15643359 studi vegetasi mangrove pulau dua

55
STUDY VEGETASI MANROVE DI PULAU DUA, TELUK BANTEN- KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Oleh : RIDLO IQBAL (Taruna Sekolah Tinggi Perikanan Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Semester 6) Email : [email protected]/ [email protected] 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau-pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantainya ± 95.181 km. Luas daratan Indonesia sekitar 1,93 juta km 2 sementara luas laut Indonesia sekitar 3,1 juta km 2 . Salah satu ekosistem yang sangat erat kaitannya dengan perairan Pantai adalah Mangrove. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, yang terletak di antara batas air pasang dan air surut. Ekosistem ini berperan dalam melindungi pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Hutan mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam) untuk menstabilkan tanah dan memerangkap bahan endapan dari darat yang terbawa arus sungai. Hutan mangrove tumbuh subur di aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Pantai yang tidak ada sungainya, daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam dan karenanya dapat berkembang di daratan yang bersalinitas tinggi di mana tanaman lainnya tidak dapat tumbuh. Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem yang sangat unik, merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. 1

Upload: 207tgh

Post on 26-Jul-2015

394 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

STUDY VEGETASI MANROVE DI PULAU DUA, TELUK BANTEN-

KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

Oleh : RIDLO IQBAL

(Taruna Sekolah Tinggi Perikanan Jurusan Teknologi Pengelolaan

Sumberdaya Perairan Semester 6)

Email : [email protected]/ [email protected]

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau-pulau

besar dan kecil dengan panjang garis pantainya ± 95.181 km. Luas daratan

Indonesia sekitar 1,93 juta km2 sementara luas laut Indonesia sekitar 3,1 juta

km2. Salah satu ekosistem yang sangat erat kaitannya dengan perairan Pantai

adalah Mangrove. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem kompleks terdiri

atas flora dan fauna daerah pantai, yang terletak di antara batas air pasang dan air

surut. Ekosistem ini berperan dalam melindungi pantai dari erosi, gelombang laut

dan angin topan. Hutan mangrove berperan juga sebagai buffer (perisai alam)

untuk menstabilkan tanah dan memerangkap bahan endapan dari darat yang

terbawa arus sungai. Hutan mangrove tumbuh subur di aliran sungai yang besar

dengan muara yang lebar. Pantai yang tidak ada sungainya, daerah mangrovenya

sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam

dan karenanya dapat berkembang di daratan yang bersalinitas tinggi di mana

tanaman lainnya tidak dapat tumbuh. Hutan mangrove sebagai salah satu

ekosistem yang sangat unik, merupakan sumber daya alam yang sangat potensial.

1

Page 2: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Di Indonesia, hutan mangrove yang luasnya sekitar 4.25 juta ha (Departemen

Kehutanan, 1982), atau kurang lebih 25% luas hutan mangrove di dunia, dan

terbesar di seluruh wilayah Indonesia, berperan penting bagi kelangsungan hidup

manusia, baik dari segi ekonomis, sosial maupun lingkungan. Disamping

mendukung keanekaeagaman flora dan fauna dari komunitas terestis akuatik, dan

berfungsi lindung bagi keberlangsungannya berbagai proses ekologis, hutan

mangrove telah dimanfaatkan dalam skala komersial terutama untuk gelondongan

sebagai bahan baku"pulp/kertas, rayon dan arang.

Saat ini, kerusakan dan degradasi hutan mangrove merupakan penomena

umum di berbagai negara, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.

Kerusakan hutan ini terutama disebabkan oleh konversi mangrove untuk

kegiatan-kegiatan produksi lainnya (industri, pertambangan dan lain-lain) yang

tidak berlandaskan asas kelestarian serta oleh kegiatan eksploitasi yang tidak

terkendali. Adanya konversi hutan mangrove ini telah menyebabkan semakin

menyusutnya luas hutan mangrove Indonesia Indonesia yaitu tinggal sekitar 4.25

juta ha (Departemen Kehutanan, 1982). Bahkan menurut PHPA dan AWB (1987)

diperkirakan luas hutan mangrove tinggal sekitar 3.24 juta ha.

Permasalahan mengenai kelestarian hutan mangrove adalah adanya

kegiatan masyarakat sekitar yang memanfaatkan hutan mangrove baik kayunya

yang digunakan untuk kayu bakar maupun konversi lahan mangrove yang

dijadikan untuk lahan pertanian, pertambakan dan permukiman. Maka dari itu,

diperlukan pengelolaan yang terpadu sehingga dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat secara berkelanjutan. Melihat pentingnya ekosistem mangrove baik

bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya maka penulis tertarik untuk

2

Page 3: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

mengambil judul “Studi Vegetasi Mangrove di Pulau Dua, Teluk Banten-

Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Keahlian ini adalah untuk mengetahui struktur

komunitas vegetasi Mangrove serta identifikasi jenis dan penghitungan jenis

jumlah dari vegetasi mangrove yang ada di Pulau Dua Teluk Banten Kabupaten

Serang Provinsi Banten.

1.3 Batasan Masalah

Pada Praktek Keahlian ini penulis membatasi kepada Vegetasi mangrove

yang terdapat di Pulau Dua, Teluk Banten Kabupaten Serang Provinsi Banten

dengan melakukan analisa tentang Kerapatan Relatif Jenis, Frekuensi Relatif

Jenis, Penutupan Relatif Jenis dan Nilai Penting Jenis vegetasi mangrove baik

jenis pohon, anakan, dan semai.

3

Page 4: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Mangrove

Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang

mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari

bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon

mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan

menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa

Malay, yang menyebut jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘mangin’.

Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di

antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove

seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang

kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai

mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove

dikelilingi oleh air garam atau air payau, (Irwanto, 2006).

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau.

Tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Pohon

mangga adalah contoh pohon dikotil dan contoh tanaman monokotil adalah

pohon kelapa. Kelompok pohon di daerah mangrove bisa terdiri atas suatu jenis

pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di

air asin. Hutan mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan

subtropis, antara 32° Lintang Utara dan 38° Lintang Selatan.

4

Page 5: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Gambar. 1. Penyebaran Mangrove di daerah Tropis, Irwanto,1999.

Istilah mangrove tidak selalu diperuntukkan bagi kelompok spesies

dengan klasifikasi taksonomi tertentu saja, tetapi dideskripsikan mencakup semua

tanaman tropis yang bersifat halophytic atau toleran terhadap garam. Tanaman

yang mampu tumbuh di tanah basah lunak, habitat air laut dan terkena fluktuasi

pasang surut. Sebagai tambahan, tanaman tersebut mempunyai cara reproduksi

dengan mengembangkan buah vivipar yang bertunas (seed germination) semasa

masih berada pada pohon induknya. Istilah “bakau” adalah sebutan bagi jenis

utama pohon Rhizophora sp. yang dominan hidup di habitat pantai. Walaupun

tidak sama dengan istilah mangrove banyak orang atau penduduk awam

menyebut hutan mangrove sebagai hutan bakau atau secara singkat disebut bakau

(Irwanto. 2006).

2.2 Tipe Vegetasi Mangrove

Komunitas mangrove di Indonesia pada dasarnya terdiri atas paling

sedikit 47 jenis pohon, 5 jenis semak, 9 jenis herba/rumput, 9 jenis liana, 29 jenis

epifit dan 2 jenis parasit (Yayasan Mangrove, 1993). Menurut Sukardjo (1996),

di Indonesia terdapat 75 jenis tumbuhan mangrove, sehingga Indonesia termasuk

pula sebagai wakil pusat geografi beberapa marga mangrove, Rhizophora,

Bruguiera, Avicennia, Ceriops, dan Lumnitzera. Meskipun demikian tidak semua

5

Page 6: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

jenis mangrove tersebut ada pada setiap tipe komunitas mangrove, menyatakan

bahwa mangrove di Indonesia dikenal mempunyai keragaman jenis yang tinggi,

seluruhnya tercatat sebanyak 89 jenis tumbuhan , 35 jenis diantaranya berupa

pohon dan selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9 jenis), liana (9 jenis), epifit

(29 jenis) dan parasit (2 jenis).

Menurut Noor et al., (1999), tipe vegetasi mangrove terbagi atas empat

bagian antara lain :

a) Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan

dengan laut.

b) Mangrove tengah, mangrove yang berada di belakang mangrove zona

terbuka.

c) Mangrove payau, mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau

hingga air tawar.

d) Mangrove daratan, mangrove berada di zona perairan payau atau hampir

tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.

2.3 Zonasi Penyebaran Mangrove

Jika diperhatikan di daerah yang makin mengarah ke darat dari laut

terdapat zonasi penguasaan oleh jenis-jenis mangrove yang berbeda. Dari arah

laut menuju ke daratan terdapat pergantian jenis mangrove yang secara dominan

menguasai masing-masing habitat zonasinya. Mangrove yang kondisinya buruk

karena terganggu, atau berada pada derah pantai yang sempit, tidak menunjukkan

keteraturan dalam pembagian jenis pohon dan zonasi di sepanjang pantai.

Fenomena zonasi ini belum sepenuhnya difahami dengan jelas. Faktor-faktor

yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis tanaman

6

Page 7: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

terhadap salinitas, pasang-surut dan keadaan tanah. Kondisi tanah mempunyai

kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan

seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Api-api dan

pedada tumbuh sesuai di zona berpasir, mangrove cocok di tanah lembek

berlumpur dan kaya humus sedangkan jenis tancang menyukai tanah lempung

dengan sedikit bahan organik. Keadaan morfologi tanaman, daya apung dan cara

penyebaran bibitnya serta persaingan antar spesies, merupakan faktor lain dalam

penentuan zonasi ini. Formasi hutan mangrove yang terbentuk di kawasan

mangrove biasanya didahului oleh jenis pohon pedada dan api-api sebagai pionir

yang memagari daratan dari kondisi laut dan angin. Jenis-jenis ini mampu hidup

di tempat yang biasa terendam air waktu pasang karena mempunyai akar pasak.

Pada daerah berikutnya yang lebih mengarah ke daratan banyak ditumbuhi jenis

bakau (Rhizophora spp.). Daerah ini tidak selalu terendam air, hanya kedang-

kadang saja terendam air. Pohon tancang tumbuh di daerah berikutnya makin

menjauhi laut, ke arah daratan. Daerah ini tanahnya agak keras karena hanya

sesekali terendam air yaitu pada saat pasang yang besar dan permukaan laut lebih

tinggi dari biasanya.

Gambar.2. Zonasi penyebaran jenis pohon mangrove. Onrizal, 2007.

7

Page 8: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

2.4 Fungsi dan Manfaat Mangrove

Hutan mangrove mempunyai keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan

hidup manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan. Fungsi

mangrove dibedakan menjadi 5 golongan yaitu:

2.4.1 Fungsi Fisik

a. Menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut

b. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi serta

menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat pada malam

hari

c. Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru

d. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke danau,

atau sebagai filter air asin menjadi air tawar.

2.4.2 Fungsi Kimia

a. Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen

b. Sebagai penyerap karbondioksida

c. Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal di

laut.

2.4.3 Fungsi Biologi

a. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang serta berkembangbiak bagi

burung dan satwa lain

b. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika

c. Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut

d. Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting

bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus) yang kemudian

8

Page 9: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar

e. Sebagai kawasan pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery

ground) bagi udang

f. Sebagai daerah mencari makanan (feeding ground) bagi plankton

2.4.4 Fungsi Ekonomi

a. Penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, tekstil, makanan ringan

b. Penghasil bibit ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu

c. Penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah

tangga.

2.4.5 Fungsi Wisata

a. Sebagai kawasan wisata alam pantai untuk membuat trail mangrove

b. Sebagai sumber belajar bagi pelajar

c. Sebagai lahan konservasi dan lahan penelitian

Manfaat Hutan Mangrove Menurut Dixon, 1989 dalam Bengen, 2001

digambarkan pada ilustrasi gambar dibawah ini:

Gambar 3. Manfaat hutan mangrove (Dixon, 1989 dalam Bengen, 2001).

9

Page 10: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

2.5 Jenis – Jenis Mangrove

Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat

telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75

spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita

tujukan.

Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi

keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis

mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di

benua Amerika hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan

Indonesiadisebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon

mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari

berbagai jenis mangrovetersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air

garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili.Dari sekian banyak jenis

mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain

adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera

sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.), merupakan tumbuhan mangrove

utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok

mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah

habitatnya.

2.5.1 Bakau (Rhizopora sp.)

Pohon ini disebut juga dengan bakau besar, bakau genjah, tinjang, slindur,

bakau merah, bakau akik atau bakau kurap, tergantung spesiesnya. Di dunia

terkenal secara umum sebagai red mangrove. Kulit batangnya berwarna

10

Page 11: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

kemerahan terutama bila basah. Pohon ini dapat tumbuh hingga 25 m. Termasuk

dalam famili Rhizophoraceae. Pohon ini banyak terlihat sebagai pohon kecil yang

tumbuh di air laut. Dapat tumbuh dengan toleransi yang cukup terhadap kadar

garam mulai dari yang tawar sampai kadar yang tinggi. Disebut sebagai pohon

yang facultative halophyte yang artinya dapat tumbuh di air asin tetapi tidak

terbatas hanya di habitat yang demikian saja. Pohon kecil yang dapat dijumpai

tumbuh sendiri di tempat dangkal berair seringkali adalah jenis bakau ini. Spesies

bakau jenis ini antara lain adalah Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa, dan

Rhizopora apiculata (Noor et al, 1999).

Deskripsi umum : Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter

batang mencapai 50 cm. Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai

ketinggian 5 m dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang.

Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah (Murdiyanto, 2003).

Gambar 4. Rhizophora sp, Onrizal, 2007.

11

Page 12: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

2.5.2 Api-api (Avicennia sp.)

Termasuk famili Avicenniaceae. Disebut juga sia-sia. Dikenal secara umum

sebagai black mangrove. Pohon jenis ini mempunyai toleransi yang tinggi

terhadap kadar garam. Dapat tumbuh mencapai ketinggian 25 – 30 m. Pohon ini

tidak mengeluarkan garam di bagian akarnya, tetapi mengeluarkan kelebihan

garam melalui pori-pori daunnya yang akan terbawa oleh hujan dan angin.

Seringkali garam terlihat sebagai lapisan kristal putih di bagian permukaan atas

daun.

Karena spesies Avicennia mudah menumbuhkan cabangnya, memungkinkan

untuk diambil cabang dan rantingnya tanpa mengganggu batang pohonnya.

Pohon jenis juga bersifat toleran terhadap air berkadar garam tinggi, dapat juga

menahan lumpur dari pasir dan hempasan ombak. Oleh karenanya merupakan

juga jenis bakau yang dapat menstabilkan pantai, mencegah erosi, dan memberi

kesempatan pohon lain untuk tumbuh.

Deskripsi umum : Belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan

ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran

horizontal dan akar nafas yang rumit. Akar nafas biasanya tipis, berbentuk jari

(atau seperti asparagus) yang ditutupi oleh lentisel. Kulit kayu luar berwarna

keabu-abuan atau gelap kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara

yang lain kadang-kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang

yang tua, kadang-kadang ditemukan serbuk tipis (Noor, 1999).

12

Page 13: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Gambar 5. Avicennia sp, Onrizal, 2007.

2.5.3 Tancang (Bruguiera sp.)

Jenis pohon ini disebut juga lindur. Tancang termasuk juga dalam famili

Rhizoporaceae. Tumbuh subur di lokasi yang kering, pada tanah yang dialiri air

tawar, tetapi dapat tumbuh pula di tanah lumpur. Tingginya sekitar 15 m, tetapi

bisa mencapai 36 m walaupun jarang yang mencapai ukuran tersebut. Jenis

tancang termasuk yang usianya panjang diantara jenis-jenis bakau yang lainnya.

Warna kulit pohon ini abu-abu, gelap, dan permukaannya kasar. Kulit batang

pohonnya mengeluarkan bau khas yang tidak disukai ikan, sehingga bisa dipakai

untuk mengusir ikan. Jenis ini mulai jarang ditemukan. Beberapa jenis ini adalah

Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorhiza, dan Bruguiera parviflora.

Deskripsi umum : Berupa semai atau pohon kecil yang selalu hijau, tinggi

(meskipun jarang) dapat mencapai 20 m. Kulit kayu burik, berwarna abu-abu

hingga coklat tua, bercelah, dan agak membengkak di bagian pangkal pohon.

Akar lutut dapat mencapai 30 cm tingginya (Noor et al, 1999).

13

Page 14: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Gambar 6. Bruguiera sp, Onrizal, 2007.

2.5.4 Pedada (Sonneratia sp.)

Dalam bahasa lokal jenis bakau ini disebut juga bogem atau prapat.

Termasuk dalam famili Sonneratiaceae. Pohon dapat mencapai ketinggian 20 m.

Menempati bagian pantai paling depan di sisi laut. Tumbuh di tanah berlumpur

dan berpasir. Kulit batang berwarna abu-abu atau kecoklatan, permukaan kulit

kasar, dan retak-retak. Pada pohon muda, kulit batangnya dilapisi semacam

lapisan lilin untuk mengurangi penguapan air dari jaringannya. Bila dipangkas

rantingnya mudah beregenerasi. Dahan dan rantingnya dapat dipanen asal

dibatasi. Pohon pedada ini disukai bekantan yang memakan daunnya. Beberapa

spesies jenis pohon ini antara lain adalah : Sonneratia alba, Sonneratia

caseolaris, Sonneratia ovata.

Definisi umum : Pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-

kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah

longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul ke

14

Page 15: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

permukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya

mencapai 25 cm (Noor et al, 1999).

Gambar 7. Sonneratia sp, Onrizal, 2007.

2.5.5 Nyirih (Xilocarpus sp.)

Termasuk dalam family Meliaceae, nyirih dapat tumbuh mencapai

ketinggian 5 - 20 m, memiliki akar nafas mengerucut berbentuk cawan. Kulit

kayu halus, daunnya berwarna hijau gelap berbentuk elips dengan pangkal daun

menyatu dengan batang, bunga berukuran kecil dan berwarna putih susu hingga

putih kehijauan. Buahnya berbentuk bulat sangat besar dengan kisaran diameter

antara 8 - 15 cm berwarna kekuningan. Kulit batang licin dan berwarna merah-

coklat, mempunyai akar papan berbentuk seperti pita yang memanjang dan

menopang pohon (Noor et al, 1999).

15

Page 16: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Gambar 8. Xilocarpus sp, Onrizal, 2007.

2.5.6 Tengar (Ceriops sp.)

Dalam bahasa lokal jenis bakau ini disebut dengan Tengar. Termasuk dalam

famili Rhizophoraceae, Pohon ini dapat tumbuh mencapai 25 m. Kulit kayu

berwarna abu-abu, kadang-kadang coklat halus dan pangkalnya mengelembung.

Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil, daunnya berwarna hijau

mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam. Bunga

mengelompok di ujung tandan, buah panjangnya 1,5 - 2 cm, dengan tabung

kelopak yang melengkung. Membentuk belukar yang rapat pada pinggir daratan

dari hutan pasang surut atau pada areal yang tergenang oleh pasang tinggi dengan

tanah memiliki pengeringan yang baik. Juga terdapat di sepanjang tambak,

menyukai substrat tanah liat (Noor et al, 1999).

16

Page 17: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Gambar 9. Ceriops sp, Onrizal, 2007.

2.6 Faktor Pembatas

2.6.1 Suhu

Menurut Kolehmainen et al., (1973) dalam Supriharyono (2000), Suhu

yang baik untuk kehidupan mangrove tidak kurang dari 20 ºC, sedangkan kisaran

musiman suhu tidak melebihi 5 ºC. Suhu yang tinggi (>40 ºC) cenderung tidak

mempengaruhi petumbuhan dan kehidupan mangrove.

2.6.2 Salinitas

Bengen (1999), menyebutkan mangrove dapat hidup pada air bersalinitas

payau (20-22 ‰) hingga asin (mencapai 38 ‰).

2.6.3 Derajat Keasaman (pH)

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses

17

Page 18: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah

Effendi (2003).

2.6.4 Tipe Substrat

Menurut Kint (1934) dalam Noor et al.,(1999), di Indonesia substrat

berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizopora mucronata dan Avicennia

marina. Menurut Bengen (1999), daerah yang paling dekat dengan substrat agak

berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi

Sonneratia spp, yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan

organik. Meskipun demikian, Sonneratia akan berasosiasi dengan Avicennia jika

tanah lumpurnya kaya akan bahan organik (KMNLH, 1993).

2.7 Dampak Kegiatan Manusia pada Ekosistem Mangrove

Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove,

menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan

mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 – 1987,

menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut menjadi 2,5 juta hektar pada tahun

1993 (Widigdo, 2000). Bergantung cara pengukurannya, memang angka-angka di

atas tidak sama antar peneliti. Khazali (1999), menyebut angka 3,5 juta hektar,

sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara 3,24 – 3,73 juta hektar.

Tabel 1 : Beberapa Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Mangrove

Kegiatan Dampak PotensialTebang habis • • Berubahnya komposisi tumbuhan; pohon-pohon

mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang

nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove yang

18

Page 19: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

ditebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah

mencari makan (feeding ground) dan daerah

pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi

bermacam ikan dan udang stadium muda

yang penting secara ekonomiPengalihan

aliran air tawar,

misalnya pada

pembangunan

irigasi

• • Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove

menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang

lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin;

ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil

mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan

salinitas, karena mereka lebih sensitif

terhadap perubahan lingkungan.

• • Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove

karena pasokan zatzat

hara melalui aliran air tawar berkurang.Konversi

menjadi lahan

pertanian,

perikanan

• • Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang

di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan

(rawa) mangrove sebagai nursery ground larva

dan/atau stadium muda ikan dan udang.

• • Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang

sebelum hutanmangrove dikonversi dapat diikat oleh

substrat hutan mangrove.

• • Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan

sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi

mengendap di hutan mangrove.

19

Page 20: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

• • Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang

bertahankan

keberadaannya atau melalui saluran-saluran buatan

manusia yang bermuara di laut.

• Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi

mangrovePembuangan

sampah cair

(Sewage)

• • Penurunan kandungan oksigen terlarut dalah air

air, bahkan dapat terjadi keadaan anoksik dalam air

sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah

cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara

lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan aminia

(NH3) yang keduanya merupakan racun bagi

organisme hewani dalam air. Bau H2S seperti telur

busuk yang dapat dijadikan indikasi berl angsungnya

dekomposisi anaerobik.Pembuangan

sampah padat

• • Kemungkinan terlapisnya pneumatofora dengan

sampah padat yang akan mengakibatkan kematian

pohon-pohon mangrove.

• • Perembesan bahan-bahan pencemar dalam

sampah padat yang

kemudian larut dalam air ke perairan di sekitar

pembuangan sampah.• • Pencemaran

minyak akibat

terjadinya

tumpahan

• • Kematian pohon-pohon mangrove akibat

terlapisnya pneumatofora oleh lapisan minyak.

• • Kerusakan total di lokasi penambangan dan

ekstraksi mineral yang dapat mengakibatkan

20

Page 21: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

minyak dalam

jumlah besar.

• • Penambangan

dan ekstraksi mineral

musnahnya daerah asuhan (nursery ground) bagi

larva dan bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang

bernilai ekonomi penting di lepas pantai, dan dengan

demikian mengancam regenerasi ikan danudang

tersebut.

Sumber : Berwick, 1983 dalam Dahuri, et al., 1996.

2.8 Rehabilitasi Hutan Mangrove

Kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap hutan-hutan yang telah

gundul, merupakan salah satu upaya rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk

menembalikan nilai estetika, namun yang paling utama adalah untuk

mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove tersebut. Kegiatan

seperti ini menjadi salah satu andalan kegiatan rehabilitasi di beberapa kawasan

hutan mangrove yang telah ditebas dan di alihkan fungsinya kepada kegiatan lain.

Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove ini telah di rintis sejak tahun 1960 di

kawasan pantai utara Pulau Jawa. Sekitar 20.000 ha hutan mangrove yang rusak

dipantai utara Pulau Jawa di laporkan telah berhasil di rehabilitasi dengan

menggunakan tanaman utama Rhizopora spp dan Avicenia spp. Dengan persen

tumbuh hasil penanaman berkisar antara 60% - 70% (Soemodihardjo dan

Soerianegara, 1989). Hal serupa juga dilakukan pada sekitar 105ha hutan

mangrove yang rusak di Cilacap, di mana telah berhasil di rehabilitasi dengan

menggunakan tanaman pokok Rhizopora spp dan Bruguiera spp.

2.9 Strategi Pelestarian Hutan Mangrove

21

Page 22: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Pelestarian hutan mangrove merupakan salah satu usaha yang sangat

kompleks untuk dilaksanakan, karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan

sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik berada disekitar kawasan maupun

di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan

dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih

dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada masyarakat yang sangat

rentan terhadap sumberdaya mangrove, diberikan porsi yang lebih besar.

Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat

sebagai komponen utama penggerak pelestarian hutan mangrove. Oleh karena itu,

persepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove perlu untuk di arahkan

kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya hutan mangrove.

Dalam konteks di atas, pemahaman masyarakat pesisir akan pentingnya

ekosistem hutan mangrove sangat menarik untuk di kemukakan. Sebagai contoh

dapat dikemukakan pengalaman di Segara Anakan , Cilacap, dimana pemanfaatan

hutan mangrove oleh masyarakat tergantung dari kebutuhan dan jenis maka

pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Pemanfaatan untuk kayu

bakar, misalnya, apabila dipakai sendiri berkisar antara 0,5 m3- 1,5m3 perhari.

Tetapi apabila kayu mangrove tersebut akan di jual, maka masyarakat akan

mengambil lebih banyak lagi, yaitu sekitar 5-12 m3 perhari (LPPM, 1998).

Sementara itu, dalam konteks pelestarian hutan mangrove sebagian masyarakat

tidak melakukan penanaman hutan mangrove dengan alasan :

1. Tidak tahu cara penanaman mangrove.

2. Lokasi hutan mangrove yang jauh.

3. Tidak punya bibit mangrove.

22

Page 23: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

4. Masyarakat lebih senang menanam tanaman pangan daripada

menanam tumbuhan mangrove.

Berdasarkan kenyataan empiris tersebut, paling tidak sudah dapat

ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa masalah penegelolaan hutan mangrove

secara lestari adalah bagaimana menggabungkan antara kepentingan ekologis

(konservasi hutan mangrove) dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat

disekitar hutan mangrove.

3. Metodologi

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek Keahlian dilakukan mulai tanggal 01 Maret sampai dengan 15

April 2009, di Bagian Adminstrasi Pelatihan Perikanan Lapangan (BAPPL) STP

23

Page 24: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Serang, pengamatan Mangrove dilaksanakan di Pulau dua daerah perairan teluk

Banten

3.2. Alat dan Bahan

A. Alat

Alat dan bahan yang digunakan selama melakukan praktek keahlian dapat

di lihat pada tabel 2.

Tabel 2. Alat-alat yang digunakan pada pelaksanaan Praktek Keahlian

No

1

Nama alat

2

Kegunaan

3

Spesifikasi

4

1. Tali Tambang Pembuatan Transek line Panjang 100 m

ketelitian 1 m2. Meteran Pengukuran luas areal mangrove Panjang 100 cm

Ketelitian 0,5 cm3. Patok Kayu Pengikat Transek line -

4. Kantong plastic Tempat sampel -

5. Digital camera Dokumentasi gambar Spectra 5

megapixel6.

1

Scientific calculator

2

Menghitung analisa data vegetasi

mangrove

3

fx 3600

47. Gunting, pisau Memotong ranting mangrove Contoh daun,

batang, dan buah8. Alat tulis Pencatatan data Data-data di

lokasi9. Buku Identifikasi Identifikasi jenis mangrove Mangrove yang

ada10 Refraktometer Pengukuran salinitas Ketelitian 1o /oo

11. Termometer Pengukuran suhu air dari tiap plot Ketelitian 1o C

24

Page 25: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

12. Kertas lakmus Pengukuran derajat keasaman Ketelitian 1

B. Bahan

Bahan dari kegiatan praktek ini yaitu komunitas mangrove yang ada di

Pulau Dua

3.3. Metode

3.3.1. Metode Praktek

1. Survey

Metode yang digunakan adalah metode survey yaitu pengamatan

langsung terhadap vegetasi mangrove di Pulau Dua, Teluk Banten

2. Studi Literatur

Studi literatur digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap data-

data yang telah diperoleh melalui teori-teori yang mendasari yang terdapat

dalam buku-buku literatur tersebut dan yang terkait dengan topik dan

tujuan praktek.

3.3.2 Metode Kerja

3.3.2.1 . Metode Pengumpulan Data

Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan mangrove harus mewakili

wilayah kajian, dan juga harus dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona

hutan mangrove yang terdapat di wilayah kajian. Pada setiap lokasi ditentukan

transek pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian,

pada setiap stasiun pengamatan.

25

Page 26: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

3.3.2.2 . Menentukan Jalur Transek yang akan dibuat.

Jalur dibuat dengan menarik jalur transek dengan tali tambang/ plastik

dengan arah tegak lurus dari arah laut ke arah darat sepanjang adanya mangrove.

Jalur transek yang dibuat harus mewakili wilayah kajian, dan juga harus dapat

mengindikasikan atau mewakili setiap zona hutan mangrove yang terdapat

wilayah kajian.

3.3.2 3. Menentukan Letak Petak/ Plot Sampel di Lapangan.

Letak petak/ plot di sepanjang jalur di tentukan dengan menentukan jalur

terlebih dahulu, setelah jalur dibuat, maka tentukan petak/ plot 2 x 2 m untuk

mengidentifikasi tumbuhan mangrove tingkat semai, petak/ plot ukuran 5 x 5 m

untuk mengidentifikasi tumbuhan mangrove sapihan, petak/ plot ukuran 10 x 10

m untuk mengidentifikasi tumbuhan mangrove tingkat tiang. Dan petak/ plot

ukuran 20 x 20 m untuk mengidentifikasi tumbuhan mangrove tingkat pohon.

3.3.2.4 . Menentukan Tingkat Ukuran Tumbuh Mangrove

Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai dengan tinggi < 1,5 m, dihitung

Jumlahnya untuk setiap jenis pada petak ukuran 2 x 2 m.

Sepihan/ Pancang : Permudaan dengan tinggi ≥ 1,5 m sampai dengan diameter <

5 cm, dihitung jumlahnya untuk setiap jenis pada petak ukuran 5 x 5 m.

Tiang : Pohon- pohon muda yang mempunyai diameter 5- 10 cm. Pohon muda

pada tingkat. Ini dihitung jumlah dan diameternya pada petak ukuran 10 x 10 m.

26

Page 27: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Pohon : Pohon dengan diameter ≥ 10 cm. Pohon pada tingkat ini diukur jumlah

dan diameternya untuk setiap jenis pada petak ukur dengan ukuran 20 x 20 m.

3.3.2.5 Mengukur Diameter Tumbuhan

Diameter adalah panjang titik tunas yang melalui titik pusat lingkaran dan

menghubungkan dua titik lingkaran pada batang lingkaran. Diameter pohon

dimaksud adalah diameter setinggi 1,3 m atau 20 cm diatas perakaran.

Rumus dari diameter tersebut, yaitu :

Diameter (D) = K/ π

Keterangan : π = 3,14

K = Keliling Pohon

Pada setiap petak contoh yang ditentukan, determinasi setiap tumbuhan

mangrove yang ada, hitung jumlah individu tiap jenis, dan ukuran lingkaran

batang setiap pohon, mangrove pada setinggi dada 1,3 m (Saraswati, 2003).

3.3.3 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam praktek akhir ini adalah dengan

metode deskriptif. Menjelaskan data mengenai jenis, jumlah tegakan, dan

27

Page 28: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

diameter pohon yang telah dicatat pada table “Tally Sheet Mangrove”, diolah

lebih lanjut untuk memperoleh data kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area

penutupan, dan nilai penting masing-masing jenis. Melakukan tabulasi data dan

sortasi data sesuai dengan judul praktek akhir dan disajikan dalam bentuk gambar

dan grafik. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-

rumus untuk perhitungan yang dikemukakan (Bengen, 2001) sebagai berikut:

1. Kerapatan Jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam satu unit area:

Di = ni / A

Dimana :

Di = Kerapatan Jenis i

ni = Jumlah total tegakan dari jenis i

A = Luas total areal pengambilan sampel (luas total petak

contoh/plot).

2. Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan

jenis i (ni) dan jumlah tegakan total seluruh jenis (∑n):

RDi = ( ni / ∑n) x 100

Dimana :

RDi = Frekuensi relatif suatu jenis i

ni = jumlah total tegakan dari jenis i

∑n = Jumlah total tegakan seluruh jenis

28

Page 29: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

3. Frekuensi Jenis (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak/contoh

yang diamati:

Fi = pi /∑p

Dimana :

Fi = Frekuensi Jenis i

pi = Jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan jenis i

∑p = Jumlah total petak contoh/plot yang diamati

4. Frekuensi Relatif Jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi)

dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F):

RFi = (Fi/∑F) x 100

Dimana :

RFi = Frekuensi relatif jenis i

Fi = Frekuensi jenis i

∑F = Jumlah total frekuensi untuk seluruh jenis

5. Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area:

29

Page 30: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Ci = ∑BA/A

Dimana :

Ci = Luas penutupan Jenis i

BA = π DBH2/4 (dalam cm2), π (3,1416) adalah suatu konstanta dan

DBH adalah diameter pohon dari jenis i, DBH = CBH/π (dalam

cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.

A = Luas total areal pengambilan contoh/plot

6. Penutupan Relatif Jenis (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan

jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (∑C):

RCi = (Ci/∑C) x 100

Dimana :

RCi = Penutupan Relatif Jenis

Ci = Luas areal penutupan jenis i

∑C = Luas total areal penutupan untuk seluruh jenis

7. Nilai Penting Jenis (IVi ) :

IVi = RDi + RFi + RCi

30

Page 31: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Nilai Penting suatu jenis berkisar antara 0 - 300. Nilai penting jenis ini

memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis

tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

8. Indek Keanekaragaman

Indek Keanekaragaman adalah suatu pernyataan atau penggambaran

matematika yang melukiskan struktur komunitas mangrove dan dapat

memberikan informasi tentang jenis dan jumlah vegetasi tersebut.

Perhitungan Indek Keanekaragaman dilakukan dengan menggunakan

Indeks Shanon Weiner dalam Cahyo (2007) yang rumusnya sebagai berikut:

Dimana :

H' = Indek keanekaragaman

Pi = ni/ N

ni = Jumlah jenis

N = Jumlah total perjenis.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Pembobotan Kualitas Lingkungan Vegetasi

31

H' = - ∑ pi log pi

Page 32: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

(Sumber : Cahyo, 2007).

9. Indek keseragaman

Indek keseragaman digunakan untuk mengetahui penyebaran jumlah individu

tiap jenis yang mendominasi populasi, yaitu dengan cara membandingkan Indeks

Keanekaragaman (H') dengan nilai maksimum (H maks), dimana (H maks = log

S), dimana S adalah jumlah spesies.

Indeks Keseragaman, dengan rumus menurut Brower dan Zar (1989) dalam

Riski (2007) adalah sebagai berikut :

32

Keanekaragaman

Jenis (H’)

Sebutan Kategori Skala

>3,5

2,5-3,5

1,6-2,4

1,1-1,5

< 1,0

Sangat mantap

Mantap

Cukup mantap

Kurang mantap

Tidak mantap

Sangat baik

Baik

Sedang

Buruk

Sangat buruk

5

4

3

2

1

maksH

HE

'=

maksH

HE

'=

Page 33: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Dimana :

E = Indek keseragaman

H = Log x

X = Jumlah jenis mangrove

H maks = indek keanekaragaman maksimum

Tabel 4. Indek Keseragaman Shanon- Weiner.

no Indek Keseragaman Kondisi Mangrove

1 E < 0,4 Keseragaman rendah

2 0,4 < E < 0,6 Keseragaman sedang

3 E > 0,6 Keseragaman tinggi

33

Page 34: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

4. Keadaan Umum Lokasi Praktek

A.Keadaan Geografis

Propinsi Banten merupakan salah satu propinsi termuda yang lahir

melalui Undang – Undang No. 33 Tahun 2000. Banten merupakan wilayah yang

sangat strategis mengingat letak daerahnya berbatasan dengan Ibu kota negara

dan juga sebagai jembatan gerbang antara Jawa dan Sumatera. Luas wilayah

Banten hanya 8.561 km2, namun memiliki potensi sumberdaya yang cukup besar

untuk pembangunan di bidang industri, pariwisata, pertanian, dan perikanan.

Sejumlah 7,8 juta jiwa penduduk mendiami wilayah di Banten, yang merupakan

sumberdaya manusia yang cukup potensial yang diharapkan akan mampu

mengoptimalkan pemanfaatkan potensi sumberdaya yang ada.

Propinsi Banten mempunyai garis pantai sepanjang 816,99 km (sudah

termasuk pulau – pulau kecil yang terdapat di Banten) yang membentang dari

mulai kecamatan Teluk Naga di Kabupaten Tanggerang sampai Kecamatan

Bayah di Kabupaten Lebak. Namun demikian, Perkembangan kegiatan

penangkapan ikan di propinsi Banten belumlah dapat menyamai kegiatan serupa

di Propinsi – propinsi lainnnya yang ada di pulau jawa, hal ini dapat dilihat dari

jumlah dan kapasitas TPI yang ada terdapat sekarang. Secara geografis

Kabupaten Serang berada pada kordinat 106˚ 03' 20" - 106˚ 11' 00" Bujur Timur

34

Page 35: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

dan 05˚ 49' 45" - 06˚ 02' 00" Lintang Selatan. Wilayah perairan suatu daerah

merupakan suatu aset sumberdaya yang dapat dimanfaatkan bagi sumber

pendapatan penduduk, pendapatan daerah maupun pendapatan negara (sumber

devisa). Sumberdaya perikanan yang ada di wilayah Banten dapat dikategorikan

ke dalam sumberdaya perikanan tangkap yang meliputi budidaya perairan payau,

tawar, dan laut. Menurut catatan statistik perikanan tingkat nasional propinsi

Banten mempunyai hasil produksi dari perikanan sekitar 4,58 juta ton, dimana

sekitar 78,9 % berasal dari sektor penangkapan di laut, 6,6 % dari perairan

umum, 8,1 %dari budidaya air payau, 0,6 % dari karamba, dan 5,8 % dari

budidaya air tawar. Dari data statistik tersebut tampak bahwa potensi perikanan

yang berasal dari budidaya air laut tampak masih relatif kecil.

Gambar 10. Peta Pulau Dua

35

Page 36: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

( Sumber : www.googleearth.com )

Keterangan :

O : Daerah pengamatan

Lokasi praktek ini bertempat di Pulau Dua (Pulau Burung) di Teluk

Banten yang ditetapkan sebagai cagar alam tahun 1931 oleh pemerintah

Hindia Belanda. Pulau Dua terlentang di desa Sawah Luhur, Kecamatan

Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Memiliki luas 9,38 Ha.

Menurut masyarakat setempat, dahulu Pulau Dua tidak menyatu dengan pulau

Jawa yang disebabkan sedimentasi, pulau tersebut saat ini telah menyatu

dengan Pulau Jawa, Pulau ini berbatasan dengan,

Utara : Teluk Banten

Selatan : Kawasan Tambak Masyarakat

Timur : Teluk Banten

Barat : Teluk Banten

Letak geografis : 106º11’26”-106º 11’ 44” BT dan 06º 00’ 23”-06º01’ 07” LS

Tofografi : Relatif datar 0-4 m diatas permukaan laut.

36

Page 37: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

5. Hasil dan Pembahasan

5.1 Kondisi Ekosistem Mangrove

Berdasarkan dari hasil pengamatan mangrove di lokasi praktek telah

ditemukan 6 (enam) jenis vegetasi mangrove di Pulau Dua, Teluk Banten. Jenis

vegetasi mangrove yang ditemukan dalam pengamatan yaitu jenis Avicennia

lanata, Rhizophora apiculata, Bruguiera excaristata, Rhizopora mucronata,

Avicenia marina, Rhizopora stylosa.

Gambar 11. Kondisi Ekosistem Mangrove, Pulau Dua

5.2 Analisa Jenis Vegetasi Mangrove

5.2.1. Analisa Jenis Vegetasi Mangrove Pada Tingkat Pohon

Dari hasil pengamatan yang telah dilaksanakan di Pulau Dua Teluk Banten

terdapat 3 (tiga) jenis mangrove yaitu, Avicenia lanata,, Rhizophora apiculata, ,

Bruguiera excaristata dari jenis mangrove yang tumbuh di pulau dua yang paling

dominan adalah Avicennia lanata dan Rizophora apiculata. Selain itu terdapat

37

Page 38: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

keberadaan mangrove ikutan yang terdapat dalam plot antara lain adalah jenis

Pohon Waru Laut (Thespesia popunema).

.Tabel 5. Jumlah Tegakan Mangrove pada tingkat Pohon

No Jenis Mangrove Jumlah Tegakan (batang)

1 Avicenia lanata 24

2 Avicenia marina 1

3 Rhizopora apiculata 10

4 Rhizopora mucronata 4

5 Bruguiera excaristata 2

Dari tabel di atas menunjukan bahwa jenis vegetasi mangrove pada

tingkat pohon yaitu jenis Avicenia lanata dengan jumlah sebanyak 24 tegakan

pohon, jenis vegetasi mangrove Avicennia marina dengan jumlah sebanyak 1

tegakan pohon, jenis Rhizopora apiculata dengan jumlah sebanyak 10 tegakan

pohon, Rhizopora mucronata dengan jumlah sebanayak 4 tegakan pohon dan

Bruguirea excaristata dengan jumlah sebanayak 2 tegakan pohon. Berdasarkan

dari hasil pengamatan untuk jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon yang

paling banyak di temukan adalah jenis Avicenia lanata dan Rhizophora

apiculata.

Hasil analisa untuk kerapatan relatif jenis (RDi) dapat dilihat pada

lampiran, terlihat bahwa Persentase kerapatan relatif dari vegetasi mangrove

tersebut, yaitu Avicennia lanata 58,50 %, Avicenia marina 2,40 %, dan

38

Page 39: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Rhizophora apiculata 24,38 %, Rhizopora mucronata 9,75% dan Bruguirea

excaristata 4,87%

Diagram 1. Persentase Kerapatan Relatif Jenis (RDi) Tingkat Pohon

Untuk hasil analisa frekuensi relatif jenis (RFi) pada tingkat pohon

Persentase frekuensi relatif jenis (RFi) yang dapat dilihat pada Gambar 6, yaitu

sebagai berikut, untuk jenis Avicennia lanata adalah 60,25 %, Avicenia marina

3,04%, Rhizopora apiculata 24,45 %, Rhizophora mucronata 6,81 %. Dan

Burguera excrasta 5,45%

Diagram 2. Diagram Persentase Frekuensi Relatif Jenis (RFi) Tingkat Pohon

Hasil analisa Penutupan jenis (Ci) pada tingkat pohon dari keseluruhan

plot dapat dilihat pada Lampiran, diketahui luas tutupan vegetasi mangrove di

39

Page 40: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

lokasi pengamatan yaitu untuk Avicennia lanata dengan luas tutupan 430,97

m²/ha, Avicenia marina dengan luas tutupan 13,73 m²/ha, Rhizopora apiculata

dengan luas tutupan 118,7 m²/ha, Bruguiera excaristata dengan luas tutupan

66,77 m²/ha dan Rhizopora mucronata 96,53 m²/ha dengan luas tutupan.

Diagram 3. Persentase Penutupan Relatif Jenis (RCi) Tingkat Pohon

Berdasarkan Gambar diatas, menunjukkan bahwa jenis yang paling besar

persentasenya adalah Avicenia lanata sebesar 59,31 % atau 430,97 m²/ha. Jenis

mangrove Avicenia marina merupakan jenis yang paling kecil dengan persentase

hanya sebesar 1,89 % atau 13,73 m²/ha.

5.2.2. Analisa Jenis Vegetasi Mangrove Pada Tingkat Tiang

Hasil analisa jenis vegetasi mangrove pada tingkat tiang yang terdapat di

Pulau Dua, Teluk Banten dapat diketahui dari pengamatan dengan jumlah dari

keseluruhan plot yang berjumlah 30 plot.

Tabel 6. Jumlah tegakan jenis mangrove pada tingkat Tiang

No Jenis Mangrove Jumlah Tegakan (batang)1 Avicennia lanata 61 pohon2 Rhizophora apiculata 34 pohon3 Rhizopora muncronata 3 pohon4 Combretaceae lumnitzera racemosa 1 pohon5 Avicenia marina 33 pohon

40

Page 41: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Dari Tabel di atas menunjukan bahwa jenis mangrove pada tingkat tiang

yaitu jenis mangrove Avicenia lanata dengan jumlah 61 tegakan tiang, jenis

mangrove Rhizopora apiculata dengan jumlah sebanyak 34 tegakan tiang, jenis

mangrove Avicennia marina dengan jumlah 33 tegakan tiang, jenis mangrove

Rhizophora mucronata dengan jumlah sebanyak 3 tegakan tiang. Selain itu

terdapat pula jenis mangrove ikutan yaitu Combretaceae lumnitzera racemosa

sebanyak 1 tegakan tiang.

Hasil analisa kerapatan relatif jenis (RDi) pada tingkat tiang dapat dilihat

pada Lampiran, dan Gambar terlihat bahwa yang paling dominan adalah

Avicenia lanata sebesar 41,78 %, Rhizopora apiculata sebesar 23,29 %,

Combretacea lumnitzera racemosa sebesar 0,68 %, Avicenia marina sebesar

22,60 % Rhizopora Styllosa sebesar 9,59 %, Rhizopora mucronata 2,05 %

42%

23%

23%

2%1%

9%

Avicenia lanata

Rhizopora apiculata

Avicenia marina

Rhizopora mucronata

Combretacea lumnitzera racemosa

Diagram 4. Persentase Kerapatan Relatif Jenis (RDi) Tingkat Tiang

Untuk hasil analisa frekuensi relatif jenis (RFi) pada tingkat pohon

Persentase frekuensi relatif jenis (RFi) yang dapat dilihat pada Gambar , yaitu

sebagai berikut, untuk jenis Avicennia lanata adalah 41,77 %, Avicenia marina

41

Page 42: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

3,04%, Rhizopora apiculata 23,25 %, Rhizophora mucronata 2,06%, Rhizopora

Styllosa 9,67 % dan Combretaceae lumnitzera racemosa 0,62 %

Diagram 5. Diagram Persentase Frekuensi Relatif Jenis (RFi) Tingkat Tiang

Berdasarkan dari hasil analisa vegetasi mangrove tentang penutupan jenis

(Ci) pada tingkat anakan dapat dilihat pada Lampiran, yaitu diketahui untuk

Rhizophora mucronata dengan luas tutupan 25,10 m²/ha, Rhizopora stylosa

dengan luas tutupan 84,47 m²/ha, Rhizophora apiculata dengan luas tutupan

227,23m²/ha, Avicennia lanata dengan luas tutupan 381,37m²/ha Avicennia

marina dengan luas tutupan 207,97m²/ha dan Combretaceae lumnitzera

racemosa dengan luas tutupan 6,63 m²/ha.

41%

24%

3%

1%

22%

9%Avicenia lanata

Rhizopora apiculata

Rhizopora mucronata

Combretaceae lumnitzera r

Avicenia marina

Rhizopora Stylossa

Diagram 6. Diagram Persentase Penutupan Relatif Jenis Tingkat Tiang.

42

Page 43: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

5.2.3. Analisa Jenis mangrove Pada Tingkat Pancang

Hasil analisa mengenai jenis vegetasi mangrove pada tingkat Pancang yang

terdapat di lokasi pengamatan dari keseluruhan plot yang berjumlah sebanyak 30

plot dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :

No JenisJumlah tegakan (pancang)

1 Avicennia lanata 30 pohon2 Rhizopora apiculata 7 pohon

3 Bruguiera. Excaristata 3 pohon

4 Rhizopora muncronata 4 pohon

5 Rumbiaceae seghipora hylrophyllaceae 5 pohon

Pada Tabel 6 diatas menunjukkan jenis vegetasi mangrove pada tingkat

pancang adalah Avicenia lanata sebanyak 30 tegakan pancang, Rhizopora

apiculata sebanyak 7 tegakan pancang, Bruguiera excaristata sebanyak 3

tegakan pancang Rhizopora mucronata sebanyak 4 tegakan pancang dan

Rumbiaceae seghipora hylrophyllaceae sebanyak 5 tegakan pancang. Jenis

vegetasi mangrove pada tingkat pancang yang paling banyak ditemukan pada

keseluruhan plot pada tingkat pancang adalah Avicenia lanata.

Diagram 7. Diagram Kerapatan Relatif Jenis (RDi) Tingkat Pancang

43

Page 44: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Dari Gambar 7 di atas bahwa hasil analisa kerapatan relatif jenis (RDi)

tingkat pancang dapat diihat pada Lampiran, dapat diperoleh persentase

kerapatan relatif dari jenis vegetasi mangrove tersebut yaitu untuk Rhizophora

Mucronata 8,16 %, Avicennia lanata 61,22 %, Rhizopora apiculata 14,28 %,

Bruguiera excaristata 6,12 % dan Rumbiaceae seghipora hylrophyllaceae 10,21

% , Sehingga yang paling dominan adalah jenis Avicenia lanata dengan jumlah

61,22 % dan yang paling kecil persentasenya adalah jenis Bruguiera excaristata

dengan jumlah 6,12 % dari jumlah Keseluruhan kerapatan relatif jenis yaitu 100

%.

Untuk hasil analisa frekuensi relatif jenis mangrove (RFi) pada tingkat

pancang dapat dilihat pada Lampiran, dan diperoleh hasil persentasenya yaitu

untuk jenis vegetasi mangrove Rhizophora mucronata adalah sebesar 7,98 %,

Avicenia lanata sebesar 61,35 %, Bruguiera excaristata sebesar 6,13 %

Rhizopora apiculata sebesar 14,11 %, dan untuk jenis Rumbiaceae seghipora

hylrophyllaceae sebesar 10,23 %

Diagram 8. Diagram Persentase Frekuensi Relatif Jenis (RFi) Tingkat pancang

Berdasarkan dari hasil analisa vegetasi mangrove tentang penutupan jenis

(Ci) pada tingkat anakan dapat dilihat pada Lampiran, yaitu diketahui untuk

44

Page 45: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Avicenia lanata dengan luas tutupan 35,43 m²/ha, Rhizopora mucronata dengan

luas tutupan 2,23 m²/ha, Rhizophora apiculata dengan luas tutupan 9,23 m²/ha,

Bruguiera excaristata dengan luas tutupan 3,53 m2/ha dan Rumbiaceae

seghipora hylrophyllaceae dengan luas tutupan 4,23 m²/ha

65%17%

4%6% 8%

Avicenia lanata

Rhizopora apiculata

Rhizopora mucronata

Bruguiera excaristata

Rumbiaceae seghipora h

Diagram 9. Diagram Persentase Penutupan Relatif Jenis Tingkat Pancang

5.2.4. Analisa Jenis mangrove Pada Tingkat Semai

Hasil analisa mengenai jenis vegetasi mangrove pada tingkat semai yang

terdapat di lokasi pengamatan dari keseluruhan plot yang berjumlah sebanyak 30

plot dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini

No Jenis Jumlah Tegakan Semai

1 Avicennia lanata 231 pohon

2 Rhizopora apiculata 73 pohon

3 Bruguiera. Excaristata 2 pohon

4 Rhizopora muncronata 5 pohon

Pada Tabel 7 diatas menunjukkan jenis vegetasi mangrove pada

tingkat semai adalah Rhizophora mucronata sebanyak 5 tegakan semai,

Rhizopora apiculata sebanyak 73 tegakan semai, Avicenia lanata sebanyak 231

45

Page 46: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

tegakan semai dan Bruguiera excaristat sebanyak 2 tegakan semai. Jenis vegetasi

mangrove pada tingkat semai yang paling banyak ditemukan pada keseluruhan

plot pada tingkat semai adalah Avicenia lanata.

Diagram 10.. Diagram Kerapatan Relatif Jenis (RDi) Tingkat Semai

Dari Gambar di atas bahwa hasil analisa kerapatan relatif jenis (RDi)

tingkat semai dapat diihat pada Lampiran, dapat diperoleh persentase kerapatan

relatif dari jenis vegetasi mangrove tersebut yaitu untuk Avicenia lanata 74,28 %,

Rhizopora apiculata 23,47 %, Rhizopora mucronata 18,33 % dan jenis

Bruguiera excaristata 0,64 %, Sehingga yang paling dominan adalah jenis

Avicenia lanata dengan jumlah 74,28 % dan yang paling kecil persentasenya

adalah jenis Bruguiera excaristata 0,64 % dari jumlah Keseluruhan kerapatan

relatif jenis yaitu 100 %.

Untuk hasil analisa frekuensi relatif jenis mangrove (RFi) pada tingkat

semai dapat dilihat pada Lampiran, dan diperoleh hasil persentasenya yaitu untuk

jenis vegetasi mangrove Avicenia lanata adalah sebesar 74,25 %, Rhizopora

apiculata sebesar 23,43 %, Rhizopora mucronata sebesar 1,64 % dan untuk jenis

Bruguiera excaristata sebesar 0,68.

46

Page 47: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Diagram 11.Persentase Frekuensi Relatif Jenis (RFi) Tingkat Semai

5.2.5. Perhitungan Indeks nilai penting jenis (IVi)

5.2.5.1 Indeks Nilai Penting Jenis (IVi) Tingkat Pohon

Hasil analisa tentang kerapatan relative jenis (RDi), frekuensi relative

jenis (RFi) dan penutupan relative jenis (RCi) diperoleh nilai penting suatu jenis

mangrove yang terdapat di Pulau Dua, Teluk Banten Pada tingkat pohon untuk

jenis vegetasi mangrove yang di temukan paling penting peranannya di lokasi

pengamatan adalah Avicenia lanata dengan Indeks nilai penting (IVi) yaitu

sebesar 164,65 %, untuk Rhizopora apiculata dengan indeks nilai penting (IVi)

yaitu sebesar 38,59 %, Indeks nilai penting pada Bruguiera excaristata yaitu

sebesar 22,35 % , Indeks nilai penting pada Avicenia marina yaitu sebesar

22,34%, dan indeks nilai penting pada Rhizopora mucronata yaitu sebesar 30,63

% . Dengan demikian Jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon dengan Indeks

nilai penting (IVi) yang paling besar peranannya adalah Avicenia lanata

sedangkan nilai penting yang paling sedikit adalah Avicennia marina.

5.2.5.2 Indeks Nilai Penting Jenis (IVi) Tingkat Tiang

47

Page 48: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Hasil analisa tentang kerapatan relative jenis, frekuensi relative jenis dan

penutupan relatif jenis diperoleh nilai penting suatu jenis mangrove yang terdapat

di lokasi pengamatan menunjukan bahwa jenis Avicenia lanata dengan nilai

penting (IVi) sebesar 124,43 %, jenis Rhizopora apiculata dengan nilai penting

(IVi) sebesar 70,9 %, jenis Rhizophora mucronata dengan nilai penting (IVi)

sebesar 6,8 %, jenis Combretaceae lumnitzera racemosa dengan nilai penting

(IVi) Sebesar 2,01 % %, jenis avicenia marina dengan nilai penting (IVi) sebesar

67,52 %, jenis Rhizopora stylossa dengan nilai penting (IVi) sebesar 28,32 % dan

oleh karena itu jenis vegetasi mangrove yang paling besar persentasenya pada

Indeks nilai penting (IVi) adalah Avicenia lanata sedangkan Indeks nilai penting

(IVi) yang paling kecil jumlah persentasenya adalah jenis Combretaceae

lumnitzera racemosa.

5.2.5.3 Indeks Nilai Penting Jenis (IVi) Tingkat Pancang

Hasil analisa tentang kerapatan relative jenis, frekuensi relative jenis dan

penutupan relatif jenis diperoleh nilai penting suatu jenis mangrove yang terdapat

di lokasi pengamatan menunjukan bahwa jenis Avicenia lanata dengan nilai

penting (IVi) sebesar 187,35 %, jenis Rhizopora apiculata dengan nilai penting

(IVi) sebesar 45,27 %, jenis Rhizophora mucronata dengan nilai penting (IVi)

sebesar 20,22 %, jenis Rumbiaceae seghipora hylrophyllaceae dengan nilai

penting (IVi) Sebesar 28,45 %, dan jenis Bruguiera excaristata dengan nilai

penting (IVi) sebesar 18,07 % oleh karena itu jenis vegetasi mangrove yang

paling besar persentasenya pada Indeks nilai penting (IVi) adalah Avicenia lanata

48

Page 49: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

sedangkan Indeks nilai penting (IVi) yang paling kecil jumlah persentasenya

adalah jenis Bruguiera excaristata.

5.2.5.4 Analisa Tentang Indek Keragaman dan Keseragaman

Pengamatan mangrove di pulau dua memberikan gamabran nilai dari indek

keragaman dan keseragaman, seperti pada Tabel 6 di bawah ini :

a. Keragaman

Tabel 9 . Indek Keragaman

No Jenis Batang Pi Pi² log Pi PilogPi

1 Avicennia lanata 346 0.637 0.405769 -0.196 -0.124852

2 Rhizophora apiculata 51 0.092 0.008464 -1.036 -0.095312

3 Rhizopora muncronata 8 0.014 0.000196 -1.854 -0.025956

4 Combretaceae lumnitzera racemosa 1 0.001 0.000001 -3 -0.003

5 Rumbiaceae seghipora hylrophyllaceae 5 0.009 0.000081 -2.046 -0.018414

6 Bruguiera. Exacirstata 8 0.014 0.000196 -1.854 -0.025956

7 Avicenia marina 34 0.062 0.003844 -1.208 -0.074896

8 Rhizopora styllosa 95 0.175 0.030625 -0.757 -0.132475

Jumlah 548 -0.500861

a. Indeks Keragaman

Nilai indek keragaman adalah

0.500861, angka ini dapat mengambarkan bahwa keanekaragaman dari

komunitas mangrove di pulau Dua tidak stabil dengan sebutan tidak mantap atau

sangat buruk. Hal ini dapat diartikan bahwa jenis mangrove di Pulau Dua tidak

sebanyak jumlah komunitas yang ada di pulau tersebut. Keragaman jenis

mangrove masih sangat rendah sehingga jumlah setiap individu cukup tinggi.

49

H' = -∑Pi log Pi= 0.500861

Page 50: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

b. Keseragaman

H max = Log x

log 10 =1

maksH

HE

'=

= 0,500861

0,903

= 0,55466

Nilai indek keseragaman untuk analisa ini adalah 0.55466,

menggambarkan bahwa keseragaman komunitas tinggi. Nilai dari indek

keseragaman ini memiliki arti bahwa individu menyebar secara merata, dalam

komunitas ada dominasi spesies dan tekanan ekologis pada ekosistem.

6. Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

1. Vegetasi mangrove di Pulau Dua (Pulau Burung) terdapat 6 (enam)

jenis yaitu Avicennia marina, A. Lanata, Rhizophora apiculata, R.

Sytolosa, R. mucronata dan, Bruguiera excaristata, sedangkan jenis

50

Page 51: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

mangrove ikutan adalah Combretacea lumnitzera racemosa dan

Rumbiacea seghipora hylrhopillaceae

2. Vegetasi mangrove di amati didominasi oleh Avicennia lanata dengan

persentase Indek Nilai Penting (INP) untuk kategori pohon adalah

sebesar 164,65% untuk kategori tiang adalah sebesar 124,43 % dan

untuk kategori pancang adalah sebesar 187,35 %

3. Hasil perhitungan Indek Keragaman di peroleh sebesar 0,500861,

angka tersebut menunjukan angka indek bernilai rendah.

4. Indek Keseragaman di peroleh sebesar 0,55466, angka tersebut

menunjukan angka indek bernilai tinggi.

6.2 Saran

1. Penyuluhan kepada masyarakat sekitar Pulau Dua agar dapat

memberikan informasi tentang pentingnya ekosistem mangrove bagi

kehidupan masyarakat.

2. Pengawasan oleh Pemerintah Daerah setempat terhadap Pulau Dua

agar tidak terjadi pemanfaatan yang berlebihan pada ekosistem

mangrove.

7. Daftar Pustaka

Abdullah Achmad, 1990. Rasionalisasi Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Dipandang Dari Sudut Konservasi. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Arief Ahmad J, Soehardjono, 1990. Usaha Konservasi Hutan Bakau Di Batu Ampar, Kalimantan Barat : Suatu Tinjauan Ekologis. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

51

Page 52: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Bratamihardja Muljadi, 1990. Pengelolaan Hutan Payau Di Pantai Utara Pulau Jawa. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Bengen Dietriech G, DEA, 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL). Bogor.

Effendi Hefni, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Jakarta.

Effendi Riskan, 1990. Suatu Pemikiran Pemeliharaan Permudaan Alam Hutan Mangrove Untuk Meningkatkan Mutu Areal Bekas Tebangan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

I Yuliarsana Nyoman, 2002. Mengenal Karakteristik Beberapa Jenis Mangrove Kelompok Utama. Departemen Kehutanan Jakarta. Jakarta.

Indiarto Yun, Suhardjono, Mulyadi, 1990. Pola Variasi Produksi Serasah Hutan Mangrove Pulau Dua, Jawa Barat. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Irawan Bambang, 1990. Prospek Pengembangan Hutan Mangrove Dengan Azas Pelestarian Di Provinsi Lampung. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Irwanto, 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta

Kabinawa I Nyoman K, 1990. Struktur Dan Kelimpahan Perifiton Perairan Mangrove Ciparage. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Khairijon, 1990. Produksi Dan Laju Dekomposisi Serahan Di Hutan Bakau Hasil Reboisasi Yang Berbeda Kelas Umurnya. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

K. M. Grufran H Kordi, 2005. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta.

52

Page 53: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Murdiyanto Bambang, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta.

Naamin Nurzali, 1990. Penggunaan lahan Mangrove Untuk Budidaya Tambak. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Noor Alfian, 1990. Pemulihan Ekosistem Mangrove Sesudah Pencemaran Minyak Bumi : Eksperimen In Situ. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Noor Yus Rusila, M. Khazali, I N. N. Suryadiputra, 1999. Panduan Pengenalan Mangrove Di Indonesia. Wetlands Internasional. Bogor.

Nugroho Sutopo Ghani,1990. “ Coupled Ecosystem Silvo-Fishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak Yang Saling Mendukung dan Melindungi. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Onrizal, 2007. Pengenalan Vegetasi Mangrove. Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara.

Prosiding, 2006. Lokakarya Pengembangan Kelembagaan Mangrove. Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

Rachmad Basuki, 2009. Jenis dan Komposisi Mangrove Serta Pengamatan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhannya. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Setiadi Agus, 1990. Pengaruh Hutan Bakau Terhadap Sedimentasi Di Pantai Teluk Jakarta. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Simbolon Marham, 1990. Sumber Daya Hutan Mangrove Menjelang Tahun 2000. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Siswanto W,1997. Buku Petunjuk Kawasan Konservasi Di DKI Kehutanan Kantor Wilayah Jakarta. Jakarta.

53

Page 54: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

Soedharma Dedi, Safwan Hadi, Bambang Widyanto, 1990. Pola Dinamika Massa Air dan Kaitannya Dengan Pengelolaan Mangrove Di teluk Lampung. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Soerojo, Sukristijono Sukardjo, 1990. Struktur Dan Komposisi Hutan Mangrove Di Grajagan, Banyuwangi. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Soeroyo, S. Soemodihardjo, 1990. Tumbuhan Gulma dan Semai Alami Di Hutan Mangrove Segera Anakan, Cilacap. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

Suko Oliva, Atsuo Ida, Hideki Hachinohe, 1999. Manual Persemaian Mangrove di Bali. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia and Japan International Cooperation Agency. Kuta, bali.

Taniguchi Keisuke, Shinji Takashima, Oliva Suka, 1999. Manual Silvikultur Mangrove. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta.

Warta Konservasi Lahan Basah, 2005. Hutan Mangrove Selamatkan Masyarakat Pesisir Utara Nias Dari Tsunami. Wetlands Internasional. Bogor.

Wartaputra Sutisna, 1990. Kebijakan Pengelolaan Mangrove Ditinjau Dari Sudut Konservasi. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Bogor.

, 2000. Inventarisasi dan Pengkajian Potensi Mangrove Menggunakan Teknologi Pengindraan Jauh. Proyek Pengembangan dan Penerapan Iptek Kelautan P30 LIPI. Jakarta.

, ….... Modul Pendidikan Lingkungan Mangrove. JICA LPP Mangrove Indonesia. Jakarta.

54

Page 55: 15643359 Studi Vegetasi Mangrove Pulau Dua

55