estimasi cadangan karbon vegetasi mangrove … · 2017. 10. 14. · determinasi (r2) sebesar 0,0947...
TRANSCRIPT
ESTIMASI CADANGAN KARBON VEGETASI MANGROVE HUBUNGANNYA DENGAN TUTUPAN KANOPI DI
AMPALLAS, KELURAHAN BEBANGA, KECAMATAN KALUKKU KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT
S K R I P S I
Muhammad Syukri
L111 12 013
Pembimbing Utama : Dr. Supriadi Mashoreng, ST, M.Si
Pembimbing Anggota : Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNUVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
ABSTRAK
MUHAMMAD SYUKRI. L111 12 013. “Estimasi Cadangan Karbon Vegetasi
Mangrove Hubungannya Dengan Tutupan Kanopi di Ampallas, Kelurahan
Bebanga, Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat” di bawah
bimbingan Supriadi Mashoreng sebagai Pembimbing Utama dan Sulaiman
Gosalam sebagai Pembimbing Anggota.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2016, dan bertujuan untuk
mengestimasi cadangan karbon tersimpan serta untuk melihat hubungan antara
karbon tersimpan dan persen tutupan kanopi pada kawasan ekosistem
mangrove Ampallas Kabupaten Mamuju. Pengambilan data digunakan dengan
menggunakan metode plot acak dengan luas plot 10 x 10 meter pada empat
stasiun. Untuk mengetahui nilai kandungan cadangan karbon, dilakukan
perhitungan biomassa jenis menggunakan persamaan allometrik dimana
persamaan yang digunakan berbeda tergantung jenis mangrovenya. Hasil
perhitungan biomassa selanjutnya dikalikan dengan 50% untuk mendapatkan
nilai cadangan karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan
ekosistem mangrove Ampallas Kabupaten Mamuju ditemukan enam jenis
mangrove, diantaranya Rhizophora mucronata, R. apiculata, Sonneratia alba,
Avicennia alba, A. marina, dan Bruguiera Gymnhorriza. Jenis mangrove yang
mendominasi di Stasiun 1 adalah R. apiculata dan S. alba, Stasiun 2 dan
Stasiun 3 oleh jenis R. mucronata, sedangkan Stasiun 4 adalah jenis S. alba.
Kandungan biomassa tertinggi pada Stasiun 1 dan Stasiun 4 adalah jenis S.
alba, sedangkan kandungan biomassa tertinggi pada Stasiun 2 dan Stasiun 3
adalah jenis R. mucronata. Adapun stasiun dengan jumlah cadangan karbon
terbanyak berada pada Stasiun 3 dengan jumlah sebanyak 1032.146 ton C/ha.
Hasil pengukuran tutupan kanopi menggunakan metode hemisperichal
photography menunjukkan bahwa rata-rata Stasiun pengamatan memiliki kondisi
persen tutupan kanopi dengan kategori sedang dan kategori baik, berkisar antara
61.12± 4.34 sampai 85.35 ± 3.75. Adapun hubungan antara kandungan
cadangan karbon dengan persen penutupan kanopi pohon mangrove
menggunakan analisis regresi linier sederhana diperoleh nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,0947 yang berarti berkorelasi positif tetapi tidak kuat.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya faktor-faktor lain yang
memiliki peranan besar dalam penyerapan dan penyimpanan karbon seperti
kerapatan dan diameter batang pohon.
Kata Kunci : Mangrove, Biomassa atas permukaan, Cadangan Karbon, Tutupan
kanopi pohon, Kawasan Mangrove Ampallas.
iii
ESTIMASI CADANGAN KARBON VEGETASI MANGROVE HUBUNGANNYA DENGAN TUTUPAN KANOPI DI
AMPALLAS, KELURAHAN BEBANGA, KECAMATAN KALUKKU KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT
Oleh:
MUHAMMAD SYUKRI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iv
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mamuju pada tanggal 15 Mei tahun
1994. Anak keempat dari enam bersaudara, putra dari
pasangan Abd. Haris dan Napisah. Penulis mulai mengawali
pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kasambang
pada tahun 2000 sampai tahun 2006. Kemudian melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1
Tapalang pada tahun 2006-2009, dan melanjutkan pendidikan menengah atas di
SMAN 1 Tapalang pada tahun 2009-2012.
Pada tahun 2012 penulis diterima di Universitas Hasanuddin melalui jalur
JPPB (Jalur Penelusuran Potensi Belajar) pada Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan. Selama empat tahun kuliah penulis menerima
Beasiswa BIDIKMISI. Penulis pernah aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah
Avertebrata Laut, Botani Laut, Biologi Laut, Penginderaan Jauh Kelautan, Biologi
Perikanan, dan Metode & Teknik Survei Sumberdaya Hayati Laut.
Selama menjadi mahasiswa, penulis banyak mengikuti kegiatan dan
pelatihan. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa organisasi mahasiswa.
Penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris umum Himpunan Mahasiswa Ilmu
Kelautan (HMIK) periode 2014-2015, Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Komisariat Ilmu dan Teknologi Kelautan pada tahun 2015-2016.
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing Praktek Kerja
Lapangan (PKL), Kuliah Kerja Nyata (KKN). Penulis menyelesaikan PKL selama
600 jam di beberapa instansi, di antaranya sebagai Volunteer di Pusat
Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Puntondo Kab. Takalar pada tahun 2015,
dan Menjadi salah satu Enumerator dalam proyek Penelitian CCRES Bio-LEWIE
mengenai pengembangan model untuk wawasan ekonomi lokal di Kepulauan
Selayar pada tahun 2016. Penulis menyelesaikan Program KKN Tematik di
Pulau Miangas perbatasan utara Indonesia pada tahun 2015. Penulis melakukan
penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir di Departemen Ilmu Kelautan
berjudul “Estimasi Cadangan Karbon Vegetasi Mangrove Hubungannya Dengan
Tutupan Kanopi di Ampallas, Kelurahan Bebanga, Kecamatan Kalukku
Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat” dibimbing oleh Bapak Dr. Supriadi
Mashoreng ST. M.Si dan Bapak Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang
senantiasa tercurah kepada penulis sehingga penulis dapat merampungkan
penulisan Skripsi dengan judul “Estimasi Cadangan Karbon Vegetasi
Mangrove Hubungannya Dengan Tutupan Kanopi di Ampallas, Kelurahan
Bebanga, Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat”.
Shalawat dan Salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sang
Revolusioner sejati, yang telah menjadi panutan serta telah membawa ummat
manusia dari lembah kehancuran menuju dunia yang terang benderang.
Skripsi ini dibuat dengan penuh perjuangan dalam jangka waktu yang
panjang sehingga menghasilkan karya akhir sebagai mahasiswa yang bisa
dipertanggungjawabkan sebaik-baiknya. Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mambantu penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, dengan kerendahan
hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan
bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, Juli 2017
Penulis
Muhammad Syukri
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama penelitian hingga pada akhir penulisan skripsi ini, penulis sadar
sepenuhnya bahwa skripsi ini terselesaikan karena adanya bantuan, dukungan,
dorongan, kasih sayang dan semangat yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah memberikan sumbangsih besar kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Dr. Supriadi. ST. M.Si. selaku pembimbing utama dan bapak Drs.
Sulaiman Gosalam, M.Si. selaku pembimbing anggota yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan perhatian dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Bapak Bapak Prof. Dr. Amran Saru, ST. M.Si., Ibu Dr. Rantih Isyrini
ST. M.Sc., dan Bapak Dr. Wasir Samad, S.Si, M.Si. selaku dosen
penguji atas segala masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Selaku Dekan Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
4. Bapak Dr. Mahatma Lanuru. ST., M.Sc. Selaku ketua Departemen Ilmu
Kelautan Universitas Hasanuddin.
5. Bapak Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si. selaku Dosen Penasehat
Akademik atas bimbingan dan nasehatnya selama kuliah di Ilmu Kelautan
Universitas Hasanuddin.
6. Kedua orang Tua penulis, Abd. Haris dan Napisah yang telah
membesarkan menyayangi setulus hati, dan mendidik penulis. Demikian
pula kepada saudara (i) sekeluarga, St. Raudah Haris, Nurwahidah,
viii
Muhammad Shiddiq, Firtawiah, dan Gusrifar yang senantiasa
mememberikan semangat, materi dan kasih sayang,
7. Seluruh dosen Departemen Ilmu Kelautan, staf dan pegawai Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Univeritas Hasanuddin tanpa terkecuali,
terima kasih atas bantuan, bimbingan dan arahannya selama kuliah.
8. Kepada Bapak Buntasyah dan Bapak Musmulyadi yang menjadi
pembimbing, serta pegawai dan staff yang menjadi sahabat dan partner
kerja selama PKL di PPLH Puntondo, Kab. Takalar.
9. Kepada Amanda Lindsay, beserta seluruh enumerator yang
menjadi rekan kerja dalam kegiatan proyek CCRES Bio-LEWIE di
Kab. Takalar
10. Teman-teman se-angkatan Ilmu Kelautan 2012 “IK Andalas” yang
menjadi saudara seperjuangan selama kuliah dan selalu memberi
dukungan, semangat, canda-tawa, dan menemani di saat masa-masa
sulit maupun bahagia selama di bangku perkuliahan.
11. Kepada Keluarga Besar KEMAJIK FIKP UH atas suguhan
kekeluargaannya selama kuliah di Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin.
12. Kepada kawan-kawan KKN Tematik Miangas 90. atas kebersamaan dan
pengalamannya selama melaksanakan kegiatan KKN.
13. Adindaku Gustina, yang senantiasa menemani dan menyayangi saya,
dan sebagai penyemangat hidup saya dari tahun 2015 hingga saat ini.
14. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu tapi tidak sempat
disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas semua bentuk
kebaikan dan ketulusan hati yang telah diberikan.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.....................................Error! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................................... vii
DAFTAR ISI............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................. 3
C. Ruang Lingkup penelitian ......................................................................... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 5
A. Ekosistem Mangrove ................................................................................ 5
C. Biomassa Tumbuhan ................................................................................ 8
D. Karbon Hutan .......................................................................................... 10
E. Tutupan Kanopi Pohon ........................................................................... 14
BAB III
METODE PENELITIAN ......................................................................................... 16
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 16
B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 16
1. Persiapan ........................................................................................... 17
2. Penentuan Lokasi Sampling .............................................................. 17
3. Pengambilan Data Lapangan ............................................................ 18
4. Analisis Data ...................................................................................... 24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 25
A. Gambaran Umum Lokasi ........................................................................ 25
x
B. Struktur Komunitas Ekosistem Mangrove .............................................. 27
1. Kerapatan Jenis (Di) .......................................................................... 29
2. Penutupan Basal Jenis (Ci) ............................................................... 32
3. Indeks Nilai Penting (INP) .................................................................. 33
C. Kandungan Biomasa Dan Estimasi Karbon Jenis Mangrove ................ 34
D. Estimasi Karbon Mangrove di Tiap Stasiun ........................................... 37
E. Tutupan Kanopi Pohon ........................................................................... 39
F. Hubungan kandungan karbon dengan tutupan kanopi pohon ............... 42
BAB V
PENUTUP ............................................................................................................ 45
A. Kesimpulan ............................................................................................. 45
B. Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 46
LAMPIRAN ............................................................................................................ 49
xi
DAFTAR TABEL
1. Daya Serap Gas CO2 untuk Berbagai Tipe Penutup Vegetasi Menurut
Prasetyo dkk. (2002) dalam Adiastari (2010)...............................................13
2. Kriteria Kerapatan Mangrove (KEPMEN_LH No. 201 Tahun 2004) .......... 17
3. Persamaan Allometrik Untuk Beberapa Spesies Mangrove ...................... 22
4. Komposisi Jenis Mangrove Yang Ditemukan Di Tiap Stasiun ................... 27
5. Kandungan Biomassa & Estimasi Cadangan Karbon Kategori Pohon ......35
6. Total Cadangan Karbon tiap Jenis mangrove di Ampallas......................... 37
7. Kandungan Biomassa dan Estimasi Karbon Kategori Semaian ................ 39
8. Kondisi dan Persentase Tutupan Kanopi Masing-masing Stasiun ............ 40
xii
DAFTAR GAMBAR
1. Canopy Cover (a) dan Canopy Closure (b), (Jennings et al., 1999 dalam
Korhonen et al., 2006) ................................................................................. 15
2. Lokasi Penelitian.......................................................................................... 16
3. Peta Ukuran Plot Sampling Mangrove (Mashoreng, 2016) ........................ 19
4. Letak Titik Pengambilan Gambar Kanopi (COREMAP CTI, 2014) ............ 23
5. Kerapatan Jenis Kategori Pohon di Tiap Stasiun ....................................... 30
6. Kerapatan Jenis Kategori Anakan di Tiap Stasiun ..................................... 30
7. Kerapatan Jenis Kategori Semaian di Tiap Stasiun ................................... 31
8. Kondisi Penutupan Jenis Mangrove di Tiap Stasiun .................................. 32
9. Indeks Nilai Penting jenis mangrove di tiap Stasiun ................................... 33
10. Komposisi Jenis Berdasarkan Cadangan Karbon di Tiap Stasiun ............. 36
11. Estimasi Total Cadangan Karbon di Tiap Stasiun Pengamatan ................ 38
12. persentase tutupan kanopi pada tiap plot pengamatan .............................. 42
13. Hubungan Persen Penutupan Dengan Cadangan Karbon ........................ 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 1 .................................................. 50
2. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 2 .................................................. 51
3. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 3 .................................................. 53
4. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 4 .................................................. 56
5. Struktur Komunitas Mangrove Kategori Pohon .......................................... 57
6. Struktur Komunitas Mangrove Kategori Anakan dan Semaian .................. 58
7. Kandungan Biomassa dan Estimasi Karbon kategori Pohon ..................... 59
8. Kandungan Biomassa dan Estimasi Karbon kategori Semaian ................. 60
9. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 1 .............................. 61
10. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 2 .............................. 62
11. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 3 .............................. 63
12. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 4 .............................. 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penyumbang CO2 terbesar ketiga di dunia
dengan emisi CO2 rata-rata per tahunnya sekitar 3000 Mega ton atau dalam hal
ini Indonesia telah menyumbangkan CO2 sebanyak 10% dari total Emisi CO2 di
dunia. Meningkatnya konsentrasi CO2 disebabkan oleh pengelolaan lahan yang
kurang tepat, antara lain pembakaran hutan dalam skala luas secara bersamaan,
konversi lahan serta pengeringan lahan gambut untuk keperluan pertanian dan
pembangunan (Sutaryo, 2009).
Business As Usual (BAU) menyatakan bahwa Indonesia dapat
menurunkan emisi karbon sebesar 26%. Namun demikian, hal tersebut tidak
akan didapatkan apabila Pemerintah Indonesia tidak segera menyusun strategi
dan menghitung emisi karbon di tingkat nasional maupun di tingkat lokal secara
akurat dan benar. Di Indonesia, ketersediaan data cadangan karbon di hutan dan
lahan-lahan pertanian berbasis pepohonan masih sangat terbatas. Hal tersebut
disebabkan karena ketersediaan petunjuk pelaksanaan pengukuran cadangan
karbon yang memenuhi standard internasional tetapi bisa dilaksanakan di tingkat
lokal masih sangat terbatas (Hairiah et al., 2011).
Darmawan dan Chairil, (2008) mengungkapkan bahwa kegiatan konversi
hutan akan menyebabkan pengurangan persen penutupan lahan hutan,
akibatnya akan terjadi pelepasan cadangan karbon ke atmosfer dalam jumlah
yang cukup besar. Namun jumlah tersebut tidak memberikan dampak yang
berarti terhadap jumlah CO2 yang mampu diserap oleh hutan dan daratan secara
keseluruhan. Dampak konversi hutan ini baru akan terasa apabila diikuti dengan
degradasi tanah dan hilangnya vegetasi di daratan, serta kurangnya fotosintesis
2
akibat banyaknya muncul bangunan-bangunan, jalanan aspal dan konversi lahan
lainnya yang menggantikan tanah dan rumput serta pohon di daratan.
Tumbuhan menyerap gas asam arang (CO2) dari udara melalui proses
fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan
ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Dengan
demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup
(biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer
yang diserap oleh tanaman. Jumlah karbon antar lahan berbeda-beda,
tergantung pada keanekaragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis
tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon pada suatu lahan
menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, karena biomassa
pohon meningkat, atau dengan kata lain di atas tanah (biomassa tanaman)
ditentukan oleh besarnya di dalam tanah (bahan organik tanah) (Hairiah et al.,
2011).
Mangrove merupakan salah satu potensi yang menjadi parameter untuk
dikaji dari ekosistem Blue Carbon. Peran mangrove dalam kaitannya dengan
Blue Carbon lebih ditekankan sebagai upaya mangrove memanfaatkan CO2
untuk proses fotosintesis dan menyimpannya dalam cadangan Biomassa dan
sedimen sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Keberadaan ekosistem
mangrove memberikan manfaat bagi ekosistem perairan pesisir antara lain
sebagai daerah mencari makan (Feeding Ground), pemijahan (Spawning
Ground), dan pembesaran berbagai biota (Nursery Ground) (Gypens et al. 2009).
Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting
terutama bagi wilayah pesisir. Salah satu fungsi ekologis mangrove yang
berperan dalam upaya mengurangi resiko bencana Perubahan iklim (Global
Warming) yaitu sebagai penyimpan karbon. Mangrove menyimpan karbon lebih
3
dari hampir semua hutan lainnya di bumi (Kauffman et al., 2012). Ekosistem
mangrove Indonesia mampu menyerap karbon di udara sebanyak 67,7 Mt per
tahun (Sadelie et al., 2012). Besarnya kandungan karbon dipengaruhi oleh
kemampuan pohon tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan melalui
proses fotosintesis, yang dikenal dengan proses sequestration (Hilmi, 2003).
Kabupaten Mamuju yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat memiliki garis
pantai terpanjang di sepanjang pantai barat Sulawesi. Kabupaten ini terkenal
dengan keanekaragaman hayatinya yang relatif tinggi dan ekosistem pesisir yang
cukup lengkap seperti padang lamun, terumbu karang, dan mangrove (DKP
Sulbar, 2015). Terkhusus di kecamatan Kalukku, utamanya di Desa Ampallas
terdapat kawasan wisata ekosistem mangrove semi konservatif yang cukup luas
dan padat. Namun sekarang telah banyak mengalami perubahan karena banyak
lahan mangrove yang dikonversi menjadi lahan tambak, pertanian maupun
pemukiman oleh masyarakat setempat.
Penelitian tentang estimasi cadangan karbon pada vegetasi mangrove di
Kawasan Mangrove Desa Ampallas dianggap penting karena dengan
mengetahui jumlah karbon yang mampu diserap oleh mangrove, mengingat
masih kurangnya data dan referensi mengenai cadangan karbon yang ada pada
suatu ekosistem mangrove utamanya di kabupaten Mamuju. Selain itu kita akan
lebih memahami manfaat ekologi mangrove sebagai penyerap karbon sehingga
usaha konservasi mangrove dalam rangka mengurangi potensi dampak
pemanasan global dapat lebih diperhatikan.
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Mengestimasi karbon tersimpan pada vegetasi mangrove di Desa
Ampallas Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju
2. Mengestimasi penutupan kanopi mangrove
4
3. Menganalisis hubungan antara karbon tersimpan dan persen tutupan
kanopi.
Adapun kegunaan penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu
informasi maupun data dasar dan data pendukung mengenai jumlah kandungan
biomassa dan karbon tersimpan mangrove dalam rangka pengelolaan dan
pelestarian hutan mangrove dan sebagai salah satu sumberdaya ekologi
mangrove dalam hal penyerap emisi karbon.
C. Ruang Lingkup penelitian
Adapun ruang lingkup untuk penelitian ini mencakup identifikasi jenis
mangrove, Pengukuran struktur komunitas mangrove, perhitungan biomassa dan
cadangan karbon pada vegetasi mangrove, dan pengukuran persen tutupan
kanopi pohon mangrove, serta melihat hubungan antara kandungan cadangan
karbon dengan persen tutupan kanopi pohon.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Mangrove
Mangrove di sebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan
bakau. Pengertian mangrove sebagai hutan pantai adalah deretan pohon yang
tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik pada daerah yang dipengaruhi pasang
surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem
pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan payau atau hutan bakau
adalah pohon yang tumbuh di daerah payau pada tanah aluvial di daerah
pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai (Harahab, 2010).
Bengen (2000) dalam Harahab (2010), menyebutkan bahwa hutan
mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh
pada daerah intertidal yang cukup mendapatkan genangan air laut secara
berkala dan aliran air tawar, dan terlindung dari gelombang besar dan arus
pasang surut yang kuat. Oleh karenanya mangrove banyak ditemukan di pantai-
pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.
Menurut Bengen (2001), terdapat 38 jenis mangrove yang tumbuh di
Indonesia, diantaranya yaitu marga Rhizophora, Bruguiera, Avicennia,
Sonneratia, Xylocarpus, Luminitzera dan Ceriops. Sedangkan untuk wilayah
Sulawesi Selatan umumnya dijumpai 19 jenis mangrove, yaitu Avicennia alba, A.
marina, A. officinalis, Lumnitzera littorea, L. racemosa, Exocoecaria agallocha,
Xyllocarpus granatum, X. mullocensis, Rhizophora mucronata, R. apiculata, R.
stylosa, Bruguiera cylindrical, B. gymnorrhyza, B. farviflora, B. sexangula,
Ceriops tagal, C. decandra (Whitten, 1988 dalam Saru, 2013).
6
Untuk mendapatkan informasi yang perlu diketahui tentang kondisi
ekosistem mangrove digunakan metode analisa Indeks Nilai Penting (INP). INP
memberikan suatu gambaran tentang pengaruh atau peranan suatu jenis
tumbuhan mangrove di suatu area tertentu. Adapun analisa datanya berupa
Kerapatan Jenis (Di), Kerapatan Relatif jenis (Rdi), Frekuensi Jenis (Fi),
Frekuensi Relatif Jenis (Rfi), Penutupan Jenis (Ci), Penutupan Relatif Jenis (RCi)
(Bengen, 2002).
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan Kualitas suatu
kawasan mangrove, juga dapat digunakan untuk meranking spesies berdasarkan
kepentingan ekologinya. kisaran INP adalah 1 - 300. Semakin tinggi nilai INP
suatu vegetasi maka semakin besar pula tingkat kepentingan suatu jenis
terhadap komunitasnya. Pertumbuhan digunakan metode indeks nilai penting
(INP), dimana INP terdiri atas kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi
relatif dengan nilai maksimum 300 % pada tingkat pohon dan tingkat tiang,
sedangkan untuk tingkat semai dan tingkat pancang nilai maksimum INP ialah
200% terdiri dari jumlah kerapatan relatif dan frekuensi relatif (Kusmana, 2002).
B. Fungsi dan Peranan Ekosistem Mangrove
Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain sebagai pelindung garis
pantai, penyerap karbon, mencegah intrusi air laut, tempat hidup (habitat),
tempat mencari makan (feeding ground), tempat pengasuhan dan pembesaran
(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota
perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Fungsi ekonomi hutan mangrove
antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan
industri, dan penghasil bibit. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia
biasanya mengalihfungsikan hutan mangrove menjadi tambak, pemukiman,
industri, dan sebagainya (Rochana, 2010).
7
Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem
mangrove pada lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar
biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan
luasan hutan, Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap
distribusi spesies misalnya buah yang terbawa gelombang dan arus sampai
menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh dan
Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai
dan pembentukan padatan padatan pasir di muara sungai. Terjadinya
sedimentasi dan padatan padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk
menunjang pertumbuhan mangrove (Kusmana, 2002).
Selain dari fungsi di atas, mangrove juga memiliki peranan penting dalam
hal penyimpanan karbon. Dalam Darmawan dan Chairil (2008) menyebutkan
bahwa hutan mangrove memiliki potensi kandungan biomassa total sebanyak
364,9 ton per hektarnya. Namun sekarang ini banyak hutan mangrove yang
dialihfungsikan lahannya menjadi tambah, pemukiman dan lain sebagainya
sehingga karbon dioksida di udara masih banyak yang tidak terserap.
Ekosistem mangrove berperan dalam mitigasi perubahan iklim akibat
pemanasan global karena mampu mereduksi CO2 melalui mekanisme
“sekuestrasi”, yaitu penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya
dalam beberapa kompartemen seperti tumbuhan, serasah dan materi organik
tanah (Hairiah dan Rahayu., 2007). Karbon yang diserap tumbuhan selama
fotosintesis, bersamasama dengan nutrien yang diambil dari tanah,
menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan (Setyawan et al., 2002).
Dalam proses fotosintesis, CO2 dari atmosfer diikat oleh vegetasi dan
disimpan dalam bentuk biomassa. Carbon sink berhubungan erat dengan
biomassa tegakan. Jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan
kerapatan biomassa yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, dan berat
8
jenis pohon. Biomassa dan carbon sink pada hutan tropis merupakan jasa hutan
diluar potensi biofisik lainnya, dimana potensi biomassa hutan yang besar
adalah menyerap dan menyimpan karbon guna pengurangan CO di udara.
Manfaat langsung dari pengolahan hutan berupa hasil kayu hanya 4,1%,
sedangkan fungsi optimal hutan dalam penyerapan karbon mencapai 77,9%
(Darusman, 2006).
C. Biomassa Tumbuhan
Biomassa didefinisikan sebagai total berat atau volume organisme dalam
suatu area volume tertentu. Biomassa juga diartikan sebagai total jumlah materi
hidup di atas permukaan pada suatu pohon yang dinyatakan dengan satuan ton
berat kering per satuan luas (Sutaryo, 2009). Hairiah dan Rahayu (2007)
mendefinisikan biomassa sebagai masa dari bagian vegetasi yang masih hidup
yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.
Sedangkan Brown (2004) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan
hidup di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan dalam berat kering
tanur ton per unit area. Setiap tumbuhan memiliki komponen biomassa yang
terdapat di atas dan di dalam permukaan tanah. Namun, dari jumlah biomassa
yang terkandung tersebut sebagian besar terdapat di atas permukaan tanah.
Dalam suatu penelitian biomassa terdapat banyak istilah yang terkait
dengan penelitian tersebut . Beberapa istilah tersebut menurut Clark (1979)
dalam Sutaryo (2009), sebagai berikut :
1) Biomassa hutan (Forest biomass ) adalah keseluruhan volume makhluk
hidup dari semua species pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke
dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain.
2) Pohon secara lengkap (Complete tree) berisikan keseluruhan komponen
dari suatu pohon termasuk akar, tunggul /tunggak, batang, cabang dan
daun-daun.
9
3) Tunggul dan akar (Stump and roots) mengacu kepada tunggul, dengan
ketinggian tertentu yang ditetapkan oleh praktek-praktek setempat dan
keseluruhan akar. Untuk pertimbangan kepraktisan, akar dengan
diameter yang lebih kecil dari daiameter minimum yang ditetapkan
sering dikesampingkan.
4) Batang di atas tunggul (Tree above stump) merupakan seluruh
komponen pohon kecuali akar dan tunggul. (Dalam kegiatan forest
biomass inventories, pengukuran sering dikatakan bahwa biomassa di
atas tunggul/tunggak ditetapkan sebagai biomassa pohon secara
lengkap.
5) Batang (stem) adalah komponan pohon mulai di atas tunggul hingga ke
pucuk dengan mengecualikan cabang dan daun.
6) Batang komersial adalah komponen pohon di atas tunggul dengen
diameter minimal tertentu.
7) Tajuk pohon (Stem topwood) adalah bagian dari batang dari diameter
ujung minimal tertentu hingga ke pucuk, bagian ini sering merupakan
komponen utama dari sisa pembalakan.
8) Cabang (branches) semua dahan dan ranting kecuali daun.
9) Dedaunan (foliage) semua duri-diri, daun, bunga dan buah.
Dalam proses fotosintesis, CO2 dari atmosfer di ikat oleh vegetasi dan
disimpan dalam bentuk biomassa. Carbon sink berhubungan erat dengan
biomassa tegakan. Jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan
kerapatan biomassa yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, dan berat
jenis pohon. Biomassa dan carbon sink pada hutan tropis merupakan jasa hutan
diluar potensi biofisik lainnya, dimana potensi biomassa hutan yang besar adalah
menyerap dan menyimpan karbon guna pengurangan CO2 di udara (Darusman,
2006).
10
Semua komponen penyusun vegetasi baik itu pohon, semak, dan epifit
merupakan bagian dari biomassa permukaan tanah. Sedangkan penyusun
vegetasi berupa akar merupakan bagian dari biomassa penyimpan karbon yang
berada di bawah tanah. Pada tanah gambut jumlah simpanan karbon mungkin
lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan simpanan karbon pada biomassa
yang berada di atas permukaan tanah. Karbon juga masih tersimpan pada bahan
organik mati.
Nilai biomassa selain dipengaruhi oleh kerapatan pohon juga di pengaruhi
oleh besarnya diameter pohon itu sendiri, hal ini dikarenakan semakin besar
diameter suatu pohon maka nilai biomassanya juga akan semakin besar.
Pengaruh dari tingginya nilai diameter batang terhadap nilai biomassa suatu
tegakan pohon sangat besar dibanding dengan kerapatan. Adinugroho (2001)
menyebutkan bahwa terdapat hubungan erat antara dimensi pohon (diameter
dan tinggi) dengan biomassanya terutama dengan diameter pohon. Seiring
pertumbuhan suatu tegakan pohon maka akan menghasilkan nilai biomassa dan
karbon tersimpan yang besar pula karena terjadi penyerapan CO2 dari atmosfer
melalui proses fotosintesis menghasilkan biomassa yang kemudian dialokasikan
ke daun, ranting, batang dan akar yang mengakibatkan penambahan diameter
serta tinggi pohon.
D. Karbon Hutan
Karbon atau zat arang adalah salah satu unsur yang terdapat dalam bentuk
padat maupun cairan di dalam perut bumi, di dalam batang pohon, atau dalam
bentuk gas di udara (atmosfer). Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa
karbon yang terdapat di atas permukaan tanah terdiri atas biomassa pohon,
biomassa tumbuhan bawah (semak belukar, tumbuhan menjalar, rumput-
rumputan atau gulma), nekromassa (batang pohon mati) dan serasah (bagian
11
tanaman yang telah gugur dan ranting yang terletak di permukaan tanah).
Sedangkan karbon di dalam tanah meliputi biomassa akar serta bahan organik
tanah (sisa tanaman, hewan dan manusia yang telah menyatu dengan tanah
akibat pelapukan). Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) menjelaskan bahwa
hutan alami yang keanekaragaman spesiesnya tinggi dengan serasah melimpah
merupakan gudang penyimpanan karbon yang baik.
Hairiah et al., (2011) membedakan karbon menjadi 2 kelompok
berdasarkan keberadaannya di alam, yaitu:
a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi :
- Biomassa pohon. Proporsi terbesar cadangan karbon di daratan
umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi
tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat
diestimasi dengan menggunakan persamaan allometrik yang
didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika
ada).
- Biomassa Tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak
belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-
rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan
dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan)
- Nekromassa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah
tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan
komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh
estimasi cadangan karbon yang akurat.
- Serasah, meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan
ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.
12
b. Karbon di dalam tanah, meliputi :
- Biomassa akar. akar mentransfer karbon dalam jumlah besar
langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa
cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh
akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian
lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur
hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter
akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa
pohon yang didasarkan pada diameter batang.
- Biomassa organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang
ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya
dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu
dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.
Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas karbondioksida (CO2) yang
diserap dari alam bai dari udara, air, maupun hara yang diserap dari dalam tanah
untuk kelangsungan hidup suatu tumbuhan. Melalui proses fotosintesis, CO2
diserap dari udara dan dijadikan karbohidrat. Selanjutnya akan disebar ke
seluruh jaringan tumbuhan yang pada akhirnya akan tertimbun dalam tubuh
tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga, dan buah buah. Tumbuhan akan
mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan kemudian
menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Karbon tersebut akan tersiklus
kembali ke atmosfer (Hairiah et al., 2007).
Kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbon dioksida bermacam-
macam. Menurut Prasetyo dkk. (2002) dalam Adiastari (2010), tipe penutupan
vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap karbon dioksida yang
berbeda. Tipe penutupan vegetasi dan daya serap berbagai macam tipe vegetasi
terhadap CO2 dapat dilihat pada Tabel 1.
13
Tabel 1. Daya Serap Gas CO2 untuk Berbagai Tipe Penutup Vegetasi Menurut
Prasetyo dkk. (2002) dalam Adiastari (2010)
No Tipe Tutupan Daya serap Gas CO2
(kg/ha/jam)
Daya serap Gas CO2
(Ton/ha/Tahun)
1 Pohon 129.92 569.07
2 Semak Belukar 12.56 55
3 Padang Rumput 2.74 12
4 Sawah 2.74 12
Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman
tersebut dapat mengikat CO2 dari udara. Berdasarkan asumsi (rumus) Brown
(1997) dan IPCC (2003), yang menyatakan bahwa 45-50% bahan kering
tanaman terdiri dari kandungan karbon. Sebagian karbon akan menjadi energi
untuk proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan
dan menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada
batang, akar, ranting dan daun.
Proporsi karbon diakumulasi dalam biomassa atas dan bawah permukaan
tanah. Karbon dalam biomassa dapat kembali ke atmosfer melalui proses
respirasi dan dekomposisi. Akumulasi di tanah berupa karbon organik dan
terbawa ke perairan berupa karbon organik terlarut (Dissolve Organic Carbon)
atau partikel karbon organik (Particulate Organic Carbon) (Ulumuddin dan
Kiswara, 2010).
Cadangan karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan
46% biomassa adalah karbon (Hairiah et al., 2007), Adapun metode estimasi
biomassa salah satunya adalah metode allometrik. Allometrik diartikan sebagai
suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu
bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan
organisme. Dalam studi biomassa hutan/pohon persamaan allometrik digunakan
untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan
berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo, 2009)
14
Estimasi dilakukan dengan cara mengukur diameter batang pohon setinggi
dada (diameter at breast height, DBH), yang terdapat pada plot penelitian.
Kemudian DBH digunakan sebagai variabel bebas dari persamaan alometrik
yang menghubungkan biomassa sebagai variabel terikat dan DBH sebagai
variabel bebas. Metode ini telah banyak diaplikasikan untuk estimasi cadangan
karbon pada berbagai tipe vegetasi di Indonesia (Hairiah & Rahayu, 2007).
E. Tutupan Kanopi Pohon
Kanopi merupakan lapisan paling atas dalam kumpulan vegetasi, yang
dibentuk oleh mahkota (kumpulan daun) tanaman dan menutupi lapisan di
bawahnya. Derajat kerapatan kanopi sering dinyatakan dengan tutupan kanopi
(canopy cover) yang didefinisikan sebagai persentase area permukaan tanah
yang tertutup kanopi proyeksi vertikal dari kanopi vegetasi (Lanteri et al., 2004).
Terdapat dua konsep tentang tutupan kanopi berkaitan dengan teknik
pengukuran yang digunakan, yaitu canopy cover dan canopy closure. (Jennings
etal., 1999 dalam Korhonen et al., 2006). Definisi canopy cover telah disebutkan
di atas, sedangkan definisi canopy closure adalah proporsi bidang langit (open
sky) yang ditutupi tumbuhan jika dilihat dari suatu titik. Perbedaan antara canopy
cover dan canopy closure dapat dilihat pada Gambar 1. Kerancuan lain berkaitan
dengan konsepsi tutupan kanopi adalah pertimbangan celah diantara mahkota
tanaman sebagai bagian dari kanopi atau tidak. Hal ini penting karena akan
berpengaruh terhadap hasil akhir estimasi.
Rauitiainen et al., (1995) dalam Korhonen et al, (2006) memperkenalkan
konsep tutupan kanopi tradisional dan tutupan kanopi efektif. Perbedaan dari dua
konsep tersebut adalah tutupan kanopi tradisional menganggap celah di antara
mahkota tumbuhan sebagai bagian dari kanopi, sedangkan tutupan kanopi efektif
tidak.
15
Gambar 1. Canopy Cover (a) dan Canopy Closure (b), (Jennings et al., 1999
dalam Korhonen et al., 2006) Kompetisi kanopi suatu pohon menjadi penting karena tajuk tegakan
sangat erat kaitannya dengan penangkapan cahaya matahari yang digunakan
dalam aktivitas fotosintesis (Lanteri et al., 2004). Kanopi yang mulai rnengalami
tumpang tindih menandakan kerapatan tegakan yang semakin tinggi dan ruang
tumbuh yang tidak cukup untuk pohon tersebut.
Kerapatan tegakan merupakan faktor utama yang dapat dimanipulasi
dalam pengembangan tegakan (Laar dan Akca, 2007). Hal ini menjadikan
kerapatan tegakan sebagai informasi penting dalam penentuan ruang tumbuh
yang optimal bagi tanaman. Kerapatan tegakan dapat dilihat dari luas tumpang
tindih antar proyeksi tajuk pohon. Semakin besar luas tumpang tindih dikatakan
rapat, demikian sebaliknya. Kompetisi tajuk akan berakibat pada terganggunya
pertumbuhan lateral, yaitu pertumbuhan diameter yang lambat (Pretzsch, 2001).
Menurut Korhonen et al, (2006), penentuan tutupan kanopi di lapangan
melalui pengukuran langsung dapat dilakukan menggunakan alat pengukur
(Densiometer, Cajanus Tube), Fotografi (Hemisferikal dan standar) dan estimasi
oskular. Teknik pengambilan sampelnya dapat secara plot (point sampling)
maupun transek (line intercept sampling).
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei– Juni 2016. Pengambilan data
lapangan dilakukan di Kawasan Mangrove Desa Ampallas, Kelurahan Bebanga,
Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju (Gambar 2). Sedangkan untuk
pengolahan data lapangan dilakukan di Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu
Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Makassar.
Gambar 2. Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis
untuk mencatat data di lapangan, kertas label untuk menandai sampel, plastik
sampel untuk menyimpan sampel yang telah diambil dari lapangan, global
positioning system (GPS) untuk menentukan titik koordinat, parang/pisau untuk
17
motong atau mengambil sampel dari pohon mangrove, kamera digital sebagai
alat dokumentasi dan digunakan untuk megambil gambar tutupan kanopi pohon,
Roll Meter untuk mengukur plot pengamatan, pita ukur untuk mengukur lingkar
batang pohon, tali rafia sebagai tanda batas plot pengamatan, oven untuk
mengeringkan sampel, neraca untuk menimbang berat sampel.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Tahap Persiapan dalam penelitian ini mencakup studi pustaka untuk
mencari literatur yang sesuai dengan topik penelitian melalui berbagai sumber
antara lain jurnal dan artikel ilmiah lainnya, serta tak lupa pula untuk melakukan
konsultasi dengan pembimbing mengenai arah dari penelitian ini.
2. Penentuan Lokasi Sampling
Stasiun sampling ditentukan berdasarkan kriteria kerapatan mangrove
yang berbeda, dimana kriteria kerapatannya mengacu pada KEPMEN-LH No.
201 Tahun 2004 tentang kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan
mangrove (Tabel 3). Penentuan titik koordinat Stasiun ditentukan dengan melihat
daerah potensial yang memenuhi kriteria menggunakan citra Google Maps.
Adapun lokasi yang diamati antara lain, Stasiun 1 dan Stasiun 4 untuk kriteria
kerapatan jarang, Stasiun 2 untuk kerapatan sedang, dan Stasiun 3 untuk kriteria
kerapatan yang padat (Gambar 2).
Tabel 2. Kriteria Kerapatan Mangrove (KEPMEN_LH No. 201 Tahun 2004)
Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (Pohon/ha)
Sangat Padat ≥ 75 ≥ 1500
Sedang ≥50 - <75 ≥1000 - <1500
Jarang <50 <1000
18
3. Pengambilan Data Lapangan
a. Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove
Pengamatan struktur komunitas mangrove pertama dengan menentukan
lokasi sampling sesuai dengan kriteria mangrove, selanjutnya memasang plot
dengan luas 10 meter x 10 meter untuk kategori pohon pada masing-masing
lokasi tersebut. Pengamatan di lapangan menggunakan metode petak contoh.
Posisi masing-masing plot disesuaikan dengan kondisi vegetasi mangrove di
lapangan berdasarkan kriteria kerapatan. Peletakan masing-masing plot
berukuran 10 x 10 m, dimana Stasiun 1, Stasiun 2, dan Stasiun 3 terdapat
masing-masing 6 (enam) plot atau enam kali ulangan, sedangkan Stasiun 4
dilakukan ulangan plot sebanyak 4 (empat) kali, dengan jarak antar plot tidak
ditentukan atau secara acak.
Langkah selanjutnya yaitu mengidentifikasi semua jenis mangrove yang
ada dalam plot tersebut, lalu menghitung jumlah tegakan pohon, jumlah anakan,
dan jumlah semaian setiap jenis dalam plot tersebut (Bengen, 2001) dan
mengukur lingkar batang masing-masing pohon dimana pengukuran diameter
batang pohon dilakukan setinggi dada orang dewasa (DBH = diameter at breast
high = 1,3 m dari permukaan tanah). setiap batang diukur menggunakan pita
ukur kemudian diberi nomor atau tanda serta dicatat masing-masing jenisnya.
Pengukuran dilakukan dengan cara melilitkan pita pengukur pada batang pohon,
dengan posisi pita sejajar untuk semua arah, sehingga data yang diperoleh
adalah lingkar/ keliling batang.
Untuk kategori anakan, disampling dengan menggunakan plot berukuran 5
meter x 5 meter yang dipasang dalam plot kategori pohon. Sedangkan untuk
kategori semaian dipasang dalam plot kategori anakan dengan ukuran 1 meter x
1 meter (Gambar 3.)
19
Gambar 3. Peta Ukuran Plot Sampling Mangrove (Mashoreng, 2016)
Kondisi ekosistem mangrove direpresentasikan dengan kondisi kerapatan
jenis (Di), kerapatan relative jenis (RDi), frekuensi jenis (Fi), frekuensi relative
jenis (RFi) dan nilai penting jenis (INPi) mangrove yang ada di lokasi penelitian.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
1) Kerapatan Jenis i (Di) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu area.
Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah
tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (∑n) (Bengen,
2001), dapat dituliskan dengan rumus :
dimana :
Di = Kerapatan jenis i (Ind/m2)
Ni = Jumlah total tegakan jenis i
A = Luas total area pengambilan sampel
Rdi = Kerapatan relatif jenis i (%)
∑n = Jumlah total tegakan seluruh jenis
Di = ni/A
Rdi = (ni/∑n) x 100
20
2) Tutupan Basal Jenis i (Ci) adalah luas penutupan dasar jenis i dalam
suatu unit area. Penutupan Relatif Jenis (RCi) adalah perbandingan
antara luas area penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan
untuk seluruh jenis (∑C) (Bengen, 2001), dapat dituliskan dengan
rumus :
Dimana :
Ci = Penutupan basal jenis dalam satu plot
A = Luas total plot
∑C = jumlah tutupan basal dari semua jenis
RCi = Penutupan basal Relatif jenis (%)
DBH = Diameter batang pohon
CBH = Lingkar batang pohon
3) Frekuensi Jenis i (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam plot
yang diamati. Frekuensi Relatif Jenis (RFi) adalah perbandingan antara
frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F)
(Bengen 2001) dengan rumus :
dimana :
Fi = Frekuensi jenis i
pi = Jumlah plot ditemukannya jenis i
∑p = Jumlah plot yang diamati
Ci = ∑BA / A
RCi = Ci / ∑C x 100
BA = π DBH2 / 4
DBH = CBH / 4
Fi = pi / ∑p
RFi = Fi / ∑F x 100
21
RFi = Frequensi relatif jenis i (%)
∑F = Jumlah frekuensi seluruh jenis
4) Indeks Nilai Penting (INP), yaitu metode analisa yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai kondisi ekosistem mangrove. INP
sendiri adalah jumlah nilai kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi relatif
jenis (RFi) dan penutupan relatif jenis (RCi) (Bengen, 2001), dapat
dituliskan dalam rumus sebagai berikut :
b. Pengambilan Data Biomassa dan Estimasi Cadangan Karbon
Estimasi karbon tersimpan ditentukan dari biomassa mangrove. Prosedur
dalam pengukuran biomassa mangrove pada kategori pohon dan anakan
dilakukan dengan cara non destructive yaitu penentuan biomassa pohon
ditentukan berdasarkan data hasil pengukuran lingkar batang pohon dengan
catatan jenis tumbuhan yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya. Dalam
hal ini prosedur untuk pengukuran biomassa di atas permukaan tanah
menggunakan prosedur menurut Hairiah dan Rahayu (2007). Analisis pendugaan
biomassa vegetasi mangrove di atas permukaan tanah (batang, cabang, dan
daun) menggunakan persamaan allometrik berdasarkan spesies tumbuhan
mangrove (Tabel 4).
Data diameter batang pohon yang didapatkan dari pengukuran struktur
komunitas vegetasi mangrove digunakan untuk keperluan perhitungan biomassa
kategori pohon dan anakan yang selanjutnya akan dimasukkan dalam
persamaan allometrik pada masing-masing jenis mangrove yang ada. Untuk
menentukan nilai biomassa maka digunakan persamaan allometrik. Persamaan
allometrik untuk beberapa jenis mangrove disajikan pada tabel berikut :
INP = RDi + RCi + RFi
22
Tabel 3. Persamaan Allometrik Untuk Beberapa Spesies Mangrove
No. Spesies Persamaan Allometrik
1 Aegiceras floridum B = 0. 251 ρ (D)2.46 (Komiyama et al., 2005)
2 Avicennia sp. B = 0. 251 ρ (D)2.46 (Komiyama et al., 2005)
3 Avicennia marina B = 0.1848 D2.3624 (Dharmawan & Siregar, 2008)
4 Bruguiera cylindrica B = 0. 251 ρ (D)2.46 (Komiyama et al., 2005)
5 Bruguiera gymnorhiza B = 0.0754 D2.505*ρ (Kauffman & Donato, 2012)
6 Cerops tagal B = 0. 251 ρ (D)2.46 (Komiyama et al., 2005
7 Lumnitzera littorea B = 0. 251 ρ (D)2.46 (Komiyama et al., 2005
8 Lumnitzera racemosa B = 0. 251 ρ (D)2.46 (Komiyama et al., 2005
9 R. apiculata B = 0.043D2.63 (Amira, 2008)
10 R. mucronata B = 0.128(D)2.60 (Fromard et al., 1998)
11 Sonneratia alba B = 0.3841(D)2.101*ρ (Kauffman & Donato, 2012)
12 Sonneratia sp. B = 0.184DBH2.3524 *ρ, (Darmawan et al., 2008)
13 Xylocarpus granatum B = 0.1832D2.21 (Tarlan, 2008)
Dimana :
B = Biomassa tumbuhan (kg/m2, Ton/ha)
ρ = Berat jenis tumbuhan (gram/cm3)
D = Diameter batang pohon (cm)
Untuk mendapatkan nilai karbon tersimpan pada masing-masing jenis
mangrove, maka nilai biomassa yang didapatkan dari rumus allometrik dikalikan
dengan konsentrasi karbon organik pada masing-masing jenis pohon tersebut
berdasarkan persamaan Estimasi Cadangan Karbon Komiyama et al., (2008)
berikut :
Dimana :
Ctop = Cadangan karbon pada bagian atas permukaan tanah (ton C/ha)
Wtop = Biomassa tanaman pada bagian atas permukaan tanah (ton/ha)
Ctop = 50%*Wtop
23
Untuk kategori semaian pengukuran biomassa dilakukan dengan
penghitungan berat jenis kayu. Sampel diperoleh secara Destructive dengan cara
mengambil keseluruhan bagian tumbuhan semaian mangrove. Pengukuran
biomassa diawali dengan membersihkan sampel semaian dari lumpur kemudian
dioven pada suhu 600C selama 2-4 hari. Selanjutnya Ditimbang dan dicatat berat
kering masing-masing sampel sebagai kandungan biomassa semai (Wsm)
(Dharmawan, 2014).
Kandungan karbon dalam semaian mangrove (Csm) dihitung menggunakan
rumus Estimasi Cadangan Karbon kategori semaian Ekosistem Mangrove
Komiyama et al., (2008) berikut :
c. Pengukuran Tutupan Kanopi Pohon
Metode yang digunakan untuk estimasi tutupan kanopi adalah
Hemispherical Photography dimana dalam pengamatannya menggunakan
bantuan kamera (Pelc-Mieczkowska, 2014). Pengambilan gambar tutupan kanopi
pohon dilakukan pada plot sampling mangrove terdiri dari 4 (empat) titik agar
hasil gambar dapat mewakili kondisi vegetasi dalam satu plot sampling (gambar
4). Gambar diambil pada posisi setinggi dada dengan lensa kamera menghadap
ke atas yang diletakkan tepat di bawah kanopi pohon.
Gambar 4. Letak Titik Pengambilan Gambar Kanopi (COREMAP CTI, 2014)
Csm = 47%*Wsm
24
Dalam mengambil gambar perlu diperhatikan beberapa hal agar hasil foto
yang didapatkan baik digunakan untuk menganalisis tutupan kanopi nantinya.
Menurut Mashoreng (2016) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengambil
gambar kanopi pohon antara lain : posisi kamera diletakkan seringgi dada (1.3
m), posisi pemotretan tegak lurus ke atas, lensa kamera harus bersih, dan
menghindari lensa kamera dari sinar matahari langsung. Hasil foto hemispherical
kemudian dianalisis menggunakan software ImageJ untuk mengetahui persen
tutupan kanopi pohon.
4. Analisis Data
Pengolahan data umumnya dilakukan dengan menggunakan Ms. Office
Excel 2010. Untuk menghitung persen tutupan kanopi pohon menggunakan
software ImageJ. Untuk melihat hubungan antara cadangan karbon dan luas
tutupan kanopi yang didapatkan dari keempat stasiun akan diolah menggunakan
analisis regresi linear sederhana yang selanjutnya akan disajikan dalam bentuk
diagram dan grafik.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi
Kabupaten Mamuju merupakan wilayah dengan potensi kawasan strategis
sebagai pengembangan karena merupakan ibukota kabupaten untuk Provinsi
Sulawesi Barat dengan luas wilayah 8.014,06 km2. Di samping itu kabupaten
Mamuju memiliki 17 pulau dan 8 gugus yang merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Balabalakang. Dari 17 pulau tersebut terdapat 11 pulau yang
berpenghuni dan 6 pulau yang tidak berpenghuni. Di antara 11 Kecamatan di
Kabupaten Mamuju, Kecamatan yang letaknya terjauh dari Ibukota Kabupaten
adalah Ibukota Kecamatan Balabalakang (Badan Pusat Statistik, 2013).
Keadaan topografi Kabupaten Mamuju pada umumnya adalah daerah
dengan curah hujan tinggi dan daerah yang tidak curam dengan kisaran
kemiringan antara 15 persen – 45 persen. Kondisi ini mempengaruhi topografi
wilayah sehingga bervariasi mulai dari daerah datar, landai dan daerah agak
curam . Hal ini juga mempengaruhi tingkat kepekaan tanah terhadap erosi, yakni
daerah yang cukup stabil, daerah yang terancam dan daerah yang rentan erosi
(PEMKAB MAMUJU, 2012).
Luas mangrove di kabupaten mamuju sekitar 1573.04 ha, dimana luas
mangrove untuk wilayah Kecamatan Kalukku adalah 96.24 ha. Sebaran hutan
mangrove sangat bervariasi berdasarkan kecamatan pesisir yang ada di
kabupaten Mamuju. Dari luas mangrove yang ada, teridentifikasi jumlah pohon
mangrove per hektar mencapai 1000-1300 pohon. Namun demikian, tidak semua
pantai yang ada di wilayah pesisir kabupaten ditumbuhi oleh mangrove. Seperti
pada wilayah pesisir Kecamatan Tapalang hanya ditumbuhi mangrove sekitar
26
2.31 ha saja, dan di kecamatan sampaga tidak ditumbuhi mangrove (Paena dkk
2010)
Kecamatan Kalukku terletak pada 2o51'52'' LU dan 119004'13'' LS
merupakan kecamatan yang terletak di bagian utara kabupaten Mamuju dengan
Kelurahan Kalukku sebagai Ibukota Kecamatan yang berjarak 34 km dari ibukota
kabupaten. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Papalang di
sebelah utara, Kecamatan Bonehau di sebelah timur, Kecamatan Mamuju di
sebelah Selatan, dan di Bagian Barat Berbatasan Langsung dengan Selat
Makassar. Kecamatan Kalukku memiliki luas wilayah 470,26 km2 yang terbagi
menjadi 3 Kelurahan dan 10 Desa. Desa/Kelurahan terluas adalah Kelurahan
Bebanga dengan luas wilayah 88,42 km2 atau sekitar 32,32 % dari luas wilayah
Kecamatan Kalukku. Kelurahan Bebanga merupakan Kelurahan yang baru
terbentuk pada tahun 2010 (BPS Mamuju, 2015)
Penduduk Kecamatan Kalukku dari tahun ke tahun bertambah cukup
pesat. Pada tahun 2012 jumlah penduduk di kecamatan Kalukku mencapai
54.541 Jiwa kemudian pada tahun 2013 dan 2014 terus mengalami peningkatan
masing-masing 0,90% dan 1,36% Kepadatan penduduk tersebut jika dirata-
ratakan menunjukkan bahwa dalam setiap km2 ditempati penduduk sebanyak
117 orang/jiwa pada tahun 2014. Terkhusus di wilayah Ampallas, Kelurahan
Bebanga tercatat jumlah kepala keluarga sebanyak 159 atau 682 jumlah jiwa
yang tersebar di lingkungan Ampalas Utara dan Ampallas Selatan.
Lokasi penelitian berada di daerah pesisir kawasan wisata ekosistem
mangrove Ampalas, Kelurahan Bebanga Kecamatan Kalukku (perbatasan
Mamuju-Kalukku) dengan luas area kawasan ± 6.51 hektar dengan garis pantai ±
1026 meter. Daerah penelitian merupakan kawasan ekosistem mangrove yang
merupakan salah satu destinasi wisata pesisir di Kecamatan Kalukku yang telah
diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Barat pada tahun 2016. Lokasi pengamatan
27
terdiri dari empat Stasiun penelitian yaitu, Stasiun 1 di kawasan mangrove di
dekat muara sungai Ampallas, dilakukan sampling secara acak. Stasiun 2 berada
di daerah mangrove kategori sedang, transek dipasang sejajar dengan garis
pantai. Stasiun 3 berada di kawasan mangrove kategori padat, dan Stasiun 4
berada di antara Stasiun 2 dan Stasiun 3 yang memiliki vegetasi yang berbeda.
Pada saat pengamatan di lapangan, beberapa anggota tim yang ikut dalam
penelitian
B. Struktur Komunitas Ekosistem Mangrove
Mangrove di Desa Ampallas, Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju
merupakan hutan mangrove alami Vegetasi mangrove yang dibedakan antara
pohon, anakan, dan semaian berdasarkan ukurannya. Ditemukan 6 spesies
mangrove pada 4 stasiun pengamatan, yaitu R. mucronata, R. apiculata, S. alba,
A. alba, A. marina, dan B. gymnorrhiza. Komposisi jenis vegetasi mangrove pada
tiap Stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Jenis Mangrove Yang Ditemukan Di Tiap Stasiun
NO SPECIES STASIUN
1 2 3 4
1 R. mucronata
√ √ √
2 R. apiculata √
√
3 S. alba √ √ √ √
4 A. Alba √
5 A. marina
√ √
6 B. gymnorrhiza
√ √
Stasiun 1 terletak di daerah pinggiran muara sungai Ampallas, dimana
terbapat 3 jenis mangrove yang disampling, antara lain R. apiculata, S. alba, dan
A. alba. Rata-rata pohon yang ditemukan sudah berumur tua dan memiliki rata-
rata lingkar batang yang besar. Ditemukan dengan lingkar batang pohon hingga
160 cm yaitu jenis S. alba. Jenis yang paling banyak ditemukan pada Stasiun 1
28
adalah jenis R. apiculata, sedangkan yang terendah jenis A. alba. adapun jenis
R. mucronata tidak dijumpai dalam plot pengamatan. Namun demikian,
ditemukan beberapa tegakan pohon jenis R. mucronata yang tumbuh di
pinggiran muara yang tidak masuk dalam plot pengamatan.
Pengamatan Stasiun 2 dilakukan pada daerah mangrove dengan kategori
kerapatan yang sedang yang disampling secara acak sebanyak enam kali
mengikuti garis pantai. Kondisi Pada Stasiun ini hanya ditemukan 2 jenis Jenis
mangrove yaitu R. mucronata dan jenis S. alba (Tabel 4), dimana jenis paling
banyak ditemukan adalah R. mucronata. Jenis mangrove yang ditemukan pada
Stasiun 2 tidak banyak diduga karena kondisi substrat dan kondisi lingkungan.
Stasiun 2 merupakan zona dengan tipe mangrove terbuka, yang langsung
berhadapan dengan laut, sehingga mangrove yang tumbuh hanya jenis yang
mampu hidup pada zona tersebut. Noor dkk (2012) menyatakan bahwa
komposisi floristik dari komunitas di zona terbuka sangat bergantung pada
substratnya. S. alba cenderung untuk mendominasi daerah berpasir, sementara
Avicennia sp. dan Rhizophora mucronata cenderung untuk mendominasi daerah
yang lebih berlumpur.
Jenis mangrove yang paling banyak ditemui pada Stasiun 3 sama halnya
dengan Stasiun 2 yaitu R. mucronata. Jenis lain yang ditemukan antara lain S.
alba, A. marina dan B. gymnorrhiza (Tabel 4). Namun demikian ditemukan juga
beberapa tegakan R. apiculata yang berada di bagian dalam vegetasi mangrove
dekat daratan utama. Sedangkan untuk Stasiun 4 yang dilakukan sampling
sebanyak empat kali plot, ditemukan lima jenis mangrove, dimana jenis yang
paling banyak ditemukan adalah jenis S. alba. Empat jenis mangrove lain yang
ditemukan dalam plot pengamatan antara lain R. apiculata, R. mucronata, S.
alba, A. marina dan B. Gymnorrhiza.
29
1. Kerapatan Jenis (Di)
Kerapatan jenis untuk kategori pohon yang didapatkan di lokasi penelitian
menunjukkan hasil yang bergam. Berdasarkan perhitungan nilai kerapatan,
Stasiun 1 dan 4 masuk dalam kategori jarang, Stasiun 2 termasuk kategori
sedang, dan Stasiun 3 termasuk kategori padat. Kerapatan jenis masing-masing
Stasiun untuk kategori pohon disajikan pada Gambar 5.
Kerapatan pohon yang termasuk dalam kategori jarang berada pada
Stasiun 1 dan Stasiun 4 dengan nilai kerapatan sebesar 583 ind/ha dan 700
ind/ha. Berdasarkan standar baku kerapatan mangrove yang dikeluarkan oleh
KEPMEN LH No. 201 tahun 2004 (Tabel 2), kawasan mangrove dikatakan
kategori jarang jika nilai kerapatan kurang dari 1000 indiividu per hektar (<1000
ind/ha).
Stasiun 2 termasuk dalam kategori Sedang dengan nilai kerapatan 1100
ind/ha, sedangkan Stasiun 3 termasuk dalam kategori padat/rapat dengan nilai
kerapatan 1750 ind/ha (Gambar 5). Untuk jenis yang memiliki nilai kerapatan
tertinggi adalah jenis R. mucronata. Hal tersebut diduga karena pada Stasiun 2
dan 3 memiliki substrat berlumpur, sesuai dengan tipe substrat pertumbuhan R.
mucronata. Menurut Noor dkk, (2012), habitat jenis R. mucronata memang lebih
banyak ditemukan pada substrat berlumpur dan sedikit berpasir. sedangkan
pada Stasiun 4 memiliki kategori kerapatan Jarang dengan nilai kerapatan pohon
700 ind/ha dengan nilai kerapatan tertinggi pada jenis S. alba dengan sekitar 475
ind/ha. Jenis ini lebih banyak ditemukan karena jenis S. alba mampu beradaptasi
dan memanfaatkan lingkungan yang ada pada Stasiun 4 dengan kondisi
lingkungan yang kurang kurang baik untuk jenis mangrove pada umumnya
karena selain lokasinya yang sangat dekat dengan daratan utama, kondisi
substrat juga yang lebih banyak mengandung pasir, sehingga jenis S. alba lebih
toleran pada Stasiun tersebut. Sengkey (2014) menyatakan bahwa jenis S. alba
30
yang mampu memanfaatkan keadaan lingkungan sehingga dapat tumbuh lebih
baik dari jenis lainnya.
Gambar 5. Kerapatan Jenis Kategori Pohon di Tiap Stasiun
Mangrove dengan kategori anakan hanya ditemukan pada Stasiun 2 dan
Stasiun 4. Adapun jenis mangrove kategori anakan yang ditemukan di Stasiun 2
adalah jenis R. mucronata, yang hanya ditemukan pada plot 1 dengan jumlah 20
tegakan atau sebesar 333 ind/ha , sedangkan Stasiun 4 ditemukan anakan jenis
S.alba yang juga hanya ditemukan dalam satu plot pengamatan dengan jumlah
sebanyak 28 tegakan atau sebesar 700 ind/ha (Gambar 6).
Gambar 6. Kerapatan Jenis Kategori Anakan di Tiap Stasiun
Kondisi anakan mangrove tidak ditemukan di Stasiun 1 (Gambar 6)
diduga karena pada Stasiun tersebut memiliki kerapatan pohon yang jarang,
50
300
100
233133
300
475
967
1417
5017 5017 250
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1 2 3 4
Ker
apat
an J
enis
Po
ho
n (
Ind
/ha)
Stasiun
A. alba
R. apiculata
S. alba
R. mucronata
A. marina
B. gymnorrhiza
333
700
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1 2 3 4
Ker
apat
an J
enis
An
akan
(i
nd
/ha)
R. mucronata
S. alba
31
akibatnya mangrove yang baru tumbuh tidak memungkinkan untuk bertahan
hidup karena diduga tidak terlindung dari arus laut dan aliran muara sungai yang
kuat. Kusmana (1997) menyatakan bahwa gelombang dan arus juga
berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies mangrove. Gelombang dan
arus yang besar biasanya menyebabkan hutan mangrove mengalami abrasi
sehingga terjadi pengurangan luasan hutan. Sedangkan untuk Stasiun 3 juga
tidak ditemukan anakan yang masuk dalam plot pengamatan karena distribusi
pertumbuhan anakan mangrove yang sangat jarang. Hal tersebut menyebabkan
anakan mangrove tidak terdapat di dalam plot pengamatan, namun terdapat
beberapa tegakan anakan R. mucronata yang ditemukan di luar plot
pengamatan.
Jenis mangrove semaian yang ditemukan pada Stasiun 1 yaitu jenis R.
mucronata dan R. apiculata, dengan total kerapatan sekitar 83.33 ind/ha atau
dalam hal ini hanya ditemukan 5 tegakan semaian dari 6 plot pengamatan. Hal ini
disebabkan karena semaian tidak mampu beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan yang ada, sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Sedangkan pada
Stasiun yang lain hanya ditemukan semaian R. mucronata dengan kepadatan
tertinggiberada pada Stasiun 3 sebanyak 22867 ind/ha (Gambar 7).
Gambar 7. Kerapatan Jenis Kategori Semaian di Tiap Stasiun
50 0 0 033
7783
22867
13700
0
5000
10000
15000
20000
25000
1 2 3 4
Ke
rap
atan
jen
is S
em
aian
(D
i) in
d/h
a
Stasiun
R. apiculata
R. mucronata
32
2. Penutupan Basal Jenis (Ci)
Tutupan Basal Jenis i (Ci) adalah luas penutupan dasar jenis i dalam suatu
unit area. Dari hasil perhitungan yang dilakukan, jenis dengan penutupan basal
tertinggi pada Stasiun 1 dan Stasiun 4 adalah S. Alba (Gambar 8). Berbeda
dengan nilai kerapatan jenis pada Stasiun 1 dimana R. apiculata lebih besar, nilai
penutupan Stasiun 1 adalah jenis S. alba. Hal ini dikarenakan diameter batang
pohon jenis ini lebih besar jika dibandingkan dengan yang lain. Sedangkan pada
Stasiun 4, selain karena diameternya yang besar, nilai penutupan jenis S. alba
lebih besar karena jenis tersebut yang paling banyak ditemukan pada Stasiun 4.
Lain halnya dengan kondisi penutupan pada Stasiun 2 dan Stasiun 3,
penutupan jenis tertinggi pada kedua stasiun tersebut adalah jenis R. mucronata.
sebagaimana nilai kerapatan dan frekuensi pada Stasiun tersebut. Sedangkan
untuk nilai penutupan terendah pada Stasiun 3 adalah jenis A. marina dan B.
gymnorrhiza, yang diketahui masing-masing jenis hanya ditemukan 1 tegakan
pohon dari enam plot pengamatan.
Gambar 8. Kondisi Penutupan Jenis Mangrove di Tiap Stasiun
1.96 8.
75 26.5
4
11.9
1
42.8
2
95.8
2
266.
91
152.
49
185.
41
1.28
0.6
9 26
.47
3.01
3.30
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4
Pen
utu
pan
Bas
al J
enis
(cm
2/m
2)
Stasiun
A. alba R. apiculata S. alba R. mucronata A. marina B. gymnorrhiza
33
3. Indeks Nilai Penting (INP)
Vegetasi mangrove yang terdapat pada suatu wilayah tentu akan memiliki
pengaruh atau peranan terhadap lingkungan sekitarnya, besarnya pengaruh atau
peranan suatu jenis vegetasi pada suatu lokasi biasa ditentukan dengan INP
(Indeks Nilai Penting), semakin banyak tinggi nilai vegetasi, frekuensi , serta
semakin besar diameter batang yang dimiliki oleh suatu jenis mangrove tentu
akan memperbesar nilai dari INP tersebut. INP memiliki kisaran sebesar 0-300,
jika semakin sedikit jenis vegetasi yang ditemukan pada suatu maka akan
semakin besar pula nilai INP dari jenis vegetasinya.
INP tertinggi pada pengamatan Stasiun 1 adalah jenis R. apiculata
dengan nilai INP sekitar 136.41, sedangkan nilai terendah adalah jenis A. alba
yang hanya memiliki INP 30.50 (Gambar 9). berbeda dengan kondisi di Stasiun 2
dan 3, nilai INP tertinggi adalah jenis R. mucronata yang merupakan jenis yang
mendominasi di kedua Stasiun tersebut. Sedangkan di Stasiun 4 jenis mangrove
yang paling berpengaruh terhadap lingkungannya adalah jenis S. alba. Hal ini
ditunjukkan dengan besarnya nilai Kerapatan, Frekuensi dan dan persen
penutupan dari jenis mangrove tersebut pada Stasiun yang terkait.
Gambar 9. Indeks Nilai Penting jenis mangrove di tiap Stasiun
30.5
0
136.
41
46.4
3
133.
09
56.8
9 85.8
5
156.
80
24
3.1
1
194.
68
26.9
9
9.11
53.1
7
10.3
6
16.6
2
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4
Ind
eks
Nila
i Pe
nti
ng
(IN
P)
Stasiun
A. alba R. apiculata S. alba R. mucronata A. marina B. gymnorrhiza
34
Nilai INP dari tiap jenis mangrove sangat tergantung kondisi pertumbuhan
mangrove. Mangrove untuk tumbuh dengan baik, memerlukan sejumlah faktor
pendukung. Salah satu faktor pendukung utama dalam pertumbuhan mangrove
adalah ketersediaan nutrien atau bahan organik (Supriharyono, 2007).
C. Kandungan Biomasa Dan Estimasi Karbon Jenis Mangrove
Biomassa tegakan mangrove dapat dihitung dengan menggunakan
beberapa variabel seperti data diameter dan tinggi pohon. Dalam penelitian ini,
perhitungan data biomassa pohon mangrove tidak dilakukan secara destruktif,
namun dilakukan dengan menggunakan pendekatan data diameter batang
pohon setinggi dada (DBH) yang selanjutnya dimasukkan dalam Persamaan
allometrik yang digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Tabel 3).
Secara umum, besar kandungan biomassa yang terdapat pada masing-
masing Stasiun penelitian berbanding lurus dengan nilai penutupan jenis pada
perhitungan sebelumnya. Jumlah kandungan biomassa jenis mangrove tertinggi
berada pada Stasiun 3 dengan nilai biomassa total sekitar 2405.07 ton/ha atau
setara dengan jumlah karbon tersimpan sebanyak 1202.54 ton C/ha (Tabel 5).
Jenis mangrove dengan biomassa tertinggi adalah jenis R. mucronata dengan
nilai kandungan biomassa sekitar 1977.88 ton/ha atau setara dengan 988.94 ton
C/ha. Ini disebabkan karena jenis R. mucronata merupakan jenis dengan nilai
kerapatan yang tinggi, sehingga nilai biomassaa juga semakin tinggi. Sesuai
pernyataan Hairiah dkk, (2007) bahwa biomassa pada suatu sistem penggunaan
lahan (hutan primer, hutan bekas tebangan, dan agroforestri) dipengaruhi oleh
jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan dengan spesies yang
mempunyai kerapatan kayu tinggi, biomassanya akan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan kerapatan kayu
rendah.
35
Tabel 5. Kandungan Biomassa dan Estimasi Cadangan Karbon Jenis Mangrove
Kategori Pohon
Sta Jenis Rerata
diameter (cm)
Kerapatan
jenis (ind/ha)
Biomassa
(ton/ha)
Karbon
(ton C/ha)
1 R. apiculata 18.4954 300 186.75 93.37
S. alba 20.6901 233.33 392.78 196.39
A. alba 20.5840 50 106.19 53.09
Total 583.33 685.71 342.86
2 R. mucronata 10.3328 966.67 1241.02 620.51
S. alba 18.1436 133.33 137.55 68.78
Total 1100 1378.58 689.29
3 Rhizophora mucronata 10.5042 1416.67 1977.88 988.94
Sonneratia alba 21.4682 300 420.02 210.01
avicennia marina 7.3211 16.67 2.00 1.00
Bruguiera gymnorrhiza 15.2788 16.67 5.17 2.6
Total 1750 2405.07 1202.54
4 Rhizophora mucronata 5.7296 50 1.84 2.05
Rhizophra apiculata 18.4619 100 37.20 18.60
Sonneratia alba 25.0934 475 587.77 293.88
avicennia marina 14.8014 50 80.82 40.97
Bruguiera gymnorrhiza 13.0507 25 3.48 1.74
Total 700 711.11 357.25
Jenis mangrove dengan kandungan biomassa tertinggi pada Stasiun 1
dengan nilai kerapatan 583.33 ind/ha adalah jenis S. alba (Gambar 10).
Kandungan biomassa yang terhitung dari jenis ini sekitar 392.78 ton/ha yang
setara dengan kandungan karbon 196.39 ton C/ha. Sedangkan kandungan
biomassa terendah adalah jenis A. alba dengan nilai kandungan sekitar 106.19
atau setara dengan 53.09 ton C/ha. Hal ini disebabkan karena distribusi jenis A.
alba pada Stasiun 1 sangat kurang. Ditemukan hanya terdapat 3 tegakan pohon
yang masuk dalam plot pengamatan. Sama halnya dengan Stasiun 4 (kerapatan
700 ind/ha), jenis S. alba juga memiliki biomassa yang paling tinggi dari jenis lain,
dengan nilai kandungan biomassa sebesar 587.77 ton/ha atau setara dengan
293.9 ton C/ha (Tabel 5 dan Gambar 10).
36
Gambar 10. Komposisi Jenis Berdasarkan Cadangan Karbon di Tiap Stasiun
Vegetasi mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian rata-rata memiiki
diameter batang pohon yang besar, sehingga keberadaan cadangan karbon
tersimpan pada lokasi penelitian juga melimpah. Dari perhitungan yang
dilakukan, nilai karbon total secara keseluruhan jika dikalikan dengan total luasan
kawasan mangrove Ampallas seluas ±6,51 ha sebesar 7724.79 ton C (Tabel 6).
Untuk nilai total cadangan karbon berdasarkan jenis mangrove menunjukkan nilai
yang berbeda. Nilai cadangan karbon tertinggi adalah jenis R mucronata dan
jenis S. alba dengan nilai total karbon masing-masing 4768.59 ton C/ha dan
2275.72 ton C (Tabel 6). Sedangkan untuk jenis dengan cadangan karbon
terendah adalah jenis B. gymnorrhyza dengan nilai karbon 12.80 ton C.
Meskipun jumlah tegakan pohon jenis S. alba tidak begitu melimpah
ditemukan di lapangan, namun jenis ini merupakan jenis yang memiliki kandunga
stok karbon yang lebih besar jika dibandingkan jenis R. mucronata yang paling
banyak/mendominasi di lokasi penelitian. Jika ditinjau dari kondisi di lapangan,
jenis S. alba memiliki diameter batang pohon yang besar dibandingkan dengan
jenis lain. Pada Stasiun 1, Diameter rata-rata dari jenis S. alba yang ditemukan di
lapangan sekitar 20.7 cm dan Stasiun 4 rata-rata diameter batang pohon yang
53.1
620.5988.9
2.1
196.4
68.8210.0
293.9
93.4 18.6
1.0
41.0
2.61.7
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
1 2 3 4
Ko
mp
osi
si je
nis
(%
)
Stasiun
B. gymnorrhiza
A. marina
R. apiculata
S. alba
R. mucronata
A. alba
37
ditemukan sekitar 25.09 cm. hal ini membuktikan bahwa diameter batang pohon
berpengaruh besar terhadap kandungan biomassa mangrove. Kusmana et. al.
(1992) menyatakan bahwa, besarnya biomasa ditentukan oleh diameter, tinggi
tanaman, kerapatan kayu dan kesuburan tanah. Penelitian yang dilakukan oleh
Adinugroho dan Sidiyasa (2001) juga mendukung pendapat ini, dimana biomassa
pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsional dengan semakin
besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon
mempunyai hubungan dengan diameter pohon.
Tabel 6. Total Cadangan Karbon tiap Jenis mangrove di Ampallas
Jenis
Cadangan Karbon
(ton C/ha) Total Luasan
Mangrove
(ha)
Total cadangan
karbon per jenis
(ton C) Kisaran Rata-Rata
A. alba 20,37 – 378,57 24,134
6,51
157,11
A. marina 5,61 – 363,50 19,076 124,18
B. gymnorrhiza 17,41 – 25,84 1,966 12,80
R. apiculata 18,47 – 110,72 59,351 386,38
R. mucronata 2,21 – 1673,32 732,503 4768,59
S. alba 2,96 – 585,51 349,573 2275,72
TOTAL 7724,79
D. Estimasi Karbon Mangrove di Tiap Stasiun
Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman
tersebut dapat mengikat CO2 dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi
untuk proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan
dan menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada
batang, akar, ranting dan daun. Berdasarkan asumsi (rumus) Brown (1997) dan
IPCC (2003), yang menyatakan bahwa 45-50% bahan kering tanaman terdiri dari
kandungan karbon.
Estimasi cadangan karbon yang dihitung meningkat secara proporsional
sejalan dengan peningkatan biomassa pohon. Cadangan karbon berbanding
38
lurus dengan kandungan biomassanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Hairiah dan Rahayu (2007) yang menyatakan
bahwa potensi cadangan karbon dapat dilihat dari biomassa tegakan yang ada.
Besarnya cadangan karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh biomassa. Oleh
karena itu setiap peningkatan terhadap biomassa akan diikuti oleh peningkatan
cadangan karbon. Hal ini menunjukkan besarnya biomassa berpengaruh
terhadap cadangan karbon. Total cadangan karbon jika dihitung berdasarkan
luasan mangrove Ampallas adalah sekitar 7724.79 ton C/ha (Tabel 6).
Total kandungan cadangan karbon mangrove pada Stasiun 3 lebih besar
dari Stasiun lainnya, dengan nilai 1032.146 ton C/ha, sedangkan Stasiun yang
memiliki total kandungan karbon terendah terdapat pada Stasiun 1, dengan nilai
342.857 ton C/ha (Gambar 11). Hal ini disebabkan karena Stasiun 3 memiliki
kerapatan paling tinggi jika dibandingkan dengan Stasiun lain. Stasiun 3
diketahui memiliki niai kerapatan 1750 ind/ha. Sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Hairiah & Rahayu (2007) bahwa nilai biomassa dan kandungan karbon
tersimpan berbeda-beda pada berbagai ekosistem, tergantung pada keragaman
dan kerapatan tumbuhan yang ada, serta cara pengelolaan pada ekosistem
tersebut.
Gambar 11. Estimasi Total Cadangan Karbon di Tiap Stasiun Pengamatan
342.86
689.29
1,202.54
357.25
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
1 2 3 4
Kan
du
nga
n C
adan
gan
kar
bo
n (
Ton
C/h
a)
Stasiun
39
Pengamatan biomassa dan cadangan karbon semaian hanya dilakukan
pada 3 stasiun (Tabel 7). Pengukuran biomassa semaian menggunakan metode
destruktif, dimana setiap stasiun yang diamati diambil 5 sampel semaian untuk
diukur biomassa rata-rata dari berat keringnya (Dharmawan, 2014). Dari hasil
perhitungan menggunakan persamaan Komiyama et al., (2008), rata-rata
kandungan biomassa semaian yang terdapat pada Stasiun 1 sekitar 21.78 ±
25.035 g/ind, Stasiun 2 38.205 ± 25.311, g/ind, dan Stasiun 3 memiliki
kandungan biomassa sekitar 46.713 ± 28.799 g/ind. Kandungan cadangan
karbon terbanyak berada pada Stasiun 3 dengan kandungan biomassa 1068.18
± 658.54 atau setara dengan jumlah cadangan karbon sekitar 502.04 ± 309.51 kg
C/ha (Tabel 7). Sedangkan cadangan karbon terendah berada pada Stasiun 1.
Hal ini disebabkan karena perbedaan densitas kerapatan semaian yang
signifikan di tiap stasiun. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa
keberadaan sebaran semaian di stasiun pengamatan berpengaruh terhadap
jumlah kandungan cadangan karbon. Semaian yang tersebar di Stasiun 3
setidaknya mampu menyimpan karbon sebanyak 502.04 ± 309.51 kg C/ha.
Tabel 7. Kandungan Biomassa dan Estimasi Karbon Kategori Semaian
Stasiun Kerapatan (ind/ha) Biomassa (kg/ha) Cadangan Karbon (kg C/ha)
1 83 1.82 ± 2.08 0.85 ± 0.98
2 7783 297.36 ± 197.00 139.76 ± 92.59
3 22867 1068.18 ± 658.54 502.04 ± 309.51
E. Tutupan Kanopi Pohon
Tutupan kanopi pohon diukur dengan menggunakan metode Hemisperichal
photography yang menggunakan bantuan kamera digital. Pengambilan Gambar
tutupan kanopi pohon dilakukan pada plot sampling mangrove sebanyak 4
ulangan agar hasil gambar dapat mewakili kondisi vegetasi dalam satu plot
40
sampling (Dharmawan dan Pramudji, 2014). Gambar diambil pada posisi setinggi
dada dengan lensa kamera menghadap ke atas secara tegak lurus.
Berdasarkan kriteria penutupan yang dikeluarkan oleh KEPMEN_LH No.
201 Tahun 2004, rata-rata stasiun pengamatan memiliki kondisi persen tutupan
kanopi dengan kategori sedang dan kategori baik, berkisar antara 61.12± 4.34
sampai 85.35 ± 3.75 (Lampiran). Secara keseluruhan presentase penutupan
kanopi mangrove di lokasi pengamatan tergolong dalam kategori sedang dengan
persentase tutupan sekitar 73.33 ± 6.52 % (Tabel 8). Presentase penutupan
tertinggi berada pada Stasiun 3 dengan persen tutupan 81.67 ± 2.70 % (Padat),
sedangkan penutupan terendah berada pada Stasiun 4 dengan persen tutupan
hanya sekitar 65.82 ± 3.86 %.
Tabel 8. Kondisi dan Persentase Tutupan Kanopi Masing-masing Stasiun
Stasiun Jumlah Jenis
Kerapatan (ind/ha)
Jenis Dominan % tutupan kanopi Status
1 3 583 R. apiculata 72.11 ± 4.13 Sedang
2 2 1100 R. mcronata 73.74 ± 6.81 Sedang
3 4 1750 R. mucronata 81.67 ± 2.70 Padat
4 5 700 S. alba 65.82 ± 3.86 Sedang
Rata-rata 73.33 ± 6.52 Sedang
Stasiun 3 memiliki persen penutupan tinggi disebabkan karena jenis yang
mendominasi pada stasiun tersebut adalah jenis R. mucronata. Jenis ini dikenal
sebagai jenis mangrove yang memiliki morfologi daun yang lebar, ukuran daun
bisa mencapai 11-23 x 5-13 cm (Noor, 2014), dengan demikian persen tutupan
kanopi yang dihasilkan juga akan besar atau nilainya berbanding lurus dengan
nilai kerapatan pohon. hal ini sesuai dengan pernyataan Laar dan Akca (2007)
bahwa kerapatan tegakan merupakan faktor utama yang dapat dimanipulasi
dalam pengembangan tegakan.
Lain halnya dengan kondisi di Stasiun 4, persen penutupan kanopinya
rendah disebabkan jenis yang mendominasi pada stasiun tersebut adalah S.
41
alba. Berbeda dengan jenis R. mucronata, morfologi daun dari jenis S. alba
cenderung lebih kecil, biasanya hanya berukuran 5-12,5 x 3-9 cm (Noor, 2014),
sehingga tutupan kanopi yang di hasilkan oleh jenis ini juga cenderung lebih
kecil. Pretzsch (2001) menyatakan bahwa semakin besar luas tumpang daun
maka semakin rapat tutupan kanopinya, demikian sebaliknya.
Kurangnya kompetisi tajuk akan berakibat pada pertumbuhan lateral yang
cepat, yaitu pertumbuhan diameter batang pohon. Selain karena faktor jenis yang
mendominasi pada Stasiun 4, rendahnya penutupan kanopi juga diduga karena
letak plot pengamatan yang dilakukan (plot 3) terdapat bekas penebangan
pohon/vegetasi mangrove sehingga mengurangi densitas kerapatan, yang pada
akhirnya akan mengurangi penutupan lahan pada lokasi tersebut. Persen
penutupan kanopi yang didapatkan pada plot tersebut sekitar 61.12 ± 4.34
(Gambar 12).
Selain dari faktor-faktor di atas, ada kemungkinan kondisi penutupan
kanopi didak sesuai dengan kondisi penutupan kanopi yang sebenarnya. Hal ini
disebabkan karena cara pengamatan di lapangan yang kurang tepat. Tidak
dipungkiri bahwa dalam mengambil gambar tutupan kanopi terjadi kesalahan-
kesalahan kecil yang mungkin berpengaruh besar terhadap persen tutupan
kanopi setelah dianalisis menggunakan software imageJ, seperti adanya noise
cahaya pada saat pemotretan yang mengakibatkan biasnya data tutupan kanopi
setelah dianalisis, faktor ketinggian pohon juga yang berbeda-beda sehingga
dalam penentuan posisi ketiggian pemotretan gambar kanopi juga tidak
konsisten dilakukan, serta titik pengambilan gambar yang diduga tidak mewakili
seluruh gambar tutupan kanopi dalam plot pengamatan.
42
Gambar 12. persentase tutupan kanopi pada tiap plot pengamatan
F. Hubungan kandungan karbon dengan tutupan kanopi pohon
Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam penyimpanan karbon
secara dinamis, karena keberadaan hutan akan mengurangi gas CO2 di atmosfer
melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan sebagai
materi organik dalam biomassa tanaman (Hairiah et al., 2007). Penyerapan
karbon di alam oleh mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
ada di sekitarnya. Untuk melihat keterkaitan antara kandungan cadangan karbon
dengan persen penutupan kanopi pohon digunakan analisis regresi linier
sederhana menggunakan Ms.Excel (Gambar 13).
Hubungan antara kandungan cadangan karbon dengan persen penutupan
kanopi pohon mangrove diperoleh hubungan Y = 0.0218x + 71.522 Y artinya
setiap peningkatan persen penutupan kanopi pohon mangrove 1% akan
meningkatkan kandungan cadangan karbon sebesar 0,0218 ton C/ha. Nilai
koefisien determinasi (R2) yang didapatkan adalah sebesar 0,0947 (Gambar 13),
artinya pengaruh penutupan kanopi pohon mangrove terhadap kandungan
43
cadangan karbon hanya 9.47%. Hal ini menunjukkan bahwa sampai pada batas
penutupan kanopi 61.12% - 85.35% tidak berkorelasi kuat dengan cadangan
karbon mangrove di Ampallas. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor-
faktor lain yang memiliki peranan besar dalam penyerapan dan penyimpanan
karbon, yaitu kerapatan dan diameter batang.
Gambar 13. Hubungan Persen Penutupan Dengan Cadangan Karbon
Pengolahan data menunjukkan bahwa kandungan cadangan karbon di tiap
stasiun berbanding lurus dengan tingkat kerapatan mangrove yang ada (Gambar
14). Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) bahwa nilai biomassa dan kandungan
karbon tersimpan berbeda-beda pada berbagai ekosistem, tergantung pada
keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, serta cara pengelolaan pada
ekosistem tersebut.
Faktor kedua adalah besarnya kandungan cadangan karbon mangrove
dipengaruhi oleh diameter batang pohon. Hasil perhitungan menunjukkan
peningkatan kandungan biomassa berpengaruh terhadap diameter batang
pohon. Rata-rata Jenis S. alba yang tersebar di beberapa stasiun pengamatan
memiliki kandungan biomassa yang besar. Terlihat pada Gambar 13 pada
Stasiun 1 dan Stasiun 4 dengan kategori kerapatan jarang, jenis S. alba memiliki
kandungan cadangan karbon paling tinggi dibandingkan dengan jenis lain.
Pengamatan di lapangan juga membuktikan bahwa jenis S. alba memiliki
y = 0.0218x + 71.522R² = 0.0947
0
20
40
60
80
100
0 100 200 300 400 500
% T
utu
pan
Kan
op
i
Cadangan karbon (Ton C/ha)
44
diameter batang pohon yang besar dibandingkan dengan jenis lain. Pada Stasiun
1, diameter rata-rata dari jenis S. alba yang ditemukan di lapangan sekitar 20.7
cm dan Stasiun 4 rata-rata diameter batang pohon yang ditemukan sekitar 25.09
cm. Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan Adinugroho (2001) bahwa terdapat
hubungan erat antara dimensi pohon dengan biomassanya terutama pada
diameter pohon.
Faktor lain yang mungkin mempengaruhi potensi cadangan karbon
disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kandungan organik tanah/substrat
Menurut Dharmawan et. al. (2008) tinggi rendahnya nilai biomassa yang
dihasilkan suatu ekosistem mangrove disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah
dan kerapatan pohon yang terdapat di kawasan tersebut. Namun demikian,
dalam penelitian ini tidak dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan
karbon yang ada di bagian bawah permukaan tanah karena dalam penelitian ini
estimasi karbon dilakukan dengan menggunakan persamaan allometrik.
Meskipun tutupan kanopi pohon mangrove memang tidak begitu
mempengaruhi densitas karbon tersimpan yang ada pada ekosistem mangrove,
namun demikian tutupan kanopi memiliki fungsi ekologis yang penting untuk
pertumbuhan mangrove dan ekosistem yang ada di sekitarnya. Kanopi pohon
mampu menghasilkan serasah yang selanjutnya akan mempengaruhi
keberadaan nutrisi yang berada di bawahnya, akibatnya akan mempengaruhi
produktivitas dan kesuburan tanah, dan tentunya akan mempengaruhi
kandungan karbon sedimen yang berada di bawahnya. Jumlah serasah selain
disebabkan oleh adanya faktor lingkungan seperti kelembaban tanah, musim dan
sebagainya, kondisi penutupan kanopi dan morfologi daun juga ikut
mempengaruhi besar kecilnya jumlah serasah. Semakin tipis penutupan kanopi
pohon semakin berkurang produksi serasah (Lugo dan Snedaker, 1974 dalam
Lestarina, 2011).
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian estimasi cadangan karbon yang dilaksanakan di
kawasan ekosistem mangrove Ampallas, Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat
dapat disimpulkan bahwa :
1. Cadangan karbon berbanding lurus dengan kandungan biomassanya.
Jumlah karbon tersimpan mangrove tertinggi berada pada Stasiun 3
dengan jumlah karbon tersimpan sebanyak 1202.54 ton C/ha atau setara
dengan nilai biomassa total sekitar 2405.07 ton/ha.
2. Rata-rata Stasiun pengamatan memiliki kondisi persen tutupan kanopi
dengan kategori sedang dan kategori baik, berkisar antara 61.12± 4.34
sampai 85.35 ± 3.75. Secara keseluruhan presentase penutupan kanopi
mangrove di lokasi pengamatan tergolong dalam kategori sedang dengan
dengan persentase tutupan sekitar 73.33 ± 6.52 %
3. Hubungan antara kandungan cadangan karbon dengan persen penutupan
kanopi pohon mangrove diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) yang
didapatkan adalah sebesar 0,0947, artinya berkorelasi positif tetapi tidak
kuat, hal ini disebabkan karena adanya faktor lain yang memiliki peranan
besar dalam penyerapan dan penyimpanan karbon seperti kerapatan,
diameter batang pohon, dan faktor lingkungan lainnya.
B. Saran
Penelitian ini lebih fokus kepada pengamatan biomassa dan cadangan
karbon pada bagian atas permukaan. Untuk selanjutnya perlu dilakukan
penelitian lanjutan mengenai biomassa dan cadangan karbon bawah permukaan
tanah pada lokasi yang sama.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adiastari, R., R. boediantoso, S.A. Willujeng. 2010. “Kajian Mengenai
Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Menyerap Emisi Karbon di
Kota Surabaya”. Skripsi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
Adinugroho, W.C., K. Sidiasa 2001. Model Pendugaan Biomassa Pohon Mahoni
(Swietenia macrophylla King) di atas Permukaan Tanah. Jurnal penelitian
Hutan dan Konservasi alam
Bengen, D.G. 2001. Pedoman teknis pengenalan dan pengolahan ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian sumberdaya pesisir dan laut. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Indonesia
Brown, S, 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a
Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome.
Brown, S. 2004. Mangrove : Nature’s Defences Against Tsunamis. Environmental
JusticeFoundation. London.
Darusman, D. 2006. Pengembangan potensi nilai ekonomi hutan dalam restorasi
ekosistem. Jakarta.
Dharmawan I.W.E. Yaya I, Ulumuddin, Afdal., 2014. Estimasi Cadangan Karbon
Di Ekosistem Mangrove Pesisir Timur Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta
Dharmawan, I.W.E., C.A. Siregar. 2008. Karbon tanah dan pendugaan karbon
tegakan Avicennia marina. (Forsk) Vierth. Ciasem. Purwakarta
Dharmawan, I.W.E., Pramudji. 2014. Panduan Monioring Status Ekosistem
Mangrove. P2OLIPI. Jakarta.
Gypens, N., A.V. Borges., C. Lancelot. 2009. Effect of Eutrophication on Air–sSa
CO2 Fluxes in The Coastal Southern North Sea: A Model Study of The
Past 50 Years. Global Change Biology, 15: 1040–1056.
Hairiah, K., A. Ekadinata., R.R. Sari., Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan
Karbon Dari Tingkat Lahan Ke Bentang Lahan. World Agroforestry Centre
ICRAF. Bogor
Hairiah, K., Rahayu, S.. 2007. Pengukuran Karbon tersimpan di berbagai macam
penggunaan lahan. World Agroforestry Centre ICRAF. Bogor.
Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan
Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.
47
Hilmi, E. 2003. Model penduga kandungan karbon pada pohon kelompok jenis
Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove
(Studi kasus di Indragiri Hilir Riau). [Disertasi] Sekola1h Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. 170 hal
Imiliyana, A., Muryono, M, dan Purnobasuki, H., 2012. Estimasi cadangan karbon
pada tegakan pohon Rhizophora stylosa di pantai Camplong. Sampang-
Madura. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Teknologi sepuluh Nopember. Surabaya
International Panel on Climate Change. 2003. IPPC guidelines for nation
greenhouse inventories : Reference manual IPCC.
Kauffman, J.B., D.C. Donato., 2012. Protocols for The Measurement, Monitoring
and Reporting of Structure, Biomass and Carbon Stocks in Mangrove
Forest. CIFOR. Bogor - Indonesia. 40 pp
KEPMEN-LH NO. 201 Tahun 2004. Kriteria Baku Dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta
Komiyama, A., J.E. Ong and S. Poungparn. 2008. Allometry, biomass, and
productivity of mangrove forests: a review. Aquatic Botany, 89: 128 - 137.
Komiyama, A., S. Poungparn., S. Kato. 2005. Common allometric equation for
estimating the tree weight of mangroves. Journal of Tropical Ecology. 21:
471-477. Doi. 10.1017/S0266467405002476. Cambridge University Press
Korhonen, L., K.T., Rautiainen, M., P. Stenberg. (2006). Estimation of forest
canopy cover:a comparison of field measurement techniques. Silva
Fennica 40(4), 577–588.
Kusmana, C. 2002. Pengelolaan Ekosistem Mangrove secara Berkelanjutan dan
Berbasis Masyarakat Jakarta: Lokakarya Nasional Pengelolaan
Ekosistem Mangrove.
Kusmana, C., S. Sabiham., K. Abe., H. Watanabe. 1992. An est imation of above
ground tree biomass of a mangrove forest in East Sumatera. Tropics
I(4):143-257
Laar A., A. Akca 2007. Forest Mensuration. Springer. Dordrecht, The
Netherlands.
Lanteri, D.G., A. Huete., H.K. Kim., K. Didan. 2004. Estimation of the Fraction
Canopy Cover from Multispectral Data to be used in a Water Soil Erosion
Prediction Model. Gayana 68, 239-245.
48
Lestarina, M.P. 2011. Produktivitas Serasah Mangrove dan Potensi Kontribusi
Unsur Hara di Perairan Mangrove Pulau Punjung Banten. Institut Pertanian
Bogor.
Mashoreng. S, 2016. Teknik Survey Eksplorasi Mangrove. Workshop Eksplorasi
Metode Pengambilan Data Survey Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan FIKP
Unhas. Makassar.
Paena. M, Hasnawi., A. Mustafa. 2010. Kerapatan Mangrove Sebagai Dasar
Rehabilitasi Dan Restocking Kepiting Bakau Di Kabupaten Mamuju
Sulawesi Barat. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros
Pelc-Mieczkowska, R. 2014. Primary results of using hemispherical photography
for advanced GPS mission planning. The 9th International Conference
“Environmental Engineering”. Selected Papers. University of Warmia and
Mazury in Olsztyn, Department of Land Surveying and Geomatics
Rifyunando, R. 2011. Estimasi cadangan karbon mangrove di kawasan cagar
alam leuweung sancang kecamatan Cibalong kabupaten Garut. Universitas
pendidikan Indonesia.Bandung
Saru, A. 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir. Masagena
Press. Makassar.
Sengkey, F.E., Langi. M.A., Tasirin. J. S., 2014. Struktur Dan Komposisi Hutan
Mangrove Likupang Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara.
Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Setyawan, A.D., Susilowati., A. Sutarno. 2002. Biodiversitas genetik, spesies dan
ekosistem mangrove di jawa petunjuk praktikum biodiversitas; studi kasus
mangrove. Jurusan Biologi FMIPA UNS. Surakarta.
Sutaryo, D. 2009. Perhitungan Biomassa. Wetlands International Indonesia
Programme. Bogor
Ulumuddin, Y., W. Kiswara. 2010. Mangrove dan lamun dalam siklus karbon
global. Bidang sumberdaya laut. P2OLIPI Jakarta.
49
50
Lampiran 1. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 1
Stasiun plot Jenis lingkar batang (cm) DBH (cm)
1 1 R. apiculata 68 21.65
60 19.10
81 25.78
S. alba 106 33.74
152 48.38
2 R. apiculata 58 18.46
42 13.37
41 13.05
S. alba 161 51.25
3 R. apiculata 68 21.65
50 15.92
68 21.65
66 21.01
S. alba 13 4.14
A. alba 64 20.37
102 32.47
4 R. apiculata 69 21.96
51 16.23
58 18.46
55 17.51
57 18.14
S. alba 29 9.23
42 13.37
5 R. apiculata 48 15.28
55 17.51
s. alba 40 12.73
60 19.10
45 14.32
62 19.74
31 9.87
6 R. apiculata 60 19.10
49 15.60
S. alba 41 13.05
114 36.29
14 4.46
A. alba 28 8.91
51
Lampiran 2. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 2
stasiun plot Jenis lingkar batang (cm) DBH (cm)
2
1 R. mucronata 25 7.9577
57 18.1436
86 27.3746
97 30.8760
22 7.0028
27 8.5943
24 7.6394
24 7.6394
55 17.5070
36 11.4591
38 12.0957
12 3.8197
10 3.1831
10 3.1831
10 3.1831
12 3.8197
2 R. mucronata 26 8.2760
16 5.0929
87 27.6929
70 22.2816
73 23.2366
54 17.1887
59 18.7802
3 R. mucronata 22 7.0028
39 12.4141
14 4.4563
23 7.3211
44 14.0056
25 7.9577
21 6.6845
20 6.3662
24 7.6394
32 10.1859
39 12.4141
17 5.4113
51 16.2338
44 14.0056
4 R. mucronata 33 10.5042
24 7.6394
17 5.4113
13 4.1380
52
12 3.8197
15 4.7746
26 8.2760
15 4.7746
S. alba 18 5.7296
94 29.9211
54 17.1887
29 9.2310
106 33.7408
5 R. mucronata 15 4.7746
28 8.9127
22 7.0028
23 7.3211
19 6.0479
37 11.7774
23 7.3211
11 3.5014
28 8.9127
19 6.0479
35 11.1408
15 4.7746
13 4.1380
16 5.0929
6 R. mucronata 59 18.7802
89 28.3295
46 14.6422
50 15.9155
45 14.3239
17 5.4113
S. alba 44 14.0056
40 12.7324
71 22.5999
53
Lampiran 3. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 3
stasiun plot jenis lingkar batang (cm) DBH
3
1 R. mucronata 33 10.5042
24 7.6394
15 4.7746
22 7.0028
18 5.7296
20 6.3662
20 6.3662
11 3.5014
22 7.0028
73 23.2366
100 31.8309
87 27.6929
27 8.5943
S. alba 58 18.4619
49 15.5971
40 12.7324
2 R. mucronata 23 7.3211
48 15.2788
20 6.3662
19 6.0479
27 8.5943
15 4.7746
15 4.7746
35 11.1408
34 10.8225
32 10.1859
S. alba 108 34.3774
58 18.4619
55 17.5070
86 27.3746
158 50.2928
3 R. mucronata 37 11.7774
27 8.5943
27 8.5943
10 3.1831
18 5.7296
11 3.5014
12 3.8197
22 7.0028
11 3.5014
12 3.8197
54
38 12.0957
34 10.8225
11 3.5014
12 3.8197
13 4.1380
S. alba 84 26.7380
55 17.5070
75 23.8732
54 17.1887
4 R. mucronata 29 9.2310
29 9.2310
18 5.7296
26 8.2760
19 6.0479
15 4.7746
31 9.8676
40 12.7324
10 3.1831
S. alba 63 20.0535
25 7.9577
44 14.0056
86 27.3746
30 9.5493
A. marina 23 7.3211
B. gymnorrhiza 48 15.2788
5 R. mucronata 39 12.4141
46 14.6422
38 12.0957
39 12.4141
45 14.3239
26 8.2760
29 9.2310
42 13.3690
12 3.8197
43 13.6873
20 6.3662
22 7.0028
18 5.7296
72 22.9183
27 8.5943
18 5.7296
27 8.5943
64 20.3718
55
13 4.1380
128 40.7436
6 R. mucronata 66 21.0084
17 5.4113
16 5.0929
89 28.3295
27 8.5943
69 21.9633
96 30.5577
38 12.0957
18 5.7296
20 6.3662
19 6.0479
54 17.1887
10 3.1831
96 30.5577
14 4.4563
25 7.9577
63 20.0535
18 5.7296
63 20.0535
S. alba 86 27.3746
56
Lampiran 4. Data Lingkar Batang Mangrove Stasiun 4
stasiun plot jenis lingkar batang (cm) DBH (cm)
4 1 R. mucronata 17 5.4113
S. alba 157 49.9745
113 35.9689
142 45.1999
122 38.8337
21 6.6845
A. marina 18 5.7296
2 R. apiculata 55 17.5070
61 19.4169
63 20.0535
53 16.8704
A. marina 33 10.5042
29 9.2310
B. gymnorrhiza 41 13.0507
3 S. alba 79 25.1464
100 31.8309
70 22.2816
29 9.2310
22 7.0028
A. marina 106 33.7408
4 R. mucronata 19 6.0479
S. alba 92 29.2844
62 19.7352
73 23.2366
80 25.4647
64 20.3718
69 21.9633
57 18.1436
67 21.3267
57
Lampiran 5. Struktur Komunitas Mangrove Kategori Pohon
jenis Di
(Ind/ha) Ci
(cm2/m2) Fi
(%) RDi RCi RFi INP
1 R. apiculata 300 8.753 1 52.024 41.524 42.857 136.405
S. alba 233.33 11.909 1 39.881 50.353 42.857 133.091
A. alba 50 1.963 0.33 8.095 8.123 14.286 30.504
583.33 22.62 2.33 100 100 100 300
2 R. mucronata 966.67 152.49 1 88.034 80.074 75 243.108
S. alba 133.33 42.82 0.33 11.966 19.926 25 56.892
1100 195.31 1.33 100 100 100 300
3 R. mucronata 1416.67 185.4 1 79.686 68.844 46.154 194.684
S. alba 300 95.82 0.83 18.231 29.154 38.462 85.846
A. marina 16.67 0.69 0.17 1.042 0.374 7.692 9.108
B. gymnorrhiza 16.67 3.01 0.17 1.042 1.628 7.692 10.362
1750 284.94 2.17 100 100 100 300
4 R. mucronata 50 1.28 0.5 16.667 0.318 20 26.985
R. apiculata 100 26.54 0.25 6.696 19.732 10 46.428
S. alba 475 266.91 0.75 60.565 66.237 30 156.802
A. marina 50 26.47 0.75 11.905 11.261 30 53.166
B. gymnorrhiza 25 3.29 0.25 4.167 2.453 10 16.619
700 324.49 2.5 100 100 100 300
58
Lampiran 6. Struktur Komunitas Mangrove Kategori Anakan dan Semaian
Kategori stasiun jenis Di (ind/ha) Fi (%) Rdi Rfi
Anakan
1 -
2 R. mucronata 333 17 16.67 100
3 -
4 S. alba 700 25 25 100
Kategori stasiun jenis Di (ind/ha) Fi (%) Rdi Rfi
Semaian
1 R. apiculata 50 17 12.5 33.33
R. mucronata 33 33 20.83 66.67
2 R. mucronata 7783 83 83.3 100
3 R. mucronata 22867 67 66.7 100
4 R. mucronata 13700 75 75.0 100
59
Lampiran 7. Kandungan Biomassa dan Estimasi Karbon kategori Pohon
Sta. Jenis Jumlah Pohon (ind/ha)
Tutupan Basal area (m2/ha)
Biomassa (ton/ha)
Karbon (ton C/ha)
1
R. apiculata 19 5251.65 186.748 93.37401
S. alba 14 7145.24 392.7774 196.3887
A. alba 3 1177.9 106.1889 53.09444
TOTAL 36 13574.79 685.7143 342.85715
2 R. mucronata 65 76733.75 1241.024 620.5122
S. alba 8 25693.05 137.5529 68.77645
TOTAL 73 102426.8 1378.5769 689.28865
3
R. mucronata 86 111243.14 1977.8814 988.9407
S. alba 18 57494.37 420.0246 210.0123
A. marina 1 415.265 1.997712 0.9989
B. gymnorrhiza 1 1808.64 5.168159 2.58408
TOTAL 106 170961.415 2405.071871 1202.53598
4
R. mucronata 2 510.25 1.844751 2.052824
R. apiculata 4 10616.34 37.19766 18.59883
S. alba 18 106763.93 587.7671 293.8835
A. marina 3 10589.65 80.81658 40.96944
B. gymnorrhiza 1 1319.585 3.482171 1.741086
TOTAL 28 129799.755 711.108262 357.24568
60
Lampiran 8. Kandungan Biomassa dan Estimasi Karbon kategori Semaian
STASIUN Kode Sampel Biomassa
(g) Karbon (g C)
Total Karbon (kg C/ha)
1
J1 65.03 30.564
J2 16.662 7.831
J3 0.595 0.28
J4 16.321 7.671
J5 10.308 4.845
Rata-rata 21.7832 10.2382 0.85
Standar Deviasi 25.03482 11.76622 0.98
2
S1 62.368 29.313
S2 40.032 18.815
S3 17.994 8.457
S4 7.474 3.513
S5 63.157 29.684
Rata-rata 38.205 89.782 139.76
Standar Deviasi 25.31141 11.89639 92.59
3
R1 18.466 8.679
R2 39.32 18.48
R3 73.643 34.612
R4 21.899 10.293
R5 80.238 37.712
Rata-rata 46.7132 21.9552
502.04
Standar Deviasi 28.79859 13.53526 309.51
61
Lampiran 9. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 1
STASIUN PLOT KODE
GAMBAR
NILAI
PIXEL
TOTAL
PIXEL
PERSEN
TUTUPAN (%) Rata-rata
Standar
deviasi
1
1
1.1.1 13082451 15925248 82.14912
74.1018 15.1406 1.1.2 9017530 15925248 56.62411
1.1.3 10691121 15925248 67.13315
1.1.4 14412466 15925248 90.50073
2
1.2.1 11009335 15925248 69.13133
65.4433 3.1625 1.2.2 10434819 15925248 65.52375
1.2.3 10465293 15925248 65.71510
1.2.4 9778610 15925248 61.40319
3
1.3.1 12415649 15925248 77.96204
73.7021 4.2582 1.3.2 11626840 15925248 73.00885
1.3.3 12063912 15925248 75.75337
1.3.4 10842568 15925248 68.08414
4
1.4.1 13491676 15925248 84.71878
77.5810 5.4765 1.4.2 11545363 15925248 72.49723
1.4.3 11816671 15925248 74.20086
1.4.4 12566183 15925248 78.90730
5
1.5.1 11315010 15925248 71.05076
71.7627 11.1516 1.5.2 8970812 15925248 56.33075
1.5.3 12485696 15925248 78.40189
1.5.4 12942050 15925248 81.26749
6
1.6.1 11994925 15925248 75.32018
70.0623 9.5230 1.6.2 12387155 15925248 77.78312
1.6.3 11253503 15925248 70.66454
1.6.4 8994777 15925248 56.48124
62
Lampiran 10. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 2
STA. PLOT KODE
GAMBAR
NILAI
PIXEL
TOTAL
PIXEL
PERSEN
TUTUPAN (%) Rata-rata
Standar
deviasi
2
1
2.1.1 13031277 15925248 81.82778
71.5706 8.4182 2.1.2 10385593 15925248 65.21464
2.1.3 11954906 15925248 75.06888
2.1.4 10219403 15925248 64.17108
2
2.2.1 12916634 15925248 81.10790
70.8113 7.2543 2.2.2 11095145 15925248 69.67016
2.2.3 10216834 15925248 64.15494
2.2.4 10878898 15925248 68.31227
3
2.3.1 11885278 15925248 74.63167
77.4455 3.6561 2.3.2 12181305 15925248 76.49052
2.3.3 13187099 15925248 82.80624
2.3.4 12079885 15925248 75.85367
4
2.4.1 13977564 15925248 87.76984
85.0582 4.2790 2.4.2 14114639 15925248 88.63058
2.4.3 13482538 15925248 84.66140
2.4.4 12608209 15925248 79.17119
5
2.5.1 13195782 15925248 82.86076
72.4693 12.2512 2.5.2 11899481 15925248 74.72085
2.5.3 12340520 15925248 77.49028
2.5.4 8727899 15925248 54.80542
6
2.6.1 9084603 15925248 57.04528
65.0667 8.5471 2.6.2 9947001 15925248 62.46057
2.6.3 10130824 15925248 63.61486
2.6.4 12285717 15925248 77.14616
63
Lampiran 11. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 3
STA. PLOT KODE
GAMBAR
NILAI
PIXEL
TOTAL
PIXEL
PERSEN
TUTUPAN (%) Rata-rata
Standar
deviasi
3
1
3.1.1 13158295 15925248 82.62537
78.2015 4.7423 3.1.2 13032705 15925248 81.83675
3.1.3 11979483 15925248 75.22321
3.1.4 11644662 15925248 73.12076
2
3.2.1 13925242 15925248 87.44129
85.3547 2.2496 3.2.2 13933842 15925248 87.49529
3.2.3 13532637 15925248 84.97599
3.2.4 13068189 15925248 82.05956
3
3.3.1 12585926 15925248 79.03127
83.0448 5.5630 3.3.2 12343973 15925248 77.51197
3.3.3 14068415 15925248 88.34032
3.3.4 13902072 15925248 87.29580
4
3.4.1 12826757 15925248 80.54353
78.8144 3.1088 3.4.2 12757954 15925248 80.11149
3.4.3 11810074 15925248 74.15944
3.4.4 12810778 15925248 80.44319
5
3.5.1 13018178 15925248 81.74553
82.5047 0.5589 3.5.2 13193902 15925248 82.84896
3.5.3 13216629 15925248 82.99167
3.5.4 13127591 15925248 82.43257
6
3.6.1 13458381 15925248 84.50971
82.0884 2.4871 3.6.2 12650583 15925248 79.43727
3.6.3 13358522 15925248 83.88266
3.6.4 12823663 15925248 80.52410
64
Lampiran 12. Perhitungan persen penutupan kanopi pada stasiun 4
STA. PLOT KODE
GAMBAR NILAI PIXEL
TOTAL PIXEL
PERSEN TUTUPAN (%)
Rata-rata Standar deviasi
4
1
2.7.1 9562960 15925248 60.04905
65.4631 6.9886 2.7.2 9413056 15925248 59.10775
2.7.3 11671975 15925248 73.29227
2.7.4 11052655 15925248 69.40335
2
2.8.1 11998215 15925248 75.34084
70.5477 3.7546 2.8.2 11015338 15925248 69.16902
2.8.3 11346329 15925248 71.24742
2.8.4 10579693 15925248 66.43346
3
3.7.1 8983803 15925248 56.41233
61.1216 4.3354 3.7.2 9310413 15925248 58.46322
3.7.3 10322573 15925248 64.81892
3.7.4 10318300 15925248 64.79208
4
3.8.1 10244623 15925248 64.32944
66.1292 3.0598 3.8.2 10006779 15925248 62.83594
3.8.3 10822321 15925248 67.95700
3.8.4 11051250 15925248 69.39452
1