2. penetapan kadar abu.doc

10
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN II PERCOBAAN II PENETAPAN KADAR ABU NAMA : M. ALFIAN NOOR NIM : J0B11235 KELOMPOK : I (SATU) ASISTEN : FADLILATURRAHMAH, S.Farm., M.Sc. Apt. PROGRAM STUDI D-3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2013

Upload: alvi-hunter

Post on 29-Nov-2015

268 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

LAPORAN ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN

TRANSCRIPT

Page 1: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN II

PERCOBAAN II

PENETAPAN KADAR ABU

 

  

NAMA : M. ALFIAN NOOR

NIM : J0B11235

KELOMPOK : I (SATU)

ASISTEN : FADLILATURRAHMAH,

S.Farm., M.Sc. Apt.

 

PROGRAM STUDI D-3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2013

Page 2: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

PERCOBAAN II

PENETAPAN KADAR ABU

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah :

1. Untuk menetapkan kandungan kadar aabu yang terdapat pada beberapa bahan

makanan.

2. Untuk mengetahui prinsip metode penetapan kadar abu dengan metode tanur.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik, kadar

abu suatu bahan tergantung bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada

hubungannya dengan mineral yang dikandung oleh suatu bahan. Mineral tersebut

terdapat dalam bentuk garam organik, garam anorganik, atau sebagai bentuk

senyawa kompleks yang bersifat organis. Penentuan kadar abu seringkali

dilakukan untuk mengendalikan garam-garam anorganik seperti garam kalsium.

Prinsip kerja dari penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan

(pembakaran) semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan

kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran

tersebut (Sudarmadji, et al., 1996).

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral

yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri

dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur

mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu

tersebut dapat menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-

bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen

anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu

total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik

atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan

sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Astuti, 2011).

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara

pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral

Page 3: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam berdasarkan

yaitu :

1. Garam-garam organik, misalnya garam dari asam malat, oxalate, asetat., pektat

dan lain-lain

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan

logam alkali

(Winarno, 1991).

Kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak

terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.

Kadar abu dalam suatu bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan

pangan tersebut. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam

bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan

menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral

yang terdapat dalam bahan pangan yaitu: 

1. Garam organik     : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat

2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat

(Winarno, 1991).

Penentuan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus

dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu

pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah

(wet digestion). Pemilihan cara tersebut  tergantung pada sifat  zat organik dalam

bahan, sifat  zat  anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang  akan dianalisa

serta sensitivitas cara yang digunakan (Apriyantono, et.al, 1989).

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat

organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian melakukan

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Pengabuan

dilakukan melalui dua tahap

yaitu :

a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat

melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga

kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

Page 4: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan

maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang

mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba

(Sudarmadji, et al., 1996).

 Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral,

kecuali merkuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa

kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang

digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan

menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut. Beberapa kelemahan maupun

kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa

kelebihan dari cara langsung, antara lain : 

a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil

pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,

b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta

abu yang tidak larut dalam asam, dan 

c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak

menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

Sedangkan kelemahan dari pengabuan cara langsung antara lain :

a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,

b. Tanpa penambahan regensia, 

c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan

d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi

(Apriyantono, et.al, 1989).

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia

tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa

ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya

dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol

alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan

menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan

untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen

semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga akan mempercepat teradinya

proses pengabuan (Sudarmadji, et al., 1996).

Page 5: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara

tidak langsung. Kelebihan dari cara pengabuan tidak langsung menurut meliputi :

a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,

b. Suhu yang digunakan relatif rendah,

c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah, 

d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan

e. Penetuan kadar abu lebih baik

(Apriyantono, et.al, 1989).

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung meliputi

hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun, memerlukan

regensia yang kadangkala berbahaya dan memerlukan koreksi terhadap  regensia

yang digunakan. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan

yaitu:

1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan.

Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau

lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu

yang tinggi.

2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan

Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah

yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat

dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan

(Apriyantono, et.al, 1989).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cawan pengabuan,

tanur, desikator, dan neraca analitik.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah tepung (beras,

gandum, roti, terigu, maizena, kanji).

Page 6: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

Prosedur kerja pada percobaan ini sebagai berikut :

1. Cawan pengabuan dibakar di dalam tanur pada suhu 105oC, kemudian

didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

2. Sebanyak 2 gram sampel ditimbang di dalam cawan, kemudian dimasukkan ke

dalam tanur dan dipanaskan hingga suhu 500oC selama 6 jam.

3. Tanur dimatikan dan dapat dibuka setelah mencapai suhu 105oC.

4. Cawan diambil dengan hati-hati dari dalam tanur kemudian ditimbang.

 

Page 7: 2. PENETAPAN KADAR ABU.doc

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono A., Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyantono. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astuti. 2011. Analisis Bahan Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sudarmadji, S., Bambang & Suhandi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.