2 tinjauan pustaka 2.i deskripsi dan klasifikasi tanaman ... · berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap...
TRANSCRIPT
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.I Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatic
Forsk.)
Klasifikasi dan identifikasi daun kangkung air menurut Cronquist (1981)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica Forsk.
Morfologi tanaman kangkung air dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)
Tanaman Kangkung mempunyai daun licin dan berbentuk mata panah,
sepanjang 5 – 6 inci. Tumbuhan ini memiliki batang yang menjalar dengan daun
berselang dan batang yang menegak pada pangkal daun. Tumbuhan ini berwarna
hijau pucat dan menghasilkan bunga berwarna putih, yang menghasilkan kantong,
mengandung empat biji benih (Nisma & Arman 2008).
4
Daun kangkung dapat dipanen setelah 6 minggu sesudah penanaman. Jika
penanaman basah yang digunakan, potongan kangkung sepanjang 12 inci ditanam
dalam lumpur dibiarkan basah dan tenggelam dalam air mengalir. Panen dapat
dilakukan 30 hari setelah penanaman. Apabila pucuk tanaman dipetik, cabang dari
tepi daun akan tumbuh lagi dan dapat dipanen setiap 7 – 10 hari. (Nisma & Arman
2008)
2.2 Morfologi Tumbuhan Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)
Akar tumbuhan kangkung (Ipomoea aquatic Forsk.) tumbuh menjalar
dengan percabangan yang cukup banyak. Pada bagian batang berbentuk menjalar
di atas permukaan tanah basah atau terapung, kadang- kadang membelit. Tangkai
daun melekat pada buku-buku batang, bentuk daunnya seperti jantung, segitiga,
memanjang, bentuk garis atau lanset, rata atau bergigi, dengan pangkal yang
terpancung atau bentuk panah sampai bentuk lanset (Prasetyawati 2007).
Prasetyawati (2007) menjelaskan bahwa tanaman kangkung air memiliki
karangan bunga di ketiak, bentuk payung atau mirip terompet, berbunga sedikit.
Terdapat daun pelindung tetapi kecil, daun kelopak bulat telur memanjang tetapi
tumpul. Tonjolan dasar bunga bentuk cincin, tangkai putik berbentuk benang,
kepala putik berbentuk bola rangkap. Bentuk buahnya bulat telur yang di
dalamnya berisi 3-4 butir biji. Bentuk biji bersegi-segi agak bulat dan berwarna
cokelat atau kehitam-hitaman. Habitat tumbuh tanaman kangkung air di tempat
yang lembab, daerah rawa, parit, sawah, pinggir-pinggir jalan yang tergenang.
Menurut Steenis (2005) Tumbuhan Kangkung air (Ipomoea aquatica
Forsk.) dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Tanaman kangkung air
termasuk semak, daur hidupnya kadang-kadang berumur satu tahun atau
menahun (Prasetyawati 2007). Tumbuhan kangkung air (Ipomoea aquatica
Forsk.) merupakan tumbuhan yang hidup di air dan biasanya disebut dengan
hydrophyta. Sistem perakarannya di tanah meskipun tempat tumbuhnya adalah di
perairan (Lukito 2001)
2.3 Komposisi Gizi Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk.)
Tanaman kangkung sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia karena
tanaman ini termasuk dalam sayuran daun yang dikonsumsi sehari-hari oleh
5
masyarakat . Komposisi kimia tanaman kangkung air dapat di lihat pada Tabel 1
berikut :
Tabel 1 Komposisi kimia kangkung air dalam 100 gram bahan
Komponen Jumlah (gram)
Air 89,7
Karbohidrat 5,4
Protein 3,0
lemak 0,3
Kalori 0,029 (Kcal)
Kalsium 0,073
Potassium 0,05
Besi 0,0025
Vitamin C 0,032
Vitamin A 6300 s.l
Vitamin B 0,07 Sumber : Abidin et al. (1990)
2.4 Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan
Individu tumbuhan terdiri dari organ, jaringan dan sel. Tiap-tiap bagian
dari tumbuhan tersebut mempunyai susunan dan fungsinya masing-masing.
Anatomi organ yang umumnya dipelajari pada tumbuhan adalah akar, batang dan
daun.
2.4.1 Akar
Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi untuk memperkuat
berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam
tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang memerlukan, dan
tempat penimbunan zat makanan cadangan. Anatomi akar primer yang dipotong
membujur tersusun dari tudung akar, epidermis akar, korteks, endodermis, dan
stele (Nugroho et al. 2006).
Menurut Mulyani (2006), Gambaran anatomi akar primer adalah sebagai
berikut.
a. Tudung akar, merupakan penutup ujung akar yang tersusun dari sel-sel
parenkim. (Dickison 2000).
b. Epidermis (epiblem/lapisan piliferous). Sel-sel epidermis akar berdinding tipis
dan biasanya tidak mengandung kutikula. (Nugroho et al. 2006).
6
c. Korteks, umumnya tersusun atas sel-sel parenkim yang kadang-kadang
mengandung karbohidrat dan kadang mengandung kristal. (Nugroho et al.
2006).
d. Endodermis, tersusun oleh satu lapis sel yang berbeda secara fisiologi, struktur,
dan fungsi dengan lapisan sel di sekitarnya (Nugroho et al. 2006).
e. Stele, Lapisan terluar dari stele adalah perisikel/perikambium sehingga
letaknya di sebelah dalam dari endodermis dan di sebelah luar dari berkas
pengangkut. (Nugroho et al. 2006).
Pada Monocotyledoneae, biasanya tidak terjadi penebalan sekunder, tetapi
terjadi sklerifikasi pada sebagian atau seluruh perisiklus. (Fahn 1991; Mulyani
2006). Struktur anatomi akar tumbuhan Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae
dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Struktur anatomi akar pada tumbuhan Monocotyledoneae dan
Dicotyledoneae
(Sumber: Arnett dan Braungart (1970)
2.4.2. Batang
Batang tanaman memiliki tiga fungsi utama, yaitu mendukung daun dan
struktur reproduksi, menyediakan pengangkut bagian dalam, dan menghasilkan
jaringan baru (Berg 2008). Perbedaan nyata antara penampang melintang batang
dan penampang melintang akar hanyalah ukuran unsur-unsur pengangkutan dalam
batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan
Dunham 1992). Pada organ batang terdapat tiga bagian pokok yang berkembang
7
dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan
derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al. 2006).
Parenkim yang terdapat pada batang dan berhubungan dengan udara dalam
ruang antar sel, biasa disebut aerenchym. Aerenchym merupakan parenkim
dimana ruang-ruang antar selnya cukup besar dan di dalamnya terdapat udara.
Tumbuhan air mengandung aerenchym cenderung lebih besar, hal ini selain
memudahkan sistem aerasi juga membuat tumbuhan lebih mudah mengapung
(Sutrian 1992). Sel-sel aerenchym membentuk fenomena seperti bintang dan
disebut Sternzelle. Bentuk aerenchym pada tumbuhan Juncus effucus dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 Sel bintang pada tumbuhan Juncus effusus; A= Letak Sel Bintang
dalam Markparenkim; B= Dua sel diperbesar; C= Plasmodesma
(Sumber: Brune et al. 2007)
Endodermis merupakan jaringan yang terdiri dari selapis sel khusus,
membatasi korteks dari silinder vaskuler. Sel-sel penyusun endodermis teratur
dalam bentuk lingkaran mengelilingi silinder vaskuler, sejajar dengan epidermis.
Pada dinding-dinding sel endodermis terdapat jalur-jalur yang mengandung zat
lignin dan suberin. (Sutrian 1992).
2.4.3. Daun
Daun biasanya tersusun oleh berbagai macam jaringan, tetapi secara garis
besar tersusun atas jaringan pelindung (epidermis dan derivatnya), jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat, jaringan sekretori. (Nugroho et
al. 2006). Secara umum daun tersusun atas jaringan epidermis, mesofil, dan
8
jaringan pengangkut. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Penampang jaringan daun
(Sumber: Davidson 2005)
Epidermis merupakan jaringan penyusun tubuh tumbuhan paling luar yang
umumnya terdiri dari selapis sel dan terdapat pada bagian atas daun. Epidermis
mempunyai fungsi melindungi bagian dalam organ tumbuhan, sedangkan pada
daun epidermis juga berfungsi mengurangi transpirasi, oleh karena itu sering
dilapisi kutikula dan lilin yang bersifat kedap air (Sutrian 1992).
2.5 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan
Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari
tanaman. Histologi berhubungan dengan struktur sel dan jaringan. Tanaman
terdiri atas jaringan vegetatif dan jaringan reproduktif. Secara morfologi, jaringan
merupakan kesatuan sejumlah sel, serupa dalam asal-usul dan fungsi utama,
bersifat terus-menerus (Eames dan MacDaniels 1953). Kajian objektif untuk
mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis.
Morfologi sel digambarkan dengan ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan
dinding sel (Guillemin et al. 2004).
Hasil preparat histologis pada tumbuhan dapat menunjukkan informasi
yang tidak didapat melalui pemeriksaan secara visual. Banyak penelitian baik
dilakukan secara in vitro maupun in vivo bisa dimengerti karena adanya penelitian
secara histologi. Sebagai contoh, somatik embrio dapat diproduksi di permukaan
daun, tetapi mungkin morfologi yang menyimpang tidak akan diketahui. Dengan
menggunakan metode histologi dan pemeriksaan anatomi dengan cermat, para
9
peneliti akan dapat melihat karakteristik somatik embrio. Contoh lain dari teknik
histologi digunakan untuk melihat struktur spesifik asli dari tumbuhan.
Perkembangan histologi dapat dipelajari dari waktu ke waktu secara teratur
dengan melihat jaringan sampel atau langsung dilihat pada jaringan dewasa
(Trigiano et al. 2005).
Metode pembuatan preparat terlebih dahulu dilakukan sebelum
mempelajari histologi tanaman. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi
tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang
dilakukan proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar dilakukan
dengan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas objek kemudian
diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode pembuatan preparat
sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran kecil. Tahapan untuk
preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan xilol berseri, pewarnaan,
inkubasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan.
Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin embedding, paraffin
embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding pada
plastik (Kiernan 1990).
Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari
tanaman. Histologi berhubungan dengan struktur sel dan jaringan. Kajian objektif
untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran
mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan ukuran dan bentuk, serta
adengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004).
2.6 Analisis Proksimat pada Tumbuhan
Tumbuhan pangan utama yang dibutuhkan oleh tubuh manusia adalah
jenis tumbuhan sayur atau sayuran. Sayuran sangat dianjurkan untuk dikonsumsi
sehari-hari, karena sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, antioksidan dan
serat pangan. Pada sayuran terdapat kandungan gizi baik makro maupun mikro.
Kandungan gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan
golongan mikro terdiri dari vitamin dan mineral (Haris dan Karmas 1989). Zat-zat
gizi menyediakan kebutuhan sel-sel tubuh yang beraneka ragam. Sebagai “mesin
hidup”, sel memerlukan energi, bahan-bahan pembangunan dan bahan-bahan
10
untuk memperbaiki bagian yang rusak dengan menggunakan zat-zat gizi
(Muchtadi 2001).
2.6.1 Protein
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C, H, O, dan N serta mengandung fosfor dan belerang. Sebuah asam amino terdiri
dari sebuah gugus amino (-NH2), sebuah karboksil (-COOH), sebuah atom
hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai
karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang. Protein berfungsi sebagai
enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis,
pertahanan tubuh, media perambatan impuls syaraf, dan pengendalian
pertumbuhan (Winarno 2008).
Semua makhluk hidup memerlukan protein. Manusia dan binatang
memerlukan protein yang berasal dari tanaman, sedangkan tanaman sanggup
membangun protein dari bahan-bahan yang diperoleh dari tanah dan udara sekitar
(Suhardjo & Kusharto 1988). Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu
karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa protein juga mengandung
unsur-unsur mineral yaitu fosfor, sulfur dan besi. Molekul protein tersusun dari
satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Protein berfungsi sebagai bahan
dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan
dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang
mengalami kerusakan. Sayuran yang mengandung protein adalah yang berasal
dari biji-bijian, misalnya kacang panjang, buncis, dan kecambah (Wirakusumah
2007).
2.6.2 Lemak
Lemak merupakan zat yang dibentuk dari unit-unit terstruktur dengan
suatu hidrofobisitas yang tegas, larut dalam pelarut organik tetapi tidak dalam air.
Komponen utama dari lemak adalah turunan asam lemak. Asam lemak dapat
digolongkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak
jenuh dicirikan dengan tidak bercabang, rantai molekul lurus dengan jumlah atom
karbon genap yang dominan pada asam lemak ini. Asam lemak tak jenuh
memiliki ikatan ganda yang biasanya ditunjukkan sebagai jenis isolene atau asam
lemak non-konjugasi (Belitz et al. 2009).
11
Lemak mempunyai komposisi kimia yang unik sehingga tidak larut dalam
air, melainkan dapat larut dalam pelarut organik antara lain kloroform atau
benzen. Komposisi kimia lemak juga juga menentukan bentuk lemak yaitu lemak
(fat) yang berupa padatan pada suhu kamar misalnya lemak hewan, sedangkan
minyak (oil) adalah lemak berbentuk cairan dalam temperature kamar misalnya
minyak jagung, minyak kedelai, minyak kelapa sawit dan minyak zaitun. Secara
umum formulasi kimia suatu asam lemak adalah CH3(CH2)nCOOH (Muchtadi
2001).
2.6.3 Karbohidrat
Karbohidrat mengandung atom karbon bersama dengan hidrogen dan
oksigen dalam rasio yang sama. Komponen karbohidrat alami yang dihasilkan
oleh organisme tidak dalam bentuk formula empiris yang sederhana, melainkan
dalam bentuk oligomer (oligosakarida) atau polimer (polisakarida) dari gula
sederhana (BeMiller dan Whistler 1996).
Komponen gula utama di dalam sayuran adalah glukosa dan fruktosa (0,3-
4 %), seperti halnya sukrosa (0,1-12 %). Pati banyak tersimpan pada sayuran akar
dan batang. Polisakarida berupa pektin memiliki peranan dalam kekokohan
tanaman (Belitz et al. 2009). Pektin terdapat di dalam dinding sel primer tanaman,
khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin
diklasifikasikan menjadi asam pektat, asam pektinat (pektin), dan protopektin.
Asam pektat dapat membentuk garam dalam jaringan tanaman diantaranya
kalsium dan magnesium. Asam pektinat juga dapat membentuk garam yang
disebut garam pektinat (Winarno 2008).
2.6.4 Air
Air terikat merupakan istilah yang umum dipakai untuk air yang terdapat
dalam bahan makanan. Air terikat dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup
air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Menurut
Winarno (2008) derajat „keterikatan air, air terikat di dalam bahan dibagi atas
empat tipe, yaitu :
1) Tipe 1 adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui
suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar.
12
2) Tipe 2 adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler
3) Tipe 3 adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan,
yakni membran, kapiler, serat.
4) Tipe 4 adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air
murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh
Air yang terkandung di dalam jaringan tanaman umumnya 80 - 90 % berat
segar dari tanaman basah dan kurang dari 20 % berat dari tanaman kering.
Pengaruh dari hilangnya air pada tanaman adalah tanaman menjadi layu dan
kehilangan berat serta secara tidak langsung menimbulkan perubahan yang
diinginkan ataupun yang tidak dinginkan (Fennema 1996).
2.6.5 Vitamin
Vitamin adalah senyawa kimia atau zat gizi yang sangat penting dan
dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat kecil, untuk pemeliharaan
kesehatan dan pertumbuhan normal dimana sebagian besar tidak dapat disintesis
oleh tubuh, sehingga harus masuk ke dalam tubuh melalui bahan makanan.
Vitamin dikelompokan menjadi dua, yaitu vitamin yang larut dalam lemak
(vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5,
B6, B12, asam folat, biotin, dan vitamin C) (Wirakusumah 1997). Vitamin yang
sangat diperlukan tubuh diantaranya vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam
folat, B12 (sianokobalalamin), vitamin C, vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan
vitamin K. Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang penting
(Muchtadi 2001). Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat
digunakan metode kromatografi (Huyghebaert 2003).
2.6.6 Vitamin A
Vitamin A merupakan jenis vitamin yang aktif dan terdapat dalam
beberapa bentuk yaitu vitamin A alkohol (retinol), vitamin A aldehida (retinal),
vitamin A asam (asam retinoat), vitamin A ester (ester retinil). Vitamin A
termasuk dalam vitamin yang dapat larut dalam lemak (Winarno 2008). Senyawa
dengan aktivitas vitamin A yang terdapat dalam tanaman, termasuk kelompok
karotenoid akan diubah menjadi vitamin A pada proses metabolisme tubuh setelah
13
dikonsumsi oleh manusia dan hewan (Andarwulan & Koswara 1992). Struktur
molekul dari vitamin A dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur molekul vitamin A (Sumber : Specker & DeMarin 1992)
2.6.7 Serat
Sayuran merupakan sumber serat utama. Kandungan serat pada sayuran
sangat bermanfaat dalam pencegahan berbagai penyakit. Serat makanan dalam
diet sangat efektif mencegah berbagai penyakit dan gangguan pencernaan
misalnya sembelit dan diare, divertikulum, wasir, karies gigi, jantung koroner,
kanker kolon, kencing manis dan batu empedu. Serat yang merupakan zat non gizi
terbagi dari dua jenis, yaitu serat kasar (crude fiber) dan serat makanan (dietry
fiber). Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat
dihidrolisis kembali oleh larutan asam sulfat atau natrium hidroksida dalam
analisis proksimat, belum menunjukkan kandungan serat total sedangkan serat
makanan adalah serat yang tetap ada dalam usus besar setelah proses pencernaan.
Nilai serat kasar lebih kecil 1/3-1/2 dari nilai serat makanan (Soelistijani 1998).
Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sampel kering
didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat diketahui
setelah beberapa kandungan utama misal protein, lemak, karbohidrat, dan pati
dihilangkan (AOCS 2006).
2.6.8 Mineral dan fungsinya
Menurut Arifin (2008) unsur mineral adalah salah satu komponen yang
sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein dan
vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Berbagai unsur
14
anorganik (mineral) terdapat dalam bahan biologi, tetapi tidak atau belum semua
mineral tersebut terbukti esensial, sehingga ada mineral esensial dan nonesensial.
Mineral esensial dalam tubuh terdiri atas dua golongan, yaitu mineral
makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh
dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari antara lain natrium, klorida, kalsium,
fosfor, magnesium dan belerang sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari
100 mg sehari misalnya besi, iodium, mangan, litium seng dan sebagainya.
Jumlah mineral mikro di dalam tubuh kurang dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal
sebanyak 24 mineral yang dianggap esensial (Almatsier 2003).
Mineral makro
Menurut Spears (1999) mineral makro merupakan mineral yang
diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar meliputi kalsium, fosfor,
kalium, natrium, sulfur, klor dan magnesium. Beberapa unsur mineral makro yang
dibutuhkan oleh tubuh sebagai berikut:
a. Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu
1,5% sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.
Dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi
terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Kalsium tulang berada dalam keadaan
seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25 sampai
2,60 mmol/l (9 sampai 10,4 mg/100 ml). Selain di dalam tulang, kalsium juga
menyebar di seluruh tubuh, yakni pada cairan ekstraseluler dan intraseluler
(Almatsier 2003).
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, ikan, serealia, kacang-
kacangan dan hasil kacang-kacangan, serta sayuran hijau namun sayuran
mengandung zat yang yang menghambat penyerapan kalsium yakni serat, fitat
dan oksalat. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang
Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) dalam
Almatsier (2003) adalah sebagai berikut :
Bayi : 300-400 mg
Anak-anak : 500 mg
Remaja : 600-700 mg
15
Dewasa : 500-800 mg
Hamil dan menyusui : + 400 mg
b. Fosfor (F)
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari
berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam
kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi
yang tidak dapat larut. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh,
separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan
bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan
sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan
penting dalam reaksi yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi
dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier 2003).
Fosfor yang diserap tumbuhan sebagian besar dalam bentuk fosfat. Fosfor
dalam tumbuhan berada dalam molekul DNA dan RNA, membran sel, dan
molekul ATP yang dapat berupa simpanan energi pada batang, daun dan buah
namun lebih banyak ditemukan dalam jumlah besar pada biji dan buah daripada
daun. Fosfor berperan dalam beberapa reaksi pelepasan energi. Fosfor yang sudah
tidak terpakai keluar dari metabolisme dan disimpan sebagai asam fitat dimana
diperlukan dalam masa dormansi pada biji dan umbi-umbian. Dedaunan tidak
mengandung fosfor sebagai asam fitat, karena fosfor dalam daun selalu dalam
bentuk aktif. Fosfor dalam tanaman penting di dalam pertumbuhan jaringan dan
produksi tanaman (Johnson & Uriu 1990).
c. Kalium (K)
Kalium merupakan ion bermuatan positif yang terutama terdapat di dalam
sel. Perbandingan natrium dan kalium di dalam cairan intraseluler adalah 1 : 10
sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28 : 1. Sebanyak 95% kalium tubuh
berada di dalam cairan intraseluler. Jumlah kalium di dalam plasma darah
menunjukkan metabolisme seluler alami lebih baik daripada yang disimpan dalam
tubuh. Plasma kalium akan keluar ketika terjadi kehancuran jaringan tubuh
(katabolisme) dan juga asidosis yang mengindikasikan kalium meninggalkan sel
untuk membantu menormalkan keseimbangan asam basa (Almatsier 2003).
16
d. Natrium (Na)
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35% sampai 45%
natrium ada di dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan
empedu dan pancreas, mengandung banyak natrium. Sumber utama natrium
adalah garam dapur atau NaCl. Garam dapur di dalam makanan sehari-hari
berperan sebagai bumbu dan sebagai bahan pengawet (Almatsier 2003).
Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamate (MSG),
kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang
belum diolah, sayuran dan buah juga mengandung sedikit natrium. Taksiran
kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg (Almatsier
2003).
Mineral Mikro
a. Besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 sampai 5 gram di dalam tubuh
manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh :
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke beberapa jaringan tubuh, sebagai
alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi
enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak
penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan
besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas
kerja, penampakan kognitif, dan sistem kekebalan (Almatsier 2003).
Sumber besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan
ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk
besi bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI
(1998) dalam Almatsier (2003) adalah sebagai berikut :
Bayi : 3-9 mg
Anak-anak : 10 mg
Remaja : 14-25 mg
Dewasa : 13-26 mg
Hamil dan menyusui : + 2 - +20 mg
17
b. Tembaga (Cu)
Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada
di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan
selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh yang lain. Di dalam plasma,
60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan
selebihnya pada albumin dan asam amino (Almatsier 2003).
Sebagian besar tembaga di dalam daun-daunan terdapat dalam bentuk
netral atau kompleks anionik yang lebih mudah larut daripada dalam bentuk lain
misal tembaga sulfat. Hanya sejumlah kecil tembaga yang dibutuhkan oleh
tanaman dan ketika persediaannya cukup, tembaga dapat berpindah dengan
mudah dari daun tua ke daun yang lebih muda. Lebih dari separuh tembaga berada
di kloroplas dan terlibat dalam reaksi fotosintesis (Johnson & Uriu 1990).
Tembaga terdapat luas di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah
tiram, kerang, hati, ginjal, kacang-kacangan, unggas, biji-bijian, serealia, dan
coklat. Amerika Serikat menetapkan jumlah tembaga yang aman untuk
dikonsumsi adalah sebanyak 1,5 sampai 3 mg sehari (Almatsier 2003).
c. Seng (Zn)
Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh yaitu di hati, otot dan tulang.
Jumlah mineral seng dalam tubuh kira-kira 28 mg perkilogram berat badan bebas
lemak (Suharjo dan Kusharjo 1988). Jaringan yang banyak mengandung seng
adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku.
Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam
plasma hanya merupakan 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh yang mempunyai
masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003).
Sumber paling baik adalah protein hewani, terutama daging, hati, kerang,
dan telur. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk seng bagi orang Indonesia
ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) dalam Almatsier (2003)
adalah sebagai berikut :
Bayi : 3-5 mg
Anak-anak : 8-10 mg
Remaja dan Dewasa : 15 mg
Hamil dan menyusui : + 10 mg
18
2.9 Pengaruh Pengolahan terhadap Penurunan Mineral
Pengolahan pangan bertujuan untuk mendapatkan bahan pangan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Tujuan lain dari pengolahan yaitu agar
bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori
(penampakan, aroma, rasa dan tekstur) (Apriyantono 2002).
Kerusakan zat gizi berlangsung secara berangsur-angsur tergantung dari
proses pengolahannya. Penggunaan peralatan masak dapat mempengaruhi
keberadaan dari mineral, penggunaan perkakas besi dapat menaikkan kandungan
besi dalam bahan pangan yang diolah dengan perkakas tersebut (Gaman &
Sherrington 1992). Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan
pada pemasakan dengan panas adalah lama waktu dan suhu pemanasan (Soeparno
1994).
Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang
mendidih (100 0C). Bahan pangan yang dimasak menggunakan air akan
meningkatkan daya larut. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara
molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi pada molekul molekul
air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam
bahan pangan tersebut, oleh karena itu daya larut mineral pada bahan yang
melibatkan ikatan hidrogen akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno
2008).
Penyiapan makanan dalam kehidupan sehari-hari diakhiri dengan proses
pengolahan panas. Proses pengolahan makanan dapat meningkatkan daya cerna
dan kenampakan, memperoleh flavor, dan merusak mikroorganisme dalam bahan
pangan (Azizah et al. 2009). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling
penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan.
Pengolahan panas juga mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi,
karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi (Harris & Karmas 1989). Proses
pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun
komposisi kimia dalam sayuran.
Pengolahan yang biasa dilakukan terhadap tanaman kangkung sebelum
dikonsumsi adalah pengukusan. Pengukusan termasuk perlakuan pemasakan
menggunakan panas basah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu aman,
19
bergizi dan dapat diterima secara sensori maupun kimia (Harris & Karmas 1989).
Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang
besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus.
Keragaman susut zat gizi di antara berbagai cara pengukusan terutama terjadi
akibat penelusan dan degradasi oksidatif (Harris & Karmas 1989).
Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang
terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian
berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan
sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan.
Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat.
Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak
banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan
sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).