1702 kedudukan hukum pekerja pkwt yang tidak sesuai …

16
193 NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Ahmad Jaya Kusuma, Edith Ratna M.S., Irawati Progam Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Email: [email protected] Abstract One form of employment agreement in Indonesia is a work agreement for a certain time, or known as contract work agreement. Lately, more people or companies use a contractual work system for their workers. It is suspected that the implementation of the contract work agreement is more beneficial for employers or companies by ignoring the rights of workers. The method used in this research is juridical normative. This article discusses the judges' consideration of the legal position of Contract Agreement workers who are not in accordance with the provisions of the Labor Law based on industrial court decisions and how legal protection of Contract Agreement workers is not accordance with statutory provisions. The author concludes that the position of the worker in the judge's consideration in Tanjung Karang Judgement No. 13 / Pdt.Sus.PHI / 2014.Tjk and Surabaya Judgement No. 82 / G / 2014 / PHI.Sby, that workers are bound by Contract Agreement are carried out continuously as Certain Time workers, the legal protection against Contract Agreement in the application of the agreement still violates the provisions of the Law namely regarding Certain Time Workers that should be required to be made in written form but made orally. Keywords: legal position; contract workers; contract agreement workers Abstrak Salah satu bentuk perjanjian kerja yang ada di Indonesia adalah perjanjian kerja waktu tertentu, atau biasa kita dengar dengan perjanjian kerja kontrak. Belakangan semakin marak para pelaku usaha atau perusahaan menggunakan sistem kerja kontrak terhadap pekerjanya. Di duga dalam pelaksanaan perjanjian kerja kontrak lebih menguntungkan bagi pengusaha atau perusahaan dengan mengesampingkan hak-hak para pekerja yang semestinya di dapat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dalam arti nilai (norm), peraturan hukum konkrit dan sistem hukum. Artikel ini membahas tentang Bagaimana analisis yuridis pertimbangan hakim mengenai kedudukan hukum pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan berdasarkan putusan pengadilan hubungan industrial dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang- undangan.. Penulis berkesimpulan bahwa Kedudukan pekerja dalam pertimbangan hakim dengan putusan pengadilan Tanjung Karang No. 13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk dan putusan pengadilan Surabaya No. 82/G/2014/PHI.Sby, bahwa pekerja yang terikat PKWT dilakukan secara terus menerus menjadi pekerja PKWTT, perlidungan hukum terhadap pekerja PKWT dalam penerapan perjanjian masih terdapat pelanggaran ketentuan yang telah diatur oleh Undang-undang yaitu mengenai PKWT yang seharusnya wajib dibuat dalam bentuk tertulis atau dicatatkan melainkan dibuat secara lisan. Kata kunci: kedudukan hukum; tenaga kerja kontrak; pkwt

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

193

193

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI DENGAN

KETENTUAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

Ahmad Jaya Kusuma, Edith Ratna M.S., Irawati

Progam Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Email: [email protected]

Abstract

One form of employment agreement in Indonesia is a work agreement for a certain time, or known

as contract work agreement. Lately, more people or companies use a contractual work system for

their workers. It is suspected that the implementation of the contract work agreement is more

beneficial for employers or companies by ignoring the rights of workers. The method used in this

research is juridical normative. This article discusses the judges' consideration of the legal position

of Contract Agreement workers who are not in accordance with the provisions of the Labor Law

based on industrial court decisions and how legal protection of Contract Agreement workers is not

accordance with statutory provisions. The author concludes that the position of the worker in the

judge's consideration in Tanjung Karang Judgement No. 13 / Pdt.Sus.PHI / 2014.Tjk and Surabaya

Judgement No. 82 / G / 2014 / PHI.Sby, that workers are bound by Contract Agreement are carried

out continuously as Certain Time workers, the legal protection against Contract Agreement in the

application of the agreement still violates the provisions of the Law namely regarding Certain Time

Workers that should be required to be made in written form but made orally.

Keywords: legal position; contract workers; contract agreement workers

Abstrak

Salah satu bentuk perjanjian kerja yang ada di Indonesia adalah perjanjian kerja waktu tertentu, atau

biasa kita dengar dengan perjanjian kerja kontrak. Belakangan semakin marak para pelaku usaha

atau perusahaan menggunakan sistem kerja kontrak terhadap pekerjanya. Di duga dalam

pelaksanaan perjanjian kerja kontrak lebih menguntungkan bagi pengusaha atau perusahaan dengan

mengesampingkan hak-hak para pekerja yang semestinya di dapat. Metodologi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap

asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dalam arti nilai (norm), peraturan hukum konkrit dan sistem

hukum. Artikel ini membahas tentang Bagaimana analisis yuridis pertimbangan hakim mengenai

kedudukan hukum pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Ketenagakerjaan berdasarkan putusan pengadilan hubungan industrial dan bagaimana perlindungan

hukum terhadap pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-

undangan.. Penulis berkesimpulan bahwa Kedudukan pekerja dalam pertimbangan hakim dengan

putusan pengadilan Tanjung Karang No. 13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk dan putusan pengadilan

Surabaya No. 82/G/2014/PHI.Sby, bahwa pekerja yang terikat PKWT dilakukan secara terus

menerus menjadi pekerja PKWTT, perlidungan hukum terhadap pekerja PKWT dalam penerapan

perjanjian masih terdapat pelanggaran ketentuan yang telah diatur oleh Undang-undang yaitu

mengenai PKWT yang seharusnya wajib dibuat dalam bentuk tertulis atau dicatatkan melainkan

dibuat secara lisan.

Kata kunci: kedudukan hukum; tenaga kerja kontrak; pkwt

Page 2: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

194

194

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

A. Pendahuluan

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum” sesuai pada Pasal 1 ayat (3). Itu

artinya bahwa, Bangsa Indonesia termasuk Bangsa yang berlandaskan hukum.(Raharjo,

2003) Sistem hukum yang dianut oleh Bangsa Indonesia saat ini adalah sistem hukum Eropa

Kontinental.(Djamali, 2014) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan, berdasarkan hal tersebut terbentuklah Undang-undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 39) selanjutnya disebut Undang-undang Ketenagakerjaan merupakan dasar hukum

utama dibidang ketenagakerjaan selain Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Hakikatnya sebuah Undang-undang merupakan benteng perlindungan bagi

karyawan di Indonesia.

Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik

modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan perjanjian kerja yang diatur pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut dengan UU Ketenagakerjaan) dan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP/100/MEN/VI/2004. Kesepakatan antara

pemberi kerja dan pekerja ini menciptakan sebuah hubungan kerja. Terciptanya sebuah

hubungan kerja antara tenaga kerja atau karyawan dengan pengusaha, menimbulkan

perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh masing-masing pihak untuk memperoleh

hak-haknya (Kartasapoetra, 1992). Kesepakatan yang timbul mengakibatkan terciptanya

suatu perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang muncul sebagai akibat dari

adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan karyawan yang memuat ikatan kerja yang

mengikat bagi pihak yang terlibat membuat perjanjian. Keterikatan para pihak dalam sebuah

perjanjian kerja, mengakibatkan timbulkan kewajiban antara masing-masing pihak untuk

melaksanakan perjanjian yang dibuat, karena perjanjian tersebut sudah berlaku sebagai

Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Udiana, 2011)

Undang-undang Ketenagakerjaan mengkualifikasikan perjanjian kerja menjadi dua

macam, masingmasing adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian

Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh

dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk

pekerjaan tertentu sedangkan PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan

pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Penerapan sistem PKWT

Page 3: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

195

195

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

lebih banyak digunakan oleh perusahaan dinilai sangat efektif dan efisien bagi pengusaha

yaitu demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar dimana biaya dikeluarkan pengusaha

untuk pekerjaan menjadi lebih kecil karena pengusaha tidak harus memiliki tenaga

kerja/pekerja dalam jumlah yang banyak. Apabila diketahui pengusaha memiliki pekerja

yang banyak, maka pengusaha harus memberikan berbagai tunjangan untuk kesejahteraan

para pekerja seperti tunjangan pemeliharaan kesehatan, tunjangan pemutusan hubungan

kerja (PHK), tunjangan penghargaan kerja dan sebagainya dalam arti kata mempekerjakan

tenaga kerja dengan PKWT, maka biaya tersebut dapat ditekan.(soepomo, 2001). Dalam

istilah hukum Pekerja kontrak sering disebut pekerja PKWT, maksudnya Pekerja dengan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pengusaha tidak boleh mengubah status Pekerja Tetap

(PKWTT) menjadi Pekerja Kontrak (PKWT), apabila itu dilakukan akan melanggar hukum.

Jika terpaksa dan tetap ingin melakukan hal tersebut diatas dapat ditempuh langkah pertama

dengan melakukan PHK dengan pesangon setelah itu baru dilakukan PKWT, sepanjang para

pihak menyetujuinya (Fardiansyah, 2013).

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian

mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan

adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu suatu hubungan berdasarkan

mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati

oleh pihak lain (buruh) (Subekti, 1977).

Hamzah berpendapat, tenaga kerja adalah tenaga yang bekerja di dalam maupun luar

hubungan kerja dengan alat produksi utama dalam proses produksi baik fisik maupun

pikiran. Menurut Eeng Harman dan Epi Indriani, tenaga kerja adalah penduduk yang

dianggap sanggup bekerja bila ada permintaan untuk bekerja (Dilihatya, 2014).

Perjanjian kerja waktu tertentu atau pekerja kontrak menjadi pilihan pengusaha yang

sering digunakan ketika melakukan masa percobaan terhadap para pekerja. Hal ini yang

sering terjadi pada praktek pekerja kontrak seperti yang terjadi pada karyawan yang bekerja

di Indomaret. Secara tidak langsung hal ini menyebabkan kerugian terhadap pekerja kontrak

yang dimana ketika pekerja tidak menjalankanpekerjaannya atau tidak menjalankan perintah

sesuai dengan keinginan pengusaha, maka pengusaha lebih berkuasa untuk memberhentikan

buruh/pekerja dan tidak melakukan perpanjangan masa kerja kontrak, serta mencari pekerja

lain sesuai dengan yang diinginkan. Pemutusan hubungan kerja kontrak tidak akan

menimbulkan dampak kerugian karena pengusaha tidak mempunyai kewajiban untuk

memberikan uang pesangon atas pemutusan kerja kontrak tersebut (Glosarium, 2014).

Page 4: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

196

196

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 butir (14) Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan perjanjian kerja merupakan perjanjian

antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,

hak, dan kewajiban para pihak. Pada dasarnya perjanjian kerja hanya dilakukan oleh dua

belah pihak yakni pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja atau buruh. Mengenai hal-

hal apa saja yang diperjanjikan diserahkan sepenuhnya kepada kedua belah pihak yakni

antara pengusaha atau pemberi kerja dan pekerja atau buruh. Apabila salah satu dari para

pihak tidak menyetujuinya maka pada ketentuannya tidak akan terjadi perjanjian kerja,

karena pada aturannya pelaksanaan perjanjian kerja akan terjalin dengan baik apabila

sepenuhnya kedua belah pihak setuju tanpa adanya paksaan. Perjanjian kerja yang dibuat

secara tertulis maupun lisan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundangundangan. Secara yuridis, berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir (15)

UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja merupakan

hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang

mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, antara perjanjian kerja dengan hubungan kerja

memiliki kaitan yang saling berhubungan, hal ini akan mengakibatkan adanya hubungan

kerja yang terjadi antara pemberi kerja/pengusaha dengan pekerja/buruh.

Praktek yang terjadi, walaupun jenis pekerjaanya bersifat tetap, namun PKWT yang

ada tidak pernah ditingkatkan statusnya menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu

(PKWTT) sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja WaktuTertentu yang mentyatakan bahwa “Dalam hal PKWT

dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal

5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja”. Bahkan

untuk menghindari perubahan status dari PKWT ke PKWTT, perusahan cenderung

menggunakan tenaga kerja dengan status alih daya (outsorcing).

Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian lebih

lanjut secara komprehensif dan menuangkannya dalam bentuk artikel dengan judul yang

diangkat: “Kedudukan Hukum Pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan Ketentuan

Undang-undang Ketenagakerjaan”

Permasalah-permasalahan yang ada terkait perjanjian kerja yaitu yang pertama

Bagaimana analisis yuridis pertimbangan hakim mengenai kedudukan hukum pekerja

PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan berdasarkan

Page 5: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

197

197

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

putusan pengadilan hubungan industrial, rumusan masalah yang kedua yaitu bagaimana

perlindungan hukum terhadap pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perUndang-undangan.

Kerangka teori adalah landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau

memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori adalah kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi

dasar perbandingan, pegangan dan teoritis (Lubis, 1994). Teori berguna untuk menerangkan

atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus

diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak

benarannya (Soekanto, 1986).

Perjanjian kerja dalam hukum perdata dikenal dengan istilah bahasa Belanda disebut

Arbeidsoverenkoms yang dapat diartikan dalam beberapa pengertian.Salah satu pengertian

dari perjanjian kerja dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1601a yang menyebutkan

bahwa:“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, si buruh,

mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu

waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

Menyimak dari pengertian perjanjian kerja di atas, bahwa perjanjian kerja tampak

memiliki ciri khas yaitu “di bawah perintah”, yang menunjukkan bahwa hubungan antara

pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawah dan atasan (subsordinasi). Pengusaha

sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial ekonomi memberi perintah kepada pekerja

yang tingkat sosial ekonomi lebih rendah. Ketentuan tersebut menunjukkan adanya

kedudukan yang tidak sama atau seimbang.

Ketentuan tersebut, jika dibandingkan dengan pengertian perjanjian pada umumnya

yaitu dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jelas

bahwa kedudukan antara para pihak yang membuat perjanjian adalah sama dan seimbang

karena di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa satu orang atau lebihmengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Maka, pengertian tentang perjanjian tersebut berlainan jika

dibandingkan dengan pengertian perjanjian kerja dalam Pasal 1601a KUHPerdata.

Walaupun demikian, di dalam pembentukan perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya

memiliki pedoman yang sama yaitu Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur syarat sahnya

suatu perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat

suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

Page 6: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

198

198

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Teori yang dipakai adalah teori perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah

suatu perlindungan yang diberikan pada subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik

yang bersifat preventif, maupun represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Dengan kata lain, perlindungan hukum adalah suatu gambaran dari fungsi hukum yaitu

dimana konsep hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,

kemanfaatan, dan kedamaian (Shidarta, 2006).

Perlindungan hukum bagi pekerja PKWT sangat penting untuk melindungi hak-hak

pekerja. Secara yuridis dalam memberikan perlindungan bahwa setiap pekerja berhak

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang

layak tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama dan termasuk perlakuan yang

sama terhadap penyandang cacat. Adapun perlindungan khusus terhadap pekerja/buruh

khususnya dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ditinjau dari segi

perlindungan perburuhan, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

diharapkan dapat memberikan perlindungan perburuhan yang dilihat dari 3 aspek yaitu:

aspek perlindungan sosial, aspek perlindungan ekonomi, dan aspek perlindungan teknis.

Perlindungan hukum bertujuan memberikan kepastian hak pekerja dan pengakuan terhadap

hak-hak pekerja berupa kedudukan pekerja dalam hal pekerja kontrak yang jangka waktu

kerjanya tidak sesuai dengan ketentuan perUndang-undangan. Dalam hal ini, pekerja

kontrak juga berhak untuk memperoleh kepastian terhadap kedudukannya untuk

kesejahteraan kelangsungan hidupnya seperti halnya pekerja tetap.

Adapun perlindungan khusus terhadap pekerja/buruh khususnya dengan status

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ditinjau dari segi perlindungan perburuhan,

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan

perlindungan perburuhan yang dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek perlindungan sosial, aspek

perlindungan ekonomi, dan aspek perlindungan teknis (Asyhadie, 2008).

- Kebaruan/Orisinalitas Hasil Penelitian (Tampongangoy, 2013)

Penulis menelaah sumber informasi baik dari buku, Undang-undang atau penelitian

terdahulu yang dijadikan sumber informasi dan perbandingan dalam mendapatkan jawaban

atas permasalahan-permasalahan yang diambil penulis. Oleh karena itu, untuk mengetahui

validasi artikel yang penulis susun, maka dalam telaah pustaka ini, penulis akan uraikan

beberapa penelitian yang sudah ada dan relevan dengan pembahasan jurnal tersebut, antara

lain:

Page 7: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

199

199

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

1. “Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Indonesia”, yang ditulis oleh

Falentino Tampongangoy. Jurnal ini membahas tentang penerapan system perjanjian

kerja waktu tertentu di Indonesia.“Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Waktu

Tertentu Dalam Perjanjian Kerja Pada PT. INDOTRUCK UTAMA”, yang ditulis oleh

Rizka Maulinda. Jurnal ini membahas tentang perlindungan hukum bagi pekerja kontrak

waktu tertentu dalam perjanjian kerja pada PT. Indotruck Utama.(Maulinda, 2016)

2. “Akibat Hukum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dibuat Tidak Dengan Bentuk

Tertulis”, yang ditulis oleh Sri Suartini I Made Walesa Putra. Jurnal ini membahas

tentang akibat hukum perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat tidak dengan bentuk

tertulis.(Suartini & Putra, n.d.)

Meskipun dari jurnal penulis dan jurnal-jurnal terdahulu sama-sama meninjau tentang

sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu namun penulis tidak serta merta menggunakan

seluruh hasil penelitian jurnal terdahulunya tetapi hanya menjadikan sebuah acuan dalam

penulisan jurnal yang dibuat penulis yaitu dengan mengambil judul tentang “Kedudukan

Hukum Pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan Ketentuan Undang-undang

Ketenagakerjaan”, yang lebih spesifik membahas tentang Analisis Yuridis Pertimbangan

Hakim Mengenai Kedudukan Hukum Pekerja PKWT yang tidak Sesuai dengan Ketentuan

Undang-undang Ketenagakerjaan Berdasarkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial dan

bagaimana Perlindungan hukum terhadap pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan

ketentuan peraturan perUndang-undangan. Disini penulis juga menggunakan studi Putusan

Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk, yang mana dalam

pertimbangan hakim hubungan kerja antara para penggugat dengan tergugat demi hukum

menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu adalah tepat. Sebagaimana, sifat dan jenis

pekerjaan penggugat berupa pekerjaan yang bersifat tetap atau suatu pekerjaan pokok dari

suatu proses produksi. Dimana pekerjaan yang bersifat tetap tidak boleh dilakukan untuk

perjanjian kerja.

B. Metode Penelitian

Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif,

yaitu penelitian yang dilakukan terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dalam arti

nilai (norm), peraturan hukum konkrit dan sistem hukum (Mertokusumo, 2004). Dengan

pendekatan penelitian yang digunakan pendekatan pertama, statute approach yaitu, dengan

menelaah pada peraturan perUndang-undangan dan regulasi yang relevan dengan objek

Page 8: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

200

200

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

penelitian yang dibahas (Marzuki, 2014). Kedua, Pendekatan conceptual approach yaitu,

pendekatan yang dilakukan berdasarkan pendapat para ahli, jika belum ada hukum yang

mengaturnya. Selanjutnya data dan informasi baik yang bersifat primer dan sekunder dianalisis

dengan metode normatif kualitatif, dua pendekatan tersebut digunakan untuk mendapatkan

pandangan berfikir yang komprehensif, sehingga dapat memberikan gambaran permasalahan

yang utuh pada pokok kajian artikel yang dibahas.

Penelitian normatif ini menggunakan bahan sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari

studi kepustakaan. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat, yang terdiri dari Peraturan PerUndang-undangan. Bahan SekunderYaitu bahan

hukum yang memberikan penjelasan badan hukum primer, meliputi: Buku-buku Literatur,

Hasil-hasil penelitian, seminar, sosialisasi atau penemuan ilmiah, Ketentuan-ketentuan lain

yang relevan dengan objek kajian penelitian. Bahan Tersier yaitu bahan Hukum Kamus yang

digunakan untuk melengkapi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, meliputi:

Koran, majalah, jurnal ilmiah, Internet, kamus hukum dan referensi-referensi lainnya yang

relevan.

Dalam penulisan ini penulis mengumpulkan bahan melalui Penelitian Kepustakaan

(library research) dilakukan untuk mendapatkan teori-teori hukum, doktrin-doktrin asas-asas

hukum dan pemikiran hukum konseptual, yang berkaitan dengan objek kajian penelitian ini

yang dapat berupa Peraturan PerUndang-undangan, penelitian terdahulu, literatur hukum dan

karya tulis di bidang hukum lainnya.

Analisis bahan hukum yang digunakan penulis adalah analisis bahan hukum kualitatif

yaitu menguraikan bahan secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, namun logis dan

tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan intepretasi bahan dan pemahaman hasil

analisis yang kemudian diatarik suatu kesimpulan secara deduktif yaitu cara berpikir dengan

menarik kesimpulan bahan yang bersifat umum ke yang bersifat khusus

C. Hasil Dan Pembahasan

1. Analisis Yuridis Pertimbangan Hakim Mengenai Kedudukan Hukum Pekerja PKWT

yang tidak Sesuai dengan Ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan Berdasarkan

Putusan Pengadilan Hubungan Industrial

a) Kasus Posisi

1. Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk

Page 9: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

201

201

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Penggugat atas nama Sri Wahyuni mengajukan gugatan kepada PT. Indikom

Samudra Persada, di mana penggugat mempunyai hubungan kerja dengan

PT.Indikom Samudra Persada dengan masa kerja di atas 9 (sembilan) tahun kerja

dengan status karyawan kontrak dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT) yang bersifat pekerjaan musiman dimana tergantung cuaca dan musim serta

tidak dapat dilakukan pembaruan. Selama masa kontrak kurang lebih 10 (sepuluh)

tahun penggugat tidak pernah dikatakan habis masa kontrak namun setelah

penggugat menikah dan hamil baru dikatakan habis/berakhir masa kontraknya.

Tergugat membantah yaitu gugatan penggugat tertanggal 18 Agustus 2014 dan tidak

benar penggugat telah memiliki masa kerja 9 (sembilan) tahun kerja pada perusahaan

tergugat. Hubungan tergugat dan penggugat merupakan hubungan kerja berdasarkan

kerja kontrak/PKWT yang dituangkan dalam surat PKWT untuk masa kontrak 6

(enam) bulan dan dapat diperpanjang dengan terlebih dahulu membuat surat lamaran

baru kepada tergugat. Sehingga penggugat tidak secara terus menerus bekerja

berturut-turut pada perusahaan tergugat selama 9 (sembilan) tahun seperti yang

didalilkan oleh penggugat. Dalam hal ini penggugat sudah mengetahui dirinya

dipekerjakan dengan suatu pekerja kontrak, dimana hal tersebut sudah disampaikan

pada sesi wawancara dan kemudian dibuat perjanjian.

2. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 82/G/2014/PHI.Sby

Penggugat atas nama Arjito, Sri Handayani, Mariyah, Suhartini, Mariyah, dan

Sri Wahyuni mengajukan gugatan kepada PT. Niki Mapan sebagai tergugat. Semua

penggugat bekerja di PT. Niki Mapan dengan sistem PKWT, yaitu Sri Handayani

dengan masa kerja 2 (dua) tahun, Mariyah dengan masa kerja 1 (satu) tahun, Hartini

dengan masa kerja 3 (tiga) tahun, Sri wahyuni dengan masa kerja 3 (tiga) tahun

bekerja sebagai operator kecuali Arjito dengan masa kerja 11 (sebelas) tahun.

Kelima peggugat tersebut diputus hubungan kerjanya (PHK) oleh tergugat dengan

alasan masa kontraknya sudah habis. Bahwa pekerjaan para penggugat adalah

bersifat pekerjaan tetap dimana pekerjaan yang dilakukan bersifat terus menerus dan

tidak terputus-putus dan merupakan bagian dari suatu pekerjaan pokok dari suatu

proses produksi yang tidak bisa dikontrak. Oleh karena PKWT tidak dapat

diterapkan pada pekerjaan yang bersifat tetap maka tergugat apabila melakukan PHK

harus memberikan uang pesangon, uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam

Pasal 164 ayat (3) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 10: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

202

202

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

b) Pertimbangan Hakim

1. Pertimbangan Hakim Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.

13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk Dalam pertimbangan hakim, bahwa penggugat telah

bekerja pada tergugat di atas 9 (sembilan) tahun dengan sistem PKWT secara terus

menerus tanpa ada jedah waktu istirahat. Penggugat diberhentikan secara semena-

mena dari pekerjaannya dan diputus kontrak kerja oleh tergugat dengan alasan habis

kontrak kerja dan juga dalam keadaan hamil. Hal ini terbukti hubungan kerja antara

penggugat dengan tergugat berlangsung secara terus menerus, dimana telah

melanggar Pasal 59 ayat (1) huruf b dan ayat (6) Undang-undang No. 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak

tertentu (PKWTT). Oleh karena pemutusan hubungan kerja kepada penggugat

dilakukan tergugat bukan atas dasar kesalahan atau pelanggaran hukum yang

dilakukan oleh penggugat maka menurut Majelis atas pemutusan hubungan kerja

kepada penggugat tersebut tergugat berkewajiban membayar kepada penggugat uang

pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak (berupa cuti

tahunan yang belum diambil dan belum gugur dan penggantian perumahan serta

pengobatan dan perawatan) sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-

undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Pertimbangan Pengadilan Negeri Surabaya No. 82/G/2014/PHI.Sby Perbedaan dalil-

dalil para pihak mengenai hubungan kerja membuat Hakim berpendapat bahwa

perjanjian kerja sudah diatur dalam Pasal 52 Undang-undang No. 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Pasal 52 ayat (1) mengatur dasar atau syarat perjanjian

kerja, sedangkan ayat (2) dan ayat (3) mengatur tentang perjanjian kerja yang dapat

dikatagorikan tidak memenuhi syarat yang jika terbukti, perjanjian kerja tersebut

dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Majelis Hakim berpendapat bahwa

pelaksanaan PKWT syarat-syaratnya telah diatur dengan ketentuan Pasal 59 ayat (1)

dan (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, jo Pasal 3

Kepmenakertrans RI No. KEP. 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Dalam perkara a qua para penggugat mendalilkan

bahwa para penggugat adalah dipekerjakan pada pekerjaan yang bersifat tetap

dengan sifat pekerjaan pokok dari suatu proses produksi. Berdasarkan ketentuan

Pasal 59 ayat (7) pada UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

ditegaskan bahwa PKWT yang tidak memenuhi ketentuan ayat (1), ayat (2) dan

seterusnya maka demi hukum menjadi PKWTT. Hakim menghukum tergugat untuk

Page 11: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

203

203

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

membayar secara tunai dan sekaligus uang pesangon dan uang penghargaan

berdasarkan Pasal 164 ayat (3) Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan.

c) Analisis Yuridis Pertimbangan Hakim

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.

13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk, Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan putus demi

hukum hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat sejak bulan November 2013,

Hakim melihat dari Pasal 59 ayat (7) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, PKWT yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi

PKWTT. Hakim melihat bahwa putus demi hukum hubungan kerja, karena pelaksanaan

PKWT bertentangan dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b dan ayat (6) UndangUndang

Ketengakerjaan No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jika peneliti analisa

pertimbangan hakim tersebut keliru, bahwa sifat pekerja dari penggugat adalah bersifat

musiman. Pekerjaan yang bersifat musiman yaitu pekerjaan yang dilakukan pada saat

musim tertentu dan tanpa ada perpanjangan maupun pembaruan. Jika dilihat, bahwa

penggugat bekerja di perusahaan dalam mengelola udang beku dimana pekerjaannya

berupa musiman yang memenuhi pesanan pada musim tersebut. Selain itu,

pertimbangan Hakim dalam putusan ini tidak tertuju pada KEPMENAKERTRANS

No.100/MEN/VI/2004 yang mengatur pekerjaan yang bersifat musiman secara

tersendiri yaitu dalam Pasal 4, pelaksanaanya tergantung cuaca dan musim dan hanya

untuk pekerjaan musim tertentu dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 82/G/2014/PHI.Sby, dalam

pertimbangan hakim hubungan kerja antara para penggugat dengan tergugat demi

hukum menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu adalah tepat. Sebagaimana, sifat

dan jenis pekerjaan penggugat berupa pekerjaan yang bersifat tetap atau suatu pekerjaan

pokok dari suatu proses produksi. Dimana pekerjaan yang bersifat tetap tidak boleh

dilakukan untuk perjanjian kerja. Perihal hubungan kerja dalam Pasal 52 yaitu syarat

perjanjian kerja, dimana tergugat menyatakan adanya perjanjian kerja yang disepakati

oleh tergugat. Mengenai hubungan kerja dalam perjanjian kerja Hakim benar

menerapkan Pasal 52 bahwa apabila Pasal 52 ayat (3) dan ayat (4) bertentangan maka

batal demi hukum. Walaupun adanya kesepakatan dalam perjanjian kerja oleh pihak

penggugat dan tergugat, namun adanya pekerjaan yang dilaksanakan bertentangan

dengan peraturan perUndang-undangan bahwa pekerjaan yang diperjanjikan sebenarnya

Page 12: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

204

204

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

adalah pekerjaan tetap yang tidak boleh dilakukan perjanjian maka perjanjian kerja batal

demi hukum. Oleh karena itu, hakim memutuskan berdasarkan ketentuan Pasal 59 ayat

(7) pada Undang-undang yang ditegaskan yang pada pokoknya bahwa PKWT yang tidak

memenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) maka demi hukum menjadi PKWTT.

2. Kedudukan Hukum Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Tidak

Sesuai Dengan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Putusan Pengadilan

Hubungan Industrial

Kedudukan hukum pekerja PKWT yang pelaksanaan PKWT bertentangan dengan

peraturan yaitu Pasal 59 Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, demi hukum

beralih menjadi PKWTT. Selain Pasal 59 Undang-undang Ketenagakerjaan, Keputusan

Menteri Tenaga Kerja No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanian

kerja waktu tertentu yang disebutkan dalam Pasal 15 ayat 2 dan ayat 4. Berdasarkan

penjelasan Pasal 59 ayat (7) Undang-undang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker No.

KEP.100/MEN/VI/2004 Pasal 15 ayat (2) maka kedudukan hukum pekerja yang terikat

PKWT bertentangan demi hukum menjadi PKWTT (pekerja tetap). Apabila pekerja tersebut

terjadi PHK maka berhak mendapat uang pesangon, uang penggantian hak, uang masa

penghargaan kerja sesuai dengan masa kerja. Hal tersebut sudah diatur di dalam Pasal 156

ayat (1) UndangUndang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang

pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya

diterima” Berdasarkan penjelasan mengenai analisa pertimbangan hakim di atas mengenai

PKWT berubah menjadi PKWTT yang merupakan perubahan dalam kedudukan hukum

pekerja. Bahwa peneliti menganalisa berdasarkan teori perlindungan hukum dan hukum

perjanjian. Hakim memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja yaitu berupa

perlindungan peralihan status PKWT menjadi PKWTT walaupun sudah diatur dalam

Undang-undang mengenai peralihan demi hukum, namun status peralihan merupakan hak

pekerja yang merupakan kesejahteraan pekerja dan keluarga. Sehingga terjadinya PHK

pekerja berhak mendapatkan hak atas pasca berakhirnya hubungan kerja. Adapun mengenai

perjanjian kerja dilihat dari teori hukum perjanjian, bahwa perjanjian yang dilaksanakan

oleh pihak tergugat dan penggugat memenuhi syarat azas kekuatan mengikat (pacta sunt

servanda) serta syarat sahnya perjanjian. Bahwa azas kekuatan mengikat merupakan aturan

yang mengikat setelah adanya kesepakatan dan terpenuhinya syarat sahnya perjanjian kerja.

Namun, dalam pelaksanaan PKWT bertentangan dengan peraturan perUndang-undangan.

Page 13: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

205

205

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Penyimpangan tersebut terhadap pelaksanaan perjanjian kerja berupa jenis dan sifat kerja

serta tidak dilakukannya perpanjangan dan pembaharuan kerja. Walaupun dalam PKWT

terjadi sudah kesepakatan dalam perjanjian secara tertulis dan mengikat, apabila perjanjian

kerja dalam pelaksanaan dilanggar atau tidak sesuai peraturan perUndang-undangan maka

perjanjian batal demi hukum.

3. Perlindungan hukum terhadap pekerja PKWT yang tidak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

Sesuai pada ketentuan Undang- Undang Ketenagakerjaan ada dua jenis perjanjian

kerja yang diatur dalam Undang-undang tersebut yaitu PKWTT dan PKWT. PKWT sendiri

diatur dalam Pasal 57 Undang-undang Ketenagakerjaan yaitu perjanjian yang dibuat secara

tertulis dan dibuat dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin. PKWT ini

mengalami penyimpangan didalam pelaksanaannya dan tidak dapat dipungkiri masih banyak

perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis

disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman

sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.(Fahrojih, 2014)

Karyawan merupakan pihak yang paling merasakan kerugian akibat dari penyimpangan

perjanjian tersebut, dengan begitu diperlukan adanya perlindungan hukum bagi karyawan.

Penyimpangan dalam perjanjian kerja menimbulkan keresahan terhadap karyawan

kontrak dengan sistem PKWT, karena hal itu berdampak pada status kerja yang bersifat

sementara dan tanpa perlindungan hukum yang jelas terhadap mereka yang bekerja di

perusahaan menggunakan PKWT yang dibuat secara lisan atau tidak dicatatkan.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan yakni terdapat perlindungan

hukum terhadap karyawan bagi mereka berkerja di perusahaan dengan sistem PKWT.

Perlindungan yang diberikan terhadap karyawan kontrak bertujuan untuk melindungi hak

yang dimiliki karyawan serta bebas dari segala bentuk tindakan diskriminasi dalam rangka

menciptakan kesejahteraan karyawan tersebut dan keluarganya.(Udiana, 2016) Proses

penerapan PKWT menjadi salah satu kendala dalam penerapan perjanjian kerja, hal ini

diakibatkan oleh tidak diberlakukannya semua ketentuan yang diatur dalam Peraturan

PerUndang-undangan. Tujuan pembentukan Undang-undang ketenagakerjaan yaitu,

memberdayakan dan menggunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi,

mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan

kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan perlindungan kepada tanaga

kerja dalam mewujudkan kesejahtraan, serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan

keluarganya.

Page 14: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

206

206

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Dalam pelaksaannya masih terdapat perusahaan yang memberlakukan sistem kontrak

(PKWT) terhadap karyawan barunya. Jika ditinjau dari segi Undang-undang

Ketenagakerjan, bahwa dalam ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan (2) PKWT harus dibuat

secara tertulis. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang

tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Secara normatif bentuk

tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan

akan sengat membantu dalam proses pembuktian.(Husni, 2016) Prakteknya perjanjian

tersebut banyak yang dibuat secara tidak tertulis melainkan secara lisan atau tidak

dicatatkan, maka secara otomatis perjanjian kerja tersebut berubah menjadi PKWTT.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:

KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT selanjutnya disebut

KEPMEN, di dalam Pasal 15 ayat (1) menyebutkan bahwa: Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT) yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) sejak adanya hubungan kerja. Secara a

contrario dapat ditafsirkan bahwa ketika perjanjian kerja tersebut secara lisan (tidak dibuat

dalam bahasa Indonesia dan huruf latin), maka Perjanjian Kerja tersebut merupakan

PKWTT karena terhadap dua Perjanjian Kerja tersebut mempunyai spesifikasi hak dan

kewajiban yang berbeda. Sehingga karyawan yang mulanya berstatus kontrak atau PKWT

berhak untuk menuntut hak-hak sebagai karyawan dengan status hubungan kerja PKWTT

atau karyawan tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan yang berlaku.

Berikut mengenai hak-hak seorang pekerja dengan status PKWTT atau karyawan tetap,

yaitu : 1) Berhak atas upah setelah selesai melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian

(tidak di bawah Upah Minimum Provinsi/UMP), upah lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek); 2) Berhak atas fasilitas lain, dana bantuan dan lain-lain yang berlaku di

perusahaan; 3) Berhak atas perlindungan keselamatan kerja, kesehatan, kematian, dan

penghargaan; 4) Berhak atas kebebasan berserikat dan perlakuan HAM dalam hubungan

kerja.

Perlindungan terhadap karyawan kontrak yang diamanatkan oleh Undang-undang

Ketenagakerjaan terkait PKWT tidak dicatatkan mampu dikatakan sudah melindungi

karyawan kontrak dengan sistem PKWT, yang dimana jika karyawan bekerja pada

perusahaan dengan sistem PKWT namun tidak dibuat secara tertulis melainkan lisan

berdasarkan Pasal 57 ayat (2) UndangUndang Ketenagakerjaan yakni PKWT dibuat tidak

tertulis dinyatakan sebagai PKWTT atau status mereka yang pada mulanya adalah karyawan

kontrak berubah menajadi karyawan tetap.

Page 15: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

207

207

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Jika didalam penerapan ataupun pelaksanaannya PKWT ini bertentangan dari

ketentuan Peraturan PerUndang-undangan maka perlindungan hukum yang diberikan oleh

Undang-undang tersebut menjadi tidak terlaksanakan. Harus adanya penegakan hukum tegas

agar penyimpangan yang terjadi dapat berkurang sehingga pengusaha dan karyawan dapat

berjalan dengan beriringan sebagai mana fungsi masing-masing. Sehingga harus adanya

campur tangan pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja selanjutnya disebut Disnaker

dalam terciptanya rasa keadilan bagi karyawan dan pemerintah memberikan jaminan atas

hak dan kewajiban kepada pihak-pihak terkait agar terlaksananya ikatan kerja yang

harmonis. Pengawasan merupakan salah satu contoh campur tangan pemerintah.(Ardianti,

2018)

D. Simpulan

Kedudukan pekerja dalam pertimbangan hakim dengan putusan pengadilan

Tanjung Karang No. 13/Pdt.Sus.PHI/2014.Tjk dan putusan pengadilan Surabaya No.

82/G/2014/PHI.Sby, bahwa pekerja yang terikat PKWT dilakukan secara terus menerus menjadi

pekerja PKWTT. Hal tersebut diatur dalam Pasal 59 ayat (7) Undang-undang No. 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan dimana pekerja berhak memperoleh jaminan sosial dan upah

pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Pelaksanaan perlidungan hukum terhadap pekerja PKWT dalam penerapan

perjanjian masih terdapat pelanggaran ketentuan yang telah diatur oleh Undang-undang yaitu

mengenai PKWT yang seharusnya wajib dibuat dalam bentuk tertulis atau dicatatkan melainkan

dibuat secara lisan. Jika dibuat dalam bentuk lisan otomatis berubah menjadi PKWTT atau

semula karyawan kontrak menjadi karyawan tetap. Tentunya berdampak kepada hakhak yang

dimiliki karyawan sehingga perlindungan yang diberikan Undang-undang tidak terlaksanakan.

karena terhadap dua Perjanjian Kerja tersebut mempunyai spesifikasi hak dan kewajiban yang

berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Asyhadie, Z. (2008). Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan bidang hubungan kerja. Jakarta:

Rajawali Pers.

Dilihatya. (2014). Pengertian Tenaga Kerja Menurut Para Ahli.

Djamali, A. (2014). Pengantar Hukum Indonesia (20th ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Fahrojih, I. (2014). Hukum Perburuhan. Malang: Setara Press.

Page 16: 1702 KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA PKWT YANG TIDAK SESUAI …

208

208

NOTARIUS, Volume 13 Nomor 1 (20120) E-ISSN:2686-2425 ISSN: 2086-1702

-

1702

▪ Edisi 08 Nomor 2 September (2015)

ISSN:2086

-

1702

Glosarium. (2014). Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Menurut Para Ahli.

Husni, L. (2016). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (14th ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Kartasapoetra, G. (1992). Hukum Perburuhan Di Indonesia berlandaskan Pancasila (3rd ed.).

Djakarta: Sinar Grafika.

Lubis, M. S. (1994). Filsafat Ilmu Dan Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju.

Marzuki, P. M. (2014). Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Mediagroup.

Mertokusumo, S. (2004). Penemuan Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Raharjo, S. (2003). Ilmu Hukum Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan. Semarang: Program

Doktor Universitas Diponegoro.

Shidarta. (2006). Hukum Perlindungan Konsumen edisi revisi. Jakarta: Grasindo.

Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soepomo, Imam. (2001). Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja (sembilan). Jakarta:

Unipress.

Subekti. (1977). Aneka Perjanjian. Bandung: Alumni.

Udiana, I. made. (2011). Rekonstruksi Pengaturan Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal

Asing. Denpasar: Udayana University Press.

Udiana, I. made. (2016). Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial. Denpasar:

Udayana University Press.

Artikel Jurnal

Ardianti, I. (2018). Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Terkait Fungsi Pengawasan Dinas

Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial di PT Sarana Arga Gemeh Amerta Denpasar. Hukum,

4.

Fardiansyah, A. (2013). , Analisis Yuridis Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Kontrak di Dinas

Perhubungan Kabupaten Jember (Studi Surat Perjanjian Melaksanakan Pekerjaan Nomor

800/483/412/2013). Jurnal Hukum, 2.

Maulinda, R. (2016). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA KONTRAK WAKTU

TERTENTU DALAM PERJANJIAN KERJA PADA PT. INDOTRUCK UTAMA. Jurnal

Ilmu Hukum, 18.

Suartini, S., & Putra, I. M. W. (n.d.). AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

YANG DIBUAT TIDAK DENGAN BENTUK TERTULIS.

Tampongangoy, F. (2013). PENERAPAN SISTEM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

DI INDONESIA. Jurnal Hukum, I.

Peraturan PerUndang-undangan

DPR. Undang-undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia. , (1945).

DPR. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. , (2003).

DPR. Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Jamsostek. , (2004).

DPR. Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. , Pub. L. No. 78 (2015).

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep.100/Men/Vi/2004 Tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. , (2004).