diatas maka akan didapatkan

Page 125: 2006dku

112

keunggulan bersaing. Dengan demikian kinerja industri perikanan (KIP) yang

memiliki kemampu labaan akan berpengaruh terhadap daya saing global (DSG).

Pengaruh (KIP) dengan variabel aspek pemasaran (volume penjualan

(X16); pertumbuhan penjualan (X17); pertumbuhan pelanggan (X18); kemampuan

pengembangan produk (X19); kemampuan harga bersaing (X20); Mutu produk

(X21)) terhadap (DSG) menunjukkan hasil signifikan berarti bahwa industri

mampu mengembangkan pasar dan memiliki daya saing dalam perdagangan

global (DSG).

Peningkatan kinerja industri perikanan (KIP) dibidang pemasaran,

ternyata dalam menghadapi persaingan saat ini bukan sekedar mendapatkan

besarnya margin usaha akan tetapi industri harus mampu menciptakan kepuasan

pelanggan. Bagi produk hasil industri perikanan lebih diutamakan bagaimana

mempertahankan pengembangan produk selama mungkin untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan (Kotler 1997). Berdasarkan teori ini industri yang ada

di`dalam PPSNZ Jakarta masih mampu mengembangkan produk untuk

mensuplai secara kontinyu konsumen dipasar internasional, sehingga memiliki

kemampuan daya saing memasuki pasar global.

Salah satu variabel daya saing industri perikanan dalam perdagangan

global adalah adanya jaminan mutu produk. Variabel ini mengantisipasi

pelanggan saat ini yang semakin memiliki tuntutan atas kualitas produk yang

lebih baik dan aman dikonsumsi, disamping memiliki respon yang lebih cepat

(tepat waktu) ternyata juga menuntut adanya nilai lebih yang diberikan oleh

perusahaan. Sehubungan dengan hal ini maka kinerja industri perikanan dalam

memasarkan produk harus mampu menetapkan jaminan mutu dan ketepatan

waktu untuk memenangkan persaingan (Schonberger 1996) yang diacu dalam

Tercia (2004). Konsep ini mengisyaratkan bahwa industri perikanan jika ingin

meningkatkan volume penjualan harus mampu memberikan kepuasan kepada

pelanggan, sehingga Kotler (1997) memberikan konsep pemasaran modern yaitu

suatu produsen harus mampu mengetahui dan memahami apa kebutuhan

konsumen. Dengan demikian industri perikanan selain mampu meningkatkan

volume penjualan juga dituntut memiliki kemampuan memenuhi permintaan

konsumen untuk meningkatkan pertumbuhan pelanggan, dan bagi industri yang

berhasil mengikuti konsep ini diharapkan akan memiliki daya saing dalam

perdagangan global.

Page 126: 2006dku

113

Lain halnya dengan konsep Gardjito (1996), bahwa kinerja industri

perikanan (KIP) selain memiliki kemampuan diversifikasi produk dan teknologi

yang efisien juga memiliki kemampuan harga produk yang kompetitif jika ingin

memasuki perdagangan global. Untuk memiliki kemampuan harga bersaing

menurut Bruce Hendersen (1983) yang diacu dalam Aditya (2004) industri harus

mampu mengembangkan keunggulan uniknya. Kemampuan kinerja industri

perikanan (KIP) inilah ternyata yang berpengaruh terhadap daya saing global

(DSG) industri perikanan.

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa (KIP) dengan variabel aspek

pemasaran berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan dalam

perdagangan global (DSG) artinya semakin tinggi kinerja industri perikanan (KIP)

akan semakin meningkatkan kemampuan daya saing industri perikanan dalam

perdagangan global (DSG).

Pengaruh (KIP) dengan variabel sumberdaya manusia (Produktivitas

kerja (X22) dan Penyerapan tenaga kerja (X23) ) terhadap (DSG) menunjukkan

hasil signifikan. Menurut Kotler (1997), memasuki perdagangan global akan

terjadi perubahan dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, mutu

serta harga barang sehingga industri harus mampu merubah keunggulan

komperatip menjadi keunggulan kompetitip dengan cara efisiensi. Untuk

meningkatkan efisiensi diperlukan suatu teknologi yang sesuai dengan

kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Jika sumberdaya manusia

memiliki pendidikan dan ketrampilan yang rendah, industri perikanan harus

menyesuaikan dengan teknologi yang digunakan. Akibatnya mutu bahan baku

yang disuplai dan produk yang dihasilkan tidak dapat bersaing dipasaran

terutama pasar global (Wahyuni 2002).

Dilain pihak dengan semakin meningkat industri perikanan dituntut pula

penyerapan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja relatif murah dengan tingkat

kemampuan relatif rendah perlu disesuaikan dengan teknologi yang digunakan

(Putro 2002).

Dengan demikian tingkat produktivitas dan penyerapan tenaga kerja yang

merupakan variabel dari kinedrja industri perikanan (KIP) berpengaruh terhadap

daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG).

Page 127: 2006dku

114

4.3.4.3 Pengaruh faktor lingkungan industri perikanan (LIP) terhadap daya

saing global (DSG) industri perikanan

Lingkungan industri perikanan (LIP) berpengaruh nyata terhadap daya

saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) (Gambar 26)

menunjukkan nilai 1,96 - 1,96. Jenis variabel yang digunakan untuk mengukur

(LIP) adalah faktor II, EI dan LE Sedangkan variabel yang digunakan untuk

mengukur (DSG) adalah kemampuan teknologi (X33), jaminan mutu produk (X34),

kemampuan imitabilitas (X35) harga produk kompetitip (X36) ketersediaan bahan

baku (X37) kemampuan durabilitas (X38).

Jika secara teori (LIP) merupakan determinasi dari (DSG) maka semakin

kondusif kondisi (LIP) akan semakin meningkatkan kemampuan (DSG). Dengan

diterimanya uji ini berarti pengaruh faktor lingkungan industri (LIP) dapat

meningkatkan daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG).

Menurut Porter (1990), lingkungan industri (LIP) dapat didekati dengan

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dan dibagi menjadi 3

(tiga) penentu keberhasilan industri yaitu internal industri, eksternal industri dan

lingkungan ekonomi. Lingkungan internal dapat didekati dengan melihat potensi

sumberdaya manusia, teknologi dan keuangan serta asset perusahaan.

Eksternal industri yang mempengaruhi lingkungan industri didekati dengan

melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi,

ketersediaan jasa pelatihan, jasa perbankkan. Kemudian lingkungan ekonomi

diidentifikasi dengan perkembangan teknologi, situasi perdagangan dunia,

sumberdaya alam, dan kondisi ekonomi. Teknologi adalah perangkat penting

yang merubah sumber daya alam yang tersedia menjadi produk barang dan jasa

yang diinginkan. Untuk itu cara yang memungkinkan untuk meningkatkan daya

saing produk adalah dengan meningkatkan kadar teknologi dalam kegiatan

operasional perusahaan (Said, Rahmayanti dan Muttaqin 2001)

Pendapat Pearce and Robinson (1991) yang diacu dalam Sandjojo

(2004), lingkungan industri disebut juga dengan lingkungan usaha memegang

peranan penting dan menentukan terhadap seluruh aspek bisnis, maupun

kemampuan daya saing industri perikanan. Semakin baik kondisi lingkungan

industri atau lingkungan usaha akan semakin meningkatkan daya saing industri.

Karena dengan kondisi lingkungan industri yang kondusif akan memberikan

berbagai peluang usaha dan upaya-upaya untuk mengembangkan industrinya.

Page 128: 2006dku

115

Lain halnya dengan pendapat Kotler (1997), bahwa suatu industri

perikanan untuk memenangkan persaingan didalam perdagangan global (DSG)

harus mampu memanfaatkan tantangan dan peluang lingkungan industri (LIP).

Kemampuan memanfaatkan peluang ini akan dapat menciptakan produk sesuai

selera konsumen baik dari sisi harga, mutu, bentuk, tepat waktu dibutuhkan

sehingga akan memiliki produk yang berdaya saing. Untuk menciptakan produk

yang memiliki (DSG) ternyata setiap industri membutuhkan dukungan industri

pemasok seperti mesin, teknologi, bahan pengemas, bahan baku, peralatan.

Atas dasar teori ini berarti (LIP) akan berpengaruh terhadap (DSG) terutama

kemampuan industri dalam memanfaatkan peluang untuk menciptakan produk

yang memiliki daya saing dalam perdagangan global (DSG).

Dari hasil uji menunjukkan bahwa lingkungan industri perikanan (LIP)

berpengaruh terhadap daya saing industri perikanan (DSG) dapat diterima.

Dengan demikian hasil penelitian membuktikan bahwa lingkungan industri

perikanan akan mampu mempengaruhi daya saing global (DSG).

4.3.4.4 Pengaruh faktor pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) terhadap daya

saing global (DSG) industri perikanan

Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global (DSG)

dipengaruhi pelayanan PPSNZ Jakarta (PEL) (Gambar 26) menunjukkan nilai

2,16 = 1,96 - 2,00 berarti signifikan. Jenis variabel yang digunakan untuk

mengukur PPSNZ Jakarta adalah pelayanan produksi (X28) pelayanan industri

processing (X29), pelayanan pemasaran (X30) pelayanan logistik (X31) dan

pelayanan fasilitas pendukung (X32). Variabel yang digunakan untuk mengukur

(DSG) adalah kemampuan teknologi (X33), jaminan mutu produk (X34),

kemampuan imitabilitas (X35) harga produk kompetitip (X36) ketersediaan bahan

baku (X37) kemampuan durabilitas (X38). Jika secara teori PPSNZ Jakarta

merupakan determinasi dari (DSG) berarti dengan diterimanya hasil uji ini

membuktikan bahwa semakin baik tingkat pelayanan PPSNZ Jakarta

memberikan pengaruh kuat untuk menciptakan daya saing industri perikanan

dalam perdagangan global.

Berdasarkan hasil uji ini pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel

pelayanan produksi (X28) terhadap (DSG) dapat diterima, dengan demikian

PPSNZ Jakarta memberikan pengaruh positif kepada (DSG) karena diketahui

dari meningkatnya variabel ketersediaan bahan baku (X37), dan jaminan mutu

produk (X34). Menurut Porter (1990) jika daya tarik produk merupakan

Page 129: 2006dku

116

perwujudan dari mutu produk berarti mutu produk akan menentukan keadaan

dan keberadaan suatu produk artinya mutu produk yang jelek akan mengurangi

minat konsumen untuk menggunakan produk; dengan demikian akan

menentukan posisi daya saing dari pada produk tersebut. Demikian pula halnya

dengan Arifin (2004), bahwa mutu produk adalah variabel produk yang

digunakan untuk menarik minat konsumen artinya semakin tinggi mutu produk

akan semakin tinggi minat konsumen terhadap produk.

Dari hasil kajian ini menunjukkan bahwa PPSNZ Jakarta dengan variabel

pelayanan produksi (X28) akan mempengaruhi kemampuan daya saing global

(DSG) dengan variabel ketersediaan bahan baku dan jaminan mutu produk.

Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan industri processing (X29)

terhadap (DSG) terkait dengan jenis dan kapasitas fasilitas yang disediakan oleh

pelabuhan perikanan harus mampu memberikan dukungan sesuai dengan

kebutuhan industri perikanan. Didalam melaksanakan pelayanan bahkan diatur

melalui intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan

mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian

pelayanan PPSNZ Jakarta dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan

kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada

industri perikanan. Dilain pihak menurut pendapat Gardjito W (1996) jika industri

akan bersaing dalam perdagangan global harus memiliki kemampuan

diversifikasi produk yang terkait dengan variabel daya saing global industri

perikanan yaitu memiliki kemampuan teknologi (X33) kemampuan imitabilitas

(X35), harga produk kompetitip (X36) dan kemampuan durabilitas (X37). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel PPSNZ Jakarta berupa pelayanan

industri processing ternyata berpengaruh terhadap kemampuan daya saing

industri perikanan dalam perdagangan global (DSG) baik dari segi kemampuan

teknologi, imitabilitas, durabilitas, maupun harga produk kompetitif.

Pengaruh PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan pemasaran (X30)

terhadap (DSG) terkait dengan ketersediaan jenis dan kapasitas pelayanan

pemasaran yang dapat mendukung terhadap (DSG) dengan variabel

kemampuan teknologi, jaminan mutu produk, kemampuan imitabilitas, harga

produk kompetitif, ketersediaan bahan baku, dan kemampuan durabilitas. Secara

faktual kemampuan industri perikanan dikawasan PPSNZ Jakarta tidak

diragukan lagi dalam mengembangkan dan melakukan diversifikasi produk. Oleh

karena itu menurut Porter (1990) diversifikasi produk merupakan salah satu

Page 130: 2006dku

117

persyaratan industri perikanan akan memiliki kemampuan bersaing dalam

perdagangan global berarti dengan luasnya wilayah pemasaran produk

perikanan dari Indonesia termasuk negara yang paling sulit ditembus pasarnya

seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memiliki persyaratan mutu paling

ketat maupun negara pesaing yang harus dihadapi berarti ketersediaan fasilitas

pelayanan pemasaran di PPSNZ Jakarta berpengaruh dalam mendukung produk

perikanan dalam perdagangan global (DSG).

Jika dikaitkan dengan kebijakan pembangunan PPSNZ Jakarta yang

dilengkapi dengan segenap fasilitasnya, maka upaya meningkatkan optimalisasi

PPSNZ Jakarta ini bertujuan untuk mendukung industri perikanan melalui

penangkapan ikan dalam rangka penyediaan bahan baku industri berupa ikan,

mengingat perikanan di Indonesia sebelum dibangun pelabuhan perikanan

samudera masih didominasi oleh perikanan tradisional (Murdjijo 1997). Hasil

penelitian Sunarya (1996) menunjukkan bahwa hanya 60% saja hasil perikanan

di Jawa dan Sumatera yang dimanfaatkan dalam keadaan segar tanpa

pelayanan pelabuhan perikanan PPSNZ Jakarta. Demikian pula Clucas dan

Basmal (1995) yang dikutip Sunarya (1996) menunjukkan bahwa kurangnya

sarana pendukung pemasaran berupa tempat pelelangan ikan dan cold storage

maupun pabrik es, pasokan air ternyata akan mempersulit mendapatkan bahan

baku ikan untuk industri perikanan sehingga mempengaruhi kinerja industri dan

akan menghambat kemampuan daya saing industri perikanan. Dengan demikian

pelayanan PPSNZ Jakarta dengan variabel pelayanan logistik dan fasilitas

pendukung industri berpengaruh terhadap daya saing global (DSG).

4.4 Strategi Pengembangan Industri Perikanan Berbasis PPS

Strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS memasuki era

globalisasi antara lain perlu langkah-langkah optimalisasi terhadap kedelapan

faktor yang membentuk model industri perikanan berbasis PPS memasuki era

globalisasi, karena setiap faktor saling berpengaruh secara signifikan. Sebagai

dasar pemikiran strategi pengembangan industri perikanan berbasis PPS

memasuki era globalisasi antara lain:

(1) Keberadaan PPS akan menjamin kegiatan produksi penangkapan dalam

kelangsungan penyediaan bahan baku industri perikanan. Hal ini cukup

beralasan karena tanpa kesediaan bahan baku (ikan) cukup dan kontinyu

sulit bagi kelangsungan kinerja industri perikanan terutama menghadapi

pesaing dipasaran global.

Page 131: 2006dku

118

(2) Penyerapan dan pengembangan tenaga kerja perikanan. Dilatar belakangi

masyarakat perikanan didominasi oleh pengusaha tradisional, maka

dengan berkembangnya industri perikanan akan lebih mengenalkan dan

mendorong masyarakat perikanan untuk berkembang (transfer pengetahuan

usaha dan kemampuan serta ketrampilan)

(3) Untuk menciptakan lingkungan industri perikanan yang kondusif, kebijakan

pemerintah adalah penyediaan infrastruktur, insentif usaha berupa

kemudahan-kemudahan seperti perijinan, mendapatkan modal usaha,

menghilangkan berbagai pungutan yang membebani kegiatan usaha.

Menghilangkan berbagai aturan dan ketentuan yang berdampak

menghambat terhadap upaya tumbuh dan berkembangnya usaha. Menurut

Departemen Kelautan dan Perikanan (2001) kebijakan pemerintah

mengenai pembebasan pajak untuk komoditi ekspor sebaiknya juga dikaji

kembali, karena pihak manapun yang menanggung investasi lebih besar

untuk menyumbang pedapatan devisa nasional atau penciptaan

kesempatan kerja yang signifikan sebaiknya didorong dengan insentif yang

sesuai, misalnya tunjangan ekstra yang seimbang dengan investasi yang

dilakukan pada aset modal.

(4) Guna mendukung kinerja industri perikanan, pada saat ini masih diperlukan

dukungan pemerintah, mengingat industri perikanan mempunyai

karakteristik yang spesifik dibandingkan produk agribisnis lainnya (sifat

penanganan produk lebih spesifik) sehingga membutuhkan perlakuan

khusus karena akan berdampak terhadap biaya operasional dan resiko

kerugian tinggi),

(5) Penetapan kebijakan pemerintah perlu kehati-hatian dan

mempertimbangkan dampak kepada industri perikanan (kenaikkan harga

BBM, listrik, air, telepon). Secara faktual kebijakan pemerintah yang telah

ditetapkan ternyata secara langsung masih ada yang menghambat kinerja

industri skala besar sampai usaha perikanan tradisional.

(6) Keberadaan PPPS di dalam pengelolaan pelabuhan perikanan perlu

didukung untuk lebih meningkatkan kemampuan KIP dan membuat suasana

LIP yang kondusif. Kaitan antara PPPS dan UPT pelabuhan perikanan

perlu ditingkatkan kerja sama dan kesinambungan kerja terhadap

tatahubungan kerja sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing secara

Page 132: 2006dku

119

seimbang, sehingga dapat bersinergi dalam memberikan pelayanan kepada

pengguna jasa PPS.

(7) PPS dirancang untuk memberikan dukungan terhadap berkembangnya

industri perikanan yang modern sehingga jenis dan kapasitas serta kualitas

fasilitas harus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dalam

pengelolaan fasilitas dipersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas

baik.

(8) Dalam rangka upaya memberikan pelayanan terhadap industri perikanan

agar mampu menghadapi persaingan global, pengelola PPS benar-benar

konsisten dalam menerapkan pelayanan prima. Menghilangkan segala

macam dan bentuk pungutan yang dapat menghambat kemampuan daya

saing industri perikanan.

(9) Perlunya dukungan dari pemerintah dalam menghadapi pasar global

terutama perlakuan yang tidak seimbang dari negara pesaing serta berbagai

aturan yang tidak mampu diakomodir oleh industri perikanan terkait dengan

berbagai aturan dan ketentuan internasional yang pada akhirnya dapat

menghambat kinerja industri perikanan terutama dalam hal pemasaran luar

negeri (ekspor).

Page 133: 2006dku

120

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian tentang pemodelan industri perikanan berbasis pelabuhan

perikanan samudera ini dengan menerapkan pendekatan structural equation

modelling (SEM) dan analisis dengan bantuan piranti lunak LISREL 8.72

menyimpulkan bahwa:

(1) Model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi dengan

delapan faktor dapat digunakan untuk merencanakan dan meramalkan

pengembangan industri perikanan dalam perdagangan global. Model

dengan faktor internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi,

lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah, pelayanan PPS,

kinerja industri perikanan, daya saing Industri perikanan dalam

perdagangan global ini adalah fit atau dapat diterima setelah diuji dengan

mempertimbangkan kriteria goodness of fit yang dipakai.

(2) Ke 8 (delapan) faktor yaitu: II, EI, LE, LIP, KB, PEL, KIP, DSG saling

berhubungan dan mempengaruhi secara positip. Hal ini berarti setiap

perubahan yang semakin positif atau negatif dari salah satu faktor di atas

akan mempengaruhi kinerja faktor berikutnya dan besar kecilnya

pengaruh tergantung dari besaran signifikansi.

(3) Daya saing industri perikanan dalam perdagangan global sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan industri perikanan, kinerja industri

perikanan, kebijakan pemerintah dan pelayanan PPS.

(4) Faktor internal industri, eksternal industri, lingkungan ekonomi sangat

berpengaruh terhadap lingkungan industri dan dapat menentukan

keberhasilan kinerja industri perikanan dalam perdagangan global.

Namun demikian dampak negatif yang ditimbulkan terutama lingkungan

ekonomi (disebut juga lingkungan jauh) dapat dipengaruhi dan

dikendalikan melalui kebijakan pemerintah maupun pelayanan pelabuhan

perikanan samudera.

(5) Kinerja industri perikanan sangat dipengaruhi secara positip oleh

lingkungan industri perikanan, kebijakan pemerintah dan pelayanan

pelabuhan perikanan samudera dalam memasuki perdagangan global.

Pengaruh paling signifikan adalah kebijakan pemerintah melalui

pelayanan PPSNZ Jakarta, oleh karenanya untuk mendukung kinerja

Page 134: 2006dku

121

industri perikanan dalam perdagangan global diupayakan agar pelayanan

PPS ditingkatkan melalui pelayanan prima.

(6) Pendugaan implikasi dan perumusan strategi model pengembangan

industri perikanan dalam perdagangan global, termasuk kebijakan

pemerintah serta pelayanan pelabuhan perikanan, dapat dilakukan

melalui simulasi model dengan merubah variabel dari faktor kebijakan

maupun pelayanan pelabuhan perikanan serta kinerja industri.

(7) Model pengembangan industri perikanan dapat digunakan untuk

merumuskan strategi pengembangan industri perikanan memasuki pasar

global pada beberapa lokasi pelabuhan perikanan samudera lainnya

dengan menambah variabel pembentuk faktor pada kondisi lingkungan

industri, pengambilan kebijakan, langkah-langkah pelayanan PPS, kinerja

industri serta bagaimana antisipasi dalam perdagangan global. Namun

penambahan variable harus tetap didasarkan pada telaahan pustaka

yang intensif mengingat penelitian ini bersifat eksplorasi.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian terhadap analisis model industri perikanan berbasis

PPS, dapat direkomendasikan beberapa saran :

(1) Model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera

memasuki era globalisasi dapat digunakan untuk pedoman implementasi

kebijakan dalam perencanaan dan peramalan pengembangan industri

perikanan berbasis PPS lainnya karena masih ada 4 PPS (yaitu: PPS

Kendari, PPS Cilacap, PPS Belawan, PPS Bungus) dan beberapa

pelabuhan perikanan lainnya yang dapat diteliti melalui suatu simulasi.

(2) Mengingat situasi dan kondisi pelabuhan perikanan samudera lainnya

berbeda dengan lokasi Jakarta, maka perlu diketahui dengan pasti

indikator yang berpengaruh dan membentuk variabel dalam model.

Alasan pengembangan variabel karena dalam menyusun model ini

diutamakan adalah telahan pustaka.

(3) Analisis model industri perikanan untuk pelabuhan dilokasi lain dengan

menggunakan alat analisis structural equation model (SEM) perlu diawali

dengan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaahan pustaka yang

intensif untuk mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang

dikembangkan. Tanpa landasan teori yang kuat maka SEM tidak

Page 135: 2006dku

122

bermanfaat, karena SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah

model akan tetapi untuk mengkonfirmasi model melalui data empirik.

(4) Mengingat situasi dan kondisi termasuk perdagangan era globalisasi

yang cepat berubah dan sangat mempengaruhi lingkungan industri, serta

adanya beberapa kebijakan pemerintah yang belum dimasukkan sebagai

indikator dalam model tersebut, penelitian lebih lanjut disarankan

mencakup simulasi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

dan menghindari kesalahan pengambilan kebijakan pemerintah.

(5) Sesuai dengan anjuran para peneliti terdahulu, guna mendorong tumbuh

dan berkembangnya industri perikanan yang berdaya saing tinggi,

pengelola pelabuhan perikanan perlu menyiapkan, melengkapi dan

meningkatan mutu fasilitas, dan menerapkan ketentuan pelayanan prima

kepada pengguna jasa secara konsisten.

(6) Untuk menghindari timbulnya KKN, tindakan pengawasan yang

konsisten perlu dilakukan terhadap pelayanan yang menghambat dan

pungutan yang tidak resmi terhadap pengguna jasa.

Page 136: 2006dku

123

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David. 1989. Competitive Advantage of the Firm. Journal of Strategic Research, New York.

Achmadi 2003. Analiisis Pengaruh Orientasi Pengawasan Terhadap Efektivitas Perusahaan Melalui Orientasi Kinerja Penjualan dan Kinerja Tenaga Penjualan (Studi Kasus pada Manajemen tenaga penjualan industri jasa pelayaran di Kota Semarang). Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Aditya. 2004. Analisis Pengaruh Merek, Orientasi Stratejik dan Inovasi Terhadap Keunggulan Bersaing. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volumen III, Nomor 3 Desember 2004.

Agustedi. 2000. Rancang Bangun Model Perencanaan dan Pembinaan Agroindustri Hasil Laut Orientasi Ekspor dengan Pendekatan Wilayah. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. BUMN Executive Club. Jakarta.

Arifin. 2004. Pengaruh Bentuk Rantai Nilai Pasokan dan Kualitas Hubungan Perusahaan Pemasok Dalam Mewujudkan Kinerja Pemasaran Melalui Peningkatan Kinerja Rantai Pasokan. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Vol.III Nomor 2 Sept. 2004.

Bandalos DL. 1983. Factors Influencing cross-validation of Confirmatory factor analysis Models. Multivariate Behavioural Research, 28; 351-374.

Bappenas. 2005. Strategi Penguatan Daya Saing Produk-produk Lokal terhadap Produk Impor di Pasar Domestik dalam Pengembangan Kawasan Andalan, Strategis, Cepat Tumbuh. Laporan Temu Diskusi. Bappenas Jakarta: 106

Barker T.A. 1999. Benchmark of Successful Salesforce Performance. Canadian Journal of Administrative Science, 1999.

Bentler PM 1990. Comparative fit Indexes in structural models, Psychological Bulletin, 107; 238-246.

Bentler PM, Bonnetts DG. 1980.Significance tests and Goodness of Fit in The Analysis of Covariance Structure. Psychological Bulletin, 88; 588-606.

Byrne BM. 1998. Structural Equotion Modeling with LISREL, PRELIS and SIMPLIS. Basic concepts, applications and Programming. New Jersey; Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Clucas IJ, Basmal.J 1995. Pengolahan, Distribusi dan Pemasaran ikan Pelagis Kecil dari tiga tempat pendaratan ikan di Jawa Tengah, Indonesia. Makalah disampaikan dalam seminar on socio-economic, innovation en management of the Small Pelagic Fishery of the Java Sea. Bandungan

Page 137: 2006dku

124

Cooper. DR. and Emory, C.W. 1998. Metode Penelitian Bisnis. Jilid I. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.

Dahuri. R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LISPI). Jakarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2001. Studi Perumusan Kebijakan Pembangunan Perikanan. Pacigic Consultants International. Tokyo-Jepang.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Membangun Perekonomian Nasional Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Maju, Makmur, dan Berkeadilan Melalui Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan

Diamantopoulus. A. dan Siguaw. JA . 2000. Introducing LISREL: A guide for the United. Sage Publications.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2002. Kebijakan , Strategi dan Program Kerja Pengembangan Sentra-sentra Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Revitalisasi Pelabuhan Perikanan Menunjang Pengembangan Perikanan Nasional. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Dunn WN. 2000. Pengantar Analysis Kebijakan Publik Edisi kedua Gajahmada University Press.

Elfandi S. 2000. Administrasi Pelabuhan Perikanan . Seminar pada Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor tahun 2000. IPB Bogor.

Eriyatno, Winarno. 1999 . Pemodelan Sistem Pengendalian Mutu Produk Kualitas Ekspor Agroindustri Periakanan Rakyat. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Volume VI Nomor 1 Hal. 1 – 50

Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press. Hal. 147

Fandy T. 1995. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Offset Yogyakarta.

Fauzi A. 2002. Peluang Pengembangan Industri Fishmeal di Indonesia: Perspektif Sumberdaya Perikanan. Disampaikan pada Nasional Policy Dialogue Percepatan Sinergi Usaha Melalui Reformasi Kebijakan, Jakarta 8-10 Oktober 2002.

Fauzi. A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan (Isu, Sintesis, dan Gagasan). Gramedia. Jakarta

Ferdinand. 2002. Structural Equation Modeling (SEM) Dalam penelitian Manajemen. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Page 138: 2006dku

125

Gardjito, W. 1996. Marketing management. Analysis, Planning Implementation, Control. Jakarta.

Gasperz. 2002. Manajemen Produktifitas Total Strategi Peningkatan Produktivitas Bisnis Global. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gasperz. V. 2001. Production Planning and Inventory control. Berdasarkan pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Vincent Foundation dengan PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Ghozali I. 2004. Model Persamaan Struktural. Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS Ver. 5.0 Program Magistster Manajemen. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ghozali, Fuad SET. 2005. Structural Equation Modeling. Teori, Konsep, & Aplikasi dengan Program LISREL 8.54. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Giyatmi. 2005. Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa Tengah. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Hair JF. JR . Anderson R.E. Tatham R.L and Black W.C 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice Hall-International . INC. Printed in The United States Of America Pag 577 Chapter 11 Structural Equation Modeling.

Hogwood B W and Gunn L A. 1984. Policy Analysis for the Real World. Oxford Universiy Press.

Indriantoro N, B Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntasi & Manajemen. Edisi Pertama, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Joreskog KG & Sorbom Dag. 2005. LISREL 8.72. Scientific Software International , Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100. Lincolnwood, IL 60712, USA.

Kamaludin, 2002. Pembangunan Ekonomi Maritim di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Kotler, 1997. Manajemen Produktifitas. Terjemahan Marketing Management. Ninth Edition. Prentice hall Inc.

Kusumastanto, 2002. Reposisi “Ocean Policy” dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusyanto. D, 2006. Kebijakan dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Terhadap Daya Saing Industri Perikanan pada Perdagangan Global di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.

Page 139: 2006dku

126

Lianto. 2005. Peningkatan Daya Kompetisi Perusahaan Melalui Maksimalisasi Nilai Guna Teknologi. Prosiding Seminar Nasional XII-FTI. Institut Teknologi Surabaya. Surabaya

Lubis. 2002. Perencanaan Pembangunan Pelabuhan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Machfud. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Madecor Group.2001. Study on Restructuring the Agro=Based Industry. Policy Advisory Unit (PAU)-ITDP/IBRD Loan No.3972-IND. Volume III. Processed and Canned Fish Cluster in Eastern Indonesia, Ministry of Industry and Trade.

Manurung TV. 1995. Urgensi Pelabuhan dalam Pengembangan Agribisnis Perikanan Rakyat (Kasus Jawa Tengah). Prosiding Agribisnis. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Teknik dan Aplikasi. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Mas’ud F. 2004. Survai Diagnosis Organisasional. Konsep dan Aplikasi . Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Maureen M (2004). Studi Mengenai Loyalitas Pelanggan pada Divisi Asuransi Kumpulan AJB Bumiputra 1912 (Studi Kasus di Jawa Tengah). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia Vol. III No 7. Universitas Diponegoro. Semarang.

Mulyadi D. 2001 Rancang Bangun Strategi Terpadu Agroindustri Rotan. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2001.

Murdiyanto B. 2004. Pelabuhan Perikanan Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan-FPIK IPB.

Murdjijo. 1997. Keragaan dan Kebijaksanaan Pembangunan Perikanan Pelita VI dan Tinjauan Menghadapi Era Globalisasi. Direktorat Jenderal Perikanan Tahun 1997. “Simposium Perikanan Indonesia II”. Jakarta.

Mustofa H. 2004. Faktor-Faktor Pendorong Kreativitas Program Pemasaran dan Kinerja pemasaran. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume III, Nomor 2 September 2004.

Nikijuluw, VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pengembangan dan Pembangunan Regional. Jakarta.

Pearce JA, Robinson RB Jr. 1991.Formulation, Implementation, and Control of Comparative Strategy. Boston. Irwin.

Page 140: 2006dku

127

Porter M E. 1980. Competitive Strategy, Techniques for Analysing industries and Competitor. With a New introduction. The Free Press.

Porter M E. 1985. Competitive Advantage. Creating and Sustaining Superior Performance With a New Introduction. The Free Press New York, London, Toronto, Sydney, Singapura.

Porter M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Macmillan Press Ltd. London

Putro S. 2001. Perdagangan Produk Perikanan Dalam Era Globalisasi. Direktur Jenderal Peningkatan kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan.

Putro S. 2002. Pengelolaan Hasil Perikanan Menghadapi Pasar Global-Peluang dan Tantangan. Seminar Perdagangan Internasional dan Pasca Panen, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta 2002. Atase Pertanian, Perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa. Brussels

Said GE, Rahmayanti, dan Mutaaqin ZM. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. PT Ghalia Indonusa dengan MMA-IPB. Jakarta.

Salvatore D. 2001. Managerial Economics in a Global Economy. Fourth Edition. Harcourt College Publishe.

Sandjojo I. 2004. Pengaruh Lingkungan Usaha, Sifat Wirausaha dan Motivasi Usaha Terhadap Pembelajaran Wirausaha, Kompetensi Wirausaha dan Pertumbuhan Usaha Kecil di Jawa Timur. Program Studi Ilmu Ekonomi Kekhususan Manajemen. Universitas Brawijaya. Program Pasca Sarjana. Malang

Schonberger JR. 1992. “World – Class Manufacturing; The Next Decade”. Book Except, March 1992. p. 21-24

Solimun 2002a. Multivariate Analysis. Structural Equotion Modeling (SEM) LISREL dan AMOS. Aplikasi dibidang Manajemen, Ekonomi Pembangunan, Psykologi, Sosial, Kedokteran, Agrokompleks. Fak. MIPA Universitas Brawijaya. Malang

Solimun 2002b. Structural Equation Modeling Lisrel dan Amos. Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Malang.

Solimun 2005. Structural Equotion Modeling (SEM) Aplikasi Software Amos. Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang..

Suherman A, Murdiyanto B, Marimin, dan Wisudo SH. 2006. Analisis Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Jurnal Penelitian Perikanan Volume 9 Nomor 1 Hal. 101 – 107.

Sunarya. 1996. Prospek Pengembangan Pasca Panen Perikanan di Indonesia. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan.1996.

Page 141: 2006dku

128

Supanto 2001c. Strategi dan Teknologi Pilihan Akuakultur Untuk Meningkatkan Ekspor dan Konsumsi Ikan . J. Agritek. Edisi Khusus : 90-94.

Supanto. 2001a. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia Analisis dan Simulasi Kebijakan Pada Era Liberalisasi Perdagangan. Penerbit Agritek. Malang.

Supanto. 2001b. Arah Kebijakan Industri Bahari J. Agritek. Edisi Khusus: 208-214

Sutandinata H. 2002. Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Ikan di Indonesia. Diskusi Nasional : Sarana dan Prasarana Penunjang Industri Perikanan. 26 Juli 2002 di Jakarta.

Tercia RYC. 2004. Analisis Sikap Kewirausahaan dan Orientasi Pelanggan Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Tenaga Penjualan (Studi Empiris Pada Tenaga Penjualan Motor Pada Dealer PT. ASTRA HONDA DI Kota Semarang). Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Volume III, Nomor, 3 Desember 2004.

Vicere RA and Fulmer R M. 1996. Crafting Competitiveness, Developing Leaders in the Shadow Pyramid Capstone Publishing Limited. Oxford, Centre for Innovation Mill Street Osford OX 2 Ojx United Kingdom.

Wahab SA. 1989. Pengantar Analysis Kebijakan Negara. Penerbit Bhineka Cipta.

Wahyuni M. 2002. Perencanaan Industri Hasil Perikanan. Jurusan Teknologi Kelautan Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor

Page 142: 2006dku

129

Lampiran 1. Peta Lokasi PPSNZ Jakarta

Sumber : Pemerintah Kotamadya Jakarta Utara

SUNDA KELAPA

M.ANGKE

MUARA BARU

TOL KE BANDARA

LAUT JAWA

PROP.DKI JAKARTA

N

S

Page 143: 2006dku

130

Lampiran 2. Data sampel industri perikanan

No Nama Perusahaan Tahun investasi di PPSNZ Jakarta

1 PT. ALAM JAYA 2002

2 PT. ANUGERAH SECO JAYA

2002

3 PT. ASROBEN 1988

4 PT. BANGKIT LAUTAN MAS 1990

5 PT. BINA WIMA TRACO 1992

6 PT. BALI SUMBER HAYATI 1992

7 PT. BONECOM 1986

8 PT. BONECOM/ BOSCO 1991

9 PT. BUMI AGRO BAHARI LESTARI

2000

10 PT. CHARLY WIJAYA TUNA 1986

11 PT. CENTRA JAYA ABADI 1986

12 PT. CHENHONG FISHERINDO

2003

13 PT. DANAU MATANO P.R 1986

14 PT. DAYA MULUR KARENTINDO

1999

15 PT. DURIAN SARI WANGI 2001

16 PT. DWISANDHA SENJAYA 1986

17 PT. FIRST MARINE 1997

18 PT. GABUNGAN ERA MANDIRI

1995

19 PT. GABION INTI 1994

20 PT. HALIMAS SAKTI SEJATI 1985

21 PT. HANINDO 1995

22 PT. HASLINDO 1986

23 PT. HOTANJAYA GRAHA 1988

24 PT. INDOMINA BANGUN P. 1990

25 PT. INTIMAS SURYA 2000

26 PT. JAKARTA SERVISTAMA CT.

2000

27 PT. KARSA CIPTA BAYU M .P 1999

28 PT. KBA 1990

29 PT. KHOM FOOD 1989

30 PT. KEDAMAIAN 1985

31 PT. KENCANA JAYA ABADI 1986

32 PT. KURNIA MINA SEJAHTERA

2001

33 PT. LAUTAN NIAGA JAYA 2000

34 PT. LAUTAN MURNI 2000

Page 144: 2006dku

131

No Nama Perusahaan Tahun investasi di PPSNZ Jakarta

35 PT. LOLA MINA 1987

36 PT. LUKY REJEKI JAYADI 1999

37 PT. LUCKY SAMUDERA 1991

38 PT. LUXE UTAMA INDONESIA

1988

39 PT. MEGA JAYA FISHINDO 2000

40 PT. MERIN IND. 1987

41 PT. MINA DWI SAMPORNA 1994

42 PT. MINA SAKTI 1994

43 PT. MINA SAKTI KICITEMINDO 1993

44 PT. MITRA MINA SEGARA 2000

45 PT. MITRA MANGGALINDO 1989

46 PT. MULTI WAHANA. M 1999

47 PT. PANGGUNG ENT. LTD 1988

48 PT. PANUTAN MINA 1987

49 PT. PERTUNI 2001

50 PT. PUSKOPOL MAR 1992

51 PT. RED RIBON 1999

52 PT. SAFRITINDO 1988

53 PT. SAMUDERA MINA P 1995

54 PT. SANDIMAS AQUATEX 1988

55 PT. SEGARINDO MINA 1995

56 PT. SEKAR LAUT 1987

57 PT. SETIA KAWAN 1997

58 PT. SINAR SAMUDERA MAKMUR

1999

59 PT. SUMBINDO PERINTIS 1988

60 PT. TIMUR JAYA COLDSTORAGE

2003

61 PT. TRIDAYA ERAMINA BAHARI

1998

62 PT. TUNA MINA INDONESIA 2002

63 PT. TUNA PERMATA REJEKI

1999

64 PT. UNGGUL MINA LESTARI

2002

65 PT. VICTORINDO ADI PERDANA

2002

66 PT. VIRYA PERKASA EXPRES

2002

Sumber : Hasil studi lapangan tahun 2005.

Page 145: 2006dku

132

Lampiran 3 : Output analisis data penelitian menggunakan LISREL 8.72

DATE : 12/17/2005 TIME : 6 : 51

L I S R E L 8.72

BY

Karl G. Joreskog & Dag Sorbom This program is published exclusively by Scientific Software Internasional, Inc.

7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Phone : (800) 247-6113, (847) 675- 0720, Fax : (847) 675-2140

Copyright by scientific Software International, Inc. , 1981-2005 Use of this program is subject to the terms specified in the

Universal Copyright Convention. Website : www. Ssicentral.com

The following lines were read from file C : \Documents and Settings\User\My Documents\DATA\DATA X38 200. spj : Raw Data from file ‘C : \Documents and Settings\User\My Documents\DATA\DATA X38 200.psf Latent Variables LIP KIP KB PEL DSG X1-X12 = LIP X13-X24 = KIP X25-X27 = KB X28-X32 = PEL X33-X38 = DSG KIP = KB LIP PEL LIP = PEL DSG = KIP LIP KB Path Diagram End of Problem Sample Size = 200 Covariance Matrix X1 X2 X3 X4 X5 X6

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15

0.33 0.88 0.06 0.00 0.04 0.03 0.00

-0.02 0.07 0.07 0.11 0.07 0.08 0.07 0.02

0.43 0.11 0.05 0.14 0.08 0.06 0.14 0.10 0.04 0.08 0.12 0.05 0.05 0.07

0.29 0.05 0.03 0.03 0.03 0.08 0.00 0.02 0.05 0.02 0.03

-0.02 0.03

0.36 0.09 0.06 0.06 0.09 0.04 0.06

-0.01 0.04

-0.03 -0.02 0.00

0.38 0.08 0.08 0.10 0.15 0.01 0.09 0.16 0.01 0.00 0.00

0.37 0.06 0.09 0.08 0.09

-0.01 0.03 0.00 0.03 0.04

Page 146: 2006dku

133

Covariance Matrix X1 X2 X3 X4 X5 X6

X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X33 X34 X35 X36 X37 X38 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32

-0.02 0.00 0.04 0.02

-0.05 0.02 0.04 0.05 0.05 0.05 0.05 0.10 0.06 0.05 0.04 0.05 0.04 0.01 0.05

-0.02 0.01

-0.01 0.07

0.07 0.04 0.04 0.01 0.01 0.01 0.04 0.03 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07

-0.01 -0.05 0.04 0.00 0.05 0.02 0.03

-0.04 0.03

0.04 0.02 0.01 0.04 0.07 0.02 0.01 0.04 0.04 0.05 0.00 0.05 0.01

-0.01 0.08 0.07 0.04

-0.02 -0.02 -0.10 0.03

-0.04 -0.03 0.01 0.03

-0.02 -0.02 0.01

-0.06 0.01

-0.05 -0.01 -0.06 -0.03 -0.01 0.01

-0.01 0.00

-0.01 -0.08 0.00

0.07 0.02 0.02 0.02 0.07

-0.03 0.04 0.02 0.03 0.02

-0.02 -0.03 -0.01 -0.03 0.03 0.00

-0.05 -0.06 -0.01

-0.01 0.02 0.04

-0.02 0.04 0.04 0.01

-0.01 0.02 0.06 0.00 0.05

-0.02 0.03

-0.05 -0.02 -0.01 0.01

Covariance Matrix X7 X8 X9 X10 X11 X12

X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X33 X34 X35 X36 X37 X38 X25

0.39 0.09 0.06

-0.01 0.06 0.03 0.01 0.03 0.01

-0.04 0.03 0.01 0.08 0.03

-0.05 -0.02 0.04

-0.03 -0.04 0.01 0.04 0.00 0.03 0.00

-0.03

0.37 0.07 0.06 0.04 0.12

-0.03 0.00 0.01

-0.01 0.05 0.00 0.00 0.07

-0.01 0.00 0.00 0.02 0.02

-0.01 0.01 0.03 0.10 0.04

-0.02

0.37 0.02 0.06 0.12 0.07 0.05 0.04 0.00 0.02 0.02

-0.02 0.02 0.01 0.04 0.03 0.01 0.02 0.04 0.04 0.02 0.01 0.01 0.02

0.34 0.07 0.05

-0.04 0.01 0.00 0.00 0.02 0.04

-0.05 -0.01 0.06

-0.01 -0.02 0.00

-0.01 0.07 0.03 0.06 0.00 0.05

-0.02

0.39 0.08 0.01 0.00

-0.03 -0.08 -0.01 0.02 0.08 0.00 0.03

-0.01 0.04

-0.01 -0.07 0.04

-0.02 0.03 0.05 0.00 0.01

0.48 0.01 0.02 0.01

-0.04 0.07 0.00 0.01 0.07 0.06 0.03 0.09 0.11 0.06 0.02 0.07 0.06 0.04 0.02

-0.01

Page 147: 2006dku

134

X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32

0.02 0.03 0.02 0.02 0.01

-0.04 -0.06

-0.01 0.02 0.01 0.00

-0.05 -0.07 0.04

-0.05 0.00 0.01 0.04

-0.02 -0.07 0.01

0.00 -0.04 0.03 0.01 0.00 0.00 0.04

0.04 0.01 0.06

-0.03 -0.07 -0.09 0.00

-0.02 -0.04 0.04 0.03

-0.02 -0.05 0.04

Covariance Matrix X13 X14 X15 X16 X17 X18

X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X33 X34 X35 X36 X37 X38 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32

0.33 0.05 0.07

-0.03 0.01 0.06 0.00 0.00 0.05 0.10 0.12 0.08 0.01 0.03 0.08

-0.01 0.00

-0.01 -0.04 -0.01 -0.01 0.01 0.00 0.05 0.04 0.03

0.45 0.07 0.05 0.14 0.09 0.05 0.12 0.09 0.03 0.08 0.10 0.03

-0.01 0.00 0.05

-0.05 0.00 0.02

-0.07 -0.04 0.01

-0.06 0.10

-0.13 -0.03

0.29 0.05 0.03 0.07 0.04 0.09 0.02 0.06 0.06 0.03

-0.01 -0.02 0.02

-0.02 -0.06 -0.04 0.00

-0.03 -0.03 -0.02 0.01 0.08 0.06 0.02

0.35 0.04 0.03 0.05 0.08 0.03 0.04

-0.03 0.02 0.10 0.00

-0.01 0.02

-0.04 -0.01 -0.03 -0.04 -0.03 -0.02 0.02 0.03 0.09 0.00

0.36 0.05 0.08 0.11 0.15 0.00 0.10 0.12 0.02

-0.05 0.02 0.09

-0.03 -0.01 0.02

-0.02 -0.02 0.01 0.04 0.06 0.03 0.01

0.39 0.09 0.10 0.07 0.10 0.02 0.04 0.02 0.00 0.01 0.00

-0.05 -0.02 0.01

-0.02 -0.03 0.00 0.01 0.05 0.04 0.00

Covariance Matrix X19 X20 X21 X22 X23 X24

X19 X20 X21 X22 X23 X24 X33 X34 X35 X36 X37 X38

0.40 0.09 0.08 0.00 0.06 0.06

-0.01 0.04 0.02 0.01

-0.04 0.00

0.40 0.09 0.03 0.05 0.12

-0.02 -0.04 -0.03 -0.01 -0.09 -0.03

0.40 0.02 0.09 0.16

-0.02 -0.03 0.00 0.00

-0.05 -0.04

0.35 0.08 0.07 - -

-0.02 0.00

-0.06 -0.02 -0.03

0.46 0.11 0.01 0.00

-0.01 0.03

-0.03 0.00

0.49 0.02 0.01 0.08 0.03

-0.04 -0.04

Page 148: 2006dku

135

X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32

0.02 0.01

-0.04 0.02 0.03

-0.01 0.00 0.00

-0.03 -0.07 -0.06 -0.01 0.07 0.05 0.07 0.03

0.01 -0.04 -0.07 0.03 0.07 0.05 0.04 0.05

0.01 0.00

-0.02 0.00 0.04 0.06 0.04 0.02

-0.03 0.01

-0.02 0.04 0.04 0.02 0.05 0.06

0.00 -0.04 -0.04 0.04 0.03 0.07 0.07 0.07

Covariance Matrix X33 X34 X35 X36 X37 X38

X33 X34 X35 X36 X37 X38 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32

0.36 0.08 0.06 0.08 0.11 0.06

-0.01 0.06 0.05 0.08

-0.02 0.01 0.01 0.07

0.36 0.07 0.09 0.12 0.16 0.05 0.12 0.01 0.09 0.01

-0.01 -0.04 0.08

0.36 0.05 0.10 0.09 0.03 0.07 0.04 0.06

-0.02 0.06

-0.05 0.07

0.39 0.09 0.06 0.00 0.05 0.02 0.06 0.01 0.01 0.06 0.03

0.39 0.10 0.00 0.13 0.11 0.11

-0.03 -0.04 -0.10 0.07

0.37 0.08 0.08 0.02 0.05 0.01 0.00

-0.02 0.09

Covariance Matrix X25 X26 X27

X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32

0.02 0.04 0.01

-0.02 0.05

-0.08 -0.07 -0.09 0.05

-0.03 -0.07 0.00

Covariance Matrix X28 X29 X30 X31 X32

X28 X29 X30 X31 X32

0.44 0.01 0.02

-0.06 0.09

0.47 0.14 0.17 0.05

0.51 0.23 0.08

0.61 0.03

0.43

Number of Iterations = 87

Page 149: 2006dku

136

LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Measurement Equations

X1 = 0.17*LIP, Errovar.= 0.30 , R² = 0.091 (0.031) 9.65 X2 = 0.38*LIP, Errovar.= 0.29 , R² = 0.33

(0.11) (0.034) 3.48 8.32 X3 = 0.17*LIP, Errovar.= 0.26 , R² = 0.100 (0.061) (0.027) 2.78 9.61 X4 = 0.17*LIP, Errovar.= 0.33 , R² = 0.079

(0.64) (0.034) 2.61 9.70 X5 = 0.37*LIP, Errovar.= 0.24 , R² = 0.36 (0.10) (0.030) 3.50 8.15 X6 = 0.21*LIP, Errovar.= 0.33 , R² = 0.12 (0.072) (0.034) 2.91 9.53 X7 = 0.19*LIP, Errovar.= 0.36 , R² = 0.090 (0.069) (0.037) 2.71 9.65 X8 = 0.32*LIP, Errovar.= 0.27 , R² = 0.27 (0.094) (0.031) 3.39 8.75 X9 = 0.30*LIP, Errovar.= 0.28 , R² = 0.24 (0.090) (0.032) 3.34 8.91 X10 = 0.14*LIP, Errovar.= 0.32 , R² = 0.057 (0.059) (0.033) 2.36 9.78 X11 = 0.21*LIP, Errovar.= 0.35 , R² = 0.12 (0.074) (0.036)

2.89 9.54 X12 = 0.36*LIP, Errovar.= 0.35 , R² = 0.27

(0.11) (0.040) 3.39 8.76 X13 = 0.16*KIP, Errovar.= 0.30 , R² = 0.076 (0.031) 9.70 X14 = 0.35*KIP, Errovar.= 0.32 , R² = 0.28 (0.11) (0.037)

Page 150: 2006dku

137

3.13 8.66 X15 = 0.20*KIP, Errovar.= 0.25 , R² = 0.14 (0.072) (0.027) 2.83 9.42 X16 = 0.13*KIP, Errovar.= 0.33 , R² = 0.046 (0.059) (0.034) 2.11 9.82

X17 = 0.32*KIP, Errovar.= 0.26 , R² = 0.28 (0.10) (0.030) 3.14 8.65 X18 = 0.24*KIP, Errovar.= 0.33 , R² = 0.15 (0.085) (0.035) 2.86 9.38 X19 = 0.20*KIP, Errovar.= 0.36 , R² = 0.11 (0.077) (0.037) 2.66 9.58 X20 = 0.34*KIP, Errovar.= 0.29 , R² = 0.28 (0.11) (0.033) 3.13 8.66 X21 = 0.32*KIP, Errovar.= 0.29 , R² = 0.26 (0.10) (0.033) 3.11 8.77 X22 = 0.16*KIP, Errovar.= 0.32 , R² = 0.075 (0.066) (0.033) 2.44 9.71 X23 = 0.26*KIP, Errovar.= 0.39 , R² = 0.15 (0.92) (0.042) 2.86 9.39 X24 = 0.34*KIP, Errovar.= 0.37 , R² = 0.24 (0.11) (0.041) 3.08 8.91 X33 = 0.22*DSG, Errovar.= 0.31 , R² = 0.13 (0.033) 9.48 X34 = 0.36*DSG, Errovar.= 0.22 , R² = 0.37 (0.087) (0.028) 4.18 8.05 X35 = 0.23*DSG, Errovar.= 0.31 , R² = 0.15 (0.067) (0.033) 3.45 9.42 X36 = 0.21*DSG, Errovar.= 0.34 , R² = 0.11 (0.065) (0.036) 3.19 9.57 X37 = 0.38*DSG, Errovar.= 0.24 , R² = 0.37

Page 151: 2006dku

138

(0.091) (0.030) 4.18 8.04 X38 = 0.32*DSG, Errovar.= 0.27 , R² = 0.28 (0.081) (0.031) 4.00 8.70

X25 = 0.19*KB, Errovar.= 0.28 , R² = 0.11 (0.048) (0.030) 3.89 9.34 X26 = 0.46*KB, Errovar.= 0.18 , R² = 0.53 (0.061) (0.047)

7.48 3.84 X27 = 0.22*KB, Errovar.= 0.23 , R² = 0.18 (0.045) (0.026) 4.94 9.84 X28 = 0.054*PEL, Errovar.= 0.44 , R² = 0.0065 (0.057) (0.044) -0.94 9.94 X29 = 0.30*PEL, Errovar.= 0.38 , R² = 0.19 (0.057) (0.043) 5.22 8.83 X30 = 0.42*PEL, Errovar.= 0.34 , R² = 0.34 (0.061) (0.047) 6.91 7.16 X31 = 0.57*PEL, Errovar.= 0.29 , R² = 0.53 (0.069) (0.064) 8.17 4.52 X32 = 0.080*PEL, Errovar.= 0.42 , R² = 0.015 (0.056) (0.042) 1.43 9.90

Structural Equations

LIP = - 0.23*PEL, Errovar,= 0.95 , R² = 0.053 (0.12) (0.50) 2.78 1.89

KIP = 0.39*LIP – 0.18*KB + 0.45*PEL, Errovar.= 0.66 , R² = 0.34 (0.18) (0.12) (0.17) (0.39)

2.19 2.51 2.78 1.67

DSG = 0.24*LIP – 0.028*KIP + 0.64*KB, Errovar.= 0.50 , R² = 0.50 (0.12) (0.11) (0.18) (0.24) 1.96 2.36 3.64 2.07

Reduced Form Equations

Page 152: 2006dku

139

LIP = 0.0*KB – 0.23*PEL, Errovar.= 0.95, R² = 0.053 (0.12) 2.78 KIP = - 0.18*KB + 0.36*PEL, Errovar.= 0.80, R² = 0.20 (0.12) (0.15) 2.51 2.78 DSG = 0.65*KB – 0.066*PEL, Errovar.= 0.55, R² = 0.45 (0.17) (0.059) 3.64 2.16

Correlation Matrix of Independent Variables

KB PEL -------- -------- KB 1.00 PEL -0.29 1.00 (0.11) 2.95 Covariance Matrix of Latent Variables

LIP KIP DSG KB PEL --------- -------- -------- -------- ---------

LIP 1.00 KIP 0.27 1.00 DSG 0.28 -0.14 1.00 KB 0.07 -0.28 0.67 1.00 PEL -0.23 0.41 -0.25 -0.29 1.0

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 771

Minimum Fit Fucntion Chi-Square = 1418.57 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 1334.85 (P = 0.0)

Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 563.85 90 Percent Confidence Interval for NCP = (466.38 ; 669.16)

Minimum Fit Function Value = 7.13

Population Discrepancy Function Value (FO) = 2.83 90 Percent Confidence Interval for FO = (2.34 ; 3.36)

Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.061 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.055 ; 0.066)

P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00091

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 7.61 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (7.12 ; 8.14)

ECVI for Saturated Model = 8.65 ECVI for Independence Model = 14.83

Page 153: 2006dku

140

Chi-Square for Independence Model with 820 Degrees of Freedom = 2869.23

Independence AIC = 2951.23 Model AIC = 1514.85

Saturated AIC = 1722.00 Independence CAIC = 3127.46

Model CAIC = 1901.70 Saturated CAIC = 5422.85

Normed Fit Index (NFI) = 0.91

Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.77

Comparative Fit Index (CFI) = 0.95 Incremental Fit Index (IFI) = 0.94 Relative Fit Index (RFI) = 0.90

Critical N (CN) = 122.38

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.032 Standardized RMR = 0.084

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.95 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.67

The Modification Indices Suggest to Add the Path to from Decrease in Chi-Square New Estimate X4 DSG 8.1 -0.14 X37 KIP 8.4 -0.14 X28 KB 9.1 0.19 X32 KB 12.2 0.21 The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate X8 X1 15.5 -0.09 X10 X6 8.4 0.07 X11 X1 10.2 0.08 X13 X1 9.1 0.07 X16 X4 8.8 0.07 X16 X11 9.2 -0.07 X18 X6 11.5 0.08 X19 X7 8.3 0.07 X19 X11 10.6 0.08 X20 X1 15.5 -0.09 X20 X8 8.0 0.06 X21 X7 7.9 -0.07 X21 X17 8.4 0.07 X22 X3 10.0 0.07 X22 X13 10.4 0.07 X23 X13 12.0 0.09 X33 X11 14.5 -0.09 X33 X16 20.7 0.11 X34 X17 8.0 -0.05 X35 X1 9.3 0.07 X36 X17 11.8 0.08 X37 X8 14.3 0.08

Page 154: 2006dku

141

X38 X34 8.4 0.06 X25 X37 13.1 -0.08 X26 X9 11.5 -0.07 X27 X3 9.0 0.06 X27 X37 13.3 0.07 X30 X35 8.1 0.07 X32 X28 10.0 0.10

Time used: 1.492 Seconds