1689-4137-1-sm

Upload: muhammad-rumansyah

Post on 13-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fds

TRANSCRIPT

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    60

    UPAYA MENINGKATKAN KINERJA GURU

    MELALUI KULTUR SEKOLAH

    Srinatun1

    Abstrak: Perbaikan mutu sekolah perlu memahami kultur sekolah yang

    bersangkutan. Melalui pemahaman kultur sekolah, berfungsinya sekolah dapat

    dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan pengalaman-pengalamannya dapat

    direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan memahami ciri-ciri kultur sekolah akan dapat

    diusahakan tindakan nyata untuk peningkatan kualitas sekolah. Adapun masalah

    penulisan ini adalah (1) Apa dan bagaimana kultur sekolah yang kondusif? (2) Aspek-

    aspek budaya (culture) apa saja yang bersifat positif dan negarif di SMA Negeri 4

    Semarang? (3) Bagaimana rancangan tindakan pengembangan kultur sekolah yang

    dapat ditempuh oleh sekolah untuk meningkatkan kualitas sekolah? Tujuan

    penulisan ini adalah (1) menjelaskan konsep dasar kultur sekolah, komponen kultur

    sekolah, karakteristik kultur sekolah yang kondusif dan proses pengembangannya. (2)

    mengetahui aspek-aspek budaya (culture) apa saja yang bersifat positif maupun

    negatif di SMA Negeri 4 Semarang. (3) mengeneralisasikan aspek-aspek budaya

    (culture) SMA Negeri 4 Semarang yang bersifat positif maupun negatif

    memungkinkan untuk dikembangkan. (4) menjelaskan bagaimana rancangan tindakan

    pengembangan kultur sekolah yang dapat ditempuh oleh warga sekolah bagi

    pengembangan sekolah. Kultur sekolah yang kondusif adalah keseluruhan latar fisik,

    lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah yang secara produktif mampu

    memberikan pengalaman baik bagi tumbuh kembangnya siswa yang diharapkan.

    Aspek-aspek budaya (culture) positif dengan skor rata-rata > 3,5 yang dimiliki SMA

    Negeri 4 Semarang antara lain adalah aspek akademik yang meliputi prestasi guru,

    interaksi kepala sekolah dengan guru untuk aspek sosial, interaksi walikelas atau guru

    dengan orang tua siswa, interaksi guru dengan siswa untuk aspek sosial, interaksi

    kepala sekolah dengan komite sekolah atau orang tua siswa, dan interaksi kepala

    sekolah dengan staf tata usaha untuk aspek akademik. Selain aspek-aspek positif yang

    tersebut di atas SMA Negeri 4 Semarang juga mempunyai kultur senyum, salam, sapa,

    semangat, sopan santun, dan sportif. Aspek-aspek negatif kultur sekolah di atas SMA

    Negeri 4 Semarang masih perlu ditingkatkan antara lain kultur atau budaya membaca,

    disiplin dan efisiensi, dan bersih. Dalam pengembangan kultur sekolah, perlu

    memperhatikan saran semua pihak dan dibentuk tim pengembang kultur sekolah

    dengan harapan kultur yang terbentuk merupakan hasil kerja semua warga sekolah

    yang harus ditaati dan dikembangkan oleh semua warga sekolah. Bagi Pengawas dan

    Dinas Pendidikan sebagai pengambil kebijakan, sangat diharapkan dalam

    mengembangkan kultur sekolah terutama aspek akademik di SMA Negeri 4 Semarang

    dengan mengembangkan perpustakaan dan laboratorium. Untuk melakukan

    pengembangan kultur sekolah perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut

    pertama adalah memotret kultur sekolah sehingga diketahui kecenderungan kultur

    sekolah yang bersifat positif dan negatif. Setelah itu, baru menentukan indikator-

    indikator yang mempengaruhi kultur tersebut. Langkah berikutnya adalah

    memonitoring dan mengevaluasi perubahan yang dilakukan untuk kemudian membuat

    laporan dan memberikan tindak lanjut.

    Kata kunci: kinerja guru, kultur sekolah

    1 Kepala SMAN 4 Semarang

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    61

    PENDAHULUAN

    Guru merupakan kondisi yang

    diposisikan sebagai garda terdepan dan

    posisi sentral di dalam pelaksanaan

    proses pembelajaran. Berkaitan dengan

    itu, guru akan menjadi bahan

    pembicaraan banyak orang dan tentunya

    tidak lain berkaitan dengan kinerja dan

    totalitas dedikasi dan loyalitas

    pengabdiannya.

    Sorotan tersebut lebih bermuara

    kepada ketidakmampuan guru di dalam

    pelaksanaan proses pembelajaran

    sehingga bermuara kepada menurunnya

    mutu pendidikan. Walaupun sorotan itu

    lebih mengarah kepada sisi-sisi

    kelemahan kepada guru, hal itu tidak

    sepenuhnya dibebankan kepada guru

    dan mungkin ada sistem yang berlaku

    baik sengaja maupun tidak akan

    berpengaruh terhadap permasalahan

    tadi.

    Banyak hal yang perlu menjadi

    bahan pertimbangan kita, bagaimana

    kinerja guru akan berdampak kepada

    pendidikan bermutu. Kita dapat melihat

    sisi lemah dari sistem pendidikan

    nasional bergantinya kurikulum

    pendidikan. Secara langsung atau tidak

    akan berdampak kepada guru sehingga

    perubahan kurikulum dapat menjadi

    beban psikologis dan mungkin dapat

    membuat guru frustasi akibat perubahan

    tersebut. Hal ini sangat dirasakan oleh

    guru yang memiliki kemampuan

    minimal dan tidak demikian halnya

    guru profesional.

    Selain itu, kinerja guru sangat

    ditentukan oleh output dari Lembaga

    Pendidikan Tenaga Kependidikan

    (LPTK) sebagai institusi penghasil

    tenaga guru. LPTK memiliki tanggung

    jawab dalam menciptakan guru

    berkualitas dan berdampak kepada

    pembentukan SDM berkualitas pula.

    Oleh sebab itu, LPTK memiliki andil

    besar di dalam mempersiapkan guru

    yang berkualitas, berwawasan, dan

    mampu membentuk SDM mandiri,

    cerdas, bertanggung jawab, dan

    berkepribadian. Harapan ke depan

    terbentuk sinergi baru dalam lingkungan

    persekolahan dan perlu menjadi

    perhatian adalah terjalinnya kinerja

    yang efektif dan efisien di setiap

    struktur yang ada di sekolah. Kinerja

    terbentuk bilamana tiap-tiap struktur

    memiliki tanggung jawab dan

    memahami akan tugas dan kewajiban

    masing-masing.

    Era reformasi dan desentralisasi

    pendidikan menyebabkan orang bebas

    melakukan kritik. Titik lemah

    pendidikan akan menjadi bahan dan

    sasaran empuk bagi para kritikus.

    Adakalanya kritik yang diberikan dapat

    menjadi sitawar sidingin di dalam

    memperbaiki kinerja guru. Akan tetapi,

    tidak tertutup kemungkinan pula akan

    dapat membuat merah telinga guru

    sebagai akibat dari kritik yang

    diberikan. Hal ini dapat memberikan

    dampak terhadap kinerja guru yang

    bersangkutan.

    Apapun kritik yang diberikan,

    apakah bernilai positif atau negatif

    kiranya akan menjadi masukan yang

    berarti bagi kinerja guru. Guru yang

    baik tidak akan pernah putus asa dan

    menjadi kritikan sebagai pemicu

    baginya di dalam melakukan perbaikan

    dan pembenahan diri di masa yang akan

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    62

    datang. Kritik terhadap kinerja guru

    perlu dilakukan, tanpa itu bagaimana

    guru mengetahui kinerja yang sudah

    dilakukannya selama ini. Dengan

    demikian, akan menjadi bahan

    renungan bagi guru untuk perbaikan

    lebih lanjut.

    Indikator suatu bangsa sangat

    ditentukan oleh tingkat sumber daya

    manusianya dan indikator sumber daya

    manusia ditentukan oleh tingkat

    pendidikan masyarakatnya. Makin

    tinggi sumber daya manusia maka

    makin baik tingkat pendidikan dan

    demikian pula sebaliknya. Oleh sebab

    itu, indikator tersebut sangat ditentukan

    oleh kinerja guru.

    Bila kita amati di lapangan, guru

    sudah menunjukan kinerja maksimal di

    dalam menjalan tugas dan fungsinya

    sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih.

    Akan tetapi, ada sebagian guru belum

    menunjukkan kinerja baik. Hal ini akan

    berpengaruh terhadap kinerja guru

    secara makro.

    Ukuran kinerja guru terlihat dari

    rasa tanggung jawabnya menjalankan

    amanah, profesi yang diembannya, dan

    rasa tanggung jawab moral

    dipundaknya. Semua itu akan terlihat

    kepada kepatuhan dan loyalitas di

    dalam menjalankan tugas keguruan di

    dalam kelas dan tugas kependidikan di

    luar kelas. Sikap ini akan diikuti pula

    dengan rasa tanggung jawab

    mempersiapkan segala perlengkapan

    pengajaran sebelum melaksanakan

    proses pembelajaran. Selain itu, guru

    juga sudah mempertimbangkan akan

    metodologi yang akan digunakan

    termasuk alat media pendidikan yang

    akan dipakai dan alat penilaian apa

    yang digunakan di dalam pelaksanaan

    evaluasi.

    Kinerja guru dari hari ke hari,

    minggu ke minggu, dan tahun ke tahun

    terus ditingkatkan. Guru mempunyai

    komitmen untuk terus dan terus belajar,

    tanpa itu guru akan kerdil dalam ilmu

    pengetahuan dan akan tetap tertinggal

    akan akselerasi zaman yang semakin

    tidak menentu. Apalagi pada kondisi

    kini, kita dihadapkan pada era global,

    semua serba cepat, serba dinamis, dan

    serba kompetitif.

    Kinerja guru akan menjadi

    optimal, bilamana diintegrasikan

    dengan komponen sekolah, apakah itu

    kepala sekolah, guru, karyawan,

    maupun anak didik. Kinerja guru akan

    bermakna bila diiringi dengan nawaitu

    yang bersih dan ikhlas, serta selalu

    menyadari akan kekurangan yang ada

    pada dirinya dan berupaya untuk dapat

    meningkatkan atas kekurangan tersebut

    sebagai upaya untuk meningkatkan ke

    arah yang lebih baik. Kinerja yang

    dilakukan hari ini akan lebih baik dari

    kinerja hari kemarin dan tentunya

    kinerja masa depan lebih baik dari

    kinerja hari ini. Semua itu dapat

    tercermin dengan adanya penerapan

    kultur sekolah bagi semua warga SMA

    Negeri 4 Semarang.

    METODE

    Metode yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah observasi,

    wawancara, dan studi pustaka. Teknik

    pengumpulan data melalui data

    kualitatif yang diperoleh dari observasi,

    pengamatan, maupun wawancara.

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    63

    Instrumen penelitian yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah skala

    penilaian, lembar pengamatan, dan

    angket. Analisa data yang digunakan

    adalah analisa data kualitatif yang

    bersumber dari data primer dan empiris.

    Melalui analisa data ini, dapat diketahui

    ada tidaknya peningkatan kinerja guru

    melalui kultur sekolah.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Tinjauan Makna Budaya Sekolah

    Menurut Stolp (2003) definisi

    budaya sekolah belum diperoleh

    kesatuan pandangan. Terminologi

    budaya sekolah masih disamakan

    dengan iklim atau ethos. Konsep

    budaya sekolah masuk ke dalam

    pendidikan itu pada dasarnya sebagai

    upaya untuk memberikan arah tentang

    efisiensi lingkungan pembelajaran,

    lingkungan dalam hal ini dapat

    dibedakan dalam dua hal (1) lingkungan

    yang sifatnya alami sesuai dengan

    budaya siswa dan guru, (2) lingkungan

    artifisial yang diciptakan oleh guru atau

    hasil interaksi antara guru dengan siswa.

    Konsep kultur dalam dunia

    pendidikan berasal dari kultur tempat

    kerja di dunia industri yaitu situasi yang

    memberikan landasan dan arah untuk

    berlangsungnya suatu proses (baca:

    pembelajaran) secara efektif dan efisien

    (Zamroni 2000). Dengan demikian,

    penerapan istilah kultur atau budaya

    pada organisasi dalam hal ini termasuk

    lembaga pendidikan dapat dikatakan

    relatif baru. Sebelumnya sekitar pada

    awal tahun 1960-an digunakan istilah

    Organizational Culture yang sinonim

    dengan climateatau suasana yang

    selanjutnya pada tahun 1970-an istilah

    serupa corporate culture mulai

    digunakan dan menjadi populer.

    Kultur organisasi merupakan istilah

    yang mudah untuk diucapkan tetapi

    sulit didefinisikan. Dalam

    mendefinisikan kultur organisasi

    cendrung dimaknai oleh anggota

    organisasi sebagai sistem yang dianut

    yang membedakan suatu organisasi

    dengan organisasi lainnya. Jones (1995)

    memberikan definisi kultur organiasi

    dan karakteristik budaya organisasi.

    Menurut Jones kultur organisasi adalah

    seperangkat nilai yang mengontrol

    anggota organisasi dalam berinteraksi

    baik dengan sesamanya maupun dengan

    orang-orang di luar organisasi.

    Karakteristik kultur organisasi meliputi

    nilai-nilai, kontrol koordinasi dan

    motivasi, etika, dan proses disain

    organisasi. Nilai dalam hal ini dapat

    dikategorikan atas nilai: idielogi,

    politik, ekonomi, sosial, budaya, militer

    keamanan dan agama. Dari beberapa

    penjelasan di atas dapat ditarik benang

    merah bahwa kultur sekolah sebagai

    pola nilai-nilai, norma, sikap, mitos

    dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk

    dalam perjalanan panjang suatu sekolah.

    Sekolah tersebut dipegang bersama oleh

    kepala sekolah, guru, staf, dan siswa

    sebagai dasar mereka dalam memahami

    dan memecahkan berbagai persoalan

    yang muncul di sekolah. Dengan kata

    lain, kultur atau budaya sekolah dapat

    dikatakan sebagai pikiran, kata-kata,

    sikap, perbuatan, dan hati setiap warga

    sekolah yang tercermin dalam

    semangat, perilaku maupun simbol serta

    slogan khas identitas mereka.

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    64

    Menyimak pengertian di atas dapat

    dipahami bahwa konsep budaya sekolah

    sebagai suatu pendekatan lebih

    menekankan pada penghayatan segi-

    segi simbolik, tradisi, riwayat sekolah

    yang kesemuannya akan membentuk

    keyakinan, kepercayaan diri dan

    kebanggaan akan sekolahnya.

    2. Elemen-Elemen Budaya Sekolah

    Sebagaimana telah digambarkan

    dalam pengetian di atas bahwa budaya

    sekolah terdiri dari sejumlah norma-

    norma, ritual, keyakinan, nilai-nilai,

    sikap, dan kebiasaan yang terbentuk

    dalam sekolah. Bentuk budaya sekolah

    secara intrinsik muncul sebagai suatu

    fenomena yang unik dan menarik

    karena pandangan sikap, perilaku yang

    hidup, dan berkembang dalam sekolah

    pada dasarnya mencerminkan

    kepercayaan dan keyakinan yang

    mendalam dan khas dari warga sekolah.

    Lebih khusus lagi Hedley Beare

    mendeskripsikan unsur-unsur budaya

    sekolah dalam dua kategori yakni unsur

    kasat mata dan unsur yang tidak kasat

    mata. Unsur yang kasat mata

    mempunyai makna jika mencerminkan

    apa yang tidak kasat mata. Yang tidak

    kasat mata itu adalah filsafat atau

    pandangan dasar sekolah mengenai

    kenyataan yang luas, makna hidup atau

    yang di anggap penting dan harus

    diperjuangkan oleh sekolah dan itu

    harus dinyatakan secara konseptual

    dalam rumusan visi, misi, tujuan, dan

    sasaran yang lebih konkrit yang akan

    dicapai oleh sekolah sedangkan unsur

    yang kasat mata dapat termanifestasi

    secara konseptual yang meliputi (1)

    visi, misi, tujuan dan sasaran, (2)

    kurikulum, (3) bahasa komunikasi, (4)

    narasi sekolah, (5) narasi tokoh-tokoh,

    (6) struktur organisasi, (7) ritual, (8)

    upacara, (9) prosedur belajar mengajar,

    (10) peraturan sistem ganjaran/

    hukuman, (11) layanan psikologi sosial,

    (12) pola interaksi sekolah dengan

    orang tua, masyarakat dan yang materiil

    dapat berupa fasilitas dan peralatan,

    artifiak, dan tanda kenangan, serta

    pakaian seragam.

    Mardapi (2003) membagi unsur-

    unsur budaya sekolah jika ditinjau dari

    usaha peningkatan kualitas pendidikan

    adalah sebagai berikut.

    a. Kultur Sekolah Positif

    Kultur sekolah positif adalah

    kegiatan-kegiatan yang mendukung

    peningkatan kualitas pendidikan,

    misalnya kerja sama dalam mencapai

    prestasi, penghargaan terhadap prestasi,

    dan komitmen terhadap belajar.

    b. Kultur Sekolah Negatif

    Kultur sekolah yang negatif adalah

    kultur yang kontra terhadap peningkatan

    mutu pendidikan. Artinya, resisten

    terhadap perubahan dapat berupa siswa

    takut salah, siswa takut bertanya, dan

    siswa jarang melakukan kerja sama

    dalam memecahkan masalah.

    c. Kultur Sekolah Netral

    Kultur sekolah netral adalah

    kultur yang tidak berfokus pada satu sisi

    namun dapat memberikan konstribusi

    positif tehadap perkembangan

    peningkatan mutu pendidikan. Hal ini

    bisa berupa arisan keluarga sekolah,

    seragam guru, seragam siswa, dan lain-

    lain.

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    65

    3. Cara Mengubah Kultur Sekolah

    Untuk dapat mengubah budaya

    sekolah pertama-tama harus memahami

    budaya yang ada. perubahan budaya

    yang ada dimaknai sebagai alternatif

    variasi interaksi yang seluas-luasnya.

    Karena interaksi ini dapat dikatakan

    sebagai inti dari stabilitas sekolah,

    pembaruan harus didekati melalui

    dialog peduli kepada orang lain, dan

    lain-lain. Budaya yang telah rutin

    dimiliki oleh komunitas sekolah

    misalnya seremonial, ritual, tradisi,

    mitos dapat digunakan sebagai titik

    tolok pembaruan budaya sekolah. Pada

    prinsipnya upaya memperpendek waktu

    antara penerapan sistem interaksi baru

    dengan budaya yang konvensional

    dilakukan bila guru telah merasa

    kondusif diterapkan sistem interaksi

    yang baru itu sehingga sekolah

    memperolah nilai yang dikehendaki.

    Menurut Deal dan Peterson

    (2003), kekuatan yang bisa diraih dari

    kultur sekolah adalah membangun

    sekolah menjadi lebih hidup, semangat

    kooperatif, dan penghayatan akan

    identitas sekolah. Interaksi antara siswa,

    orang tua, guru, atau anggota komunitas

    adalah inti nilai pemberdayaan kultur

    sekolah. Adapun kepentingan

    menstandarkan perilaku anggota

    sekolah merupakan tuntunan akademik.

    Harapan guru terhadap respon siswa

    menghadapi perlakuan belajarnya agar

    menjadi lebih etis misalnya

    mengendalikan waktu. Hal tersebut

    dapat melihat dari pancaran matanya,

    cara bicaranya, cara mengatur parkir

    kendaraan guru, siswa, dan tamu, cara

    memasang hiasan di dinding-dinding

    ruangan, sampai dengan persoalan-

    persoalan menentukan seperti

    kebersihan kamar kecil, situasi proses

    pembelajaran di ruang-ruang kelas.

    Demikian pula, cara kepala sekolah

    memimpin rapat bersama staf

    merupakan bagian integral dari sebuah

    kultur sekolah (Depdiknas, 2004).

    4. Peran Kultur Sekolah dalam

    Pembentukan Kinerja Guru

    Dalam terminologi kebudayaan,

    pendidikan yang berwujud dalam

    bentuk lembaga atau instansi sekolah

    dapat dianggap sebagai pranata sosial

    yang di dalamnya berlangsung kegiatan

    tertentu yaitu interaksi antara pendidik

    dan peserta didik sehingga mewujudkan

    suatu sistem nilai atau keyakinan,

    norma juga kebiasaan yang di pegang

    bersama. Pendidikan sendiri adalah

    suatu proses budaya. Masalahnya

    sekarang adalah nilai-nilai yang mana

    yang seharusnya dikembangkan atau

    dibudayakan dalam proses pendidikan

    yang baerbasis mutu itu. Dengan

    demikian, sekolah menjadi tempat

    dalam mensosialisasikan nilai-nilai

    budaya yang tidak hanya terbatas pada

    nilai-nilai keilmuan saja, melainkan

    semua nilai-nilai kehidupan yang

    memungkinkan mampu mewujudkan

    manusia yang berbudaya. Dalam hal ini

    masih menurut Djemari (2003)

    karekteristik peran kultur sekolah

    berdasarkan sifatnya dapat dibedakan

    menjadi tiga meliputi:

    a. Bernilai Strategis

    Bernilai strategis adalah kultur yang

    dapat berimbas dalam kehidupan

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    66

    sekolah secara dinamis. Misalnya

    memberi peluang pada warga sekolah

    untuk bekerja secara efisien, disiplin

    dan tertib. Kultur sekolah merupakan

    milik kolektif bukan milik perorangan,

    sehingga budaya sekolah dapat

    dikembangkan dan dilakukan oleh

    semua warga sekolah.

    b. Memiliki Daya Ungkit

    Kultur yang memliki daya gerak

    akan mendorong semua warga sekolah

    untuk berprestasi sehingga kerja guru

    dan semangat belajar siswa akan

    tumbuh bilamana dipacu dan didorong

    dengan dukungan budaya yang

    memiliki daya ungkit yang tinggi

    misalnya kinerja sekolah dapat

    meningkat jika disertai dengan imbalan

    yang pantas, penghargaan yang cukup,

    dan proporsi tugas yang seimbang.

    Demikian pula, siswa akan meningkat

    semangat belajarnya bila mereka diberi

    penghargaan yang memadai, pelayanan

    yang prima, dan didukung dengan

    sarana yang memadai.

    c. Berpeluang Sukses

    Budaya yang berpeluang sukses

    adalah budaya yang memiliki daya

    ungkit dan memiliki daya gerak yang

    tinggi. Hal ini sangat penting untuk

    menumbuhkan rasa keberhasilan dan

    rasa mampu untuk melaksanakan tugas

    dengan baik misalnya budaya gemar

    membaca. Budaya membaca di

    kalangan siswa akan dapat mendorong

    mereka untuk banyak mengetahui

    tentang berbagai macam persoalan yang

    mereka pelajari di lingkungan sekolah.

    Demikian juga bagi guru mereka

    semakin banyak pengetahuan yang

    diperolah, tingkat pemahaman semakin

    luas, semua ini dapat berlangsung jika

    disertai dengan kesadaran bahwa mutu/

    kualitas yang akan menentukan

    keberhasilan seseorang.

    Dari uraian di atas dapat kita

    simpulkan bahwa pendekatan budaya

    sesungguhnya menekankan pada

    kedalaman yaitu unsur budaya dari

    organisasi itu, yang memberi petunjuk,

    warna, dan gaya pada diri setiap

    individu sekolah, yang pada akhirnya

    akan mempengaruhi kinerja mereka.

    Lebih khusus lagi budaya sekolah yang

    tercermin dalam bentuk mitos, ritual,

    kebiasaan, simbolisme, kepercayaan,

    dan sebagainya menjadi pengikat bagi

    setiap siswa yang akan menimbulkan

    motivasi dan semangat belajar serta

    kreativitas mereka.

    4. Kinerja Guru

    Kebaradaan guru dalam proses

    belajar mengajar di sekolah mempunyai

    peranan yang tidak kecil dalam

    kelangsungan pendidikan di sekolah.

    Membangun kekuatan pengajaran dan

    pendidikan di sekolah sama halnya

    membangun kinerja guru. Upaya-upaya

    meningkatkan kinerja guru pada proses

    pembelajaran dirinya sangatlah penting

    terutama pada hakikatnya merekalah

    pemilik sekolah.

    Pembentukan watak dan

    karakter harus dilakukan secara

    integratif di semua mata pelajaran. Di

    samping isi materi pembelajaran,

    metode, dan cara pembelajran sangat

    mempengaruhi pembentukan watak dan

    karakter seseorang. Cara-cara

    pembelajran yang demokratis, menarik

    kreatif inovatif akan sangat efektif

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    67

    untuk membantuk watak dan karaktek

    peserta didik. Perlu juga ditekankan

    dalam pembentukan watak dan karakter

    ini adalah masalah kecerdasan

    emosional. Dengan demikian, pada

    setiap palajaran dan proses

    pembelajaran tujuan tidak hanya

    menguasai emosi diri sendiri dan emosi

    orang lain serta mampu

    mengendalikannya. Kecerdasan

    semacam inilah yang akan terwujud

    dalam keuletan, motivasi diri dan

    tangguh dalam menghadapi tantangan.

    Sekolah yang merupakan tempat

    mensosialisasikan nilai-nilai budaya,

    tidak hanya terbatas pada nilai-nilai

    keilmuan tetapi semua nilai kehidupan

    yang memungkinkan mampu

    mewujudkan manusia yang berbudaya,

    dan ini dapat dilihat dari kinerjanya,

    pengetahuan, cara berpikir, sikap,

    perilaku dan cara memecahkan masalah

    yang timbul. Dalam hal ini sebagaimana

    pendapat Djoyonegoro (Suyanto dan

    Abbas 2001:148), berbagai perbekalan

    yang diberikan di sekolah oleh guru

    pada hakikatnya untuk meningkatkan

    tiga nilai dasar yaitu: (1) membangun

    atau membentuk siswa yang memiliki

    orientasi kedepan dengan ciri-ciri antara

    lain luwes, tanggap terhadap perubahan,

    dan memiliki semangat berinovasi, (2)

    senantiasa punya hasrat untuk

    mengeksploitasi lingkungan dan

    kekuatan-kekuatan alam, artinya tidak

    hanya tinduk pada nasib, sebaliknya

    senantiasa berusaha memecahkan

    masalah dan mengasai IPTEK, (3)

    memiliki orientasi terhadap karya yang

    bermutu atau punya achievement

    orientatian antara lian ditandai oleh

    penilaian yang tinggi terhadap hasil

    karya. Untuk menuju internalisasi nilai-

    nilai dimaksud siswa harus dipacu

    motivasinya untuk berprestasi dan

    semangat belajarnya demi terwujudnya

    kinerja siswa yang dicita-citakan setiap

    sekolah.

    Di SMA Negeri 4 Semarang,

    peningkatan prestasi dari beberapa

    sektor jelas terlihat melalui penerapan

    kultur sekolah di antaranya:

    a. Prestasi Guru

    Adanya kultur sekolah yang

    diterapkan di SMA Negeri 4 Semarang

    menghasilkan guru prestasi mulai dari

    tingkat kota sampai tingkat nasional.

    Terbukti pada tahun 2006 s.d. 2008 di

    satuan pendidikan mulai diberlakukan

    guru prestasi di tingkat satuan

    pendidikan. Kemudian di tahun 2009,

    SMA Negeri 4 Semarang berhasil

    menghasilkan guru prestasi juara 2 di

    tingkat kota, di tahun 2009 bertambah

    bertambah lagi berhasil meraih juara 1

    guru prestasi tingkat kota kemudian

    melaju lagi menjadi juara 1 guru

    prestasi tingkat provinsi. Setelah itu,

    tanggal 11 18 agustus 2010 berhasil

    lagi menjadi juara 1 guru prestasi

    tingkat nasional. Salah satu guru

    prestasi yang berhasil mulai dari tingkat

    satuan pendidikan sampai melaju ke

    tingkat nasional adalah Sri Wahyuni,

    M.Pd. selaku guru Bahasa Indonesia.

    Di bawah ini merupakan salah satu

    dokumentasi penghargaan sebagai guru

    prestasi di tingkat nasional.

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    68

    Gambar 1. Penerimaan Penghargaan Guru Prestasi Juara 1 Tingkat Nasional (Sri

    Wahyuni, M.Pd.) dari Menteri Pendidikan Nasional (Bapak Muh. Nuh)

    b. Sertifikasi Guru

    Di bidang sertifikasi, guru SMAN 4 Semarang mengalami peningkatan yang

    signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 1: Data Guru SMAN 4 Semarang Tersertifikasi

    Berdasarkan tabel 1 tampak bahwa

    jumlah guru SMA Negeri 4 Semarang

    ada 73 orang. Pada tahun 2006, guru

    yang tersertifikasi ada 14 orang dan

    yang belum tersertifikasi ada 54 orang.

    Pada tahun 2007, guru yang

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    69

    tersertifikasi ada 39 orang dan yang

    belum tersertifikasi ada 34 orang. Pada

    tahun 2008, guru yang tersertifikasi ada

    48 orang dan yang belum tersertifikasi

    ada 25 orang. Pada tahun 2009, guru

    yang tersertifikasi ada 58 orang dan

    yang belum tersertifikasi ada 15 orang.

    Pada tahun 2010, guru yang

    tersertifikasi ada 63 orang dan yang

    belum tersertifikasi ada 10 orang.

    Kesepuluh orang ini terdiri dari 6 orang

    yang memang belum saatnya sertifikasi

    dan 4 orang masih CPNS. c. Kenaikan

    Pangkat

    Kenaikan pangkat guru SMA Negeri

    4 Semarang setiap tahunnya mengalami

    peningkatan yang sangat signifikan.

    Tampak pada tabel berikut ini.

    Tabel 2: Data Kenaikan Pangkat Guru SMAN 4 Semarang

    Pada tabel 2 tampak bahwa kenaikan

    guru SMA Negeri 4 Semarang

    mengalami kenaikan yang sangat

    signifikan terbukti pada tahun 2009-

    2010 yang golongannya menjadi IV c

    dan IV b ada 1 orang. Selain itu,

    paling tertinggi ada pada golongan IVa.

    d. Akreditasi Sekolah

    Akreditasi sekolah dilaksanakan

    setiap 5 tahun sekali. Akreditasi SMA

    Negeri 4 Semarang pun mengalami

    peningkatan yang sangat signifikan. Hal

    ini tampak pada tabel berikut ini.

    Tabel 3: Akreditasi SMA Negeri 4

    Semarang

    Pada tabel 3 tampak bahwa

    akreditasi SMA Negeri 4 Semarang

    dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

    Setiap 5 tahun sekali mengalami

    peningkatan yang sangat signifikan.

    Dari tabel tersebut tampak bahwa pada

    tahun 1987-2002 nilai pencapaian

    akreditasi sekolah 87 atau kategori B.

    Pada tahun 2002-2006, akreditasi

    sekolah memiliki nilai 92,97 atau

    kategori A. Pada tahun 2006-2010,

    akreditasi sekolah memiliki nilai 95

    atau kategori A. Dengan demikian,

    terdapat perubahan status sekolah yakni

    yang tadinya pada tahun 2006-2007

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    70

    bersatus KBK, kemudian tahun 2007-

    2008 berstatus RSKM, dan tahun 2010

    sampai sekarang berstatus RSBI.

    5. Pendekatan dalam Kultur

    Organisasi Sekolah

    Kultur organisasi menggunakan

    dua pendekatan: (1) variabel kultur dan

    (2) pembentukan rasa. Pendekatan

    variabel kultur ialah pendekatan yang

    menggunakan atribut-atribut kultur

    kunci dari organisasi yang

    mempengaruhi hasil organisasi. Atribut

    ini antara lain gaya kepemimpinan,

    iklim oganisasi, dan konflik.

    Pendekatan pembentukan rasa ialah

    pendekatan kultur sebagai esensi

    organisasi yaitu kultur yang anggotanya

    memiliki kebersamaan interprestasi

    kolektif terhadap realitas sosial.

    Kerangka interprestasi yang ada dalam

    kultur organisasi bersama-sama

    membentuk tema-tema ini

    mempengaruhi sikap dan nilai-nilai

    anggotanya.

    Perilaku anggota dalam

    organisasi tersebut diarahkan oleh

    kulturnya, sebagai contoh di dunia

    pendidikan, sebagai pusat

    pengembangan kultur profesional

    dengan membiasakan anggota

    organisasinya agar terbentuk perilaku

    sekolah yang berkarateristik: (a)

    berdisiplin tinggi, (b) melaksanakan

    pekerjaan dengan mutu yang testandar

    (tidak asal jadi, (c) melaksanakan

    kegiatan administrasi secara efektif, (d)

    penampilan sekolah yang bersih, rapi,

    indah dan menraik (e) setiap siswa

    harus bangga dengan sekolahnya, dan

    setiap guru bangga dengan profesinya

    sebagai guru di sekolah yang

    bersangkutan. Prinsip yang akan

    dikembangkan untuk mencapai ini

    adalah ing ngarso sung tuludo. Siswa

    tidak mungkin berdisiplin, kalau

    gurunya sendiri tidak disiplin, dan guru

    tidak akan berdisiplin kalau kepala

    sekolahnya tidak disiplin (Anonim

    1994).

    Berdasarkan kultur di atas, jelas

    bahwa tujuan tiap sekolah bukan hanya

    tempat mandapatkan ilmu pengetahuan

    belaka tetapi sebagai pusat

    pengembangan sikap dan budaya

    profesional. Budaya profesional ialah

    perilaku yang taqwa dan melaksanakan

    mutu yang mampu bersaing, tahu apa

    yang harus dikerjakan, tahu mutu

    pelayanan, tahu dasar kemampuan

    minimal yang harus dimiliki, dan

    bagaimana cara mengerjakan dengan

    sebaik-baiknya, tahu mengerjakan

    dengan mutu terbaik, tahu mengapa

    dikerjakan dikerjakan dengan cara

    seperti itu, tahu melaksanakan kegiatan

    adminstrasi secara efektif dan efisien

    (produktif) dan mampu menampilkan

    sekolah yang tertib, efektif, luwes,

    efisien dan rapi.

    SIMPULAN

    Kultur sekolah merupakan

    tradisi sekolah yang tumbuh dan

    berkembang sesuai dengan spirit dan

    nilai-nilai yang dianut sekolah. Tradisi

    itu mewarnai kualitas kehidupan sebuah

    sekolah. Tradisi itu dilakukan dengan

    menerapkan kultur sekolah. Kultur

    sekolah yang kondusif mensyaratkan

    adanya partisipasi seluruh warga

    sekolah dan pemangku kepentingan

    pendidikan. Secara manajerial, kepala

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    71

    sekolah yang bertanggung jawab tetapi

    secara operasional menjadi tugas

    seluruh warga sekolah termasuk

    pemangku kepentingan pendidikan.

    Implikasinya, spirit dan nilai-nilai

    kebersamaan, keterbukaan, disiplin diri,

    dan tanggungjawab, harus senantiasa

    mewarnai pembentukan struktur

    organisasi sekolah, penyusunan

    deskripsi tugas, prosedur kerja,

    kebijakan, aturan-aturan, tata tertib

    sekolah, hubungan vertikal dan

    horisontal antar warga sekolah, acara-

    acara ritual dan seremonial sekolah.

    Keseluruhannya secara kooperatif akan

    menentukan bentuk perilaku sistem

    sekolah, perilaku kelompok atau

    perorangan warga sekolah, yang

    meliputi latar fisik, lingkungan,

    suasana, rasa, sifat, dan iklim

    (Depdiknas, 2004). Di samping itu,

    dalam kegiatan menciptakan kultur

    sekolah tidak dapat dipisahkan dengan

    upaya menegakkan budaya mutu. Oleh

    Depdiknas (MPMBS, 2001) di

    ungkapkan bahwa budaya mutu harus

    memiliki elemen-elemen sebagai

    berikut.

    1. informasi kualitas harus digunakan

    untuk perbaikan, tidak untuk

    menakut-nakuti, menegur, apalagi

    mengadili kekurangan atau

    kelemahan bawahan

    2. kewenangan seseorang harus

    sebatas deskripsi tugasnya,

    sehingga jelas siapa berposisi apa,

    bertanggungjawab kepada siapa,

    dan berhak memerintah siapa

    3. hasil kinerja harus diikuti rewards

    atau punishments, dengan tujuan

    demi membangun keseimbangan,

    meskipun tidak akan mudah

    menetapkannya dengan

    berkeadilan.

    4. kolaborasi dan sinergi bukan

    kompetisi penuh, harus merupakan

    basis kebersamaan untuk kinerja

    5. setiap warga sekolah merasa aman

    terhadap pekerjaannya, tidak was-

    was di-PHK dan sejenisnya

    6. atmosfer fairness harus dimainkan,

    imbal jasa sepadan dengan

    kedudukan, nilai, dan kualitas

    pekerjaan yang dilakukan oleh

    perorangan atau kelompok

    7. setiap warga sekolah merasa

    memiliki sekolah dengan segenap

    komponennya.

    Apabila hal tersebut di atas

    berhasil diwujudkan oleh kepala

    sekolah, sebagian tugas dan tanggung

    jawabnya telah terpenuhi dan sebagai

    bukti terciptanya budaya mutu dalam

    kultur sekolah adalah terbentuknya

    warga sekolah yang berperilaku

    profesional, bermartabat, dan merasa

    puas dengan kesejahteraannya.

    DAFTAR RUJUKAN

    Anonim. 1994. Kultur Sekolah. Jakarta.

    Davis, Gary A. and Thomas, Margaret

    A. 1989. Effective Schools and

    Effective Teacher.

    Massachussets: Allyn and

    Bacon.

    Depdiknas. 2009. Pengembangan

    Kultur Sekolah. Jakarta:

    Direktorat Jenderal Manajemen

    Dasar dan Menengah. Direktorat

  • INTEGRALISTIK

    No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011

    72

    Pembinaan Sekolah Menengah

    Atas.

    Doni, Koesoema A. 2010. Pendidikan

    Karakter, Strategi Mendidik

    Anak di Zaman Global (Cetakan

    kedua, edisi revisi dari 2007).

    Jakarta: Grasindo.

    Deal, T.R & K.D. Peterson. 2003.

    Shaping School Culture.

    Artikel Diambil tanggal

    25 April 2005.

    Djemari, Mardapi. 2003.

    Pengembangan Kultur

    Sekolah. Makalah disajikan

    dalam Seminar Pengembangan

    Kultur Sekolah di Universitas

    Negeri Yogyakarta.Edwar

    Sallis. 1993. Total Quality

    Management In Education .

    London.

    Mulyasa. E. 2004. Manajemen Berbasis

    Sekolah (Konsep, Strategi dan

    Implementasi). Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya.

    Sastrapratedja. 2001. Budaya Sekolah

    dan Dinamika Pendidikan. Jakarta.