eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/35155/3/bab 2 neu revisian3 bar ujian.docx · web viewbab ii...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
Pada bagian kajian teori ini secara berturut-turut akan dikaji tentang:
pembelajaran fisika, metode demonstrasi, media video, hasil belajar fisika, dan
ringkasan materi sifat elastisitas bahan.
1. Pengertian Pembelajaran Fisika
Menurut Mundilarto (2002: 1) belajar adalah merupakan persoalan setiap
manusia. Hampir semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan
sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang karena belajar. Kegiatan belajar
terjadi tidak saja pada situasi formal di sekolah akan tetapi juga di luar sekolah
seperti di lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan di tengah-tengah
masyarakat. Menurut Sugihartono (2007: 74) belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau dapat diartikan bahwa belajar
merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud
perubahan tingkah laku dan kemampuan berinteraksi yang relatif permanen atau
menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Nana
Sudjana (1996: 7), mengajar adalah suatu kegiatan mengatur dan mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat mendorong dan
menumbuhkan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Sudjana (2000: 6)
menjelaskan, pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik
dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam pembelajaran ini memiliki tujuan untuk
terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan yang dilakukan peserta didik,
8
sedangkan pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah guru dan peserta
didik yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan
pembelajaran adalah penyampaian bahan atau materi belajar yang bersumber dari
kurikulum suatu pendidikan.
Menurut Abu Hamid (2011: 5) model pembelajaran diartikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan sistemik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran berfungsi sebagai
pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar dan
mengajar (pembelajaran).
Menurut Mundilarto (2010: 3) fisika pada dasarnya merupakan abstraksi
dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Kesulitan yang banyak
dihadapi oleh peserta didik adalah menginterpretasikan berbagai konsep dan
prinsip fisika karena mereka dituntut harus mampu menginterpretasikannya
dengan tepat, tidak samar-samar atau memiliki makna ganda. Kemampuan peserta
didik dalam mengidentifikasi dan menginterpretasi konsep-konsep fisika
merupakan syarat penting bagi penggunaan konsep-konsep tersebut untuk
membuat inferensiinferensi yang lebih kompleks atau memecahkan soal fisika.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkap bahwa fisika merupakan salah satu
cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan untuk mempelajari gejala-gejala
alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan berdasarkan
metode ilmiah.
Pembelajaran bermakna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan, subjek
belajar disini adalah siswa Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan oleh
9
pendidik kepada peserta didik agar dapat terjadi proses transfer ilmu dan
pengetahuan, keterampilan, serta tingkah laku yang lebih baik serta pembentukan
sikap dan kepercayaan diri bagi peserta didik. Pengetahuan Fisika akan
bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas
terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus diingat bahwa pendidikan sains
tidak semata-mata ditujukan untuk menghasilkan saintis, akan tetapi lebih pada
usaha membantu siswa memahami arti pentingnya berpikir secara kritis terhadap
ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan yang telah
diyakini kebenarannya (Mundilarto, 2002: 5).
Mata pelajaran Fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai
konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan
metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkap bahwa pembelajaran fisika
merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan untuk
mempelajari gejala-gejala alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah.
2. Metode Demonstrasi
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru,
yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Hamzah, 2007: 2). Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak
terlepas dari penjelasan lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi
peran siswa hanya sekadar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat
10
menyajikan bahan pelajaran yang lebih konkret. Oleh karena itu, metode
demonstrasi sesuai untuk digunakan dalam penyampaian materi fisika.
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang di dalam
penyajian pelajarannya dilakukan dengan memperagakan dan mempertunjukkan
kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya
atau hanya sekadar tiruan (Sanjaya, 2007: 152). Tujuannya adalah agar siswa
lebih memahami materi yang diberikan lewat suatu kenyataan yang dapat diamati.
Muhibbin Syah (2011: 205) mengungkapkan bahwa tujuan pokok
penggunaaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk
memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara
melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Menurut Darajat yang dikutip
oleh Muhibbin Syah (2011: 206) banyak keuntungan psikologis yang dapat diraih
dengan menggunakan metode demonstrasi, antara lain yang terpenting ialah: a)
perhatian siswa lebih dipusatkan, b) proses belajar siswa lebih terarah pada materi
yang sedang dipelajari, dan c) pengalaman dan kesan sebagaii hasil pembelajaran
lebih menlekat dalam diri siswa.
Jadi, metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya
suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang
dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata
atau tiruannya. Selama kegiatan penyelidikan siswa melakukan langkah-langkah
kegiatan berupa memperhatikan, mengajukan pertanyaan, dan menarik
kesimpulan dari hal yang didemontrasikan.
Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Begitupun dengan metode demonstrasi. Menurut Sudirman (1992: 133), metode
11
demonstrasi memiliki beberapa kelebihan antara lain: a) metode ini dapat
membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, b) siswa akan lebih
mudah dalam memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari, c) proses
pengajaran akan lebih menarik, dan d) siswa menjadi lebih aktif mengamati,
menyesuaikan, antara teori dengan kenyataaan dan dapat mencoba melakukan
sendiri.
Kekurangan metode demonstrasi menurut Sudirman (1992: 134) adalah
sebagai berikut: a) metode ini memerlukan keterampilan guru yang tinggi. Sebab
tanpa ini pelaksanaan metode demonstrasi tidak akan berjalan efektif, b) fasilitas,
peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik, c)
metode ini memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang, dan d) metode
ini memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu jam
pelajaran lainnya.
Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sebagai
berikut: a) drajat visibilitas kurang, siswa tidak dapat melihat atau mengamati
keseluruhan benda atau peristiwa yang didemontrasikan, kadang-kadang terjadi
perubahan yang tidak terkontrol, b) dalam demonstrasi diperlukan alat-alat
khusus, c) dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang
didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian, d) tidak semua hal dapat
didemonstrasikan di dalam kelas, e) memerlukan banyak waktu, sedangkan
hasilnya kadang-kadang minimum, f) kadang-kadang proses yang
didemonstrasikan didalam kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan
dalam situasi nyata/sebenarnya, dan g) agar di dalam demonstrasi mendapatkan
hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran (Syaiful Sagala, 2006: 212).
12
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
demonstrasi memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga kita harus memilih
materi pembelajaran yang sesuai sebelum kita menggunakan metode demonstrasi.
Hal ini bertujuan agar pembelajaran efektif dan efisien.
3. Media Video
Menurut Romiszowski (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1991: 8) media
adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa
orang atau benda) kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (1980: 244-246)
mengungkapkan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media
digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan media yang mungkin guru
tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.
a. Ciri Fiktatif (Fixtative Property). Ciri ini menggambarkan kemampuan media
merekam, menyimpan, melestarikan, dan mengkontruksi suatu peristiwa atau
objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan
media seperti fotografi, video, tape, audio tape, disket, komputer, dan film.
Media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau obyek yang terjadi pada
suatu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property). Tansformasi suatu kejadian atau
objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang
memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua
atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.
c. Ciri Distributif (Distributive Property). Ciri distributif dari media
memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan
secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa
13
dengan stimulus pengalaman yang relatif sama dengan kejadian itu. Sekali
informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat diproduksi beberapa
kali dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan
secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah
direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.
Teknologi komunikasi pendidikan adalah bagian dari teknologi
pendidikan, karena teknologi pendidikan dapat dipandang sebagai pemanfaatan
media teknologi untuk tujuan pendidikan, secara khusus menciptakan teknologi
pendidikan dan dapat pula berupa pendekatan sistematis, kritis, dan ilmiah
(Sudarwan, 1995: 7). Implikasi dari aplikasi teknologi komunikasi menurut
Miarso (1980) adalah sistem pendidikan atau intruksional yang media dan
fasilitasnya merupakan bagian yang integral, media dan fasilitas itu mempunyai
fungsi penyajian informasi, ide, dan konsepsi.
Revolusi industri sebagai akibat kemauan teknologi dan ilmu pengetahuan
sejak akhir abad ke-19 turut mempengaruhi pendidikan dengan menghasilkan alat
pendidikan seperti fotografi, gramofon, film, filmstrip, sampai kepada radio,
komputer, laboraturium bahasa, video tape, dan sebagainya (Nasution, 1994: 102).
Azhar Arsyad (2002: 49) menyatakan bahwa video merupakan gambar-gambar
dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor
secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Video, sebagai media
audio-visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam
masyarakat kita. Pesan yang disajikan bisa bersifat fakta (kejadian/peristiwa
penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita rakyat), bisa bersifat
informatif, edukatif maupun instruksional. Sebagian besar tugas film dapat
14
digantikan oleh video, tetapi tidak berarti bahwa video akan menggantikan
kedudukan film.
Penggunaan media dalam pembelajaran mempunyai kelebihan dan
keterbatasan sendiri. Kelebihan dari penggunaan media video antara lain: a) dapat
menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan luar
lainnya, b) sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari
ahli-ahli/spesialis, c) demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam
sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada
penyajian, d) menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang, e)
bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau berbahaya seperti
harimau, f) keras lemahnya suara yang ada bisa diatur dan disesuaikan bila akan
disisipi komentar yang akan didengar, g) gambar proyeksi bisa di-“beku”-kan
untk diamati dengan seksama. Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan
gerakan gambar tersebut, kontrol sepenuhnya ada ditangan guru, dan h) ruangan
tak perlu digelapkan waktu menyajikan. Hal-hal negatif yang perlu diperhatikan
sehubungan dengan penggunaan video dalam proses pembelajaran adalah a)
perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi merekan jarang dipraktikkan, b) sifat
komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk
umpan balik yang lain, c) kurang mampu menampilkan detail dari objek yang
disajikan secara sempurna, dan d) memerlukan peralatan yang mahal dan
kompleks (Arief S, 2009: 74-75).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan turut serta mempengaruhi dunia pendidikan, salah satunya
yaitu ditemukannya media audio-visual (video) yang menjadi alternatif untuk
15
dijadikan media pembelajaran. Media video memiliki kekurangan dan kelebihan,
sehingga kita harus memilih materi pembelajaran yang sesuai sebelum kita
menggunakkan media video. Hal ini bertujuan agar pembelajaran efektif dan
efisien.
4. Hasil Belajar Fisika
Penilaian hasil belajar fisika tidak dapat dipisahkan dengan proses kegiatan
belajar mengajar sebab pada hakikatnya penilaian juga merupakan proses
pembelajaran peserta didik (Mundilarto, 2010: 14). Klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang dikutip Nana Sudjana (2005: 22-23) yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah yakni:
a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni: pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis), dan evaluasi (evaluation). Anderson dan Kratwohl pada
tahun 2001 melakukan revisi untuk ranah kognitif yaitu: mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi, dan
internalisasi. Penilaian ranah afektif dilakukan melalui pengamatan,
dilakukan secara terus menerus dan pada umumnya dilakukan dengan
cara non ujian.
c.Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada empat aspek ranah psikomotoris, yakni:
gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual,
16
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dalam penelitian ini, klasifikasi penilaian hasil belajar yang akan digunakan
adalah menurut Benyamin Bloom yang dikutip Nana Sudjana (2005: 22-23),
yakni pada ranah kognitif dan ranah afektif. Ranah kognitif meliputi mengingat
(C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), dan menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6), sementara ranah afektif dikhususkan pada
sikap sosial siswa. Anderson dan Krathwohl (2000) telah melakukan revisi
taksonomi Bloom untuk ranah kognitif yang disebut Taxonomi for Learning,
Teaching, and assesing sebagai berikut:
a. Mengingat
Mengenal kembali pengetahuan yang telah disimpan dalam memori.
b. Memahami
Membangun arti dari berbagai jenis materi yang ditandai denga
kemampuan menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi,
merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
c. Menerapkan
Melakukan atau menggunakan suatu prosedur melalui pelaksanaan atau
penerapan pengetahuan.
d. Menganalisis
Mengurai materi atau konsep kedalam bagian bagian, mengkaji hubungan
antar bagian untuk mempelajari struktur atau tujuan secara keseluruhan.
e. Mengevaluasi
17
Membuat kebijakan berdasarkan pada kriteria dan standar melalui
pengamatan dan peninjauan.
f. Menciptakan
Mengkombinasikan elemen elemen untuk membentuk bangun keseluruhan
yang logis dan fungsional.
(Mundilarto, 2010: 6)
Wayan (1992: 276) Sikap yang diambil oleh seseorang didasarkan atas
nilai-nilai tertentu yang didukungnya. Guru perlu mengetahui nilai-nilai tertentu
yang ada pada anak, dan perlu mengetahui bagaimana sikap anak terhadap dunia
sekitarnya, khususnya terhadap sekolah. Apabila ternyata ada anak-anak yang
mempunyai sikap negatig terhadap sekolah, maka guru perlu mencari cara-cara
untuk mengembangkan nilai-nilai positif pada anak-anak sehingga dari sikap
negatif akan berkembang menjadi sikap positif.
Dalam taksonomi ranah afektif menurut David Kartwohl dalam
Mundilarto (2010: 11) dibagi dalam lima aspek, yaitu:
a) Menerima (receiving), kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus,
respon, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan yang datang dari
luar. Hal ini menggambarkan kepekaan peserta didik terhadap
penerimaan stimulus, kesadaran, dan kemauan untuk mendengarkan,
mempelajari, menyeleksi, dan menerima informasi.
b) Menanggapi (responding), kegiatan afektif yang meliputi keinginan dan
kesenangan atas reaksi dan respon yang telah diberikan sesuai dengan
nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Hal ini menunjukkan perhatian
18
aktif peserta didik terhadap stimulus dan motivasinya untuk
mempelajarinya.
c) Menilai (valuing), kesadaran menerima norma atau nilai dan
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diberikan. Hal ini
menggambarkan kepercayaan dan sikap peserta didik untuk memilih,
menerima, dan bertanggung jawab terhadap nilai-nilai tertentu.
d) Organisasi (organization), merupakan pengembangan norma atau nilai-
nilai sosial dalam suatu sistem organisasi. Ketika nilai-nilai dan
keyakinan peserta didik terinternalisasi, maka peserta didik akan
mengorganisasi dirinya sendiri menurut prioritas.
e) Karakteristik (characteristic), keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Hal ini menggambarkan sistem yang berbentuk mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah laku yang mencerminkan nilai secara
umum dan filosofi tentang kehidupan.
Menurut Anderson dalam Akhmad Sudrajat (2008: 3), pemikiran atau
perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif.
Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku
harus tipikal seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah
intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari
perasaan. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif aau negatif dari
perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Target mengacu
pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
19
Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 4) ada lima tipe karakteristik afektif yang
penting, yaitu:
1) Sikap
Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan
menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta
menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses
pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi
terhadap sesuatu. Contoh karakteristik sikap adalah percaya diri,
kerjasama, rasa ingin tahu, partisipasi peserta didik, dan lain sebagainya.
2) Minat
Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang
mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian dan pencapaian.
3) Konsep diri
Menurut Smith konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Informasi tentang
konsep diri peseta didik ini penting bagi pendidik untuk memotivasi
belajar peserta didik dengan tepat.
4) Nilai
Nilai menurut Rokeach merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,
tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Nilai itu sendiri merupakan
suatu cara atau hasil akhir dari tindakan yang dinilai sebagai sesuatu yang
20
diinginkan atau tidak diinginkan tergantung pada situasi dan nilai yang
diacu target nilai dapat berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku.
5) Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan
orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.
Karakterisktik ranah afektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
karakteristik yakni pada sikap yang dikhususkan untuk sikap sosial
siswa.
Hasil belajar peserta didik sesuai dengan pengalaman yang didapatkan oleh
peserta didik, hal tersebut dijelaskan dalam kerucut pengalaman Edgar Dale
sebagai berikut:
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
(Cranton, 1989 dalam jurnal Saifuddin Zuhri dan Zaenal Abidin)
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman
belajar bagi siswa, Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996: 16) melukiskannya dalam
sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of
21
experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas
untuk menentukan alat Bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh
pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukan oleh
Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh
siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari,
proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses
mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan
pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah
pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa
memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka
semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Teori kerucut Edgar Dale
(Schramm, 1984:101-102), sebagai berikut: Kerucut pengalaman (pengalaman
tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas dan sampai pada
yang paling kurang abstrak pada no 1, yaitu paling bawah)
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan
gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses
perbuatgan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan
mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui bahasa.
Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui
pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh
siswa. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya
hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan
diperoleh siswa. Pengalaman melalui demontrasi adalah teknik penyampaian
informasi melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung
22
dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka
pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.
5. Ringkasan Materi
Materi Sifat Elastisitas Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari berbagai sumber belajar. Materi ini didasarkan pada Kompetensi Inti:
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan.
23
Selain Kompetensi Inti, materi ini juga didasarkan pada Kompetensi
Dasar:
KD 3.6 Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan sehari hari.
KD 4.1 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan
peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah.
KD 4.6 Mengolah dan menganalisis hasil percobaan tentang sifat elastisitas
suatu bahan.
Fakta dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi sifat elastisias
bahan diantaranya adalah:
a. untuk meredam getaran dan goncangan pada kendaraan digunakan shock
breaker.
b. Tali padi busur panah yang berguna untuk melontarkan anak panah
c. Pada salah satu bidang olahraga yaitu trampoline yang terbuat dari bahan
karet.
d. tali pada mainan ketapel yang berfungsi untuk melontarkan benda.
Sifat elastisitas bahan secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:
a. Pengertian
Sifat elastis atau elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk
kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda
itu dihilangkan. Contoh benda elastis lainnya adalah pegas. Beberapa benda,
seperti plastisin, tanah liat, dan adonan tepung kue tidak kembali ke bentuk
awalnya segera setelah gaya luar dihilangkan. Benda-benda seperti itu
disebut benda tak elastis atau benda plastis. Ada dua pengertian dasar dalam
24
mempelajari sifat elastis benda padat, yaitu tegangan (stress) dan regangan
(strain). Pembahasan mengenai keduanya diuraikan pada bagian berikut.
1) Tegangan / stress (σ )
Gambar 2 menunjukan besaran fisika dalam materi sifat elastisitas bahan.
Gambar 2. Besaran dalam sifat elastisitas bahan
Benda yang dikenai gaya tertentu akan mengalami perubahan bentuk.
Perubahan bentuk bergantung pada arah dan letak gaya-gaya tersebut diberikan.
Ada tiga jenis perubahan bentuk yaitu regangan, mampatan, dan geseran.
Tegangan (stress) pada benda, misalnya kawat besi, didefinisikan sebagai
gaya persatuan luas penampang benda tersebut. Tegangan diberi simbol σ (dibaca
sigma). Secara matematis,
σ= FA ................................. (1)
Keterangan:
F : besar gaya tekan/tarik (N)
25
A : luas penampang (m2)
σ : tegangan (N/m2)
2) Regangan / strain (ε ¿
didefinisikan sebagai perbandingan antara penambahan panjang benda
ΔX terhadap panjang mula-mula X. Secara matematis,
ε= Δ XX ................................. (2)
Keterangan:
ε : regangan strain
ΔX : pertambahan panjang (m)
X : panjang mula-mula (m)
Selama gaya F yang bekerja pada benda elastis tidak melampaui batas
elastisitasnya, maka perbandingan antara tegangan (σ ) dengan regangan (ε )
adalah konstan. Bilangan (konstanta) tersebut dinamakan modulus elastis atau
modulus Young (E). Jadi, modulus elastis atau modulus Young merupakan
perbandingan antara tegangan dengan regangan yang dialami oleh suatu benda.
Secara matematis,
E=σε=
FA
∆ XX
= F XA ∆ X ................................. (3)
Keterangan:
E : Modulus Young (N/m2¿
26
F : besar gaya tekan/tarik (N)
A : luas penampang (m2)
σ : tegangan (N/m2)
ε : regangan strain (tanpa satuan)
ΔX : pertambahan panjang (m)
X : panjang mula-mula (m)
c. Hukum Hooke
Suatu benda yang dikenai gaya akan mengalami perubahan bentuk
(volume dan ukuran). Misalnya suatu pegas akan bertambah panjang dari ukuran
semula, apabila dikenai gaya sampai batas tertentu. Pemberian gaya sebesar F
akan mengakibatkan pegas bertambah panjang sebesar ∆X. Besar gaya F
berbanding lurus dengan ∆X !
F=−k ∆ X................................. (4)
Keterangan :
F : Gaya Pegas (N ¿
k :Konstanta Pegas (N /m ¿¿
ΔX : Pertambahan Panjang (m)
Tanda negatif (-) menandakan bahwa gaya pegas berlawanan arah dengan gaya
yang diberikan.
e. Rangkaian Pegas
1) Rangkaian paralel
27
(a) (b)
Gambar 3. Susunan Pegas Paralel
Gambar 3 (a) menunjukkan dua pegas dengan konstanta k1 dan k 2 dipasang paralel. Konstansta kedua pegas tersebut dapat diganti dengan konstanta k p, seperti pada Gambar 3 (b).
Prinsip dari pegas yang disusunan paralel adalah
a) Gaya tarik pegas F sama dengan total gaya tarik pada tiap-tiap pegas (F1dan F2¿.
F=F1+ F2 ................................. (5)
b) Pertambahan panjang tiap pegas sama besar, dan pertambahan panjang ini sama dengan panjang pegas pengganti.
∆ x=∆ x1+∆ x2 ................................. (6)
Dengan menggunakan hukum Hooke dan kedua prinsip susunan paralel, kita
dapat menentukan hubungan antara tetapan pegas pengganti paralel k p, dengan
tetapan tiap-tiap pegas (k1 dan k 2).
F=k p ∆ x ................................... (7)
F1=k1 ∆ x1 .................................... (8)
F2=k2 ∆ x2................................... (9)
28
Ketiga persamaan diatas disubstitusikan kedalam persamaan5, sehingga
didapatkan persamaan 10:
k p ∆ x = k1 ∆ x1+k2 ∆ x2 .................... (10)
Kemudian diperoleh persamaan konstanta pegas pengganti rangkaian pegas
paralel :
k p=k1 +k2................................... (11)
Keterangan:
k p : konstanta pegas total rangkaian paralel (N /m)
k1: konstanta pegas pertama rangkaian (N /m)
k 2: konstanta pegas kedua rangkaian (N /m)
2) Pegas Disusun Seri
(a) (b)Gambar 4. Susunan Pegas Seri
Gambar 4 (a) menunjukkan dua pegas dengan konstanta k1 dan k 2 dipasang seri. Konstansta kedua pegas tersebut dapat diganti dengan konstanta k p seperti pada Gambar 4 (b).
29
Prinsip dari pegas yang disusunan paralel adalah
a) Gaya tarik pegas F sama dengan total gaya tarik pada tiap-tiap pegas (F1dan F2¿.
∆ x=∆ x1+ ∆ x2................................... (12)
b) Pertambahan panjang tiap pegas sama besar, dan pertambahan panjang ini sama dengan panjang pegas pengganti.
F=F1=F2 ..................................... (13)
Dengan menggunakan hukum Hooke dan kedua prinsip susunan paralel, kita dapat menentukan hubungan antara tetapan pegas pengganti paralel k p, dengan
tetapan tiap-tiap pegas (k1 dan k 2). F=k s ∆ x ∆ x= Fk s
∆ x1=Fk1
...................................... (14)
∆ x2=Fk2
..................................... (15)
Ketiga persamaan diatas disubstitusikan kedalam
persamaan12, sehingga didapatkan persamaan :
Fks
=F1
k1+
F2
k 2 .................................. (16)
Kemudian diperoleh persamaan konstanta pegas pengganti rangkaian pegas paralel :
1ks
= 1k1
+ 1k2
.................................. (17)
Keterangan:
k s : konstanta pegas total rangkaian seri (N /m)
k1: konstanta pegas pertama rangkaian (N /m)
30
k 2: konstanta pegas kedua rangkaian (N /m)
d. Energi Potensial Elastisitas
Gambar 5. Grafik energi potensial pegas
Dari grafik hubungan gaya (F) dengan besar panjang, sehingga usaha dapat
dicari dengan menghitung daerah yang diarsir yaitu bangun segitiga. Dan
dituliskan persamaan energinya:
W =12
a t=12
F ∆ X ......................... (18)
W =Ep=12
k ∆ X2......................... (19)
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Edy Sutrisyanto (2007) dengan judul “Upaya peningkatan prestasi belajar
fisika menggunakan media animasi komputer dan media modul pada siswa
kelas VII SMP Negeri 1 Winong pati tahun ajaran 2005/2006”. Hasil penelitian
menunjukan bahwa: (1) ada perbedaan prestasi belajar ketika menggunakan
media animasi komputer dan media modul . (2) kelas yang diberikan perlakuan
dengan media animasi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi jika
31
dibandingkan dengan kelas yang menggunakan media modul, masing masing
sebesar 32,33, dan 36, dan (3) pembelajaran yang menggunakan media animasi
komputer lebih efektif dibanding dengan media modul pada materi getaran dan
gelombang.
2. Panji Gumilar (2010) dengan judul “Perbedaan peningkatan pemahaman
konsep dan ketrampilan proses sains siswa dengan metode simulasi komputer
dan metode demonstrasi menggunakan eda (easier demonstration for
archimedes’s law) pada pokok bahasan fluida statis”. Hasil penelitian adalah:
1) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan pemahaman
konsep siswa pada pembelajaran menggunakan metode simulasi komputer dan
metode demonstrasi menggunakan eda pada pokok bahasan fluida statis, (2)
Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan ketrampilan proses
sains siswa pada pembelajaran menggunakan metode simulasi komputer dan
metode demonstrasi menggunakan pada pokok bahasan fluida statis dengan
metode simulasi komputer lebih berhasil meningkatkan ketrampilan proses
sains siswa.
C. Kerangka Berpikir
Sebuah proses pembelajaran yang baik dibutuhkan sebuah sistem yang
berjalan dengan baik mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
32
Ketiga hal tersebut harus berjalan dengan optimal, hal ini karena bila salah satu
proses tidak berjalan dengan baik maka akan berdampak pada proses lain dan
menyebabkan hasil belajar kurang optimal. Pada proses pelaksaan digunakan
metode pembelajaran yang kurang sesuai sehingga siswa yang diajar merasa
bosan, mengantuk, sehingga tidak fokus dengan materi yang diajarkan, sehingga
dibutuhkan metode pembelajaran yang tepat. Dalam penelitian ini menggunakan
metode demonstrasi namun dengan 2 bentuk penyajian yang berbeda. Pertama
melalui media video dan yang kedua secara langsung atau konvensional, sehingga
dengan kedua bentuk penyajian akan diperoleh model penyajian mana yang lebih
efektif dalam pembelajaran fisika materi elastisitas. Gambar 6 menunjukan alur
kerangka berpikir dalam penelitian ini.
33
Pembelajaran fisika
Meningkatkan prestasi belajar siswa aspek kognitif dan aspek afektif
metode pembelajaran
Metode Demonstrasi
Bentuk video Konvensional
Gambar 6. Alur Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Bedasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa aspek kognitif yang menggunakan metode
demontrasi dengan media penyampaian video dan konvensional.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa aspek afektif ranah sikap sosial yang
menggunakan metode demontrasi dengan media penyampaian video dan
konvensional.
3. Hasil belajar siswa aspek kognitif yang menggunakan metode demontrasi dengan
media penyampaian video lebih baik ketimbang dengan media penyampaian yang
konvensional.
4. Hasil belajar siswa aspek afektif ranah sikap sosial yang menggunakan metode
demontrasi dengan media penyampaian video lebih baik ketimbang dengan media
penyampaian yang konvensional.
34