169999807 wound dehiscene ruang 9 cecep

19
LAPORAN DEPARTEMEN MATERNITAS RUANG 9 RSSA WOUND DEHISCENCE Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Muda NI WAYAN SEPTI NUGRAHENY 0910720008 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

Upload: loeb-qulub

Post on 19-Oct-2015

189 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN DEPARTEMEN MATERNITAS

    RUANG 9 RSSA

    WOUND DEHISCENCE

    Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Muda

    NI WAYAN SEPTI NUGRAHENY

    0910720008

    JURUSAN KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2013

  • RENCANA KEGIATAN MINGGUAN

    Departemen : Maternitas Persepti : Ni Wayan Septi Nugraheny

    Periode : 2 7 September 2013 Preseptor : Ns. Fransisca Imavike, S.Kep, MN

    Ruang : 8 Minggu :

    A. Target yang Ingin Dicapai

    Dapat memberikan Asuhan keperawatan kepada pasien dengan Wound Dehiscence

    selama 1 minggu (2 7 September2013)

    1. Membuat laporan pendahuluan tentang Wound Dehiscence

    2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Wound Dehiscence meliputi

    pengkajian luka: kondisi luka, lokasi luka, luas dan kedalaman luka, warna luka,

    drainase dan karakteristiknya, bau, melihat ada tidaknya tanda-tanda infeksi

    (kemerahan dan pus), pengkajian nyeri: lokasi, kualitas, frekuensi, faktor pemberat.

    3. Membuat analisa data yang diperoleh dari pengkajian

    4. Menentukan masalah keperawatan yang muncul dan dapat memprioritaskan masalah

    5. Mengintrepetasikan masalah keperawatan yang didapat, meliputi tujuan dan kriteria

    hasil yang ingin dicapai

    6. Membuat rencana intervensi keperawatan dengan masalah keperawatan yang muncul

    7. Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan yang sudah dibuat kepada pasien

    Meliputi :

    1) mengukur TTV

    2) melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik

    3) mempersiapkan untuk pemeriksaan laboratorium

    4) kolaborasi dalam memberikan terapi injeksi via IV

    5) mengajarkan teknik kontrol nyeri

    6) melakukan pendidikan kesehatan pada klien

    8. Mengevaluasi hasil dari implementasi yang telah dilakukan dengan SOAP

    9. Membuat catatan perkembangan pasien setelah dilakukan implementasi

    10. Mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien lain selain pasien kelolaan

    (Resume)

  • B. Rencana Kegiatan

    TIK Jenis Kegiatan Waktu Kriteria Hasil

    1

    1.1 Bina hubungan saling percaya

    Perkenalan diri

    Kontrak waktu

    1.2 Pengkajian data dasar klien

    Hari 1-2

    Terbina hubungan

    saling percaya

    Data dasar dapat terkaji

    2. 2.1 Membuat analisa data Hari 1-2

    Data dasar dapat

    dianalisa

    3.

    3.1 Merumuskan masalah

    keperawatan klien

    3.2 Merumuskan prioritas diagnosa

    keperawatan

    Hari 1-2

    Dari data dasar yang

    telah dianalisa dapat

    terumuskan masalah

    keperawatan dan

    prioritas diagnosa

    keperawatan

    4.

    4.1 Menentukan tujuan, kriteria hasil

    serta rencana intervensi yang

    sesuai dengan masalah

    keperawatan

    Hari 1-2

    Tujuan, kriteria hasil

    dapat tersusun minimal

    untuk mengatasi

    masalah keperawatan

    5. 5.1 Membuat rencana keperawatan Hari 1-2

    Membuat rencana

    keperawatan yang

    sesuai dengan pasien

    6.

    .1 Menimplementasikan rencana

    keperawatan meliputi :

    mengukur TTV

    melakukan perawatan luka

    dengan teknik aseptik

    mempersiapkan untuk

    pemeriksaan laboratorium

    kolaborasi dalam memberikan

    terapi injeksi via IV

    mengajarkan teknik kontrol

    nyeri

    melakukan pendidikan

    kesehatan pada klien

    Hari 3-6

    Rencana keperawatan

    dapat

    diimplementasikan

    kepada pasien

    7. 7.1 Mengevaluasi hasil implementasi Hari 3-6 Klien dapat dievaluasi

    dengan SOAP

    8. 8.1 Membuat catatan perkembangan

    pasien setelah dilakukan

    implementasi.

    Hari 3-6 Klien dapat dievaluasi

    dengan SOAP secara

    berkala

  • Malang, 2 September 2013

    Mengetahui,

    Preseptor Klinik R.9 RSSA

    (_________________________)

    Persepti

    (Ni Wayan Septi Nugraheny)

    NIM. 0910720008

  • KONSEP WOUND DEHISCENCE

    1. DEFINISI

    Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau luka

    operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu komplikasi dari proses penyembuhan luka

    yang ditandai terbukanya sebagian atau seluruh luka operasi yang disertai protrusi atau

    keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan proses

    penyembuhan luka operasi(Baxter, 2003; Spiolitis, 2009). Wound dehiscence

    merupakan komplikasi utama dari pembedahan abdominal. Insidensinya sekitar 0,2%-

    0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10%-40%, disebabkan

    penyembuhan lukaoperasi yang inadekuat.

    2. ETIOLOGIDANFAKTOR RESIKO

    Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya

    dibedakan atas tiga yaitu:

    a. Faktor mekanik : Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin

    meregang dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut

    antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom serta teknik

    operasi yang kurang.

    b. Faktor metabolik : Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan

    keseimbangan elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses

    penyembuhan luka.

    c. Faktor infeksi

    Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan

    meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya terjadi pada

    hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang meningkat disertai tanda

    peradangan disekitar luka.

    Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System, luka operasi dibedakan

    menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi, terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka

    jahitan yang terjadi dini ditandai dengan peningkatan temperature dan terjadinya

    selulitis dalam waktu 48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera

    terjadi jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh streptococcus B

    haemolyticus.Sedangkan pada infeksi lanjut seringkali tidak disertai peningkatan

  • temperatur dan pembentukan pus, dan terutama disebabkan oleh Stafilococcus aureus.

    (Webster et al, 2003; Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).

    3. FAKTOR RESIKO

    Faktor risiko terjadinya wound dehiscence dibedakan atas faktor preoperasi yang

    berhubungan erat dengan kondisi dan karakteristik penderita, faktor operasi yang

    berhubungan dengan jenis insisi dan tehnik penjahitan, serta faktor pascaoperasi

    (Webster et al, 2003).

    Faktor risiko preoperasi meliputi jenis kelamin (laki-laki lebih rentan dibandingkan

    wanita), usia lanjut (>50 tahun), operasi emergensi, obesitas, diabetes mellitus, gagal

    ginjal, anemia, malnutrisi, terapi radiasi dan kemoterapi, keganasan, sepsis, penyakit

    paru obstruktif serta pemakaian preparat kortikosteroid jangka panjang (Afzal, 2008;

    Spiloitis et al, 2009; Makela, 2005; Singh, 2009).

    Faktor risiko operasi antara lain :

    a. Jenis insisi : Tehnik insisi mediana lebih rentan untuk terbuka daripada transversal

    dikarenakan arah insisinya yang nonanatomik, sehingga arah kontraksi otot-otot

    dinding perut berlawanan dengan arah insisi sehingga akan mereganggkan jahitan

    operasi.

  • b. Cara penjahitan : Pemilihan tehnik penutupan secara lapis demi lapis juga berperan

    dalam terjadinya komplikasi ini. Tehnik ini di satu sisi memiliki keuntungan yaitu

    mengurangi kemungkinan perlengketan jaringan, namun di sisi lain mengurangi

    efektifitas dan kekuatannya (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005).

    c. Tehnik penjahitan : tekhnik penjaitan terputus cenderung lebih aman daripada

    tekhnik penjaitan kontinyu.

    d. Jenis benang : Pemakaian benang chromic catgut juga dapat menjadi suatu

    perhatian khusus, dikarenakan kecepatan penyerapannya oleh tubuh sering kali

    tidak dapat diperkirakan (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005).

    Sedangkan faktor-faktor pascaoperasi yang dapat meningkatkan terjadinya

    dehisensi luka antara lain:

    a. Peningkatan tekanan intra abdomen misalnya batuk, muntah, ileus dan retensio urin.

    Tekanan intraabdominal yang tinggi akan menekan otot-otot dinding abdomen

    sehingga akan teregang. Regangan otot dinding abdomen iniah yang akan

    menyebabkan berkurangnya kekuatan jahitan bahkan pada kasus yang berat akan

    menyebabkan putusnya benang pada jahitan luka operasi dan keluarnya jaringan

    dalam rongga abdomen.

    b. Perawatan pascaoperasi yang tidak optimal

    Perawatan luka pasca operasi yang tidak optimal memudahkan terjadinya infeksi

    pada luka sehingga memudahkan pula terjadinya dehisensi luka operasi.

    c. Nutrisi pascaoperasi yang tidak adekuat. Asupan nutrisi yang tidak adekuat terutama

    protein salah satunya akan menyebabkan hipoalbuminemia, keadaan ini akan

    mengurangi sintesa kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan luka.

    Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan kolagenisasi yang

    merupakan proses awal penyembuhan luka.

    Terapi radiasi dan penggunaan obat antikanker : radiasi pasca operasi dapat

    menyebaban buruknya penyembuhan luka operasi karena terjadinya fibrosis dan

    mikroangiopati (Afzal, 2008; Spiloitis et al, 2009; Makela J, 2005).

    4. KLASIFIKASI

    Berdasarkan waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat dibagi menjadi dua:

    a. Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari paska operasi yang biasanya

    disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang tidak baik.

  • b. Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai 12 hari

    paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan usia, adanya

    infeksi, status gizi dan faktor lainnya (Sjamsudidajat R,2005).

    5. PATOFISIOLOGI

    Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan post operasi.

    Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor pre operasi ini adalah

    usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot

    dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan

    tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi

    pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa

    kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin

    menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat

    hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan merokok sejak muda

    menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan

    peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat

    berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses

    penyembuhan luka operasi. Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting

    dalam penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di

    bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino

    diperlukan.VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan

    luka.Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan

    predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait dengan delapan kali lipat

    peningkatan dalam insiden wound dehiscence. Seng adalah co-faktor untuk berbagai

    proses enzimatik dan mitosis.

    Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan, penutupan

    peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen menyebabkan tekanan

    tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada insisi midline, ini memungkinkan

    menyebabkan bahan jahitan dipotong dengan pemisahan lemak transversal.Dan

    sebaliknya, pada insisi transversal, lemak dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus

    segmental memiliki suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian

    dari otot perut rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini

    menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut.

  • Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal pressure yang

    menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau

    tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari

    proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan.

    Dapat dipicu juga jika mengangkat beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan

    akibat konstipasi.Terapi radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis,

    migrasi dari faktor peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents

    menghambat penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.

    6. MANIFESTASI KLINIS

    Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering

    merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai

    keluarnya cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi (85% kasus).Pada

    pemeriksaan didapatkan luka operasi yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi

    umum seperti adanya rasa nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka

    operasi, dapat pula terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi (Sjamsudidajat

    R,2005).

    Biasanya dehisensi luka operasi didahului oleh infeksi yang secara klinis terjadi

    pada hari keempat hingga sembilan pascaoperasi. Penderita datang dengan klinis

    febris, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit yang sangat tinggi

    dan pemeriksaan jaringan di sekitar luka operasi didapatkan reaksi radang berupa

    kemerahan, hangat, pembengkakan, nyeri, fluktuasi dan pus (Afzal,2008; Spioloitis et al,

    2009).

  • Gambar:Burst abdomen pascaoperasi abdomen

    7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    1. Tes BGA (Darah lengkap)

    Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung darah

    lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan

    hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

    2. CT scan atau MRI

    3. Sinar X abdomen

    Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau

    obstruksi usus.

    8. PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan non

    operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan umum

    penderita.

    1. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif

    Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat tidak stabil

    dan tidak mengalami eviserasi.Hal ini dilakukan dengan penderita berbaring di tempat

    tidur dan menutup luka operasi dengan kassa steril atau pakaian khusus

  • steril.Penggunaan jahitan penguat abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi

    perburukan luka operasi terbuka (Anonim, 2008; Ismail, 2008).

    Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk

    mempercepat penutupan kembali luka operasi.Diberikan pula antibiotik yang memadai

    untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008; Ismail, 2008).

    2. Penanganan Operatif

    Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita dehisensi. Ada

    beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka yang dilakukan antara lain

    rehecting atau penjahitan ulang luka operasi yang terbuka, mesh repair, vacuum pack,

    abdominal packing, dan Bogota bag repair (Sukumar, 2004).

    Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan hingga

    saat ini.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil, dan penyebab

    terbukanya luka operasi murni karena kesalahan tekhnik penjahitan (Sukumar, 2004).

    Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridemen terlebih

    dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi.Dalam perencanaan jahitan ulangan

    perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto

    throraks.Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan debridement pada luka

    (Spiloitis et al, 2009; Sjamsudidajat, 2005).

    Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka jahitan

    secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi sumber

    terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48 72 jam sejak

    diagnosis dehisensi luka operasi di tegakkan. Tehnik yang sering digunakan adalah

    dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali luka operasi dengan cara satu

    lapisan sekaligus. Pemberian antibiotik sebelum operasi dilakukan, membebaskan

    omentum dan usus di sekitar luka.Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara

    dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis.Pastikan

    mengambil jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada luka. Tutup kulit

    secara erat dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka intraabdominal. Jika

    terdapat tanda- tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka operasi dan lakukan

    perawatan luka operasi secara terbuka dan pastikan kelembaban jaringan terjaga

    (Anonim, 2008; Ismail, 2008; Spiloitis, 2009).

    Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang monofilament

    nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus sekurangnya 3 cm dari

    tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada

  • kulit.Jahitan penguat dengan karet atau tabung plastic lunak (5-6cm) dapat

    dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit.Jangan mengikat terlalu erat.Jahitan

    penguat luar diangkat setidaknya setelah 3 minggu (Anonim, 2008; Ismail, 2008).

    Selain Rehecting, banyak tekhnik yang dilakukan untuk menutup dehisensi luka

    secara sementara maupun permanen. Metode yang biasa dilakukan antara lainmesh

    repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis yaitu mesh yang berbentuk

    semacam kasa halus elastis yang berfungsi sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka

    tersebut dan bersifat diserap oleh tubuh. Namun mesh repair menimbulkan angka

    komplikasi yang cukup tinggi. Dilaporkan terdapat sekitar 80% pasien dengan mesh

    repair mengalami komlplikasi dengan 23% mengalami enteric fistulation (Sukumar,

    2004).

    Selain itu digunakan pula vacuum pack. Tekhnik ini menggunakan sponge steril

    untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup dengan vacuum

    bag dengan sambungan semacam suction di bagian bawahnya. Tekhnik lain yang

    digunakan adalah Bogota bag. Tekhnik ini dilakukan pada dehisensi yang telah

    mengalami eviserasi.Bogota bag adalah kantung dengan bahan dasar plastik steril yang

    merupakan kantong irigasi genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan

    untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali.Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia

    pada dinding abdomen anterior (Sukumar, 2004).

    9. PENCEGAHAN

    Pencegahan dehisensi pada luka operasi dapat dilakukan dengan cara mengenali

    dengan baik dan sedini mungkin faktor-faktor risiko yang dimiliki penderita, penggunaan

    tehnik operasi/penjahitan yang tepat, cara penjahitan dan perawatan luka setelah

    penjahitan yang baik. Penanganan pada penderita dehisensi luka operasi adalah

    dengan mengobati penyebab dari dehisensi yang terjadi. Prinsip dasarnya adalah

    dengan melakukan perawatan luka dengan baik. Pengetahuan akan faktor penyebab

    dehisensi luka (mekanik, metabolik dan infeksi) sangat berperan dalam pencegahannya.

    Koreksi terhadap faktor penyebab tersebut akan sangat bermakna dalam keberhasilan

    pencegahan dehisensi luka operasi. Pada kasus risiko tinggi, pemberian antibiotik dapat

    diberikan sebelum tindakan dan diet tinggi kalori dan protein dapat memberikan arti

    klinis yang sangat bermakna.

  • KONSEP KEPERAWATAN

    I. PENGKAJIAN

    A. Kondisi luka

    1.Warna dasar luka

    Slough (yellow)

    Necrotic tissue (black)

    Infected tissue (green)

    Granulating tissue (red)

    Epithelialising (pink)

    2.Lokasi ukuran dan kedalaman luka

    3.Eksudat dan bau

    4.Tanda-tanda infeksi

    5.Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban

    6.Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung

    B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin

    C. Status vascular : Hb, TcO2

    D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain

    E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya

    II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    1. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi.

    2. Pola napas tidak teratur berhubungan dengan nyeri.

    3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan

    menurun

    4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses invasif pada abdomen

    5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan terhadap

    pajanan.

    III. RENCANA INTERVENSI

    1. Nyeri akut berhubungan dengan terbukanya luka operasi.

    Tujuan: rasa nyeri pasien berkurang bahkan hilang

    Kriteria hasil:

    - Pasien melaporkan bahwa rasa sakitnya telah terkontrol atau hilang

  • - Tampak santai, dapat beristirahat/ tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai

    kemampuan

    Intervensi Rasional

    1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh

    pasien, lokasi dan intensitas ( skala 1-10).

    2. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan

    tachikardi, hipertensi, dan peningkatan

    pernapasan.

    3. Berikan informasi mengenai sifat

    ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

    4. Dorong penggunaan tehnik relaksasi,

    misalnya latihan napas dalam, bimbingan

    imajinasi, visualisasi.

    5. Kolaborasikan untuk pemberian obat

    analgesic yang sesuai.

    Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien

    sehingga dapat menentukan intervensi

    yang sesuai

    1. Dapat mengindikasikan rasa sakit

    akut dan ketidaknyamanan.

    2. Untuk memahami ketidaknyamanan.

    3. Melepaskan tegangan emosional

    dan otot, tingkatkan perasaan control

    yang mungkin dapat meningkatkan

    kemampuan koping.

    4. Respirasi mungkin menurun pada

    pemberian narkotik, dan mungkin

    menimbulkan efek sinergistik dengan

    zat-zat anastesi.

    5. Analgesik akan menimbulkan

    penghilangan nyeri yang lebih efektif.

    2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri

    Tujuan : Pasien menunjukan pola napas yang efektif

    Kriteria hasil :

    - Pasien bebas dari tanda-tanda hipoksia

    - Bunyi nafas tambahan tidak ada

    - Pasien tidak menunjukan otot bantu pernafasan

    INTERVENSI RASIONAL

    1. Observasi frekuensi dan

    kedalaman pernapasan, pemakaian

    otot bantu pernapasan, perluasan

    rongga dada, retraksi tau pernapasan

    cuping hidung, warna kulit dan aliran

    udara.

    2. Berikan tambahan oksigen

    sesuai kebutuhan

    1. Dilakukan untuk memastikan

    efektivitas pernapasan sehingga upaya

    memperbaikinya dapat segera dilakukan.

    2. Dilakukan untuk meningkatkan atau

    memaksimalkan pengambilan oksigen yang

    akan diikat oleh Hb.

    3. Dengan latihan napas yang rutin, klien

    dapat terbiasa untuk napas dalam yang

  • 3. Berikan instruksi untuk latihan

    nafas dalam

    4. Catat kemajuan yang ada pada

    klien tentang pernafasan

    efektif.

    4. Sebagai indikator efektif atau tidakkah

    intervensi yang dilakukan perawat pada

    klien.

    3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuan berhubungan dengan nafsu makan

    menurun

    Tujuan : nutrisi pasien adekuat

    Criteria Hasil:

    - Nafsu makan pasien meningkat

    - BB stabil, meningkat mendekati 48 Kg

    Intervensi:

    Intervensi Rasional

    1. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk

    menberikan diet TKTP

    2. Diskusikan dengan dokter tentang

    kebutuhan stimulus nafsu makan, makanan

    pelengkap, atau kemungkinan pemberia

    makanan melalui selang

    3. Dukung anggota keluarga untuk

    membawa makanan kesukaan pasien

    dengan tetap memperhatikan status

    kesehatan pasien

    4. Berikan edukasi kepada pasie tentang

    pentingnya asupan nutrisi yang adekuat

    untuk membantu proses enyembuhan

    pasien

    5. Lakukan pemeriksaan BB secara

    teratur

    Sebagai sumber energy pasien untuk

    mempercepat proses penyembuhan

    1. Untuk menentukan pemberian

    nutrisis kepada pasien

    2. Untuk meningkatkan nafsu makan

    pasien

    3. Meningkatkan kesediaan pasien

    untuk makan

    4. Untuk mengevaluasi keefektifan

    intervensi yang telah diberikan

    5. Untuk mengetahui perkembangan

    nutrisi pasien

    4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bekas operasi

  • Tujuan : pasien menunjukan integritas kulit yang baik

    Criteria hasil:

    - Terbebas dari adanya lesi jaringan

    - Resolusi pada daerah ekstermitas baik

    intervensi :

    Intervensi Rasional

    1. Lakukan perawatan luka secara teratur

    2. Ajarkan perawatan luka insisi

    pembedahan, termasuk tanda dan gejala

    infeksi, cara untuk mempertahankan luka

    insisi tetap kering dan mengrangi stress

    pada insisi

    3. Buang debris dan bekas luka yang

    merekat

    4. Konsultasikan pada ahli gizi tentang

    makanan tinggi protein, mineral, kalori dan

    vitamin

    5. Posisikan pasien untuk menghindari

    ketegangan pada luka, jika diperlukan

    6. Pantau secara teratur kondisi luka

    pasien

    1. Mempercepat proses penyembuhan

    luka

    2. Supaya keluarga atau pasien dapat

    melakukan perawatan luka secara

    mandiri

    3. Menghindari adanya resiko infeksi

    4. untuk memberikan asupan nutrisi

    yang sesuai sehingga mempercepat

    proses penyembuhan luka.

    5. Menghindari ketegangan pada luka

    yang dapat memperburuk keadaan

    6. Mengetahui proses penyembuhan

    luka pada pasien

    5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan

    terhadap pajanan.

    Tujuan: faktor resiko infeksi akan hilang

    Kriteria hasil:

    - Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi

    - Pasien menunjukan higiene pribadi adekuat

    - Melaporkan tanda dan gejala infeksi

    Intervensi Rasional

    1. Control infeksi, sterilisasi dan rosedur 1. Tetapkan mekanisme yang

  • atau kebijakan aseptik.

    2. Uji bahwa pembersihan kulit post

    operasi telah dilakukan.

    3. Sediakan pembalut yang steril.

    4. Kolaborasikan untuk melakukan irigasi

    luka yang banyak, misalnya air, antibiotic

    atau analgesic.

    5. Kolaborasikan untuk pemberian

    antibiotik

    dirancang untuk mencegah infeksi.

    2. Pembersihan akan mengurangi

    jumlah bakteri pada kulit.

    3. Mencegah kontaminasi lingkungan

    pada luka baru

    4. Dapat digunakan pada intraoperasi

    untuk mengurangi jumlah bakteri pada

    lokasi luka debris

    5. Dapat diberikan secara profiaksis

    bila dicurigai terjadi infeksi atau

    kontaminasi

  • DAFTAR PUSTAKA

    Afzal S, Bashir M. 2008. Determinants of Wound Dehiscence in Abdominal Surgery in Public

    Sector Hospital. Department of Community Medicine, King Edward Medical University

    Lahore . Annals 14:3

    Amirlak, Bardia. 2008. Skin Anatomy. diakses Desember 2011 dari: http:// emedicine.

    medscape. com/ article/ 1294744-overviewAnita, Cecilia. 2009. Asuhan Keperawatan

    Laparotomy. FK UNAND: Padang

    Barnard, B. 2003. Prevention of surgical site infection. Infection Control Today Magazine, Virgo

    Publishing ; 1-6. http://www.infectioncontroltoday.com

    Baxter, H. 2003. Management of surgical wound. Nur Time 99(13) ;1-9

    Brannon, Heather. 2007. Skin Anatomy. Diakses Desember 2011 dari: http:// dermatoloy.

    about.com/cs/skinanatomy/a/anatomy.html

    Braz FSV, Loss AB, Japiassi AM. 2007. Wound healing and sacrring sutures. The Federal

    University of Rio de Janeiro. 1-5. Diakses Desember 2011 dari :

    http://www.medstudents.com.br/cirur/cirur.htm

    Hidayat, Nucki. 2007. Pencegahan Infeksi Luka Operasi. FK-UNPAD: Bandung. Diakses

    Desember 2011 dari :http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

    content/uploads/2009/04/pencegahan_infeksi_luka_operasi.pdf

    Ismail. 2008. Luka dan Perawatannya. Diakses Desember 2011 dari :

    http://umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-luka.pdf

    Kate, Vikram. 2011. Exploratory Laparotomy. Diakses Desember 2011 dari:

    http://emedicine.medscape.com/article/1829835-overview

    Makela J, Kiviniemi H, Juvonen T, et al. 2005. Factors influencing wound dehiscence after

    midline laparotomy. American journal of surgery. 170 (4): 387-390

    Sinaga, Yusuf. 2009. Wound Healing. Diakses Desember 2011 dari :

    http://ocw.usu.ac.id/course/download/128-KEBUTUHAN-DASAR-

    MANUSIA/kdm_slide_kebutuhan_dasar_manusia_konsep_luka.pdf

    Singh, Abhijit. 2009. Case Report: Spontaneous scar dehiscence of a repaired bladder rupture

    in a 5 yr old girl a case study. Resident Medical Officer, Max Heart and Vascular

    Institute, Saket, New Delhi, India. Cases Journal 1:363

    Sjamsudidajat R, De Jong W. 2005. Luka Operasi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.

    Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

  • Spiloitis J, Tsiveriotis K, Datsis A, et al. 2009. Wound dehiscence: is still a problem in the 21th

    century: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery 4:12

    Sukumar N, Shaharin S, Razman J, et al.Bogota Bag in the Treatment of Abdominal Wound

    Dehiscence.Medical Journal Malaysia. 59:2

    Tawi, Mizral. 2008. Proses Penyembuhan Luka. Diakses Desember 2011 dari :

    http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/proses-penyembuhan-luka/

    Wain, Yohana. 2009. Asuhan Keperawatan Laparotomi atas indikasi Kista Ovari. Akademi

    Keperawatan UPN: Jakarta

    Webster C, Neumayer L, Smout R, et al. 2003. Prognostic models of abdominal wound

    dehiscence after laparotomy. Journal of Surgical Research. 109 (2): 130-137

    Yadi, Muhammad. 2005. Tesis : Wound Dehiscence Pasca Bedah Sesar. FK UNDIP :

    Semarang