2. landasan teori 2.1 bullying - petra christian university

24
14 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI 2.1 Bullying Kata bullying berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya diambil untuk menguraikan suatu tindakan destruktif. Berbeda dengan negara lain seperti Norwegia, Finlandia, dan Denmark yang menyebut bullying dengan istilah mobbing atau mobbning. Istilah aslinya berasal dari bahasa Inggris yaitu mob yang menekankan bahwa biasanya mob adalah sekelompok orang yang anonim dan berjumlah banyak serta terlibat kekerasan (Owleus, 2002) Dalam bahasa Indonesia secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang menggangu orang yang lemah. Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bias menggunakan menyekat (berasal dari kata sakat) dan pelakunya (bully) disebut penyakat. Menyakat berarti menggangu, mengusik, dan merintangi orang lain (Wiyani, 2012). Bullying dapat terjadi karena kesalah pahaman antarpihak yang berinteraksi. Bullying bukanlah merupakan suatu tindakan yang kebetulan terjadi, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, seperti faktor sosial, budaya dan ekonomi. Biasanya dilakukan oleh pihak- pihak yang merasa lebih terhormat untuk menindas pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Bullying dapat terjadi dimana saja, seperti dikeluarga, masyarakat dan sekolah yang merupakan tri pusat pendidikan (Wiyani 2012). Rigby (2005) merumuskan bahwa bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku bullying tersebut merupakan hal sepele atau bahkan normal dalam tahap kehidupan manusia atau dalam kehidupan sehari-hari

Upload: others

Post on 18-Dec-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Bullying

Kata bullying berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti

banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya diambil untuk

menguraikan suatu tindakan destruktif. Berbeda dengan negara lain seperti Norwegia,

Finlandia, dan Denmark yang menyebut bullying dengan istilah mobbing atau

mobbning. Istilah aslinya berasal dari bahasa Inggris yaitu mob yang menekankan

bahwa biasanya mob adalah sekelompok orang yang anonim dan berjumlah banyak

serta terlibat kekerasan (Owleus, 2002)

Dalam bahasa Indonesia secara etimologi kata bully berarti penggertak, orang

yang menggangu orang yang lemah. Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bias

menggunakan menyekat (berasal dari kata sakat) dan pelakunya (bully) disebut

penyakat. Menyakat berarti menggangu, mengusik, dan merintangi orang lain

(Wiyani, 2012).

Bullying dapat terjadi karena kesalah pahaman antarpihak yang berinteraksi.

Bullying bukanlah merupakan suatu tindakan yang kebetulan terjadi, melainkan

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, seperti faktor sosial, budaya dan ekonomi.

Biasanya dilakukan oleh pihak- pihak yang merasa lebih terhormat untuk menindas

pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Bullying dapat terjadi dimana saja, seperti

dikeluarga, masyarakat dan sekolah yang merupakan tri pusat pendidikan (Wiyani

2012).

Rigby (2005) merumuskan bahwa bullying merupakan sebuah hasrat untuk

menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita.

Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih

kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan

senang. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku bullying tersebut

merupakan hal sepele atau bahkan normal dalam tahap kehidupan manusia atau

dalam kehidupan sehari-hari

15 Universitas Kristen Petra

Lebih lanjut Dan Owleus (2002) mendefiniskan bullying, yang mengandung tiga

unsur mendasar dari perilaku bullying sebagai berikut :

1. Bersifat menyerang ( agresif ) dan negatif

2. Dilakukan secara berulang kali

3. Adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat

Bullying terjadi apabila memenuhi unsur (Dan Owleus 2002):

1. Perilaku yang menyebabkan seseorang/ siswa/ guru terhina, terintimidasi,

takut, terisolasi

2. Perilaku yang dilakukan berulang-ulang baik verbal, fisik, dan psikis, yang

menimbulkan powerless

3. Adanya aktor yang superior dan inferior

4. Perilaku yang dilakukan berdampak negatif.

Bullying disebut perilaku sadar karena perilaku ini dilakukan secara berulang,

terorganisir dan memiliki tujuan yaitu untuk menciptakan teror bagi korban. Hal ini

didukung oleh pernyataan bahwa kebanyakan definisi bullying dikategorikan sebagai

suatu sub bagian dari perilaku agresif yang melibatkan suatu maksud untuk menyakiti

orang lain. bullying merupakan bentuk tindakan kekerasan yang repetitif, cenderung

diulang, dilakukan berkali-kali atau terusmenerus selama periode waktu tertentu.

menspesifikan ” repetition” dalam definisi bullying di awal untuk mengecualikan

insiden-insiden minor atau kejadian-kejadian tidak serius yang kadang-kadang terjadi.

Kendatipun demikian, Olweus juga mengindikasikan bahwa hal serius tunggal ”di

dalam keadaan tertentu ” harus dianggap sebagai bullying. (Camodeca et al. 2003;

Olweus 1978; Rivers & Smith, 1994; Smith & Thompson, 1991; dalam Astuti, Retno,

2008).

Secara fisik, pelaku bullying tidak hanya didominasi oleh anak yang berfisik

besar dan kuat, anak bertubuh kecil atau sedang yang memiliki dominasi psikologis

yang besar di kalangan teman-temannya juga dapat menjadi pelaku bullying. Alasan

yang paling jelas mengapa seseorang menjadi pelaku bullying adalah bahwa pelaku

16 Universitas Kristen Petra

bullying merasakan kepuasan apabila ia “berkuasa” di kalangan teman sebayanya.

Selain itu, tawa teman-teman sekelompoknya saat ia mempermainkan sang korban

memberikan penguatan terhadap perilaku bullying-nya (Amini, 2008).

Para pelaku bullying juga memiliki kepercayaan diri tinggi dan dorongan

untuk selalu menindas dan menggencet anak yang lebih lemah. Hal ini karena mereka

tidak pernah dididik untuk memiliki empati terhadap orang lain, yakni merasakan

perasaan orang lain yang mengalami siksaan dan aniaya. Selain itu, pelaku bullying

umumnya temperamental, tidak jarang bullying dilakukan sebagai bentuk

pelampiasan kekesalan dan kekecewaannya ataupun untuk memiliki kelompok

sendiri. Tidak hanya itu, para pelaku Bullying bisa saja hanya sekedar mengulangi

apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena ia dianiaya

orang tuanya di rumah atau pernah ditindas dan dianiaya anak lain yang lebih kuat

darinya (Amini, 2008)

Terjadinya bullying di sekolah menurut Salvimalli (dalam Astuti, Retno 2008)

merupakan proses dinamika kelompok dan di dalamnya ada pembagian peran. Peran-

peran tersebut adalah bully, asisten bully, reinfocer, defender, dan outsider :

a. Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif

terlibat dalam perilaku bullying.

b. Victim yaitu murid yang sering menjadi target dari perilaku agresif,

tindakan yang menyakitkan dan hanya memperlihatkan sedikit pertahanan

melawan penyerangnya.

c. Asisten Bully terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung

bergantung atau mengikuti perintah bully.

d. Reinfocer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut

menyaksikan, mentertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa

lain untuk menonton dan sebagainya.

e. Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban,

sering kali akhirnya mereka menjadi korban juga.

17 Universitas Kristen Petra

f. Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak

melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli.

2.2 Jenis Bullying

Barbara Coloroso dalam bukunya Stop Bullying! Memutus Rantai Kekerasan

Anak dari Prasekolah Hingga SMU (2006, p.46) memaparkan empat jenis bullying,

yakni sebagai berikut:

1. Bullying Verbal

Bullying Verbal merupakan bentuk bullying yang paling umum

digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki laki. Persentasenya

dilaporkan mencapai 70 persen dari seluruh kasus bullying. Bullying verbal

mudah dilakukan dan dapat dibisikkan di hadapan orang dewasa serta teman

sebaya, tanpa terdeteksi. Cepat dan tidak menyakitkan sang bully, namun

dapat sangat melukai sang target. Anak-anak yang lebih muda, yang belum

mengembangkan suatu kesadaran diri yang kuat, merupakan pihak yang

paling gampang untuk di pengaruhi oleh hal ini, namun serangan berulang

dapat mengecilkan setiap anak tak perduli berpapun usianya.

Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,

penghinaan dan pernyataan pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau

pelecehan seksual. Bullying verbal merupakan alat yang paling kuat dan dapat

mematahkan semangat seseorang anak yang menerimanya. Penindasan verbal

dapat diteriakkan ditaman bermain bercampur dengan hingar bingar dan

diabaikan karena dianggap sebagai dialog yang bodoh dan tidak simpatik

diantara teman-teman sebaya.

2. Bullying Fisik

Bullying Fisik merupakan jenis yang paling tampak dan paling dapat

dildentifikasi di antara bentuk-bentuk bullying lainnya, namun kejadian

bullying fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden bullying yang dilaporkan

oleh anak-anak.

18 Universitas Kristen Petra

Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan

dapat diidentifikasi diantara bentuk bentuk penindasan lain, jenis penindasan

seperti, memukul, mencekik, menyikut, meninju, menedang, mengigit,

memiting, mencakar, serta meludahi anak yang tertindas hingga keposisi yang

menyakitkan, serta merusak dan menghacurkan pakaian serta barangbarang

milik anak yang tertindas.

3. Bullying Relasional

Bullying Relasional merupakan jenis yang paling sulit dideteksi dari

luar. Bullying relasional adalah pelemahan harga diri korban bullying secara

sistematis. Selain tiga jenis bullying di atas, Coloroso juga memaparkan tiga

jenis bullying yang mengandung unsur seksual.

Penindasan relasional adalah pelemahan harga diri korban penindasan

secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau

penghindaran. Penindasan relasional dapat digunakan untuk mengasingkan

atau menolak seorang teman secara sengaja ditujukan untuk merusak

persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap sikap tersembunyi seperti

pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa megejek,

dan bahasa tubuh yang kasar.

4. Bullying elektronik

Bullying elektronik merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan

pelakunya melalui sarana elektronik seperti computer, handphone, internet,

website, chatting room, email, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan

untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan

rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau

menyudutkan. Bullying jenis ini dilakukan oleh kelompok remaja yang

memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan

media elektronik lainnya.

Pada umunya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan

anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/ emosional, namun keduanya

19 Universitas Kristen Petra

samasama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola

sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51).

2.3 Tempat Terjadinya Bullying

Bullying dapat terjadi hampir di mana saja, tapi terutama bila tidak ada

pengawasan yang memadai atau tidak ada orang dewasa. Berikut ini adalah tempat-

tempat terjadinya bullying yang didefinisikan oleh Barbara Coloroso (2006, p. 79):

1. Di sekolah

Contohnya taman bermain, kelas yakni yang sering dilaporkan sebagai tempat

paling umum untuk intimidasi di antara siswa SMP dan SMA, meskipun juga

dilaporkan terjadi di Sekolah Dasar. Walaupun ada guru, bentuk bullying yang lebih

halus misalnya gestur, catatan lewat (notepassing) sering terjadi di kelas. Pada waktu

istirahat kelas dengan guru keluar dari ruangan, bentuk lain dapat diterapkan, dan

antara kelas, seperti toilet, koridor, ruang gantungan baju, area loker, ruang ganti,

kamar mandi dan asrama di sekolah asrama jika tidak dipantau/diawasi dengan baik

juga dilaporkan oleh siswa sebagai tempat di mana mereka pernah mengalami

bullying.

2. Ke dan dari sekolah

Siswa di tingkat Sekolah Dasar dan menengah juga melaporkan bahwa

mereka dibully ke atau dari sekolah. Bullying ini bisa terjadi saat mereka berjalan ke

atau dari rumah, namun siswa juga melaporkan bahwa bepergian di bus (sekolah atau

publik) merupakan lokasi utama untuk dilecehkan.

3. Rumah

Sementara rumah selalu dianggap sebagai tempat yang aman, dalam beberapa

tahun terakhir pertumbuhan dan penyerangan cyberbullying telah menyerbu tempat

yang aman itu. Tapi perilaku bullying seringkali bisa dimulai di dalam rumah, dengan

anak-anak belajar perilaku dari orang tua atau saudara kandung, atau memang

menderita intimidasi di tangan anggota keluarga sendiri.

4. Tempat umum lainnya

20 Universitas Kristen Petra

Komunitas yang lebih luas sebagai tempat umum sering menjadi saksi

perilaku bullying. Penjaga toko, manajer, dan pekerja di masyarakat sering

melaporkan melihat tindak kekerasan fisik dan verbal antara lain oleh siswa dari

sekolah yang mereka kenal di daerah setempat, sementara hotspot wifi lokal juga bisa

dimanfaatkan dalam memfasilitasi cyberbullying.

2.4 Teori Kultivasi

Teori Kultivasi merupakan salah satu teori yang ingin menjelaskan keterkaitan

antara media komunikasi televisi dan film dengan tindak kekerasan. Tindak

kekerasan memiliki banyak bentuk salah satunya yaitu kekerasan yang berbentuk

Bullying. Teori ini dikemukakan oleh George Gerbner, mantan Dekan dari Fakultas

(Sekolah Tinggi) Komunikasi Annenberg Universitas Pennsylvania, yang juga

pendiri Cultural Environment Movement, berdasarkan penelitiannya terhadap

perilaku penonton televisi yang dikaitkan dengan materi berbagai program televisi

yang ada di Amerika Serikat. Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para

pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi atau film membangun keyakinan

yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan

keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak

menyajikan tayangan kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam

kehidupan nyata” (Hadi, 2007:8).

Hadirnya media televisi memberi dampak komersial bagi pasar dan khalayak.

Dampak medium televisi melalui program acara berita kriminal, jenis film action,

triller, dan pembunuhan, ini mampu memengaruhi agresivitas khalayak terhadap

dunia atas kumulatif efek melalui tayangan televisi. Dampak ‘kekerasan media’ ini

oleh George Gerbner kemudian disebutnya sebagai “mean world syndrome”, dalam

teori Cultivation Analysis (1970-1980) (Hadi, 2007 : 8).

Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana

para pemirsa televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya.

Dengan kata lain untuk mengetahui dunia nyata macam apa yang dibayangkan oleh

pemirsa televisi dan bagaimana media televisi mempengaruhi pemirsa atas dunia

21 Universitas Kristen Petra

nyata. Asumsi mendasar dalam teori ini adalah terpaan media yang terus menerus

akan memberikan gambaran dan pengaruh pada pemirsanya. Artinya, selama pemirsa

kontak dengan televisi, mereka akan belajar tentang dunia, belajar bersikap dan

nilai‐nilai orang (Hadi, 2007 : 9)

Gerbner meyakini bahwa kekuatan televisi berasal dari isi simbolik dari

drama kenyataan hidup sehari-hari yang ditayangkan jam lepas jam dan minggu lepas

minggu (Griffin, 1991). “Rata-rata pemirsa menonton televisi empat jam sehari”

(Severin dan Tankard, 2001). “George Gerbner menggolongkan audience televisi

menjadi 2 golongan, yaitu heavy viewer dan light viewer. Heavy viewer atau pecandu

berat televisi adalah orang yang menonton televisi lebih dari 4 jam per hari.

Sebaliknya, light viewer atau pecandu ringan adalah orang yang menonton kurang

dari 4 jam per hari” (Hadi, 2007 : 3).

Dalam hal ini, seperti Marshall McLuhan dan Gerbner menyatakan bahwa televisi

dan film merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi

masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi dan film

melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata

dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari. Televisi dan film mampu

mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan media film dan televisi

dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari. Realitas

yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif (Hadi. 2012 : 4).

2.5 Komunikasi Massa

Komunikasi massa dalam tinjauan praktis adalah proses penyampaian pesan

dari komunikator (pengirim) kepada komunikan (penerima) dengan menggunakan

media massa sebagai perantaranya. Di samping pengiriman pesannya menggunakan

media massa, pihak komunikan dalam komunikasi massa ini tidak berjumlah satu

orang saja, tetapi melibatkan banyak orang. Dengan kata lain pesan dalam

komunikasi massa ini diperuntukkan kepada massa. Itu jelas perbedaannya dengan

komunikasi antar pribadi yang pesannya hanya dikirim secara personal bukan

massal. Dalam komunikasi massa ini, saluran komunikasi yang lazim digunakan

22 Universitas Kristen Petra

dapat berupa media massa cetak, elektronik, atau media massa online (Elvinaro.

2007).

Saluran media massa cetak biasa digunakan untuk mengirim pesan bersifat

tekstual (teks) atau visual (gambar). Jenisnya meliputi koran, majalah, tabloid,

buletin, poster, pamflet, dsb. Sementara media massa elektronik, ialah media

pengiriman pesan secara mekanis yang bentuk pesannya bisa bersifat audio untuk

radio, dan audio-visual untuk televisi. Dewasa ini ada media pengirim pesan terbaru

yakni media online. Media massa satu ini mempunyai sifat yang lengkap mencakup

apa yang dimiliki oleh radio dan televisi, bahkan media online punya kelebihan

dibanding media cetak dan elektronik. Keunggulan media online terdapat pada alur

komunikasi yang lebih bergairah dan cepat, dimana khalayak dapat berperan aktif

sebagai komunikator atau komunikan. Itu disebabkan media online yang memakai

jaringan internet, membuat pengguna bisa saling member feedback (umpan balik)

secara realtime (cepat). Ini jelas berbeda dengan radio atau televisi yang cenderung

menjadikan khalayak sebagai penerima pesan saja tanpa umpan balik (Elvinaro.

2007).

Dalam peninjauan para pakar komunikasi, definisi komunikasi massa paling

sederhana dikemukakan oleh Gerbner yang dikutip dari buku Komunikasi Massa,

karangan Ardianto, yaitu:

“Mass communication is the tehnologically and institutionally based

production and distribution of the most broadly shared continuos flow of

messages in industrial societies”.

Definisi tersebut, mengartikan bahwa komunikasi massa adalah produksi dan

distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu

serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.

Seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai sarana untuk

melakukan kegiatan komunikasi, maka perlu memahami karakteristik komunikasi

massa. Menurut Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,

menyebutkan tentang karakteristik komunikasi massa sebagai berikut:

23 Universitas Kristen Petra

1. Komunikasi massa bersifat umum yaitu, pesan yang disampaikan

melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Benda-benda

tercetak, film, radio, dan televisi apabila digunakannya untuk

keperluan pribadi dalam lingkungan organisasi yang tertutup, maka

tidak dapat dikatakan sebagai komunikasi massa.

2. Komunikan bersifat heterogen yaitu, perpaduan antara jumlah

komunikan yang besar dalam komunikasi massa dengan keterbukaan

dalam memperoleh pesan-pesan komunikasi, erat sekali hubungannya

dengan sifat heterogen komunikan.

3. Media massa menimbulkan keserempakan yaitu, keserempakan kontak

dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari

komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam

keadaan terpisah. Radio dan televisi dalam hal ini melebihi media

tercetak, karena terakhir dibaca pada waktu yang berbeda dan lebih

selektif.

4. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi, artinya

dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan

komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya

dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat

non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dan penyebaran yang

massal dan sebagian lagi dikarenakan syarat-syarat bagi peranan

komunikator yang bersifat umum

Karakter pada komunikasi ini harus menjadi pertimbangan bagi komunikator

yang ingin menyampaikan pesan lewat saluran media massa, sebab untuk mencapai

terjadinya perubahan sikap, opini, dan perilaku komunikan perlu ditinjau kembali

bagaimana agar karakter komunikasi massa bisa sesuai dengan ciri komunikan yang

heterogen demi tercapainya tujuan komunikasi. Oleh karenanya, menciptakan

komunikasi melalui media massa tidak semudah berkomunikasi antar pribadi, karena

feedback dalam komunikasi massa tidak langsung terjadi. Untuk menjadikan efek

komunikasi massa efektif, diperlukan optimalisasi pada perancangan pesan.

24 Universitas Kristen Petra

2.6 Film

Film tidak ditemukan oleh satu orang. Pertama ,perangkat untuk foto objek

bergerak harus ditemukan diikuti dengan alat untuk menampilkan foto- foto itu.

Proses ini melibatkan enam orang : Etienne Jules Marey, Eadward Muybridge,

Thomas Edison, Willliam K.L. Dickson, Auguste dan Louis Lumiere (Biagi, Shirley

2010 : 171 ).

Semua film pada awal permulaan adalah hitam – putih dan tanpa suara. Suara

baru baru diperkenalkan ke dalam film pada tahun 1920-an. Dua pembuat film yang

mempengaruhi perkembangan film menjadi seni adalah Georges Melies dan Edwin S.

Porter (Biagi, Shirley 2010 : 174).

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia No.33 tahun 2009 tentang

perfilman, Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa Film adalah karya seni budaya yang

merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan

kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Perfilman

adalah berbagai hal yang berhubungan dengan film. Budaya bangsa adalah seluruh

sistem nilai, gagasan, norma, tindakan, dan hasil karya bangsa Indonesia di seluruh

wilayah nusantara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kegiatan perfilman adalah penyelenggaraan perfilman yang langsung berhubungan

dengan film dan bersifat nonkomersial. Usaha perfilman adalah penyelenggaraan

perfilman yang langsung berhubungan dengan film dan bersifat komersial.

Masyarakat adalah warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai

perhatian dan peranan dalam bidang perfilman. Iklan film adalah bentuk publikasi

dan promosi film. Insan perfilman adalah setiap orang yang memiliki potensi dan

kompetensi dalam perfilman dan berperan dalam pembuatan film. Sensor film adalah

penelitian, penilaian, dan penentuan kelayakan film dan iklan film untuk

dipertunjukkan kepada khalayak umum. (referensi.elsam.or.id).

25 Universitas Kristen Petra

Film merupakan salah satu alat media massa yang bergerak dalam media

elektronik dan film juga merupakan alat penyampaian pesan dengan berbagai jenis

pada masa peradaban yang modern. “Film merupakan medium komunikasi massa

yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan serta

pendidikan” (Effendy, 2000, p.209). “Dengan kata lain, film merupakan media

komunikasi massa yang mampu menimbulkan dampak pada masyarakat, karena film

selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan

(message) dibaliknya” (Sobur, 2004, p.127).

Seiring dengan kebangkitan film, muncul pula banyak film-film yang

mengandung nilai seks, eksploitasi kecantikan dan kekerasan pada perempuan.

Kekuatan dan kemampuan yang dimiliki film menjangkau lebih banyak segmen

sosial, sehingga membuat para ahli yakin bahwa film memiliki banyak potensi untuk

mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2004, p.127).

Film merupakan media komunikasi yang terbentuk dari kombinasi antara

penyampaian pesan melalui gambar bergerak yang dibasilkan dari pemanfaatan

teknologi kamera, pencahayaan, warna dan suara. Unsur tersebut dengan latar

belakang alur cerita. yang mengandung pesan yang akan disampaikan oleh

komunikator, yaitu sutradara melaului gambar, dialog, suara, warna , sudut

pengambilan dan musik, adegan dirangkai satu sama lain beserta. lambang-lambang

yang dipergunakan sehingga pesan dapat dipahami oleh khalayak penonton.Dari

uraian diatas maka film dapat digolongkan sebagai media komunikasi massa. Dalam

perspektif massa pengertian komunikasi massa adalah komunikasi media massa.

Dengan kata lain komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media

massa meliputi surat kabar , majalah, radio, film, televisi dan Majalah.

(Effendy,2002).

Sebagai salah satu media komunikasi massa, film mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut (Effendy, 2002):

a. Pesan dalam film berlangsung satu arah.

Tidak ada arus balik antara komunikan dan komunikator. Sutradara

film sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak terhadap

26 Universitas Kristen Petra

pesan dalam film yang dibuatnya. Sutradara tidak mengetahui apakah

khalayak suka atau tidak terhadap film yang dibuatnya. Sutradara mengetahui

film yang disukai khalayak melalui penjualan tiket bioskop dan DVD film

yang dibuatnya. Semakin banyak tiket bioskop dan DVD film terjual berarti

khalayak menyukai film tersebut.

b. Komunikator film melembaga.

Dalam pembuatan film melibatkan sejumlah orang yang terkoordinasi

yang memiliki peran yang berbeda-beda, seperti produser, sutradara, artis dan

kru film lainnya.

c. Pesan film bersifat umum.

Pesan yang disampaikan film bersifat umum karena ditujukan untuk

khalayak banyak.

d. Menimbulkan keserempakan

Keserempakan dalam film terlihat ketika film dibuat untuk ditonton oleh

khalayak secara serempak.

e. Komunikan film bersifat heterogen

Khalayak film merupakan kumpulan anggota masyarakat yang

keberadaannya terpencar, berbeda-beda satu sama lainnya. Oleh karena itu

film dibuat dalam berbagai bahasa.

2.6.1 Jenis – jenis Film

Jenis – jenis film secara umum terbagi 3, yakni : dokumenter, fiksi dan

eksperimental. Pembagian ini didasarkan oleh atas cara bertuturnya yakni, naratif (

cerita ) dan non- naratif (non cerita). Film fiksi memiliki struktur naratif yang jelas

sementara film documenter dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Film

documenter memiliki konsep realism (nyata) berada dikutub yang berlawanan dengan

film eksperimental yang memiliki konsep formalism (abstrak). Sementara film fiksi

persis berada ditengah-tengah di dua kutub tersebut (Pratista, Himawan 2008: 4).

Menurut Himawan Pratista dalam bukunya yang berjudul “Memahami Film”,

secara umum jenis film dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ( Pratista, 2008):

27 Universitas Kristen Petra

1. Film Dokumenter : Film dokumenter adalah sebuah penyajian film yang

berdasarkan fakta yang sebenarnya. Film jenis dokumenter ini berhubungan

dengan tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Tujuan dari film dokumenter

dibuat pada umumnya sederhana, sutradara atau penulis bertujuan agar

memudahkan penonton untuk memahami dan mengetahui fakta-fakta yang

sebenarnya terjadi. Untuk proses pembuatan film dokumenter dapat

menggunakan beberapa jenis metode pengambilan gambar yaitu merekam

langsung saat peristiwa yang sedang benar-benar terjadi, cara yang kedua

adalah dengan memperagakan kembali secara detail dan hampir menyerupai

seperti kejadian yang asli dengan setting lokasi, aktor, dan peristiwa peristiwa

yang terjadi, dan lain sebagainya.

2. Film Fiksi : Film fiksi adalah film yang berjenis cerita paling banyak diangkat

dari karya-karya penulis dan sutradara film. Berbeda dengan film dokumenter,

cerita yang ada dalam film fiksi merupakan sebuah karangan sebuah cerita di

luar kejadian nyata. Untuk struktur ceritanya, film fiksi erat hubungannya

dengan hukum kausalitas atau sebab-akibat. Cerita dalam film fiksi memiliki

karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan, serta pola

pengembangan cerita yang jelas. Untuk proses produksi, film fiksi lebih

banyak memakan banyak tenaga dan juga waktu pembuatan yang lebih lama

di banding jenis film yang lain, serta jumlah peralatan produksi yang lebih

banyak dan bervariasi serta mahal juga lebih susah.

3. Film Eksperimental : Film eksperimental adalah jenis film yang sangat

berbeda dengan jenis film dokumenter dan fiksi. Film eksperimental tidak

memiliki plot namun film eksperimiental tetap memiliki struktur. Strukturnya

sangat dipengaruhi oleh insting subyektif dari sang sutradara seperti gagasan,

ide, emosi, serta pengalaman-pengalaman batin mereka. Ciri dari film

eksperimental yang paling terlihat adalah ideologi penulis dan sutradara film

itu sendiri yang sangat menonjol yang bisa dikatakan out of the box.

Film Shazam yang diproduksi tahun 2019 merupakan film yang masuk dalam

kategori fiksi.

28 Universitas Kristen Petra

2.6.2 Genre Film

Selain jenisnya, film dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi film.

Klasifikasi film ini dapat dikelompoknya menjadi beberapa bagian, dengan

berdasarkan proses produksinya, yaitu film hitam-putih dan film berwarna, film

animasi, film bisu dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak dikenal orang

adalah klasifikasi berdasarkan genre film (Pratista, 2008). Istilah genre berasal dari

bahasa Perancis yang bermakna “bentuk” atau “tipe”. Di dalam film, genre dapat

diartikan sebagai jenis atau sebuah pembagian berdasarkan ciri-ciri dari sekelompok

film yang memiliki karakter atau sebuah kekhasan seperti setting, isi dan subyek

cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood,

serta karakter. Sedangkan fungi utama dari genre adalah membantu kita memilah-

milah atau mengklasifikasikan film-film yang ada sehingga lebih mudah untuk

mengenalinya (Pratista, 2008). Genre pun di bagi menjadi dua bagian yaitu genre

induk primer dan genre induk sekunder.

Genre induk primer sebagai genre-genre pokok menurut pratista, antara lain :

1. Aksi

Aksi adalah sebuah jenis genre film yang memiliki energi yang tinggi,

cenderung memiliki budget dan stunt-stunt besar, biasanya memiliki pengejaran,

penyelamatan, perkelahian, dan sebuah krisis. Motionnya non stop, memiliki pacing

yang cepat, dan ada seorang pahlawan yang melawan orang-orang jahat.

2. Drama

Drama adalah sebuah jenis genre film yang biasa menggambarkan karakter

realistis, pengaturan, situasi kehidupan, dan cerita yang melibatkan pengembangan

karakter yang kuat dan interaktif. Biasanya, mereka tidak fokus pada efek khusus,

komedi, atau tindakan.

3. Epik Sejarah

29 Universitas Kristen Petra

Epik sejarah adalah sebuah jenis genre film yang termasuk drama kostum,

drama sejarah, film perang atau aktivitas abad pertengahan. Epik sejarah mengambil

tokoh sejarah atau peristiwa yang dibayangkan, mistis, legendaris, atau heroik. Genre

film ini menambahkan pengaturan mewah dan kostum mewah, disertai dengan

kemegahan dan visual yang luas, ruang lingkup dramatis, nilai-nilai produksi yang

tinggi, dan background musik yang tematik.

4. Fantasi

Fantasi adalah sebuah jenis genre film yang termasuk dalam sebuah film yang

lebih memperlihatkan dunia fantasi, yang mana di dunia nyata tidak ada. Film genre

ini biasa di pakai untuk film kartun dan film yang memiliki imajinasi alat atau

transportasi yang belum pernah ada sebelumnya. Seperti starwars, beauty and the

beast, avangers.

5. Fiksi Ilmiah

Fiksi Ilmiah adalah sebuah jenis genre film yang sering visioner dan imajinatif

lengkap dengan pahlawan, alien, planet-planet yang jauh, pencarian yang tidak

mungkin, tempat yang fantastis, penjahat gelap dan bayangan besar, teknologi

futuristik, pasukan tak dikenal dan diketahui, dan monster yang luar biasa , baik yang

dibuat oleh ilmuwan gila atau malapetaka nuklir.

6. Horor

Horor adalah sebuah jenis genre film yang Film horor dirancang untuk

menakut-nakuti dan untuk memanggil ketakutan terburuk kita yang tersembunyi.

Dibuat untuk menakutkan, final yang mengejutkan dan menghibur kita pada saat

yang sama dalam pengalaman katarsis.

7. Komedi

Komedi adalah sebuah jenis genre film yang Memiliki plot yang light,

didesain untuk membuat audiens tertawa dan terhibur. Ada juga subgenre dari

komedi yaitu slapsticks, spoof, parodi, komedi romantis dan masih banyak lagi.

8. Kriminal dan Gangster

30 Universitas Kristen Petra

Kriminal dan Gangster adalah sebuah jenis genre film yang dikembangkan

pada tindakan jahat penjahat atau mafia, khususnya pencuri uang atau preman kejam

yang beroperasi di luar hukum, mencuri dan membunuh jalan melalui hidup. Genre

film kriminal dan gangster sering dikategorikan sebagai genre film noir atau film

detektif-misteri karena mendasari kesamaan antara bentuk-bentuk sinematik.

Kategori ini berisi deskripsi dari berbagai ‘pembunuh berantai’ film.

9. Musikal / Tarian

Musikal / Tarian adalah sebuah jenis genre film yang berbentuk sinematik

yang menekankan nilai skala penuh atau lagu dan tarian rutin secara signifikan

(biasanya dengan pertunjukan musik atau tari terintegrasi sebagai bagian dari narasi

film). Dalam genre film ini, film-film berpusat pada kombinasi musik , tari, lagu atau

koreografi.

10. Petualangan

Petualangan adalah sebuah jenis genre film yang ceritanya cenderung seru,

dengan pengalaman yang baru atau visual yang menarik, cukup mirip dengan genre

film action, biasanya genre film ini memiliki sekuel atau prekuel. Tema biasanya

pencarian sesuatu seperti misalnya harta karun, epic-epic di hutan dan gurun, dan

juga film-film disaster.

11. Perang

Perang adalah sebuah jenis genre film yang cenderung horor dan memilukan,

biasanya melawan bangsa dan umat manusia di darat, laut, atau di udara.

12. Western

Western adalah genre mendefinisikan utama dari industri film Amerika,

mereka adalah salah satu yang tertua, genre paling abadi dengan plot yang sangat

dikenali, elemen, dan karakter (senjata, kuda, kota berdebu dan jalan, koboi, Indian,

dll).

2.7 Pesan

Pada dasarnya bersifat abstrak.Untuk membuatnya konkret agar dapat dikirim

dan diterima oleh komunikan. manusia dengan akal budinya menciptakan sejumlah

31 Universitas Kristen Petra

lambing komunikasi berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa

tulisan. Pesan bersifat abstrak, sehingga komunikan tidak akan tahu apa yang ada di

benak komunilator sampai komunikator mewujudkannya dalam salah satu bentuk

atau kombinasi lambang-lambang komunikasi ini. Karena itu, lambang komunikasi

disebut juga bentuk pesan, yakni wujud konkret dari pesan, berfungsi mewujudkan

pesan yang abstrak menjadi konkret Suara, mimik, dan gerak-gerik lazim

digolongkan dalam pesan non-verbal, sedangkan bahasa lisan dan bahasa tulisan

dikelompokan dalam pesan verbal.

Pesan didefinisikan sebagai segala sesuatu, verbal maupun non-verbal, yang

disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif

komunikasinya.Penekanan terhadap motif komunikasi dianggap penting karena

obyek kajian ilmu komunikasi adalah penyampaian pesan secara sengaja, walaupun

derajatnya tidak dapat diukur kepastiannya (Vardiansyah. 2004 p.23)

2.7.1 Komunikator (Pengirim Pesan)

Pengirim pesan yang dimaksud disini adalah manusia yang mengambil

inisiatif dalam berkomunikasi (komunikator) Pesan yang disampaikan oleh

komunikator untuk mewujudkan motif komunikasi.Schingga komunikator

didesifinisikan sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan

untuk mewujudkan motif komunikasinya.

Jika lebih dari satu orang sebagai komunikator memiliki tujuan yang sama

dan untuk mencapai tujuan tersebut terdapat pembagian kerja di antara para

anggotanya, maka wadah kerja sama yang terbentuk sebagai kesatuan banyak orang

ini lazim disebut Organisasi.Organisasi dilihat dari tujuan pendiriannya, ada yang

bermotif komersial mengejar keuntungan atau bermotif ideal yang bersifat nirbala

(lembaga swadaya masyarakat) (Vardiansyah. 2004 p.19).

2.7.2 Komunikan (Penerima Pesan)

Komunikasididefinisikan sebagai manusia berakal budi, kepada siapa pesan

komunikator ditujukan. Komunikan dapat berjumlah satu orang atau lebih, sama

seperti komunikator. (Vardiansyah. 2004 p.21)

32 Universitas Kristen Petra

2.8 Copycat Effect

Loren Coleman menyatakan bahwa Copycat Effect atau yang lebih diketahui

scbagai "imitasi" atau "efek menular" atau "modelling theory" berhubungan dengan

sesuatu yang dipublikasikan di media yang menciptakan banyak perhatian, sehingga

orang lain bisa meniru, atau "meng-copy" hal ini Perilaku copycat effect disebabkan

oleh melihat tindakan yang sama di media, baik itu film, televisi atau buku (2004,

p.1). la mengemukakan bahwa copycat effect merupakan kekuatan yang dimiliki

komunikasi massa dan budaya yang dapat menghasilkan sebuah epidemik atau

perilaku serupa. Copycat adalah kecenderungan publisitas sensasional tentang

kriminalitas (dalam penelitian ini yaitu tindakan bullying) atau bunuh diri sehingga

menghasilkan lebih banyak kasus yang sama melalui peniruan. Dalam bukunya yang

berjudul The Copycat Effect, pandangan Coleman tentang media adalah bahwa

liputan konstan dari suatu kejadian kriminal dan bukan kejadian dengan pesan positif,

memberi para pelaku kejahatan sebuah jenis "ketenaran". Lima menit "ketenaran,

buku atau film yang didedikasikan untuk para perjahat ini memprovokasi orang-orang

yang cenderung berperilaku serupa.

Untuk itulah karena adanya fenomena copycat effect ini, penelitian dengan

metode analisis isi ini penting untuk dilakukan karena dapat diketahui pesan-pesan

bullying yang ditampilkan dalam serial ini, yang bisa saja memicu terjadinya copycat

effect oleh terutama remaja korban bully terhadap bentuk-bentuk bullying yang

ditampilkan.

2.9 Analisi Isi

Analisis isi (content analysis) digunakan untuk memperoleh keterangan dari

komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau

dapat didokumentasikan. Analisis isi dapat dipakai untuk menganalisa semua bentuk

komunikasi, seperti pada surat kabar, buku, film, dan sebagainya. Dengan

menggunakan metode analisis isi, maka akan diperoleh suatu pemahaman terhadap

33 Universitas Kristen Petra

berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa atau dari sumber

lain secara obyektif, sistematis, dan relevan (Subrayogo, 2001: 6).

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Isi (2011), tujuan dari analisis isi

adalah sebagai berikut: secara detail karakteristik dari suatu pesan untuk

a. Menggambarkan mcnjawab pertanyaan "what, to whom, dan how"

dari sautu proscs komunikasi dimana what berkaitan dengan

penggunaan analisis isi untuk menjawab apa isis dari suatu pesan, to

whom untuk menguji hipotesis mengenai isi pesan yang ditunjukan

untuk khalayak yang berbeda, dan how untuk menggambarkan bentuk

dan teknik-teknik pesan.

b. Menarik kesimpulan mengenai apa penyebab dari suatu pesan untuk

menjawab pertanyaan mengapa pesan (isi) muncul dalam bentuk

terntentu. Terdapat dua jenis analisis isi, yaitu analisis kualitatif dan

analisis kuantitatif.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan anlisis kuantitatif karena sesuai

dengan tujuan dari penelitian ini dibuat. Analisis isi kuantitatif didefinisikan scbagai

suatu teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk mengetahui garmbaranı

karakteristik itFdan menarik inferensi dari isi. Analisis isi ditujukan untuk

mengidentifikasikan secara sistematis isi komunikasi yang tampak (manifest), dan

dilakukan secara objektif, valid. realiabel, dan dapat direplikasi (Eriyanto, 2011,

p.15).

Ciri-ciri dari analisis isi adalah sebagai berikut:

a. Objektif

Analisis isi dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara spa

adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti peneliti menghilangkan bias,

keberpihakan, atau kecendrungan tertentu dari peneliti. Hasil analisis isi harus benar-

benar mencerminakn isi dari suatu teks, dan bukan akibat dari subjekctivitas

(keinginan, bias, atau kecendrungan tertentu dari peneliti) (Eriyanto, 2011, p.16).

Objcktivitas ini sendiri dibedakan menjadi dua aspck (Eriyanto, 2011, p.16) yaitu:

34 Universitas Kristen Petra

- Validitas

Berkaitan dengan apakah analisis isi mengukur apa yang benar-benar ingin

diukur.

- Reliabilitas

Berkaitan denean apakah analisis isi akan menghasilkan temuan yang sama

biarpun dilakukan oleh orang yang berbeda dan waktu yang berbeda.

b. Sistematis

Semua tahapan dan proses telah dirumuskan secara jelas, dan sistematis.

Kategori-kategori diturunkan dari variabel, variabel diturunkan berdasarkan teori

pengujian dibuat berdasarkan hipotesis. Selain itu, sistematis juga bisa berarti setiap

kategori yang dipakai menggunakan suatu defenisi tertentu dan semua bahan

dianalisis dengan menggunakan kategori dan defenisi yang sama (Eriyanto, 2011,

p.18-19).

c. Replikabel

Pada buku Neuendorf (2002, p.12), discbutkan bahwa salalh satu ciri penting

dari analisis isi adalah replikabel. Penelitian dengan temuan tertentu dapat diulang

dengarn menghasilkan temuan yang sama pula. Hasil-hasil dari analisis isi scpanjang

menggunakan bahan dan teknik yang sama, harusnya juga menghasillkan temuan

yang sama. Temuan ini berlaku untulk peneliti yang berbeda, waktu yang berbeda,

dan konteks yang berbeda (Eriyanto, 2011, p.21).

d. Isi yang tampak (marufest)

Terdapat beberapa pandangan yang berbeda dalam melihat analisis isi

Beberapa pendapat menyatakan analisis isi hanya melihat isi yang tampak (manifest)

dan ada juga yang menyatakn bisa dipakai untuk melihat isi yang tidak tampak

(laten). Neuendorf (2002, p.23) dan Krippendorff (2006, p.20) menyatakan bahwa

analisis isi dapat dipakai untuk melihat scnua karakteristik dari isi yang tampak

maupun yang tidak tampak (Eriyanto, 2011, p.23).

Sedangkan Holsti (1969, p.14) dan Barelson (1952, p.18) menilai bahwa

analisis hanya dapat dipakai untuk menyelidiki isi yang tampak. Kemudian, Riffe,

Lacy dan Fico (1998, p.30) memberikan jalan tengah dengan mengatakan, pada saat

35 Universitas Kristen Petra

proses koding dan pengumpulan data, peneliti hanya dapat menilai aspek- aspek dari

isi yang dilihat. Sedangkan pada tahap analisis data, peneliti dapat memasukkan

penafsiran akan aspek-aspek dari isi yang tidak terlihat (Eriyanto, 2011, p.23)

Namun, kembali pada pemahaman di awal bahwa analisis isi adalah metode

yang berfokus untuk melihat sesuatu yang tampak dan harus tetap objektif maka

analisis isi hanya membatasi pada isi yang tampak saja (Eriyanto, 2011, p.28).

e. Perangkuman

Analisis isi umumnya dibuat untuk membuat gambaran umum karakter dari

suatu isi atau pesan. Analisis isi tidak bertujuan untuk menyajikan secara detail satu

atau beberapa kasus isi (idiographe) melainkan membuat generalisasi dari pesan

(nomotetik) (Eriyanto, 2011, p.29).

2.10 Nisbah Antar Konsep

Dalam penelitian ini, film sebagai media massa yang lebih menarik dibanding

media massa lainya, karena film menggunakan audio, visual, dan music yang disatu

padukan sehingga, menjadi sebuah karya seni yang memiliki efek sebagai cerminan

budaya massa yang ada di masyarakat. Film termasuk salah satu alat media massa

yang bergerak dalam media elektronik dan film juga sebagai alat penyampaian pesan

dengan berbagai jenis, pada masa peradaban yang modern. Film juga merupakan

media komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, pendidikan,

atau infomasi saja tetapi film juga sebuah media massa yang bebas untuk memilih

genre sesuai dengan yang audience minati.

Shazam sebagai subjek penelitian ini merupakan sebuah film yang berasal

dari Amerika serikat, yang digunakan oleh para pembuatnya sebagai sebuah media

komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu, yang mengandung pesan-

pesan bullying. Sebagai film superhero, Shazam disajikan berbeda dengan film

superhero lainya. Untuk itulah film ini menjadi subjek dalam penelitian analisis isi

ini, dimana pesan-pesan yang disampaikan selama durasi 232 menit, sehingga dapat

telihat pesan-pesan bullying. Untuk menentukan ciri suatu aksi adalah termasuk

36 Universitas Kristen Petra

bullying, juga terdapat konsep tipe-tipe penindas atau pelaku bullying sehingga

perilaku bullying lebih terlihat.

Peneliti ini memfokuskan pada jenis/tipe pesan bullying dan digunakan teknik

metode analisis isi yang digunakan untuk menarik kesimpulan, dandilakukan secara

objektif dan sistematis. Penelitian menggunakan metode analisis isi deskripsif dengan

pendekatan kuantitatif, diharapkan dapat mengetahui bagaimana pesan-pesan bullying

yang ditampilkan dalam film Shazam.

37 Universitas Kristen Petra

2.11 Kerangka Pemikiran

Bullying coloroso. 2006 adalah topik yang sensitif, merupakan sisi gelap dan kelam

dari masa-masa pertumbuhan remaja (tidak semua remaja melaporkan tindak bully

yang dialaminya. Dsb)

Film Shazam mengandung pesan-pesan Bullying yang dapat di persepsi secara positif

atau negatif oleh penontonya.

Metode penelitian analisis isi kauntitatif digunakan untuk melihat pesan-pesan

Bullying dalam film ini.

Peran-peran Bullying

1. Bully

2. victim

3. asisten bully

4. reinfocer

5. defender

6. outsider

Jenis Bullying:

1.Bullying verbal (Coloroso, 2006)

2.Bullying fisik (Coloroso, 2006)

3. Bullying relasional (Coloroso,

2006)

4. Bullying elektronik (Coloroso,

2006)

Dilakukan tabulasi silang terhadap dua definisi operasional itu agar dapat memperkaya

hasil penelitian dengan diketahuinya pembagian peran tiap jenis Bullying yang

dilakukan

Pesan Bullying yang terdapat dalam film Shazam