2. tinjauan pustaka 2.1. situ - repository.ipb.ac.id · dasar, dan volume air pada masing ......

16
6 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situ Menurut Suryadiputra (2005), Situ dikategorikan sebagai salah satu jenis lahan basah (umumnya berair tawar) berukuran relatif kecil, dengan sistem perairan yang tergenang. Situ dapat terbentuk secara alami dan secara buatan. Situ yang terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan sedangkan Situ alami terbentuk karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air. Wilayah Jabotabek merupakan kawasan yang memiliki banyak Situ baik yang terbentuk secara alami maupun buatan. Keberadaan Situ sangat penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya air dan keseimbangan ekosistem. Situ-Situ memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting diantaranya adalah sebagai daerah resapan air tanah, peredam banjir, mencegah intrusi air laut, irigasi, kegiatan perikanan, dan tandon air/ reseirvoir (Suryadiputra 2005). Ekosistem Situ memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup. Fungsi dan manfaat tersebut antara lain: fungsi ekologis (habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, pengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem, dan proses-proses alami) dan manfaat ekonomis (penghasil berbagai jenis sumber daya alam bernilai ekonomis, penghasil energi, sarana wisata, dan olah raga serta sumber air) serta manfaat sosial budaya. 2.2. Morfometri Danau Morfometri adalah suatu metoda pengukuran dan analisa secara kuantitatif dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan misalnya danau. Analisa-analisa limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau data-data morfometri secara detail seperti data kedalaman, luasan atau area permukaan bentuk kontur dasar, dan volume air pada masing-masing strata. Sedangkan kondisi sempadan danau dapat juga digunakan dalam menganalisa sifat-sifat kimia, fisika dan biologi suatu perairan tawar. Parameter-parameter morfometri biasanya diperlukan untuk menilai atau mengetahui ada tidaknya erosi pada danau, menghitung beban atau total kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas,

Upload: vuliem

Post on 03-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Situ

Menurut Suryadiputra (2005), Situ dikategorikan sebagai salah satu jenis

lahan basah (umumnya berair tawar) berukuran relatif kecil, dengan sistem perairan

yang tergenang. Situ dapat terbentuk secara alami dan secara buatan. Situ yang

terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan sedangkan

Situ alami terbentuk karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya

sejumlah air.

Wilayah Jabotabek merupakan kawasan yang memiliki banyak Situ baik

yang terbentuk secara alami maupun buatan. Keberadaan Situ sangat penting dalam

menjaga kelestarian sumberdaya air dan keseimbangan ekosistem. Situ-Situ

memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting diantaranya adalah sebagai daerah

resapan air tanah, peredam banjir, mencegah intrusi air laut, irigasi, kegiatan

perikanan, dan tandon air/ reseirvoir (Suryadiputra 2005). Ekosistem Situ memiliki

berbagai fungsi dan manfaat bagi makhluk hidup. Fungsi dan manfaat tersebut

antara lain: fungsi ekologis (habitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan,

pengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem, dan proses-proses alami) dan manfaat

ekonomis (penghasil berbagai jenis sumber daya alam bernilai ekonomis, penghasil

energi, sarana wisata, dan olah raga serta sumber air) serta manfaat sosial budaya.

2.2. Morfometri Danau

Morfometri adalah suatu metoda pengukuran dan analisa secara kuantitatif

dimensi-dimensi fisik suatu badan perairan misalnya danau. Analisa-analisa

limnologi suatu danau sering memerlukan pengetahuan atau data-data morfometri

secara detail seperti data kedalaman, luasan atau area permukaan bentuk kontur

dasar, dan volume air pada masing-masing strata. Sedangkan kondisi sempadan

danau dapat juga digunakan dalam menganalisa sifat-sifat kimia, fisika dan biologi

suatu perairan tawar. Parameter-parameter morfometri biasanya diperlukan untuk

menilai atau mengetahui ada tidaknya erosi pada danau, menghitung beban atau total

kandungan unsur hara, massa bahan-bahan kimia, kandungan panas, stabilitas panas,

7

dan berbagai indeks tingkat kesuburan perairan. Aspek morfometri dapat dibedakan

menjadi dimensi permukaan (surface dimension), dan dimensi bawah permukaan

(subsurface dimension). Dimensi permukaan terdiri dari panjang maksimum,

panjang maksimum efektif, lebar maksimum, lebar maksimum efektif, lebar rata-

rata, shore line, shore line development index, luas permukaan, insolusity. Dimensi

bawah permukaan terdiri dari kedalaman maksimum, kedalaman relatif, kedalaman

rata-rata, kedalaman median, kedalaman kuartil, volume, dan perkembangan volume

danau (Hakanson 1981 in Hoerunnisa 2004). Nilai-nilai parameter morfometri yang

akurat/tetap dari sebuah danau jarang ditemukan karena kedalaman maupun luas

permukaan suatu perairan selalu berubah. Perubahan ini diantaranya dapat

disebabkan oleh perubahan iklim, peristiwa vulkanis, peristiwa geologis, erosi dan

sedimentasi (Wetzel 1983).

2.3. Sedimentasi Danau

Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran, dan

diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses

ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Sedimen hasil erosi terjadi

sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak memenuhi kaidah-kaidah

konservasi pada daerah tangkapan air di bagian hulu. Kandungan sedimen pada

hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian,

kehutanan, konstruksi, dan pertambangan.

Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari

erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu

dan tempat tertentu. Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran padatan

tersuspensi di dalam perairan danau. Berdasarkan pada jenis dan ukuran partikel-

partikel tanah serta komposisi bahan, sedimen dapat dibagi atas beberapa

klasifikasi yaitu gravels (kerikil), medium sand (pasir), silt (lumpur), clay

(liat), dan dissolved material (bahan terlarut). Ukuran partikel memiliki

hubungan dengan kandungan bahan organik sedimen. Sedimen dengan ukuran

partikel halus memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel yang lebih kasar.

8

Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga

memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan

organik ke dasar perairan. Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik biasanya

rendah karena partikel yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar

bahan organik pada sedimen dengan ukuran butir lebih halus disebabkan oleh

adanya gaya kohesi (tarik menarik) antara partikel sedimen dengan partikel

mineral, pengikatan oleh partikel organik, dan pengikatan oleh sekresi lendir

organisme (Scribd 2010).

2.4. Siklus karbon

Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara

biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi. Dalam siklus ini terdapat empat

reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran (lihat Gambar 3).

Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk

pula freshwater system, dan material non-hayati organik seperti karbon tanah),

lautan termasuk karbon anorganik terlarut, biota laut hayati dan non-hayati, serta

sedimen termasuk bahan bakar fosil (Wikipedia 2009).

Gambar 3. Siklus karbon di alam. (www.wikipedia.com).

9

Siklus karbon ditunjukkan dalam gambar diatas. Sumber utama karbon di bumi

adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh

kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke

laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur

karbondioksida di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah

menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis kemudian masuk kembali ke

atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis

makhluk hidup (Effendi 2003). Umumnya karbon menyusun 45 – 50 % dari

biomassa berat kering tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah

biomassa (Brown & Gatot 1996 in Irawan 2009). Karbondioksida yang terdapat di

perairan berasal dari berbagai sumber yaitu:

a. Difusi dari atmosfer. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami

difusi secara langsung ke dalam air.

b. Air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memiliki

kandungan karbondioksida sebesar 0,55 – 0,60 mg/l, berasal dari

karbondioksida yang terdapat di atmosfer.

c. Air yang melewati tanah organik. Tanah organik (misal gambut) yang

mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak karbondioksida sebagai

hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut

ke dalam air dan akhirnya (sebagian) keluar dari sistem perairan.

d. Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob. Respirasi

tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbondioksida. Dekomposisi bahan

organik pada kondisi aerob menghasilkan karbondioksida sebagai salah satu

produk akhir. Demikian juga, dekomposisi anaerob karbohidrat pada bagian

dasar perairan akan menghasilkan karbondioksida sebagai produk akhir.

2.5. Biomassa

Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik yang dinyatakan dalam

berat kering oven dalam satuan ton per unit area (Brown 1997). Menurut Whitten et

al., (1984) in Irawan (2009) menyatakan bahwa biomassa adalah jumlah ton bobot

kering semua bagian tumbuhan hidup baik untuk seluruh atau sebagian tubuh

organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan

10

luas (ton/ha). Biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa

tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass), missal batang, ranting

daun dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass) terdiri dari

perakaran (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Bagian tanaman Seroja (Nelumbo nucifera): diatas permukaan tanah (above

ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass).

2.6. Kualitas Air yang mendukung kehidupan tanaman air

Suatu organisme untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik memerlukan

kondisi lingkungan yang sesuai. Berikut ini beberapa parameter fisika dan kimia

yang mempengaruhi kondisi lingkungan hidup dan kehidupan berbagai organisme

perairan termasuk tanaman air.

1. Temperatur air

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian

dari permukaan laut (altitude), waktu dalam suatu hari, penutupan awan, aliran serta

kedalaman dari badan air. Suhu yang terukur di perairan merupakan fungsi dari

intensitas energi panas yang merambat dalam air. Danau-danau di daerah tropis

jarang sekali mengalami stratifikasi karena keseimbangan antara pancaran sinar

matahari dan hujan berlangsung sepanjang tahun. Peningkatan suhu mengakibatkan

peningkatan reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu

menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2, CH4

Di atas permukaan

tanah (above ground

biomass)

Di bawah permukaan

tanah (below ground

biomass)

Batang

Daun

akar

Bunga

Penampang

melintang batang

11

dan sebagainya (Goldman & Horne 1983). Suhu yang sangat rendah menyebabkan

proses biologi sangat lambat, dan jika sebaliknya akan menjadi hal yang sangat fatal

bagi kebanyakan organisme (Saeni 1989).

Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu merupakan faktor pembatas utama

karena organisme akuatik sering kali memiliki toleransi suhu yang sempit

(McNaughton 1990). Menurut Slocum & Robinson (1996) in Naibaho (2004)

mengatakan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Seroja adalah 24o – 29

o C.

Kisaran rata-rata suhu di perairan tropis berkisar antara 21o – 35

o C sepanjang

tahunnya (Wetzel 1983). Boyd (1990) menyatakan bahwa di perairan tropis ikan

akan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25o – 32

o C.

2. Kecerahan, kekeruhan dan warna air

Kecerahan air merupakan bagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan

dinyatakan dalam persen. Pengukuran dengan keping Secchi adalah cara yang

paling sederhana. Kedalaman yang dicapai dengan keping Secchi disebut sebagai

kedalaman Secchi. Pada kedalaman tersebut, intensitas cahaya matahari yang

sampai adalah sekitar sepuluh persen. Oleh karena itu dikatakan bahwa kedalaman

Secchi menunjukkan kecerahan sebesar sepuluh persen. Nilai kecerahan sangat

dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, partikel koloid, kepadatan

plankton, waktu pengukuran dan ketelitian orang yang melakukan penelitian

(Goldman & Horne 1983). Batas terbawah dari rata-rata kesetimbangan fotosintesis

yang positif terjadi pada kedalaman 1 % dari permukaan. Kedalaman 1 % ini dapat

diduga dengan rumus (Frey 1975 in Hoerunnisa 2004).

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di

dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut, maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan

mikroorganisme lain (APHA 1976 in Watironna 2005).

Warna air mengacu pada warna yang terpaut dalam air yang dihasilkan oleh

zat dan bahan koloid dalam air. Warna air mempengaruhi penembusan cahaya

sehingga secara tak langsung menghambat pertumbuhan tumbuhan (Michael 1994).

Tingkat kesuburan perairan dapat dipengaruhi oleh nilai kecerahan. Menurut

12

Henderson & Markland (1986) tingkat kesuburan perairan dapat diklasifikasikan

yaitu : perairan dengan kecerahan > 6 m tergolong perairan oligotrofik, kecerahan 3

– 6 m tergolong perairan mesotrofik dan kecerahan < 3 m tergolong perairan

eutrofik.

3.Padatan tersuspensi total (TSS)

Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1

µmeter) yang tertahan pada saringan Milliophore dengan pori-pori 0,45 mikrometer

(Effendi 2003). Padatan ini terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan-bahan

tersuspensi tidak harus bersifat toksik akan tetapi jika berlebihan dapat

menyebabkan kekeruhan air kemudian pendangkalan pada badan air serta penurunan

kualitas air akibat penguraian (dekomposisi) jika yang terendapkan adalah mahluk

hidup seperti plankton atau organisme lainnya.

4.Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan arus

listrik (APHA 2005). Kemampuan ini tergantung adanya ion-ion, total konsentrasi

ion-ion, bilangan valensi serta suhu pada saat pengukuran (APHA 2005). Pada

umumnya nilai DHL diatas 50 µmhos/cm akan mengakibatkan ikan air tawar mulai

mengalami tekanan fisiologis dan bila nilai DHL mencapai 1000 µmhos/cm atau

lebih maka ikan air tawar tidak dapat bertahan lagi (Wardoyo 1981 in Hoerunnisa

2004).

5.Derajat Keasaman (pH)

Tebutt (1992) menyatakan bahwa derajat keasaman menggambarkan

kosentrasi ion hidrogen yang terkandung dalam perairan. Nilai pH air akan

berpengaruh pada reaksi biokimia dalam air. pH mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kehidupan organisme akuatik sehingga seringkali pH suatu perairan

digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kualitas suatu perairan, nilai pH perairan

tawar berkisar antara 5-9 (Saeni 1989). pH air dapat mempengaruhi tersedianya

nutrien serta toksisitas dari unsur-unsur renik. Perairan yang bersifat asam lebih

banyak dibandingkan dengan perairan alkalis. Menurut Islami & Utomo in

13

Widaryanti (2002), pH yang baik untuk pertumbuhan tanaman ada pada kisaran pH

netral, akan menurun pada pH 4 ke bawah dan pH 9 ke atas.

6. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari hasil proses fotosintesa oleh

fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara (Hariyadi et al., 1992).

Menurut Fardiaz (1992) oksigen yang tersedia di dalam air dimanfaatkan oleh

bakteri yang aktif menguraikan/dekomposisi bahan organik secara aerobik dan

akibatnya semakin tinggi kandungan bahan organik di air maka semakin berkurang

kosentrasi oksigen terlarut.

Kadar oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung

pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan air

limbah yang masuk ke badan air (Effendi 2003). Pada perairan tawar, nilai

kejenuhan (saturation) kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0o

C

dan 8 mg/l pada suhu 25o

C (McNeely et al., 1979 in Effendi 2003).

7. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD)

Kebutuhan Oksigen Biokimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan

bakteri untuk menguraikan zat-zat organik yang ada dalam limbah selama waktu

tertentu pada suhu 20o

C (Alerts & Santika 1987). Prinsip penetapan BOD adalah

oksidasi zat organik dengan memanfaatkan oksigen terlarut dalam air oleh bakteri

aerob dalam waktu lima hari pada suhu inkubasi 20o

C tanpa cahaya (Boyd 1988 in

Effendi 2003).

Oksigen yang digunakan mikroorganisme ditentukan dengan mengukur

selisih oksigen terlarut dalam blanko dan contoh yang telah diinkubasi. BOD hanya

menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis. Bahan

organik ini dapat berupa lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, ester, dsb. Kondisi

yang harus dipenuhi dalam penetapan BOD adalah bebas bahan beracun sehingga

tidak mengganggu pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme, pH yang sesuai,

cukup hara yang diperlukan oleh mikroorganisme, suhu standar (20o

C), ada

mikroorganisme dalam jumlah yang cukup (Saeni 1989).

14

8. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

Menurut Effendi (2003) COD atau Kebutuhan Oksigen Kimia merupakan

jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara

kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi

menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD

dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang

dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak.

2.7. Tanaman Air

Tanaman air adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap keberadaan air

secara kontinyu atau toleran terhadap kondisi tanah berair untuk selama periode

waktu hidupnya (Yakup 1991). Dalam beberapa hal, tanaman air dianggap sebagai

pengganggu atau gulma karena dapat menimbulkan kerugian. Keberadaan gulma

yang berlimpah pada suatu waduk atau Situ, dapat menimbulkan dampak negatif

berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal misalnya

mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan

air melalui proses evapotranspirasi (proses hilangnya air melalui permukaan air dan

tumbuhan), mempersulit transportasi perairan, dan menurunkan hasil perikanan

(Dhahiyat 1989).

Tanaman air biasanya disebut tanaman hydrophytic atau hydrophyte,

merupakan tanaman yang telah disesuaikan untuk tinggal di atau pada lingkungan

perairan. Berikut ini adalah karakteristik hydrophytes (www.wikipedia.com):

a. Kutikula tipis. Kutikula berfungsi untuk mengurangi kehilangan air.

Kebanyakan hidrofita tidak membutuhkan kutikula.

b. Stomata selalu membuka setiap saat karena jumlah air yang begitu banyak

dilingkungannya sehingga air tidak harus disimpan pada bagian/tubuh dari

tanaman air. Ini berarti sel pelindung dalam stomata tidak aktif.

c. Peningkatan jumlah stomata yang bisa ditemukan di kedua sisi daun.

d. Struktur tumbuhan yang tidak kaku yang disebabkan oleh tekanan air.

e. Daun yang datar berfungsi untuk mengapung di atas permukaan air.

f. Akar lebih kecil karena air dapat didifusikan secara langsung ke daun.

g. Akar berbulu, tidak dibutuhkan untuk mendukung tanaman air.

15

h. Mempunyai akar khusus yang dapat mengambil oksigen dari dalam kolom

perairan.

Adaptasi dari hidrofita antara lain (www.wikipedia.com) :

a. Tanaman air yang bersifat mengapung mempunyai rongga udara yang ada

diakar atau rongga udara yang lebih besar. Rongga udara itu biasanya

disebut dengan Aerenchyma yang berfungsi untuk membantu hidrofita

mengapung dan melakukan pertukaran gas serta mendapatkan cahaya

matahari. Dalam komunits kolam, tanaman air mengapung menerima sinar

matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman air yang bersifat

tenggelam/sub-merged. Akan tetapi tanaman air mengapung juga harus

berkompetisi dengan tanaman yang sejenisnya dalam hal mendapatkan

cahaya matahari.

b. Tanaman air yang bersifat tenggelam sub-merged plant mempunyai

ruang/rongga udara dan jaringan untuk menjaga keseimbangan daun yang

akan selalu berada diatas permukaan kolom, untuk memaksimalkan jumlah

cahaya matahari yang diterima. Daunnya akan menerima kadar cahaya

matahari yang lebih rendah karena semakin dalam suatu perairan maka

tingkat penetrasi cahaya matahari juga akan semakin berkurang.

2.8. Cara tumbuh Tanaman air

Odum (1971) membagi cara hidup produsen (tanaman air) di zona litoral

menjadi 3 (tiga) zona:

a. Zona vegetasi tersembul, emerged plants, yaitu seluruh bagian tumbuhan

terapung dan daunnya muncul di permukaan. Contohnya Typha sp.

b. Zona vegetasi dengan akar menempel di dasar dan daunnya mengapung

(floating plants). Contohnya teratai (Nymphaea).

c. Zona vegetasi terendam, tumbuhan berakar yang seluruh atau sebagian besar

bagian tubuhnya terendam di dalam air (submerged plants). Contohnya

Ceratophylum, Hydrilla.

Untuk lebih jelasnya akan telihat pada Gambar 5 (www.epa.gov).

16

Gambar 5. Berbagai macam habitat tanaman air.

2.9. Pertumbuhan dan Reproduksi Tanaman air

Pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses pertambahan jumlah dan

ukuran daun atau batang melalui fotosintesa. Fotosintesa adalah proses penyerapan

energi matahari oleh zat hijau daun dan digunakan secara bersama-sama dengan air

dan CO2 untuk pembentukkan gula sederhana dan oksigen. Gula tersebut kemudian

digunakan untuk proses pertumbuhan, pembentukkan selulosa dan hemiselulosa,

sedangkan sebagian lainnya disimpan sebagai cadangan energi bagi tumbuhan itu

sendiri (Rayburn 1993 in Naibaho 2004). Tanaman air mempunyai sifat

pertumbuhan dan regenerasi yang cepat. Berkembang biak dengan vegetatif.

Potongan-potongan vegetatif yang terbawa air akan terus berkembang, serta dapat

juga berkembang biak secara generatif yaitu perkawinan bunga jantan dan betina

(Dhahiyat 1989). Keberadaan makrofita di perairan terutama yang memiliki

produktivitas tinggi dapat memberikan permasalahan yang tidak diinginkan.

Pertumbuhan tanaman air yang lajunya pesat akan menjadi gulma dan

akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap ekosistem tersebut. Jika kecepatan

laju pertumbuhan tanaman air tersebut telah menutupi luas permukaan area

ekosistem tergenang lebih dari 25 %, maka tanaman air ini dapat dikategorikan

sebagai tanaman pengganggu (gulma air). Hal ini perlu segera ditanggulangi karena

berbagai kepentingan bertumpu pada keberadaan perairan tersebut (Helfrich 2000 in

Naibaho 2004).

17

2.10. Jenis-jenis Tanaman air

Soerjani et al., (1984) in Dhahiyat (1989) menyatakan bahwa terdapat 9

jenis tanaman air terpenting di Indonesia dan juga di Asia Tenggara, yaitu Eichornia

crassipes/eceng gondok, Salvinia molesta/kiambang, Scirpus grossus/bundung,

Najas indica/lumut siarang, Ceratophylum demersum, Nelumbo nucifera/ Seroja,

Panicum repens/lampuyangan, Potamogeton malaianus dan Mimosa pigra/kayu

duri. Uraian di bawah ini hanya akan membahas sifat botani dan ekologi Seroja,

karena hanya jenis ini yang dijumpai lokasi penelitian.

2.11. Botani dan Ekologi Seroja (Nelumbo nucifera)

Berdasarkan siklus hidupnya Seroja merupakan tanaman air yang bersifat

emerged plant yaitu mencuat ke permukaan, akarnya berada pada bagian dasar,

batang menopang daun dan bunga untuk sampai ke bagian permukaan perairan.

Tanaman Seroja tumbuh di bagian zona litoral danau. Zona litoral merupakan daerah

yang berada di tepi danau memiliki produktivitas yang tinggi karena daerah ini

mempunyai kedalaman yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai ke dasar

(Naibaho 2004).

Seroja merupakan salah satu organisme yang bersifat autotrof sehingga

memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan tergenang. Fungsi Seroja

terhadap perairan tergenang (seperti Situ) yaitu menyumbangkan nilai produktivitas

perairan dan tempat tinggalnya organisme-organisme akuatik di perairan Situ untuk

berpijah dan mencari makan, selain itu fungsi Seroja lainnya adalah sebagai bahan

detritus. Ketika daun Seroja terurai maka daun Seroja akan menjadi serasah yang

akan dimanfaatkan oleh detritivor sebagai bahan makanan (Widaryanti 2001).

2.11.1. Klasifikasi Seroja

Nelumbo nucifera ( di Indonesia dikenal dengan nama Seroja) merupakan

suatu jenis tanaman air tahunan yang indah. Seroja tumbuh liar di perairan danau,

rawa, atau dapat ditanam sebagai tanaman hias di kolam (lihat Gambar 6). Menurut

Pancho & Soerjani (1978), klasifikasi tumbuhan Seroja yaitu:

18

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Proteales

Famili : Nelumbonaceae

Genus : Nelumbo

Spesies : Nelumbo nucifera

Gambar 6. Seroja. www.id.wikipedia.org.(2/12/2009).

Seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn.) adalah spesies tanaman air

tahunan dari genus Nelumbo yang berasal dari India. Di Indonesia tanaman ini

sering kali disebut teratai (Nymphaea) walaupun sebenarnya keduanya tidak

berkerabat. Seroja memiliki tangkai bunga tegak dan bunganya tidak mengapung di

permukaan air, sebagaimana pada teratai. Seroja pernah dikenal dengan nama

binomial Nelumbium speciosum (Willd.) atau Nymphaea nelumbo. Tangkai

berbentuk tabung yang kosong di tengahnya untuk jalan lewat udara. Daun terdapat

di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rimpang yang berada di

dalam lumpur pada dasar kolam, sungai, atau rawa. Daun Seroja ada dua macam,

yaitu berbentuk datar, mengapung tepat di permukaan dan yang berbentuk cekungan

tidak dalam, muncul keluar mencuat dari air di atas tangkai yang kaku serta berbintil

tegas jika airnya cukup dangkal. Tangkai daun Seroja memiliki panjang 75 – 150

cm dan bergetah putih susu. Helaian daun berbentuk bulat dan berukuran besar

dengan garis tengah sampai 60 cm. Bagian sisi atas daun dilapisi oleh zat lilin yang

19

berfungsi sebagai pelindung dari kekeringan saat kondisi cuaca yang buruk. Sisi

atas berwarna hijau kebiruan dan sisi bawahnya berwarna ungu. Daun Seroja

didukung oleh tangkai daun yang muncul dari akar rimpangnya. Tiap tangkai daun

menempel pada bagian daun tepat di bagian tengah, dan akan mendukung satu daun

Seroja saja (van Steins 1975 in Naibaho 2004; Sastrapradja & Bimantoro 1981).

Tinggi tanaman sekitar satu meter hingga satu setengah meter. Daun tumbuh

ke atas, tinggi di atas permukaan air. Daun berbentuk bundaran penuh tanpa

potongan, bergelombang di bagian tepi, dengan urat daun berkumpul ke tengah

daun. Bunga dengan diameter sampai 20 cm, berwarna putih bersih, kuning atau

merah jambu, keluar dari tangkai yang kuat menjulang di atas permukaan air.

Bunga mekar di bulan Juli hingga Agustus. Seroja ditanam di genangan atau di

kolam dan dapat menjadi liar di dataran rendah. Seroja dapat tumbuh dengan baik

pada temperatur perairan yang hangat (23,9o – 29,4

o C) dengan substrat yang

berlumpur. Dalam kondisi cahaya matahari yang sedikit, Seroja tidak akan

berbunga dan tangkai daun memanjang secara cepat mencapai beberapa cm per hari

(El-hamdani & Francko 1992 in Naibaho 2004). Menurut La-Ongsri (2008)

menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman Seroja mulai dari benih/biji menjadi

tanaman dewasa membutuhkan waktu sekitar 2 bulan dengan ciri tanaman dewasa

yaitu mempunyai bunga yang sudah mekar.

2.11.2. Manfaat Seroja (Nelumbo nucifera)

Menurut La-Ongsri (2008) menyatakan bahwa ada 20 manfaat dari Seroja.

Pada pemanfaatan ini dibagi dalam 4 kategori (upacara keagamaan, makanan dan

minuman, obat-obatan, dan bermacam-macam lainnya), berikut ini adalah manfaat

dari tanaman Seroja yaitu (lihat Lampiran 6):

a. Ritual keagamaan

Bunga digunakan dalam upacara keagamaan dengan tujuan untuk penyembahan

sang Budha, bunga untuk pemujaan dipilih dengan tunas bunga memiliki panjang

berkisar antara 40—50 cm pada saat musim berbunga, sedangkan daun digunakan

untuk membungkus rambut yang telah di gunting sebelum upacara berlangsung

yakni ketika sang imam membacakan doa-doa untuk sang Budha, tujuan dari

pembungkusan rambut dengan daun Seroja karena daun Seroja merupakan lambang

20

dari kekuatan, kemurnian dan kebaikan, menurut ajaran Budha daun dan bunga

Seroja merupakan simbol dari kemakmuran dan kebaikan.

b. Makanan dan minuman

Akar rizoma dari Seroja biasanya digunakan sebagai sayuran dan biasa disebut

dengan pong bua, akar rizoma biasanya dimasak dengan cara disup sebagai bahan

sayuran untuk percampuran dengan daging dan tulang-tulang babi. Daun biasanya

digunakan sebagai sayuran, biasanya dimakan dengan cara langsung dimakan,

direbus terlebih dahulu atau dicampur dengan kari ikan dan minyak kelapa di dalam

sup. Daun bunga juga biasanya digunakan sebagai sayuran dan dimakan dengan

cara langsung dimakan dengan pasta saus udang dan sambal. Buah digunakan juga

sebagai sayuran sedangkan biji Seroja digunakan sebagai makanan penutup.

c. Obat-obatan

Sehelai daun biasanya digunakan sebagai rokok untuk menyembuhkan sinusitis

dan rhinitis sedangkan ekstrak dari daun digunakan sebagai teh untuk

menyembuhkan sakit tenggorokan. Kadang-kadang ramuan ini juga bisa dipakai

untuk menyembuhkan penyakit diabetes sedangkan benang sari dipakai untuk

penyembuhan alergi.

d. Bermacam-macam lainnya

Bubuk biji biasanya digunakan sebagai media tumbuh dari budidaya jamur.

Berikut ini adalah manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja yang dapat dilihat

pada Tabel 1:

Tabel 1. Manfaat dari bagian-bagian tanaman Seroja (La-Ongsri 2008).

Kategori Bagian yang digunakan Manfaat

Ritual keagamaaan Bunga dan daun Ritual keagamaan

(Upacara) dan melindungi

rumah dari bencana

Makanan Akar rizoma, stolon, buah,

biji, benih, bunga daun dan

daun

Makanan (sebagai sayuran

dan dessert)

21

Tabel 1 (Lanjutan).

Obat-obatan Stolon, benih, biji, benang

sari, daun, batang, Alergi, demam, sinusitis

dan rhinitis

Bermacam-macam lainnya Daun, biji, daun bunga Pembungkus makanan,

pembungkus rokok,

dekorasi, media tumbuh

jamur

Ganesapillai et al., (2007) in Ramesh dan Srikumar (2008) menyatakan

bahwa ekstraksi senyawa alkohol dalam tanaman Seroja terutama bagian daunnya

dapat dijadikan sebagai bahan campuran untuk biodiesel. Hasil penelitiannya

mengemukakan bahwa dari bagian daun Seroja mengandung senyawa Trigliserida.

Hasil ini dipilih untuk produksi biodiesel dan studi optimisasi dimana asam lemak

dari golongan metil dan ester dihasilkan dari proses transesterification. Dari 40 gr

berat trigliserida dari sampel daun Seroja telah ditemukan 24,15 gr (60,37 %)

senyawa asam lemak dari golongan methyl ester. Kadar maksimum dari proses

transesterification ini adalah sebesar 26,34 gr (65,85 %). Proses transesterification

ini membutuhkan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 1

mol gliserol dan mol metil ester. Tanaman air (Seroja) termasuk jenis sumberdaya

alam yang dapat menjanjikan dalam hal produksi biodiesel karena ketersediaannya

di alam sangat melimpah dan mudah dalam hal ekstraksi lemak dan asam lemak.