eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/35155/3/bab 2 neu revisian3 bar ujian.docx · web viewbab ii...

43
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis Pada bagian kajian teori ini secara berturut- turut akan dikaji tentang: pembelajaran fisika, metode demonstrasi, media video, hasil belajar fisika, dan ringkasan materi sifat elastisitas bahan. 1. Pengertian Pembelajaran Fisika Menurut Mundilarto (2002: 1) belajar adalah merupakan persoalan setiap manusia. Hampir semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang karena belajar. Kegiatan belajar terjadi tidak saja pada situasi formal di sekolah akan tetapi juga di luar sekolah seperti di lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Menurut Sugihartono (2007: 74) belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau dapat diartikan bahwa belajar merupakan suatu 8

Upload: lamkhuong

Post on 30-May-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

Pada bagian kajian teori ini secara berturut-turut akan dikaji tentang:

pembelajaran fisika, metode demonstrasi, media video, hasil belajar fisika, dan

ringkasan materi sifat elastisitas bahan.

1. Pengertian Pembelajaran Fisika

Menurut Mundilarto (2002: 1) belajar adalah merupakan persoalan setiap

manusia. Hampir semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan

sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang karena belajar. Kegiatan belajar

terjadi tidak saja pada situasi formal di sekolah akan tetapi juga di luar sekolah

seperti di lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan di tengah-tengah

masyarakat. Menurut Sugihartono (2007: 74) belajar merupakan suatu proses

perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, atau dapat diartikan bahwa belajar

merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud

perubahan tingkah laku dan kemampuan berinteraksi yang relatif permanen atau

menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Nana

Sudjana (1996: 7), mengajar adalah suatu kegiatan mengatur dan mengorganisasi

lingkungan yang ada di sekitar peserta didik sehingga dapat mendorong dan

menumbuhkan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Sudjana (2000: 6)

menjelaskan, pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik

dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam pembelajaran ini memiliki tujuan untuk

terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan yang dilakukan peserta didik,

8

sedangkan pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah guru dan peserta

didik yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan

pembelajaran adalah penyampaian bahan atau materi belajar yang bersumber dari

kurikulum suatu pendidikan.

Menurut Abu Hamid (2011: 5) model pembelajaran diartikan sebagai

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan sistemik

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran berfungsi sebagai

pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar dan

mengajar (pembelajaran).

Menurut Mundilarto (2010: 3) fisika pada dasarnya merupakan abstraksi

dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Kesulitan yang banyak

dihadapi oleh peserta didik adalah menginterpretasikan berbagai konsep dan

prinsip fisika karena mereka dituntut harus mampu menginterpretasikannya

dengan tepat, tidak samar-samar atau memiliki makna ganda. Kemampuan peserta

didik dalam mengidentifikasi dan menginterpretasi konsep-konsep fisika

merupakan syarat penting bagi penggunaan konsep-konsep tersebut untuk

membuat inferensiinferensi yang lebih kompleks atau memecahkan soal fisika.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkap bahwa fisika merupakan salah satu

cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan untuk mempelajari gejala-gejala

alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan berdasarkan

metode ilmiah.

Pembelajaran bermakna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan, subjek

belajar disini adalah siswa Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan oleh

9

pendidik kepada peserta didik agar dapat terjadi proses transfer ilmu dan

pengetahuan, keterampilan, serta tingkah laku yang lebih baik serta pembentukan

sikap dan kepercayaan diri bagi peserta didik. Pengetahuan Fisika akan

bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas

terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus diingat bahwa pendidikan sains

tidak semata-mata ditujukan untuk menghasilkan saintis, akan tetapi lebih pada

usaha membantu siswa memahami arti pentingnya berpikir secara kritis terhadap

ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan yang telah

diyakini kebenarannya (Mundilarto, 2002: 5).

Mata pelajaran Fisika di SMA bertujuan agar siswa mampu menguasai

konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan

metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah

yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diungkap bahwa pembelajaran fisika

merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang bertujuan untuk

mempelajari gejala-gejala alam dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

yang dilakukan berdasarkan metode ilmiah.

2. Metode Demonstrasi

Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru,

yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan

pembelajaran (Hamzah, 2007: 2). Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak

terlepas dari penjelasan lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi

peran siswa hanya sekadar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat

10

menyajikan bahan pelajaran yang lebih konkret. Oleh karena itu, metode

demonstrasi sesuai untuk digunakan dalam penyampaian materi fisika.

Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang di dalam

penyajian pelajarannya dilakukan dengan memperagakan dan mempertunjukkan

kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya

atau hanya sekadar tiruan (Sanjaya, 2007: 152). Tujuannya adalah agar siswa

lebih memahami materi yang diberikan lewat suatu kenyataan yang dapat diamati.

Muhibbin Syah (2011: 205) mengungkapkan bahwa tujuan pokok

penggunaaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar ialah untuk

memperjelas pengertian konsep dan memperlihatkan (meneladani) cara

melakukan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu. Menurut Darajat yang dikutip

oleh Muhibbin Syah (2011: 206) banyak keuntungan psikologis yang dapat diraih

dengan menggunakan metode demonstrasi, antara lain yang terpenting ialah: a)

perhatian siswa lebih dipusatkan, b) proses belajar siswa lebih terarah pada materi

yang sedang dipelajari, dan c) pengalaman dan kesan sebagaii hasil pembelajaran

lebih menlekat dalam diri siswa.

Jadi, metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya

suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang

dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata

atau tiruannya. Selama kegiatan penyelidikan siswa melakukan langkah-langkah

kegiatan berupa memperhatikan, mengajukan pertanyaan, dan menarik

kesimpulan dari hal yang didemontrasikan.

Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Begitupun dengan metode demonstrasi. Menurut Sudirman (1992: 133), metode

11

demonstrasi memiliki beberapa kelebihan antara lain: a) metode ini dapat

membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, b) siswa akan lebih

mudah dalam memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari, c) proses

pengajaran akan lebih menarik, dan d) siswa menjadi lebih aktif mengamati,

menyesuaikan, antara teori dengan kenyataaan dan dapat mencoba melakukan

sendiri.

Kekurangan metode demonstrasi menurut Sudirman (1992: 134) adalah

sebagai berikut: a) metode ini memerlukan keterampilan guru yang tinggi. Sebab

tanpa ini pelaksanaan metode demonstrasi tidak akan berjalan efektif, b) fasilitas,

peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik, c)

metode ini memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang, dan d) metode

ini memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu jam

pelajaran lainnya.

Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sebagai

berikut: a) drajat visibilitas kurang, siswa tidak dapat melihat atau mengamati

keseluruhan benda atau peristiwa yang didemontrasikan, kadang-kadang terjadi

perubahan yang tidak terkontrol, b) dalam demonstrasi diperlukan alat-alat

khusus, c) dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang

didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian, d) tidak semua hal dapat

didemonstrasikan di dalam kelas, e) memerlukan banyak waktu, sedangkan

hasilnya kadang-kadang minimum, f) kadang-kadang proses yang

didemonstrasikan didalam kelas akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan

dalam situasi nyata/sebenarnya, dan g) agar di dalam demonstrasi mendapatkan

hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran (Syaiful Sagala, 2006: 212).

12

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode

demonstrasi memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga kita harus memilih

materi pembelajaran yang sesuai sebelum kita menggunakan metode demonstrasi.

Hal ini bertujuan agar pembelajaran efektif dan efisien.

3. Media Video

Menurut Romiszowski (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 1991: 8) media

adalah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa

orang atau benda) kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (1980: 244-246)

mengungkapkan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media

digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan media yang mungkin guru

tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.

a. Ciri Fiktatif (Fixtative Property). Ciri ini menggambarkan kemampuan media

merekam, menyimpan, melestarikan, dan mengkontruksi suatu peristiwa atau

objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan

media seperti fotografi, video, tape, audio tape, disket, komputer, dan film.

Media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau obyek yang terjadi pada

suatu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.

b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property). Tansformasi suatu kejadian atau

objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang

memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua

atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording.

c. Ciri Distributif (Distributive Property). Ciri distributif dari media

memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan

secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa

13

dengan stimulus pengalaman yang relatif sama dengan kejadian itu. Sekali

informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat diproduksi beberapa

kali dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan

secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah

direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.

Teknologi komunikasi pendidikan adalah bagian dari teknologi

pendidikan, karena teknologi pendidikan dapat dipandang sebagai pemanfaatan

media teknologi untuk tujuan pendidikan, secara khusus menciptakan teknologi

pendidikan dan dapat pula berupa pendekatan sistematis, kritis, dan ilmiah

(Sudarwan, 1995: 7). Implikasi dari aplikasi teknologi komunikasi menurut

Miarso (1980) adalah sistem pendidikan atau intruksional yang media dan

fasilitasnya merupakan bagian yang integral, media dan fasilitas itu mempunyai

fungsi penyajian informasi, ide, dan konsepsi.

Revolusi industri sebagai akibat kemauan teknologi dan ilmu pengetahuan

sejak akhir abad ke-19 turut mempengaruhi pendidikan dengan menghasilkan alat

pendidikan seperti fotografi, gramofon, film, filmstrip, sampai kepada radio,

komputer, laboraturium bahasa, video tape, dan sebagainya (Nasution, 1994: 102).

Azhar Arsyad (2002: 49) menyatakan bahwa video merupakan gambar-gambar

dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor

secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Video, sebagai media

audio-visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam

masyarakat kita. Pesan yang disajikan bisa bersifat fakta (kejadian/peristiwa

penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita rakyat), bisa bersifat

informatif, edukatif maupun instruksional. Sebagian besar tugas film dapat

14

digantikan oleh video, tetapi tidak berarti bahwa video akan menggantikan

kedudukan film.

Penggunaan media dalam pembelajaran mempunyai kelebihan dan

keterbatasan sendiri. Kelebihan dari penggunaan media video antara lain: a) dapat

menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan luar

lainnya, b) sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari

ahli-ahli/spesialis, c) demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam

sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada

penyajian, d) menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang, e)

bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau berbahaya seperti

harimau, f) keras lemahnya suara yang ada bisa diatur dan disesuaikan bila akan

disisipi komentar yang akan didengar, g) gambar proyeksi bisa di-“beku”-kan

untk diamati dengan seksama. Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan

gerakan gambar tersebut, kontrol sepenuhnya ada ditangan guru, dan h) ruangan

tak perlu digelapkan waktu menyajikan. Hal-hal negatif yang perlu diperhatikan

sehubungan dengan penggunaan video dalam proses pembelajaran adalah a)

perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi merekan jarang dipraktikkan, b) sifat

komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk

umpan balik yang lain, c) kurang mampu menampilkan detail dari objek yang

disajikan secara sempurna, dan d) memerlukan peralatan yang mahal dan

kompleks (Arief S, 2009: 74-75).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi

dan ilmu pengetahuan turut serta mempengaruhi dunia pendidikan, salah satunya

yaitu ditemukannya media audio-visual (video) yang menjadi alternatif untuk

15

dijadikan media pembelajaran. Media video memiliki kekurangan dan kelebihan,

sehingga kita harus memilih materi pembelajaran yang sesuai sebelum kita

menggunakkan media video. Hal ini bertujuan agar pembelajaran efektif dan

efisien.

4. Hasil Belajar Fisika

Penilaian hasil belajar fisika tidak dapat dipisahkan dengan proses kegiatan

belajar mengajar sebab pada hakikatnya penilaian juga merupakan proses

pembelajaran peserta didik (Mundilarto, 2010: 14). Klasifikasi hasil belajar dari

Benyamin Bloom yang dikutip Nana Sudjana (2005: 22-23) yang secara garis

besar membaginya menjadi tiga ranah yakni:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

dari enam aspek, yakni: pengetahuan (knowledge), pemahaman

(comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis

(synthesis), dan evaluasi (evaluation). Anderson dan Kratwohl pada

tahun 2001 melakukan revisi untuk ranah kognitif yaitu: mengingat,

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.

b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,

yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi, dan

internalisasi. Penilaian ranah afektif dilakukan melalui pengamatan,

dilakukan secara terus menerus dan pada umumnya dilakukan dengan

cara non ujian.

c.Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada empat aspek ranah psikomotoris, yakni:

gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual,

16

keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan

gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dalam penelitian ini, klasifikasi penilaian hasil belajar yang akan digunakan

adalah menurut Benyamin Bloom yang dikutip Nana Sudjana (2005: 22-23),

yakni pada ranah kognitif dan ranah afektif. Ranah kognitif meliputi mengingat

(C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), dan menganalisis (C4),

mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6), sementara ranah afektif dikhususkan pada

sikap sosial siswa. Anderson dan Krathwohl (2000) telah melakukan revisi

taksonomi Bloom untuk ranah kognitif yang disebut Taxonomi for Learning,

Teaching, and assesing sebagai berikut:

a. Mengingat

Mengenal kembali pengetahuan yang telah disimpan dalam memori.

b. Memahami

Membangun arti dari berbagai jenis materi yang ditandai denga

kemampuan menginterpretasi, memberi contoh, mengklasifikasi,

merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

c. Menerapkan

Melakukan atau menggunakan suatu prosedur melalui pelaksanaan atau

penerapan pengetahuan.

d. Menganalisis

Mengurai materi atau konsep kedalam bagian bagian, mengkaji hubungan

antar bagian untuk mempelajari struktur atau tujuan secara keseluruhan.

e. Mengevaluasi

17

Membuat kebijakan berdasarkan pada kriteria dan standar melalui

pengamatan dan peninjauan.

f. Menciptakan

Mengkombinasikan elemen elemen untuk membentuk bangun keseluruhan

yang logis dan fungsional.

(Mundilarto, 2010: 6)

Wayan (1992: 276) Sikap yang diambil oleh seseorang didasarkan atas

nilai-nilai tertentu yang didukungnya. Guru perlu mengetahui nilai-nilai tertentu

yang ada pada anak, dan perlu mengetahui bagaimana sikap anak terhadap dunia

sekitarnya, khususnya terhadap sekolah. Apabila ternyata ada anak-anak yang

mempunyai sikap negatig terhadap sekolah, maka guru perlu mencari cara-cara

untuk mengembangkan nilai-nilai positif pada anak-anak sehingga dari sikap

negatif akan berkembang menjadi sikap positif.

Dalam taksonomi ranah afektif menurut David Kartwohl dalam

Mundilarto (2010: 11) dibagi dalam lima aspek, yaitu:

a) Menerima (receiving), kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus,

respon, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan yang datang dari

luar. Hal ini menggambarkan kepekaan peserta didik terhadap

penerimaan stimulus, kesadaran, dan kemauan untuk mendengarkan,

mempelajari, menyeleksi, dan menerima informasi.

b) Menanggapi (responding), kegiatan afektif yang meliputi keinginan dan

kesenangan atas reaksi dan respon yang telah diberikan sesuai dengan

nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Hal ini menunjukkan perhatian

18

aktif peserta didik terhadap stimulus dan motivasinya untuk

mempelajarinya.

c) Menilai (valuing), kesadaran menerima norma atau nilai dan

kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diberikan. Hal ini

menggambarkan kepercayaan dan sikap peserta didik untuk memilih,

menerima, dan bertanggung jawab terhadap nilai-nilai tertentu.

d) Organisasi (organization), merupakan pengembangan norma atau nilai-

nilai sosial dalam suatu sistem organisasi. Ketika nilai-nilai dan

keyakinan peserta didik terinternalisasi, maka peserta didik akan

mengorganisasi dirinya sendiri menurut prioritas.

e) Karakteristik (characteristic), keterpaduan semua sistem nilai yang telah

dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

lakunya. Hal ini menggambarkan sistem yang berbentuk mempengaruhi

pola kepribadian dan tingkah laku yang mencerminkan nilai secara

umum dan filosofi tentang kehidupan.

Menurut Anderson dalam Akhmad Sudrajat (2008: 3), pemikiran atau

perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif.

Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku

harus tipikal seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah

intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari

perasaan. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif aau negatif dari

perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Target mengacu

pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.

19

Menurut Akhmad Sudrajat (2008: 4) ada lima tipe karakteristik afektif yang

penting, yaitu:

1) Sikap

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak suka atau tidak suka

terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan

menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta

menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses

pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi

terhadap sesuatu. Contoh karakteristik sikap adalah percaya diri,

kerjasama, rasa ingin tahu, partisipasi peserta didik, dan lain sebagainya.

2) Minat

Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang

mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,

pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian dan pencapaian.

3) Konsep diri

Menurut Smith konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu

terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Informasi tentang

konsep diri peseta didik ini penting bagi pendidik untuk memotivasi

belajar peserta didik dengan tepat.

4) Nilai

Nilai menurut Rokeach merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan,

tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.

Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Nilai itu sendiri merupakan

suatu cara atau hasil akhir dari tindakan yang dinilai sebagai sesuatu yang

20

diinginkan atau tidak diinginkan tergantung pada situasi dan nilai yang

diacu target nilai dapat berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku.

5) Moral

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan

orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.

Karakterisktik ranah afektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah

karakteristik yakni pada sikap yang dikhususkan untuk sikap sosial

siswa.

Hasil belajar peserta didik sesuai dengan pengalaman yang didapatkan oleh

peserta didik, hal tersebut dijelaskan dalam kerucut pengalaman Edgar Dale

sebagai berikut:

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

(Cranton, 1989 dalam jurnal Saifuddin Zuhri dan Zaenal Abidin)

Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman

belajar bagi siswa, Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996: 16) melukiskannya dalam

sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of

21

experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas

untuk menentukan alat Bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh

pengalaman belajar secara mudah. Kerucut pengalaman yang dikemukan oleh

Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh

siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari,

proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses

mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan

pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah

pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa

memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka

semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa. Teori kerucut Edgar Dale

(Schramm, 1984:101-102), sebagai berikut: Kerucut pengalaman (pengalaman

tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas dan sampai pada

yang paling kurang abstrak pada no 1, yaitu paling bawah)

Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan

gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses

perbuatgan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan

mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui bahasa.

Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui

pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh

siswa. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya

hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan

diperoleh siswa. Pengalaman melalui demontrasi adalah teknik penyampaian

informasi melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung

22

dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka

pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.

5. Ringkasan Materi

Materi Sifat Elastisitas Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

diambil dari berbagai sumber belajar. Materi ini didasarkan pada Kompetensi Inti:

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),

santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai

bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi

secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,

konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan

wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah

abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di

sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai

kaidah keilmuan.

23

Selain Kompetensi Inti, materi ini juga didasarkan pada Kompetensi

Dasar:

KD 3.6 Menganalisis sifat elastisitas bahan dalam kehidupan sehari hari.

KD 4.1 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan

peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah.

KD 4.6 Mengolah dan menganalisis hasil percobaan tentang sifat elastisitas

suatu bahan.

Fakta dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi sifat elastisias

bahan diantaranya adalah:

a. untuk meredam getaran dan goncangan pada kendaraan digunakan shock

breaker.

b. Tali padi busur panah yang berguna untuk melontarkan anak panah

c. Pada salah satu bidang olahraga yaitu trampoline yang terbuat dari bahan

karet.

d. tali pada mainan ketapel yang berfungsi untuk melontarkan benda.

Sifat elastisitas bahan secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:

a. Pengertian

Sifat elastis atau elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk

kembali ke bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda

itu dihilangkan. Contoh benda elastis lainnya adalah pegas. Beberapa benda,

seperti plastisin, tanah liat, dan adonan tepung kue tidak kembali ke bentuk

awalnya segera setelah gaya luar dihilangkan. Benda-benda seperti itu

disebut benda tak elastis atau benda plastis. Ada dua pengertian dasar dalam

24

mempelajari sifat elastis benda padat, yaitu tegangan (stress) dan regangan

(strain). Pembahasan mengenai keduanya diuraikan pada bagian berikut.

1) Tegangan / stress (σ )

Gambar 2 menunjukan besaran fisika dalam materi sifat elastisitas bahan.

Gambar 2. Besaran dalam sifat elastisitas bahan

Benda yang dikenai gaya tertentu akan mengalami perubahan bentuk.

Perubahan bentuk bergantung pada arah dan letak gaya-gaya tersebut diberikan.

Ada tiga jenis perubahan bentuk yaitu regangan, mampatan, dan geseran.

Tegangan (stress) pada benda, misalnya kawat besi, didefinisikan sebagai

gaya persatuan luas penampang benda tersebut. Tegangan diberi simbol σ (dibaca

sigma). Secara matematis,

σ= FA ................................. (1)

Keterangan:

F : besar gaya tekan/tarik (N)

25

A : luas penampang (m2)

σ : tegangan (N/m2)

2) Regangan / strain (ε ¿

didefinisikan sebagai perbandingan antara penambahan panjang benda

ΔX terhadap panjang mula-mula X. Secara matematis,

ε= Δ XX ................................. (2)

Keterangan:

ε : regangan strain

ΔX : pertambahan panjang (m)

X : panjang mula-mula (m)

Selama gaya F yang bekerja pada benda elastis tidak melampaui batas

elastisitasnya, maka perbandingan antara tegangan (σ ) dengan regangan (ε )

adalah konstan. Bilangan (konstanta) tersebut dinamakan modulus elastis atau

modulus Young (E). Jadi, modulus elastis atau modulus Young merupakan

perbandingan antara tegangan dengan regangan yang dialami oleh suatu benda.

Secara matematis,

E=σε=

FA

∆ XX

= F XA ∆ X ................................. (3)

Keterangan:

E : Modulus Young (N/m2¿

26

F : besar gaya tekan/tarik (N)

A : luas penampang (m2)

σ : tegangan (N/m2)

ε : regangan strain (tanpa satuan)

ΔX : pertambahan panjang (m)

X : panjang mula-mula (m)

c. Hukum Hooke

Suatu benda yang dikenai gaya akan mengalami perubahan bentuk

(volume dan ukuran). Misalnya suatu pegas akan bertambah panjang dari ukuran

semula, apabila dikenai gaya sampai batas tertentu. Pemberian gaya sebesar F

akan mengakibatkan pegas bertambah panjang sebesar ∆X. Besar gaya F

berbanding lurus dengan ∆X !

F=−k ∆ X................................. (4)

Keterangan :

F : Gaya Pegas (N ¿

k :Konstanta Pegas (N /m ¿¿

ΔX : Pertambahan Panjang (m)

Tanda negatif (-) menandakan bahwa gaya pegas berlawanan arah dengan gaya

yang diberikan.

e. Rangkaian Pegas

1) Rangkaian paralel

27

(a) (b)

Gambar 3. Susunan Pegas Paralel

Gambar 3 (a) menunjukkan dua pegas dengan konstanta k1 dan k 2 dipasang paralel. Konstansta kedua pegas tersebut dapat diganti dengan konstanta k p, seperti pada Gambar 3 (b).

Prinsip dari pegas yang disusunan paralel adalah

a) Gaya tarik pegas F sama dengan total gaya tarik pada tiap-tiap pegas (F1dan F2¿.

F=F1+ F2 ................................. (5)

b) Pertambahan panjang tiap pegas sama besar, dan pertambahan panjang ini sama dengan panjang pegas pengganti.

∆ x=∆ x1+∆ x2 ................................. (6)

Dengan menggunakan hukum Hooke dan kedua prinsip susunan paralel, kita

dapat menentukan hubungan antara tetapan pegas pengganti paralel k p, dengan

tetapan tiap-tiap pegas (k1 dan k 2).

F=k p ∆ x ................................... (7)

F1=k1 ∆ x1 .................................... (8)

F2=k2 ∆ x2................................... (9)

28

Ketiga persamaan diatas disubstitusikan kedalam persamaan5, sehingga

didapatkan persamaan 10:

k p ∆ x = k1 ∆ x1+k2 ∆ x2 .................... (10)

Kemudian diperoleh persamaan konstanta pegas pengganti rangkaian pegas

paralel :

k p=k1 +k2................................... (11)

Keterangan:

k p : konstanta pegas total rangkaian paralel (N /m)

k1: konstanta pegas pertama rangkaian (N /m)

k 2: konstanta pegas kedua rangkaian (N /m)

2) Pegas Disusun Seri

(a) (b)Gambar 4. Susunan Pegas Seri

Gambar 4 (a) menunjukkan dua pegas dengan konstanta k1 dan k 2 dipasang seri. Konstansta kedua pegas tersebut dapat diganti dengan konstanta k p seperti pada Gambar 4 (b).

29

Prinsip dari pegas yang disusunan paralel adalah

a) Gaya tarik pegas F sama dengan total gaya tarik pada tiap-tiap pegas (F1dan F2¿.

∆ x=∆ x1+ ∆ x2................................... (12)

b) Pertambahan panjang tiap pegas sama besar, dan pertambahan panjang ini sama dengan panjang pegas pengganti.

F=F1=F2 ..................................... (13)

Dengan menggunakan hukum Hooke dan kedua prinsip susunan paralel, kita dapat menentukan hubungan antara tetapan pegas pengganti paralel k p, dengan

tetapan tiap-tiap pegas (k1 dan k 2). F=k s ∆ x ∆ x= Fk s

∆ x1=Fk1

...................................... (14)

∆ x2=Fk2

..................................... (15)

Ketiga persamaan diatas disubstitusikan kedalam

persamaan12, sehingga didapatkan persamaan :

Fks

=F1

k1+

F2

k 2 .................................. (16)

Kemudian diperoleh persamaan konstanta pegas pengganti rangkaian pegas paralel :

1ks

= 1k1

+ 1k2

.................................. (17)

Keterangan:

k s : konstanta pegas total rangkaian seri (N /m)

k1: konstanta pegas pertama rangkaian (N /m)

30

k 2: konstanta pegas kedua rangkaian (N /m)

d. Energi Potensial Elastisitas

Gambar 5. Grafik energi potensial pegas

Dari grafik hubungan gaya (F) dengan besar panjang, sehingga usaha dapat

dicari dengan menghitung daerah yang diarsir yaitu bangun segitiga. Dan

dituliskan persamaan energinya:

W =12

a t=12

F ∆ X ......................... (18)

W =Ep=12

k ∆ X2......................... (19)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Edy Sutrisyanto (2007) dengan judul “Upaya peningkatan prestasi belajar

fisika menggunakan media animasi komputer dan media modul pada siswa

kelas VII SMP Negeri 1 Winong pati tahun ajaran 2005/2006”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa: (1) ada perbedaan prestasi belajar ketika menggunakan

media animasi komputer dan media modul . (2) kelas yang diberikan perlakuan

dengan media animasi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi jika

31

dibandingkan dengan kelas yang menggunakan media modul, masing masing

sebesar 32,33, dan 36, dan (3) pembelajaran yang menggunakan media animasi

komputer lebih efektif dibanding dengan media modul pada materi getaran dan

gelombang.

2. Panji Gumilar (2010) dengan judul “Perbedaan peningkatan pemahaman

konsep dan ketrampilan proses sains siswa dengan metode simulasi komputer

dan metode demonstrasi menggunakan eda (easier demonstration for

archimedes’s law) pada pokok bahasan fluida statis”. Hasil penelitian adalah:

1) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan pemahaman

konsep siswa pada pembelajaran menggunakan metode simulasi komputer dan

metode demonstrasi menggunakan eda pada pokok bahasan fluida statis, (2)

Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan ketrampilan proses

sains siswa pada pembelajaran menggunakan metode simulasi komputer dan

metode demonstrasi menggunakan pada pokok bahasan fluida statis dengan

metode simulasi komputer lebih berhasil meningkatkan ketrampilan proses

sains siswa.

C. Kerangka Berpikir

Sebuah proses pembelajaran yang baik dibutuhkan sebuah sistem yang

berjalan dengan baik mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

32

Ketiga hal tersebut harus berjalan dengan optimal, hal ini karena bila salah satu

proses tidak berjalan dengan baik maka akan berdampak pada proses lain dan

menyebabkan hasil belajar kurang optimal. Pada proses pelaksaan digunakan

metode pembelajaran yang kurang sesuai sehingga siswa yang diajar merasa

bosan, mengantuk, sehingga tidak fokus dengan materi yang diajarkan, sehingga

dibutuhkan metode pembelajaran yang tepat. Dalam penelitian ini menggunakan

metode demonstrasi namun dengan 2 bentuk penyajian yang berbeda. Pertama

melalui media video dan yang kedua secara langsung atau konvensional, sehingga

dengan kedua bentuk penyajian akan diperoleh model penyajian mana yang lebih

efektif dalam pembelajaran fisika materi elastisitas. Gambar 6 menunjukan alur

kerangka berpikir dalam penelitian ini.

33

Pembelajaran fisika

Meningkatkan prestasi belajar siswa aspek kognitif dan aspek afektif

metode pembelajaran

Metode Demonstrasi

Bentuk video Konvensional

Gambar 6. Alur Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Bedasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah:

1. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa aspek kognitif yang menggunakan metode

demontrasi dengan media penyampaian video dan konvensional.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar siswa aspek afektif ranah sikap sosial yang

menggunakan metode demontrasi dengan media penyampaian video dan

konvensional.

3. Hasil belajar siswa aspek kognitif yang menggunakan metode demontrasi dengan

media penyampaian video lebih baik ketimbang dengan media penyampaian yang

konvensional.

4. Hasil belajar siswa aspek afektif ranah sikap sosial yang menggunakan metode

demontrasi dengan media penyampaian video lebih baik ketimbang dengan media

penyampaian yang konvensional.

34

35