document1

15
1.e. anorexia yang terus memburuk Vegetasi akan melepaskan bakteri secara terus menerus ke dalam sirkulasi darah(bakterimia kontinus), yang mengakibatkan gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan, penurunan berat badan dan lain-lain. GEJALA Beberapa dari mereka dengan anorexia nervosa hilang berat badan umumnya karena membatasi jumlah makanan yang mereka makan. Mereka juga mungkin mencoba menghilangkan berat badan dengan berolahraga secara berlebihan. Orang lain dengan anorexia menggunakan minuman keras dan obat pencahar, sama seperti bulimia. Mereka mengontrol kalori yang di dapat dengan memuntahkan setelah mereka makan atau dengan penyalahgunaan obat laxative, diuretic atau enema. Tidak peduli bagaimana pengurangan berat badan dicapai, anorexia memiliki sejumlah tanda dan gejala fisik, emosional dan kebiasaan. Gejala fisik anoreksia: Hilang berat badan secara ekstrim Terlihat kurus Kadar darah yang tidak normal Kelelahan Tidak bisa tidur Pusing atau pingsan Perubahan warna kebiruan di jari Kuku rapuh Rambut yang tipis, patah atau rontok Terlambat menstruasi Konstipasi Kulit kering Tidak tahan terhadap dingin Ritme jantung yang tidak beraturan Tekanan darah rendah Dehidrasi Osteoporosis Bengkak pada lengan atau kaki Gejala emosi dan kebiasaan anorexia: Menolak untuk makan Menyangkal rasa lapar Berolahraga secara berlebihan Suasana hati yang datar, atau lemah emosi Menarik diri dari lingkungan sosial Mudah marah Berkurangnya ketertarikan terhadap aktifitas seksual

Upload: mertaaulia18

Post on 14-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Document1

1.e. anorexia yang terus memburuk

Vegetasi akan melepaskan bakteri secara terus menerus ke dalam sirkulasi darah(bakterimia kontinus), yang mengakibatkan gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan, penurunan berat badan dan lain-lain.

GEJALA

Beberapa dari mereka dengan anorexia nervosa hilang berat badan umumnya karena membatasi jumlah makanan yang mereka makan. Mereka juga mungkin mencoba menghilangkan berat badan dengan berolahraga secara berlebihan. Orang lain dengan anorexia menggunakan minuman keras dan obat pencahar, sama seperti bulimia. Mereka mengontrol kalori yang di dapat dengan memuntahkan setelah mereka makan atau dengan penyalahgunaan obat laxative, diuretic atau enema.

Tidak peduli bagaimana pengurangan berat badan dicapai, anorexia memiliki sejumlah tanda dan gejala fisik, emosional dan kebiasaan.

Gejala fisik anoreksia:• Hilang berat badan secara ekstrim• Terlihat kurus• Kadar darah yang tidak normal• Kelelahan• Tidak bisa tidur• Pusing atau pingsan• Perubahan warna kebiruan di jari• Kuku rapuh• Rambut yang tipis, patah atau rontok• Terlambat menstruasi• Konstipasi• Kulit kering• Tidak tahan terhadap dingin• Ritme jantung yang tidak beraturan• Tekanan darah rendah• Dehidrasi• Osteoporosis• Bengkak pada lengan atau kaki

Gejala emosi dan kebiasaan anorexia:• Menolak untuk makan• Menyangkal rasa lapar• Berolahraga secara berlebihan• Suasana hati yang datar, atau lemah emosi• Menarik diri dari lingkungan sosial• Mudah marah• Berkurangnya ketertarikan terhadap aktifitas seksual• Depresi• Kemungkinan penggunaan produk herbal atau obat diet

Penyebab & Faktor Risiko

Penyebab

Page 2: Document1

Tidak diketahui secara khusus apa yang menyebabkan beberapa orang terkena anorexia. Seperti banyak penyakit lain, ini merupakan kombinasi faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.

• Biologis. Beberapa orang secara genetik mudah terkena anorexia. Wanita muda dengan saudara kandung perempuan atau ibu dengan gangguan makan memiliki risiko yang lebih tinggi.• Psikologis. Mereka dengan anorexia memiliki karakteristik yang berkontribusi terhadap anorexia. Sebagai contoh mereka memiliki kepercayaan diri yang rendah. Mereka mungkin memiliki kepribadian obsesif-kompulsif bawaan yang membuatnya lebih mudah untuk tetap melakukan diet ketat dan tidak makan ketika lapar. Mereka mungkin juga memiliki sifat perfeksionis yang tinggi, dengan maksud mereka tidak akan berpikir bahwa mereka telah cukup kurus.• Sosiokultural. Kultur negara barat sering menanamkan dan mempertebal keinginan untuk kurus. Media banyak menayangkan gambar model atau aktor bertubuh kurus. Kesuksesan dan keberhasilan selalu dikaitkan dengan tubuh kurus. Faktor pertemanan sebaya dapat menjadi alas an untuk menjadi kurus, khususnya pada gadis muda. Bagaimanapun, anorexia dan gangguan makan lain telah ada sejak berabad lalu, menunjukkan bahwa sosiokultural bukanlah semata-mata menjadi penyebab.

Faktor risiko

• Anorexia lebih banyak terjadi pada wanita meskipun baik laki-laki maupun wanita dapat juga mengalami anorexia.• Anorexia lebih umum terjadi pada mereka yang berusia remaja.• Genetik. Para ahli menemukan area pada kromosom 1 menunjukkan hubungan peningkatan risiko anorexia nervosa. Sebagai tambahan, anorexia nervosa menurun pada keluarga.• Mereka yang mengalami kenaikan berat badan akan merasa rendah diri. Perubahan berat badan ini akan memicu seseorang untuk memulai diet yang ekstrim.• Masa transisi. Ketika baru pindah sekolah, rumah atau pekerjaan, putusnya hubungan, atau kematian atau sakit yang diderita oleh mereka yang dicintai, perubahan tersebut dapat membawa tekanan emosional dan meningkatkan risiko anorexia nervosa.• Olahraga, pekerjaan dan aktivitas seni. Beberapa bidang pekerjaan, olahraga dan seni yang menuntut tubuh kurus dapat meningkatkan risiko anorexia bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya.• Media yang secara rutin menunjukkan gambar model dan aktor yang kurus dapat membuat penggemarnya ingin memiliki tubuh seperti mereka dan menempatkan risiko anorexia terhadap mereka yang ingin seperti model dan aktor tersebut.

Pencegahan

Tidak ada jaminan cara untuk mencegah anorexia atau gangguan makan lain. Jika anda memiliki anggota keluarga atau teman dengan kepercayaan diri yang rendah, diet parah atau tidak puas terhadap penampilan, pertimbangkan untu berbicara padanya mengenai hal ini. Meskipun anda tidak memiliki kemampuan untuk mencegah gangguan makan terjadi, anda dapat berbicara mengenai gaya hidup yang lebih sehat.

2. Apakah berat badan Nyonya A yang turun 5 kg dalam 6 minggu termasuk normal ? Kalau tidak, apa dampaknya terhadap tubuh?

Normal, karena penurunan berat badan normal adalah 500gr sampai 1 kg

3. Bagaimana patofisiologi dari rheumatic fever?

Page 3: Document1

Demam rematik adalah penyakit inflamasi yang dapat mengembangkan dua sampai tiga minggu setelah infeksi streptokokus Grup A (seperti radang tenggorokan atau demam berdarah). Hal ini diyakini disebabkan oleh antibodi reaktivitas silang dan dapat melibatkan jantung, sendi, kulit, dan otak. Demam rematik akut biasanya muncul pada anak-anak antara usia 5 dan 15, dengan hanya 20% dari serangan pertama kali terjadi pada orang dewasa.

Demam rematik adalah umum di seluruh dunia dan bertanggung jawab untuk banyak kasus katup jantung yang rusak. Di negara-negara Barat, itu menjadi cukup langka sejak 1960-an, mungkin karena meluasnya penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi streptokokus. Meskipun hal ini jauh kurang umum di Amerika Serikat sejak awal abad ke-20, telah ada beberapa wabah sejak 1980-an. Meskipun penyakit ini jarang terjadi, itu adalah serius dan memiliki mortalitas 2-5%.

Demam rematik terutama mempengaruhi anak-anak antara usia 5 dan 15 tahun dan terjadi sekitar 20 hari setelah radang tenggorokan atau demam scarlet. Dalam sampai sepertiga dari kasus, infeksi radang mendasar tidak mungkin menyebabkan gejala apapun.

Patogenesis

Meskipun pengetahuan serta penelitian sudah berkembang pesat, namun

mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para

ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun3,4,5.

Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel;

yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase,

streptokinase, disfosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal

erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi3.

Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan

terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi

silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan

antigen mirip antigen streptococcus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun1,3.

ASTO (anti streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering

digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% penderita

demam reumatik/penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikan titer ASTO ini;

bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap Streptococcus, maka pada 95% kasus

demam reumatik/penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi

terhadap Streptococcus3.

Penelitian menunjukkan bahwa komponen streptokokus yang lain memiliki reaktivitas

bersama dengan jaringan lain. Ini meliputi reaksi silang imunologik di antara karbohidrat

streptokokus dan glikoprotein katup, di antara membran protoplasma streptokokus dan

Page 4: Document1

jaringan saraf subtalamus serta nuklei kaudatus dan antara hialuronat kapsul dan kartilago

artikular. Reaktivitas silang imunologik multiple tersebut dapat menjelaskan keterlibatan

organ multiple pada demam reumatik.

Peran antibodi sebagai mediator cedera jaringan belum sepenuhnya diterima.

Adanya antibodi bereaksi silang yang serupa pada serum pasien tanpa demam reumatik

mendorong penelitian mediator imun lain. Data muthakir menunjukkan pada sitotoksitas

yang ditengahi oleh sel sebagai mekanisme alternatife untuk cedera jaringan. Penelitian

menunjukkan bahwa limfosit darah perifer pasien dengan karditis reumatik akut adalah

sitotoksik terhadap sel miokardium yang dibiak in vitro, dan bahwa serum penderita

demam reumatik menghapuskan pengaruh sitotoksik tersebut. Ini memberi kesan bahwa

antibodi yang bereaksi silang dapat mempunyai pengaruh protektif dalam pejamu tersebut.

Sekarang hipotesis yang paling banyak dipercaya adalah bahwa mekanisme imunologik,

humoral atau selular, menyebabkan cedera jaringan pada demam reumatik.

4. Bagaimana hubungan antara rheumatic fever dengan keluhan yang dialami sekarang ?

Grup A streptokokus pyogenes memiliki dinding sel terdiri dari polimer bercabang yang kadang-kadang mengandung ‘ M' protein" yang sangat antigenik. Antibodi sistem kekebalan tubuh yang menghasilkan melawan protein M" dapat menyeberangi bereaksi dengan protein jantung myofiber myosin, glikogen otot jantung dan sel-sel otot polos arteri, merangsang pelepasan sitokin dan kerusakan jaringan. Namun, reaksi silang hanya terbukti adalah dengan jaringan ikat perivaskular. Peradangan ini terjadi melalui lampiran langsung dari komplemen dan Fc reseptor-dimediasi perekrutan andmacrophages neutrofil. Karakteristik ASCHOFF badan, terdiri dari kolagen eosinofilik bengkak dikelilingi oleh limfosit dan makrofag dapat dilihat pada mikroskop cahaya. Makrofag yang lebih besar bisa menjadi sel-sel raksasa ASCHOFF. Akut lesi katup rematik juga dapat melibatkan reaksi imunitas diperantarai sel sebagai lesi terutama mengandung T-helper sel dan makrofag.

Dalam RF akut, lesi ini dapat ditemukan di setiap lapisan jantung dan karenanya disebut pancarditis. Peradangan dapat menyebabkan eksudat perikardial serofibrinous digambarkan sebagai perikarditis "roti-dan-mentega", yang biasanya sembuh tanpa gejala sisa. Keterlibatan endocardium biasanya menghasilkan nekrosis fibrinoid dan verrucaeformation sepanjang garis penutupan kiri-sisi katup jantung. Proyeksi berkutil timbul dari deposisi, sementara lesi subendothelial dapat menyebabkan thickenings teratur disebut MacCallum plak.

Penyakit jantung rematik kronis ditandai oleh peradangan berulang dengan resolusi fibrinosa. Perubahan anatomi kardinal katup meliputi penebalan leaflet, fusi commissural dan shortening dan penebalan pita tendon.

Patologi

Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan

proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ

Page 5: Document1

lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi

selalu reversibel3. Proses patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau

jaringan kolagen. Meskipun proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi

kebanyakan jaringan tubuh, manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan keterlibatan

jantung, sendi, dan otak.

Jantung

Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat, perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen lain seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil (pada kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis), pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang.

Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu spesifik. Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat klinis. Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok.

Dengan berlanjutnya radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit. Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain1. Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh Aschoff pada tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini terdiri dari infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusatfibrinoid yang avaskular.

Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai ’inti mata burung hantu’ dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit Anitschkow1. Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik1.

Reaksi radang juga mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan endokarditis. Proses endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding endokardium. Radang jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis reumatik. Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat.

Page 6: Document1

Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan bahwa etiologi reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral murni (isolated) dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup aorta murni. Pada pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat, kemungkinan etiologi reumatik adalah 97%1. Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi katup.

Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri dari edema dan linfiltrasi selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang khas endokarditis reumatik adalah ’tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan menebal yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral posterior. Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan pembentukan veruka pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang menetap, terjadilah fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik dapat terjadi pada pasien muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak ada pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun pasca serangan.

Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis juga menderita perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun sisi permukaan serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi volumenya berada dalam rongga perikardium1.

Organ-organ lain

Ruam kulit mencerminkan terdapatnya vaskulitis yang mendasari, yang mungkin ada padasetiap bagian tubuh dan yang paling sering mengenai pembuluh darah yang lebih kecil. Pembuluh darah ini menunjukkan proliferasi sel endotel. Nodul subkutan jarang ditemukan pada pasien demam reumatik akut; kalaupun ada, nodul ini cenderung ditemukan pada pasien dengan penyakit katup kronik, terutama stenosis mitral. Histologi nodul subkutan terdiri dari nekrosis fibrinoid sentral yang dikelilingi oleh sel-sel epitel dan mononuklear. Lesi histologis tersebut serupa dengan lesi pada benda Ascoff, suatu tanda patologis karditis reumatik.

Seperti pada perikarditis, patologi artritis pada dasarnya sama, yaitu serositis. Pada artritis reumatik jaringan tulang rawan (kartilago) tidak terlibat, akan tetapi lapisan sinovia menunjukkan terjadinya degenerasi fibrinoid. Patologi nodulus subkutan, yang membentuk penonjolan di atas tonjolan tulang dan permukaan tendo ekstensor, telah diuraikan di atas1. Vaskulitis, yang merupakan dasar proses patologis eritema marginatum, juga menyebabkan lesi ekstrakardial lain seperti keterlibatan paru dan ginjal yang kadang ditemukan pada demam reumatik akut. Demikian pula, vaskulitis dapat merupakan proses patologis yang berhubungan dengan korea Sydenham (St. Vitus dance). Ganglia basalis dan serebellum adalah tempat perubahan patologis yang sering ditemukan pada pasien dengan gejala korea Sydenham. Perubahan ini terdiri dari perubahan selular dengan infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit1. Pada literatur lain menyebutkan kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini (korteks, ganglia basalis, serebellum) tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam reumatik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea.

5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan penunjang

Kultur Darah:

Page 7: Document1

Pada keadaan normal kultur darah akan mendapatkan hasil negatif. Bila mendapatkan hasil positif, harus memenuhi aturan berikut ini:

Pertumbuhan organisme yang sama pada kultur ulangan yang diambil pada waktu yang berbeda pada tempat anatomis yang berbeda menunjukkan “true bacteremia”

Pertumbuhan organisme yang berbeda pada botol kultur yang berbeda dapat merupakan kontaminasi tapi terkadang dapat mengikuti masalah klinis, seperti fistula enterovaskuler

Pertumbuhan flora normal kulit, seperti Staphylococcus epidermidis, difteroid (corynebacteria dan propionibacteria), atau kokus gram positif anaerob, hanya pada satu dari beberapa kultur merupakan kontaminasi.

Organisme seperti Streptokokus viridans atau enterokokus lebih sering tumbuh pada kultur darah dari pasien suspek endokarditis, dan batang gram negatif seperti, E.coli pada kultur darah dari pasien dengan klinis sepsis gram negatif oleh sebab itu, juka organisme yang “diharapkan” ditemukan, makan hal itu lebih bermakna secara etiologis

EKG:

Stenosis Mitral: Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.

Page 8: Document1

LI

1. e. S. viridans penyakit+komplikasi

Penyakit jantung rematik adalah penyakit jantung yang disebabkan karena komplikasi dari penyakit demam rematik. Umumnya penyakit jantung rematik akibat komplikasi demam rematik adalah pancarditis (peradangan pada keseluruhan jantung), gagal jantung, pericarditis, dan kerusakan katup jantung (insufisiensi katup) diantaranya adalah stenosis katup mitral dengan berbagai derajat regurgitasi, dilatasi atrium (pembesaran atrium), aritmia (gangguan irama jantung) dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung rematik kronik menjadi penyebab utama stenosis katup mitral (kekakuan pada katup jantung) pada orang dewasa di amerika serikat.

Penyebab penyakit jantung rematik

Penyebab penyakit jantung rematik akibat dari komplikasi demam reumatik yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus beta-hemolitik grup A (yaitu, Streptococcus pyogenes). Antigen bakteri merangsang sel darah putih (Sel T dan sel B) untuk menghasilkan antibodi. Reaksi antigen dan antibody menghasilkan reaksi silang yang menyerang sel – sel jantung sehingga merusak sel – sel jantung (carditis) yang biasa disebut reaksi autoimun.

Faktor resiko penyakit jantung rematik

Page 9: Document1

Ras. Ras hawai dan Maori (keturunan polinesia) memiliki insiden yang tinggi.

Umur. Demam reumatik lebih sering terjadi pada anak – anak terutama usia 10 tahun. Kejadian pada orang dewasa sekitar 20%.

Seks. Perempuan lebih sering terkena dibandingkan dengan laki – laki.

Gejala dan tanda penyakit jantung rematik

Penderita penyakit jantung rematik akan mengeluhkan gejala sesak napas, perasaan tidak nyaman pada daerah dada dari ringan hingga sedang, dan sesak napas ketika berbaring/tidur (ortopnea).

Diagnosa penyakit jantung rematik.

Dalam mendiagnosa penyakit jantung rematik, harus ada riwayat penyakit demam rematik. Diagnosa dari demam reumatik adalah berdasarkan Kriteria Jones yang memerlukan kehadiran 2 mayor atau 1 mayor dan 2 kriteria minor untuk diagnosis demam rematik.Kriteria diagnostik utama termasuk carditis, polyarthritis, chorea, nodul subkutan dan eritema marginatum. Kriteria diagnostik minor termasuk demam, arthralgia, lama interval PR pada EKG, peningkatan reaktan fase akut (peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit [ESR]), kehadiran protein C-reaktif, dan leukositosis.

Dari hasil pemeriksaan fisik pada organ jantung penderita ditemukan seperti kesulitan bernapas, intoleransi latihan, dan detak jantung yang cepat. Ditemukan suara murmur, terdapat tanda – tanda pericarditis dan gagal jantung. Diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan echocardiografi untuk melihat kondisi katup – katup jantung dan otot jantung.

Pengobatan penyakit jantung reumatik

Tujuan dari pengobatan penyakit jantung rematik adalah mengobati demam reumatik dan penyakit jantung rematik secara bersamaan. Pemberian obat antibiotik dan antiradang merupakan pilihan pertama untuk pengobatan demam reumatik. Antibiotik yang dapat diberikan untuk demam reumatik adalah penisilin (oral atau suntik), eritromicin atau golongan cephalosporin. Antiradang antara lain obat golongan kortikosteroid. Penderita dianjurkan istirahat total (tirah baring/bed rest) disertai dengan pemberian diet bergizi tinggi yang mengandung nutrisi dan vitamin.

Pengobatan pada penyakit jantung rematik tergantung pada kondisi dan berat ringannya gejala pada jantung. Jika tanpa gejala umumnya tidak memerlukan terapi, gejala gagal jantung ringan membutuhkan terapi medis untuk mengatai keluhannya. Jika gangguan pada katup jantung mungkin membutuhkan operasi atau intervensl invasive yang membutuhkan follow up yang panjang dan biaya yang mahal.

Page 10: Document1

1. Imunologi (skenario, respon imun terhadap S. viridans

Respon inflamasi terhadap bakteri gram- dimulai dengan pelepasan sejumlah besar endotoksin berupa LPS. LPS mengikat protein spesifik dalam plasma yaitu LBP, selanjutnya kompleks LPS-LBP ini akan berikatan dengan CD14, yang merupakan reseptor di membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada TLR4 yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.

Respon inflamasi bakteri gram+ melalui dua mekanisme: menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah sangat banyak. Bakteri gram+ yang tak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun nonspesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram-, namun via TLR2. Berbeda dengan bakteri gram -, respons imun bakteri gram + memerlukan perantaraan sel T limfosit yang kurang menimbulkan respons inflamasi hebat.

Kedua kelompok organisme di atas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel- sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi akan dilawan oleh tubuh dengan imunitas seluler (monosit, makrofag, neutrofil) serta humoral (membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen). Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR2 dan TLR4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini akan menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) serta sel Th2. Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IFN-gamma, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8, dan IL-12. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, IL-10 dan IL-13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi diatur melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk melawan bakteri penyebab infeksi, namun jika berlebihan dapat menyebabkan syok, gagal multi organ, dan kematian. Sebaliknya sitokin antiinflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi berlebihan dan mempertahankan keseimbangan tubuh agar fungsi organ vital dapat berjalan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung/tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, PAF, prostaglandin) dan komplemen. Kerusakan akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cidera. Cidera endotel juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis, karena penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul anti-trombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.

Page 11: Document1

http://www.news-medical.net/health/What-is-Rheumatic-Fever-(Indonesian).aspxhttp://allergyclinic.wordpress.com/2012/02/14/imunologi-dasar-mekanisme-pertahanan-tubuh-terhadap-bakteri/