2. tinjauan pustaka 2.1 computer mediated communication · 9 universitas kristen petra 2. tinjauan...
TRANSCRIPT
9 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Computer Mediated Communication
Perkembangan teknologi internet saat ini memungkinkan hampir setiap
orang di dunia untuk berkomunikasi dengan cepat dan mudah. Fitur interner yang
paling popular adalah email, sebuah fitur yang mampu digunakan oleh pengguna
untuk bertukar pesan dengan orang lain yang memiliki alamat email. Selain itu,
ada juga world wide web, sebuah sistem situs komputer yang sangat luas yang
dapat dikunjungi oleh siapa saja dengan program web browser dan dengan
menambungkan komputer pada internet (Severin & Tankard, 2009, p.444).
Hadirnya internet juga mengubah komunikasi dengan beberapa cara
fundamental. Media massa tradisional pada dasarnya menawarkan model
komunikasi “satu-untuk-banyak”. Sedangkan internet memberikan model-model
tambahan seperti “banyak-untuk-satu” dan “banyak-untuk-banyak”. Internet
dianggap lebih demokratis dan menawarkan potensi komunikasi yang bersifat
terdesentralisasi dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh media massa
sebelumnya (Severin & Tankard, 2009, p.445).
Salah satu fitur media baru yang ramai dibicarakan adalah Interaktivitas.
Bagi orang-orang dengan latar belakang komputer, interaktivitas diartikan sebagai
interaksi antara pengguna dengan komputer. Sedangkan menurut ahli komunikasi,
interaktivitas diartikan sebagai komunikasi antara dua manusia. Misalnya saja
William, Rice dan Rogers (1988) yang mendefinisikan interaktivitas sebagai
tingkatan dimana pada proses komunikasi para partisipan memiliki kontrol
terhadap peran dan dapat bertukar peran, dalam dialog mutual mereka ( dalam
Severin & Tankard, 2008, p.448). Berangkat dari salah satu fitur media baru
inilah, akhirnya dikenal istilah Computer Mediated Communication atau CMC
CMC sudah ada sejak komputer pertama kali ditemukan pada perang dunia
kedua atau setidaknya pada saat prototipe email pertama kali dikirmkan pada awal
tahun 1960-an (Thurlow, Lengel, Tomic, 2004, p.14). Menurut Gerry Santoro
(1995), CMC dapat mencakup semua penggunaan komputer seperti program
analisis statistik, sistem penginderaan jarak jauh dan program pemodelan
keuangan (dalam Thurlow et.al, 2004, p.15). Selanjutnya Susan Herring (1996)
10 Universitas Kristen Petra
mendefinisikan CMC sebagai komunikasi antar manusia yang terjadi melalui
perangkat komputer. John December (1997) mendfinisikan CMC sebagai proses
komunikasi manusia melalui komputer yang melibatkan orang disituasi tertentu
untuk berbagai macam tujuan (dalam Thurlow et.al, 2004, p.15).
2.2 New Media
New media atau media baru merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua media komunikasi yang menggunakan teknologi
komunikasi dan informasi (Sebastian, 2012, p.18).
New media memiliki beberapa karakteristik yaitu digital, interactive,
hypertextual, virtual, networked dan simulated. Berikut merupakan penjelasan
dari setiap karakteristik tersebut (Lister, Dovey, Giddings, Grand, Kelly, 2009,
p.13-43) :
a. Digital : digital dalam media baru berarti mengubah data menjadi angka.
Digitalisasi ditandai dengan adanya data yang dapat dimasukkan dalam
tempat yang sangat kecil, dapat diakses dengan kecepatan tinggi dan dapat
dimanipulasi lebih mudah daripada analog.
b. Interactive : interaktif merupakan nilai tambah yang ada pada media baru.
Media lama menawarkan konsumsi media yang bersifat pasif sedangkan
media baru menawarkan konsumsi media yang bersifat aktif (interaktif).
c. Hypertextual : hypertextual menjelaskan sebuah teks yang menyediakan
penghubung kepada sebuah teks lain diluar kata itu sendiri.
d. Virtual : virtual adalah bentuk penciptaan ulang dari dunia nyata ke dalam
bentuk digital yang disimpan pada database yang sangat besar berdasarkan
pengalaman dari dunia nyata itu sendiri.
e. Networked : jaringan dalam dunia media merupakan penghubung dalam
berbagai bentuk komunikasi. Kompleksitas jaringan tersebut
memungkinkan setiap orang dapat berkomunikasi tanpa terbatas oleh jarak
dan waktu.
f. Simulated : simulasi memiliki hubungan yang dekat dengan virtual.
Simulasi adalah konsep buatan, sintetis dan produksi ulang, tetapi simulasi
11 Universitas Kristen Petra
bukanlah sesuatu yang palsu. Simulasi merupakan reka ulang dari sesuatu
yang nyata dan ada.
2.3 Jenis-Jenis Media Sosial
Menurut Putri (2014), media sosial adalah media online dimana para
penggunanya mampu beradaptasi, berbagi sekaligus menciptakan isi meliputi
blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Adapun ciri-ciri dari media
sosial adalah pesan yang disampaikan tidak hanya untuk satu orang saja,
melainkan bisa ke banyak orang, pesan yang disampaikan bebas tanpa harus
melalui gatekeeper, pesan dapat disampaikan dengan lebih cepat dibadningkan
dengan media lainnya dan penerima pesan adalah orang yang menentukan waktu
interaksi (Putri, 2014, n.p).
Andreas M.Kaplan dan Micahel Haenlein (2009, p.62-64) dalam
artikelnya yang berjudul Users Of The World, Unite! The Challenges and
Opportunities of Social Media membagi sosial media menjadi beberapa jenis :
1. Collaborative Project : soaial media ini memungkinkan user untuk
mengubah, menambah atau bahkan menghilangkan konten yang ada.
Contoh dari sosial media ini adalah Ensiklopedia Online Wikipedia.
2. Blogs : sosial media dimana para penggunanya bebas mengekspresikan
sesuatu seperti mengritik kebijakan pemerintah. Contoh dari sosial media
ini adalah twitter, blogspot, tumblr.
3. Content Communities : sosial media ini memungkinkan setiap user untuk
melakukan sharing (berbagi) berbagai macam hal. Misalnya saja berbagi
video melalui YouTube, slide presentasi melalui Slideshare, foto melalui
Flickr, hingga buku melalui Book Crossing.
4. Social Networking Sites : sosial media ini mampu menghubngkan user
dengan user lain dengan cara membuat informasi pribadi. Informasi
tersebut bisa berupa foto maupun status. Contoh dari sosial media ini
adalah path, instagram, facebook dan lain-lain.
5. Virtual Game Worlds : virtual game worlds memungkinkan user dapat
terhubung dengan user lain dalam bentuk avatar-avatar. Mereka dapat
12 Universitas Kristen Petra
berinteraksi seperti di dunia nyata. Contoh dari sosial media ini adalah
games online.
6. Virtual Social Worlds : dunia sosial virtual akan membuat para
penggunanya serasa memiliki kehidupan di dunia virtual. Contoh dari
sosial media ini adalah aplikasi Second Life yang dikeluarkan oleh Linden
Research Inc.
2.4 Kritik Sosial
Kata kritik berasal dari bahasa Yunani “kritike” yang artinya adalah
pemisahan dan “krino” yang artinya adalah memutuskan, mempertimbangkan dan
menyatakan pendapat. Sedangkan kata sosial berasal dari kata “socius” yang
berarti teman, kawan atau masyarakat. Menurut Akhmad Zaini (1994), kritik
sosial adalah salah satu bentuk pernyataan pendapat dalam masyarakat dengan
fungsi mengontrol jalannya suatu sistem dan struktur sosial (dalam Kalsum,
2008). Sedangkan menurut Kalsum (2008), kritik sosial adalah bentuk komunikasi
dalam masyarakat yang menyatakan pendapat atau untuk mengkritisi fenomena-
fenomena sosial. Kalsum (2008) berpendapat bahwa kritik sosial sangat
berhubungan erat dengan dengan perlawanan atas kekuasaan yang hegemonik dan
cenderung mempertahankan status quo.
2.4.1 Bentuk Kritik Sosial
Pada awal abad ke-18 di Eropa, kritik sosial biasanya dituangkan dalam
bentuk karya sastra. Sastra membantu gerakan emansipasi kelas menengah
sebagai alat untuk memperoleh harga diri serta mengungkapkan tuntutan-tuntutan
manusiawi melawan negara absolute dan masyarakat hierarkis (Eagleton, 2003).
Pada masa romantik, kriitk social biasa disampaikan dalam bentuk puisi. Menurut
Arnold, puisi dianggap sebagai kritik atas hidup, seni yang paling absolute dan
tanggapan mendalam yang dapat dipahami bagi kenyataan sosial tertentu
(Eagleton, 2003). Pada beberapa tahun terakhir, kritik sosial juga dapat
disampaikan melalui karya ilmiah yang kemudian dipublikasi (Ataupah, 2012).
Menurut Ataupah (2012), kritik sosial juga dapat disampaikan dalam
bentuk-bentuk lain seperti karikatur, drama, musik dan film. Kritik juga dapat
13 Universitas Kristen Petra
disampaikan dalam bentuk tanda-tanda atau tindakan-tindakan simbolis yang
dilakukan sebagai bentuk ketidaksetujuan atau protes terhadap keadaan
masyarakat yang terjadi, misalnya saja mogok makan, mogok kerja, demonstrasi
atau unjuk rasa yang dikemukakan secara massal.
Selanjutnya, Ataupah (2012, p.13) dalam penelitiannya yang berjudul
Analisis Panggilan Yehezkiel Sebagai Penjaga Israel Berdasarkan Teori Kritik
Sosial menyimpulkan bahwa bentuk kritik sosial dapat dibagi menjadi dua jenis
berdasarkan cara pengekspresiannya :
1. Kritik yang dilakukan secara terbuka, kritik ini disampaikan secara
langsung
2. Kritik yang dilakukan secara terselubung, kritik ini disampaikan melalui
berbagai macam tindakan simbolis yang menyiratkan penilaian maupun
kecaman terhadap keadaan sosial suatu masyarakat
2.4.2 Sebab Kritik Sosial
Menurut Soekanto (2006, p.30), kritik sosial dapat terjadi karena adanya
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, seperti
perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan
dalam wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut
dapat terjadi karena perilaku seorang semakin berkembang dan bertambah luas
sebagai akibat dari adanya hubungan antarmasyarakat (dalam Sanjaya, 2013).
2.5 Musik Sebagai Sarana Kritik Sosial
Menurut KBBI (2008), musik adalah suara yang disusun sedemikian rupa
sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan terutama suara yang
dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian (dalam Dese,
2013). Menurut Dese (2013), musik tidak hanya menjadi salah satu sarana
hiburan, tetapi musik juga dapat menjadi sarana penyampai ideologi si pencipta
musik yang dituangkan melalui lirik-lirik yang ada. Musik dianggap sebagai salah
satu bentuk seni yang ampuh untuk menyuarakan kritik sosial (blog.isi-dps.ac.id).
14 Universitas Kristen Petra
Dalam hal ini, si pencipta lagu ingin menyuarakan kepada khalayak mengenai
suatu ideologi atau pesan moral tertentu.
Sejak lama, banyak orang telah menggunakan musik sebagai media untuk
menyuarakan kritik sosial. Di musik Barat, John Lennon sudah pernah
melancarkan kritik sosial melalui lagunya yang berjudul “Imagine”. Melalui lagu
tersebut, ia ingin menyampaikan pesan sosialnya dan penolakannya terhadap
perang, terutama perang yang terjadi di Vietnam. Bahkan, oleh majalah Rolling
Stone lagu Imagine ini sampai dijadikan sebagai salah satu lagu terbaik sepanjang
masa (http://blog.isi-dps.ac.id/).
Salah satu momen bersejarah mengenai musik dan kritik sosial pernah
terjadi di Bethel, New York Amerika Serikat pada tahun 1969. Pada saat itu,
sekitar 400.000 orang Amerika membuktikan bahwa musik merupakan wadah
yang dapat menggerakan masyarakat. Woodstock Music Festival atau yang dulu
dikenal dengan nama Woodstock Music and Art Fair, menjadi ajang kaum muda
untuk mengampanyekan perdamaian dan menolak pengiriman tentara Amerika ke
Vietnam.
Di Indonesia ada Iwan Fals, seorang musisi yang konsisten menggugat
pemerintahan Orde Baru. Kritik-kritik pedas dan lugas disampaikan dalam setiap
karyanya. Misalnya saja lagu Bongkar yang menyuarakan suara rakyat yang
menginginkan terjadinya keadilan dan penegakan hukum di Indonesia tanpa
pandang bulu. Lagu lain berjudul Bento di akhir tahun 90-an yang bercerita
mengenai kekuasaan negara yang begitu kuat sehingga membelenggu sendi-sendi
kehidupan rakyat. Selain Iwan Fals, ada juga nama Franky Sahilatua yang turut
mengambil bagian dalam menyuarakan aspirasi sosial melalui lagunya.
Eka Gustiwana, mengemas pesan kritik sosial dalam bentuk speech
composing, yang merupakan salah satu teknik dalam pembuatan musik. Speech
composing menggabungkan potongan ucapan-ucapan seseorang yang kemudian
digabungkan dengan instrumen yang sudah dibuat.
Musik sebagai sarana kritik sosial juga sejalan dengan tujuan sebuah karya
seni yaitu, sebagai motivator ke arah aksi sosial yang lebih bermakna, sebagai
pencari nilai-nilai kebenaran yang dapat mengangkat siatuasi dan kondisi alam
15 Universitas Kristen Petra
semesta. Musik tidak hanya dianggap sebagai media yang memuat pesan cinta,
tetapi juga dapat memuat pesan protes akan suatu hal (lspr.edu).
2.6 Korupsi
Menurut Alatas (1987), korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk
kepentingan pribadi. Sedangkan Brooks (dalam Alatas, 1987, p.vii),
mendefinisikan korupsi sebagai kegiatan yang dengan sengaja melakukan
kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa hak
menggunakan kekuasaan dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit
banyak bersifat pribadi. Hartanti (2007), menyimpulkan bahwa korupsi
merupakan penyelewengan atau penggelapan uang Negara atau perusahaan dan
sebagainya untuk kepentingan pribadi dan orang lain. Korupsi juga dapat diartikan
sebagai busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya, dapat disogok melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.
Baharuddin Lopa dalam bukunya yang berjudul Kejahatan Korupsi dan
Penegakan Hukum membagi korupsi berdasarkan sifatnya menjadi 2 bentuk.
Kedua bentuk tersebut adalah (dalam Hartanti, 2007, p. 10) :
1. Korupsi yang bermotif terselubung : korupsi ini adalah korupsi yang
secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi secara tersembunyi
sesungguhnya bermotif mendapatkan uang semata.
2. Korupsi yang bermotif ganda : berbeda dengan korupsi bermotif
terselubung, korupsi ini secara lahiriah kelihatannya hanya bermotifkan
mendapatkan uang, tetapi sesugguhnya bermotif lain yaitu untuk
kepentingan politik.
Alatas (1987) menjelaskan beberapa ciri dari korupsi yaitu :
1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan
2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat
3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus
4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang
yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu
5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak
16 Universitas Kristen Petra
6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang
lain
7. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan
yang pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya
8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk
pengesahan hokum
9. Menunjukan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan
korupsi
Dalam bukunya yang berjudul “Korupsi : Sifat, Sebab dan Fungsi”, Alatas
(1987) juga membagi korupsi ke dalam 7 jenis yang berlainan secara tipologi.
Adapun pembagian korupsi menurut Alatas (1987, p. ix-x) adalah sebagai berikut
:
1. Korupsi transaktif : korupsi ini menunjuk kepada adanya kesepakatan
timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan
dua belah pihak.
2. Korupsi yang memeras : jenis korupsi ini adalah jenis korupsi di mana
pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang
dihargainya.
3. Korupsi investif : korupsi jenis ini merujuk kepada pemberian barang atau
jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan : korupsi ini disebut juga sebagai nepotisme.
Korupsi ini merujuk kepada penunjukan yang tidak sah terhadap teman
atua sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan atau
tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk
uang atau bentuk-bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan
autran yang berlaku.
5. Korupsi defensif : korupsi defensif adalah perilaku korban korupsi dengan
pemerasan. Korupsi ini dilakukan dalam rangka memertahankan diri.
6. Korupsi otogenik : korupsi ini adalah korupsi yang dilakukan seorang diri
dan tidak melibatkan orang lain.
17 Universitas Kristen Petra
7. Korupsi dukungan : korupsi jenis ini tidak secara langsung menyangkut
uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain. Tindakan-tindakan yang
dilakukan adalah untuk melindungi dan memperkuat korupsi yang sudah
ada.
Ternyata, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi.
Hartanti (2007), menyebutkan setidaknya terdapat 9 faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi. Beberapa faktor tersebut adalah lemahnya pendidikan agama
dan etika, kolonialisme, kurangnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya sanksi
yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi, struktur
pemerintahan, perubahan radikal dan keadaan masyarakat.
Selanjutnya, Hartanti (2007) juga menjelaskan beberapa faktor yang dapat
menjinakan korupsi. Faktor tersebut antara lain (Hartanti, 2007, p.11-12) :
1. Keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual serta tugas
kemajuan nasional dan public maupun birokrasi.
2. Administrasi yang efisien serta penyesuaian structural yang layak dari
mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan sumber-
sumber korupsi.
3. Kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan.
4. Berfungsinya suatu sistem yang antikorupsi.
5. Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar moral dan
intelektual yang tinggi.
2.7 Khalayak
Menurut Hielbert, dalam perspektif komunikasi massa audience
setidaknya memiliki 5 karakter (dalam Nurudin, 2007, p.104-106) :
1. Audience berisi individu-individu yang condong untuk berbagi
pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara mereka.
Individu-individu tersebut memilih media berdasarkan seleksi kesadaran.
2. Audience tersebar di berbagai wilayah jangkauan sasaran komunikasi
massa.
18 Universitas Kristen Petra
3. Audience bersifat heterogen karena mereka berasal dari berbagai lapisan
dan kategori sosial. Beberapa media memang memiliki target audience,
walaupun demikian heterogenitasnya tetap ada.
4. Audience bersifat anonim atau tidak mengenal satu sama lain dikarenakan
jumlah audience yang sangat banyak.
5. Audience secara fisik dipisahkan komunikator, dapat juga dikatakan
bahwa audience dipisahkan oleh ruang dan waktu.
2.8 Reception Theory
Tradisi studi mengenai khalayak sudah dimulai sejak tahun 1930, di mana
pada saat itu media dianggap memiliki kemampuan yang besar dan mampu
memengaruhi khalayak yang bersifat pasif (Hadi, 2009). Pada tahun 1960 tradisi
studi khalayak bergeser pada perspektif penelitian Uses and Gratification yang
menganggap bahwa khalayak aktif dalam mengkonsumsi media. Sementara itu,
pada tahun 1970 mulai berkembang studi budaya dalam hubungannya dengan
media massa yaitu reception. Studi tersebut berfokus pada pemaknaan isi media
dan khalayak.
Studi mengenai penerimaan ini harus menempatkan khalayak sebagai
bagian dari interpretative communities. Maksudnya, khalayak dianggap memiliki
kekuatan yang besar dalam memaknai teks media yang dikonsumsi. Media
bukanlah institusi yang memiliki kekuatan dalam memengaruhi audience melalui
pesan yang disampaikan (Aryani, 2006). Teori reception atau penerimaan
beranggapan bahwa faktor kontekstual memengaruhi audience dalam membaca
teks media. Faktor kontekstual tersebut dapat berupa identitas khalayak, latar
belakang sosial, persepsi penonton atas film atau genre program televisi yang
diproduksi, sejarah hingga isu politik. Setiap audience memiliki konteks masing-
masing dan hal tersebut memengaruhi bagaimana audience membaca serta
menciptakan makna atas teks (Hadi, 2009).
Reception analysis berpendapat bahwa tidak akan pernah ada sebuah
pengaruh tanpa adanya makna (Jensen & Jankowski, 2002, p.135). Definisi
Reception analysis merujuk kepada sebuah studi analisis tekstual perbandingan
wacana media dan wancana penonton, yang hasilnya diinterpetasikan dengan
19 Universitas Kristen Petra
referensi dan konteks, baik sejarah maupun budaya dan isi media lainnya (Jensen
& Jankowski, 2002, p.139). Reception Analysis merupakan sebuah studi yang
mendalam terhadap proses aktual melalui wacana dalam media yang
diasimilasikan kedalam wacana dan praktik-praktik budaya khalayak (Jensen &
Jankowski, 2003, p. 139).
Menurut Baran & Davis (2003, p.270), ada 3 kriteria informan yang
mendukung penelitian khalayak. Ketiga kriteria informan tersebut antara lain :
Dominant : khalayak menerima pesan yang dibuat dan disampaikan
oleh media.
Negotiated : khalayak menerima pesan yang dibuat dan disampaikan
oleh media tetapi masih bernegosiasi dengan pesan yang disampaikan
oleh media karena khalayak masih memilih mana yang baik dan mana
yang buruk.
Oppositional : khalayak menolak pesan yang dibuat dan disampaikan
oleh media.
Sebagai sebuah studi, analisis penerimaan ini memiliki kekuatan dan
kelemahan (Baran & Davis, 2003, p.272) :
Kekuatan :
o Analisis penerimaan memusatkan perhatian pada individu dalam
proses komunikasi massa
o Analisis penerimaan menghargai kepandaian dan kemampuan
konsumen media
o Studi ini menerima berbagai jenis makna dalam teks media
o Analisis penerimaan mencari pemahaman yang mendalam
mengenai bagaimana orang menafsirkan konten media
o Analisis penerimaan menyediakan analisis yang mendalam
mengenai bagaimana media digunakan dalam konteks sosial
sehari-hari
Kelemahan :
o Analisis penerimaan biasanya berdasarkan pada interpretasi
subjektif khalayak
20 Universitas Kristen Petra
o Studi ini menggunakan riset kualitatif yang meniadakan penjelasan
sebab-akibat
o Studi ini berorientasi kepada level mikro
o Studi mengenai penerimaan tidak dapat menunjukan keberadaan
atau ketiadaan efek
2.8.1 Teks
Menurut Budiman, teks merupakan seperangkat tanda yang ditransmisikan
dari seorang pengirim kepada penerima melalui medium tertentu dan dengan
kode-kode tertentu. Sedangkan menurut Guy Cook, teks adalah semua bentuk
Bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak pada lembar kertas, tetapi juga
semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan musik, gambar, efek suara, citra dan
sebagainya (dalam Sobur, 2001, p.56).
Istilah teks juga dapat diartikan sebagai keluaran atau hasil yang bermakna
dari pertemuan antara pembaca dan konten. Misalnya saja sebuah program
televise dapat menjadi sebuah teks ketika pembaca berinteraksi dengan satu dari
banyak khalayak akan mengaktifkan sejumlah makna atau kesenangan yang
mampu merangsang (Fiske, 1987, p.14).
2.8.2 Konteks
Dalam kajian penelitian khalayak, konteks merupakan hal yang penting.
Adanya faktor kontekstual pada khalayak, mampu memengaruhi cara mereka
menciptakan makna atas teks (Hadi, 2009). Beberapa faktor kontekstual yang
memengaruhi khalayak dalam membaca teks antara lain identitas khalayak,
persepsi penonton atas film atau genre program televisi dan produksi, latar
belakang sosial, sejarah dan isu politik (Hadi, 2009, p.2). Konteks dalam
pemakaian bahasa dibedakan menjadi empat macam, yaitu (Sobur, 2001, p.57) :
1. Konteks Fisik : Konteks fisik meliputi tempat terjadinya pemakaian
bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang dilibatkan dalam peristiwa
komunikasi itu sendiri dan perilaku dari para peran di dalam peristiwa
komunikasi tersebut.
21 Universitas Kristen Petra
2. Konteks Epistemis : konteks epistemis merujuk kepada latar belakang
pengetahuan yang diketahui oleh pembaca maupun pendengar.
3. Konteks Linguistik : konteks linguistik berarti kalimat atau tuturan yang
melebihi satu kalimat dalam peristiwa komunikasi.
4. Konteks Sosial : merupakan relasi sosial dan latar belakang yang
melengkapi hubungan antara pembicara dengan pendengar.
Konteks memasukan semua situasi yang berada di luar teks dan
memengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana
teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan sebagainya. Konteks dapat
berupa verbal dan nonverbal, linguistis dan nonlinguistik (Van Zoest dalam
Sobur, 2001, p.58)
2.8.3 Intertekstualitas
Intertekstual merupakan sebuah teks yang ditempatkan di tengah-tengah
teks-teks yang lain (Amertawengrum, 2010). Intertektualitas adalah hakekat suatu
teks yang di dalamnya ada teks lain, atau dapat diartikan juga sebagai suatu teks
yang hadir pada teks lainnya (Kristeva dalam Amertawengrum, 2010, p.2).
Kristeva juga menjelaskan bahwa hadirnya teks lain akan memberikan warna
tersendiri pada suatu teks dan mampu memengaruhi penerimaan seseorang
terhadap suatu teks. Sebuah teks asing harus dianggap memiliki hubungan
struktural dengan unsur-unsur lain dalam teks (Kristeva dalam Amertawengrum,
2010,p.2).
Intertektualitas memiliki fokus ganda. Pertama, interteks menarik
perhatian pemirsanya pada kepentingan-kepentingan teks-teks terdahulu, termasuk
penolakan terhadap otonomi teks dan sebuah karya mempunyai makna apabila
jika hal-hal tertentu telah terlebih dahulu ditulis. Kedua, interteks menuntun
pemirsa untuk mengetahui teks-teks pertama untuk menolong mengartikan sebuah
kode dengan kemungkinan variasi arti yang berbeda-beda (Amertawengrum,
2010, p.3).
22 Universitas Kristen Petra
2.9 Nisbah Antar Konsep
Kritik sosial pada dasarnya adalah salah satu bentuk komunikasi yang
bertujuan untuk mengkritisi fenomena-fenomena sosial. Banyak media yang dapat
digunakan untuk menyuarakan kritik sosial, salah satunya adalah melalui musik.
Eka Gustiwana mengemas kritik sosial menjadi sebuah video speech composing
yang kemudian diupload ke situs sharing video terbesar di dunia, YouTube.
Dalam mengkonsumsi media, audience dianggap sebagai bagian dari
interpretatitve communities dimana audience bersifat aktif dan tidak menerima
pesan yang disampaikan oleh media begitu saja. Audience aktif dalam
mempersepsi dan memproduksi makna. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimana penerimaan masyarakat terhadap kritik sosial dalam video
speech composing karya Eka Gustiwana di YouTube.
23 Universitas Kristen Petra
2.10 Kerangka Pemikiran
Bagan 2.1: Kerangka Pemikiran
Sumber: Olahan Peneliti
Kritik Sosial sebagai salah satu bentuk komunikasi yang
mengkritisi fenomena sosial
Eka Gustiwana mengemas kritik sosial menjadi sebuah
video Speech Composing yang kemudian diunggah ke
YouTube
Dikonsumsi oleh Audience yang merupakan bagian dari
interpretative communities
Reception Analysis
Dominant Negotiated Oppositional
Penerimaan Masyarakat Terhadap Kritik Sosial dalam
Video Speech Composing Karya Eka Gustiwana di
YouTube