2. landasan teori 2.1 perilaku keuangan (financial behaviour

11
Universitas Kristen Petra 7 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour) Baker dan Nofsinger (2010) menjelaskan bahwa pada dasarnya instrumen- instrumen keuangan dan nilai pasar diasumsikan rasional. Pelaku investasi atau yang disebut dengan investor membuat keputusan sesuai dengan kepribadian mereka masing-masing dan tidak menyebabkan keputusan tersebut menjadi bias. Tetapi dalam perkembangannya keputusan investor tidak selalu tepat dan mempengaruhi nilai investasi pribadi, serta nilai pasar. Proses seseorang dalam mengambil keputusan mengenai instrumen keuangan disebut sebagai perilaku keuangan (Financial Behaviour). Perilaku keuangan menjadi cerminan seseorang dalam menetapkan pilihan dan keputusan dengan menganalisa keadaan ekonomi, keputusan yang diambil seringkali berdasarkan kepercayaan serta pengalaman pribadi. Sebagai contoh ketika memprediksi harga dolar Amerika Serikat orang akan mengambil kesimpulan bahwa nilainya akan terus naik karena melihat data di masa lalu atau ada juga yang melihatnya dari sisi kepercayaan (presepsi pribadi) bahwa nilainya akan selalu naik, sehingga penilaian bersifat subyektif dan tidak relevan serta keakuratannya tidak terjamin. Subyektifitas menjadi salah satu faktor dalam menghasilkan keputusan yang tidak relevan atau bisa disebut dengan bias. Suatu keputusan yang dikatakan bias dikarenakan kurangnya validitas data yang menyebabkan seseorang menilai dari informasi yang dimilikinya saat ini dan tidak mencari informasi lebih dalam. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada pengambilan keputusan bagi investor saja tetapi juga pada penilai publik dalam proses penilaian yang dilakukannya. Penilai diharapkan memberikan informasi yang sesuai dengan nilai pasar dan bisa dikatakan akurat, tetapi banyak ditemukan perbedaan hasil penilaiannya jika dibandingkan dengan penilai lain. Perbedaan cara pandang menyebabkan hasil yang dikeluarkan menjadi berbeda, hal tersebut memang wajar dan bisa dimaklumi jika dalam batas normal. Tetapi masalahnya perbedaan nilai tersebut seringkali menunjukan selisih yang jauh berbeda dan dapat dikatakan bias karena tidak diketahui mana yang sesuai dengan nilai pasar. Hasil penilaian yang tidak

Upload: others

Post on 22-Dec-2021

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

7

2. LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour)

Baker dan Nofsinger (2010) menjelaskan bahwa pada dasarnya instrumen-

instrumen keuangan dan nilai pasar diasumsikan rasional. Pelaku investasi atau

yang disebut dengan investor membuat keputusan sesuai dengan kepribadian

mereka masing-masing dan tidak menyebabkan keputusan tersebut menjadi bias.

Tetapi dalam perkembangannya keputusan investor tidak selalu tepat dan

mempengaruhi nilai investasi pribadi, serta nilai pasar. Proses seseorang dalam

mengambil keputusan mengenai instrumen keuangan disebut sebagai perilaku

keuangan (Financial Behaviour). Perilaku keuangan menjadi cerminan seseorang

dalam menetapkan pilihan dan keputusan dengan menganalisa keadaan ekonomi,

keputusan yang diambil seringkali berdasarkan kepercayaan serta pengalaman

pribadi. Sebagai contoh ketika memprediksi harga dolar Amerika Serikat orang

akan mengambil kesimpulan bahwa nilainya akan terus naik karena melihat data

di masa lalu atau ada juga yang melihatnya dari sisi kepercayaan (presepsi

pribadi) bahwa nilainya akan selalu naik, sehingga penilaian bersifat subyektif

dan tidak relevan serta keakuratannya tidak terjamin.

Subyektifitas menjadi salah satu faktor dalam menghasilkan keputusan

yang tidak relevan atau bisa disebut dengan bias. Suatu keputusan yang dikatakan

bias dikarenakan kurangnya validitas data yang menyebabkan seseorang menilai

dari informasi yang dimilikinya saat ini dan tidak mencari informasi lebih dalam.

Hal tersebut tidak hanya terjadi pada pengambilan keputusan bagi investor saja

tetapi juga pada penilai publik dalam proses penilaian yang dilakukannya. Penilai

diharapkan memberikan informasi yang sesuai dengan nilai pasar dan bisa

dikatakan akurat, tetapi banyak ditemukan perbedaan hasil penilaiannya jika

dibandingkan dengan penilai lain. Perbedaan cara pandang menyebabkan hasil

yang dikeluarkan menjadi berbeda, hal tersebut memang wajar dan bisa

dimaklumi jika dalam batas normal. Tetapi masalahnya perbedaan nilai tersebut

seringkali menunjukan selisih yang jauh berbeda dan dapat dikatakan bias karena

tidak diketahui mana yang sesuai dengan nilai pasar. Hasil penilaian yang tidak

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

8

sesuai dengan pasar dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang diketahui oleh

penilai, padahal informasi yang benar dan lengkap merupakan kunci utama dalam

suatu proses penilaian. Semakin detail suatu informasi diharapkan bahwa hasil

penilaian semakin baik dan obyektif.

Penilaian yang dilakukan bergantung kepada sikap dan perilaku penilai

tersebut. Keputusan-keputusan yang akan diambil biasanya dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang tanpa disadari muncul dalam diri penilai. Suatu kebiasaan bisa

menjadi perilaku sehari-hari dan mempengaruhi cara seseorang memecahkan

masalah (Brown, 1992). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa perilaku

keuangan merupakan gabungan dari sikap yang tanpa disadari muncul atau

disebut dengan psikologi kognitif dengan sifat dasar manusia untuk mencari jalan

pintas pemecahan masalah atau yang disebut dengan heuristik, keduanya dapat

mempengaruhi proses pengambilan keputusan.

2.2 Penilaian Properti

Penelitian mengenai perilaku penilai dalam membuat suatu keputusan

merupakan suatu rangkaian proses yang mempelajari metode – metode tradisional

yang digunakan penilai hingga proses pengambilan keputusannya. Teori

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seseorang membuktikan bahwa

pola pikir individu merupakan suatu pemrosesan informasi dengan adanya batasan

(Newell dan Simon, 1972), batasan tersebut bisa menyebabkan hasil pengambilan

keputusan efektif ataupun tidak dengan dipengaruhi banyak faktor eksternal yang

berasal dari lingkungan penilai, seperti pengalaman selama bersekolah dan

pembelajaran yang pernah didapat. Penerapan pendekatan mengenai perilaku

dalam sistem pengambilan keputusan penilai properti menemukan bahwa

terkadang penilai menyatakan hasil penilaian didasarkan pada pemikiran dan

kebiasaan dalam memecahkan masalah daripada menggunakan metode yang

pernah dipelajari (Diaz, 1987), hal tersebut seringkali mengakibatkan

ketidaksamaan hasil antar penilai dan hasil penilaian menjadi bias atau dengan

kata lain keakuratan serta objektifitas masih diragukan.

Penilai memiliki tujuan untuk mengoptimalkan hasil penilaian yang

relevan tetapi metode yang digunakan setiap penilai berbeda satu sama lain,

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

9

sehingga perbedaan hasil tidak bisa dihindari dan terkadang menimbulkan bias.

Potensi penilai dalam mengeluarkan hasil yang bias diteliti lebih lanjut oleh

Gallimore dan Wolverton (1997). Hasil penelitian di Amerika Serikat dan Inggris

tersebut menunjukan bahwa pengetahuan, informasi dan data yang dimiliki oleh

penilai properti menghasilkan hasil penilaian akhir yang bias jika dibandingkan

dengan nilai pasar. Hasil bias juga rentan terjadi dalam sistem penilaian properti

dan terkadang dipengaruhi budaya dan kebiasaan yang terus – menerus terjadi.

Dalam proses penilaian, penilai menggunakan metode yang disamakan

dengan tujuannya, namun penggunaan suatu metode seringkali menjadi kebiasaan

dan diterapkan ketika menilai properti lain yang memiliki spesifikasi berbeda.

Penelitian yang dilakukan oleh Diaz (1990) menemukan bahwa metode normatif

digunakan penilai dalam proses penilaian dan menunjukan perbedaan hasil yang

signifikan jika dibandingkan dengan hasil penilaian penilai lain. Metode normatif

melakukan pendekatan secara umum dan mencari dasar permasalahan dengan

banyak kemungkinan lalu membandingkan metode yang dirasa cocok dan efisien.

Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Adair, Berry dan McGreal (1996)

menyatakan bahwa penilai properti mengeluarkan hasil penilaian yang berbeda

dengan nilai pasar dan persepsi masyarakat. Hal tersebut memunculkan suatu

pertanyaan mengenai keakuratan metode normatif dan metode yang seharusnya

digunakan.

Dalam suatu kasus yang diteliti oleh Gallimore (1994) menjelaskan bahwa

daya serap penilai dalam penerimaan informasi merupakan faktor dalam penilaian

properti sehingga informasi yang paling terakhir didapat atau yang terbaru

terkadang sangat dipercaya dan membuat penilai tidak memperhitungkan

informasi periode sebelumnya. Penilai properti juga terkadang mengeluarkan hasil

penilaian terlalu cepat dan seakan – akan tidak dipertimbangkan dengan baik.

Pengalaman juga sering kali dipakai penilai sebagai dasar penilaian, menyebabkan

saat menilai properti pada daerah yang tidak dikenal atau penilai yang tidak

terbiasa dengan suatu daerah tertentu, akan lebih gampang dipengaruhi opini dan

pendapat dari lingkungan (Diaz dan Hansz, 1997). Penelitian mengenai perilaku

penilai dalam melakukan penilaian properti yang dilakukan oleh Kinnard, Lenk

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

10

dan Worzala (1997) di Amerika Serikat menyebutkan bahwa hasil penilaian

terkadang dipengaruhi oleh tekanan dari klien juga umpan baliknya.

Pada penilaian properti, masyarakat menggunakan jasa penilai untuk

mengetahui nilai sebenarnya dan meyakinkan masyarakat atau konsumen dalam

mengambil keputusan transaksi. Hasil penilaian properti terdiri dari banyak faktor

yang saling berhubungan dan berkolaborasi antar ilmu pengetahuan yang menjadi

pertimbangan dalam sistem penilaian, terutama psikologi dalam diri penilai

(Black, Brown, Diaz, Gibler dan Grissom, 2003). Psikologi dalam diri penilai

yang mempengaruhi hasil penilaian disebut psikologi kognitif.

2.3 Psikologi Kognitif

Semakin banyak faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian mendorong

penilai menggunakan metode yang sesuai dengan kepercayaan dan sifat bawah

sadar yang tidak disadari muncul ketika diharuskan mengambil keputusan. Sifat

bawah sadar yang terbentuk dari lingkungan seperti pengalaman yang didapat

selama bersekolah, pengalaman mengenai kejadian sehari – hari dan informasi

eksternal yang mendorong seseorang dalam mengambil suatu keputusan disebut

psikologi kognitif. Perilaku – perilaku yang tanpa disadari muncul dan

mempengaruhi hasil penilaian terkadang menyebabkan hasil yang bias. Sebuah

penelitian menunjukan beberapa faktor yang menyebabkan ketidakakuratan hasil

penilaian yaitu, asumsi pribadi penilai, ketersediaan data, metode penilaian dan

pertimbangan penilai (Aluko, 2000).

Dalam jasa penilaian properti, psikologi kognitif menyebabkan seseorang

mengeluarkan hasil penilaiannya sesuai dengan apa yang diyakini. Properti

memiliki suatu aspek khusus yang membedakannya dengan produk-produk

komersial yang lain, yaitu lokasi, lama masa kegunaan, prospek nilai kedepan,

pengaruh peraturan pemerintah terhadap produknya dan ketertarikan pasar

(Weimer, 1996), dengan demikian seharusnya penilaian terhadap suatu properti

semakin kompleks. Faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai properti adalah

seperti desain dari bangunan juga harga pembukaan atau disebut dengan harga

penawaran yang dapat dibandingkan dengan properti lain dengan memiliki

spesifikasi sama juga menjadi pertimbangan dalam penentuan nilai. Kemampuan

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

11

dan tingkat pengetahuan penilai mempengaruhi hasil penilaian, atau dengan kata

lain penilai memiliki presepsi tersendiri dalan menentukan harga properti (Aluko,

2007).

Penelitian dan pendekatan terhadap psikologi kognitif dalam menjelaskan

pengolahan informasi seseorang dalan dunia real estate semakin berkembang

setiap periodenya (Osmond, 2012). Pada penelitian yang dilakukan di Amerika

Serikat mengenai pengaruh beberapa faktor dalam penilaian menyebutkan

awalnya kesalahan dalam proses penilaian properti disebabkan oleh kurangnya

pemahaman, kemampuan dan kinerja penilai dalam sistem penilaian properti

(Diaz, 1987). Kesalahan sistem penilaian berawal dari pemahaman yang salah

terhadap metode-metode yang digunakan dan terbatasnya informasi yang bisa

digunakan, padahal sistem penilaian seharusnya merupakan hasil penggabungan

informasi yang relevan dan akurat dengan pemahaman penilai. Informasi yang

lengkap menghasilkan hasil penilaian yang lebih baik (Brown, 1992).

Secara alamiah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah akan

terbentuk berdasarkan pengalaman dan pelajaran yang didapatkan sejak penilai

dapat berpikir dengan mandiri, secara tidak langsung menyebabkan alam bawah

sadar menyimpulkan solusi atau jalan pintas dalam pemecahan masalah. Jalan

pintas tersebut disebut heuristik. Heuristik juga menjadi definisi kompleksitas

seorang penilai dalam mengelola informasi dan menghasilkan sebuah penilaian

atau membuat suatu keputusan (Simon, 1978). Semakin banyaknya informasi

yang didapat, heuristik digunakan untuk menyeleksi informasi yang tepat untuk

digunakan atau sebaiknya dihilangkan sesuai dengan kepercayaan dan pola pikir

diri sendiri. Jadi seharusnya penggunaan heuristik yang tepat bisa mengurangi

waktu dalam proses penilaian (Hardin, 1997). Tetapi sering kali ketidaktepatan

penggunaan heuristik menyebabkan hasil penilaian bias, meskipun bisa dihindari

dengan pengelola informasi yang akurat dan pengalaman penilai yang benar

(Hogarth, 1981).

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

12

2.4 Tipe – Tipe Heuristik

Heuristik memiliki beberapa tipe yang membedakan proses pengambilan

keputusan, Tversky dan Kahnemann (1974) dalam prosesnya mengidentifikasi

heuristik menjadi 3 tipe ; Representative Heuristic, Availability Heuristic dan

Anchoring and Adjustment Heuristic. Selanjutnya ditambahkan faktor keempat

yaitu Positivity Heuristic (Evans, 1989).

2.4.1 Representative Heuristic

Penelitian yang dilakukan oleh Amos Tversky dan Daniel Kahnemann

(1974) menyebutkan banyak pertanyaan mengenai bagaimana suatu hal bisa

dikatakan sebagai perwujudan hal lainnya. Misalnya dikatakan bahwa A

merupakan hasil pemrosesan atau perwujudan B, koresponden yang ditanya

mengenai hal tersebut seringkali menggunakan heuristik representatif. Ketika A

memiliki karakteristik yang sama dengan B maka asumsi bahwa A merupakan

manifestasi dari B semakin kuat. Dalam hal tersebut penilai akan cenderung

melihat apakah objek yang dinilai memiliki ciri – ciri sama dengan objek lain

yang menjadi pembanding. Masalah yang sering timbul adalah ketidaksadaran

mengenai perbedaan masalah yang sedang dihadapi dengan yang dipakai untuk

membandingkan. Penilai cenderung beranggapan bahwa dengan karakteristik

permasalahan yang sama maka solusi atau jalan keluar yang dipakai juga sama.

Selain itu penilaian juga didasarkan terhadap kejadian yang hampir sama

dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Heuristik representatif menghasilkan

keputusan berdasarkan pengalaman dan asumsi yang dibuat berdasarkan kejadian

serupa yang terjadi di tempat atau dalam periode tertentu daripada memfokuskan

permasalahan yang dihadapi. Misalnya ketika memutuskan untuk berinvestasi

dengan membeli saham, beberapa orang akan berpikiran bahwa membeli saham

perusahaan yang dikenal banyak orang akan menjamin pertumbuhan investasinya.

Hal tersebut memang terdengar masuk akal tetapi tetap adanya faktor lain yang

harus dilihat seperti riwayat harga dan berita perusahaanya. Dalam hubungannya

dengan hasil penilaian properti adalah penilai cenderung menilai berdasarkan

properti yang pernah dinilai penilai lain di suatu periode waktu serta kesempatan

yang berbeda.

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

13

2.4.2 Availability Heuristic

Sebagian orang mengingat kembali kejadian di masa lalu yang

mempengaruhi pola pikir dan memori dalam memahami heuristik ketersediaan.

Heuristik ketersediaan merupakan faktor heuristik yang memproses pengambilan

keputusannya didukung dan informasi yang tersedia dan pengalaman yang terjadi

beberapa kali. Sebagai contoh ketika berjalan sendirian di malam hari, seseorang

akan mengingat kembali cerita – cerita tentang resiko dirampok. Heuristik

ketersediaan orang akan mencari memori yang sesuai dengan keadaan yang

sedang dihadapi.

Bagi penilai yang menggunakan heuristik ketersediaan, data yang dipakai

sebagai faktor pertimbangan harus sesuai dengan periode yang diinginkan dan

keakuratannya bisa terjamin. Faktor heuristik ini berasumsi bahwa permasalahan

bisa dihadapi jika sudah ditemukannya inti dari permasalahan yang bisa dijadikan

patokan atau dasar. Penilai cenderung membandingkan pengalaman pribadi

dengan permasalahan yang dihadapi. Tetapi tidak semua pengalaman atau ingatan

tersebut relevan dan bisa dijadikan dasar kelengkapan informasi. Data dari

lingkungan juga berperan dalam sistem penilaian. Ketidaktersediaan data menjadi

penghambat penilaian properti.

Kecenderungan dari tipe heuristik ini adalah penggunaan informasi yang

terakhir diperoleh atau informasi yang paling baru. Dengan kata lain informasi

lama atau informasi data pada periode sebelumnya tidak dipakai lagi. Penilai

memiliki asumsi bahwa dengan ketersediaan informasi yang terjadi secara berkala

diperbarui, maka hasil penilaian semakin akurat. Tetapi pada kenyataannya

perputaran informasi yang terjadi terus menerus dan dipakai sebagai dasar

penilaian menyebabkan hasil yang tidak stabil, sehingga hasil penilaian menjadi

bias.

2.4.3 Anchoring and Adjustment Heuristic

Amos Tversky dan Daniel Kahnemann (1974) menyatakan bahwa ketika

mengestimasi dan memprediksi, seseorang akan memulai dengan data awal yang

akan dikembangkan. Faktor heuristik ini berarti penilai menyatakan suatu nilai

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

14

berdasarkan hasil penilaian sebelumnya terhadap jenis karakteristik properti yang

hampir sama dengan yang sedang dinilai. Metode ini merupakan pembauran data

– data dari objek yang sedang diteliti saat ini dengan data objek lain di masa lalu

yang dijadikan standar. Estimasi mengenai hasil penilaian disesuaikan sebagai

informasi tambahan hingga keputusan akhir dibuat. Dengan kata lain metode ini

dilakukan ketika seorang penilai menetapkan nilai awal sebagai dasar dan bahan

referensi untuk melakukan penilaian dan penyesuaian. Penyesuaian terjadi ketika

penilai menemukan titik acuan awal berdasarkan estimasi nilai probabilitas.

Penyesuaian terhadap nilai awal tidaklah efisien dan menyebabkan hasil bias

(Tversky dan kahnemann, 1974). Hasil yang bias tersebut menyebabkan

seseorang meremehkan proses penyesuaian nilai. Terkadang dengan

menggunakan heuristik ini seseorang hanya terpaku pada suatu teori atau dasar

yang benar-benar menjadi acuan.

2.4.4 Positivity Heuristic

Kecenderungan sifat seseorang yang memiliki strategi pemecahan masalah

dan mencari informasi yang sama dengan yang ada dalam kepercayaan, pola pikir

dan keyakinan (Evans, 1989). Dalam sistem penilaian properti, seorang penilai

menilai dengan menggunakan metode yang menjadi kebiasaan dan sudah lama

digunakan, namun terkadang metode yang digunakan tidak sesuai dengan objek

penilaian sehingga terjadi hasil bias. Terkadang penilai membuat asumsi-asumsi

terlebih dahulu sebelum melakukan penilaian, sehingga sudah terbentuk pola pikir

yang mendasari penilaian tersebut. Penilai juga cenderung percaya terhadap

dirinya sendiri sehingga jika belum membuktikan langsung penilai tidak akan

mudah mendengarkan pendapat orang lain ataupun bukti tertulis, hal ini menjadi

masalah dalam menilai aset dengan nilai nominal yang besar karena hasil yang

dikeluarkan belum tentu hasil yang sebenarnya. Data yang digunakan dirasa oleh

penilai cocok dan tidak mempertimbangkan faktor lain yang bertentangan.

Timbulnya hasil bias dipengaruhi kurangnya data yang digunakan dalam menilai.

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

15

2.5 Hubungan Antar Konsep

Perilaku heuristik pada diri penilai menjadi faktor yang juga

dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Faktor heuristik yang diteliti

pada proses penilaian dikelompokan menjadi 4 faktor yaitu Representative

Heuristic, Availability Heuristic, Anchoring and Adjustment Heuristic dan

Positivity Heuristic.

Representative Heuristic merupakan pengambilan keputusan didasarkan

terhadap kejadian lain yang hampir sama dengan permasalahan yang sedang

dihadapi atau penggunaan kembali metode penilaian yang sudah pernah

diterapkan terhadap objek yang dengan spesifikasi sama. Hasil bias yang

seringkali terjadi adalah penilai tidak mengevaluasi kembali apakah strategi

terdahulu tersebut masih layak digunakan atau sudah harus diperbarui. Kejadian

yang ditemukan Osmond (2012) pada penelitiannya di Nigeria menyatakan hasil

penilaian yang tidak relevan dan timbul bias antar penilai disebabkan oleh penilai

yang hanya sekedar menyalin strategi yang sudah digunakan sebelumnya tanpa

membandingkan dengan kondisi ekonomi saat ini serta data yang dapat

dipertanggung jawabkan. Hasil penilaian cenderung tidak menghiraukan harga

pasar dimana objek dinilai. Pola pikir penilai pada sistem penilaian sama atau

disebut sebagai stereotype, menjadikan salah satu faktor pendukung terjadinya

hasil penilaian yang bias.

Availability Heuristic merupakan keputusan berdasarkan pengalaman yang

pernah dialami si pengambil keputusan di masa lalu. Pengambil keputusan

berasumsi bahwa permasalahan bisa dihadapi jika sudah ditemukannya inti dari

permasalahan tersebut. Misalnya dalam sistem penilaian, penilai beranggapan

bahwa pengalaman yang sering kali ditemui adalah strategi yang bisa diterapkan

dalam menemukan hasil penilaian. Ketersediaan data juga mempengaruhi

penilaian properti, penilai cenderung memberikan hasil yang didasarkan pada

pengalaman ia menilai sebelumnya. Jadi dengan permasalahan yang sama atau

dengan tipe data yang sama menurut pengalamannya tersebut menjadi dasar

penilai menilai sebuah properti. Permasalahannya adalah terkadang pengalaman

saja tidak cukup dalam mengeluarkan hasil penilaian. Ketika akan menyimpulkan

bahwa harga tanah di daerah X akan naik setiap periodenya tidak bisa hanya

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

16

dilihat dari pengalaman pribadi terhadap objek dengan kriteria yang sama, tetapi

juga harus diperhitungkan rata – rata harga tanah di daerah tersebut, kondisi

perekonomian negara dan jenis dari propertinya, dengan kata lain faktor yang

harus diperhitungkan juga harus lebih spesifik. Disamping itu ketersediaan data

yang menjadi salah satu faktor pendukung penilaian tidak selalu akurat dan

relevan, penilai yang mengunakan heuristik ketersedian dalam menilai akan

menhasilkan hasil penilaian yang belum tentu keakuratannya jika data yang

dipakai tidak lengkap dan berujung dengan hasil penilaian bias.

Anchoring and Adjustment Heuristic berarti pengambil keputusan yang

dalam hal ini merupakan pihak penilai properti mengobservasi suatu

permasalahan, mengambil keputusan dan menyelesaikan permasalahan dengan

mengadopsi strategi lain yang bisa dipakai. Strategi yang dipakai biasanya

berhubungan dengan angka atau keadaan pasar pada periode tersebut yang bisa

didefinisikan dengan presentasi atau adanya suatu standar (Mussweiler, 2002).

Jadi jika dihubungkan dengan bagaimana penilai properti menilai sesuatu secara

obyektif didukung dengan referensi lain seperti rata-rata harga tanah, bangunan

ataupun bagaimana keadaan ekonomi pada saat itu. Data – data yang tidak relevan

tetap dijadikan patokan dan mempengaruhi hasil penilaian. Ketika seorang penilai

mengawali proses penilaian dengan data yang salah dan tidak bisa dibuktikan

kebenarnnya maka akan berdampak pada hasil akhir penilaian yang bias.

Positivity Heuristic merupakan suatu tipe dalam pengambilan keputusan

yang menyatakan bahwa kecendrungan individu untuk mencari informasi yang

sama dengan kepercayaannya. Jadi dalam penilaian properti, biasanya penilai

lebih mengutamakan presepsi pribadi dalam mengelola suatu infromasi, seperti

seorang penilai percaya bahwa harga tanah di daerah tertentu tinggi, hal tersebut

mendukung ia dalam memberikan sistem penilaian yang seharusnya mengikuti

apa yang menjadi kepercayaannya. Permasalahannya adalah ketika data yang

digunakan tidak cukup kuat untuk memberikan hasil penilaian yang relevan. Bias

yang terjadi adalah ketika penilai merasa bahwa tidak perlu membandingkan

properti dengan properti lain. Penilai cenderung menilai mengikuti nilai – nilai

yang ada dalam dirinya dan menghindari pengumpulan data lebih lanjut lagi,

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Keuangan (Financial Behaviour

Universitas Kristen Petra

17

selanjutnya meningkatkan resiko hasil bias karena kurangnya data yang dipakai

dalam penilaian.

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Heuristic Behaviour

Representative Heuristic

Availability Heuristic

Anchoring and Adjustment Heuristic

Positivity Heuristic