2. tinjauan pustaka 2.1 ekosistem pantai dan pengelolaannya · untuk mengatasi dampak yang...

29
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka. Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan (Davies, 1972 in Soetikno, 1993). Wilayah Pesisir memiliki sumberdaya alam yang unik, dinamis, dan produktivitas yang tinggi, terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya yang tidak dapat pulih, serta jasa–jasa lingkungan (Bengen, 2002; Bengen, 2004). Beberapa ekosistim utama yang terdapat di wilayah pesisir adalah estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, pantai (berbatu, berpasir, dan berlumpur), dan pulau kecil (Bengen, 2002). Menurut Bengen (2004) wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti transportasi dan kepelabuhanan, industri dan permukiman. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa- jasa lingkungan terancam rusak. Selanjutnya Bengen (2004) menyatakan pengalaman membangun sumberdaya pesisir masa lalu, selain telah menghasilkan berbagai keberhasilan, juga telah menimbulkan berbagai permasalahan ekologis dan sosial-ekonomis yang justru dapat mengancam kesimanbungan pembangunan nasional. Secara ekologis, banyak kawasan pesisir, terutama di Pesisir Timur Sumatera, Pantai

Upload: lediep

Post on 20-Feb-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya

Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat

produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik

dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang

berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air

dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan

dari batuan pembentuk tebing pantainya. Kekuatan dari darat ini sangat beraneka.

Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang,

pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang

mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan

(Davies, 1972 in Soetikno, 1993).

Wilayah Pesisir memiliki sumberdaya alam yang unik, dinamis, dan

produktivitas yang tinggi, terdiri dari sumberdaya yang dapat pulih, sumberdaya

yang tidak dapat pulih, serta jasa–jasa lingkungan (Bengen, 2002; Bengen, 2004).

Beberapa ekosistim utama yang terdapat di wilayah pesisir adalah estuaria, hutan

mangrove, padang lamun, terumbu karang, pantai (berbatu, berpasir, dan

berlumpur), dan pulau kecil (Bengen, 2002).

Menurut Bengen (2004) wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam

yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun

kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki

aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti

transportasi dan kepelabuhanan, industri dan permukiman. Namun demikian,

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya

dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-

jasa lingkungan terancam rusak.

Selanjutnya Bengen (2004) menyatakan pengalaman membangun

sumberdaya pesisir masa lalu, selain telah menghasilkan berbagai keberhasilan,

juga telah menimbulkan berbagai permasalahan ekologis dan sosial-ekonomis

yang justru dapat mengancam kesimanbungan pembangunan nasional. Secara

ekologis, banyak kawasan pesisir, terutama di Pesisir Timur Sumatera, Pantai

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

10

Utara Jawa, Bali dan Makasar, yang telah terancam kapasitas keberlanjutannya

akbibat adanya pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumerdaya

alam, dan konflik penggunaan lahan (ruang) pembangunan. Secara sosial-

ekonomi, sebagian besar penduduk pesisir masih merupakan kelompok sosial

termiskin di tanah air, dan kesenjangan pembangunan antar wilayah masih sangat

besar.

Berbagai permasalahan yang muncul di kawasan pesisir sebagaimana

dikemukakan di atas ternyata banyak diakibatkan oleh faktor eksternal yang

terjadi di luar kawasan pesisir itu sendiri (baik dari daratan maupun lautan),

sehingga berbagai aktivitas yang dilakukan di kedua kawasan tersebut baik

langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak terhadap kawasan

pesisir. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya

bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau adanya abrasi pantai,

sangat diperlukan pengelolaan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan

kawasan, bagi keberlanjutan pembangunan wilayah pesisir (Bengen, 2004).

Secara konseptual pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk

meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan

sumberdaya alam. Dalam skala tertentu setiap pembangunan atau pemanfaatan

sumberdaya alam di wilayah pesisir dan lautan dapat menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan pada ekosistem pesisir dan lautan itu sendiri. Perubahan-

perubahan itu tentunya akan memberikan pengaruh pada mutu lingkungan hidup.

Makin tinggi laju pembangunan di wilayah pesisir dan lautan, makin tinggi pula

tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya. Pemanfaatan dengan tidak

mernpertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan

hidup dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir

(Dahuri et al, 1996).

Kegiatan pembangunan, terutama yang melakukan pembukaan atau

pemanfaatan lahan dan atau mengubah suatu bentuk bentang alam secara fisik di

wilayah pesisir sudah tentu harus diukur dan dilakukan penilaian untuk

menentukan keberlanjutan penggunaan atau pemanfaatan lahan tersebut. Kegiatan

pembangunan di wilayah pesisir yang juga melakukan suatu penataan dan

peletakan infrastruktur yang berfungsi untuk menunjang kegiatan pembangunan

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

11

seperti pengembangan kawasan untuk pemukiman, rekreasi, budidaya, serta

kegiatan lainnya, apabila tidak diperhitungkan dengan baik akan mengakibatkan

terjadinya degradasi kualitas lingkungan yaitu terjadinya erosi tanah, menurunnya

tingkat estetika lingkungan, pencemaran, menurunnya jumlah dan jenis populasi

satwa, serta berbagai bentuk vandalism lainnya. Karena itu, pembangunan atau

pemanfaatan di wilayah pesisir harus betul – betul dilakukan secara efisien,

efektif, optimal, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan daya dukung

lingkungan untuk meminimalisasi kerusakan atau membatasi penggunaan

sumberdaya pesisir

2.2 Pencemaran dan Dampak Terhadap Kualitas Perairan

Menurut Dahuri et al. (1996); Dahuri (1999) untuk keberlanjutan

pemanfaatan, salah satu dimensi yang harus diperhatikan adalah dimensi ekologis,

dengan tiga persyaratan, yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas assimilasi

dan daya dukung lingkungan, dan (3) pemanfaatan sumberdaya secara

berkesinambungan. Keharmonisan spasial menuntut perlunya penyusunan tata

ruang pembangunan wilayah secara tepat dan akurat berdasarkan potensi

sumberdaya yang ada

Dampak pembangunan terhadap lingkungan mempunyai dua arti. Pertama

adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang

diperkirakan akan ada dampak setelah pembangunan, dan kedua perbedaan antara

kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada dampak tampa adanya

pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah adanya

pembangunan. Jadi dampak dapat bersifat negatif dan bisa positif. Hal ini seperti

yang dinyatakan oleh Sorensen et.al.(1999) dalam Ismail (2000), bahwa antar

sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada di wilayah pesisir dan lautan saling

mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu dampak positif dan

negatif Pencemaran air merupakan akibat logis dari pemanfaatannya, sehingga

tidak dapat ditiadakan, namun dapat dikurangi dengan cara-cara pengolahan

tertentu (Suriawiria, 1993). Limbah yang dibuang langsung ke perairan bebas

tanpa dikelola terlebih dahulu dapat menimbulkan pencemaran yang

menyebabkan gangguan serius pada lingkungan, bahkan dapat mematikan hewan,

tumbuhan dan manusia (Dix, 1981).

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

12

Dengan pertumbuhan peduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang

sangat tinggi di wilayah pesisir untuk berbagai peruntukkan (pemukiman,

perikanan, pelabuhan, dan lain sebagainya), maka tekanan ekologis terhadap

ekoistem dan sumberdaya pesisir akan semakin meningkat ( Bengen, 2004).

Meningkatnya tekanan ini sudah tentu akan mengancam keberadaan dan

kelansungan ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir baik secara langsung

(misal kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran

oleh limbah dari berbagai kegiatan pembangunan).

Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah

spesies dalam suatu komunitas, sehingga keragamannya berkurang. Dengan

demikian indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil dari pada

ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah

spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan

semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah

individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas.(Astirin,dkk. 2001)

Pencemaran organik merupakan limbah paling banyak di perairan yang

sumbernya berasal dari pemukiman, pertanian, industri, pengolahan makanan,

pengolahan material alam (tekstil). Kebanyakan limbah organik mengandung

sebagian besar bahan tersuspensi. Pencemaran oleh bahan organik dapat

ditelusuri dari kandungan oksigen terlarut (DO) di air dan sedimen. Persyaratan

batas maksimum yang aman bagi budidaya perikanan adalah COD = 50 ppm

(Poernomo, 1992)

Menurut Sastrawijaya (2000), adanya amonia merupakan indikator

masuknya buangan permukiman. Alerts dan Santika (1987) menyatakan amonia

dalam air permukaan berasal dari air seni, tinja dan oksidasi zat organik secara

mikrobiologis yang berasal dari buangan pemukiman penduduk. Pendapat ini

didukung oleh Kumar De(1997) yang menyatakan bahwa limbah domestik

mengandung amonia. Amonia tersebut berasal dari pembusukan protein

tanaman/hewan dan kotoran.

Pencemaran dapat berdampak pada suplai air minum, ekosistem, ekonomi,

serta kesehatan manusia dan keamanan social (social security). Sekitar 3 – 4 juta

jiwa penduduk dunia meninggal setiap tahun disebabkan oleh waterborne disease,

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

13

termasuk didalamnya lebih dari 2 juta jiwa anak-anak meninggal karena diare.

Negara-negara berkembang sangat rentan terkena dampak negatit dari

pencemaran khususnya perkampungan miskin dan kotor (Andreas, et al., 2001)

2.3 Konsep Kesesuaian Lingkungan Perairan

Dalam proses penentuan pola pemanfaatan ruang, menentukan lokasi yang

secara biogeofisik sesuai adalah faktor penting yang dapat menjamin

kelangsungan kegiatan pada lokasi yang ditentukan. Penempatan kegiatan

pembangunan di lokasi yang sesuai, tidak saja mencegah kerusakan lingkungan

tetapi juga menjamin keberhasilan ekonomi kegiatan tersebut.

Tahap pertama proses perencanaan pola pemanfaatan ruang adalah

penentuan kelayakan biogeofisik dari wilayah pesisir dan laut. Pendugaan

kelayakan biogeofisik dilakukan dengan cara mendefinisikan persyaratan

biogeofisik setiap kegiatan, kemudian dipetakan (dibandingkan dengan

karakteristik biogeofisik wilayah pesisir itu sendiri). Dengan cara ini kemudian

ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit (lokasi) peruntukan di wilayah

pesisir dan laut. Penentuan kelayakan biogeofisik ini dapat dilakukan dengan

menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) seperti Arc View

(Kapetsy et al, 1987). Informasi dasar biasanya dalam bentuk peta tematik, yang

diperlukan untuk menyusun kelayakan biogeofisik ini tidak saja meliputi

karakteristik daratan dan hidrometeorologi seperti kelerengan, tutupan lahan,

peruntukan lahan, dan lain-lain tetapi juga oseanografi dan biologi perairan pesisir

dan laut seperti pasang surut, arus, kedalaman, ekosistem mangrove, lamun,

terumbu karang dan lain-lain.

Berdasarkan fungsinya, ruang dapat dikelompokkan menjadi kawasan

Iindung dan budidaya yang masing-masing memiliki persyaratan biogeofisik.

Kawasan Iindung merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang

tinggi, yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan manusia kecuali penelitian

ilmiah atau seremoni keagamaan/budaya oleh masyarakat lokal dan harus dapat

diterima dan didukung oleh masyarakat lokal. Sedangkan kawasan budidaya dapat

dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan sesuai dengan kemampuan lahannya

(Dacles et al., 2000).

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

14

Parameter yang digunakan untuk menilai kesesuaian pemanfaatan wisata

bahari kategori rekreasi pantai, meliputi (Hutabarat dkk. 2009):

1. Kondisi geologi pantai menyangkut tipe (substrat pasir), lebih lebar,

kemiringan pantai (idealnya <25o

2. Kondisi fisik menyangkut kedalaman perairan, kecepatan arus dan gelombang,

kecerahan perairan dan ketersediaan air tawar (maksimum 2 km) (Wong

1991).

) dan material dasar perairan pantai (idealnya

berpasir) (Wong 1991).

3. Kondisi biota menyangkut tutupan lahan pantai oleh tumbuhan dan keberadaan

biota berbahaya (menyangkut kenyamanan dan keselamatan wisatawan).

Kualitas perairan untuk budidaya laut dan pariwisata di analisis dengan

berpedoman pada baku mutu air laut yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan

Hidup melalui SK Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004 tentang baku

mutu air laut, seperti yang tertera pada Tabel 1 :

Tabel 1 Baku mutu untuk kegiatan budidaya dan wisata bahari

No Parameter Satuan Baku Mutu Air Laut Wisata Bahari Budidaya Laut

1 DO mg/l >5 >5 2 pH - 7-8,5 7-8,5 a) 3 Salinitas %o Alami Alami 1b) 4

1b) Nitrat mg/l 0,008 0.008

5 Fosfat mg/l 0.015 0.015 6 BOD mg/l 5 10 20 7 TSS mg/l 20 coral:20

mangrove:80 e)

lamun:20 e)

8 e)

Suhu ºC Alami Alami 1c) 9

1c) Kecerahan m >6 coral:20

mangrove:- d)

lamun:>3 d) Sumber: : Lampiran II dan III SK Menteri Lingkungan Hidup No 51 tahun

2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Keterangan: 1. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, berva riasi setiap saat (siang, malamdan musim) a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0 .2 satuan pH b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata -rata

musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2 oC dari suhu alami

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

15

d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic (lapisan paling atas dari tubuh air yang menerima cukup cahaya untuk fotosintesis)

e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman

Tabel Baku mutu ini akan dijadikan sebagai acuan penyusunan matriks

kesesuaian, antara lain untuk matriks kesesuaian budidaya laut terdiri pH 6-9, DO

>5 mg/lt, salinitas 30-35 ppm, fosfat 0-0.5 mg/lt, nitrat 0-0.5 mg/lt, suhu

permukaan laut 26-30 °C, kecepatan arus <=0.5 m/dt, dan kecerahan >5 m .

Sementara itu untuk wisata bahari dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian

yaitu kesesuaian pariwisata pantai dan pariwisata bahari, untuk kesesuaian

pariwisata pantai meliputi jarak dari sumber air tawar <=0.5 km, DO >5 mg/l,

kecerahan >5 m, kecepatan arus <=0.3 m/det, dan material dasar perairan berpasir,

sedangkan untuk kesesuaian pariwisata bahari meliputi jarak dari sumber air tawar

<=0.5 km, DO >5 mg/lt, dan kecerahan >5 m kecepatan arus <=0.5 m/det, tutupan

komunitas karang >75% (Bakosurtanal,1996; Dahyar, 1999; Arifin, 2001;

Soselisa, 2006).

2.4 Konsep Daya Dukung Lingkungan Perairan

Sejak pertama kali dikembangkan dan diperkenalkan, Odum (1971)

menyatakan bahwa daya dukung merupakan pembatasan penggunaan dari suatu

areal yang mempunyai beberapa faktor alam dan lingkungan. Handee et.al (1978),

dalam tulisannya di Wilderness Management, menyatakan bahwa daya dukung

merupakan suatu ukuran batas maksimal penggunaan suatu area berdasarkan

kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami seperti

ketersediaan makanan, ruang untuk tempat hidup dan tempat berlindung atau air.

Knudson (1980) menyatakan bahwa daya dukung merupakan penggunaan secara

lestari dan produktif dari suatu sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable

resources)

Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan

pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran

kemampuannya. Konsep daya dukung ini dikembangkan terutama untuk

mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan

sehingga kelestarian, keberadaan, dan fungsinya dapat tetap terwujud dan pada

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

16

saat yang bersamaan, masyarakat atau pengguna sumberdaya tersebut akan tetap

berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan (Intergenerational

Welfare). Konsep dan penghitungan terhadap daya dukung sumberdaya alam dan

lingkungan juga awalnya digunakan untuk mempelajari pertumbuhan populasi

dalam suatu unit ekologis (ekosistem). Sebagai contoh dari beberapa penilaian

yang umum dilakukan terhadap penghitungan daya dukung ini adalah : (1)

penghitungan terhadap ecological capacity atau daya dukung ekologis yaitu

jumlah individu yang yang dapat didukung oleh sutau habitat dan; (2)

penghitungan terhadap grazing capacity yaitu jumlah individu (biota) dalam

keadaan sehat dan kuat yang dapat didukung oleh ketersediaan pakannya dalam

suatu areal tertentu.

Daya dukung suatu wilayah tidak bersifat statis (a fixed amount), tetapi

bervariasi sesuai dengan kondisi biogeofisik (ekologis) wilayah termaksud dan

juga kebutuhan manusia akan sumberdaya alam dan jasa – jasa lingkungan dari

wilayah tersebut. Misalnya, daya dukung suatu wilayah dapat menurun akibat

kegiatan manusia maupun gaya-gaya alamiah (natural forces), seperti bencana

alam atau dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan melalui pengelolaan atau

penerapan teknologi. Contoh lain adalah produktivitas tambak udang yang hanya

mengandalkan alam tanpa teknologi (tradisional) adalah sekitar 200 kg/ha/tahun,

akan tetapi dengan penerapan teknologi pengelolaan tanah dan air, manajemen

pemberian pakan produktivitas dapat meningkat 6 ton/ha/thn.

Konsep daya dukung yang paling mendasar adalah menjelaskan hubungan

antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumber daya dimana populasi

tersebut berada. Hal tersebut diasumsikan bahwa terdapat suatu ukuran populasi

yang optimal yang dapat didukung oleh sumberdaya tersebut. Penggunaan konsep

daya dukung lingkungan tergantung pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

kondisi populasi atau sumber daya. Walau kadang-kadang tidak dinyatakan secara

ekspilisit, proses penentuan suatu daya dukung lingkungan untuk berbagai

aktivitas memerlukan suatu nilai justifikasi mengenai apa yang akan

dioptimumkan.

Konsep daya dukung ini sudah dikemukakan oleh banyak ilmuwan sejak

tahun 1940, dimana secara keseluruhan mempunyai kerangka acuan yang tidak

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

17

terlalu banyak mengalami perubahan. Hal yang terpenting dari definisi konseptual

daya dukung yang diajukan adalah pemeliharaan dan pengendalian integritas dari

suatu sumberdaya yang memberikan tingkat kesejahteraan tertinggi dan

berkualitas bagi masyarakat atau pengguna sumberdaya tersebut.

Konsep ini pada tahapan dan perkembangan selanjutnya juga digunakan

untuk pengelolaan/ pengembangan wilayah pesisir dan laut (ekowisata, budidaya

(tambak dan laut), pulau – pulau kecil) serta pengembangan kegiatan lainnya di

wilayah pesisir dan laut. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk mempertahankan

atau melestarikan potensi alami dari kawasan tersebut pada batas – batas

penggunaan yang diperkenankan atau yang dimungkinkan.

Batasan daya dukung untuk populasi manusia dinyatakan oleh

Soerianegara (1977), yaitu merupakan jumlah individu yang dapat didukung oleh

satuan luas sumberdaya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera. Daya dukung

mempunyai dua komponen utama yang harus diperhatikan (Soerianegara, 1977),

yaitu :

1. Besarnya atau jumlah populasi mahluk hidup yang akan menggunakan

sumberdaya tersebut pada tingkat kesejahteraan yang baik

2. Ukuran atau luas sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat

memberikan kesejahteraan kepada populasi manusia pada tingkat yang

lestari.

Selanjutnya Turner (1988) menyebutkan bahwa daya dukung merupakan

populasi organisme akuatik yang ditunjang oleh suatu kawasan/areal atau volume

perairan yang ditentukan tanpa mengalami penurunan mutu (destorasi).

Sementara, Kechington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya dukung sebagai

kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan air selama

jangka waktu yang panjang. Definisi lain menyebutkan bahwa daya dukung

adalah batasan untuk banyaknya orgnanisme hidup dalam jumlah atau massa yang

dapat didukung oleh suatu habitat. Jadi daya dukung merupakan ultimate

constrain yang diperhadapkan pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan

seperti ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijah, atau penyakit, siklus

predator, temperatur, cahaya matahari, atau salinitas. Sistem daya dukung

lingkungan dapat berkurang akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

18

yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi (Clark,

1974).

Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi

dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke

dalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP, 1993). Piper et al (1982 in

Meade, 1989) mendefinisikan daya dukung sebagai suatu sistem yang dapat

mendukung beban hewan yang dinyatakan sebagai pound ikan per kubik air

(lb/ft3

Haskel (1995 in Meade, 1989) membuat dua asumsi yang menyangkut

daya dukung sebagai berikut :

).

1. Daya dukung yang dibatasi oleh laju konsumsi oksigen dan akumulasi

metabolit

2. Laju konsumsi oksigen dan akumulasi tersebut sebanding dengan jumlah

pakan yang dimakan per hari

Daya tampung kawasan pesisir adalah kemampuan badan air atau perairan

di kawasan tersebut dalam menerima limbah organik termasuk didalamnya adalah

kemampuan untuk mendaur ulang atau mengasimilasi limbah tersebut sehingga

tidak mencemari lingkungan perairan yang berakibat terganggunya keseimbangan

ekologisnya (Krom, 1996). Sedangkan daya dukung suatu lahan perairan untuk

budidaya udang adalah biomassa udang yang dapat hidup di dalamnya secara

berkesinambungan untuk ukuran dan situasi tertentu, dan bila keadaan lahannya

berubah, daya dukungnya juga akan berubah.

Faktor penentu daya dukung lingkungan perairan adalah volume perairan,

kualitas perairan, dinamika perairan, dan beban pencemar yang ada /limbah dari

hulu. Daya dukung perairan pesisir untuk menerima limbah dipengaruhi oleh

beberapa faktor (Rompas, 1998) antara lain : (1) kualitas air perairan pesisir;

(2)dinamika perairan; (3) tingkat kesuburan perairan (oligotrofik, mesotrofik, atau

eutrofik); (4) beban limbah; (5) jenis dan jumlah mikroba; (6) aktivitas manusia di

pesisir. Karena itu, pengukuran kualitas air perairan pesisir penerima limbah atau

tingkat pencemarannya sangat penting untuk memperkirakan level pengenceran

dan kemampuan asimilasinya, apakah sudah berada pada level rendah (tingkat

pencemaran tinggi) atau masih pada level tinggi (tingkat pencemaran rendah).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

19

Penentuan besarnya nilai daya dukung juga dapat dilakukan dengan

membangun suatu model hubungan kuantitatif antara faktor pembatas dan peubah

pertumbuhan, dimana nilai maksimum dan minimum pada suatu tingkat

pertumbuhan akan ditentukan pada faktor pembatas tertentu (Ortolano, 1994).

Menurut Hendee et al. (1978), bahwa penilaian kemampuan suatu kawasan

berdasarkan pendekatan daya dukung cenderung merupakan suatu probabilistic

concept atau teori kemungkinan jadi bukan merupakan suatu yang bersifat

absolut/ mutlak karena hasil perhitungan yang diperoleh merupakan nilai optimasi

atau perpaduan dari kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut denga

tingkat pengelolaan yang tersedia atau yang mungkin dapat dilakukan.

Selanjutnya dikatakan oleh Hendee et al (1978) bahwa penggunaan IPTEK yang

tidak bijaksana dan tidak terencana dengan baik dalam upaya untuk mengatasi

kerusakan sumberdaya justru akan menghancurkan lingkungan.

Proses penentuan daya dukung lingkungan untuk suatu aktivitas

ditentukan umumnya dengan dua cara, yaitu : (1) suatu gambaran hubungan

antara tingkat kegiatan yang dilakukan pada suatu kawasan dan pengaruhnya

terhadap parameter-parameter lingkungan, dan (2) suatu penilaian kritis terhadap

dampak-dampak lingkungan yang diinginkan dalam rejim manajemen tertentu.

Daya dukung ekologis adalah maksimum (jumlah maupun volume) dalam

penggunaan suatu ekosistem atau kawasan baik berupa jumlah maupun kegiatan

yang diakomodasikan didalamnya sebelum terjadi suatu penurunan kualitas

ekologis kawasan tersebut (Supriharyono, 2002). Scones dalam Prasetyawati

(2001) mengatakan juga bahwa daya dukung ekologis (ecological carrying

capacity) adalah jumlah maksimum hewan – hewan pada suatu lahan (tambak)

yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan

maupun terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irreversible). Hal ini

ditentukan oleh faktor – faktor lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, CO, dan

kandungan oksigen. Menurut Piagram (1983) bahwa daya dukung ekologis

dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau ekosistem,

baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan didalamnya, sebelum

terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut,

termasuk lingkungan alami yang dimilikinya. Kawasan yang menjadi perhatian

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

20

utama adalah berbagai kawasan yang rapuh (fragile) dan yang tidak dapat pulih

(unrenewable) seperti berbagai ekosistem lahan basah (wetlands) antara lain rawa

payau, danau, laut, pesisir, dan sungai. Ekosistem yang digunakan sebagai dasar

dari penilaian daya dukung dinyatakan sebagai suatu sistem (tatanan) kesatuan

yang utuh antara semua unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

Odum (1971) menyatakan bahwa ekosistem adalah suatu sistem dalam

alam yang mengandung makhluk hidup (unsur biotik) dan lingkungannya yang

terdiri dari zat – zat yang tidak hidup (unsur abiotik) dan saling mempengaruhi

dan diantara keduanya terjadi pertukaran zat atau energi yang dperlukan dalam

dan untuk mempertahankan kehidupannya. Kondisi ekosistem ini harus

dipertahakan walaupun secara alamiah kondisi ini tidak statik, karena setiap biota

yang ada dan hidup didalamnya akan menjadi tua dan mati dan selanjutnya akan

digantikan oleh biota lainnya yang sejenis. Namun apabila ada gangguan yang

melampaui batas pemulihan dari ekosistem ini, maka proses pemulihannya akan

memakan waktu yang sangat panjang.

Daya dukung fisik. Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal

merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat

diakomodasikan dalam kawasan atau areal tersebut tanpa menyebabkan kerusakan

atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik (Piagram, 1983). Kawasan

yang telah melampaui kondisi daya dukungnya secara fisik, antara lain dapat

dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan, konflik sosial yang

terjadi pada masyarakat karena terbatasnya ruang. Daya dukung fisik pada

hakekatnya juga merupakan suatu bentuk ukuran kapasitas rancangan dan juga

model rancangan untuk berbagai infrastruktur yang diakomodasikan pada suatu

kawasan. Sebagai contoh misalnya model konservasi yang akan dilakukan pada

kawasan yang mengalami erosi yang berlebihan. Tingkat atau jumlah erosi tanah

yang terjadi pada kawasan ini merupakan gambaran telah terlampauinya batas

daya dukung kawasan tersebut secara fisik. Penggunaan umum dari daya dukung

fisik ini adalah penghitungan terhadap jumlah populasi penduduk disuatu kawasan

berdasarkan ukuran dan kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Contoh

penghitungan lain yang umum untuk daya dukung fisik ini adalah ketersediaan air

bersih pada pulau – pulau kecil untuk mendukung pengembangannya sebagai

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

21

areal atau kawasan wisata yang reaktif, ketersediaan air irigasi untuk persawahan

produktif, jumlah sarana transpor dalam suatu kawasan serta daya dukung tanah

yang dinyatakan berdasarkan ukuran kemampuan dan kesesuaiannya.

2.5 Sistem dan Pemodelan

Fauzi (2005) menyatakan bahwa model adalah representasi dari suatu

realitas dari seorang pemodel, dengan kata lain, model adalah jembatan antara

dunia nyata (real world) dengan dunia berpikir (thinking) untuk memecah suatu

masalah. Proses penjabaran atau merepresentasikan ini disebut modelling atau

pemodelan yang tidak lain merupakan proses berpikir melalui sekuen yang logis.

Selanjutnya dikatakan bahwa proses interpretasi dunia nyata tersebut ke dalam

dunia model, berbagai proses transformasi atau model dapat dilakukan. Ada

model yang lebih mengembangkan interpretasi verbal (bahasa), ada yang

diterjemahkan ke dalam bahasa simbolik seperti bahasa matematika sehingga

menghasilkan model kuantitatif. Untuk menjembatani dunia nyata yang dalam

presepsi manusia bersifat kualitatif menjadi model yang bersifat kuantitatif

diperlukan proses transformasi berupa alat pengukuran dan proses pengembilan

keputusan

Sistem dinamik merupakan sebuah pendekatan yang menyeluruh dan

terpadu, yang mampu menyederhanakan masalah yang rumit tanpa kehilangan

esensi atau unsur utama dari obyek yang menjadi perhatian (Muhamadi, 2001).

Metodologi sistem dinamik dibangun atas dasar tiga latar belakang disiplin yaitu

manajemen tradisional, teori umpan balik atau cybernetic, dan simulasi komputer.

Prinsip dan konsep dari ketiga disiplin ini dipadukan dalam sebuah metodologi

untuk memecahkan permasalahan manajerial secara holistik, menghilangkan

kelemahan dari masing – masing disiplin, dan menggunakan kekuatan setiap

disiplin untuk membentuk sinergi.

Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian

persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya

sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari

sistem yang dianggap efektif (Eriyatno,1999). Dalam pendekatan sistem

umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada

dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2)

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

22

dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian

dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1)

kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti

faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa

depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi

kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).

Menurut Kholil (2005), pengembangan model dinamik secara garis besar

terdiri dari 4 tahap, yaitu :

1) Tahap seleksi konsep dan variabel

Pada tahap ini dilakukan pemilihan konsep dan variabel yang memiliki

relevansi cukup nyata terhadap model yang akan dikembangkan. Dengan

kerangka berfikir sistem (system thinking) dilakukan pemetaan pengetahuan

(cognitive map), yang bertujuan untuk mengembangkan model abstrak dari

keadaan yang sebenarnya. Kemudian dilanjutkan dengan penelaahan secara

teliti dan mendalam terhadap asumsi – asumsi, serta konsistensinya terhadap

variable dan parameter berdasarkan hasil diskusi dengan pakar. Variabel yang

dinyatakan tidak konsisten dan kurang relevan dibuang.

2) Konstruksi model (tahap pengembangan model)

Model abstrak yang telah dikembangkan, direpresentasikan (dibuat) kedalam

model dinamiknya dengan bantuan soft ware tool Powersim versi 2.5 berbasis

sistem operasi Windows. Model yang telah dibuat kemudian dilakukan validasi

dan verifikasi model simulasi.

3) Tahap analisis sensivitas

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai

pengaruh nyata terhadap model, sehingga perubahan variabel tersebut akan

mempengaruhi model secara keseluruhan. Variabel – variabel yang kurang

(tidak) berpengaruh dalam model dihilangkan, dan sebaliknya perhatian dapat

difokuskan pada variabel kunci.

4) Analisis kebijakan,

kegiatan ini dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus terhadap model

melalui intervensi struktural atau fungsional, tujuannya untuk mendapatkan

alternatif kebijakan terbaik berdasarkan simulasi model

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

23

Menurut DePinto, et al.(2004) yang melakukan pemodelan terhadap total

maksimum load dari limbah dimana ditemukan bahwa model yang baik

mempunyai beberapa syarat diantaranya : definisi masalah dan pembangunan

model konseptual, sintesa data, pilihan model dan pembenaran, penjabaran

teoritis, konfigurasi spesifik, okasi dan dugaan kunci, kalibrasi dan strategi

konfirmasi dan hasil

Kerangka berfikit epistimologi dalam ICZM saling sinergis dengan

karakteristik wilayah pesisir yang merupakan suatu sistem dinamis dan saling

terkait antara sistem manusia / komunitas dengan sistem alam sehingga kedua

sistem inilah yang bergerak dinamik dalam kesamaan besaran (magnitude),

sehingga diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan

pesisir secara terpadu. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social-

Ecological System disingkat SES. (Adrianto and Aziz, 2006). Social-Ecological

System (SES) didefinisikan sebagai : "a ... system of biological unit / ecosystem

unit linked with and affected by one or more social systems" (Anderies, et.al, 2004

dalam Andrianto, 2006). Salah satu contohnya adalah konsep Coastal Livelihood

System Analysis (CLSA) yang dikembangkan dalam kerangka pengelolaan

sumberdaya pesisir dan lautan, di mana aspek sistem alam (ekologi/ekosistem)

dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan

2.6 Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

Karakteristik lingkungan, modeling, dan proses pengambilan keputusan

melalui evaluasi berdasarkan survey lapangan dengan sistem informasi geografis

terdapat tiga tahapan antara lain (Carver et al., 1996) : (1) Pra-lapangan, koleksi

data/prosessing terhadap sumber-sumber data primer dan sekunder ; (2) lapangan,

koleksi data di lapangan, verifikasi, update dan modeling ; (3) pengembangan

sistem pengambilan keputusan secara spasial (SDSS; Spatial Decision Support

System), merupakan penggunaan data base dan model yang dikembangkan untuk

strategi pengembilan keputusan

Sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu sistem komputer yang

mempunyai kemampuan pemasukan, pengambilan, analisis data dan tampilan data

geografis yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini

terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan manusia

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

24

(personal) yang dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan,

memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua jenis

informasi yang berorientasi geografis (ESRI, 1995). Yang paling utama adalah

kemampuan SIG menyajikan data spasial yang dilengkapi dengan informasi sebab

SIG dapat menangkap data spasial baik dari peta ataupun data atribut yang

memiliki informasi geografis. SIG juga mampu menerima peta dari berbagai skala

dan proyeksi dan mentransformasi menjadi skala yang standar sehingga hasilnya

yang diperoleh juga menjadi standar. Aplikasi SIG sudah banyak digunakan

untuk pengelolaan penggunaan lahan di bidang perikanan, pertanian, kehutanan

serta pembangunan pemukiman penduduk dan fasilitasnya. Hanya dalam

beberapa tahun penggunaan SIG telah tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan,

perairan dan sosial ekonomi. SIG juga telah digunakan di bidang militer,

pemodelan perubahan iklim global dan geologi bahkan pada bidang politik.

Inderaja disefenisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang objek atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

alat tampa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.

Dalam indera sistem satelit, informasi keadaan permukaan bumi direkam oleh

sensor yang dapat menangkap sinyal gelombang elektromagnetik yang

dipantulkan oleh penampakan atau gejala yang terdapat dipermukaan bumi.

Sensor yang dipasang pada satelit harus peka terhadap beberapa panjang

gelombang elektromagnetik. Sinyal dapat memberikan data dan informasi tentang

keadaan permukaan bumi. Sinyal tersebut ditangkap dan kemudian dikirim ke

stasiun bumi atau direkam terlebih dahalu bila satsiun yang ada tidak dapat

dijangkau (lillesand & Kiefer, 1990).

Menurut Hartanto (1995) paling tidak terdapat beberapa fungsi inderaja

dalam perencanaan tata ruang di wilayah pesisir dan lautan ; pertama memberikan

informasi perubahan keruangan (spatial) dari waktu ke waktu. Kedua,

menggambarkan ruang saat ini untuk berbagai kegiatan. Mendapatkan data awal

yang akan ditransformasikan kedalam perangkat lain seperti GIS (Sistem

informasi geografis) untuk analisis perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan

lautan lebih lanjut. Keempat memberikan data luasan setiap penggunaan ruang

dengan menggunakan software tertentu (IDRISI, ERDAS, ErMapper), sehingga

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

25

akan memberikan gambaran yang lebih jelas dalam peruntukan ruang sesuai

dengan daya dukung ruang pada wilayah pesisir dan lautan. Dan kelima,

memudahkan perencanaan dalam melakukan pemetaan (manual maupun digital),

sehingga akan menghasilkan peta yang lebih akurat dalam perencanaan tata ruang

di wilayah pesisir dan lautan.

Beberapa cara untuk mengintegrasikan indraja dengan SIG dikemukakan

oleh Campbell (1997) adalah :

1. Foto udara dan hasil photography dari citra satelit (setelah diolah dan

diklasifikasikan) dintepretasikan secara manual dan dijadikan peta tematik seperti

: penutupan lahan, dapat didigitasi kedalam SIG

2. Data digital INDERAJA dianalisis dan diklasifikasikan secara digital, output

dari proses tersebut berupa peta konvensional kemudian didigitasi ke dalam SIG

3. Data digital dianalisis dan diklasifikasikan dengan menggunakan metode

digital otomatis dan hasilnya langsung dapat ditransfer ke dalam SIG.

4. Data mentah hasil INDERAJA dimasukkan langsung ke dalam SIG apabila

terdapat perangkat lunak yang dapat menganalisis data citra dan SIG sekaligus

Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan

lahan dibidang pertanian, kehutanan, serta pembangunan pemukiman penduduk

dan fasilitasnya (transportasi). Hanya dalam beberapa tahun penggunaan SIG

telah tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan, perairan, dan sosial ekonomi.

SIG juga telah digunakan dibidang militer, pemodelan perubahan iklim global dan

geologi, terutama dengan menggunakan SIG tiga dimensi

Cara yang terbaik untuk integrasi INDERAJA dan SIG adalah proses

digital dan transfer data diantara kedua sistem tersebut. Penelitian yang

menggunakan data inderaja yang dioleh secara digital, otomatis, intepretasi dan

analisis data citra belum dapat diterima seutuhnya pada tingkatan ketelitian yang

diperlukan SIG. Banyak penelitian masih difokuskan pada aspek pemerosesan

digital seperti minimalisasi distorsi dan kesalahan selama transformasi data,

teknik otomatisasi yang lebih baik untuk mengintepretasi dan meningkatkan

ketelitian pada proses klasifikasi (David and Simon ; Davis et al., 1991)

Page 18: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

26

Tabel 2 Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir khususnya dibidang perikanan

APLIKASI KETERANGAN

1. Pengelolaan Lahan

Pembuatan beberapa profil DAS di areal kehutanan, lahan budidaya, daerah permukiman, perubahan garis pantai, tanah payau, tanah pasir dengan kemiringan 3-6% dan parameter lain dengan memperkirakan sumber air.

2. Pengelolaan habitat air tawar

Studi kasus dalam analisis dampak pencemaran. Membangun basis data untuk habitat potensial, data atribut dari kondisi habitat dan aliran arus, DAS, lokasi pembuangan bahan pencemar. Menggambarkan dampak di bagian hilir sungai terhadap potensi kehilangan produksi ikan. Analis habitat yang terpengaruh oleh bahan pencemar, dan konversi areal habitat untuk pemiliharaan ikan

3. Pengelolaan habitat laut

Membangun basis data untuk beberapa data atribut. Membangun kriteria untuk model kesesuaian habitat dengan menggambarkan hubungan antara variabel spasial. Overlay peta untuk memproduksi data yang dihasilkan.

4. Potensi Pengembangan budidaya

Dalam penentuan lokasi untuk sesuai dengan budidaya udang diperlukan beberapa data, antara lain ; salinitas, jenis tanah, pola curah hujan, penggunaan lahan (mangrove dan non-mangrove). Data yang digunakan merupakan parameter-parameter lingkungan dan infrakstruktur yang tersedia, penggunaan lahan, jenis tanah, hidrologi, geomorfologi pantai dan karakteritik meteorologi. Sedangkan untuk lokasi yang sesuai untuk pembenihan udangdan ikan data yang diperlukan adalah sebagai berikut : kualitas air, pola penggunaan lahan, jarak dari sumber air, geomorfologi dan jarak dari tambak

5. Studi Sumberdaya wilayah Pesisir

Identifikasi variabel sosial ekonomi yang terpengaruh akibat pembangunan diwilayah pesisir. Data yang digunakan adalah populasi, ketenagkerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, infrakstruktur dan fasilitas umum.

6. Studi indeks kepekaan lingkungan

Klasifikasi P. Sumatera bagian timur dan jawa barat bagian utara, kedalam 5 kelas tingkat kepekaan lingkungan terhadap pencemaran minyak

7. Perencanaan di wilayah pesisir

Berdasarkan karakteristik biofisik/ekologi dari wilayah pesisir dibandingkan dengan kriteria kebutuhan biofisik untuk berbagai kegiatan pembangunan. Wilayah pesisir Kalimantan Timur dapat dibagi menjadi beberapa tipe kegiatan pembangunan seperti pemukiman, sawah, tambak, pertambangan dan padang penggembalaan.

Sumber : Dahuri et al., 1996

Memadukan berarti ‘menyatukan’ memberikan implikasi adanya kesatuan

(dan konsistensi) dalam pengolahan data mulai dari awal sampai akhir, yang

mempertimbangkan adanya masalah ketidakkompitebelan antar data yang

disebabkan oleh bentuk, struktur asli serta sifat-sifatnya. Memadukan indraja dan

Page 19: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

27

SIG sudah lama menjadi masalah, sehubungan dengan adanya perbedaan struktur

dan karakteristk data yang diperoleh melalui prosedur yang berbeda-beda

Terdapat beberapa keuntungan pada kombinasi pengunaan INDERAJA

dan SIG pada pengolahan informasi untuk studi (Davis and Simonet 1991 ; Davis

et al, 1991) yaitu :

1. Data INDERAJA dapat digunakan dengan cepat pada saat memperbaharui

peta, khususnya pada data hasil survey lapang yang lambat dan belum tentu

selesai pada selang waktu proyek.

2. Basis data dan SIG dapat menyediakan data tambahan untuk membantu dalam

klasifikasi atau analisis data INDERAJA, dengan demikian dapat meningkatkan

ketepatan peta yang dihasilkan. Sebagai contoh penambahan data seperti

topography, geologi tanah, dan sebagainya, dapat berguna sebagai penunjuk yang

vital bagi intepretasi penutupan lahan dibandingkan respon dari informasi spektral

data INDERAJA.

3. Data INDERAJA sangat bermanfaat sekali apabila dikombinasikan dengan

SIG dari sumber data lainnya, atau citra dari berbagai waktu dan spektrum yang

berbeda disajikan secara bersama-sama. SIG memiliki fasilitas untuk menerima

(integrasi) dari berbagai format data. Pekerjaan dengan SIG membutuhkan data,

khususnya data spasil yang teliti, penutupan spektral dan temporal untuk analisis

dan pemodelan fenomena-fenomena alami yang kompleks dan INDERAJA dapat

memberikan semua tuntutan data tersebut

2.7 Wisata Pantai

“Wisata” merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang

mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan wisata yang dapat

dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokan menjadi 2

(dua) yaitu wisata pantai dan wisata laut (bahari). Wisata pantai lebih

mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat, sedangkan wisata laut

(bahari) lebih mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air lautnya

(Yulianda, 2007).

Kota Makassar mempunyai potensi dan daya tarik pariwisata yang cukup

banyak dan dapat dikembangkan (81 objek). Objek-objek tersebut adalah objek

wisata pulau, sungai dan pantai (26 objek), objek wisata budaya dan sejarah (11

Page 20: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

28

objek), objek wisata pendidikan (8 objek) dan fasilitas olahraga 5 objek. Diantara

objek-objek tersebut, yang masih sangat minim dan kurang dikembangkanadalah

objek wisata pulau, sungai dan pantai, padahal objek tersebut memiliki potensi

yang sangat tinggi. Kota Makassar mempunyai potensi pariwisata yang potensial,

karena wilayahnya berada di dataran dengan ketinggian 0-25 m dengan panorama

alam yang indah,terutama di sepanjang pantai dengan beberapa pulau pulau kecil,

sehingga mempunyai berbagai potensi pariwisata perairan/bahari cukup banyak.

(Pemda Makassar, 2004)

Untuk Pariwisata Alam seperti pantai banyak dijumpai di daerah ini

sehingga Kota Makassar menjadi daerah tujuan wisata bagi wisatawan untuk

mengunjungi tempat-tempat wisata alam dan wisata sejarah karena kota Makassar

dahulu dikenal dengan kota maritim dan niaga, bahkan bandar terbesar pada saat

itu, maka akan sulit kita melepaskan antara Kota Makassar dengan Sejarah,

budaya, maritim dan religius. Beberapa lokasi wisata antara lain adalah Benteng/

fort Rotterdam, makam Pangeran Diponegoro, Makam Raja raja Tallo,

Perkampungan multi etnis, dan objek wisata lainnya. Permasalahan yang dihadapi

dalam mengembangkan potensi tersebut adalah :Kurangnya sarana dan

infrastruktur pendukung pariwisata, masih kurangnya promosi, masih kurangnya

kerjasama dalam pengelolaan objek-objek pariwisata. seperti halnya potensi pada

11 pulau di kota Makassar yaitu : Pulau Kayangan, Lae-lae, Barang Lompo,

Barang Caddi, Kodingareng Lompo, Kodingareng Keke, Bone Tambung,

Lanjukang, Langkai, Lumu-lumu, yang keseluruhannya seluas 1,4 Km2. (Pemda

Makassar, 2004)

Luas wilayah Kota Makassar adalah 175,77 km2 yang terdiri atas 14

kecamatan dan 143 kelurahan. Makassar berbatasan langsung dengan Selat

Makassar, mempunyai garis pantai sepanjang 32 Km serta mencakup 11 pulau

dengan luas keseluruhan 178.5 Ha atau 1,1% dari luas wilayah daratan. Dengan

kondisi geografis yang demikian, maka prospek pengembangan wilayah pesisir

dan kepulauan dengan melakukan eksplorasi terhadap potensi kelautan dan

perikanan, harusnya sangat kondusif bagi peningkatan investasi. Seperti diketahui

bahwa pembangunan kelautan merupakan upaya pemanfaatan sumberdaya alam

dan konservasi sumberdaya di kawasan pesisir dan laut di bidang perikanan

Page 21: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

29

dengan tujuan pelesrtarian, pengendalian dan pengawasan sumber daya hayati dan

non hayati daerah pesisir, pantai, laut dan pulau-pulau kecil. Hal ini di dorong

oleh berbagai faktor yang mempengaruhi ekosistim pesisir, laut dan pulau-pulau

kecil yang terjadi di Kota Makassar seperti terjadinya tekanan pemanfaatan lahan

dan ruang serta SDA yang ada diwilayah tersebut secara tidak terkendali, terhadap

ekosistim wilayah pesisir. Sasaran pembangunan kelautan dan perikanan meliputi

terciptanya pemanfaatan, perlindungan, pengendalian dan pengawasan

sumberdaya kelautan dan perikanan dalam menjaga kelestarian ekosistim

pesisir,laut dan pulau-pulau kecil sekaligus meningkatkan taraf hidup

nelayan/masyarakat pesisir, terciptanya penataan ruang kawasan pesisir yang akan

mendorong pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, berwawasan

lingkungan dan berbasis masyarakat guna mencegah dan menanggulangi dampak

negatif terhadap lingkungan serta mewujudkan pengembangan pariwisata bahari.

(Pemda Makassar, 2004)

Dalam pengelolaan ekowisata, kegiatan pembangunan akan tetap berlanjut

apabila memenuhi tiga prasyarat daya dukung lingkungan yang ada. Pertama,

bahwa kegiatan ekowisata harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik

(ekologis) sesuai dengan kebutuhan dengan kegiatan ini. Kedua, jumlah limbah

dari kegiatan ekowisata dan kegiatan lain yang dibuang kedalam lingkungan

pesisir/laut hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi atau kemampuan suatu

sistem lingkungan dalam menerima limbah tanpa terjadi indikasi pencemaran

lingkungan. Ketiga, bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat

pulih hendaknya tidak melebihi kemampuan pulih sumber daya tersebut dalam

kurun waktu tertentu (Dahuri, 1993). Sebaiknya untuk menjaga keberlanjutan

dari pengelolaan ekowisata maka lingkungan harus bebas dari limbah, artinya

tidak diberikan ruang untuk terjadinya pencemaran di daerah wisata

Selanjutnya Fandeli (2000) menyatakan bahwa terdapat beberapa usaha

yang dapat meningkatkan daya tarik wisata, usaha yang demikian ini antara lain:

1. Usaha sarana wisata, penyewaan peralatan renang, selam, selancar, dan

sebagainya.

2. Usaha jasa, jasa pemandu wisata dan jasa biro perjalanan.

Page 22: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

30

Tipologi pariwisata yang menjadi alternatif kegiatan bahari saat ini adalah

kegiatan ekoturisme (wisata alam) yang mengandalkan keindahan alam. Dari

dimensi ekologis kegiatan ini jelas mengandalkan keindahan alam sehingga

kegiatan ini akan mendorong tindakan konservasi untuk mempertahankan daya

tariknya agar keuntungan ekonomi dari kegiatan pariwisata ini dapat

dipertahankan. Sementara itu aspek sosial masyarakat setempat dimana kegiatan

ekoturisme ini berlangsung sering mendapat manfaat ekonomi dari pengembangan

kegiatan jasa pendukung wisata, selain itu juga gangguan terhadap kehidupan

tradisional masyarakat umumnya sangat kecil sekali (Dahuri, 2003).

Saifullah (2000) mengungkapkan bahwa ada beberapa manfaat

pembangunan pariwisata :

1. Bidang ekonomi

Dapat meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Meningkatkan devisa, mempunyai peluang besar untuk mendapatkan devisa

dan dapat mendukung kelanjutan pembangunan di sektor lain.

Meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat, dengan belanja

wisatawan akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada masyarakat

setempat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Meningkatkan penjualan barang-barang lokal keluar.

Menunjang pembangunan daerah, karena kunjungan wisatawan cenderung

tidak terpusat di kota melainkan di pesisir, dengan demikian amat berperan

dalam menunjang pembangunan daerah.

2. Bidang sosial budaya

Keanekaragaman kekayaan sosial budaya merupakan modal dasar dari

pengembangan pariwisata. Sosial budaya merupakan salah satu aspek

penunjang karakteristik suatu kawasan wisata sehingga menjadi daya tarik bagi

wisatawan. Sosial budaya dapat memberikan ruang bagi kelestarian sumber

daya alam, sehingga hubungan antar sosial budaya masyarakat dan konservasi

sumber daya alam memiliki keterkaitan yang erat. Oleh karena itu, kemampuan

melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada harus menjadi perhatian

pemerintah dan lapisan sosial masyarakat.

Page 23: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

31

3. Bidang lingkungan

Karena pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk pariwisata pada dasarnya

adalah lingkungan dan ekosistem yang masih alami, menarik, dan bahkan unik,

maka pengembangan wisata alam dan lingkungan senantiasa menghindari

dampak kerusakan lingkungan hidup, melalui perencanaan yang teratur dan

terarah. Atraksi-atraksi yang dikembangkan harus sesuai dengan kaidah-kaidah

alami sehingga katerkaitan antara potensi ekosistem dengan kegiatan wisata

dapat berjalan seiring saling melengkapi menjadi satu paket ekowisata.

Berhasil tidaknya pengembangan daerah tujuan wisata sangat tergantung

pada tiga faktor utama, yaitu: atraksi, aksessibilitas dan amenitas (Samsuridjal dan

Kaelany, 1997). Betapapun baik dan menariknya suatu atraksi yang dapat

ditampilkan oleh daerah tujuan wisata, belum menarik minat wisata untuk

berkunjung karena masih ada faktor lain yang menjadi pertimbangan menyangkut

fasilitas-fasilitas penunjang yang memungkinkan mereka dapat menikmati

kenyamanan, keamanan, dan alat-alat telekomunikasi. Walaupun keberadaan

sarana dan prasarana sangat dibutuhkan, namun pengembangannya harus

menghindari bahaya eksploitasi, sehingga lingkungan hidup tidak mengalami

degradasi (Soewantoro, 2001).

2.8 Pemanfaatan Perikanan

Indonesia mempunyai potensi perikanan pantai dengan luas area sekitar 5

km dari garis pantai ke arah laut sedangkan potensi lahan kegiatan budi daya laut

diperkirakan sekitar 24,53 juta hektar yang terbentang dari ujung bagian barat

Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia. Produksi perikanan budi

daya Indonesia sampai tahun 2005 mencapai 1.295.300 ton. Meski demikian,

jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara produsen

perikanan lainnya seperti China, India, Jepang dan Filipina. Pada tahun 2005 saja

produksi perikanan budidaya China sudah mencapai sekitar 32.444.000

tonSementara itu dari sisi potensi lahan, total lahan budi daya di kawasan pesisir

(budidaya udang/tambak) mencapai 913.000 hektar yang tersebar di 28 propinsi.

Namun demikian, pemanfaatan lahan budi daya untuk tambak baru mencapai

sekitar 40 persen atau 344.759 hektar. Sebagai ilustrasi, dengan produktivitas

tambak sebesar 3 ton/ha maka apabila seluruh potensi lahan dimanfaatkan maka

Page 24: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

32

produksi yang bisa dihasilkan dari budi daya di kawasan pesisir mencapai

2,739,000 ton per musim tanam atau kurang lebih 5,478,000 ton per tahun. (DKP,

2007)

Luasnya perairan pantai dengan pulau-pulau kecil yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia merupakan potensi yang cukup besar dalam pengembangan

budidaya laut (mariculture). Jenis-jenis biota laut yang dapat dibudidayakan

antara lain ikan-ikan karang, kerang dan tiram, rumput laut (algae), teripang, dan

kuda laut. Menurut Sunyoto (2000), penentuan lokasi untuk budidaya ikan kerapu

dengan metode keramba jaring apung (KJA) harus mempertimbangkan beberapa

faktor, seperti: terlindung dari badai dan gelombang besar, jauh dari pencemaran,

tidak berada dalam alur pelayaran, kondisi perairan sesuai (salinitas 33-35 ppt,

suhu 27-32°C, kecepatan arus 0,2-0,5 m/det, DO ≥ 4 p pm, p H antara 7 .6 -8.7,

amonia 0,1 ppm, BOD5

< 5 ppm, serta total bakteri < 3000 sel/m3

Lahan budidaya rumput yang cocok terutama sangat ditentukan oleh

kondisi ekologis yang meliputi kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi.

Adapun persyaratan lahan budidaya Eucheuma sp. adalah:

.

• Lokasi budidaya harus terlindung dari hempasan langsung ombak yang kuat.

• Lokasi budidaya harus mempunyai gerakan air yang cukup. Kecepatan arus

yang cukup untuk budidaya Eucheuma sp. 20 - 40 cm/detik.

• Dasar perairan budidaya Eucheuma sp. adalah dasar perairan karang

berpasir.

• Pada surut terendah lahan budidaya masih terendam air minimal 30 cm.

• Kejernihan air tidak kurang dari 5 m dengan jarak pandang secara horisontal.

• Suhu air berkisar 27 -30°C dengan fluktuasi harian maksirnaI 4°C.

• Salinitas (kadar garam) perairan antara 30 -35 permil (optimum sekitar 33

permil).

• pH air antara 7 -9 dengan kisaran optimum 7,3 -8,2

• Lokasi dan lahan sebaiknya jauh dari pengaruh sungai dan bebas dari

pencemaran.

Pemilihan lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut menurut Indriani

dan Suminarsih (1999) adalah sebagai berikut : lokasi harus bebas dari pengaruh

angin topan, tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar, mengandung

Page 25: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

33

makanan (nutrien) untuk tumbuhnya rumput laut, bebas dari pencemaran industri

dan rumah tangga, lokasi mudah dijangkau sehingga tidak memberatkan biaya

transportasi, serta dekat dengan sumber tenaga kerja.

Pembangunan perikanan dipengaruhi oleh kondisi geografis Kota

Makassar yang merupakan wilayah daratan dan kepulauan sehingga peningkatan

potensi perikanan diarahkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya perikanan

dan kelautan dengan sasaran meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya baik

rumput laut, keramba jaring apung maupun pengembangan budidaya ikan hias .

Sumberdaya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang

harus dikelola dan didayagunakan sebagai piranti kekuatan ekonomi riil dan

dapat dikembangkan sebagai lokomotif perekonomian bagi kemakmuran

masyarakat oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan

bukan hanya berorientasi pada peningkatan produksi saja namun pengembangan

dan pengelolaan diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan.

2.9 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penyebab penurunan kualitas perairan pantai Losari diduga berasal dari

tiga sumber yang dominan yaitu adanya pemusatan penduduk di kota, kegiatan

industri di sekitar kota makassar dan kegiatan pertanian di hulu sungai Jeneberang

serta Sungai Tallo. Terpusatnya penduduk di kota menghasilkan limbah dalam

jumlah yang besar. Selanjutnya limbah tersebut masuk ke dalam perairan pantai

Losari melalui run-off dan mengakibatkan pendangkalan pantai serta perubahan

beberapa parameter kaulitas air seperti kandungan DO, BOD, COD, peningkatan

kandungan deterjen dan munculnya senyawa-senyawa beracun dan eutrofikasi.

Kegiatan industri yang ada di kota Makassar diduga ikut mempengaruhi

penurunan kualitas perairan pantai Losari. Dalam banyak hal limbah industri

walaupun telah diproses di IPAL, namun kualitasnya masih jelek (nilainya masih

di atas ambang batas yang telah ditetapkan) saat dibuang ke laut, sehingga masih

berpengaruh terhadap kualitas ekosistim perairan. Jenis bahan pencemar yang

berasal dari industri adalah bahan organik yang degrdable dan non degradable

(persisten) menyebabkan perubahan DO, BOD, COD, TSS, dan eutrofikasi

Samawi (2007). Selanjutnya dikatakan bahwa pencemaran terbesar yang masuk

ke pantai Makassar adalah bahan organik dan padatan tersuspensi yang

Page 26: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

34

mengakibatkan terjadinya pencemaran pantai pada kategori ringan. Persepsi dan

partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai

Kota Makassar termasuk kategori tinggi. Kota Makassar mempunyai tiga tipologi

aliran beban limbah

Analisis tentang keberlanjutan pengelolaan pesisir di Makassar

diungkapkan oleh Bohari (2010) bahwa Secara multidimensi, wilayah pesisir

Kota Makassar untuk pengembangan kawasan pesisir termasuk dalam status

kurang berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan 41,09 %. Status

keberlanjutan wilayah pesisir Kota Makassar pada setiap dimensi masing-masing

dimensi ekologi termasuk dalam status kurang berkelanjutan (47,13%), Dimensi

ekonomi cukup berkelanjutan (53,89%), dimensi sosial-budaya kurang

berkelanjutan (34,82 %), dimensi infrastruktur dan teknologi tidak berkelanjutan

(13,28 %) dan dimensi hukum dan kelembagaan cukup berkelanjutan (50,74 %)

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan

pada kehidupan biota perairan. Penurunan okasigen terlarut dapat mengurangi

efisiensi pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan

kemampuannya untuk hidup normal. Menurut Lung (1993), kelarutan oksigen

minimum untuk mendukung kehidupan ikan adalah sekitar 4 ppm. Nilai oksigen

terlarut di perairan pantai Losari adalah berkisar antara 4,48 - 8,3 ppm. Nilai

tersebut masih mendukung kehidupan biota perairan yaitu minimum 4, 0 ppm.

Namun berdasarkan kriteria Miller dan Lygre (1994) yang didasarkan pada

kandungan oksigen terlarut, maka kondisi perairan pantai Losari sudah termasuk

kategori agak tercemar (DO = 6,7 - 7,9 ppm) sampai tercemar sedang (DO = 4,5

- 6,6 ppm). Nilai DO suatu perairan mempunyai sifat yang terbalik dari indikator

lainnya, nilai DO yang semakin tinggi mempunyai indikasi yang semakin baik

sementara semakin rendah maka semakin buruk kualitas perairan tersebut

Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) adalah banyaknya oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi. Sama halnya

dengan BOD, COD juga digunakan menduga jumlah bahan organik yang dapat

dioksidasi secara kimia. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai COD perairan

Pantai Losari sudah cukup tinggi yaitu berkisar antara 32 – 82 ppm. Mutu air yang

baik untuk standar kualitas air limbah adalah 40 ppm (Allaert, 1984). Sedang nilai

Page 27: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

35

COD yang paling tinggi untuk kehidupan biota perairan adalah sekitar 10 ppm,

dan untuk kebutuhan mandi dan renang lebih kecil dari 30 ppm Hasil penelitian

Samawi (2007) dan Bohari (2009), memperlihatkan hasil ternyata perairan pantai

Losari telah terkontaminasi oleh logam berat antara lain besi (Fe), timbal (Pb) dan

tembaga (Cu). Kandungan logam besi yang terukur adalah berkisar antara 0,00513

– 0,0324 ppm , timbal (Pb) sekitar 0,008 – 0,780 ppm dan tembaga (Cu) berkisar

antara 0,027 – 0,039 ppm. Kehadiran jenis logam ini akan mengancam kehidupan

biota perairan karena logam tersebut selain mempunyai sifat peracunan kronis

juga bersifat akut

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di sekitar pantai kota

Makassar yang berlokasi di daerah muara sungai Jenneberang dan Sungai Tallo

dan Kepmen LH No 51 tahon 2004 memperlihatkan variasi hasil pada tabel 3

Tabel 3. Nilai Beberapa parameter kualitas air di Muara Sungai Tallo dan Jenneberang

No Parameter Kualitas Air

Unit Nilai Baku Mutu Air Laut

I Fisik 1 TSS* ppm 54 – 397 80 2 Suhu* oC 30 – 32 Alami II Kimia 1 DO* ppm 3,80 – 5,10 >5 2 BOD5* ppm 2,30 – 2,70 20 3 COD* ppm 98,0 – 156,0 80 4 pH* - 7,75 – 8,14 6 – 9 5 Besi (Fe)** ppm 0,00513 – 0,0324 - 6 Timbal (Pb)** ppm 0,008 – 0,780 0,008 7 Tembaga (Cu)** ppm 0,027 – 0,039 0,008 Sumber : * = Samawi, 2009 ** = Bohari, 2010

BOD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegrdasi bahan

organik secara biokimia, sehingga juga dapat diartikan sebagai ukuran bahan yang

dapat dioksidasimelalui proses biokimia. Jadi semakin inggi kandungan BOD

semikin tercemar perairan tersebut. Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan BOD

adalah untuk menentukan pencemaran air akibat limbah domestik atau limbah

industri. Hasil penelitian Mispar (2001), menunjukkan nilai BOD di perairan

Page 28: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

36

pantai Losari berkisar antara 1,8 - 8,64 ppm. Menurut Miller dan Lygre (1994),

jika nilai BODdi atas dari 5,0 ppm maka perairan tersebut tergolong tercemar,

sedang Mahida (1984) menganjurkan kadar BOD yang aman adalah tidak lebih

dari 4 ppm. Dengan demikian, berdasarkan nilai BOD , perairan pantai Losari

termasuk ke dalam kategori tercemar ringan - sedang.

Kualitas perairan pantai dapat diindikasikan juga dari jumlah dan

kelimpahan organism makroozoobenthos. Hasil penelitian Samawi (2007),

menunjukkan bahwa jumlah kelas benthos yangditemukan di muara Sungai Tallo

lebih rendah yaitu sebanyak 8 (delapan) kelas sedang di muara sungai Jeneberang

sebanyak 6 kelas. Namun kelimpahan organisme benthos di muara sungai

Jenneberang lebih tinggi (16 - 64 individu/m2) dibanding muara Sungai Tallo (16

- 48 individu/m2). Hal ini menandakan bahwa stabilitas ekosistim muara sungai

Tallo relatif lebih baik dari pada muara Sungai Jenneberang, sehingga

memungkinkan beragam individu khususnya makrozoobenthos dapat hidup dan

beradaptasi di lingkungan tersebut, hal ini dilihat dari indikator organisme benthos

pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan kelimpahan makrozoobenthos yang ditemukan di muara Sungai Tallo dan Sungai Jeneberang

No Jenis Kelas Benthos Muara Sungai Tallo

Muara Sungai Jenneberang

1 Pholas dactylus 16 - 2 Botitium reticulatum 32 32 3 Mya arenaria 32 32 4 Montacuta ferruginosa 32 - 5 Anadara sp 48 64 6 Apseudes latrelei 32 - 7 Calapppa granulata 48 - 8 Eunice harastii 32 - 9 Centium vulagatum - 64 10 Astarta boraelis - 16 11 Tellina distorta - 16

Sumber : Samawi, 2007

Page 29: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Pantai dan Pengelolaannya · Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir atau

37

Salah satu indikator yang dijadikan acuan kualitas lingkungan suatu

perairan adalah kandungan padatan tersuspensi. Kandungan total padatan

tersuspensi (TSS) yang terukur di perairan pantai Losari sudah sangat tinggi yaitu

sekitar 104 - 456 ppm yang dibawa oleh aliran Sungai Tallo dan Jenneberang

(Mispar, 2001). Perairan yang mempunyai nilai kandungan padatan tersuspensi

sebesar 300 - 400 ppm mutu perairan tersebut tergolong buruk (Allert, 1984).

Berdasarkan kandungan TSS, perairan pantai Losari termasuk kategori tinggi

karena kandungan padatan tersuspensinya jauh di atas ambang batas yang

diinginkan yaitu 23 ppm (Monoarfa, 2002)