20012012143649_tugas_konsep_pendidikan_ki_hajar_dewantara.doc
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini kita sering mendengar di sekolah-sekolah (dunia
pendidikan digembar-gemborkan pendidikan berkarakter. Dalam dunia
pendidikan kita mengetahui Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara dikenal
sebagai bapak pendidikan, karena mengajarkan berbagai hal yang sangat terkenal
di dunia pendidikan. Diantaranya konsep pendidikan tersebut adalah Tutwuri
Handayani,Tri pusat pendidikan (keluarga,sekolah,masyarakat), Tringgo
(ngerti,ngroso,nglakoni) (Tauchid, 2004).
Ki Hajar Dewantara adalah seorang pelopor pendidikan bagi kaum
pribumi Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Lahir dengan nama Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat, beliau mendirikan perguruan Taman Siswa yang
memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Beliau wafat pada 2
Mei 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, Yogyakarta. Tanggal lahirnya, 2 Mei,
kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional di Indonesia. Beliau dikenal
sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Selain itu, sampai saat ini perguruan Taman
Siswa yang beliau dirikan masih ada dan telah memiliki sekolah dari tingkat
sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan wajahnya bisa dilihat pada uang kertas
pecahan Rp20.000. Ki Hadjar yang bernama asli R.M. Suwardi Suryaningrat
merupakan tokoh pendidikan nasional. Aktivitasnya dimulai sebagai jurnalis pada
beberapa surat kabar dan bersama EFE Douwes Dekker, mengelola De Expres. Ki
Hadjar pun aktif menjadi pengurus Boedi Oetomo dan Sarikat Islam. Selanjutnya
bersama Cipto Mangun Kusumo dan EFE Douwes Dekker — dijuluki ”Tiga
Serangkai” — ia mendirikan Indische Partij, sebuah organisasi politik pertama di
Indonesia yang dengan tegas menuntut Indonesia merdeka. Ketika merdeka, Ki
Hadjar menjadi Menteri Pengajaran Pertama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan diatas, dapat
ditarik beberapa pokok permasalahan untuk dianalisis dan dikaji di dalam
makalah tentang Ki Hajar Dewantara ini. Pokok permasalahanya adalah:
a) Riwayat Hidup
b) Aliran Filsafat
c) Pemikiran Tentang konsep dan pelaksanaan Pendidikan keterkaitan
dengan UU RI No 20 Tahun 2003
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui riwayat hidup Kihajar Dewantara?
2. Mengetahui aliran filsafat di Indonesia?
3. Mengetahui pemikiran tentang konsep dan pelaksanaan pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yang sangat poluler di
kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso,
Tut Wuri Handayani. Yang pada intinya bahwa seorang pemimpin harus memiliki
ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi bawahan atau anak buahnya.
Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan / dimuka, Sun
berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna
Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu
memberikan suri tauladan bagi bawahan atau anak buahnya. Sehingga yang harus
dipegang teguh oleh seorang pemimpin adalah kata suri tauladan. Sebagai seorang
pemimpin atau komandan harus memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam
segala langkah dan tindakannya agar dapat menjadi panutan bagi anak buah atau
bawahannya. Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah,
Mbangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai
bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seorang peminpin
ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah
semangat kerja anggota bawahanya. Karena itu seorang pemimpin juga harus
mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungan tugasnya dengan menciptakan
suasana kerja yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan kerja. Sistem
Among, Tutwuri Handayani.
Kata among itu sendiri berasal dari bahasa Jawa, mempunyai makna
seseorang yang bertugas ngemong dan jiwanya penuh pengabdian. Sistem among
sudah dikenal cukup lama di lingkungan Tamansiswa. Sistem among merupakan
suatu cara mendidik yang diterapkan dengan maksud mewajibkan kodrat alam
anak-anak didiknya. Cara mendidik yang harus diterapkan adalah menyokong
atau memberi tuntunan dan menyokong anak-anak tumbuh dan berkembang atas
kodratnya sendiri. Sistem among ini meletakkan pendidikan sebagai alat dan
syarat untuk anak-anak hidup sendiri dan berguna bagi masyarakat. Pengajaran
bagi Taman siswa berarti mendidik anak agar menjadi manusia yang merdeka
batinnya, merdeka pikirannya, merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi
pengetahuan yang baik dan perlu saja, akan tetapi harus juga mendidik murid agar
dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan
umum. Pengetahuan yang baik dan perlu itu yang bermanfaat untuk keperluan
lahir batin dalam hidup bersama. Tiap-tiap guru, dalam pola pikir Ki Hadjar
Dewantara adalah abdi sang anak, abdi murid, bukan penguasa atas jiwa anak-
anak (Sudarto, 2008).
Di lingkungan Taman siswa sebutan guru tidak digunakan dan diganti
dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa, harus dilandasi
cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan.
Dalam konsep ini, siswa bukan hanya objek, tetapi juga dalam kurun waktu yang
bersamaan sekaligus menjadi subjek. Ki Hadjar Dewantara menjadikan tutwuri
handayani sebagai semboyan metode among. Sudarto (2008) mengutip pendapat
Ki Soeratman yang menyatakan bahwa sikap tutwuri merupakan perilaku pamong
yang sifatnya memberi kebebasan kepada siswa untuk berbuat sesuatu sesuai
dengan hasrat dan kehendaknya, sepanjang hal itu masih sesuai dengan norma-
norma yang wajar dan tidak merugikan siapa pun. Tetapi kalau pelaksanaan
kebebasan siswa itu ternyata menyimpang dari ketentuan yang seharusnya, seperti
melanggar peraturan atau hukum masyarakat sehingga merugikan pihak lain atau
diri sendiri, pamong harus bersikap handayani, yakni mempengaruhi dengan
daya kekuatannya, kalau perlu dengan paksaan dan kekerasan, apabila kebebasan
yang diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan .
Jadi, tutwuri memberi kebebasan pada siswa untuk berbuat sekehendak
hatinya, namun jika kebebasan itu akan menimbulkan kerugian pamong harus
memberi peringatan. Handayani merupakan sikap yang harus ditaati oleh siswa
hingga menimbulkan ketertundukan. Dengan demikian, sebagai subjek siswa
memiliki kebebasan, sebagai objek siswa memiliki ketertundukan sebagai
kewajibannya.
Ki Hadjar memberi kiasan sistem among dengan gambaran bahwa guru
terhadap murid harus berpikir, berperasaan dan bersikap sebagai Juru Tani
terhadap tanaman peliharaannya, bukannya tanaman ditaklukan oleh kemauan dan
keinginan Juru Tani. Juru Tani menyerahkan dan mengabdikan dirinya pada
kepentingan kesuburan tanamannya itu. Kesuburan tanaman inilah yang menjadi
kepentingan Juru Tani. Juru Tani tidak bisa mengubah sifat dan jenis tanaman
menjadi tanaman jenis lain yang berbeda dasar sifatnya. Dia hanya bisa
memperbaiki dan memperindah jenis dan usaha-usaha yang mendorong perbaikan
perkembangan jenis itu. Juru Tani tidak bisa memaksa tanaman padi mempercepat
buahnya supaya lekas masak menurut kemauannya karena kepentingan yang
mendesak, tapi semua itu harus diikuti dengan kesabaran. Oleh sebab itu, Juru
Tani harus tani harus tahu akan sifat dan watak serta jenis tanaman, perbedaan
antara padi dan jagung, serta tanaman-tanaman lainnya dalam keperluan masing-
masing agar tumbuh berkembang dengan subur dan hasil yang baik. Juru Tani
harus faham akan ilmu mengasuh tanaman, untuk dapat bercocok tanam dengan
baik, agar dapat menghasilkan tanaman yang subur dan buah yang baik.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, Juru Tani tidak boleh membeda-bedakan
dari mana asalnya pupuk, asal alat kelengkapan atau asalnya ilmu pengetahuan
dan sebagainya. Namun, harus dimanfaatkan segala yang menyuburkan tanaman
menurut kodrat alam. Pamong harus punya karakter seperti Juru Tani ini, tidak
membeda-bedakan anak didik, tetapi berusaha menciptakan agar anak-anak
didiknya itu tumbuh menjadi anak-anak yang pintar, berjiwa merdeka, tidak
bergantung dan berharap bantuan orang lain. Metode atau sistem among ini
tampaknya menjadi ciri khas Taman siswa, kiranya masih relevan untuk masa
sekarang ini. Sebab keseimbangan pelaksanaan hak kebebasan
dan kewajiban dalam metode tersebut merupakan jaminan adanya ketertiban dan
kedamaian, serta jauh dari ketegangan dan anarki. Dalam dunia pendidikan anak
didik akan tumbuh dan berkembang, seluruh potensi kodratinya sesuai dengan
perkembangan alaminya dan wajar tanpa mengalami hambatan dan rintangan.
Ajaran Ki Hadjar Dewantara ini memberi kebebasan anak didik, yang diharapkan
anak didik akan tumbuh kemampuannya berinisiatif serta kreatif untuk
mewujudkan eksistensi manusia.
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri”
sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan
diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang
mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya,
mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh
sikap yang mandiri dan dewasa. Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta
didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi
anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan
dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran ki hajar dewantara, metode
yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini
secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate the
head, the heart, and the hand).
Bagaimana agar keteladanan seorang guru berbuah hal yang baik pada
jiwa, sikap dan perilaku peserta didiknya dimasa akan datang, maka seorang guru
haruslah ‘profesional’ dalam pengajaran dan hubungan social. Bukan professional
‘to have’ tetapi professional ‘to be’. Bukan professional disebabkan kebendaan
(materi) tetapi professional bersumber dari ‘penguasaan diri’, ‘pengabdian’ dan
‘kehormatan’ diri dan bangsanya. Sehingga dalam prosesnya ‘mengajar’ akan
menjadi cara hidup seorang guru untuk mencapai kemanfaatan sebanyak-
banyaknya melalui ‘pengabdiannya’ dan proses menebarkan ‘kehormatan’
tersebut pada hati, kepala dan pancaindera peserta didiknya.
Proses memindahkan segala ’keteladanan diri’ pengetahuan diri dan
perilaku professional seorang guru kepada peserta didik dibutuhkan teknik yang
oleh Ki hajar dewantara disebuat ‘among’ mendidik dengan sikap asih, asah dan
asuh, dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu ‘mengajar’ tetapi juga mampu
‘mendidik’.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan
adalah penguasaan diri. Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju
untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Sistem Among,Tut
Wuri Handayani merupakan suatu cara mendidik yang diterapkan dengan maksud
mewajibkan kodrat alam anak-anak didiknya.
Dalam mendidik siswa, siswa dianggap sebagai subyek dan obyek, artinya
siswa dibebaskan tetapi jika kebebasan itu dapat menimbulkan kerugian pamong
wajib mengingatkan.
DAFTAR PUSTAKA