2 tinjauan pustaka 2.1 teori kelembagaan · di wpp ri dilakukan oleh ppns perikanan, penyidik...

29
4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan Kelembagaan dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai hal ikhwal tentang lembaga, baik lembaga eksekutif (pemerintah), lembaga judikatif (peradilan), lembaga legislatif (pembuat undang-undang), lembaga swasta maupun lembaga masyarakat. Hal penting tentang lembaga tersebut meliputi (Purwaka 2008): 1) Landasan hukum kelembagaan yang terdiri dari seperangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tujuan yang hendak dicapai, strategi untuk mencapai tujuan, dan pedoman untuk melaksanakan strategi, serta kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga dalam rangka mencapai tujuan; 2) Tujuan yang hendak dicapai, strategi untuk mencapai tujuan, dan pedoman untuk melaksanakan strategi sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasan hukum disertai dengan landasan hukum yang rasional; 3) Keberadaan atau eksistensi dari kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga sebagiamana dapat diketahui melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasan hukum dengan argumentasi yang rasional; 4) Sarana dan prasarana untuk melaksanakan kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasan hukum disertai dengan argumentasi rasional; 5) Sumberdaya manusia yang dibutuhkan sebagai pelaksana kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasar hukum serta dengan argumentasi yang rasional; 6) Sumberdaya manusia memiliki kemampuan untuk menentukan tingkat keberhasilan dari pelaksanaan kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembagal; 7) Mekanisme atau kerangka kerja dari pelaksanaan kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran dan

Upload: vocong

Post on 06-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

4    

2 TINJAUAN PUSTAKA    

2.1  Teori Kelembagaan 

Kelembagaan  dalam  pengertian  sederhana  dapat  diartikan  sebagai  hal 

ikhwal tentang lembaga, baik lembaga eksekutif (pemerintah), lembaga judikatif 

(peradilan),   lembaga   legislatif   (pembuat   undang-undang),   lembaga   swasta 

maupun  lembaga  masyarakat.  Hal  penting  tentang  lembaga  tersebut  meliputi 

(Purwaka 2008): 

1)   Landasan  hukum   kelembagaan   yang  terdiri   dari  seperangkat  peraturan 

perundang-undangan  yang  mengatur  tentang  tujuan  yang  hendak  dicapai, 

strategi untuk mencapai tujuan, dan pedoman untuk melaksanakan strategi, 

serta kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembaga dalam rangka mencapai 

tujuan; 

2)   Tujuan yang hendak dicapai, strategi untuk mencapai tujuan, dan pedoman 

untuk melaksanakan strategi sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran 

dan  penalaran  terhadap  landasan  hukum  disertai  dengan  landasan  hukum 

yang rasional; 

3)   Keberadaan  atau  eksistensi  dari  kewenangan,  tugas  pokok  dan  fungsi 

lembaga  sebagiamana  dapat  diketahui  melalui  penafsiran  dan  penalaran 

terhadap landasan hukum dengan argumentasi yang rasional; 

4)   Sarana  dan  prasarana  untuk  melaksanakan  kewenangan,  tugas  pokok  dan 

fungsi   lembaga   sebagaimana   dapat   diketahui   melalui   penafsiran   dan 

penalaran terhadap landasan hukum disertai dengan argumentasi rasional; 

5)   Sumberdaya manusia yang dibutuhkan sebagai pelaksana kewenangan, tugas 

pokok dan fungsi lembaga sebagaimana dapat diketahui melalui penafsiran 

dan  penalaran  terhadap  landasar  hukum  serta  dengan  argumentasi  yang 

rasional; 

6)   Sumberdaya   manusia   memiliki   kemampuan   untuk   menentukan   tingkat 

keberhasilan dari pelaksanaan kewenangan, tugas pokok dan fungsi lembagal; 

7)   Mekanisme atau kerangka kerja dari pelaksanaan kewenangan, tugas pokok 

dan  fungsi  lembaga  sebagaimana  dapat  diketahui  melalui  penafsiran  dan

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

5    

penalaran   terhadap   landasan   hukum   disertai   dengan   argumentasi   yang 

rasional; 

8)   Jejaring kerja antar lembaga sebagaimana dapat dipahami melalui penafsiran 

dan penalaran terhadap  lendasan hukum disertai dengan argumentasi  yang 

rasional; dan 

9)   Hasil kerja dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi lembaga sebagaimana 

dapat diketahui melalui penafsiran dan penalaran terhadap landasan hukum 

disertai dengan argumentasi yang rasional. 

Hal penting tentang lembaga pertama sampai dengan keenam merupakan 

aspek  statik  (static  aspects)  dari  kelembagaan  yang  disebut  tata  kelembagaan, 

sedangkan  hal  penting  tentang  lembaga  ketujuh,  kedelapan  dan  kesembilan 

merupakan  aspek  dinamik  (dynamic  aspects)  dari  kelembagaan  yang  disebut 

sebagai kerangka kerja atau mekanisme kelembagaan (Purwaka 2008). 

Struktur kelembagaan  dari suatu  organisasi  kelembagaan  terdiri  dari  dua 

substruktur utama, yaitu tata kelembagaan dan kerangka kerja atau mekanisme 

kelembagaan.  Masing-masing  substruktur  kelembagaan  tersebut  mengandung 

komponen-komponen  kapasitas  potensial  (potensial  capacity),  daya  dukung 

(carrying capacity) dan daya tampung (absorptive capacity) (Purwaka 2008). 

Mekanisme kelembagaan adalah tata kelembagaan dalam keadaan bekerja 

atau bergerak. Oleh karena itu mekenisme kelembagaan bersifat dinamis, sedang 

tata kelembagaan bersifat statis. Tata kelembagaan terdiri dari (Purwaka 2008): 

1)  Kapasitas potensial (potensial capasity), yaitu kemampuan potensial dari tata 

kelembagaan  yang  harus  dipenuhi  menurut  peraturan  perundang-undangan 

yang   berlaku   untuk   dapat   mewujudkan   tujuan   yang   telah   ditetapkan. 

Kapasitas potensial mencangkup: 

(1) Perumusan  landasan  hukum  yang  terdiri  dari  peraturan  perundang- 

undangan yang diberlakukan sebagai aturan main kelembagaan; 

(2) Penetapan  tujuan,  perumusan  strategi,  untuk  mencapai  tujuan,  dan 

perumusan pedoman untuk melaksanakan strategi, serta perumusan tugas 

pokok dan fungsi serta kewenangan dari unsur-unsur kelembagaan sesuai 

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

6    

(3) Penempatan   sejumlah   sumberdaya  manusia   yang  berkualitas  untuk 

mencapai tujuan yang dibutuhkan   sesuai dengan peraturan perundang- 

undangan yang berlaku; dan 

(4) Penempatan sumberdaya yang berkualitas untuk mencapai tujuan yang 

dibutuhkan  sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

2)  Daya dukung (carrying capacity), yaitu kemampuan tata kelembagaan untuk 

mendukung suatu aktivitas tertentu dalam rangka mewujudkan tujuan yang 

telah ditetapkan. Daya dukung kelembagaan meliputi: 

(1) Upaya penafsiran dan penalaran terhadap utaian tugas pokok dan fungsi, 

dan landasan hukum kelembagaan yang berlaku, serta usaha pemberian 

argumentasi  yang  rasional  terhadap  hasil  penafsiran  dan  penalaran 

tersebut; 

(2) Penempatan  sejumlah  sumberdaya  manusia  sesuai  dengan  kualifikasi 

berdasarkan  hasil  penafsiran,  penalaran  dan  pemberiakn  argumentasi 

yang rasional; 

(3) Penempatan  sejumlah  sumberdaya  buatan  sesuai  dengan  kualifikasi 

berdasarkan  hasil  penafsiran,  penalaran  dan  pemberiakn  argumentasi 

yang rasional; dan 

(4) Pemberian  beban  tugas  pokok  dan  fungsi  sesuai  dengan  kapasitas 

terpasang  atau  kapasitas  sumberdaya  manusia  dan  sumberdaya  buatan 

yang ditempatkan, serta tujuan yang ingin dicapai. 

3)  Daya tampung (absorptive capasity), yaitu kemampuan menyerap dan/atau 

mengantisipasi   setiap   perubahan   lingkungan   yang   terjadi   tanpa   harus 

mengubah jati diri kelembagaan yang sudah ada. Daya tampung disebut juga 

daya lentur kelembagaan meliputi: 

(1) Upaya  penafsiran  dan  penalaran  terhadap  perubaha  lingkungan  yang 

terjadi,  serta  pemberian  argumentasi   yang  rasioanal  terhadap  hasil 

penafsiran dan penalaran tersebut; dan 

(2) Upaya   penyerasian,   penyelarasan   dan   penyesuaian   antara   kondisi 

kelembagaan  yang  ada  (existing  condition)  dan  perubahan  lingkungan 

kelembagaan.

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

7    

Kerangka   kerja   atau   mekanisme   kelembagaan   yang   merupakan   tata 

kelembagaan dalam keadaan bergerak atau bekerja meliputi (Purwaka 2008): 

1)  Kapasitas  potensial  mekanisme  kelembagaan  untuk  melakukan  dan 

mengembangkan komunikasi, interaksi dan jejaring kerja kelembagaan, baik 

yang  bersifat  internal  maupun  eksternal,  sebagai  perwujudan  dari 

oprasionalisasi  kapasitas  potensial  tata  kelembagaan  sesuai  dengan  daya 

dukung dan daya tampung kelembagaan; 

2)  Operasionalisasi   dan   optimalisasi   daya   dukung   kerangka   kerja   atau 

mekanisme kelembagaan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi; 

3)  Operasionalisasi   dan   optimalisasi   daya   dukung   kerangka   kerja   atau 

mekanisme kelembagaan dalam mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi 

yang berdampak pada organisasi kelembagaan; dan 

4)  Optimalisasi  sisa  tata  kelembagaan  yang  belum  dikonversikan  menjadi 

mekanisme  kelembagaan  melalui  upaya  penafsiran,  penalaran  dan 

argumentasi rasional untuk didaya gunakan menjadi kapasitas potensial, daya 

dukung  dan  daya  tampung  dalam  kerangka  interaksi  kerangka  kerja  atau 

mekanisme kelembagaan yang dinamis. 

Menurut Purwaka (2008) kapasitas yang harus ada dalam tata kelembagaan 

harus dituangkan dalam wujud sebagai berikut: 

1)  Visi, misi, tujuan dan objek; 

2)  Bentuk lembaga; 

3)  Struktur organisasi; 

4)  Uraian tugas pokok dan fungsi; 

5)  Kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang diperlukan; dan 

6)  Kualitas dan kuantitas sumberdaya buatan yang diperlukan. 

Keberlanjutan  suatu  kegiatan  yang  mensyaratkan  pentingnya  partisipasi 

banyak  pihak,  mutlak  memerlukan  kerangka  hukum  (legal  framework),  agar 

segala  sesuatunya  berjalan  sesuai  dengan  aturan  yang  ditetapkan.  Berkaitan 

dengan  kerangka  hukum,  perlu  diperhatikan  pentingnya  struktur  hukum  (legal 

structure), pelaksanaan  mandat  hukum  (legal  mendate) dan  penegakan  hukum 

(legal enforcement) (Purwaka 2008).

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

8    

2.2 Penegakan Hukum 

Penegakan hukum dalam tataran teoritis, bukan hanya memberikan sanksi 

kepada  orang  atau  badan  hukum  yang  melakukan  pelanggaran  terhadap  suatu 

peraturan  perundang-undangan,  tetapi  perlu  pula  dipahami  bahwa  penegakan 

hukum   tersebut   berkaitan   dengan   konsep   penegakan   hukum   yang   bersifat 

preventif.   Namun   demikian,   terminologi   penegakan   hukum   saat   ini   telah 

mengarah  pada  suatu  tindakan  yakni  menjatuhkan  sanksi  pidana.  Penegakan 

hukum yang ada kaitannya dengan kegiatan usaha perikanan, dikaitkan dengan 

suatu  tindakan  yang  akan  memberikan  sanksi  kepada  setiap  orang  atau  badan 

hukum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat 

dalam peraturan perundang-undangan di bidang perikanan. Pelanggaran hukum 

ini sama halnya dengan pelanggaran pidana pada umumnya, yang prosesnya sama 

dengan pidana biasa yang sebelum diajukan ke pengadilan, maka terlebih dahulu 

didahului oleh suatu proses hukum yang lazim disebut penyidikan (Supriadi dan 

Alimudin 2011). 

Ketentuan  pidana  di  bidang  perikanan  diatur  secara  khusus  di  dalam 

Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  2004  jo  Undang-Undang  Nomor  45  Tahun 

2009  tentang  Perikanan,  terdapat  pada  Pasal  84  sampai  dengan  Pasal  104. 

Ketentuan pidana tersebut merupakan tindak pidana di luar Kitab Undang-Undang 

Hukum Pidana (KUHP) yang diatur menyimpang, karena tindak pidananya dapat 

menimbulkan  kerusakan  dalam  pengelolaan  sumberdaya  perikanan  Indonesia 

yang berakibat merugikan masyarakat, bangsa, dan negara. Hukuman pidananya 

tinggi dan berat sebagai salah satu cara untuk dapat menanggulangi tindak pidana 

di bidang perikanan (Supratomo 2011). 

Ketentuan pidana terhadap sesuatu pelanggaran merupakan hal mutlak perlu 

bagi negara hukum. Menurut Supratomo (2011), berdasarkan ketentuan pidana 

yang diatur dalam ketentuan Pasal 84 sampai dengan Pasal 104 Undang-Undang 

Nomor  31  Tahun  2004  jo  Undang-Undang  Nomor  45  Tahun  2009  tentang 

Perikanan dapat digolongkan sebagai berikut: 

1)   Tindak  pidana  yang  menyangkut  penggunaan  bahan  yang  dapat 

membahayakan kelestarian sumberdaya ikan (SDI) dan/atau lingkungannya;

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

9    

2)   Tindak  pidana  sengaja  menggunakan  alat  penangkapan  ikan  (API)  yang 

mengganggu dan merusak SDI di kapal perikanan; 

3)   Tindak  pidana  yang  berkaitan  dengan  pencemaran  atau  kerusakan  SDI 

dan/atau lingkungannya; 

4)   Tindak pidana yang berhubungan dengan pembudidayaan ikan; 

5)   Tindak pidana yang berhubungan dengan merusak plasma nutfah; 

6)   Tindak  pidana  yang  menyangkut  pengelolaan  perikanan  yang  merugikan 

masyarakat; 

7)   Tindak pidana yang berkaitan dengan pengelolaan ikan yang kurang dan/atau 

tidak memenuhi syarat; 

8)   Tindak pidana yang berhubungan dengan pemasukan atau pengeluaran hasil 

perikanan dari atau ke wilayah negara Indonesia tanpa dilengkapi sertifikat 

kesehatan; 

9)   Tindak   pidana   yang   berkaitan   dengan   penggunaan   bahan/alat   yang 

membahayakan manusia dalam melakukan pengolahan ikan; 

10) Tindak  pidana  yang  berkaitan  dengan  melakukan  usaha  perikanan  tanpa 

SIUP; 

11) Tindak pidana melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki SIPI; 

12) Tindak pidana melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki SIKPI; 

13) Tindak pidana memalsukan SIUP, SIPI, dan SIKPI; 

14) Tindak pidana membangun, mengimpor, memodifikasi kapal perikanan tanpa 

izin; 

15) Tindak pidana tidak melakukan pendaftaran kapal perikanan; 

16) Tindak pidana yang berkaitan dengan pengoperasian kapal perikanan asing; 

17) Tindak pidana tanpa memiliki surat persetjuan berlayar; 

18) Tindak pidana melakukan penelitian tanpa izin pemerintah; 

19) Tindak pidana melakukan usaha pengelolaan perikanan yang tidak memenuhi 

ketentuan yang ditetapkan UU Perikanan; 

20) Tindak pidana yang dilakukan oleh nelayan atau pembudidaya ikan kecil; dan 

tindak  pidana  melanggar  kebijakan  pengelolaan  SDI  yang  dilakukan  oleh 

nelayan atau pembudidaya ikan kecil.

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

10    

Penegakan  hukum  secara  lebih  rinci  dijabarkan  pada  Undang-Undang 

Nomor 31  Tahun  2004  junto  Undang-Undang  Nomor 45  Tahun  2009  tentang 

Perikanan. Kapal pengawasan perikanan pada Pasal 69 dijelaskan berfungsi untuk 

melaksanakan  pengawasan  dan  penegakan  hukum  di  bidang  perikanan  dalam 

wilayah pengelolaan perikanan RI, kapal juga dapat dilengkapi dengan senjata 

api. Kapal dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan menahan kapal yang 

diduga  atau  patut  diduga  melakukan  pelanggaran  di  WPP  RI  ke  pelabuhan 

terdekat untuk proses lebih lanjut. Penyidik dan.atau pengawas perikanan dapat 

melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal 

perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 

Pasal 71 memberikan jabaran bahwa akan bibentuk pengadilan perikanan 

yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan tindak pidana di bidang 

perikanan  yang  merupakan  pengadilan  khusus  yang  berada  dalam  lingkungan 

peradilan  umum  dan  berkedudukan  di  pengadilan  negeri.  Pengadilan  akan 

dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual. 

Dijelaskan pada Pasal 73 bahwa penyidik tindak pidana di bidang perikanan 

di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau 

penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada forum koordinasi 

yang dibentuk oleh menteri dalam penanganan penyidikan tindak pidana di bidang 

perikanan.  Selain  penyidik  TNI  AL,  PPNS  Perikanan  berwenang  melakukan 

penyidikan  terhadap  tindak  pidana  di  bidang  perikanan  yang  terjadi  di  ZEEI. 

Penyidik terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di pelabuhan 

perikanan, diutamakan dilakukan oleh PPNS Perikanan. 

Wewenang   penyidik   perikanan   sebagaimana   Pasal   73A   antara   lain 

menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di 

bidang  perikanan,  memanggil  dan  memeriksa  tersangka  dan/atau  saksi  untuk 

didengar   keterangannya,   membawa   dan   menghadapkan   seseorang   sebagai 

tersangka dan/atau saksi untuk didengar keterangannya, menggeledah sarana dan 

prasarana   perikanan   yang   diduga   digunakan   dalam   atau   menjadi   tempat 

melakukan   tindak   pidana   di   bidang   perikanan,   menghentikan,   memeriksa, 

menangkap, membawa, dan/atau menahan kapal dan/atau orang yang disangka 

melakukan  tindak  pidana  di  bidang  perikanan,  memeriksa  kelengkapan  dan

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

11    

keabsahan dokumen usaha perikanan, memotret tersangka dan/atau barang bukti 

tindak  pidana  di  bidang  perikanan,  mendatangkan  ahli  yang  diperlukan  dalam 

hubungannya   dengan   tindak   pidana   di   bidang   perikanan,   membuat   dan 

menandatangani berita acara pemeriksaan, melakukan penyitaan terhadap barang 

bukti  yang  digunakan  dan/atau  hasil  tindak  pidana,  melakukan  penghentian 

penyidikan,dan  mengadakan  tindakan  lain  yang   menurut   hukum  dapat 

dipertanggungjawabkan. 

Penuntutan  terhadap  tindak  pidana  di  bidang  perikanan  dilakukan  oleh 

penuntut umum yang ditetapkan oleh jaksa agung hal ini sesuai dengan Pasal 75. 

Pada Pasal 76A dapat dilihat bahwa benda dan/atau alat yang digunakan dalam 

dan/atau  yang  dihasilkan  dari  tindak  pidana  perikanan  dapat  dirampas  untuk 

negara atau dimusnahkan setelah mendapat persejutuan ketua pengadilan negeri, 

dan pada Pasal 76B ayat 2 ditambahkan apabila berupa jenis ikan terlebih dahulu 

disisihkan  sebagian  untuk  kepentingan  pembuktian  di  pengadilan.  Sedangkan 

barang bukti hasil tindak pidana perikanan yang mudah rusak atau memerlukan 

biaya perawatan yang tinggi dapat dilelang dengan persetujuan ketua pengadilan 

negeri sesuai yang tercantum dalam Pasal 76B ayat 1. Ditambahkan pada Pasal 

76C bahwa benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan 

dapat dilelang untuk negara. Pelaksana lelang dilakukan oleh badan lelang negara 

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Uang hasil pelelangan 

disetor ke kas negara sebagai penerimaan bukan pajak. Aparat penegak hukum di 

bidang perikanan yang berhasil menjalankan tugas dengan baik dan pihak yang 

berjasa dalam upaya penyelamatan kekayaan negara diberi penghargaan sesuai 

dengan ketentuan perundang-undangan yang ketentuan lebih lanjut diatur dalam 

PP.  Sedangkan  apabila  benda  yang  dirampas  berupa  kapal  perikanan  dapat 

diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan. 

Seluruh  pelanggaran  mengenai  perikanan  yang  telah  disebutkan  dalam 

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikananakan dikenakan sanksi pidana dengan 

pembayaran  denda  minimal  Rp.200.000.000,00  hingga  Rp.20.000.000.000,00 

dimana  besaran  denda  ini  ditentukan  dengan  melihat  jenis  pelanggaran  yang 

terjadi.

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

12    

2.3 Wilayah Laut Indonesia 

Indonesia menurut Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS ’82) memiliki 

beberapa rezim laut yang dibedakan berdasarkan derajat dan tingkat kewenangan 

dalam  kaitannya  dengan  pengelolaan  sumberdaya  kelautan  (Undang-Undang 

Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara). 

2.3.1 Wilayah laut dengan hak kedaulatan penuh 

Wilayah  laut  dengan  hak  kedaulatan  penuh  bagi  Indonesia  atau  dapat 

disebut   juga   sebutan   wilayah   kedaulatan   Indonesia.   Indonesia   memiliki 

kedaulatan  mutlak  atas  ruang  udara  dan  dasar  laut  serta  tanah  di  bawahnya. 

Wilayah ini meliputi perairan pedalaman, perairan nusantara, dan laut teritorial. 

1) Perairan Pedalaman (Internal Waters). 

Perairan   pedalaman   merupakan   wilayah   Indonesia   dimana   terdapat 

kedaulatan mutlak dan kapal-kapal asing tidak mempunyai hak lintas. Perairan 

Indonesia merupakan laut yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal, atau laut 

yang terletak pada sisi darat dari garis penutup teluk di perairan kepulauan. 

2) Perairan Nusantara atau Perairan Kepulauan (Archipelagic Water). 

Wilayah perairan ini dapat dipahami sebagai laut yang terletak di antara 

pulau,   dibatasi   atau   dikelilingi   oleh   garis   pangkal,   tanpa   memperhatikan 

kedalaman dan lebar laut tersebut. Kapal asing memiliki hak lintas berdasarkan 

prinsip   lintas   damai   (innocent   passage)   dan   bagi   kepentingan   pelayaran 

intenasional kapal asing juga memiliki hak lintas melalui Alur Laut Kepulauan 

Indonesia (ALKI) atau sea lanes. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 

Tahun 2002, Indonesia memiliki tiga ALKI. Hak lintas kapal asing berdasarkan 

prinsip Lintas Damai dan ALKI memberdakan antara hak dan kewenangan antara 

perairan pedalaman dan perairan nusantara. 

3) Laut Teritorial (Territorial Sea). 

Laut  Teritorial  merupakan  wilayah  perairan  di  luar  perairan  kepulauan 

yang  lebarnya  tidak  melebihi  12  mil  laut  diukur  dari  garis  pangkal  pantai. 

Indonesia memiliki kedaulatan penuh terhadapnya. Seperti halnya yang berlaku di 

wilayah perairan kepulauan, kapal asing memiliki hak lintas berdasarkan Lintas 

Damai dan hak lintas berdasarakn ALKI.

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

13    

2.3.2 Wilayah laut dengan hak berdaulat 

Wilayah laut dengan hak berdaulat adalah wilayah laut dimana suatu negara 

memiliki   hak   terhadap   kekayaan   alam   yang   dikandung   serta   memiliki 

kewenangan untuk mengatur beberapa hal di wilayah tersebut. 

1) Zona Tambahan (Contiguous Zone). 

Zona tambahan ditetapkan sampai dengan 12 mil laut di luar laut teritorial 

atau sampai dengan 24 mil laut diukur dari garis pangkal pantai terluar. Pada zona 

ini Indonesia memiliki hak untuk dapat melaksanakan kewenangan tertentu dalam 

mengontrol  pelanggaran  terhadap  aturan-aturan  di  bidang  bea  cukai, 

keuangan/fiskal,   kerantina   kesehatan,   pengawasan   imigrasi,   dan   menjamin 

pelaksanaan hukum di wilayahnya. 

2) Zona Ekonomi Ekslusif (Exclusive Economi Zone). 

Konvensi hukum laut 1982 Pasal 55 dan 56 ayat (1a) menyebutkan bahwa 

Zona  Ekonomi  Ekslusif  (ZEE)  adalah  suatu  daerah  di  luar  dan  berdampingan 

dengan laut teritorial. Lebar ZEE tidak lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal 

pantai terluar. Indonesia di perairan ZEE memiliki hak berdaulat atas eksplorasi 

dan  eksploitasi,  konservasi  dan  pengelolaan  sumberdaya  alam,  baik  hayati 

maupun non hayati yang terdapat di kolom perairan. Hak berdaulat lainnya adalah 

berkenaan dengan kegiatan untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi 

seperti produk energi dari air, arus, dan angin. Indonesia juga memiliki kewajiban 

untuk memelihara lingkungan laut, mengatur dan mengizinkan penelitian ilmiah 

kelautan,  serta  memberikan  izin  pembangunan  pulau  buatan,  instalasi,  dan 

bangunan  laut  lainnya.  Pemerintah  telah  mengeluarkan  dasar  hukum  untuk 

mengatur wilayah ini yakni pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang 

ZEEI. Zonasi dapat dilihat pada Gambar 1.             

Gambar 1 Zona ratifikasi UNCLOS 1982

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

14    

3) Landas Kontinental (Continental Shelf). 

Landas kontinen merupakan wilayah dimana suatu negara pantai memiliki 

kewenangan  atas  kekayaan  alam  yang  terkandung  di  dasar  laut  dan  tanah  di 

bawahnya.  Daerah  di  bawah  permukaan  yang  terletak  di  luar  laut  teritorial, 

sepanjang kelanjutan alamiah daratannya hingga pinggiran luar tepian kontinental 

(continental margin), atau hingga jarak 200 mil dari garing pangkal dari lebar laut 

teritorial  diukur.  Negara  pentai  diperbolehkan  untuk  menetapkan  batasan  luar 

landas kontinental lebih dari 200 mil dengan ketentuan: 

(1)  Lebar  maksimum  tidak  boleh  lebih  dari  350  mil  laut  diukur  dari  garis 

pangkal; 

(2)  Tidak melebihi 100 mil laut diukur dari garis kedalaman 2500 m; 

(3)  Tidak melebihi lebar 60 mil laut dari kaki lereng kontinen; 

(4)  Garis terluar dengan titik-titik ketebalan batu endapan adalah paling sedikit 

1% dari jarak terdekat antara titik-titik terluar dan kaki lereng kontinen. 

2.3.3 Wilayah laut tanpa kedaulatan wilayah 

Wilayah laut tanpa kedaulatan adalah wilayah dimana negara tidak memiliki 

kewenangan.  Wilayah  ini  meliputi  perairan  laut  lepas  dan  kawasan  dasar  laut 

dalam Internasional 

1)  Laut Lepas (High Seas). 

Laut lepas merupakan bagian laut yang bukan  wilayah negara maupun 

ZEE. Jadi Indonesia tidak memiliki kedaulatan atau hak berdaulat terhadapnya. 

Laut  lepas  bersifat  terbuka,  yakni  terdapat  kebebasan  berlayar,  penerbangan, 

memasang kabel dan pipa di dasar laut, membangun pulau buatan dan instansi 

lainnya  yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional, menangkan ikan 

hingga riset ilmiah. Kebebasan ini harus memperhatikan kepentingan negara lain 

di laut lepas dan memperhatikan hak-hak dalam konvensi hukum laut 1982 yang 

bertalian dengan kegiatan kawasan. 

2)  Kawasan Dasar Laut Dalam Internasional (Internasional Sea-Bed Area). 

Dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar yurisdiksi nasional. 

Kekayaan  alamnya  diperuntukan  bagi  warisan  umum  umat  manusia  (common 

heritage of mankind).

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

15    

2.4 Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) 

Analisis  SWOT  merupakan  suatu  metode  yang  dapat  membantu  dalam 

pengambilan  keputusan.  Analisis  SWOT  dapat  melihat  seluruh  kemungkinan 

perubahan masa depan sebuah organisasi melalui pendekatan sistematik dengan 

proses intropeksi dan mawas diri ke dalam, baik bersifat positif maupun negatif. 

Metode  ini  digunakan  untuk  meneliti  adanya  kekuatan  (strengths),  kelemahan 

(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) bagi pelaksanaan 

kebijakan.   Sehingga   dalam   pelaksanaannya,   SWOT   mengandung   prinsip 

“kembangkan kekuatan, minimalkan kelemahan, tangkap peluang, dan hilangkan 

ancaman”. Kerangka formulasi strategis dapat dilihat pada Gambar 2.   

Pengumpulan Data 1) Faktor internal 

  

Analisis data (Matriks SWOT) 

  

Pengambilan keputusan 

2) Faktor Eksternal  

Gambar 2 Kerangka formulasi strategis 

Faktor  internal  merupakan  aspek  dari  dalam  yang  mempengaruhi  suatu 

organisasi  dalam  pengambilan  suatu  keputusan.  Keunggulan-keunggulan  yang 

dimiliki  akan  dijadikan  suatu  kekuatan  dalam  perumusan  suatu  kebijakan. 

Sedangkan  kelemahan-kelemahan  yang  ada  digunakan  sebagai  pertimbangan 

untuk memperbaiki kinerja yang akan atau sedang dijalankan. 

Faktor eksternal merupakan aspek diluar organisasi yang mampu memberi 

pengaruh nyata terhadap proses penyusunan suatu kebijakan. Faktor ini meliputi 

peluang  dan  ancaman  dari  pelaksanaan  kebijakan  yang  diambil.  Aspek  sosial, 

politik,  ekonomi,  budaya,  demografi  dan  teknologi  erupakan  hal  yang  sangat 

penting  dalam  perumusan  kebijakan   yang  digunakan  untuk  pengembangan 

perikanan tangkap. 

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

16     

Peluang   

3.   Mendukung strategi turn around  1. Mendukung strategi agresif   

Kelemahan  Kekuatan   

4.   Mendukung strategi defensif  2. Mendukung strategi diversifikasi 

   

Ancaman  

Gambar 3 Analisis SWOT (Rangkuti 2005)   

Keterangan : 

Kuadran 1  : Pada  kuadran  satu  merupakan  situasi   yang  menguntungkan, 

dimana   lembaga   penegak   hukum   mempunyai   peluang   dan 

kekuatan   yang  dapat   dimanfaatkan   untuk   melakukan   fungsi 

pengawasan. Contoh strategi yang dapat diterapkan disituasi ini 

adalah  kerjasama   pengadaan  kapal  patroli  oleh   lembaga 

Internasional; 

Kuadran 2  : Pada kuadran dua merupakan situasi terdapatnya ancaman, namun 

masih   terdapat   kekuatan   internal   yang   mendukung   dalam 

menjalankan  fungsi  pengawasan.  Contoh  strategi  yang  dapat 

diterapkan  adalah  penempatan  kapal  patroli  pada  titik  rawan 

sering terjadi tindak pidana perikanan; 

Kuadran 3  : Kuadran  tiga  menggambarkan  bahwa  lembaga  penegak  hukum 

mempunyai  peluang,  akan  tetapi  masih  terdapat  kelemahan- 

kelemahan  yang  harus  dihadapi.  Cocok  strategi  yang  dapat 

diterapkan  adalah  penguatan  lembaga  masyarakat  untuk 

membantu pengawasan; 

Kuadran 4  : Kuadran  keempat  merupakan  situasi  yang  sangat  tidak 

menguntungkan  karena  dalam  dalam  menjalankan  fungsi 

pengawasan terdapat berbagai kelemahan yang berasal dari pihak

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

17    

internal dan juga terdapat ancaman-ancaman dari pihak eksternal. 

Contoh   strategi   yang   dapat   dijalankan   adalah   menjalankan 

operasional yang sudah dijalankan selama ini. 

Keputusan  yang dihasilkan  merupakan  suatu strategi  dilaksanakan  sesuai 

dengan kondisi yang ada. Strategi tersebut mempunyai empat kemungkinan: 

1)  Strategi SO  : Strategi  ini  memanfaatkan  seluruh  kekuatan  unuk 

memanfaatkan peluang sebesar-besarnya; 

2)  Strategi ST   : Strategi ini memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk untuk 

mengatasi ancaman; 

3)  Strategi WO : Strategi  ini  bertujuan  untuk  memanfatkan  peluang  untuk 

meminimalkan kelemahan yang ada; 

4)  Strategi WT : Strategi  yang  bersifat  defensif  dan  berusaha  meminimalkan 

kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 

Tahap pertama adalah pembuatan tabel internal (kekuatan dan kelemahan) 

dan eksternal (ancaman dan peluang). 

Tabel 1 Faktor Internal dan Eksternal 

Faktor internal  Faktor Eksternal Kekuatan ............ ............ 

Kelemahan ............ ............ 

Ancaman ............ ............ Peluang ............. ............. 

  

Tahap kedua yaitu pembuatan matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) dan 

Faktor Strategi Eksternal (EFAS). Menurut Rangkuti (2005) pembuatan matriks 

dilakukan sebagai berikut: 

1)  Pada kolom satu tabel diisi dengan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan 

kelemahan  (matriks  strategi  internal)  serta  peluang  dan  ancaman  (matriks 

strategi eksternal); 

2)  Beri bobot pada masing-masing faktor pada kolom 2, dimulai dari 0,0 (tidak 

penting) hingga 1,0 (sangat penting); 

3)  Pada  kolom  tiga  diisi  rating  dari  masing-masing  faktor,  dimulai  dari  4 

(pengaruhnya  sangat  besar)  sampai  1  (pengaruhnya  sangat  kecil).  Untuk 

Page 15: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

18    

ancaman dan kelemahan adalah sebaliknya. Apabila ancaman dan kelemahan 

sangat   besar,   maka   diberi   nilai   1   sedangkan   apabila   ancaman   dan 

kelemahannya sangat kecil maka nilainya 4 ; 

4)  Pada kolom 4 diisi perkalian antara bobot dengan rating; 

5)  Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom 4. 

Nilai  total  yang  dihasilkan  akan  menunjukkan  bagaimana  reaksi  suatu 

organisasi   atau   instansi   terhadap   faktor   internal   dan   eksternal   yang   ada. 

Perhitungan nilai dimulai dari skala 1 sampai dengan skala 4. 

Tabel 2 Faktor Strategi Internal (IFAS) 

Faktor Internal  Bobot  Rating  Bobot x rating 

1. Kekuatan ..... ..... 2.Kelemahan ..... .....  

Tabel 3 Faktor Strategi Eksternal (EFAS) 

Faktor Eksternal  Bobot  Rating  Bobot x rating 

1. Peluang ..... ..... 2.Ancaman ..... .....  

Tahap ketiga adalah analisis data yang dilakukan dengan pembuatan tabel 

strategi SWOT. 

Tabel 4 Tabel SWOT 

IFAS  

EFAS Oportunities (O) 

Strengths (S) .................. ................. 

Weaknesses (W) .................. ................... 

............... .............. 

Threats (T) ................. ................. 

Strategi SO                         Strategi WO   

Strategi ST                         Strategi WT 

Page 16: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

19    

Pada  analisis  SWOT,  semakin  tinggi  nilai  total  (bobot  x  rating)  yang 

diperoleh dalam perhitungan maka kebijakan yang ditetapkan semakin tepat. Hal 

ini  memberikan  pengertian  bahwa  kebijakan  tersebut  dapat  mengatasi  adanya 

kelemahan dan ancaman yang ada. Sebaliknya, bila semakin kecil nilai totalnya, 

maka kebijakan yang dilaksanakan kemungkinan besar akan memberikan dampak 

yang tidak memuaskan bagi objek yang menjadi sasaran pelaksanaan kebijakan.   

2.5 Matriks Perencanaan Strategis Kualitatif (QSPM) 

Matriks Quantitative Strategic Planning Management (QSPM) digunakan 

untuk membuat perangkat strategi dengan memperoleh daftar prioritas yang ada. 

QSPM merupakan suatu alat yang membuat para perencana strategi dapat menilai 

secara  objektif  strategi  alternatif  berdasarkan  faktor-faktor  keberhasilan  kritis 

eksternal  dan  internal  yang  telah  diketahui  terlebih  dahulu.  Matriks  QSPM 

menentukan  daya  tarik  relatif  dari  berbagai  strategi  yang  disasarkan  sampai 

seberapa  jauh  faktor-faktor  keberhasilan  kritis  eksternal  dan  internal  kunci 

dimanfaatkan  atau  ditingkatkan.  Daya  tarik  relatif  dari  masing-masing  strategi 

dihitung  dengan  menentukan  dampak  kumulatif  dari  masing-masing  faktor 

keberhasilan  kritis  eksternal  dan  internal.  Setiap  jumlah  rangkaian  strategi 

alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap jumlah strategi dapat menyusun 

suatu  rangkaian  strategi  tertentu.  Namun,  hanya  strategi  dari  suatu  rangkaian 

tertentu yang dapat dinilai relatif terhadap satu sama lain. Pengembangan QSPM 

membuat  kemungkinan  kecil  faktor-faktor  kunci  terabaikan  atau  diberi  bobot 

secara  tidak  sesuai.  Meskipun  dalam  mengembangkan  QSPM  membutuhkan 

sejumlah keputusan subjektif, hal ini dapat membuat beberapa keputusan kecil 

sepanjang proses akan meningkatkan kemungkinan keputusan strategis akhir yang 

baik untuk organisasi (David, 2003).   

2.6 Landasan Penegakan Hukum di Bidang Perikanan 

2.6.1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia  Pemerintah   Republik   Indonesia   (RI)   pada   tanggal   21   Maret   1980 

mengeluarkan   pengumuman   pemerintah   tentang   Zona   Ekonomi   Ekslusif

Page 17: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

20    

Indonesia  (ZEEI).  Undang-undang  ini  didasari  atas  pentingnya  melindungi 

kepentingan nasional, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan protein hewani 

bagi   rakyat   Indonesia   serta   kepentingan   nasional   di   bidang   pemanfaatan 

sumberdaya alam non hayati, pelindungan dan pelestarian lingkungan laut serta 

penelitian ilmiah kelautan. Pengembangan ZEEI juga dimaksud untuk melindungi 

kepentingan-kepentingan negara pantai di bidang pelestarian lingkungan laut serta 

penelitian  ilmiah  kelautan  dalam  rangka  menopang  pemanfaatan  sumberdaya 

alam di zona tersebut. 

Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia merupakan jalur di luar dan berbatasan 

dengan  laut  wilayah  Indonesia  sebagaimana  ditetapkan  berdasarkan  undang- 

undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di 

bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur 

dari garis pangkal laut wilayah Indonesia (Pasal 2). Hak berdaulat dapat dilihat 

pada Pasal 4, bahwa Indonesia berhak melakukan kegiatan di ZEEI, antara lain 

Indonesia berhak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan 

konservasi sumberdaya alam hayati dan non hayati dari dasar laut dan tanah di 

bawahnya serta air di atasnya, pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin. 

Indonesia berhak atas juridiksi yang berhubungan dengan pembuatan dan 

penggunaan  pulau  buatan,  instalasi,  dan  bangunan  lainnya,  penelitian  ilmiah 

mengenai   kelautan,   serta   perlindungan   dan   pelestarian   lingkungan   laut. 

Kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan 

kabel  dan  pipa  bawah  laut  juga  diakui  dengan  prinsip-prinsip  hukum  laut 

internasional yang berlaku. Selain bahwa kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi 

yang  dilakukan  harus  berdasarkan  izin  dari  Pemerintah  RI  atau  berdasarkan 

persetujuan Internasional dengan Pemerintah RI dan dilaksanakan menurut syarat- 

syarat  perizinan  atau  persetujuan  internasional  tersebut,  kegiatan  tersebut  juga 

harus  mentaati  ketentuan  tentang  pengelolaan  dan  konservasi  yang  ditetapkan 

oleh Pemerintan RI. Eksplorasi dan/atau eksploitasi sumberdaya alam hayati dapat 

diizinkan jika jumlah tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah RI untuk 

jenis tersebut melebihi kemampuan Indonesia hal ini berdasarkan BAB IV tentang 

kegiatan-kegiatan di ZEEI Indonesia.

Page 18: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

21    

Aparatur penegak hukum di bidang perikanan berdasarkan Pasal 13, dapat 

melakukan  tindakan  berupa  penangkapan  terhadap  kapal  dan/atau  orang  yang 

diduga melakukan pelanggaran di ZEEI yang meliputi tindakan penghentian kapal 

sampai menyerahkan kapal dan/atau orang tersebut di pelabuhan dimana perkara 

dapat  diproses  lebih  lanjut.  Tindakan  penangkapan  oleh  aparatur  penegakan 

hukum ini harus dilaksanakan secepat mungkin dan tidak boleh melebihi jangka 

waktu tujuh hari kecuali bila terdapat keadaan mendesak. 

Pasal  14  menjabarkan  bahwa  aparatur  penegak  hukum  adalah  Perwira 

Tentara  Nasional  Indonesia  Angkatan  Laut  (TNI  AL)  yang  ditunjuk  oleh 

Panglima  Angkatan  Bersenjata  Republik  Indonesia  (ABRI).  Pengadilan  yang 

berwenang adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi pelabuhan 

dimana  dilakukan  penahanan  terhadap  kapal  dan/atau  orang  yang  melanggar 

tersebut. 

Pasal 15 menjelaskan bahwa permohonan pembebasan terhadap pihak yang 

melanggar  tersebut  dapat  dilakukan  setiap  saat  sebelum  ada  keputusan  dari 

pengadilan negeri yang berwenang. Permohonan dapat dikabulkan apabila sudah 

menyerahkan sejumlah uang jaminan yang layak, yang penetapannya dilakukan 

oleh pengadilan. Ketentuan pidana dapat dilihat pada Pasal 16 dicabut, hal ini 

berdasarkan  Pasal  110  ayat  (b)  Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  2004  junto 

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. 

2.6.2 Undang-Undang  Nomor  2  Tahun  2002  tentang  Kepolisian  Negara Republik Indonesia  Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara 

Republik Indonesia, disebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik 

Indonesia antara lain: 

1)   Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 

2)   Menegakkan hukum; dan 

3)   Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 

Pasal 14 ayat (1) disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok pada 

Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas antara lain: 

1)   Melaksanakan  pengaturan,  penjagaan,  pengawalan,  dan  patroli  terhadap 

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

Page 19: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

22    

2)   Menyelenggarakan  segala kegiatan  dalam  menjamin  keamanan,  ketertiban, 

dan kelancaran lalu lintas di jalan; 

3)   Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran 

hukum  masyarakat  serta  ketaatan  warga  masyarakat  terhadap  hukum  dan 

peraturan perundang-undangan; 

4)   Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; 

5)   Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; 

6)   Melakukan   koordinasi,   pengawasan,   dan   pembinaan   teknis   terhadap 

kepolisian   khusus,   penyidik   pegawai   negeri   sipil,   dan   bentuk-bentuk 

pengamanan swakarsa; 

7)   Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai 

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; 

8)   Menyelenggarakan  identifikasi  kepolisian,  kedokteran  kepolisian, 

laboratorium  forensik  dan  psikologi  kepolisian  untuk  kepentingan  tugas 

kepolisian; 

9)   Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan 

hidup  dari  gangguan  ketertiban  dan/atau  bencana  termasuk  memberikan 

bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; 

10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani 

oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; 

11) Memberikan  pelayanan  kepada  masyarakat  sesuai  dengan  kepentingannya 

dalam lingkup tugas kepolisian; 

12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 

Tahun   2002   dikatakan   bahwa   dalam   rangka   menyelenggarakan   tugasnya, 

Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  berwenang  untuk  melakukan  tindakan. 

Tindakan bertujuan untuk membantu tugas Kepolisian Begara Republik Indonesia 

dalam  memberantas  tindak  kejahatan  yang  ada.  Tindakan  tersebut  antara  lain 

sebagai berikut: 

1)   Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; 

2)   Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara 

untuk kepentingan penyidikan;

Page 20: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

23    

3)   Membawa   dan   menghadapkan   orang   kepada   penyidik   dalam   rangka 

penyidikan; 

4)   Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa 

tanda pengenal diri; 

5)   Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 

6)   Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 

7)   Mendatangkan  orang  ahli  yang  diperlukan  dalam  hubungannya  dengan 

pemeriksaan perkara; 

8)   Mengadakan penghentian penyidikan; 

9)   Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; 

10) Mengajukan  permintaan  secara  langsung  kepada  pejabat  imigrasi  yang 

berwenang di  tempat  pemeriksaan  imigrasi  dalam  keadaan  mendesak  atau 

Mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan 

tindak pidana; 

11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri 

sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk 

diserahkan kepada penuntut umum; dan 

12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 

2.6.3 Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  2004  tentang  Perikanan  junto Undang-Undang  Nomor  45  Tahun  2009  tentang  Perubahan  Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.  Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang- 

Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang juga merupakan pengganti 

Undang-Undang  Nomor  9  Tahun  1985.  Hal  ini  dikarenakan  Undang-Undang 

Nomor  31  Tahun  2004  tersebut  belum  sepenuhnya  mampu  mengantisipasi 

perkembangan teknologi  dan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan 

pemanfaatan potensi  sumberdaya ikan. Selain itu, undang-undang ini disahkan 

juga  dalam  rangka  pemanfaatan  sumberdaya  ikan  yang  belum  memberikan 

peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan melalui pengelolaan 

perikanan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum yang optimal. 

Pasal   5   menerangkan   bahwa   Wilayah   pengelolaan   perikanan   (WPP) 

merupakan wilayah untuk penangkapan ikan dan budidaya ikan meliputi perairan 

Indonesia, ZEEI, dan sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang

Page 21: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

24    

dapat  diusahakan  sebagai  lahan  budidaya  ikan.  Pengelolaan  perikanan  di  luar 

wilayah  tersebut  dapat  dilakukan  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan, 

persyaratan dan/atau standar internasional yang diterima secara umum. 

Dijelaskan pada Pasal 8 bahwa setiap orang baik nakhoda atau pemimpin 

kapal   perikanan,   ahli   penangkapan   ikan,   Anak   Buah   Kapal   (ABK)   yang 

melakukan  penangkapan  ikan,  pemilik  kapal,  pemilik  perusahaan  perikanan, 

penanggung jawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal perikanan serta 

pemilik perusahaan pembididaya ikan, kuasa pemilik perusahaan ikan, dan/atau 

penanggung   jawab   perusahaan   pembudidaya   ikan   yang   melakukan   usaha 

pembudidayaan ikan dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan 

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bengunan yang dapat merugikan dan/atau 

membahayakan  kelestarian  sumberdaya  ikan  dan/atau  lingkungannya  di  WWP 

Republik Indonesia. Penggunaan alat, cara, bangunan dan bahan-bahan tersebut 

diperbolehkan hanya untuk penelitian yang diatur dalam peraturan pemerintah. 

Ketentuan selanjutnya pada Pasal 9 bahwa setiap orang dilarang memiliki, 

menguasai,  membawa,  dan/atau  menggunakan  alat  penangkapan  ikan  dan/atau 

alat  bantu  penangkapan  ikan  yang  mengganggu  dan  merusak  keberlanjutan 

sumberdaya  ikan  di  kapal  penangkapan  ikan  di  WPP  Republik  Indonesia. 

Ketentuan mengenai API dan/atau alat bantu penangkapan ikan tersebut diatur 

dengan peraturan menteri. 

Pada Pasal 12 dikatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan 

yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan/atau 

lingkungannya   di   WPP   Republik   Indonesia.   Setiap   orang   juga   dilarang 

membudidayakan   ikan,   membudidayakan   ikan  hasil   rekayasa   genetika  dan 

menggunakan obat-obatan dalam pembudidayakan ikan yang dapat membahakan 

sumberdaya ikan, lingkungan   sumberdaya ikan, dan/atau kesehatan manusia di 

WPP  Republik   Indonesia   yang  lebih   lanjut   akan   diatur  dengan   peraturan 

pemerintah. 

Ketentuan larangan selanjutnya pada Pasal 16 bahwa setiap orang dilarang 

memasukkan,  mengeluarkan  mengadakan,  mengedarkan,  dan/atau  memelihara 

ikan yang merugikan masyarakat, pembudidaya ikan, sumberdaya ikan, dan/atau 

lingkungan sumberdaya ikan ke dalam dan/atau ke laut WPP Republik Indonesia

Page 22: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

25    

yang  ketentuan  lebih  lanjut  diatur  dalam  peraturan  pemerintah.  Ikan  hasil 

tangkapan dan/atau pembudidayaan harus memenuhi standar mutu dan keamanan 

hasil perikanan hal ini ada pada Pasal 20 ayat (6). 

Dijelaskan  pada  Pasal  26,  bahwa  setiap  orang  yang  melakukan  usaha 

perikanan di bidang penengkapan, pembudidaya ikan, pengangkutan, pengolahan, 

dan  pemasaran  ikan  di  WPP  RI  wajib  memiliki  Surat  Izin  Usaha  Perikanan 

(SIUP)   dimana  kewajiban   ini   tidak   berlaku   untuk   nalayan   kecil   dan/atau 

pembudidaya ikan kecil. Ditambahkan pada Pasal 27 ayat (1), bahwa setiap orang 

yang  memiliki  dan/atau  mengoperasikan  kapal  penangkapan  ikan  berbendera 

Indonesia yang digunakan untuk penangkapan ikan di WPP RI dan/atau laut lepas 

wajib memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), namun SIPI ini tidak berlaku 

untuk nelayan kecil seperti dijelaskan pada ayat 5 Pasal yang sama. Kemudian 

pada   ayat   (2)   dikatakan   bahwa   setiap   orang   yang   memiliki   dan/atau 

mengoperasikan kapal penangkapan ikan berbendera asing yang digunakan untuk 

melakukan penangkapan ikan di ZEEI wajib memiliki SIPI. Pada ayat (3) kembali 

diperjelas  bahwa  setiap  orang  yang  mengoperasikan  kapal  penangkapan  ikan 

berbendera Indonesia di WPP RI atau mengoperasikan kapal asing di ZEEI wajib 

membawa   SIPI   asli.   Sedangkan   pada   ayat   (4)   dijabarkan   bahwa   kapal 

penangkapan  ikan  berbendera  Indonesia  yang  melakukan  penangkpan  ikan  di 

wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari 

Pemerintah. 

Menurut  Pasal  28  ayat  (1),  bahwa  setiap  orang  yang  memiliki  dan/atau 

mengoperasikan kapal pengangkutan ikan berbendera Indonesia di WPP Republik 

Indonesia  wajib  memiliki  Surat  Izin  Kapal  Pengangkut  Ikan  (SIKPI),  namun 

SIKPI ini  tidak  berlaku  untuk  nelayan  kecil  dan/atau  pembudidaya  ikan  kecil 

seperti  dijelaskan  pada  ayat  (4)  Pasal  yang  sama.  Kemudian  pada  ayat  (2) 

dikatakan  bahwa  setiap  orang  yang  memiliki  dan/atau  mengoperasikan  kapal 

pengangkutan   ikan   berbendera   asing   yang   digunakan   untuk   melakukan 

pengangkutan ikan di WPP Republik Indonesia wajib memiliki SIKPI. Pada ayat 

(3)   kembali   diperjelas   bahwa   setiap   orang   yang   mengoperasikan   kapal 

pengangkutan ikan di WPP Republik Indonesia wajib membawa SIKPI asli. Pada

Page 23: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

26    

Pasal  28A  ditekankan  bahwa  setiap  orang  dilarang  memalsukan  dan 

menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu. 

Pasal  29  menjelaskan  bahwa  usaha  perikanan  di  WPP  RI  hanya  boleh 

dilakukan  oleh  warga  negara  RI  atau  badan  hukum  Indonesia.  Pengecualian 

diberikan   kepada   orang   atau   badan   hukum   asing   yang   melakukan   usaha 

penangkapan  ikan  di  ZEEI,  sepanjang  hal  tersebut  menyangkut  kewajiban  RI 

berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang 

berlaku. Pada Pasal 30 dikatakan bahwa pemberian SIUP kepada orang dan/atau 

badan hukum asing yang beroperasi di ZEEI harus didahului dengan perjanjian 

perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya antara Pemerintah RI dan 

Pemerintah negara bendera kapal. Perjanjian ini harus mencantumkan kewajiban 

Pemerintah  negara  berbendera  kapal  untuk  bertanggung  jawab  atas  kepatuhan 

orang  atau  badan  hukum  negara  berbendera  kapal  untuk  mematuhi  perjanjian 

perikanan tersebut. Selain itu Pemerintah RI juga menetapkan peraturan mengenai 

pemberian izin usaha perikanan kepada orang dan/atau badan hukum asing yang 

beroperasi  di  ZEEI,  perjanjian  perikanan,  pengaturan  akses,  atau  pengaturan 

lainnya. 

Dijelaskan  pada  Pasal  35A  ayat  (1)  bahwa  kapal  perikanan  berbendera 

Indonesia  yang  melakukan  penangkapan  ikan  di  WPP  RI wajib  menggunakan 

nakhoda  dan  ABK  berkeluarganegaraan  Indonesia.  Sedangkan  pada  ayat  2 

ditambahkan   bahwa   kapal   perikanan   berbendera   saing   yang   melakukan 

penangkapan  ikan  di   ZEEI  wajib  menggunakan  ABK  berkewarganegaraan 

Indonesia  paling  sedikit  70%  dari  jumlah  ABK.  Pelanggaran  terhadap  kapal 

perikanan berbendera asing tentang ABK ini dapat dikenakan sanksi administratif 

berupa  peringatan,  pembekuan  izin,  atau  pencabutan  izin  dimana  mengenai 

pengenaan  sanksi  administratif  diatur  dalam  peraturan  pemerintah,  hal  ini 

terdapat pada ayat (3) dan (4). 

Ketentuan  pada  Pasal  38  ayat  1  bahwa  setiap  kapal  penangkapan  ikan 

berbendera  asing  yang  tidak  memiliki  SIUP  selama  berada  di  WPP  RI  wajib 

menyimpan API di dalam palka. Kemudian pada ayat (2) dikatakan bahwa kapal 

penangkapan ikan berbendera asing yang telah memiliki SIUP dengan satu jenis 

API  tertentu  pada  bagian  tertentu  di  ZEEI  dilarang  membawa  API  lainnya.

Page 24: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

27    

Sedangkan pada ayat  (3) menambahkan bahwa setiap kapal penangkapan ikan 

berbendera asing yang telah memiliki SIUP wajib menyimpan API dalam palka 

selama berada di luar daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang diizinkan di 

WPP RI. Pada Pasal 39 dijelaskan bahwa kapal penangkapan ikan berbendera 

Indonesia dengan ukuran dan jenis tertentu dimungkinkan menggunakan 2 jenis 

API   yang   diizinkan   secara   bergantian   berdasarkan   musim   dan   daerah 

penangkapan ikan. 

Pasal  43  dan  Pasal  44  ayat  (2)  dan  (3)  menyatakan  bahwa  setiap  kapal 

perikanan yang melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki surat laik operasi 

kapal perikanan dari pengawas perikanan tanpa dikenai biaya setelah dipenuhi 

persyaratan  administrasi  dan  kelayakan  teknis,  dimana  mengenai  persyaratan 

administrasi dan kelayakan teknis diatur dalam peraturan menteri. Pada Pasal 44 

ayat (1) surat persetujuan berlayar juga harus dimiliki oleh kapal perikanan sesuai 

dengan Pasal 42 ayat (2) yang dikeluarkan oleh syahbandar pelabuhan setelah 

kapal perikanan mendapatkan surat laik operasi. 

Pungutan perikanan diatur dalam Pasal 48 yang menyatakan bahwa setiap 

orang   yang   memperoleh   manfaat   langsung   dari   sumberdaya   ikan   dan 

lingkungannya di WPP RI dan di luar WPP RI dikenakan pungutan perikanan. 

Pungutan ini merupakan penerimaan negara bukan pajak dan tidak dikenakan bagi 

nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil. Sesuai dengan Pasal 49, setiap orang 

asing yang mendapat izin penangkapan ikan di ZEEI juga dikenakan pungutan 

perikanan. Pada Pasal 50 dijelaskan bahwa pungutan perikanan digunakan untuk 

pembangunan   perikanan   serta   kegiatan   konservasi   sumberdaya   ikan   dan 

lingkungannya. Ketentuan mengenai pungutan perikanan diatur lebih lanjut dalam 

peraturan pemerintah sesuai dengan Pasal 51. 

Dijelaskan  pada  Pasal  66  bahwa  pengawasan  perikanan  dilakukan  oleh 

pengawas  perikanan.  Pengawas  perikanan  bertugas  untuk  mengawasi  tertib 

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang 

meliputi  kegiatan  penangkapan  ikan,  pembudidayaan  ikan,  perbenihan, 

pengolahan, distribusi keluar masuk ikan, mutu hasil perikanan, distribusi keluar 

masuk  obat  ikan,  konservasi,  pencemaran  akibat  perbuatan  manusia,  plasma 

nutfah, penelitian dan pengembangan perikanan,dan ikan hasil rekayasa genetik.

Page 25: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

28    

Dilanjutkan  pada  Pasal  66A  bahwa  pengawas  perikanan  merupakan  Pegawai 

Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh menteri 

atau pejabat yang ditunjuk, mereka dapat dididik untuk menjadi Penyidik Pegawai 

Negeri  Sipil  (PPNS)  perikanan.  Pengawas  perikanan  yang  dimaksud  dapat 

ditetapkan  sebagai  pejabat  fungsional  pengawas  perikanan  yang  diatur  pada 

peraturan menteri. 

Pasal 66B menjabarkan bahwa pengawas perikanan melaksanakan tugasnya 

di wilayah pengelolaan perikanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), 

kapal perikanan, pelabuhan perikanan dan/atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk, 

pelabuhan  tangkahan,  sentra  kegiatan  perikanan,  area  pembenihan  ikan,  area 

pembudidayaan   ikan,   unit   pengolahan   ikan,   dan/atau   kawasan   konservasi 

perairan. Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas diatur dalam peraturan menteri. 

Wewenang pengawas perikanan terdapat pada Pasal 66C antara lain memasuki 

dan  memeriksa  tempat  kegiatan  usaha  perikanan,  memeriksa  kelengkapan  dan 

keabsahan  dokumen  usaha  perikanan,  memeriksa  kegiatan  usaha  perikanan, 

memeriksa  sarana  dan  prasarana  yang  digunakan  untuk  kegiatan  perikanan, 

memverifikasi kelengkapan dan keabsahan SIPI dan SIKPI, mendokumentasikan 

hasil pemeriksaan, mengambil contoh ikan dan/atau bahan yang diperlukan untuk 

keperluan  pengujian  laboratorium,  memeriksa  peralatan  dan  keaktifan  sistem 

pemantauan  kapal  perikanan,  menghentikan,  memeriksa,  membawa,  menahan, 

dan menangkap kapal dan/atau orang yang diduga atau patut diduga melakukan 

tindak  pidana  perikanan  di  wilayah  pengelolaan  perikanan  Negara  Republik 

Indonesia   sampai   dengan   diserahkannya   kapal   dan/atau   orang   tersebut   di 

pelabuhan  tempat  perkara  tersebut  dapat  diproses  lebih  lanjut  oleh  penyidik, 

menyampaikan rekomendasi kepada pemberi izin untuk memberikan sanksi sesuai 

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan,  melakukan  tindakan  khusus 

terhadap kapal perikanan yang berusaha melarikan diri dan/atau melawan dan/atau 

membahayakan  keselamatan  kapal  pengawas  perikanan  dan/atau  awak  kapal 

perikanan, dan/atau mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung 

jawab.  Pengawas  perikanan  dalam  melaksanakan  tugasnya  dapat  dilengkapi 

dengan kapal pengawas perikanan, senjata api, dan/atau alat pengaman diri.

Page 26: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

29    

Masyarakat dapat diikutsertakan dalam membantu pengawasan perikanan 

hal ini sesuai dengan Pasal 67. Pasal 68 dikatakan bahwa Pemerintah mengadakan 

sarana dan prasarana pengawasan perikanan. 

2.6.4 Undang-Undang  Nomor  34  Tahun  2004  tentang  Tentara  Nasional Indonesia  Berdasarkan  Pasal  9  Undang-Undang  Nomor  34  Tahun  20004  tentang 

Tentara Nasional Indonesia disebutkan bahwa Angkatan Laut  yang merupakan 

bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertugas antara lain: 

1) Melaksanakan tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) matra laut di bidang 

pertahanan; 

2) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional 

sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah 

diratifikasi; 

3) Melaksanakan  tugas  diplomasi  Angkatan  laut  dalam  rangka  mendukung 

kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah; 

4) Melaksanakan tugas  TNI dalam pembangunan  dan pengembangan kekuatan 

matra laut; dan 

5) Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut. 

2.6.5 Keputusan  Bersama  antara  Departemen  Kelautan  dan  Perikanan Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No: 10/KB/Dep.KP/2003 atau No.Pol: B/4042/VIII/2003 tentang Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan.  Keputusan  Menteri  merupakan  kesepakatan  bersama  antara  Departemen 

Kelautan  dan  Perikanan  (DKP)  yang  diwakili  oleh  Menteri  Kelautan  dan 

Perikanan  dengan  Kepolisian  Negara  yang  diwakili  oleh  Kepala  Kepolisian 

Negara.  Kesepakatan  ini  didasari  bahwa  pihak  DKP  merupakan  pihak  yang 

bertanggung  jawab  dalam  pengelolaan  kegiatan  perikanan  tangkap,  perikanan 

budidaya, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, peningkatan kapasitas 

kelembagaan dan pemasaran, pemberdayaan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta 

riset kelautan dan perikanan. Sedangkan pihak kepolisian merupakan pihak yang 

bertanggung  jawab  dalam  memelihara  keamanan  dan  ketertiban  msayarakat, 

menagakan  hukum dan  memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan 

kepada masyarakat serta melindungi kepentingan nasional. Salah satu tujuan dari

Page 27: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

30    

kesepakatan   sebagaimana   dituangkan   dalam   Pasal   1   adalah   meningkatkan 

kooordinasi dan kerjasama dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum terhadap 

tindak  pidana  yang  terkait  dengan  bidang  kelautan  dan  perikanan  di  wilayah 

perairan Indonesia.  

Beberapa kesepakatan yang dapat diambil antara lain adalah bahwa dalam 

rangka mendorong dan mengembangakn sistem pengamanan di lingkunagn DKP, 

maka   Kepolisian   menyiapkan   tenaga   pelatih   profesional   guna   melakukan 

pembinaan dan pelatihan satuan pengamanan yang dimiliki jajaran DKP. Pihak 

Kepolisian juga membantu piranti lunak dan keras untuk meningkatkan sarana 

dan  prasarana  dalam  rangka  pelaksanan  sistem  pengawasan.  Dalam  rangka 

peningkatan  kemampuan  Penyidik  Pegawai  Begeri  Sipil  (PPNS)  DKP,  maka 

kepolisian dapat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sesuai Pasal 4. 

Bidang  operasional  pada  Pasal  5  dikatakan  bahwa  DKP  dan  kepolisian 

mendahulukan  tindakan  preventif  dan  persuasif  dalam  menangani  kasus-kasus 

yang  merugikan  atau  mengganggu  pelaksanaan  tugas  dibidang  kelautan  dan 

perikanan, sepanjang tidak atau belum dikategorikan tindakan pidana. Pasal 6 dan 

Pasal 7 melanjutkan bahwa kedua pihak dapat saling memberitahukan mengenai 

informasi   adanya   perbuatan   dari   pihak   tertentu   yang   merugikan   dan/atau 

mengganggu  pelaksanaan  tugas  di  bidang  kelautan  dan  perikanan.  Informasi 

tersebut dapat disampaikan oleh jajaran DKP kepada jajaran Kepolisian setempat 

untuk ditendak lanjuti yang dalam prosesnya DKP wajib membantu Kepolisian. 

Tindak   lanjut   pada   Pasal   8,   apabila   terjadi   tindak   pidana   membuat 

kepolisian  memerlukan  penyitaan  barang  bukti  berupa  dokumen  kelautan  dan 

perikanan, dapat meminta bantuan kepada DKP. Pelanggaran yang memerlukan 

kesaksian  dari  pejabat   DKP   atau   dinas,   maka  pemanggilan   sebagai   saksi 

disampaikan kepada yang bersangkutan di tingkat pusat melalui menteri KP dan 

di tingkat Daerah melalui dinas, kabupaten/kota yang bersangkutan. Pejabat dapat 

menunjuk  anggota  yang  membidangi  permasalahannya  atau apabila diperlukan 

dapat memberikan keterangan tertulis.

Page 28: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

31    

2.6.6 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.11/Men/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.13/MEN/2005  tentang  Forum  Koordinasi  Penanganan  Tindak Pidana di Bidang Perikanan.  Pasal 1 mengatakan bahwa guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas 

penyidik dan untuk memperlancar komunikasi serta tukar menukar data, informasi 

dan   hal-hal   lain   yang   diperlukan   dalam   rangka   efektivitas   dan   efisiensi 

penanganan  dan/atau  penyelesaian  tindak  pidana  di  bidang  perikanan  secara 

terpadu,  dibentuk  Forum  Koordinasi  Penanganan  Tindak  Pidana  di  Bidang 

Perikanan. Dilanjutkan pada Pasal 2 dikatakan bahwa Forum tersebut mempunyai 

tugas  mensinkronisasikan  dan  mengkoordinasikan  kegiatan  penanganan  tindak 

pidana di bidang perikanan yang dilaksanakan oleh masing-masing instansi terkait 

agar efektif, efisien, dan memenuhi rasa keadilan. 

Pasal 3 menjelaskan bahwa forum menyelenggarakan fungsi antara lain: 

1) Koordinasi kegiatan penyidikan tindak pidana perikanan; 

2) Identifikasi, jenis, modus operandi, volume/frekwensi, dan penyebaran praktik- 

praktik tindak pidana di bidang perikanan; 

3) Penetapan jenis tindak pidana di bidang perikanan yang diprioritaskan untuk 

diproses secara bertahap; 

4) Penyuluh dan pembinaan kepada masyarakat untuk mencegah terjasinya tindak 

pidana di bidang perikanan; 

5) Identifikasi,  pengukuran,  dan  analisis  signifikansi  tindak  pidana  di  bidang 

perikanan secara periodik; 

6) Perancangan   bentuk-bentuk   koordinasi   kegiatan-kegiatan   pemberantasan 

tindak pidana di bidang perikanan; 

7) Perumusan dan pemutakhiran strategi pemberantasan tindak pidana di bidang 

perikanan; 

8) Pemantauan dan penyajian laporan pelaksanaan pemberantasan tindak pidana 

di bidang perikanan; dan 

9) Pengkajian  dan  evaluasi  efektivitas  strategi  pemberantasan  tindak  pidana di 

bidang perikanan secara berkelanjutan. 

Susunan anggota Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang 

Perikanan pada Pasal 4 adalah sebagai berikut:

Page 29: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan · di WPP RI dilakukan oleh PPNS Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau penyidik kepolisian. Penyidik dapat melakukan koordinasi pada

   

32    

1) Ketua  : Menteri Kelautan dan Perikanan 

2) Wakil Ketua I  : Kepala Kepolisian Negara RI 

3) Wakil Ketua II  : Kepala Staf TNI AL 

4) Sekretaris I merangkap anggota  : Direktur Jendral Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, DKP 

5) Sekretaris I merangkap anggota  :Kepala Badan Reserse dan Kriminal, Kepolisian Negara Republik Indonesia 

6) Anggota  : 

(1)  Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus, Kejaksaan Agung 

(2)  Asisten Operasi Kepala Staf TNI AL 

(3)  Direktur Jendral Imigrasi, Departeman Hukum dan HAM 

(4)  Direktur Jendral Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan 

(5)  Direktur Jendral Bea dan Cukai, Departemen Keuangan 

(6)  Direktur  Jendral  Pembinaan  Pengawasan  Ketenagakerjaan,  Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi 

(7)  Direktur Pidana, Mahkamah Agung 

(8)  Direktur Polisi Parairan, Badan Pembinaan Keamanan, Mabes Polri 

Pasal 5 menjelaskan bahwa untuk mendukung tugas forum, dibentuk tim 

teknis sesuai dengan kebutuhan yang keanggotaannya terdiri dari instansi terkait 

dan  ditetapkan  oleh  ketua  forum.  Tim  bertugas  menyampaikan  laporan  dan 

bertanggung jawab kepada ketua forum. Pada Pasal 6 dilanjutkan bahwa forum di 

daerah  ditetapkan  oleh  gubernur  untuk  provinsi  dan  bupati/walikota  untuk 

kabupaten/kota.  Keanggotaan  forum  di  daerah  terdiri  dari  instansi  terkait  di 

provinsi atau kabupaten/kota setempat. Pembiayaan dijabarkan pada Pasal 8 yaitu 

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) DKP.