2. landasan teori 2.1. konsep pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat...

26
Universitas Kristen Petra 7 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran Menurut Kotler dan Armstrong (2006), “pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai untuk pelanggannya dan membangun relasi yang kuat untuk mendapatkan keuntungan dari pelanggannya sebagai timbal balik.” Jadi Pemasaran bukan hanya sebagai kegiatan “telling” dan “selling” yang pada umumnya dipersepsikan oleh kebanyakan orang namun ada hal baru dari konsep pemasaran yaitu memuaskan kebutuhan pelanggannya. Dan jika pemasar telah melakukan tugas dengan baik yaitu mengerti keinginan konsumen, mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan mudah. Secara sederhana Kotler dan Armstrong (2006), menggambarkan proses pemasaran yaitu sebagai berikut: Gambar 2.1 Skema Sederhana dari Proses Pemasaran Sumber: Kotler dan Armstrong (2006) Langkah pertama yaitu pemasar harus memahami pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan yang menjadi target. Kebutuhan dan keinginan pelanggan dipenuhi melalu apa yang ditawarkan oleh pemasaran, yaitu kombinasi dari produk, jasa, informasi, atau pengalaman yang diberikan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Langkah berikutnya yaitu Memahami pasar dan kebutuhan serta keingan kostomer Desain strategi pemasaran berdasar kostomer Membangun program pemasaran yang memberikan nilai yang superior Mendapatkan value dari kostomer yang memberikan profit dan kualitas untuk kostomer Bangun Hubungan yang menguntungkan dan menyenangkan kostomer

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

7

2. LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Pemasaran

Menurut Kotler dan Armstrong (2006), “pemasaran adalah proses dimana

perusahaan menciptakan nilai untuk pelanggannya dan membangun relasi yang

kuat untuk mendapatkan keuntungan dari pelanggannya sebagai timbal balik.”

Jadi Pemasaran bukan hanya sebagai kegiatan “telling” dan “selling” yang pada

umumnya dipersepsikan oleh kebanyakan orang namun ada hal baru dari konsep

pemasaran yaitu memuaskan kebutuhan pelanggannya. Dan jika pemasar telah

melakukan tugas dengan baik yaitu mengerti keinginan konsumen,

mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem

distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan mudah.

Secara sederhana Kotler dan Armstrong (2006), menggambarkan proses

pemasaran yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1 Skema Sederhana dari Proses Pemasaran

Sumber: Kotler dan Armstrong (2006)

Langkah pertama yaitu pemasar harus memahami pasar dan kebutuhan serta

keinginan pelanggan yang menjadi target. Kebutuhan dan keinginan pelanggan

dipenuhi melalu apa yang ditawarkan oleh pemasaran, yaitu kombinasi dari

produk, jasa, informasi, atau pengalaman yang diberikan ke pasar untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Langkah berikutnya yaitu

Memahami pasar dan kebutuhan serta keingan kostomer

Desain strategi pemasaran berdasar kostomer

Membangun program pemasaran yang memberikan nilai yang superior

Mendapatkan value dari kostomer yang memberikan profit dan kualitas untuk kostomer

Bangun Hubungan yang menguntungkan dan menyenangkan kostomer

Page 2: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

8

mendesain strategi pemasaran berdasarkan pelanggan, disini maksudnya adalah

pihak pemasar terlebih dahulu menentukan pelanggan mana yang akan menjadi

target, pelanggan yang sesuai dengan produk yang akan dikembangkan dan yang

paling memberikan keuntungan. Manajemen pemasaran tentu akan mendesain

strategi yang akan membangun relasi yang menguntungan dengan target

pelanggan. Langkah ketiga yaitu menyiapkan program atau strategi pemasaran

untuk pelanggan mengenai bagaimana perusahaan akan melayani dan

memberikan nilai kepada target pelanggannya. Dalam membangun relasi dengan

pelanggan dengan mengimplementasikan strategi yang telah disusun, dimana

strategi ini berisikan pemasaran mix yang terdiri dari product, price, place dan

promotion. Ketiga langkah awal dari proses pemasaran yaitu memahami pasar

dengan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, mendesain strategi

pemasaran yang berdasarkan target pelanggan, dan pembuatan program

pemasaran, semua langkah ini membawa pemasar pada langkah terakhir yang

paling penting yaitu membangun relasi yang menguntungkan dengan pelanggan.

Customer relationship management (CRM) mungkin merupakan konsep yang

paling penting untuk modern pemasaran. Dalam arti yang lebih luas CRM adalah

proses keseluruhan dari membangun dan memelihara huungan yang

menguntungkan dengan pelanggan dengan memberikan nilai dan kepuasan yang

superior untuk pelanggan. Dengan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan

bahwa konsep pemasaran yaitu mencapai tujuan organisasi yang bergantung pada

pemahaman pada kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan

kepada target pasar tersebut lebih baik dari yang dilakukan oleh kompetitor.

2.2 Strategi Pemasaran

Pada langkah kedua dan selanjutnya dari proses pemasaran telah

memperlihatkan bagian dari membangun strategi pemasaran yang efektif. Strategi

didefinisikan sebagai keseluruhan dari misi dan tujuan perusahaan. Pelanggan

adalah pusat dari seluruh kegiatan di perusahaan. Perusahaan harus memenangkan

pelanggan dari kompetitornya kemudian memelihara dan mengembangkan

hubungan dengan memberikan nilai yang lebih kepada pelanggan. Tujuannya

adalah membangun hubungan yang kuat dan menguntungkan dengan pelanggan.

Page 3: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

9

Untuk mencapai hal tersebut perusahaan perlu mengenal dengan baik siapa target

pelanggan, terlebih dahulu perusahaan melakukan segmentation, targeting dan

positioning, sampai akhirnya perusahaan mendapat target pelanggannya. Dengan

demikian perusahaan membutuhkan strategi pemasaran, yaitu pemasaran secara

logis di mana perusahaan berharap untuk mencapai tujuan pemasarannya, yaitu

relasi yang menguntungan. Strategi pemasaran pada dasarnya adalah jawaban dari

pertanyaan: Bagaimana perusahaan memberikan nilai yang superior kepada

konsumen yang menjadi target pasarnya. Maka dari itu untuk menjawab

pertanyaan tersebut membutuhkan formulasi yang konsisten dari Marketing Mix.

Berdasarkan dengan strategi pemasarannya, perusahan mendesain marketing mix

yang mengontrol beberapa hal yaitu product, price, place, dan promotion.

2.2.1 Marketing Mix

Ketika perusahaan telah memutuskan strategi pemasaran secara

keseluruhan, maka langkah berikutnya adalah menyiapkan pemasaran mix.

Pemasaran Mix menurut Kotler dan Armstrong (2006) adalah “alat taktikal

pemasaran yang terdiri dari hal yang dapat dikendalikan oleh perusahaan”, yaitu:

1. Price

Kotler dan Armstrong (2006) yaitu “sejumlah uang yang harus pelanggan

bayarkan untuk mendapatkan barang atau jasa atau sejumlah nilai yang konsumen

tukarkan dengan manfaat dari mempunyai atau menggunakan produk atau jasa.”

Harga adalah satu-satunya alat bauran pemasaran yang perusahaan gunakan untuk

mencapai tujuan pemasarannya. Keputusan harga harus dikoordinasikan dengan

desain produk, distribusi, dan keputusan promosi untuk membentuk program

pemasaran yang konsisten dan efektif. Keputusan dibuat untuk variabel-variabel

bauran pemasaran lainnya yang dapat mempengaruhi keputusan penetapan harga.

Sebuah kebijakan penetapan harga oleh peritel adalah faktor yang sangat penting

dan harus diputuskan dalam hubungannya dengan target pasar, produk dan

layanan, dan kondisi kompetisi.

Page 4: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

10

2. Promotion

Pemasaran modern tidak hanya sekedar mengembangkan produk baru yang

bagus, memberikan penawaran harga yang menarik, dan membuat produk tersedia

untuk target konsumennya. Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan

pelanggannya, aktifitas komunikasi ini yang kemudian disebut promosi. Menurut

Kotler dan Armstrong (2006), “promosi adalah aktifitas untuk memperkenalkan

produk dan membujuk target pelanggan untuk membelinya.” Program komunikasi

pemasaran keseluruhan dari perusahaan disebut dengan promotion mix, yang

terdiri dari advertising, personal selling, sales promotion, dan public relation,

yang perusahaan gunakan untuk mencapai tujuan advertising dan pemasarannya.

Peritel menggunakan alat promosi pada umumnya, advertising, personal

selling, sales promotion, dan public relation, untuk menjangkau konsumen.

Peritel akan mengiklankan di koran, majalah, radio, dan televisi. Personal selling

membutuhkan pelatihan untuk tenaga penjualan dalam cara untuk menyapa

pelanggan, memenuhi kebutuhan, dan menangani keluhan pelanggan. Promosi

penjualan mungkin termasuk demonstrasi didalam toko, displays, dan kontes.

Kegiatan public relations, seperti konferensi pers dan pidato, pembukaan toko,

acara khusus, newsletter, majalah, dan kegiatan pelayanan publik, selalu tersedia

untuk pengecer.

3. Place

Yaitu aktifitas dari perusahaan yang membuat produk tersedia ke tempat

yang dapat dijangkau pelanggan. Dalam hal ini place merupakan hal-hal yang

berhubungan dengan distribusi. Kesuksesan suatu produk bukan hanya bergantung

dengan performa dari produk itu saja, tetapi bagaimana produk tersebut mudah

didapatkan oleh target konsumen, dalam hal ini ada pihak lain yang terlibat dalam

distribusi produk dari produsen ke pengguna akhir, yaitu perantara distribusi.

Terdapat dua fungsi utama saluran perantara, yaitu wholesaling dan retailing.

Wholesaling adalah semua aktifitas termasuk menjual barang dan jasa yang

pembeliannya bertujuan untuk dijual kembali atau untuk proses bisnis lainnya.

Sedangkan retailing adalah semua aktifitas termasuk menjual barang dan jasa

langsung kepada pengguna akhir bukan untuk dijual kembali atau nonbusiness

Page 5: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

11

use. Beberapa pihak yaitu produsen, wholesaler, dan retailer, melakukan

retailing. Namun yang dikatakan retailer adalah yang mempunyai bisnis dimana

penjualan utamanya berasal dari retailing.

Peritel sering mengutip tiga faktor penting dalam kesuksesan ritel yaitu

lokasi, lokasi, dan lokasi. Sebuah lokasi pengecer adalah kunci untuk menarik

pelanggan. Dan biaya sewa bangunan atau fasilitas memiliki dampak besar pada

keuntungan pengecer. Dengan demikian, keputusan lokasi adalah yang paling

penting yang harus dibuat oleh peritel.

4. Product

Yaitu barang dan atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada target

pelanggannya. Produk merupakan elemen kunci dari penawaran oleh perusahaan.

Marketing mix dimulai dengan memperkenalkan sesuatu yang akan membawa

nilai kepada target pelanggan. Kesuksesan suatu produk tergantung dari

kemampuan untuk membedakan target market dari suatu produk dengan produk

lainnya. Tiga elemen penting dari suatu produk adalah manfaat produk, atribut

produk, dan jasa penunjang dari produk tersebut. Ketiganya secara komprehensif

mewujudkan tingkat kualitas produk yang akan memberikan tingkat kepuasan

tertentu kepada konsumen.

Kotler dan Armstrong (2006) mengklasifikasikan produk berdasarkan

konsumen yang menggunakan produk tersebut, yaitu menjadi dua macam

klasifikasi, antara lain:

a. Produk Konsumen, yaitu produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk

konsumsi pribadi. Produk konsumen juga terbagi lagi menjadi beberapa

klasifikasi, antara lain:

i. Convenience Product, yaitu barang dan jasa yang biasa dibeli oleh

konsumen berkali-kali, secara cepat dan dengan usaha pembelian serta

perbandingan produk yang minimum. Contohnya adalah produk

kebutuhan sehari-hari.

ii. Shopping Product, yaitu produk dan jasa konsumen yang tidak terlalu

sering dibeli dan dalam proses pembeliannya konsumen akan

mempertimbangkan secara berhati-hati dalam hal kecocokan, kualitas

Page 6: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

12

harga, dan gaya. Contohnya adalah produk-produk pakaian, laptop,

televisi, telepon genggam, dan lain sebagainya.

iii. Specialty Product, yaitu produk dan jasa konsumen dengan

karakteristik yang unik dan memiliki merek tertentu yang mana

sejumlah pembeli akan membuat usaha pembelian khusus terhadap

produk tersebut. Contohnya adalah barang mewah seperti motor

Harley-Davidson.

iv. Unsought Product, produk-produk yang tidak terlalu dikenal ataupun

dikenal oleh konsumen yang mana konsumen tidak memiliki inisiatif

untuk membelinya. Contohnya adalah jasa asuransi.

b. Produk Industri, yaitu produk yang dibeli oleh individu atau badan

organisasi untuk diproses lebih jauh lagi atau untuk digunakan dalam bisnis

tertentu.

2.3 Strategi Produk

Strategi produk meliputi rencana pengembangan produk baru, pengelolaan

berbagai program demi keberhasilan produk, dan pemilihan keputusan untuk

mengatasi masalah-masalah produk seperti pengurangan biaya atau peningkatan

kualitas produk. Strategi produk juga terdiri atas pembentukan nilai produk dan

pengelolaan produk untuk permormansi secara menyeluruh (dalam Kamrussamad,

2006).

2.3.1 Merek

Penggunaan merek merupakan salah satu cara untuk membedakan produk

perusahaan dengan produk kompetitornya. Mungkin hal yang paling membedakan

dari seorang profesional marketer adalah kemampuan untuk membangun dan

mempertahankan suatu merek. “Merek adalah sebuah nama, istilah, desain,

simbol, ataupun gabungan dari semua itu yang mengidentifikasi produk dari

produsen tertentu dan membedakan produk-produk tersebut dari produk milik

kompetitor.” Nama merek merupakan bagian dari merek yang dapat diucapkan

termasuk huruf, kata-kata, dan angka. Sedangkan bagian dari merek yang tidak

dapat diucapkan disebut dengan logo merek (Lamb, Hair, McDaniel, 2004).

Page 7: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

13

Ada tiga tujuan dengan menggunakan merek pada produk yaitu untuk

mengidentifikasi produk, menciptakan pengulangan pembelian, dan penjualan

produk baru. Dan yang terpenting dari ketiga tujuan diatas adalah identifikasi

produk. Merek dibedakan menjadi dua yaitu Manufacturer’s Brand dan Private

Brand (Lamb, Hair, McDaniel, 2004).

2.3.2 Private Label

Peritel selalu mencari strategi pemasaran baru untuk menarik dan

mempertahankan pelanggannya. Variasi produk yang terdapat dalam satu ritel

harus berbeda dengan kompetitornya sehingga dapat memberikan perbedaan

antara satu ritel dengan yang lain. Salah satu strategi adalah mempunyai produk

yang tidak dipunyai oleh kompetitor seperti private brands.

Private Label Brands merupakan salah satu strategi yang diterapkan oleh

peritel ditengah tingginya tingkat persaingan dibisnis ritel. Para peritel terus

berpikir untuk menemukan strategi agar penjualan tidak menurun seiring dengan

pertumbuhan jumlah kompetitor. Menurut Bridson dan Evans (2004) peritel

membutuhkan alasan yang bagus untuk pelanggannya untuk berbelanja di toko

miliknya bukan di toko milik kopetitor, juga peritel harus menciptakan

diferensiasi dan loyalitas atas toko (dalam Yang dan Wang, 2010).

Menurut Lamb, Hair, McDaniel (2004), Private label Brands yang dikenal

juga sebagai store brand, merupakan nama merek ini dimiliki oleh peritel yang

bersangkutan. Misalnya Hypermart menjual produk-produk private label dengan

merek Value Plus. Sedangkan Menurut Dick, Richard dan Koskinen (2000)

Private Label Brands adalah : “any product with a retailer-owned name on it”.

Dengan demikian Private Label Brands adalah produk yang dibuat oleh peritel

dengan nama perusahaan ritel yang memproduksinya.

Menurut Dick, Richard, dan Koskinen (2000), produk Private Label Brands

dapat diklasifikasikan sebagai berikut (dalam Sapto, 2010):

i. Store brands: produk menggunakan nama peritel pada kemasan

produk private label.

ii. Store Sub-brands: produk menggunakan merek yang berisikan dua

nama, nama peritel dan nama produk.

Page 8: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

14

iii. Generic brands: produk private label yang diberi merek independen,

tidak ada kaitan dengan nama peritel.

iv. Individual brands: produk yang dimiliki peritel tetapi dianggap sebgai

merek individu, nama merek yang digunakan hanya untuk satu

kategori produk.

v. Exclusive brands: secara definisi bukan produk private label tetapi

mempunyai beberapa kesamaan karakteristik, produk ini bukan

murni produk peritel tetapi bekerja sama dengan supplier.

Private label merupakan satu strategi pengusaha ritel yang diunggulkan

untuk meraih konsumen. Private label merupakan diferensiasi merek dari peritel,

dimana merek tidak sama dan tidak tergantikan dengan merek di toko lain.

Adapun hal yang menjadi kelebihan untuk peritel yang menjual Private Label

Brands yaitu peritel dapat mendapakan keuntungan yang lebih besar dari produk

dengan mereknya sendiri. Karena Private Label Brand bersifat eksklusif, sehingga

tekanan untuk menurunkan tingkat harga akibat persaingan lebih rendah (Lamb,

Hair, McDaniel, 2004)

2.4 Perilaku Konsumen

Aktivitas Pemasaran bermula dengan memahami kebutuhan dan keinginan

konsumen. Dalam mengenal konsumen perlu mempelajari perilaku konsumen

sebagai perwujudan dari seluruh aktivitas jiwa manusia dalam kehidupan sehari-

hari, yaitu memahami apa yang konsumen pikirkan (kognisi), dan yang konsumen

rasakan (pengaruh), apa yang konsumen lakukan (perilaku) dan serta apa dan

dimana (kejadian disekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang

dipikirkan, dirasa, dan dilakukan serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan,

dirasa, dan dilakukan konsumen.

Persepsi-persepsi pengaruh orang lain dan motivasi-motivasi internal akan

berinteraksi untuk menentukan keputusan terakhir yang dianggap paling sesuai.

Perilaku mengacu pada tindakan atau respon dari konsumen yang dapat

diobservasi dan dapat diukur secara langsung (Peter & Olson, 2008). Perilaku

merupakan hal yang kritikal untuk strategi pemasaran karena hanya melalui

perilaku ini, penjualan terjadi, dan keuntungan didapatkan. Menganalisis,

Page 9: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

15

memahami, dan mempengaruhi perilaku konsumen ini merupakan hal yang

penting bagi para pemasar. Sedangkan menurut American Marketing Association

perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi,

perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran

dalam hidup (dalam Setiadi, 2003). Dari definisi ini terdapat tiga hal penting,

yaitu, perilaku konsumen adalah dinamis, melibatkan interaksi antara afeksi dan

kognisi, perilaku dan kejadian disekitar, dan melibatkan pertukaran.

Perilaku konsumen bersifat dinamis, yaitu berarti bahwa perilaku seorang

konsumen, kelompok konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan

bergerak sepanjang waktu. Hal ini berarti bahwa generalisasi perilaku konsumen

biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk, dan individu atau

kelompok tertentu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis

perilaku konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa

suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama

disepanjang waktu, pasar dan industri.

Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, membuat definisi perilaku

konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga

menekankan pertukaran. Kenyataannya, peran pemasaran adalah untuk

menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan

strategi (Setiadi, 2003).

Solomon (2002) membagi perilaku konsumen secara lebih detail melalu tiga

proses, yaitu perilaku sebelum pembelian, perilaku saat pembelian, dan perilaku

setelah pembelian. Perilaku sebelum pembelian meliputi bagaimana konsumen

memutuskan apakah memerlukan produk atau tidak dan sumber-sumber informasi

yang digunakan konsumen untuk mendapatkan produk tersebut. Perilaku saat

pembelian meliputi pengalaman menyenangkan atau sebaliknya yang konsumen

dapatkan ketika melakukan pembelian, terutama saat proses pemilihan sampai

pembayaran suatu barang. Perilaku setelah pembelian meliputi apakah produk

yang dibeli konsumen menimbulkan kesenangan dan berfungsi dengan baik sesuai

harapan konsumen. Hal ini didapat dilihat dalam penjelesan oleh gambar 2.2.

Page 10: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

16

Gambar 2.2 Consumer’s Perspective

Sumber: Solomon (2002)

Menurut Engel, Blackwell, Miniard dalam Saladin terdapat tiga faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:

a. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas social, keluarga dan situasi.

Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh

lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil

keputusan mengkonsumsi. Konsumen hidup dalam lingkungan yang

kompleks, dimana perilaku keputusan konsumen dipengaruhi oleh keempat

faktor tersebut.

b. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi, keterlibatan,

pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demogrfi. Perbedaan

individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan serta

mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh

perilaku konsumen dalam proses keputusannya.

c. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran,

perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama

dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku

konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian (dalam “Mengenal

Perilaku Konsumen, n.d.).

Page 11: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

17

2.4.1 Perilaku Pembelian Konsumen

Proses pengambilan keputusan setiap konsumen berbeda-beda tergantung

pada jenis keputusan pembelian. Pembelian yang rumit atau mahal akan

melibatkan lebih banyak pertimbangan. Assael (1998) membedakan 4 jenis

perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan

tingkat diferensiasi merek (dalam Sapto, 2010):

i. Complex Buying Behavior

Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit saat konsumen

sangat terlibat dalam suatu pembelian dan menyadari adanya perbedaan signifikan

di antara berbagai merek.

ii. Dissonance Reducing Buying Behavior

Konsumen terkadang sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat

sedikit perbedaan dalam merek-merek. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh

fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan, dan berisiko. Dalam

situasi ini, konsumen akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia

namun akan melakukan pembelian dengan cukup cepat.

iii. Habitual Buying Behavior

Perilaku pembelian yang merupakan kebiasaan (habitual) terjadi pada

kondisi keterlibatan yang rendah dan perbedaan merek yang dirasakan besar.

Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif dan tidak melakukan evaluasi

terhadap merek. Konsumen juga tidak kesulitan dalam menentukan merek mana

yang akan dibeli.

iv. Variety Seeking Buying Behavior

Konsumen jenis ini senang mencoba berbagai variasi sehingga sering sekali

berganti-ganti merek.

2.4.2 Perilaku Pembelian Konsumen di Toko Ritel Modern

Peter dan Olson (2008), menggambarkan urutan perilaku pembelian

consumer goods pada umumnya di toko ritel. Namun, pertama yang perlu

diketahui dari urutan tersebut yaitu kemungkinan konsumen dapat memberikan

beberapa perilaku berbeda, misalnya adanya pembelian tidak direncanakan

Page 12: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

18

(impulsive) pada saat konsumen berada di toko. Kemudian, urutan ini bukan

merupakan urutan baku yang terdapat pada setiap keputusan pembelian dan

beberapa urutan ini mungkin tidak terdapat dalam beberapa keputusan pembelian.

Ketiga, waktu yang dibutuhkan konsumen untuk setiap tahap mungkin berbeda,

karena beberapa faktor, contohnya produk yang akan dibeli berbeda, konsumen

dan situasi yang berbeda, sehingga keseluruhan waktu yang diperlukan setiap

konsumen berbeda.

Consumption Stage Tipe Perilaku Contoh dari Perilaku

Pra-Pembelian

-Mendengar/Menonton Iklan di Radio &Televisi -Membaca Koran, iklan di Billboard, mendengar info dari teman -Penarikan uang dari bank atau ATM -Penulisan Cek -Mendapatkan Credit Card atau pinjaman

Pembelian

-Menetapkan toko tujuan -Perjalanan menuju toko -Memasuki Toko -Mencari produk yang akan dibeli -Mendapatkan produk -Membawa ke Kasir -Menukarkan uang dengan produk -Membawa produk ke tempat untuk menggunakannya

Kontak Informasi

Akses Keuangan

Kontak dengan Toko

Kontak  dengan  Produk  

Transaksi

Page 13: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

19

(Sambungan)

Gambar 2.3 Urutan Prilaku pada Umumnya untuk Pembelian Consumer Goods di

Toko Ritel

Sumber: Peter dan Olson (2008)

2.5 Keputusan Pembelian

Mempelajari perilaku konsumen akan memeberikan petunjuk bagi

pengembangan produk baru, keistimewaan produk, harga, saluran pemasaran,

pesan iklan dan elemen bauran pemasaran lainnya. Rangsangan pemasaran dan

lingkungan mulai memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses

pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas

pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari

adanya rangsangan dari luar hingga munculnya keputusan pembelian pembeli.

Keputusan pembelian dipengaruhi oleh persepsi nilai konsumen terhadap suatu

produk. Menurut Cronin et at. (2000) dan Zeithaml (1998), “persepsi nilai

konsumen adalah penilaian konsumen terhadap utilitas keseluruhan produk

berdasarkan persepsi konsumen terhadap apa yang diterima sesuai dengan yang

diberikan.” Dengan kata lain, menurut Stonewall (1992) “nilai dapat di artikan

dengan fungsi dari fitur produk, kualitas, delivery, jasa dan harga.” Dengan

demikian pemasar perlu mengetahui dengan baik apa yang menjadi kebutuhan dan

keinginan konsumennya, sehingga dapat menciptakan produk yang memenuhi apa

yang diharapkan target konsumen (dalam Yee & San, 2011).

Page 14: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

20

Menurut Kotler dan Keller (2009) terdapat lima tahap proses keputusan

pembelian oleh konsumen, yaitu:

a. Pengenalan Kebutuhan

Proses pembelian dimulai dengan mengenali kebutuhan. Pada tahap ini

konsumen menyadari bahwa konsumen mempunyai suatu kebutuhan yang tidak

terpuaskan. Adanya kebutuhan atau keinginan yang belum terpenuhi biasanya

diketahui ketika konsumen sedang berjalan-jalan sedang berbelanja, atau saat

memperoleh informasi dari sebuah iklan, media lain, maupun kerabat, teman, atau

rekan-rekannya.

b. Pencarian Informasi

Setelah mengidentifikasi sebuah kebutuhan, konsumen akan mencari

informasi untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Konsumen dapat mencari

informasi dari berbagai sumber seperti keluarga, teman, tetangga, iklan,

kemasan, media massa, atau pengalaman dari orang lain.

c. Evaluasi Alternatif

Pada tahap ini konsumen menggunakan hasil dari pencarian informasi dan

melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif yang ada. Terdiri dari dua tahap,

yaitu menetapkan tujuan pembelian dan mengadakan seleksi terhadap alternative

pembelian berdasarkan tujuannya dan bergantung pada sumber yang dimiliki.

d. Keputusan Pembelian

Dalam tahap ini, konsumen benar-benar melakukan pembelian. Terdapat

tujuh komponen yang termasuk dalam setiap keputusan pembelian, diantaranya:

Keputusan tentang jenis produk, bentuk produk, merek, penjualnya atau jenis toko

yang menjualnya, jumlah produk, waktu pembelian, cara pembayaran.

e. Perilaku Pasca Pembelian

Proses pembelian tidak berakhir sampai konsumen membeli suatu produk.

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami tingkat kepuasan dan

ketidak-puasan. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan

pasca pembelian, dan pemakaian atau pembuangan pasca pembelian.

Namun, menurut Kotler dan Keller (2009) tidak semua konsumen melalui

tahap proses keputusan pembelian ini. Konsumen mungkin melewatkan tahap-

tahap tertentu. Misalnya ketika konsumen akan membeli sebuah pasta gigi,

Page 15: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

21

konsumen akan langsung menuju tahap pembelian dari tahap pengenalan

kebutuhan.

Adapun menurut Ma’ruf (2006) setiap konsumen mempunyai dua sifat

motivasi dalam melakukan pembelian yang saling tumpang tindih dalam dirinya,

emosional dan rasional.

i. Emosional

Motivasi yang dipengaruhi emosi yang berkaitan dengan perasaan, baik itu

keindahan, gengsi, atau perasaan lainnya termasuk bahkan rasa iba atau marah.

Faktor indah atau bagus dan faktor gengsi akan lebih banyak pengaruhnya

dibandingkan rasa iba atau marah karena saat berbelanja, umumnya para

konsumen bukan dalam keadaan iba atau marah.

ii. Rasional

Yaitu alasan rasional dalam pikiran seseorang konsumen. Cara berpikir

seorang konsumen bisa begitu kuat sehingga membuat perasaan seperti gengsi

menjadi amat kecil atau bahkan hilang.

Menurut Model dari Proses Pengambilan Keputusan Konsumen (Blackwell

et at, 2006), keputusan pembelian atau pelaksanaan pembelian sering dipengaruhi

oleh beberapa faktor (dalam Yee & San, 2010). Dengan berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Harcar, Kara dan Kucukemiroglu (2006), terdapat faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk private label

dalam 6 konsepsi yaitu, keterlibatan, loyalitas merek, persepsi harga, persepsi

kualitas, pengenalan, dan persepsi risiko.

2.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Mengacu pada penelitian yang telah penelitian yang telah dilakukan oleh

Harcar, Kara dan Kucukemiroglu (2006), persepsi nilai konsumen yang

konseptulisasikan menjadi enam konsepsi yaitu keterlibatan, loyalitas merek,

persepsi harga, persepsi kualitas, pengenalan, dan persepsi resiko, memberikan

pengaruh terhadap perilaku pembelian private label yang terdiri dari keinginan

untuk membeli, intensi untuk membeli dan merekomendasikan private label.

Page 16: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

22

a. Keterlibatan

Keterlibatan (involvement) adalah tingkat hubungan personal yang dimiliki

oleh konsumen terhadap produk, merek, atau objek (Peter & Olson, 2008).

Menurut Antil dalam Setiadi (2003), keterlibatan adalah tingkat kepentingan

pribadi yang dirasakan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus didalam

situasi spesifik hingga jangkauan kehadirannya, konsumen bertindak dengan

sengaja untuk meminimumkan resiko dan memaksimumkan manfaat yang

diperoleh dari pembelian dan pemakaian. Keterlibatan mengacu pada persepsi

konsumen tentang pentingnya atau relevansi personal suatu objek, kejadian, atau

aktivitas. Konsumen dikatakan involve bila konsumen tersebut merasa bahwa

suatu produk memiliki hubungan yang personal dengan dirinya. Keterlibatan

terhadap produk memiliki aspek kognitif dan afektif. Dari aspek kognitif,

konsumen memikirkan konsekuensi yang muncul dari penggunaan suatu produk.

Pada high involvement product, konsumen merasa bahwa produk tersebut

penting dalam memenuhi personal goals mereka, misalnya mobil atau peralatan

stereo yang sering dijadikan contoh sebagai high involvement product. Hubungan

yang lebih kuat dengan nilai pribadi dan komitmen yang lebih untuk satu merek.

Pada low involvement product, seorang konsumen tidak memiliki keterlibatan

yang besar terhadap suatu produk sehingga tidak mengeluarkan usaha lebih untuk

mencari tahu mengenai produk tersebut. Low involvement product adalah hal-hal

yang di beli karena kebiasaan, tanpa banyak pikir. Kategori ini mencakup

sebagian besar hal yang dimasukkan ke dalam keranjang ketika berbelanja di toko

obat atau pasar, yaitu misalnya pasta gigi, sabun batangan, makanan ringan, dan

lain sebagainya.

Menurut Laurent dan Kapferer terdapat beberapa dimensi untuk mengukur

keterlibatan yaitu:

i. Pentingnya Konsekuensi Negatif, butir skala mengevaluasi baik

kepentingan produk maupun resiko konsekuensi negative yang disadari.

ii. Probabilitas Subjektif dari kesalahan pembelian, resiko membuat pilihan

yang buruk.

iii. Nilai Kesenangan, yaitu nilai hedonic dari pembelian dan pemakaian.

Page 17: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

23

iv. Nilai Tanda, yaitu jangkauan di mana pembelian dan pemakaian membuat

pernyataan psiko/social mengenai orang yang bersangkutan (dalam Setiadi,

2003).

Dengan demikian, keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi yang kuat

di dalam bentuk relevansi pribadi yang sangat dirasakan dari suatu produk atau

jasa dalam konteks tertentu. Bergantung pada hubungan yang dirasakan antara

pengaruh yang memotivasi individu dengan manfaat yang ditawarkan oleh

objeknya, ini merupakan kontinum yang berjajar dari rendah ke tinggi.

Karakteristik pribadi intrinsik (kebutuhan, nilai, konsep diri) dihadapkan dengan

stimulus pemasaran yang sesuai dalam situasi yang diberikan pada saat itu

(Setiadi, 2003).

b. Loyalitas Merek

Menurut Mowen (1995) loyalitas merek merupakan tingkat dimana

pelanggan memiliki sikap yang positif terhadap merek, memiliki komitmen

terhadap merek tersebut dan berniat untuk melanjutkan pembelian terhadap merek

tersebut dimasa mendatang (dalam Sapto, 2010). Sedangkan loyalitas merek

menurut Howard (1994) yaitu bahwa semakin jarang seorang pelanggan

berpindah ke merek lain, maka tingkat loyalitas pelanggan pada merek tersebut

semakin tinggi.

Menurut Peter dan Olson (2008), brand loyalty berbeda dengan repeat

purchase behavior karena repeat purchase behavior fokus hanya pada perilaku

tanpa memperhatikan alasan terjadinya habitual response. Konsumen yang loyal

terhadap suatu merek tidak hanya membeli merek yang sama berulang-ulang

tetapi juga memiliki komitmen yang besar untuk melakukannya. Merek tersebut

harus bermakna bagi konsumen karena konsumen membeli merek tersebut bukan

berdasarkan pada kenyamanan atau apa yang ditawarkan tetapi karena

merepresentasikan nilai atau manfaat penting bagi konsumen. Pada repeat

purchase behavior, tingkat komitmen konsumen rendah.

Page 18: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

24

Menurut Kotler (2003) pembentukan dan pengukuran loyalitas merek diukur

melalui beberapa faktor, yaitu:

i.Satisfaction

Dapat menciptakan loyalitas suatu merek bila pelanggan mendapatkan

kepuasan dari merek tersebut, karena pelanggan itu akan mencoba beberapa

merek tersebut kemudian mengevaluasi merek mana yang dapat memenuhi

kriteria kepuasan mereka berdasar pengalaman tersebut.

ii.Habitual Response

Dapat menciptakan loyalitas merek karena apabila pembelian yang dilakukan

sudah merupakan kebiasaan maka pembelian tersebut tidak lagi melalui proses

pengambilan keputusan yang panjang.

iii.Switching Cost

Perbedaan atau resiko kegagalan, biaya energi dan biaya fisik yang

dikeluarkan pelanggan karena memilih suatu merek.

iv.Liking of the brand

Tingkat kesukaan pelanggan akan suatu merek yang dapat membentuk

loyalitas terhadap merek tersebut.

v.Commitment

Salah satu pembentuk loyalitas merek yang timbul karena adanya kepercayaan

diri konsumen terhadap merek suatu produk, sehingga terjadi komunikasi dan

interaksi diantara konsumen tersebut.

Menurut Setiadi (2003), loyalitas merek tidak ada lagi merek yang

dipertimbangkan untuk dibeli selain merek produk yang sering dibelinya. Ketika

merek produk itu tidak tersedia di toko yang ditujunya, maka akan terus berusaha

mencari produk itu sampai ke tempat yang jauh sekalipun. Bahkan ketika merek

barang itu tidak tersedia, dan petugas penjualan mengatakan merek produk yang

dicari akan datang beberapa hari kemudian, dan bersedia menunggunya, maka

perilaku tersebut dapat dikatakan bahwa konsumen sangat loyal terhadap merek

pilihannya. Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap

suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap

merek itu sepanjang waktu.

Page 19: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

25

Menurut Assael (1992), terdapat empat hal yang menunjukkan

kecenderungan konsumen yang loyal, yaitu (dalam Setiadi, 2003):

i. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap

pilihannya.

ii. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasa tingkat resiko yang lebih

tinggi dalam pembeliannya.

iii. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap

toko.

iv. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap

merek.

Sedangkan menurut Gilbert (2003), loyalitas terhadap produk private

label dapat berarti:

a. Perasaan positif terhadap produk private label, hal ini berdasarkan brand

attitude;

b. Frekuensi mengunjungi suatu toko atau penggunaan produk private label

yang lebih sering, hal ini berdasarkan store or brand preference;

c. Melanjutkan dengan mengunjungi toko atau menggunakan merek terus

menerus, hal ini merupakan brand allegiance.

c. Persepsi Harga

Harga merupakan faktor yang selalu menjadi pertimbangan dari konsumen

dalam pengambilan keputusan pembelian. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004)

persepsi konsumen terhadap harga, baik cenderung tinggi, rendah, atau normal

dipengaruhi oleh intensitas pembelian dan kepuasan dalam pembelian tersebut.

Ketika konsumen memiliki intensitas pembelian yang tinggi, konsumen dapat

menentukan apakah suatu produk memiliki harga yang wajar, terlalu tinggi, atau

bahkan terlalu rendah. Sedangkan ketika konsumen merasa puas dengan produk

yang dibelinya, konsumen tersebut akan dapat menilai kewajaran dari harga

produk tersebut, dan apabila harga produk tersebut terlalu rendah konsumen

malah akan meragukan kualitasnya. Namun, dalam kenyataan konsumen dalam

menilai harga suatu produk sangat tergantung bukan hanya dari nilai nominal

secara absolut tetapi melalui persepsi mereka pada harga. Secara umum persepsi

Page 20: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

26

konsumen terhadap harga tergantung dari perception of price differences dan

reference price.

a. Perception of Price Differences

Adalah sikap pembeli yang cenderung untuk selalu melakukan evaluasi

terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan terhadap harga dasar

yang diketahui.

b. References prices

Faktor lain yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga

adalah referensi harga yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari

pengalaman sendiri dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain.

Adapun informasi tersebut sangat dipengaruhi: (1) Harga kelompok produk

yang dipasarkan oleh perusahaan yang sama, (2) Perbandingan dengan

harga produk saingan, (3) Urutan produk yang ditawarkan, (4) Harga produk

yang pernah ditawarkan konsumen.

d. Persepsi Kualitas

Berdasarkan American Society for Quality Control yang dikutip oleh Kotler

(2003) menjelaskan bahwa kualitas adalah keistimewaan dan sifat khas dari

sebuah produk ataupun jasa yang secara mutlak menghasilkan kemampuan untuk

memuaskan kebutuhan konsumen. Menurut Jin dan Yong (2005), persepsi

kualitas adalah elemen yang kritikal dalam konsumen menentukan keputusan;

karenanya konsumen akan membandingkan kualitas dari beberapa alternatif

dengan mempertimbangkan harga dalam kategori yang sama. Dan menurut Davis

et al (2003), persepsi kualitas berhubungan langsung dengan reputasi dari

perusahaan yang memproduksi produk tersebut (dalam Yee & San, 2010).

Sedangkan menurut Aaker (1991) dan Zeithaml (1998) mengatakan bahwa

persepsi kualitas bukan kualitas yang sebenarnya dari sebuah produk, melainkan

penilaian dari konsumen mengenai keseluruhan keunggulan dari suatu produk

atau jasa (dalam Yee & San, 2010). Oleh sebab itu, persepsi kualitas didasarkan

pada evaluasi subjektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas

produk. Kualitas suatu barang dapat dikatakan baik atau buruk bisa dilihat dari

dimensi mutu produknya sebagaimana menurut Tjiptono (2005) bahwa secara

Page 21: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

27

umum dimensi mutu produk meliputi:

i. Kinerja (Performance) yaitu seberapa baik dan konsisten sebuah produk

berfungsi.

ii. Kesesuaian (Quality of performance) yaitu seberapa sesuai produk

tersebut dengan spesifikasi.

iii. Keindahan (Aesthetics) yaitu seberapa baik tampilan fisik dari produk

tersebut.

iv. Daya Tahan (Durability) yaitu seberapa lama produk tersebut dapat

berfungsi.

v. Keandalan (Reliability) yaitu seberapa mampu produk tersebut sesuai

dengan yang diharapkan atau ditetapkan.

Private label pada umumnya dipersepsikan sebagai produk berkualitas lebih

rendah dibandingkan dengan merek nasional (Richardson et al., 1996). Hal ini

menyebabkan konsumen cenderung memilih merek nasional dibandingkan private

label.

e. Pengenalan

Pengenalan (familiarity) terhadap produk menunjukkan apakah konsumen

mengenal atau mengetahui suatu produk maupun merek. Pengetahuan mengenai

merek tidak hanya sebatas pada nama merek tetapi juga kategori produk yang

ditawarkan. Pengenalan konsumen terhadap suatu merek atau produk akan

memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian karena konsumen tidak

perlu mencari tahu informasi lagi mengenai merek tersebut sehingga dapat

menghemat tenaga dan pikiran serta waktu yang diperlukan dalam berbelanja.

Pengenalan konsumen terhadap produk biasanya merupakan hasil dari

penyebaran informasi yang dilakukan oleh produsen melalui iklan, promosi, atau

media informasi lainnya. Selain itu, pengenalan juga dapat disebabkan adanya

interaksi langsung antara konsumen dengan produk tersebut pada saat konsumen

sedang berbelanja. Pengenalan dapat pula disebabkan adanya rekomendasi oleh

pihak lain yang telah menggunakan produk tersebut maupun pengalaman

konsumen dalam menggunakan produk tersebut sebelumnya.

Page 22: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

28

f. Persepsi Risiko

Menurut Schiffman and Kanuk (2004), “persepsi risiko atau resiko yang

dirasakan merupakan ketidakpastian yang dihadapi oleh konsumen ketika tidak

dapat memperkirakan konsekuensi dari keputusan pembelian sebuah produk.”

Menurut Sullivan dan Adcock (2002), “persepsi resiko adalah komponen

kunci dari keterlibatan, dan kemungkinan digunakan untuk mempertimbangkan

beberapa jenis ritel termasuk dalam keterlibatan rendah atau tinggi.”

Ketika konsumen merasakan resiko dalam pembeliannya, konsumen

menjadi tidak yakin dengan keputusan pembelian tersebut. Menurut Schiffman

dan Kanuk (2004) terdapat 6 (enam) tipe resiko yang konsumen rasakan ketika

membuat keputusan pemilihan produk:

1. Resiko Fungsional

Merupakan resiko ketika produk tidak berfungsi seperti yang

diharapkan. Misalnya: “Apakah deterjen ini akan benar-benar

menghilangkan noda?”

2. Resiko Fisik

Merupakan ketidakpastian apakah suatu produk berbahaya secara fisik

atau tidak. Misalnya: “Apakah telepon selular aman, atau akan menimbulkan

radiasi yang berbahaya?”

3. Resiko Finansial

Adalah resiko apakah produk itu kualitasnya sebanding dengan harga

yang ditawarkan. Misalnya: “Apakah benar produk yang paling mahal ini

dapat bekerja dengan baik?”

4. Resiko Sosial

Resiko yang muncul karena pemilihan produk yang tidak tepat akan

mengakibatkan rasa malu dari orang-orang sekitar. Misalnya: “Akankah

deodorant yang baru ini benar-benar menghilangkan bau keringat?”

5. Resiko Psicological

Merupakan resiko yang lebih mengarah kepada emosional seseorang

dalam persepsinya terhadap suatu produk. Misalnya: “Apakah merupakan

suatu hal yang membanggakan dengan membeli produk ini?”

Page 23: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

29

6. Resiko Waktu

Resiko yang dirasakan ketika kualitas produk tidak sebanding dengan

waktu yang dihabiskan dalam mencari dan menentukan pembelian produk

tersebut. Misalnya: “Apakah perlu menghabiskan banyak waktu untuk

pergi berbelanja barang-barang diskon?”

2.6 Hubungan Antar Konsep

Seperti yang telah dijelaskan di atas, ada enam konsepsi yang

mempengaruhi konsumen dalam proses pengambilan keputusan pada saat

membeli suatu produk, mengacu pada kerangka pemikiran dalam penelitian yang

telah dilakukan oleh Harcar, Kara dan Kucukemiroglu (2006), yaitu keterlibatan,

loyalitas merek, persepsi harga, persepsi kualitas, pengenalan, dan persepsi resiko.

Keputusan membeli ini adalah salah satu dari perilaku pembelian konsumen.

Sedangkan private label adalah suatu produk baru dengan merek yang tidak

terkenal secara luas dan mempunyai kelebihan maupun kekurangan bagi

konsumen.

Salah satu faktor yang paling langsung berhubungan dengan preferensi

merek adalah keterlibatan konsumen dalam kategori produk tertentu (Lachance et

al., 2003). Leclerc dan Little (1997) menegaskan bahwa loyalitas merek

berhubungan dengan keterlibatan produk. Keterlibatan konsumen dalam produk

diyakini cukup moderat terhadap rangsangan pemasaran dan periklanan (Kapferer

dan Laurent, 1986). Hawkins dan Stephen (1992) membuktikan bahwa pembelian

dengan keterlibatan rendah cenderung menjadi kebiasaan dan keterlibatan tinggi

membutuhkan perencanaan. Perilaku pembelian berulang untuk produk

keterlibatan tinggi adalah indikator loyalitas merek, sedangkan untuk pembelian

berulang produk keterlibatan rendah berarti perilaku pembelian karena kebiasaan.

Prus dan Randall (1995) menggambarkan loyalitas merek sebagai hal yang

didorong oleh kepuasan pelanggan, dan melibatkan komitmen dari pelanggan.

Loyalitas merek tercermin oleh kombinasi sikap (niat untuk membeli lagi dan /

atau membeli produk tambahan atau jasa dari perusahaan yang sama, kesediaan

untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain, komitmen kepada

perusahaan yang ditunjukkan dengan tidak beralih ke pesaing) dan perilaku

Page 24: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

30

(pembelian berulang, pembelian produk yang lebih banyak dan atau jasa yang

berbeda dari perusahaan yang sama, merekomendasikan perusahaan kepada orang

lain) (dalam Sadasivan, Rajakumar, Rajinikanth, 2011).

Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen maka dapat diramalkan

jika persepsi kualitas konsumen negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan

bertahan lama dipasar. Sebaliknya, jika persepsi kualitas pelanggan positif,

produk akan disukai, dengan beranggapan bahwa kualitas produk yang baik

merupakan jaminan kepuasan. Menurut Durovnik (2006) konsumen yang akan

mencoba untuk mengurangi risiko dengan menggunakan lebih banyak waktu

untuk survei dan membayar sesuatu. Misalnya, konsumen akan mencari tahu

tentang kualitas produk dari mereka yang memiliki pengalaman langsung.

2.7 Kerangka Pemikiran

Mengacu pada kerangka pemikiran dalam penelitian yang telah dilakukan

oleh Harcar, Kara dan Kucukemiroglu (2006), yaitu persepsi nilai konsumen yang

konseptulisasikan menjadi enam konsepsi yaitu keterlibatan, loyalitas merek,

persepsi harga, persepsi kualitas, pengenalan, dan persepsi resiko, memberikan

pengaruh terhadap perilaku pembelian private label yang terdiri dari keinginan

untuk membeli, intensi untuk membeli dan merekomendasikan private label. Hal

tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini.

Page 25: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

31

Gambar 2.4 Skema Konsepsi Pembentuk Persepsi Nilai

Sumber: Harcar, Kara, & Kucukemiroglu (2006)

Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian ini hendak menggunakan enam

konsepsi persepsi nilai dalam dalam hubungannya terhadap keputusan pembelian

produk private label, yang dapat di lihat dalam gambar 2.5

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Peneliti

Keterlibatan Loyalitas Merek

Persepsi Harga

Pengenalan Persepsi Kualitas

Persepsi Resiko

Persepsi  Nilai  Konsumen  

Pembelian Produk Private Label

Perilaku Pembelian

Private Label

Keinginan Membeli Produk Private Label

Rekomendasi Produk Private Label

Keterlibatan Loyalitas Merek

Persepsi Harga

Persepsi Kualitas

Pengenalan Persepsi Resiko

Keputusan Pembelian Private Label

X3 X1 X2 X4 X5 X6

Page 26: 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Pemasaran · mengembangkan produk bernilai dengan harga yang dapat diterima, sistem distribusi, dan promosi yang efektif maka produk akan dijual dengan

Universitas Kristen Petra

32

2.7 Hipotesa Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:

H1 : Keterlibatan berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian private

label.

H2 : Loyalitas merek berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian private

label.

H3 : Persepsi harga berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian private

label.

H4 : Persepsi kualitas berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian private

label.

H5 : Pengenalan berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian private

label.

H6 : Persepsi risiko berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian private

label.