document1

49
1 KOMUNIKASI III HISTORY TAKING -- ANAMNESIS Dhani Redhono*, Wachid Putranto*, Veronika Ika Budiastuti ** TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari keterampilan History Taking/ Anamnesis ini, diharapkan mahasiswa mampu : 1. Mendapatkan riwayat medis (bio-physical history) secara komplet dan akurat , dengan tujuan untuk mengenali suatu pola yang bisa mengarah pada suatu penyakit. 2. Menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien dalam segi waktu tetapi tetap dapat meningkatkan proses ”diagnostic reasoning”. 3. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan pemahaman pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien. *Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/RSUD dr Moewardi Surakarta, ** Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta2 STRUKTUR KOMUNIKASI DOKTER-PASIEN Pada modul-modul komunikasi terdahulu telah diuraikan mengenai struktur komunikasi dokterpasien yang terdiri dari 3 hal yang harus berjalan secara paralel, yaitu : THE CAMBRIDGE CALGARY OBSERVATION GUIDE After Silvermann, Kurtz dan Draper Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tahap komunikasi dokter- pasien meliputi : 1. Memulai wawancara (initiating the session) 2. Mengumpulkan informasi (gathering information) 3. Penjelasan dan perencanaan (explanation and planning) 4. Menutup wawancara (closing the session) Kemudian pada saat melaksanakan tahap – tahap komunikasi dokter pasien tersebut ada dua hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu :3

Upload: yuliana-atmayudha

Post on 24-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1KOMUNIKASI III

HISTORY TAKING -- ANAMNESISDhani Redhono*, Wachid Putranto*, Veronika Ika Budiastuti

**

TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari keterampilan History Taking/ Anamnesis ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Mendapatkan riwayat medis (bio-physical history) secara komplet dan akurat , dengan tujuan untuk mengenali suatu pola yang bisa mengarah pada suatu penyakit.2. Menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien dalam segi waktu tetapi tetap dapat meningkatkan proses ”diagnostic reasoning”.3. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan pemahaman pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien.*Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta/RSUD dr Moewardi Surakarta,**Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta2STRUKTUR KOMUNIKASI DOKTER-PASIENPada modul-modul komunikasi terdahulu telah diuraikan mengenai struktur komunikasi dokterpasien yang terdiri dari 3 hal yang harus berjalan secara paralel, yaitu :THE CAMBRIDGE CALGARY OBSERVATION GUIDEAfter Silvermann, Kurtz dan DraperDari diagram di atas dapat dilihat bahwa tahap komunikasi dokter-pasien meliputi :1. Memulai wawancara (initiating the session)2. Mengumpulkan informasi (gathering information)3. Penjelasan dan perencanaan (explanation and planning)4. Menutup wawancara (closing the session)Kemudian pada saat melaksanakan tahap – tahap komunikasi dokter pasien tersebut ada dua hal yang harus selalu diperhatikan, yaitu :3 Kemampuan menjalin hubungan / sambung rasa dengan pasien (building the relationship). Kemampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation).Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara harus selalu digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-pasien. Bisa dikatakan ketiga hal tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada saat wawancara sedang berlangsung.Pada modul Komunikasi III (HISTORY TAKING/ ANAMNESIS) ini akan dibahas lebih lanjut mengenai proses mengumpulkan informasi (gathering information). Proses pengumpulan informasi ini lebih lanjut akan disebut sebagai proses ANAMNESIS.ANAMNESISAnamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven).Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari data :1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)3. Riwayat Kesehatan Keluarga4. Riwayat Sosial dan EkonomiSebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.1. Riwayat Penyakit Sekarang, Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :41. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?) 4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu : 1. Lokasi Sakit Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta menunjukkan dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke arah mana.Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas dan duodenum; sebelah kiri lambung; sebelah kanan duodenum, hati, kandung empedu; di atas hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas lambung dan duodenum; bawah belikat kanan kandung empedu; bahu kanan duodenum, kandung empedu, diafragma kanan; bahu kiri diafragma kiri.2. Onset dan kronologisPerlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa lama. Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap. Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati timbul secara ritmik curiga ulkus peptikum, malam hari ulkus peptikum dan tiap pagi dispepsia non ulkus.3. Kualitas (sifat sakit)Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu yang bergerak 5biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna, empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).4. Kuantitas (derajat sakit) Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap penyakitnya. Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.

5. Faktor yang memperberat keluhan.Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan, fisik, keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah sakit, seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas makan/minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan pankreas. Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis, perforasi, peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit pada pleuritis. 6. Faktor yang meringankan keluhan.Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses inflamasi dari pankreas atau hati. 7. Keluhan yang menyertaiPerlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor pencetusnya, misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah :- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?- Adakah ikterik ?- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat dingin atau badan lemas ?- Adakah penurunan berat badan ? Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.62. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.2. Riwayat Penyakit DahuluDitanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).3. Riwayat Penyakit KeluargaAnamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.4. Riwayat sosial dan ekonomiHal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).BAGAN ALUR PROSES ANAMNESISBerikut ini disajikan bagan yang diharapkan dapat membantu pemahaman mengenai proses anamnesis.7Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari ”ANAMNESIS”.A. TAHAP – TAHAP ANAMNESIS yang terdiri atas:1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari sisi penyakit maupun perspektif pasien. 8

3. Essential background information.B. ISI (content) yang terdiri atas :1. Disease framework2. Illness frameworkBaik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further exploration.Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk mencari kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai berikut : Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”; Riwayat Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan Ekonomi merupakan bagian dari ”essential background information”.KETERAMPILAN YANG HARUS DIKUASAI DALAM MELAKUKAN ANAMNESISKETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya (dengan kata – kata pasien sendiri).2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah dengan pertanyaan terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan pertanyaan tertutup.3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal maupun nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian dukungan/ dorongan, adanya pengulangan, paraphrasing, interpretasi, dll.5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.96. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan suatu keterangan tambahan.7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan istilah –istilah medis yang tidak dipahami pasien.9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.CONTOH KASUSSeorang laki-laki umur 24 tahun mengeluh nyeri pinggang.Anamnesis yang sistematis adalah : Dengan menggunakan pertanyaan terbuka, galilah mengenai keluhan utama pasien, yaitu pada kasus ini adalah : Nyeri pinggang. Pada penggalian informasi lebih lanjut tanyakan :1. Lokasi nyeri : pertengahan daerah lumbal kadang-kadang menjalar ke tungkai atas dan kaki kanan2. Onset & kronologi : berangsur-angsur sejak bekerja di kebun, sudah dirasakan selama 3hari, memburuk waktu sore, membaik waktu pagi.3. Kuantitas nyeri : ringan, namun tidak dapat bekerja, karena rasa kurang nyaman4. Kualitas nyeri : nyeri tumpul.5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digerakkan, masuk kendaraan dan batuk, 6. Faktor peringan : bila diam terlentang.7. Gejala yang menyertai : kaku

Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorikSistemik : Tidak ada demam10Riwayat Penyakit Dahulu: - Riwayat jatuh disangkal- Riwayat batu ginjal disangkalRiwayat sosial: Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam sepekan pada akhir minggu mengelola sebuah peternakan kecil., hobi bermain bowling.Keuangan : Tidak mempunyai asuransi kesehatan. 11CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN ANAMNESIS/ HISTORY TAKINGNo ASPEK PENILAIANSKOR0 1 2MEMBUKA WAWANCARA1 Menyapa pasien2 Memperkenalkan diri3 Menunjukkan sikap hormat dan respek pada pasien4 Mengidentifikasi dan mengkonfirmasi permasalahan pasien5. Menegosiasikan agenda konsultasi ANAMNESIS6 Menanyakan identitas penderita 7 Menanyakan keluhan utama8 Menanyakan lokasi 9 Menanyakan onset dan kronologi10 Menanyakan kualitas keluhan11 Menanyakan kuantitas keluhan12 Menanyakan faktor-faktor pemberat13 Menanyakan faktor-faktor peringan14 Menanyakan gejala penyerta15 Menanyakan riwayat penyakit dahulu16 Menanyakan riwayat kesehatan keluarga17 Menanyakan riwayat sosial ekonomi18 Menanyakan kebiasaan pribadi19 Penggunaan bahasa yang mudah dipahami pasien20 Menggunakan pertanyaan terbuka secara tepat21 Menggunakan pertanyaan tertutup secara tepatMENUTUP WAWANCARA22 Menanyakan pada pasien apakah ada hal yang terlewat23 Menutup wawancara dengan membuat suatu ringkasan24 Membuat kesepakatan dengan pasien (contracting)SAMBUNG RASA DENGAN PASIEN25 Menunjukkan tingkah laku (non verbal) yang sesuai 26 Bila melakukan kegiatan lain (misal melihat catatan atau menulis), tidak sampai mengganggu proses wawancara dengan pasien.27 Tidak menghakimi28 Memberikan empati dan dukungan terhadap pasien29 Tampak percaya diri

KETERAMPILAN MENSTRUKTUR WAWANCARA30. Menggunakan signposting 31 Menjalankan wawancara dengan urutan yang logis/ tepat32 Memperhatikan waktuJUMLAH SKOR12Keterangan :0 Tidak dilakukan mahasiswa1 Dilakukan, tapi belum sempurna2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan). Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% 6413DAFTAR PUSTAKA1. Berry & Kohn’s, 1996, OPERATING ROOM TECHNIQUE, 8th edition, Mosby-Yearbook, Inc Bookrags 2006. Antiseptic. http://www.bookrags.com/sk/antiseptik.2. Encyclopedia of Surgery: A Guide for Patients and Caregivers, Aseptic Technique.http://www.surgeryencyclopedia.com/A-Ce/Aseptic-Technique.html3. Medical Education Division, Brookside Associates Ltd., 2008, Scrub, Gown, and GloveProcedure.http://www.brooksidepress.org/Products/Scrub_Gown_and_Glove_Procedures/Index.htm4. Dudley, Eckersley, and Brown 1999. A Guide to Practical Procedures in Medicine andSurgery, Butterworth-Heinemann Ltd., London.5. Engender Health, 2001, Aseptic Technique.http://www.engenderhealth.org/IP/About/ip.pdf6. Sodera, Saleh dan Evans, 1991, Illustrated Handbook of Minor Surgery and OperationTechnique, Heineman Medical Book, London.

http://fk.uns.ac.id/static/file/Manual_Semester_II-2012.pdf

Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar Rhonda M Jones Bab ini meliputi materi yang ditulis pada edisi pertama oleh Jean DeMartinis. Pengkajian kesehatan menyeluruh seorang individu terdiri dari tiga komponen: (1) wawancara dan riwayat kesehatan; (2) pengamatan umum dan pengukuran tanda-tanda vital; dan (3) pemeriksaan fisik, yang meliputi evaluasi diagnostik, interpretasi temuan klinis, diagnosis, terapi dan tindak-lanjut. Biasanya, farmasis tidak melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, tidak seperti profesional kesehatan lainnya (yaitu dokter, asisten dokter, perawat). Walaupun demikian, sangatlah penting bagi farmasis untuk mengenal pemeriksaan fisik terutama prinsipprinsipnya, metode, dan data yang diperoleh karena farmasis secara rutin menggunakan data pasien selama melaksanakan pekerjaan asuhan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Bab ini membahas pemeriksaan fisik, yang merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat obyektif. Karena tidak perlu bagi seorang farmasis untuk menjadi sangat terampil secara teknis melakukan pemeriksaan fisik, pembahasan pada bab ini akan menfokuskan pada prinsip-prinsip dasar pemeriksaan, situasi, metode umum, dan peralatan. Pertimbanganpertimbangan khusus pada pemeriksaan fisik seorang individu dari suatu populasi khusus (misalnya pediatrik, geriatrik, dan pasien hamil) juga akan didikusikan. Prinsip dasar pemeriksaan fisik Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk mengidentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya variasi dari keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini menjadi DAFTAR ISTILAH • Auskultasi • Inspeksi • Palpasi • Perkusi Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009 40 bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuantemuan klinis yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu. Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, rekam medis terdiri dari informasi subyektifdan obyektif. Informasi subyektif yang baru akan diperoleh dari hasil wawancara pasien dan riwayat kesehatan. Informasi subyektif akan membuat pemeriksa waspada mengenai area apa yang harus menjadi perhatian selama pemeriksaan itu. Informasi lebih lanjutan kemudian akan diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Harus diingat bahwa garis pemisah antara riwayat pasien dan pemeriksaan fisik selalu abstrak. Sebagai contoh, temuan klinis obyektif akan memperkuat, memvalidasi dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada pemeriksaan awal, tetapi juga pada saat yang sama, temuan fisik akan menstimulasi pemeriksa untuk bertanya lebih lanjut selama pemeriksaan. Tidak ada yang absolut mengenai metode yang digunakan dan sistem yang harus dicakup dalam suatu pemeriksaan fisik. Penentuan pilihan dipengaruhi oleh usia pasien, gejala, data fisik dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri (misalnya, penapisan/screeningfisik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisis gejala-gejala). Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan yang terjadwal untuk mengkaji progresi atau kesembuhan dari suatu masalah atau abnormalitas tertentu).

Pengkajian kesehatan sering dianggap sebagai suatu insiden tersendiri. Namun, saat ini, telah diterima bahwa penapisan atau pemantauan kesehatan terkait-usia harus dilakukan secara teratur (jika pasien tidak menunjukkan gejala/asimtomatik).Remaja (usia 12-19 tahun) sebaiknya menjalami pemeriksaan fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (usia 20-59 tahun) sebaiknya menjalani pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 5-6 tahun. Pemeriksaan penapisan lainnya, misalnya mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, dan sigmoidoskopi, sebaiknya dilakukan secara lebih teratur, seperti yang disarankan pada Pedoman Deteksi Kanker Dini dari American Cancer Society. Orang-orang dewasa yang lebih lanjut usia (>60 tahun) sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh setiap 2 tahun, termasuk serangkaian pemeriksaanpenapisan seperti yang telah dikemukakan di atas. Karena asuhan kefarmasian yang berorientasi pasien mencakup juga tindakan pencegahan masalah kesehatan, farmasis sebaiknya secara rutin mengajukan pertanyaan pada pasien kapan pasien terakhir melakukan pemeriksaan fisik. Pertanyaan demikian harus menitikberatkan pada penapisan spesifik dan pedoman-pedoman pemantauan (misalnya 4.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik 41 mammografi, tes pap, uji adanya darah pada feses, kolesterol, dan lain-lain). Farmasis sebaiknya mendorong pasien untuk menemui dokter untuk pemeriksaan fisik menyeluruh. Jika psien tidak melakukan pemeriksaan selama 2 tahun terakhir (untuk pasien >60 tahun). Farmasis juga sebaiknya memberikan penyuluhan/edukasi kepada pasien mengenai penapisan dan pemantauan kesehatan sesuai pedoman. Pemeriksaan penapisan yang teratur sangat penting, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit pertemuan antara pasien dan farmasis yang dilakukan untuk penapisan/skrining kesehatan saja. Kebanyakan pada interaksi farmasis dengan pasien lebih membahas keluhan-keluhan pasien. Pemeriksaan yang dilakukan sebagai respon terhadap keluhan atau gejala diarahkan untuk mengetahui atau mencegah masalah kesehatan yang potensial dan merupakan interaksi yang terfokus. Ketika memberikan pelayanan/asuhan kesehatan yang berorientasi pasien, farmasis dapat berperan penting dalam menentukan fokus interaksi tersebut untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien yang berkaitan dengan efek pengobatan. Metode Pemeriksaan Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebutsebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa (lihat Bab lain). INSPEKSI Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009 42 atau tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya

menjauhi mereka. Yang tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada berbagai situasi di apotek, maka teknik ini merupakan metode yang paling penting yang harus dikuasai pada praktek kefarmasian. PALPASI Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksisebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh. Gambar 4-1 menunjukkan area tangan yang digunakan untuk palpasi untuk membedakan temuan-temuan klinis. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau 4.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik 43 memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul secara abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan. Gambar 4 1 Area tangan yang digunakan untuk palpasi. ‐Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi (Gambar 4-2). Jika pada awal palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi ringanbersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari

secara memutar. Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009 44 Palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan (Gambar 4-2). Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala. Gambar 4-2 Teknik palpasi (A) Ringan (B) Dalam PERKUSI Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Tabel 4-1 menunjukkan kualitas dan karakter suara yang keluar pada saat perkusi sesuai dengan tipe dan densitas jaringan dan sifat lapisan di bawahnya. Terdapat lima macam perkusi seperti yang tercantum di bawah ini: Tabel 4 1 Suara Perkusi ‐Suara Nada/pitch* Intensitas Durasi Kualitas Lokasi Datar Tinggi Lembut Pendek Absolut Normal: sternum, paha Tidak jelas(dullness) Abnormal: paru paru ‐atelektatik; 4.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik 45 massa padat Tidak tajam (dull) Medium Medium Moderat Seperti suara pukulan/jatuh, pendek (muffled thud) Normal: hati; organ‐organ lain; kandung kencing penuh Abnormal: efusi pleura,

asites Resonan/gaung Rendah Keras Moderat/panjang Kosong Normal: paru paru ‐Hiper resonan Sangat ‐rendah Sangat keras Panjang Berdebam Abnormal: Emfisema paru paru ‐Timpani Tinggi Keras Panjang Seperti drum Normal: gelembung udara lambung Abnormal: abdomen distensi udara • Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik (cycles per second/cps). Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi, sedangkan vibrasi lambat menghasilkan nada pitch yang rendah. • Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara. Makin besar amplitude, makin keras suara. • Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar. • Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang digunakan untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu. Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”. Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter untuk Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009 46 menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang (Gambar 4-3). Gambar 4 3 Perkusi jari tak langsung. ‐Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara.

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar 4-4). Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter 4.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik 47 (kepalan dari tangan yang dominan) mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya, nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal. Gambar 4 4. Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah costovertebral ‐(CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA. AUSKULTASI Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi dilakukan dengan stetoskop (Gambar 4-5). Stetoskop regular tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci. Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009 48 Gambar 4 5 Stetoskop. ‐Bagian endpiece harus memiliki diafragma dan bel (Gambar 4-5). Diafragma digunakan untuk meningkatkan suara yang tinggi-pitch-nya., misalnya suara nafas yang terdengar dari paruparu dan suara usus melalui abdomen dan ketika mendengarkan suara jantung yang teratur (S1 dan S2). Bel dipergunakan khususnya untuk suara dengan pitch-rendah dan mengamplifikasi suara-suara gemuruh murmur jantung, turbulensi arteri (bruits) atau vena (hums), dan friksi organ. Karena aliran darah memberikan suara dengan pitch yang rendah, bel juga digunakan untuk mengukur tekanan darah; namun, peletakan bel dengan tepat pada beberapa pasien kadang-kadang cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu, diafragma sering juga digunakan untuk mengukur tekanan darah. Banyak pemeriksa, baik yang masih baru maupun yang sudah ahli, cenderung meletakkan stetoskop pada dada segera setelah pasien melepas pakaian dan tanpa melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk ini menjadi kebiasaan, maka pemeriksa akan melewatkan/tidak mengetahui petunjuk penting mengenai analisis gejala. Mengikuti metode pemeriksaan secara berurutan dan menggunakan auskultasi sebagai pemeriksaan terakhir merupakan hal-hal yang esensial. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemeriksaan abdomen merupakan perkecualian aturan ini. Auskultasi abdomen harus mendahului palpasi dan perkusi; jika tidak demikian, suara mekanik yang terjadi dalam abdomen akibat menekan-nekan sekitar isi perut akan menghasilkan “suara usus” palsu. 4.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik

49 Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus. Persiapan untuk pemeriksaan Agar interaksi pasien berlangsung efisien dan lancar, penting bagi pemeriksa untuk bersiap-siap sebelum perjumpaan dengan pasien. Langkah-langkan penting pada persiapan ini meliputi hal-hal berikut: mengumpulkan peralatan, menyiapkan tempat, dan menjamin keselamatan pasien. MENYIAPKAN ALAT Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik komprehensif yang dilakukan oleh seorang dokter umum dapat dilihat pada Gambar 4-6. Farmasis tidak perlu menggunakan seluruh alat tersebut; walaupun demikian akan bermanfaat untuk mengetahui dan mengenal alat-alat umum yang digunakan pada pemeriksaan fisik. Peralatan yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik menyeluruh adalah: • Pena cahaya atau senter digunakan untuk cek kulit dan respon pupil terhadap cahaya dan untuk sumber cahaya tangensial menerangi dada danabdomen dariri sisi samping. • Penggaris atau meteran,lebih disukai jika menggunakan satuan centimeter, untuk mengukur ukuran mola atau abnormalitas kulit lainnya, abdomen, tinggi fundus dan keliling tangan. • Sarung tangan dan masker atau kaca mata pelindung/goggles sesuai aturan Centers for Disease Control (CDC) untuk situasi tertentu. • Otoskop dan oftalmoskop untuk memeriksa telinga dan mata (jika otoskop tidak dilengkapi dengan spekulum pendek, maka diperlukan spekulum nasal). • Depresor lidah untuk menggerakkan atau menahan lidah pada saat memeriksa orofaring. • Stetoskop (dengan bel dan diafragma) untuk auskultasi paru-paru, jantung dan saluran cerna. Raylene M Rospond, 2009; terj. D Lyrawati, 2009 50 • Palu reflex untuk menguji reflex tendon • Beberapa benda untuk menguji saraf cranial (misalnya uang logam, peniti, kancing dll) Peralatan tambahan yang diperlukan untuk menilai tanda-tanda vital (vital signs) antara lain: • Thermometer untuk mengetahui temperature • Sfigmomanometer untuk mengetahui tekanan darah • Jam dengan jarum penunjuk detik atau jam digital untuk menghitung kecepatan detak jantung (nadi) dan pernafasan. • Skala untuk mengukur berat badan Hampir semua alat sudah tercantum pada daftar di atas. Karena anda harus siap melakukan pemeriksaan terfokus tanpa interupsi, anda harus menyiapkan peralatan dasar (misalnya sfigmomanometer dan stetoskop) tersedia dan mudah dijangkau di ruang praktek Pengaturan yang hati-hati dan konsisten sebelum memulai pemeriksaa akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemeriksaan dan menjamin pemeriksaan selalu dilakukan dengan urutan yang sesuai. Gambar 4 5 Peralatan yang digunakan selama pemeriksaan fisik: 1) stetoskop, 2) ‐sphygmomanometer; 3) palu reflex; 4) garpu untuk tuning; 5) garpu untuk tuning; 6) roda untuk

pemeriksaan sensori; 7) kartu untuk memeriksa penglihatan; 8) peak flow meter; 9) thermometer membrane timpani; 10) thermometer merkuri; 11) thermometer elektronik; 12) alcohol pad; 13) bola kapas; 14) sarung tangan sekali pakai; 15), tape measure; 16) specimen cup; 17) otoskop; 18) button (benda tumpul untuk pemeriksaan sensori); 19), kunci (benda 4.Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik 51 tajam untuk pemeriksaan sensori); 20) oftalmoskop; endpiece (dapat diganti dengan otoskop endpiece); 21) triceps skinfold caliper;22) 51onofilament; 23) pena cahaya; 24), depressor lidah. MENYIAPKAN TEMPAT DAN KONDISI Ruang pemeriksaan yang terpisah atau daerah dengan tirai pembatas harus disediakan untuk menjamin privacy dan kerahasiaan (confidentiality). Ruangan tersebut harus cukup hangat. Pencahayaan yang baik dan lingkungan yang tenang merupakan hal yang penting, walaupun kadang-kadang hal ini sulit diperoleh. Usaha untuk memperoleh efek pencahayaan yang optimal dari sinar matahari atau sumber cahaya artificial juga penting. Jika lampu berfluoresensi di atas kepala merupakan sumber cahaya yang tersedia, maka pencahayaan tangensial atau samping juga harus digunakan. Sinar fluoresens menghilangkan semua bayangan permukaan, hal yang memang baik jika anda bekerja di meja tulis, tapi akan menghalangi kemampuan anda memvisualisasi karakteristik permukaan tubuh. Dengan menggunakan sumber cahaya tangensial akan dapat diperoleh pandangan anatomi tubuh yang lebih baik misalnya untuk melihat adanya benjolan, pulsasi atau lesi kulit. Pena cahaya, lampu yang bisa ditekuk tangkainya, atau senter merupakan alat-alat yang paling sering digunakan untuk memvisualisasi tubuh.

http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-fisik-dasar.pdfPustaka American Cancer Society. American Cancer Society Guidelines for the Early Detection of Cancer. Atlanta, GA: American Cancer Society, 2006. Available at: http://www.cancer.org/docroot/PED/content/PED_2_3X_ACS_Cancer_Detection_Guidelines_3 6.asp?sitearea=PED. Accessed August 21, 2006. Barkauskas V, Stoltenberg-Allen K, Baumann L, et al. Health and Physical Assessment, 3rd ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 2002. Centers for Disease Control. Standard Precautions Excerpt from Guideline for Isolation Precautions in Hospitals: Preventing T ransmission of Infectious Agents in Healthcare Settings 2007. Centers for Disease Control and Prevention, U.S. Department of Health and Human Services. Available at: http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/gl_isolation_standard.html. Accessed April 7, 2008. Goodfellow L. Physical assessment: a vital nursing tool in both developing and developed countries. Cri t Care Nurs Q 1997; 20(2):6-8. Harris R, Wilson-Barnett J, Griffiths P, et al. Patient assessment: validation of a nursing instrument. Int J Nurs Stud 1998;35: 303-313. National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH). Recommendations for the Prevention of Natural Rubber Latex Al lergy. Cincinnati, OH: National Institute of Occupational Safety and Health, 1998. NIOSH Publication No. 98-113. Pomeranz A. Physical assessment. Pediatr Cl in North Am 1998;45: xi,1. Seidel H, Ball J, Dains J, et al. Mosby's Gui de to Physical Examination, 6th ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 2006. U.S. Department of Health and Human Services. Healthy People 2010: National Health Promoti on and Disease Prevention Objectives. Washington, DC: Public Health Services, 1999.

Penilaian Umum dan Tanda tanda Vital ‐Rhonda M Jones General assessment atau penilaian umum (atau general survey) adalah penilaian terhadap pasien secara utuh dan cepat, mencakup fisik pasien, sikap, mobilitas dan beberapa parameter fisik (misalnya tinggi, berat badan dan tanda-tanda vital). Penilaian umum memberikan gambaran/kesan mengenai status kesehatan pasien. Parameter fisik yang diukur membantu evaluasi pasien karena menyangkut beberapa sistem organ tubuh. TAMPAK FISIK, SIKAP DAN MOBILITAS Mulailah penilaian umum dengan mengamati secara cepat tampak fisik pasien. Bagaimana kesan/impresi mengenai pasien dilihat dari karakteristik: (i) umur, (ii) warna kulit, (iii) wajah, (iv) tingkat kesadaran, (v) tanda-tanda distress akut, (vi) nutrisi), (viii) struktur tubuh, (viii) pakaian dan penampilan, (ix) sikap, dan (x) mobilitas/gerakan. Jika anda melihat adanya abnormalitas pada karakteristik tersebut, catat temuan anda, dan periksa lebih lanjut dengan cara mengajukan pertanyaan dan pemeriksaan fisik (lihat bab 8-22). Umur Ciri-ciri wajah pasien dan struktur tubuh harus sesuai dengan keterangan umur yang dinyatakan oleh pasien. Jika pasien nampak jauh leih tua dari umurnya, mungkin hal itu merupakan tanda penyakit kronis, akibat konsumsi alkohol atau merokok. DAFTAR ISTILAH• Arrhythmia • Ataksia • Tekanan darah • Bradikardia • Bradipnea • Kakhektik • Koma • Sianosis • Tekanan darah diastol • Eklamsia • Hipertensi • Hipertensi sistolik terisolasi • Jaundice • Kiposis • Lesi • Letargi • Lordosis • Pallor • Preeklamsia • Stupor

• Tekanan darah sistol • Takhikardia • Takhipnea Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 2Warna Kulit Perubahan sianosis dapat mudah diamati pada bibir dan rongga mulut, sedangkan pallor dan jaundice mudah dideteksi dari warna jari kuku dan konjungtiva mata. Warna kulit pasien harus rata dan pigmentasi harus konsisten dengan latar belakang genetik pasien. Lesiadalah area pada jaringan yang terganggu fungsinya akibat penyakit tertentu atau trauma fisik. Cyanosis adalah warna kebiruan akibat jumlah oksigen dalam darah yang tidak adekuat; mungkin karena nafas pendek/shortness of breath (kesulitan bernafas), penyakit paru-paru, gagal jantung, atau tercekik. Pallor adalah kulit yang pucat yang tidak normal akibat berkurangnya aliran darah atau berkurangnya kadar hemoglobin, dan dapat disebabkan oleh berbagai keadaan penyakit (misalnya anemia, syok, kanker). Jaundice adalah warna kulit menjadi kuning akibat bilirubin berlebih (pigmen empedu) dalam darah. Hal ini dapat merupakan indikasi adanya penyakit hati atau saluran empedu yang tersumbat oleh batu empedu. Wajah Gerakan wajah harus simetris, dan ekspresi wajah harus sesuai dengan perkataan pasien (misalnya pasien mengatakan kepada anda bahwa dia baru saja didiagnosis kanker, dan dia nampak kaget dan sedih). Jika salah satu sisi wajah paralisis (tidak bergerak), pasien mungkin mengalami stroke atau trauma fisik atau salah satu bentuk paralisis sementara yang disebut palsi Bell. Wajah yang datar atau ekspresi seperti topeng, di mana pasien tidak menunjukkan emosi pada wajah, mungkin terkait dengan penyakit Parkinson dan depresi. Ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan perkataan dapat merupakan indikasi adanya penyakit kejiwaan. Tingkat Kesadaran Pasien harus waspada dan sadar akan waktu, tempat dan orang. Disorientasi terjadi pada gangguan otak (misalnya delirium, demensia), stroke, dan trauma fisik. Pasien letargi umumnya mengantuk dan mudah tertidur, terlihat mengantuk, dan merespon pertanyaan dengan sangat lambat. Pasien stupor hanya merespon jika digoncang dengan keras dan terus menerus dan hanya dapat member jawaban yang terdengar seperti menggerutu tidak jelas. Pasien yang sama sekali tidak sadar (pasien koma) tidak merespon stimulus dari luar ataupun nyeri. 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐3 Tanda-Tanda Distress Akut Tanda-tanda distress pernafasan termasuk nafas pendek, wheezing atau menggunakan otot-otot aksesori untuk membantu bernafas. Wajah pasien yang menunjukkan rasa sakit atau pasien yang mencengkeram bagian tubuh mungkin merupakan tanda-tanda nyeri yang sangat parah. Distres emosi dapat muncul sebagai rasa gelisah, tegang, mudah terkejut dan/atau menangis. Nutrisi Berat badan pasien harus sesuai dengan tinggi badannya, dan lemak tubuh harus terdistribusi merata. Obesitas di mana lemak terutama pada wajah, leher dan dada sedangkan tungkai tangan dan kaki kurus dapat disebabkan oleh sindroma Cushing (hiperadrenalin) atau karena penggunaan kortikosteroid. Jika pinggang pasien lebih besar daripada pinggul, maka pasien ini mempunyai resiko tinggi akan mengalami penyakit yang terkait dengan obesitas (misalnya diabetes, hipertensi, penyakit arteri koroner) Jika pasien tampak kakhektik, atau

pasien kelihatan sangat kurus dengan mata cekung dan pipi tirus, ini merupakan tanda penyakit wasting kronik (misalnya kanker, starvasi, dehidrasi). Struktur Tubuh Kedua sisi tubuh pasien harus terlihat dan bergerak sama. Pasien harus berdiri tegak sesuai usianya. Posisi seperti tripod, di mana pasien duduk condong ke depan dengan tangan bersandar pada lengan kursi atau pada lutut, berkaitan dengan adanya penyakit respirasi misalnya emfisema atau penyakit paru obstruktif kronik (COPD). Amati jika ada deformitas fisik, misalnya kyphosis (Gambar 5-1) di mana pasien nampak bungkuk karena osteoporosis (hilangnya densitas tulang). Lordosis (Gambar 5-2) di mana terdapat lengkung ke arah dalam pada daerah punggung bawah, biasanya terlihat pada wanita hamil trimester akhir. 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐105 Gambar 5-1 Kyphosis Gambar 5-2 Lordosis Pakaian Dan Penampilan Pakaian pasien harus sesuai dengan cuaca, bersih, dan pas. Pasien harus kelihatan bersih dan berpenampilan sesuai usia, jenis kelamin, pekerjaan, golongan sosial ekonomi dan latar belakang budayanya. Sikap Pasien harus mau bekerjasama/kooperatif dan berinteraksi dengan baik. Berbicara jelas dan dapat dimengerti, dengan pilihan kata yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan budayanya. Mobilitas Cara berjalan pasien harus lancar, tetap dan seimbang dan kaki sesuai lebar bahu. Jika pasien terlihat ragu-ragu atau sulit untuk berjalan, berjalan pendek-pendek dan susah payah, dan merasa sulit untuk berhenti mendadak, biasanya berkaitan dengan penyakit Parkinson. Ataksia adalah keadaan gemetar dan terhuyung-huyung, berjalan tidak tegak yang mungkin disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan atau obat tertentu (barbiturat, benzodiazepin, stimulan sistem saraf pusat). PARAMETER FISIK Parameter fisik yang diukur sebagai bagian dari penilaian umum menggambarkan status kesehatan pasien secara umum. Parameter fisik tersebut termasuk (i) tinggi badan, (ii) berat badan, (iii) tanda-tanda vital. Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 106Tinggi Badan Tinggi badan seseorang menunjukkan latar belakang genetik dan rutin digunakan untuk mengevaluasi proporsi tubuh. Tinggi badan juga dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelumnya untuk melihat ada tidaknya penurunan densitas tulang atau osteoporosis, di mana tinggi badan akan menurun sejalan dengan progresi penyakit. Ukur tinggi badan dengan cara meminta pasien berdiri tegak, tanpa sepatu, bersandar pada bagian permukaan vertikal yang datar dari suatu alat pengukur, misalnya tiang pada alat penimbang berat badan. Letakkan garis pengukur pada kepala dan lihat berapa angka pada tiang pengukur tinggi badan. Tinggi badan dapat dicatat dalam satuan centimeter atau inci. Berat Badan Berat badan seseorang menunjukkan status nutrisi dan status kesehatan secara umum dan paling baik diukur dengan alat timbang badan terstandarisasi. Pasien harus melepas sepatu dan pakaian luarnya yang berat sebelum berdiri di alat timbang. Jika diperlukan pengukuran berat badan serial, maka sebaiknya dilakukan penimbangan pada waktu/jam yang sama setiap hari dan pasien mengenakan pasien yang sama/mirip. Berat badan dapat

dinyatakan dalam pound atau kilogram. Untuk menilai berat badan pasien, sebaiknya digunakan indeks massa tubuh (body mass index/BMI), yang menggambarkan berat dan tinggi bada relatif dan berkorelasi langsung dengan kandungan lemak total tubuh, BMI dihitung dengan rumus berikut: Metrik : BMI = berat badan (kg) / tinggi badan (m2) Non metrik : (Berat badan (pounds) / tinggi badan (inches2) x 703 ‐Selain itu, berbagai tabel dan nomogram juga dapat digunakan untuk menentukan BMI. Gambar 5-3 menunjukkan salah satu tabel nomogram dari U.S. Department of Health and Human Services' Nutrition and Your Health: Dietary Guidelines for Americans dan Tabel 5-1 adalah tabel dari Heart, Lung, and Blood Institute's Clinical Guidelines on the Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults. 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐107 Gambar 5 3 Contoh nomogram untukmenentukan BMI ‐(Dicetak ulang dari U.S. Department of Agriculture, U.S. Department of Health and Human Services. Nutrition and Your Health: Dietary Guidelines for Americans, 5th ed. Department of Agriculture, 2000;7). Berdasarkan Pedoman Klinis, BMI (kg/m2) diklasifikasikan menjadi: Berat badan kurang: <18.5 kg/m2Berat badan ideal: 18.5-24.9 kg/m2Berat badan lebih/ overweight:25-29.9 kg/m2Obesitas kelas 1: 30-34.9 kg/m2Obesitas kelas 2: 35-39.9 kg/m2Obesitas kelas 3: > 40 kg/m2Pasien yang berat badannya berlebih atau obes mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi, diabetes tipe 2, dislipidemia, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit kandung empedu, osteoarthritis, masalah respirasi, dan beberapa jenis kanker (misalnya: endometrium, payudara, prostat, dan kolon). Selain itu, lingkar pinggang pasien juga berkorelasi dengan kandungan lemak abdomen.perut dan oleh karena itu merupakan faktor resiko mengalami penyakit-penyakit yang berkaitan dengan obesitas. Untuk dapat menilai dengan tepat resiko pasien dengan berat badan berlebih, anda juga harus mengukur lingkar pinggang pasien. Cari tulang panggul bagian atas dan bagian atas krista iliaka. Letakkan tali pengukur mengitari perut. Sebelum melakukan pembacaan, yakinkan bahwa Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 108tali pengukur pas tapi tidak menekan kulit dan paralel dengan lantai. Berikut ini adalah nilai BMI untuk dewasa antara 25-34,9: Resiko tinggi Laki laki >40 (102 cm) dan perempuan >35 (88 cm) ‐Tabel 5-2 mengklasifikasikan berat badan lebih (overweight) dan obesitas berdasarkan BMI, lingkar pinggang dan resiko penyakit. Untuk lebih detil mengenai penatalaksanaan berat badan berlebih dan obes, silakan baca National Heart, Lung, and Blood Institute's The Practical Guide: Identification, Evaluation,and Treatment of Overweight and Obesity in Adults (publikasi NIH 00-4084; 2000). Penurunan berat badan yang tidak diinginkan mungkin merupakan tanda adanya penyakit jangka pendek (misalnya infeksi) atau panjang (misalnya hipertiroidism,kanker).

Selain itu, beberapa pengobatan juga dapat menurunkan nafsu makan pasien, menyebabkan mual atau gastritis (misalnya dekongestan, inhibitor selektif pengambilan kembali/reuptakeserotonin SSRI, antidepresan, obat antiinflamasi non-steroid/NSAID), yang pada gilirannya, efek samping ini dapat menyebabkan pasien makan lebih sedikit sehingga berat badan turun. Sebaliknya, proses penyakit seperti hipotiroidism dan depresi dan pengobatan dapat menyebabkan peningkatan berat badan., namun, peningkatan berat badan umumnya lebih menggambarkan asupan kalori yang berlebih dan gaya hidup yang kurang melibatkan aktivitas badan (sedentary). TANDA-TANDA VITAL Pengukuran tanda-tanda vital memberikan informasi yang berharga terutama mengenai status kesehatn pasien secara umum. Tanda-tanda vital meliputi (i) temperatur/suhu tubuh, (ii) denyut nadi, (iii) laju pernafasan/respirasi, dan (iv) tekanan darah. Pengukuran ini harus dibandingkan dengan rentang normal sesuai usia pasien dan hasil pengukuran sebelumnya, jika ada. Tabel 5 2 Klasifikasi overweight dan obesitas berdasarkan BMI, lingkar pinggang dan ‐resiko penyakit BMI (kg/m2 (Klas obesitas Resiko penyakit a(Relatif terhadap berat badan dan lingkar pinggang normal Laki laki <40 inci (<102 cm) ‐Perempuan < 35 inci (<88cm) Laki laki >40 inci (<102 cm) ‐Perempuan >35 inci (<88cm) Berat badan kurang <18,5 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐109 Normal b 18,5 24,9 ‐Overweight 25,0 29,9 Meningkat Tinggi ‐Obesitas 30,0 34,9 I Tinggi Sangat tinggi‐ 35,0 39,9 II Sangat tinggi Sangat tinggi‐Obesitas ekstrim >40 III Ekstrim tinggi Ekstrim tinggi a Resiko untuk diabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskular.b Peningkatan lingkar pinggang juga dapat sebagai tanda peningkatan resiko bahkan pada orang yang berat badannya normal. Dicetakulang dari National Heart, Lung, and Blood Institute. The Practical Guide: Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults. NIH publication 00 4084.Bethesda, 2000. ‐Temperatur/Suhu Tubuh Untuk menjaga fungsi metabolisme normal, suhu tubuh secara umum diatur oleh hipotalamus agar selalu berada pada rentang suhu yang sempit. Produksi panas, yang terjadi

sebagai bagian dari metabolism dan ketika berolahraga, diseimbangkan dengan hilangnya panas terutama melaui penguapan keringat. Rentang suhu tubuh normal untuk dewasa asalah 36,4-37,2°C (97,5 – 99,0 °F). Suhu tubuh normal dapat dipengaruhi oleh ritme biologis, hormon-hormon, olahraga dan usia. Fluktuasi diurnal sekitar 1°C biasa terjadi, dengan suhu terendah pada awal pagi hari dan tertinggi pada akhir sore hari sampai menjelang malam. Pada wanita, sekresi progesterone pada saat ovulasi hingga saat menstruasi mengakibatkan peningkatan suhu tubuh 0,5°C. Olahraga yang sedang sampai berat juga meningkatkan suhu tubuh. Pada anak-anak, variasi suhu normal lebih lebar karena mekanisme pengaturan panasnya masih belum matang. Sejalan dengan pertambahan usia, suhu rata-rata tubuh menurun dari 37,2°C (99,0°F) pada anak-anak menjadi 37°C (98,6°C) pada dewasa dan menjadi 36°C pada orang lanjut usia. Pengukuran suhu tubuh merupakan bagian rutin pada hampir semua penilaian klinis, karena dapat menggambarkan tingkat keparahan penyakit (misalnya, infeksi). Suhu tubuh dapat dicatat dalam derajat Celcius atau derajat Fahrenheit, dan berikut ini adalah konversi antara keduanya: C = 5/9 x (°F – 32) F = (9/5 x °C) + 32 Sebagai contoh: 37°C = (9/5 x 37) + 32 = 66,6 + 32 Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 110= 98,6 °F Suhu tubuh dapat diukur dengan berbagai alat thermometer (thermometer gelas, elektronik, timpani) dan berbagai rute (per oral, rectal, axilla, tympani). Gambar 5-4 menunjukkan beberapa termometer. Karena faktor lingkungan polusi merkuri, kebanyakan termometer dan sfigmomanometer yang menggunakan merkuri diganti dengan peralatan elektronik. Gambar 5 4 Jenis termometer ‐Rute oral Rute ini merupakan rute pengukuran suhu tubuh yang akurat dan mudah dilakukan pada pasien yang sadar. Temperatur tubuh pada dewasa yang diukur melalui rute oral adalah 37°C (98,6 °F). Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan cara oral: • Letakkan ujung termometer ke bawah lidah pasien pada sebelah kiri atau kanan sublingual posterior, bukan pada bagian depan lidah (cek bahwa probe plastik disposable terpasang pada ujung termometer) • Kemudian instruksikan pada pasien untuk tetap menutup bibirnya • Jaga agar termometer tetap pada tempatnya sampai termometer berbunyi (termometer elektronik biasanya dapat mengukur suhu dalam waktu 20-30 detik) • Kemudian ambil termometer dari mulut pasien dan baca berapa angkanya. Rute rektal Rute rektal merupakan rute pilihan untuk pasien-pasien yang bingung, koma, atau tidak dapat menutup mulut karena intubasi, mandibulanya dikawat, bedah facial, dan sebagainya. Rute rektal juga umum dipakai untuk mengetahui temperatur tubuh bayi (lihat bagian Pediatrik). Rute rektal merupakan cara paling akurat untuk mengukur temperatur tubuh. Dengan cara ini, suhu tubuh dewasa yang terukur normalnya adalah 37,5°C (99,5 °F), 0,5°C (1°F) lebih tinggi daripada rute oral. Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan rute rektal: 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐111

• Bantu pasien pada posisi lateral dengan kaki bagian atas tertekuk • Gunakan sarung tangan • Lubrikasi termometer rektal • Masukkan termometer 2-3 cm (1 inci) ke dalam rektum • Biarkan selama 2 menit • Kemudian tarik dan baca angkanya. Rute axilla Rute axilla digunakan hanya jika rute oral dan rectal tidak dapat dilakukan, rute axilla ini aman dan akurat untuk pasien bayi dan anak-anak. Suhu tubuh dewasa yang diukur melalui rute axilla adalah 36,5°C (97,7°F), yang berarti 0,5°C lebih renadak daripada rute oral. • Untuk mengukur suhu tubuh dengan rute axilla: • Letakkan termometer di ketiak di tengah axilla. • Termometer dijepit di bwah lengan pasien. • Lipat lengan pasien ke dadanya agar termometer tetap di tempatnya. • Biarkan termometer selama 5 menit pada anak-anak dan 10 menit pada psien dewasa. Rute timpani Termometer untuk rute timpani mempunyai ujung probe yang diletakkan ke dalam telingan. Termometer ini memiliki sensor inframerah yang mendeteksi suhu darah yang mengalir melalui gendang telinga. Metode ini tidak invasif, cepat dan efisien. Untuk mengukur suhu tubuh melalui rute timpani ini: • Pasang penutup disposable yang baru pada ujung probe • Letakkan probe ke dalam kanal telinga pasien (Gambar 5-5) • Hati-hati jangan memaksa probe dan jangan menutup kanal. • Hidupkan alat dengan memencet tombol. • Baca angka yang muncul dalam 2-3 detik. Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 112Gambar 5 5 Pengukuran suhu tubuh melalui timpani ‐Denyut Nadi Ketika jantung berdenyut. jantung memompa darah melalui aorta dan pembuluh darah perifer. Pemompaan ini menyebabkan darah menekan dinding arteri, menciptakan gelombang tekanan seiring dengan denyut jantung yang pada perifer terasa sebagai denyut/detak nadi. Denyut nadi ini dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung, ritme dan fungsinya. Karena mudah diakses, nadi pada radial tangan adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kecepatan jantung; dipalpasi melalui arteri tangan (radial) pada pergelangan tangan anterior. Cara lain untuk mengukur denyut nadi dibahas pada Bab 13. Untuk mengukur nadi radial: • Letakkan jari pertama dan kedua pada pergelangan tangan pasien antara tulang medial dan radius (Gambar 5-6). • Tekan sampai nadi dapat teraba, tetapi hati-hati jangan samapi mengoklusi arteri (denyut nadi tidak akan teraba). • Hitung jumlah denyut dalam 30 detik, dan jika ritmenya teratur, kalikan dua jumlah tadi. • Hindari menghitung nadi hanya dalam 15 detik, karena kesalahan 1-2 denyut saja akan mengakibatkan kesalahan 4-8 kali kesalahan pada evaluasi kecepatan detak janutng. Juga, lebih mudah mengalikan dua daripada mengalikan denyut janutng emapat kali. • Jika ritme tidak teratur, hitung denyut nadi dalam 1 menit.

Catat temuan dalam denyut per menit (beats per minute/bpm). 5.General Assessment dan Tanda‐tanda Vital 113 Kecepatan detak jantung normal untuk berbagai usia dapat dilihat pada Tabel 5-3. Pada dewasa, kecepatan jantung kurang dari 60 bpm disebut bradikardia, dan kecepatan jantung lebih dari 100 bpm disebut takhikardia. Namun, atlet yang baik kondisinya, dapat menunjukkan kecepatan jantung krang dari 60 bpm, dan kecepatan janutng lebih dari 100 bpm dapat terjadi pada pasien yang berolahraga atau gelisah. Selain kecepatan denyut nadi, ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya, ritme nadi adalah tetap dan rata. Jika ritme tidak teratur, disebut aritmia. Jika terdeteksi aritmia ini, suara jantung dapat diauskulatsi dengan stetoskop untuk dapat lebih akurat menilai (lihat Bab 12 untuk bahasan lengkap mengenai aritmia). Gambar 5 6 Pengukuran nadi radial. ‐Tabel 5 3 Kecepatan jantung normal untuk berbagai kelompok usia ‐Usia Kecepatan jantung (BPM) Bayi baru lahir (newborn) 70 170 ‐1 6 tahun 75 160 ‐ ‐6 12 tahun 80 120 ‐ ‐Dewasa 60 100 ‐Usia Lanjut 60 100 ‐Atlet yang terkondisi baik 50 100 ‐Kekuatan setiap kontraksi jantung, yang dinyatakan sebagai volume stroke jantung, dapat dievaluasi dengan cara meraba/palpasi nadi. Biasanya, nadi yang normal dapat dengan mudah dipalpasi, tidak “muncul lalu hilang”, dan tidak mudah terobstruksi. Kekuatan nadi ini dapat digambarkan secara subyektif menggunakan 4 skala berikut: 0 Absen/tidak ada 1+ Lemah Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 1142+ Normal 3+ Penuh Kecepatan Pernafasan (Respiratory Rate/RR) Inspeksi dilakukan untuk mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien. Karena kebanyakan orang tidak menyadari pernafasannya dan mendadak menjadi waspada terhadap pernafasannya dapat mengubah pola pernafasan normalnya, maka jangan memberitahu pasien ketika mengukur kecepatan pernafasannya. Untuk mengukur kecepatan pernafasan: • Jaga agar posisi pasien tetap selama melakukan pengukuran kecepatan pernafasan. • Amati dada atau abdomen pasien selama respirasi • Hitung jumlah pernafasan (inhalasi dan ekshalasi dihitung sebagai satu pernafasan) dalam 30 detik, dan jika ritme teratur, kalikan dua jumlah tadi. • Jika ritme tidak teratur, hitung jumlah nafas dalam 1 menit. • Catat nilai sebagai respirasi per menit (rpm). Kecepatan pernafasan normal bervariasi tergantung usia (lihat Tabel 5-4). Untuk dewasa, kecepatan nafas kurang dari 12 rpm disebut bradipnea dan kecepatan nafas lebih dari 20 rpm disebut takhipnea (untuk penilaian lebih mendetil mengenai sistem pernafasan, lihat Bab 11). Tabel 5 4 Kecepatan pernafasan normal untuk berbagai kelompok usia ‐

Usia Pernafasan (rpm) 2 6 tahun 21 30 ‐ ‐6 10 tahun 20 26 ‐ ‐12 14 tahun 18 22 ‐ ‐Dewasa 12 20 ‐Lanjut usia 12 20 ‐Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong dinding arteri. Tekanan darah tergantung pada luaran kardiak, volume darah yang diejeksi oleh ventrikel permenit, dan tahanan pembuluh darah perifer. Kecepatan jantung, kontraktilitas dan volume darah 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐115 total, yang tergantung pada kadar natrium, mempengaruhi luaran jantung (cardiac output). Viskositas darah arteri dan elastisistas dinding mempengaruhi tahanan pembuluh darh vaskular. Tekanan darah mempunyai dua komponen: sitolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan maksimum pada arteri ketika kontraksi ventrikel kiri (atau sistol), dan diatur oleh volume stroke (atau volume darah yang dipompa keluar pada setiap denyut janutng). Tekanan darah diastolik adalah tekanan saat istirahat yaitu tekanan dari darah antar kontraksi ventrikel. Tujuan obyektif utama mengidentifikasi, memberikan terapi dan memantau tekanan darah pasien adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler serta angka kesakitan dan kematian yang terkait. Oleh karena itu, pengukuran tekanan darah yang akurat sangat penting, karena pengukuran ini menjadi dasar keputusan klinis yang vital, misalnya untuk menyesuaikan terapi antihipertensi untuk pasien. Metode pemeriksaan Metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk menentukan tekanan darah pasien adalah metode tak langsung, metode auskultasi menggunakan stetoskop dan sfigmomanometer. Bagian alat yang digunakan untuk diikatkan pada lengan berisi kantong karet yang dapat mengembang. Kantongnya terhubung ke manometer (Gambar 5-7). Karena manometer aeroid mudah hanyut, maka harus dikalibrasi paling sedikit sekali setahun dan harus ditinggalkan pada keadaan nol. Karena lingkar lengan berbeda-beda, maka juga tersedia berbagai macam ukuran pengikat lengan (misalnya untuk anak-anak, dewasa, dan orang dewasa yang besar). Untuk menentukan ukuran pengikat lengan ini bandingkan panjang kantong pengukur tekanan darah tadi dengan lingkar lengan pasien. Anda harus merasakan kantong di dalam pengikat lengan tadi. Untuk pengukuran yang paling akurat, panjang kantong harus paling sedikit 80% lingkar lengan (Gambar 5-8). Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 116Gambar 5 7 Pengikat lengan dan sfigmomanometer. ‐Pengukuran tekanan darah dianggap tak langsung, kaena tekanan dalam pembuluh darah secara tidak langsung diukur dengan melihat tekanan dalam pengikat lengan. Ketika udara dipompakan ke dalam pengikat lengan, tekanan dalam pengikat lengan tersebut akan meningkat. Ketika tekanan dalam pengikat lengan tadi melebihi tekanan arteri brakhial pasien, arteri akan tertekan dan aliran darah akan berkurang dan akhirnya berhenti. Bersamaan dengan mengeluarkan udara dari pengikat lengan, kantong akan mengempis dan tekanan pada pengikat lengan berkurang. Ketika tekanan dalam pengikat lengan sama dengan tekanan arteri, darah akan mulai mengalir kembali. (Gambar 5-9). Gambar 5 8 Penentuan ukuran pengkikat lengan untuk mengukur tekanan darah. Panjang ‐

lengan harus paling sedikit 80% lingkar lengan. 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐117 Gambar 5 9 Suara Korotkoff dan pengukuran tekanan darah. (Diadaptasi dari Jarvis C. Physical ‐Examination and Health Assessment, 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders, 2000;192) Aliran darah dalam arteri menghasilkan suara yang spesifik, yang disebut suara Korotkoff yang terjadi dalam 5 fase: Fase I : lemah, jelas dan ketuk (tekanan sistolik) Fase II: swooshing Fase III: nyaring (crisp), lebih intensif (tapping) Fase IV: muffling (pada dewasa hal ini menunjukkan keadaan hiperkinetik jika fase ini terus berlangsung selama pengikat lengan mengempis). Fase V: hilangnya suara (pada dewasa, tekanan diastolik). Suara-suara ini digunakan untuk mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik. Agar dapat mengukur dengan sangat akurat, ikuti langkah-langkah berikut: • Tanyakan kepada pasien apakah pasien merokok atau mengkonsumsi kafein dalam 30 menit sebelum pemeriksaan. Jika ya, catat informasi ini. • Pasien harus didudukkan pada kursi dengan punggung tersangga dan lengan kosong dan disangga pada keadaan paralel setara jantung. Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 118• Pengukuran dimulai paling sedikit setelah 5 menit beristirahat. • Tentukan ukuran pengikat lengan yang sesuai untuk pasien (lihat Gambar 5-8). • Palpasi arteri brakhial sepanjang lengan atas bagian dalam. • Posisikan agar kantong yang ada pada pengikat lengan di tengah di atas arteri brakhial, kemudian ikat pengikat lengan tadi agar pas melingkari lengan, usahakan ujung tepi bawah pengikat lengan tersebut 1 inci di atas antekubital (Gambar 5-10). Gambar 5 10 Penempatan pengikat lengan dan stetoskop yang tepat untuk mengukur tekanan ‐darah. • Posisikan manometer agar lurus terhadap pandangan mata. • Instruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama pengukuran. • Tentukan tingkat inflasi maksimum. (Sembari palpasi nadi radial, pompa pengikat lengan hingga ke titik di mana nadi tidak lagi terdengar, tambahkan 30 mmHg pada pembacaan ini). • Dengan cepat kendurkan/biarkan udara keluar dari kantong lengan, dan tunggu 30 detik sebelum memompanya kemabali. • Sisipkan ujung stetoskop; cek agar mengarah ke depan pada tempatnya. • Tempatkan bel stetoskop tanpa menekan, tapi cukup erat hingga kedap udara, di atas arteri brakhial (lihat Gambar 5-10). Lihat bahwa diafrgama stetoskop juga dapat digunakan; namun, bel akan leih sensitif untuk mendengan suara frekuensi rendah (tekanan darah) dan sedapat mungkin bel digunakan jika memungkinkan. Ketika 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐119 pertama kali belajar mendengarkan tekanan darah, mungkin lebih mudah menggunakan diafragma daripada bel. • Pompa dengan cepat pengikat lengan sampai maksimum (seperti yang telah ditentukan sebelumnya) • Perlahan biarkan udara keluar (deflate/kempiskan pengikat lengan) dengan penurunan tekanan teratur sebesar 2-3 mmHg/detik. • Catat pembacaan tekanan ketika pertama kali terdengan dua suara berturutan

(Korotkoff Fase 1). Ini adalah tekanan darah sistolik. • Catat pembacaan tekanan ketika suara terakhir terdengar (Korokoff Fase V). Ini adalah tekanan diastolik. • Tetap dengarkan sampai 20 mmHg di bawah tekanan diastolik, kemudian dengan cepat kempeskan pengikat lengan. • Catat tekanan darah pasien dengan angka genap beserta posisi pasien (misalnya, duduk, berdiri, berbaring), ukuran pengikat lengan, dan lengan yang diukur. • Tunggu 1-2 menit sebelum mengulangi kembali pembacaan menggunakan lengan yang sama.

Pasien Geriatrik Proses menua menyebabkan beberapa perubahan penampilan fisik seseorang, mobilitas, dan perilaku. Pada dekade ke delapan dan sembilan kehidupan, tinggi badan dapat berkurang 2,5-10 cm (1-4 inci) dibanding kondisi pada dewasa muda karena postur badan berubah akibat kyphosis (lihat Gambar 5-1) pada punggung atas dan lordosis (lihat Gambar 5-2) pada punggung bawah. Lemak tubuh berkurang pada lengan dan kaki dan bertambah pada bagian dada. Selain itu, orang dewasa yang lanjut usian mungkin lebih menapak kaki ketika berjalan, dengan langkah yang lebuh pendek dan tidak tetap. Proses menua juga menyebabkan perubahan minor pada tanda-tanda vital. Pasien yang lebiuh tua mengalami penurunan regulasi panas tubuh sehingga lebih jarang demam Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 130tapi lebih sering merasa kedinginan (hipotermia). Temperatur normal biasanya antara 35,5-35,8°C (96-97°F). Nadi tetap seperti pada dewasa (60-100 bpm); namun, ritme agak tidak teratur. Pernafasan mungkin lebih dangkal, dengan sedikit peningkatan kecepatan pernafasan untuk mengatasi penurunan kapasitas vital dan volume tidal. Hipertensi sangat umum pada pasien lanjut usia. Pembuluh darah kehilangan elastisitas dan mengeras seiring usia, dan perubahn ini menyebabkan penurunan kemampuan pembuluh darah dan peningkatan resitensi perifer. Konsekuensinya, tekanan darah sistolik meningkat bermakna, menyebabkan hipertensi sistolik. Baik tekanan darah sistolik maupun diastolik umumnya meningkat pada pasien lanjut usia. Kriteria diagnosis hipertensi pasien lanjut usia sama dengan pada orang dewasa muda. Pasien Hamil Penampilan fisik ibu hamil berubah karena uterusnya berkembang bersama dengan pertumbuhan fetus, bagian dada membesar, dan karena berat badannya ibu hamil cenderung condong ke depan. Sebagai kompensasi, otot punggung menyesuaikan dan berubah ke keseimbangan dan postur yang baru. Bahu ke belakang, kepala dan leher lurus, dan punggung bawah hiperekstensi (atau lordosis). Ibu hamil juga mengalami keseimbangan yang tidak tetap. Peningkatan berat badan biasanya sekitar 4 pound selama trimester pertama dan 0,5-1 pound per minggu selama trimester kedua dan tiga, dengan peningkatan total berat rata-rata 20-40 pound menjelang melahirkan. Nadi meningkat 10-15 bpm, dan pernafasan sedikit meningkat. Pernafasan juga menjadi lebih dalam, dan lebih sering terjadi nafas pendek. Tekanan darah biasanya tetap tidakberubah selama trimester pertama, mungkin berkurang sedikit selama trimester kedua, dan pada trimester ketiga kembali normal atau sedikit lebih tinggi dibanding sebelum hamil. Namun, hipertensi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin dan terjadi pada 6-8% kehamilan. Karena seriusnya hipertensi pada kehamilan ini, tekana darah psien hamil harus sering

diukur. Berdasarkan Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy, ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah selama kehamilannya diklasifikasikan ke dalam grup: (1) hipertensi kronik, (2) preeclampsiaeclampsia, (3) preeclampsia pada hipertensi kronik, dan (4) hipertensi kehamilan.

PUSTAKA American Pharmaceutical Association Comprehensive Weight Management Protocol Panel. APhA drug treatment protocols: comprehensive weight management in adults. J Am Pharm Assoc 2001;41:25-31. Anderson FD, Maloney JP. Taking blood pressure correctly: it's no off-the-cuff matter. Nursing 1994;24:34-39. 5.General Assessment dan Tanda tanda Vital ‐133 Ebersole P, Hess P, Luggen AS. Toward Heal thy Aging: Human Needs and Nursing Response, 6th ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 2004. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII). NIH publication 03-5233. Bethesda, 2003. National Heart, Lung, and Blood Institute. Clinical Guidelines on the Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesi ty in Adul ts. NIH publication 98-4083. Bethesda, 1998. National Heart, Lung, and Blood Institute. The Practical Guide: Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesi ty in Adul ts. NIH publication 00-4084. Bethesda, 2000. National High Blood Pressure Education Program. Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy. NIH publication 00-3029. Bethesda, 2000. National High Blood Pressure Education Program Working Group on Hypertension Control in Children and Adolescents. The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents. NIH publication 05-5267. Bethesda, 2005. Perloff D, Grim C, Flack J, et al. Human blood pressure determination by sphygmomanometry. Circulation 1993;88:2460-2467. Talo H, Macknin ML, Medendorp SV Tympanic membrane temperatures compared to rectal and oral temperatures. Clin Pediatr 1991;30(suppl 4):30-33. U.S. Department of Agriculture, U.S. Department of Health and Human Services. Nutrition and Your Heal th: Dietary Guidel ines for Americans, 5th ed. Department of Agriculture, 2000. Whaley LF, Wong DL. Nursing Care of Infants and Children, 8th ed. St. Louis: Mosby-Year Book, 2007. Zamorski MA, Green LA. NHBPEP report on high blood pressure in pregnancy: a summary for family physicians. Am Fam Physician 2001;64:263-270http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/general-assesment-dan-vital-signs.pdfhttp://anikindriono.blogspot.com/2011/04/mengukur-tanda-tanda-vital-vital-sign.htmlhttp://kurfak2005.fk.ui.ac.id/Buku%20Pedoman%20Praktik%20Klinik%2017082011.pdf

rekam medic http://arali2008.files.wordpress.com/2009/05/recam-medik.pdf

rekam medicBAB II PENGERTIAN A. Rekam Medis Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan. B. Isi Rekam Medis a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya. b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya. C. Jenis Rekam Medis a. Rekam medis konvensional b. Rekam medis elektronik KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA Manual Rekam Medis 4 D. Dokter dan Dokter Gigi Pengertian dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam UUPraktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang–undangan. E. Tenaga Kesehatan Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditegaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tuntutan memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan terdiri dari : 1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi; 2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan;

3. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker; 4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian; 5. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien; 6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara; 7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam medis; Dalam UU Praktik Kedokteran yang dimaksud dengan ”Petugas” adalah dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Bila menyimak ketentuan perundang–undangan yang ada (PP No. 32 Tahun 1996), maka yang dimaksud petugas dalam kaitannya dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan keteknisian medis. KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA Manual Rekam Medis 5 F. Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut UU Praktik Kedokteran yang dimaksud Sarana Pelayanan Kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Sarana tersebut meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus dan praktik dokter (sesuai dengan UU Kesehatan). KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA Manual Rekam Medis 6 BAB III MANFAAT REKAM MEDIS A. Pengobatan Pasien Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien. B. Peningkatan Kualitas Pelayanan Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal. C. Pendidikan dan Penelitian Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi. D. Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk

menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien. E. Statistik Kesehatan Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu. F. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik. KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA Manual Rekam Medis 7 BAB IV ISI REKAM MEDISA. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang: - identitas pasien; - pemeriksaan fisik; - diagnosis/masalah; - tindakan/pengobatan; - pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. B. Rekam Medis Pasien Rawat Inap Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat: - identitas pasien; - pemeriksaan; - diagnosis/masalah; - persetujuan tindakan medis (bila ada); - tindakan/pengobatan; - pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. C. Pendelegasian Membuat Rekam Medis Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat membuat/mengisi rekam medis atas perintah/ pendelegasian secara tertulis dari dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.http://inamc.or.id/download/Manual%20Rekam%20Medis.pdf

http://etd.eprints.ums.ac.id/16603/9/Bab_iv.pdf