document1
TRANSCRIPT
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 1/23
1. 1. Infeksi Odontogenik dan Spasia Wajah Dalam (Deep Facial Space)
1.1 Patofisiologi infeksi
Berikutnya akan dijelaskan mengenai kepatogenesisan fisiologi yang menyebabkan adanya infeksi, dinataranya
adalah:
1.1.1 Virulensi dan resistensi
Flora normal biasanya hidup secara komensalisme dengan host. Apabila keadaan memungkinkan terjadinya invasi,
baik oleh flora normal ataupun asing, maka dapat terjadi perubahan hubungan menjadi parasitisme. Lingkungan
biokimia jaringan setempat akan menentukan kerentanan dan ketahanan hospes terhadap mikrorganisme.
Serangan mikroorganisme diawali dengan terjadinya luka langsung, sehingga memungkinkan mikroorganisme
melakukan invasi, mengeluarkan eksotoxin, endotoxin dengan cara autolisis (pada dinding sel bakteri gram negatif).
Sedangkan host dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap produk-produk mikrobial atau kadang-kadang
menimbulkan gangguan langsung terhadap fungsi metabolisme sel oleh sel-sel hospes.
1.1.2 Pertahanan selRespon lokal dari host adalah terjadinya peradangan. Proses ini diawali dengan dilatasi kapiler, terkumpulnya cairan
edema, penyumbatan limfatik oleh fibrin. Didukung oleh kemotaksis maka akan terjadi fagositosis. Daerah tersebut
menjadi sangat asam dan protease selular cenderung menginduksi terjadinya lisis terhadap leukosit. Akhirnya
makrofag mononuklear timbul, memangsa debris leukositik, membuka jalan untuk pemulihan terhadap proses
infeksi dan penyembuhan.
1.1.3 Pertahanan humoral
Respon sistemik host adalah pertahanan humoral, yaitu reaksi antigen-antibodi. Antibodi menetralkan toksin bakteri,
mencegah perlekatan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen berperan dalam pengenalan host terhadap bakteri
dan memicu proses fagositosis.
1.1.4 Gambaran klinis infeksi
Akibat perubahan jaringan yang disebabkan karena aktivitas bakteri dan pertahanan lokal dari host serta mekanisme
serupa yang bekerja secara sistemik), menimbulkan gambaran klinis infeksi. Rasa sakit tekan, eritema dan edema
mudah dikenali sebagai manifestasi suatu peradangan. Kadang-kadang bakteri yang memproduksi gas bisa memicu
dan mendukung terjadinya respon pembengkakan. Pernanahan adalah akibat langsung dari mekanisme lokal
pertahanan virulensi bakteri.
1.1.5 Manifestasi sistemik dari infeksi
Manifestasi sistemik yang utama dari infeksi adalah demam ( temperatur mulut di atas 37,5o
C dianggap febril).
Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh endotoksin bakteri, ekstrak leukosit, hipermetabolisme, defisiensi
cairan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Bakteremia bisa mengakibatkan demam, malaise, hipotensi, takikardia,
takhipnea. Sistem hematopoetik merespon dengan terjadinya leukositosis (sel darah putih di atas 10.000/mm3) dan
meningkatkan neutrofil polimorfonuklear. Perubahan yang lain adalah meningkatnya laju endap darah (ESR) yang
normalnya adalah 0-20 mm/jam menjadi 30-70 mm/jam pada keadaan infeksi.
1.2 Jalur penyebaran infeksi dental
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 2/23
Infeksi odontogenik memiliki 2 sumber, yaitu :
1. Periapical
Berawal dari nekrosis pulpa yang dilanjutkan dengan invasi bakteri ke jaringan periapikal
1. Periodontal
Berawal dari poket periodontal yang dalam yang memudahkan bakteri masuk ke jaringan lunak.
Nekrosis pulpa karena karies yang dalam, akan memberikan jalan bagi bakteri untuk memasuki jaringan periapical.
Ketika jaringan ini telah diinokulasi oleh bakteri lalu terjadi infeksi aktif, maka infeksi menyebar ke berbagai arah,
terutama yang paling sedikit memiliki pertahanan. Infeksi menyebar melalui tulang cancellous hingga lempeng
cortical. Jika lempeng cortical tipis, infeksi akan mengikis tulang dan memasuki jaringan lunak.
Lokasi infeksi yang spesifik tergantung pada 2 faktor utama, yaitu
1. Ketebalan tulang pada apex gigi
Ketika infeksi mencapai tulang, infeksi akan memasuki jaringan lunak melalui bagian tulang yang palig tipis.
Gambar di bawah menunjukkan bagaimana infeksi yang mengalami perforasi melewati tulang sampai jaringanlunak. Pada gambar A, tulang labial yang mendasari apex gigi lebih tipis dibandingkan dengan tulang pada bagian
palatal. Karena itu, proses infeksi menyebar ke dalam jaringan lunak labial. Pada gambar B, tulang labial lebih tebal
dan tulang palatal lebih tipis. Dalam situasi ini, infeksi menyebar melalui tulang ke dalam jaringan lunak, sehingga
disebut abses palatal.
1. Hubungan pada tempat perforasi dari tulang ke perlekatan otot pada maxila dan mandibula.
Pada gambar A, infeksi mengikis melalui aspek labial dari gigi dan menginfeksi perlekatan dari otot buccinators,
sehingga menghasilkan infeksi yang tampak sebagai vestibular abscess. Pada gambar B, infeksi mengikis melalui
tulang superior ke perlekatan dari otot buccinator, dan akan dinyatakan sebagai infeksi ruang buccal (buccal space).
Infeksi dari kebanyakan gigi pada maxilla melalui lempeng labiobuccocortical. Infeksi ini juga melalui tulang
dibawah perlekatan dari otot yang melekat ke maxilla, yang berarti kebanyakan abses pada maxilla diawali oleh
abses vestibular. Infeksi pada mandibula biasanya melalui lempeng labiobuccocortical dan diatas tempat
berkumpulnya otot-otot, sehingga menghasilkan abses vestibular.
Infeksi odontogenic yang paling umum terjadi ialah abses vestibular. Kadang pasien mengobati infeksi ini, dan
proses tersebut akan menghasilkan pemecahan infeksi. Kadang-kadang abscess ini membentuk sinus kronis ke
kavitas oral. Selama sinus tersebut terus membesar, pasien tidak akan merasa sakit. Antibiotik dapat menghentikan
infeksi ini, tetapi ketika antibiotik dihentikan, infeksi akan berulang.
1.3 Pengobatan infeksi odontogenik
1.3.1 Perawatan infeksi dengan pembedahan
Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan pembedahan drainase dan menghilangkan
penyebab dari infeksi. Tujuan utamanya adalah menghilangkan pulpa nekrotik dan poket periodontal yang dalam.
Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus dan nekrotik debris.
Ketika pasien memiliki infeksi odontogenik yang biasanya terlihat abses vestibular yang kecil. Dokter gigi memiliki
3 pilihan untuk perawatannya, diantaranya adalah perawatan endodontik, extraksi, dan insisi drainase (I&D). Jika
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 3/23
tidak dilakukan ekstraksi, bagian tersebut harus dibukan dan pulpa harus dihilangkan, sehinga menghilangkan
penyebab dari infeksi dan menghasilkan drainase yang terbatas. Jika gigi tidak bisa diselamatkan, harus dilakukan
ekstraksi secepatnya.
Ekstraksi memberikan baik menghilangkan penyebab dari infeksi dan drainase dari akumulasi pus dna debris. Pada
prosedur I&D, insisi dari cavitas abses memberikan drainase untuk akumulasi pus dan bakteri dari jaringan
dibawahnya. Drainase dari pus dapat mengurangi tekanan terhadap jaringan, berarti menambah supply darah dan
meningkatkan antibodi dari host. Prosedur I&D termasuk insersi dari saluran untuk mencegah penutupan dari insisi
mucosa, yang akan mengakibatkan deformasi dari abses cavitas.Jika perawatan endodontik dengan membuka gigi
tidak bisa memberikan drainase yang adekuat, maka lebih baik memilih perawatan I&D.
Sebelum melakukan prosedur I&D, perlu diperimbangkan untuk melakuakan tes culture dan sensitivitas (C&S) pada
spesimen pus. Ketika area lokasi telah di anestesi, jarum ukuran besar, biasa ukuran 18, digunakan untuk
pengumpulan specimen. Syringe kecil, biasanya 2 ml, sudah cukup. Permukaan dari mukosa didisinfeksi dengan
larutan seperti betadine lalu dikeringkan dengan sterile gauze. Kemudian jarum di masukan ke dalam abses kavitas,dan 1 atau 2 ml dari pus diaspirasikan. Syringe dipegang secara vertical, dan beberapa gelembung udara yang
terkandung dalam syringe disemprotkan.
Ujung dari jarum lalu ditutupi oleh rubber stopper dan diambil secara langsung untuk laboratorium mikrobiologi.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan jenis bakterinya, seperti yang dibicarakan sebelumnya bahwa bakteri
anaerob hampir selalu hadir dalam infeksi odontogenik.
Sesudah culture specimen didapatkan, insisi dibuat dengan blade no 11 melewati mucosa dan submucosa ke dalam
kavitas abses. Insisi sebaiknya pendek tidak lebih dari 1 cm. Sesudah insersi selesai, curved hemostat yang pendek
di masukan melewati insisi ke dalam abes kavitas. Hemostat kemudian membuka ke berbagai arah untuk
memisahkan beberapa lokulasi kecil atau kavitas dari pus yang tidak terbuka oleh insisi awal. Pus dianjurkan agar
mengalir keluar selama proses dengan menggunakan suction, pus sebaiknya tidak dianjurkan mengalir dalam mulut
pasien.
Sesudah semua area dari abses cavitas dibuka, dan semua pus dibuang, saluran kecil dimasukan untuk
mempertahankan pembukaan. Umumnya saluran yang digunakan untuk intraoral abses adalah saluran ¼ inch steril
Penrose. Yang biasanya digunakan sebagai pengganti adalah strip kecil sterilisasi dari rubber dam. Saluran tersebut
dimasukan dengan menggunakan hemostat. Saluran kemudian di jahitan ke dalam tempat dengan jahitan yang
nonresobrsi. Jahitan sebaiknya ditempatkan di daerah yang terlihat untuk mencegah hilangnya saluran yang telah
ada.
Saluran sebaiknya tetap dalam tempat sampai pembuangan dari abses cavitas berhenti, biasanya 2-5 hari. Tahap
awal infeksi yang terlihat awal-awal sebagai cellulitis dengan pembengkakan yang soft, doughty, dan menyebar,
sebenarnya bukan respon khas terhadap prosedur I&D. Surgical management infeksi dari tipe ini terbatas untuk
pembersihan nekrosis dari pulpa atau pembersihan dari gigi yang terlibat.
Sangatlah kritikal untuk berpikir bahwa metode utama untuk penyembuhan infeksi odontogenik adalah dengan
melakukan surgery untuk membersihkan sumber dari infeksi dan membuang pus dimana saja pus itu berada.
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 4/23
Jika surgeon bertanya apakah pus tersebut ada, test aspirasi sebaiknya dilakukan dengan jarum ukuran 18.Tahapan
yang perlu dipikirkan oleh surgeon adalah, pertama surgeon sebaiknya memutuskan jika pasien memiliki abcess,
apakah gigi sebaiknya di ekstrasi dan abcess dibuang, atau pemisahan dengan I&D. Lalu pasien sebaiknya diberi
antibiotic, jika pasien tidak memiliki abcess tetapi memiliki cellulitis yang ringan, gigi sebaiknya diekstrasi dan
pasien diberikan antibiotic. Jika cellulitis berat, extraksi dan I&D sebaiknya dilakukan, antibiotic juga diberikan.
1.3.2 Memilih antibiotik yang tepat
Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Sering terjadi salah pemahaman bahwa semua infeksi harus
diberikan antibiotik, padahal tidak semua infeksi perlu diberikan antibiotik. Pada beberapa situasi, antibiotik
mungkin tidak banyak berguna dan justru bisa menimbulkan kontraindikasi. Untuk menentukannya, ada 3 faktor
yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah keseriusan infeksi ketika pasien datan ke dokter gigi. Jika pasien
datang dengan pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang cepat, atau difuse celulitis, antibiotik bisa
ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua adalah jika perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada
banyak situasi ekstraksi bisa menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi.Pada keadaan lain, pencabutanmungkin saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat perlu dilakukan untuk mengontrol infeksi
sehingga gigi bisa dicabut. Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang muda
dan dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga penggunaan antibiotik bisa digunakan lebih sedikit.
Di sisi lain, pasien dengan penurunan pertahanan tubuh, seperti pasien dengan penyakit metablik atau yang
melakukan kemoterapi pada kanker, mungkin memerlukan antibiotik yang cukup besar walaupun infeksinya kecil.
Indikasi penggunaan antibiotik :
1. Pembengkakan yang berproges cepat
2. Pembengkakan meluas
3. Pertahanan tubuh yang baik
4. Keterlibatan spasia wajah
5. Pericoronitis parah
6. Osteomyelitis
Kontra indikasi penggunaan antibiotik :
1. abses kronik yang terlokalisasi
2. abses vestibular minor
3. soket kering
4. pericoronitis ringan
Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah bakterisidal, berspektrum sempit, meliputi
streptococci dan oral anaerob, yang mana bertanggung jawab kira-kira untuk 90% infeksi odontogenic, memiliki
toksisitas yang rendah, dan tidak mahal.
Untuk pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan clindamycin. Cephalosporin dan cefadroxil
sangat berguna untuk infeksi yang lebih luas. Cefadroxil diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 5/23
kali sehari. Tetracycline, terutama doxycycline adalah pilihan yang baik untuk infeksi yang ringan. Metronidazole
dapat berguna ketika hanya terdapat bakteri anaerob.
Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah infeksi hilang, karena secara klinis
biasanya seorang pasien yang telah dirawat dengan pengobatan antibiotik maupun pembedahan akan mengalami
perbaikan yang sangat dramatis dalam penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat asimptomatik di hari ke-4. Maka
dari itu, antibiotik harus tetap diminum hingga 2 hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari).
Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya endodontik atau ekstraksi), maka resolusi
dari infeksi akan lebih lama sehingga antibiotik harus tetap diminum hingga 9 – 10 hari. Penambahan beberapa
administrasi obat antibiotik juga dapat dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh dengan cepat.
1.4 Infeksi spasia wajah
Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur (seperti pelapis pada otot), dapat
menyebabkan peningkatan spasia (space) jaringan yang potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi.
Spasia wajah adalah ruangan potensial yang dibatasi, ditutupi, atau dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Lapisan-lapisan pada fascia menghasilkan spasia pada wajah yang kesemuanya terisi dengan jaringan pengikat longgar
areolar
Spasia wajah adalah area fascia-lined yang dapat dikikis atau membengkak berisi eksudat purulent. Spasia ini tidak
tampak pada orang yang sehat namun menjadi berisi ketika orang sedang mengalami infeksi. Ada yang berisi
struktur neurovascular dan disebut kompartemen, dan ada pula yang berisi loose areolar connective tissue disebut
cleft.
Infeksi odontogenic dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses pengikisan (erosi) pada infeksi
menembus sampai ke tulang paling tipis hingga mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang
berbatasan dengan tulang). Berkembang atau tidaknya menjadi abses spasia wajah, tetap saja hal ini dihubungkan
dengan melekatnya tulang pada sumber infeksi. Kebanyakan infeksi odontogenik menembus tulang hingga
mengakibatkan abses vestibular. Selain itu terkadang dapat pula langsung mengikis spasia wajah dan mengakibatkan
infeksi spasia wajah. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi spasia wajah adalah
komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung bakteri pada abses periapikal akan berusaha keluar dari
apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah. Gigi mana
yang terkena abses periapikal ini kemudian yang akan menentukan jenis dari spasia wajah yang terkena infeksi.
Tulang hyoid merupakan struktur anatomis yang paling penting pada leher yang dapat membatasi penyebaran
infeksi
Spasia diklasikfikasikan menjadi spasia primer dan spasia sekunder. Spasia primer diklasifikasikan lagi menjadi
spasia primer maxilla dan spasia primer mandibula. Spasia primer maxilla terdapat pada canine, buccal, dan ruang
infratemporal. Sedangkan spasia primer mandibula terdapat pada submental, buccal, ruang submandibular dan
sublingual. Infeksi juga dapat terjadi di tempat-tempat lain yang disebut sebagai spasia sekunder, yaitu pada
Masseteric, pterygomandibular, superficial dan deep temporal, lateral pharyngeal, retropharyngeal, dan prevertebral.
1.4.1 Spasia kanina
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 6/23
Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii superioris. Spasia kanina terbentuk
akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar
yang cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior hingga otot atau facial
expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M.
levator labii superior.
Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan swelling pada permukaan
anterior menyebabkan lipatan nasolabial menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang
daerah infraorbital dan sinus kavernosus.
1.4.2 Spasia bukal
Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M. buccinators dan berisi kelenjar parotis
dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama
infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia bukal menjadi berhubungan dengan
gigi ketika infeksi telah mengikis hingga menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators.Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal dapat menyebabkan pembengkakan di
bawah lengkung zygomatic dan daerah di atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan
batas inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal.
1.4.3 Spasia mastikasi (masseter, pterygoid, temporal)
Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke arah posterior hingga melibatkan
spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan
komplikasi hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan spasia sekunder dikelilingi oleh
jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat suplai darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa
prosedur pembedahan untuk mengeluarkan eksudat purulen.
Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan batas median m. masseter. Infeksi ini
paling sering diakibatkan penyebaran infeksi dari spasia bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar
ketiga mandibula. Ketika spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus menjadi bengkak. Inflamasi
m. masseter ini dapat menyebabkan trismus
Spasia pterygomandibular Spasia pterygomandibular berada ke arah median dari mandibula dan ke arah lateral
menuju m. pterygoid median. Area ini merupakan area tempat penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika
dilakukan block pada saraf alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya merupakan penyebaran dari infeksi
spasia sublingual dan submandibula.
Infeksi pada area ini juga sering menyebabkan trismus pada pasien, tanpa disertai pembengkakan. Ini lah yang
menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini
Spasia temporal Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari spasia master dan pterygomandibular.
Dibagi menjadia dua bagian oleh m. temporalis. Bagian pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m.
temporalis, sedangakn bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan spasia infratemporal.
infeksi ini, baik superficial maupun deep portion hanya terlihat pada keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 7/23
infeksi sudah melibatkan spasia temporalis, itu artinya pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area temporal ke
arah superior menuju arcus zygoamticus dan ke posterior menuju sekeliling mata.
Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai spasia matikator. Spasia ini saling
berhubungan, sehingga ketika salah satunya mengalami infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena
infeksi
1.4.4 Spasia submandibula dan sublingual
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan
ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.
Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar mandibula, dan dapat juga disebabkan infeksi
pada premolar. Yang membedakan infeksi tersebut apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M.
mylohyoid pada ridge mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi mengikis medial aspek mandibula di
atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi pada spasia lingual (sering terjadi pada gigi premolar dan molar).Sedangkan jika infeksi mengikis aspek medial dari inferior mandibula hingga mylohyoid line , spasia submandibular
pun dapat terkena infeksi.
Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer mandibula. Sedangkan molar kedua
mandibula dapat mengakibatkan baik spasia sublingual maupun submandibular.
Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m. mylohyoid. Batas posteriornya terbuka hingga
berhubungan langsung dengan spasia submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior. Secara
klinis, pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan intraoral, terlihat pada bagian yang terinfeksi
pada dasar mulut. Infeksi biasanya menjadi bilateral dan lidah menjadi terangkat (meninggi)
Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di atasnya serta fascia superficial. Batas
posterior spasia submandibula berhubungan dengan spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada
submandibular menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior mandibula hingga meluas secara
median menuju m. digastricus dan meluas ke arah posterior menuju tulang hyoid.
Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi, inilah yang disebut dengan Ludwig’s
angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat kea rah posterior menuju spasia sekunder mandibula.
Sulit menelan hampir selalu terjadi pada infeksi ini, disertai dengan elevasi dan displacement lidah serta pengerasan
superior submandibula hingga tulang hyoid
Pasien yang mengalami infeksi ini biasanya mengalami trismus, mengeluarkan saliva, kesulitan menelan bahkan
bernafas yang dapat berkembang menjadi obstruksi nafas atas yang dapat menyebabkan kematian.
1.4.5 Spasia submental
Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan di antara m. mylohyoid dengan kulit di
atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena infeksi dari incisor mandibula. Incisor mandibula cukup panjang untuk
dapat menyebabkan infeksi mengikis bagian labial dari tulang apical hingga perlekatan m. mentalis. Gejala infeksi
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 8/23
berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu. Infeksi juga dapat terjadi pada batas inferior
mandibula hingga ke m. submentalis
1.4.6 Ludwig’s Angina
Definisi Ludwig’s Angina ialah keadaan dimana adanya sepsis cellulitis di regio submandibular. Kebanyakan kasus,
penyakit ini disebabkan oleh infeksi gigi molar rahang bawah hingga dasar mulut (akar gigi melekat pada otot
mylohyoid) karena ekstraksi. Infeksi ini berbeda dari jenis cellulitis post-ekstraksi lainnya. Hal utama yang
membedakannya adalah:
1. Indurasinya kuat. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous yang meragukan ketika dilakukan
incise dan tidak jelas apakah itu adalah pus.
2. Spasia yang terlibat (submandinular, submental, sublingual) terbentuk bilateral.
3. Pasien biasanya dalam kondisi openmouth, dasar mulutnya elevasi dan lidahnya protusi. Kondisi ini yang
menyebabkan pasien sulit bernafas.
Etiologi Infeksi ini disebabkan oleh streptokokus hemolitik, walaupun bisa jadi disebabkan pula oleh miksturasiantara bakteri aerob dan anaerob.
Gejala dan tanda klinis: sakit dan bengkak pada leher, leher menjadi merah, demam, saliva bertambah, lidah
bergerak kaku, dan ada edematous di larynx, lemah, lesu, mudah capek, rasa dingin, bingung dan perubahan mental,
dan kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan adanya suatu keadaan darurat) yaitu obstruksi jalan nafas. Pasien
Ludwig`s angina akan mengeluh bengkak yang jelas dan lunak pada anterior leher, jika dipalpasi tidak terdapat
fluktuasi.
Terapi Pada kasus ini pasien dapat diberi antibiotik dengan spektrum luas dan terapi suportif. Pada kasus akut
dilakukan tracheostomy. Jika tidak ada progress, dapat dilakukan pembedahan dengan dua alasan:untuk melepaskan
tekanan jaringan dan drainase.
Komplikasi Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya penekanan jalan nafas akibat
pembengkakan yang berlangsung hebat dan dapat menyebabkan kematian.
1.4.7 Spasia faringeal
Batas anatomi Spasia ini perluasan dari dasar tengkorak di tulang sphenoid menuju tulang hyoid di inferior dan
terletak antara otot pterygoid medial di aspek lateral dan superior faringeal konstriktor aspek medial. Di bagian
depan dibatasi oleh pterygomandibular raphe dan meluas ke bagian posteriomedia fascia prevertebral. Prosessus
styloid, associated muscles, dan facia membagi spasia ini menjadi kompartemen anterior yang mengandung
selubung carotid dan beberapa nervus cranial.
Gejala dan tanda klinis infeksi Tanda klinis yang terlihat ialah trismus yang cukup berat yang merupakan
keterlibatan otot pterygoid media; pembengkakan leher lateral, terutama sudut inferior mendibula; dan
pembengkakan dinding faringeal lateral.ke arah midline. Pasien dengan kasus ini biasanya sulit menelan dan
demam.
1.4.8 Spasia retrofaringeal
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 9/23
Batas anatomi Spasia ini terletak di belakangan jaringan lunak aspek posterior faring. Di bagian depan dibatasi oleh
konstriktor faringeal superior; bagian muka dan posterior oleh alar layer fascia prevetebral. Spasia ini berawal dari
dasar tengkoran dan meluas ke arah inferior di vertebra C7 atau T1, di mana fascia alar menyatu dengan fascia
buccopharyngeal
Gejala dan tanda klinis infeksi (1)Obstruksi jalan nafas atas yang serius sebagai hasil dari displacement anterior dari
dinding faringeal posterior ke arah faring.(2)Rupturnya abses spasia retrofaringeal dengan masuknya pus ke paru-
paru
1.4.9 Mediastinitis
Lokasi anatomi mediastinum Mediastinum adalah ruang ekstrapleura yang dibatasi sternum di sebelah depan,
kolumna vertebralis di sebelah belakang, pleura mediastinal di sebelah lateral kiri dan kanan, di superior oleh
“thoracic inlet” dan di inferior oleh diafragma. Mediastinum terdiri dari tiga area : anterosuperior mediastinum,
middle mediastinum, posterior mediastinum. Mediastinitis adalah peradangan di daerah mediastinum yang terdiri
dari mediastinitis akut dan kronik (fibrosing mediastinitis).Penyebaran infeksi Dalam kasus ini faktor penyebab diperkirakan berasal dari otitis media yang berkembang
menjadi mastoiditis lalu menyebabkan osteitis dan periostitis yang akan mendestruksi korteks dari mastoid lalu
menyebar melalui fasia leher ke dalam mediatinum.
Gejala dan tanda klinis Pada kasus ini dijumpai gejala klinis berupa demam hilang timbul, sesak nafas, nyeri
menelan serta riwayat penyakit penyerta berupa diabetes, mastoiditis kronis dan infeksi telinga, pada pemeriksaan
fisik tak didapatkan kelainan. Gejala klinis ini sesuai dengan kepustakaan dimana demam yang ditimbulkan bersifat
lowgrade dan dapat menjadi hectic bila kontaminasi terhadap mediastinum terus berlangsung, gejala lainnya dapat
berupa pembengkakan pada daerah leher, nyeri pada substernal, nyeri pada prekordial dalam, punggung dan
epigastrium yang dapat menyerupai gejala akut abdomen.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai panas tinggi, takikardi, edema dari leher dan kepala, emfisema subkutan.
Pada orang dewasa distress pernafasan dapat terjadi yang mengindikasikan terjadinya pneumotorak atau efusi pleura
sedangkan pada anak – anak dapat terjadi pernafasan stakato akibat nyeri saat bernafas.
Terapi Terapi pembedahan dengan kombinasi penggunaan antibiotik dalam kasus ini sudah tepat yaitu untuk
drainase abses sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan drainase abses dapat dengan torakotomi seperti kasus
diatas khususnya pada pasien yang sakit berat atau melalui pendekatan cervicomediastinal dimana insisi pararel
dengan M. sternokleidomastoideus, lalu diretraksi ke lateral, maka terdapat akses ke sarung karotis dan ruang
pretrakeal serta retroviseral, cara ini dapat digunakan untuk drainase mediastinum sampai ke level vertebra torakal
empat di posterior dan percabangan trakea di anterior. Aspek inferior mediastinum harus di drainase transpleura /
ekstrapleura, melalui bidang posterior dari iga yang bersangkutan.1,2
Walaupun saat ini telah diperkenalkan berbagai
cara pencucian mediastinum yaitu : pendekatan subxiphoid, median sternotomy dan thorakoskopi, tetapi
posterolateral torakotomi tetap di rekomendasikan dan merupakan kombinasi terbaik dengan CT scan toraks serial
walaupun gejala klinis dari infeksi tak ditemukan. Trombolitik intrapleura dengan dosis urokinase 5400 IU/Kg/hari
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 10/23
dapat digunakan untuk penanganan komplikasi mediastinitis berupa empiema sehingga cairan dapat di drainase
melalui selang WSD.
1.4.10 Terapi infeksi spasia wajah
Ada lima hal yang ditempuh dalam dalam mengatasi infeksi spasia ini, diantaranya adalah:
1. Medical support untuk mengoreksi pertahanan imun, termasuk di dalamnya pemberian analgesic.
2. Pemberian antibiotik yang tepat, yakni dosis tinggi bakterisidal yang diberikan secara intravena.
1. Surgical removal
2. Surgical drainage
3. Evaluasi konstan dari perawatan infeksi
1. Osteomielitis
Osteomyelitis rahang adalah suatu infeksi yang ekstensif pada tulang rahang, yang mengenai spongiosa, sumsum
tulang, kortex, dan periosteum. Infeksi terjadi pada bagian tulang yang terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga
medullary atau dibawah periosteum mengganggu suplai darah. Tulang yang terinfeksi menjadi nekrosis ketikaischemia terbentuk. Perubahan pertahanan host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang mengalami
ostemyelitis pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persarafan tulang menjadikan pasien rentan terhadap onset
ostemielitis, kondisi-kondisi ini antara lain radiasi, osteoporosis, osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor
ganas tulang.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat osteomyelitis, serupa dengan komplikasi yang disebabkan oleh infeksi
odontogen, dapat merupakan komplikasi ringan sampai terjadinya kematian akibat septikemia, pneumonia,
meningitis, dan trombosis pada sinus kavernosus. Diagnosis yang tepat amat penting untuk pemberian terapi yang
efektif, sehingga dapat memberikan prognosis yang lebih baik.
2.1 Definisi
Istilah osteomyelitis pada literatur berarti inflamasi sumsum tulang. Secara klinis, osteomyelitis biasanya diartikan
infeksi dari tulang. Dimulai dari cavitas medulla (medullary cavity), melibatkan tulang spongiosa ( cancellous bone)
yang kemudian menyebar ke tulang kortikal bahkan terkadang sampai ke periosteum. Osteomyelitis dental atau yang
disebut osteomyelitis rahang adalah keadaan infeksi akut atau kronik pada tulang rahang, biasanya disebabkan
karena bakteri.
2.2 Klasifikasi
Bertahun-tahun banyak cara untuk menentukan klasifikasi osteomyelitis. Sistem klasifikasi yang paling kompleks
dikemukakan oleh Ciemy,dkk. Osteomyelitis diklasifikasikan bedasarkansuppurative dan nonsupurative oleh Lewd
van Waldvogel. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Topazian:
Osteomielitis supuratif Osteomielitis nonsupuratif
Osteomielitis supuratif akut
Osteomielitis sclerosis kronis
- Fokal
- Difus
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 11/23
Osteomielitis supuratif kronis
- Primer
- Sekunder
Osteomielitis Garre
Osteomielitis pada anak Osteomielitis aktinimikosa
Osteomielitis radiasi
Sistem lainnya dikemukakan oleh Hudson yang membagi osteomyelitis menjadi bentuk akut dan kronik. Dengan
beberapa macam klasifikasi, kontroversi klasifikasi osteomyelitis jelas terjadi.
A B
C D
E F
FIGURE 17-2 A, Panoramic view of extraction site of tooth no. 32 in an otherwise healthy 32-year-old patient . The
patient experienced multiple episodes of pain and swelling in the right posterior mandible after tooth no. 32 was
removed . B, Close-up of the panoramic view of the no. 32 site. C, Axial computed tomography scan of the no. 32 site.
D, Coronal computed tomography scan of the no. 32 site. Note the moth-eaten bone and bone
sequestrum. E, Transoral débridements of the right posterior mandible. F, Bone débrided and adjacent tooth no. 31
removed . Tissue eas sent for culture and sensitivity and histopathology.
Chronic sclerosing
osteomyelitis
Chronic suppurative
osteomyelitis
2.3 Faktor predisposisi
Faktor predisposisi utamanya
ialah fraktur mandibula dan
didahului oleh infeksi odontogenik. Dua kejadian ini jarang menyebabkan infeksi pada tulang kecuali jika ketahanan
tubuh host mengalami gangguan seperti alcoholism malnutritional syndrome, diabetes, kemoterapi penyakit kanker
yang dapat menurunkan system imun pada seseorang, penyakit myeloproliferative seperti leukemia. Pengobatan
yang berhubungan dengan osteomylitis adalah steroid, agen kemoterapi, dan bisphonate. Kondisi lokal yang kurang
baik memengaruhi suplay darah dapat menjadi predisposisi host pada infeksi tulang. Terapi radiasi, osteopetrosis,
dan pathologi tulang dapat memberikan kedudukan yang potensial bagi osteomyelitis.
2.4 Etiologi dan pathogenesis
Penyebab utama yang paling sering dari osteomyelitis adalah penyakit-penyakit periodontal (seperti gingivitis,
pyorrhea, atau periodontitis, tergantung seberapa berat penyakitnya). Bakteri yang berperan menyebabkan
osteomyelitis sama dengan yang menyebabkan infeksi odontogenik, yaitustreptococcus, anaerobic
streptococcus seperti Peptostreptococcus spp, dan batang gram negatif pada genus Fusobacterium dan Prevotella.
Acute Osteomyelitis Chronic osteomyelitis
Contigous focus Recurrent multifocal
Progressive Garre’s
Hematogenous Suppurative/ non suppurative
Sclerosing
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 12/23
Cara membedakan osteomyelitis mandibula dengan osteomyelitis pada tulang lain ialah dari pus yang
mengandung Staphylococcus sehingga staphylococci merupakan bakteri predominan.
Penyebab osteomyelitis yang lain adalah tertinggalnya bakteri di dalam tulang rahang setelah dilakukannya
pencabutan gigi. Ini terjadi karena kebersihan operasi yang buruk pada daerah gigi yang diekstraksi dan
tertinggalnya bakteri di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan tulang rahang membentuk tulang baru di atas lubang
sebagai pengganti pembentukan tulang baru di dalam lubang, dimana akan meninggalkan ruang kosong pada tulang
rahang (disebut cavitas). Cavitas ini ditemukan jaringan iskemik (berkurangnya vaskularisasi), nekrotik,
osteomielitik, gangren dan bahkan sangat toksik. Cavitas tersebut akan bertahan, memproduksi toksin dan
menghancurkan tulang di sekitarnya, dan membuat toksin tertimbun dalam sistem imun. Bila sudah sampai keadaan
seperti ini maka harus ditangani oleh ahli bedah mulut.
Penyebab umum yang ketiga dari osteomyelitis dental adalah gangren radix. Setelah gigi menjadi gangren radix
yang terinfeksi, diperlukan suatu prosedur pengambilan, tetapi seringnya tidak komplit diambil dan tertinggal di
dalam tulang rahang, selanjutnya akan memproduksi toksin yang merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dantulang nekrotik di sekitarnya hilang.
Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau pemasangan alat lain yang
berfungsi sebagai jembatan yang akan membuat tekanan pada gigi (apapun yang dapat menarik gigi dari socketnya)
dapat menyebabkan bermulanya osteomyelitis.
Selain penyebab osteomyelitis di atas, infeksi ini juga bisa di sebabkan trauma berupa patah tulang yang terbuka,
penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis maupun infeksi yang hematogen (menyebar melalui
aliran darah). Inflamasi yang disebabkan bakteri pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang,
mulai dari medulla, kortex dan periosteum dan semakin parah pada keadaan penderita dengan daya tahan tubuh
rendah.
Invasi bakteri pada tulang spongiosa menyebabkan inflamasi dan edema di rongga sumsum (marrow spaces)
sehingga menekan pembuluh darah tulang dan selanjutnya menghambat suplay darah. Kegagalan mikrosirkulasi
pada tulang spongiosa merupakan faktor utama terjadinya osteomyelitis, karena area yang terkena menjadi iskemik
dan tulang bernekrosis. Selanjutnya bakteri berproliferasi karena mekanisme pertahanan yang banyak berasal dari
darah tidak sampai pada jaringan dan osteomyelitis akan menyebar sampai dihentikan oleh tindakan medis.
Pada regio maxillofacial, osteomyelitis terutama terjadi sebagai hasil dari penyebaran infeksi odontogenik atau
sebagai hasil dari trauma. Hematogenous osteomyelitis primer langka dalam region maxillofacial, umumnya terjadi
pada remaja. Proses dewasa diinisiasi oleh suntikan bakteri kedalam tulang rahang. Ini dapat terjadi dengan ekstraksi
gigi, terapi saluran akar, atau fraktur mandibula/maksila. Awalnya menghasilkan dalam bakteri yang diinduksi oleh
proses inflamasi. Dalam tubuh host yang sehat, proses ini dapat self-limiting dan component dapat dihilangkan.
Terkadang, dalam host normal dan compromised host , hal ini potensial untuk proses dalam kemajuannya kepada
titik dimana mempertimbangkan patologik. Dengan inflamasi, terdapat hyperemia dan peningkatan aliran darah ke
area yang terinfeksi. Tambahan leukosit didapatkan ke area ini untuk melawan infeksi. Pus dibentuk ketika suplay
bakteri berlimpah dan debris sel tidak dapat dieliminasi oleh mekanisme pertahanan tubuh. Ketika pus dan respon
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 13/23
inflamasi yang berikutnya terjadi di sumsum tulang, tekanan intramedullary ditingkatkan dibuat dengan menurunkan
suplay darah ke region ini. Pus dapat berjalan melewati haversian dan volkmann’s canal untuk menyebarkan
diseluruh tulang medulla dan cortical. Point terakhir yang terjadi adalah ketika pus keluar jaringan lunak dari
intraoral atau ektraoral fistulas.
Walaupun maksila dapat terkena osteomyelitis, hal itu sangat jarang bila dibandingkan dengan mandibula. Alasan
utamanya adalah bahwa peredaran darah menuju maksila lebih banyak dan terbagi atas beberapa arteri, dimana
membentuk hubungan kompleks dengan pembuluh darah utama. Dibandingkan dengan maksila, mandibula
cenderung mendapat suplai darah dari arteri alveolar inferior. Alasan lainnya adalah padatnya overlying cortical
bone mandible menghambat penetrasi pembuluh darah periosteal.
2.5 Simptom dan tanda klinis
Gejala awalnya seperti sakit gigi dan terjadi pembengkakan di sekitar pipi, kemudian pembengkakan ini mereda,
selanjutnya penyakitnya bersifat kronis membentuk fistel kadang tidak menimbulkan sakit yang membuat
menderita.Pasien dengan osteomyelitis regio maxillofacial dapat memperlihatkan gejala klasik, yaitu:
• Sakit
• Pembengkakkan dan erythema dari overlying tissues
• Adenopathy
• Demam intermittent
• Paresthesia pembuluh darah alveolar inferior
· Gigi goyang
• Trismus
• Malaise
• Fistulas/fistel (saluran nanah yang bermuara di bawah kulit)
Pada osteomylitis akut sering terjadi pembengkakan dan erythema jaringan. Demam sering muncul dalam
osteomyelitis akut. Paresthesia inferior alveolar nerve adalah tanda klasik dari tekanan pada inferior alveolar nerve
dari proses inflamasi dalam tulang medulla mandibula. Trismus mungkin ada jika ada respon inflamasi dalam otot
mastikasi dari regio maxillofacial. Pasien biasanya malaise dan lelah, yang akan menyertai beberapa infeksi
sistemik. Akhirnya baik intraoral maupun ekstraoral, fistulas biasa terjadi pada fase kronik osteomyelitis regio
maxillofacial.
periapical and interdental osteolytic lesion pada regio anterior mandibula, 3 minggu setelah onset gejala
klinis osteomyelitis
Pada fase akut osteomyelitis, terlihat leukocytosis dengan left shift, biasa dalam beberapa infeksi akut. Leukocytosis
relatif banyak dalam fase kronis osteomylitis. Pasien mungkin juga menunjukkanerythrocyte sedimentation
rate (ESR) and C-reactive protein (CRP) yang tinggi. Baik ESR maupun CRP adalah indikator yang sangat sensitif
dari inflamasi tubuh dan sangat tidak spesifik. Oleh karena itu, keduanya digunakan mengikuti kemajuan klinis
osteomylitis.
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 14/23
Acute suppurative osteomyelitis menunjukkan perubahan radiografik yang sedikit atau tidak sama sekali, sebab
membutuhkan 10-12 hari untuk dapat melihat perubahan kerusakan tulang secara radiografi. Chronic
osteomyelitis menunjukkan destruksi tulang pada area yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan banyaknya daerah
radiolusen yang bentuknya biasanya seragam. Juga bisa terdapat daerah radiopak di dalam daerah yang radiolusen.
Daerah radiopak ini seperti sebuah pulau yang merupakan tulang yang tidak mengalami resorbsi yang
disebut sequestra (“moth-eaten appearance”).
2.6 Pengobatan
Terapi osteomyelitis terdiri dari medis dan pembedahan. Acute osteomyelitis rahang utamanya diobati dengan
pemberian antibiotik yang sesuai. Antibiotika ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan sensitivitas bakteri, dan
selama menunggu sebelum ada hasilnya, dapat diberikan penisilin sebagai drug of choice. Bila pasien menderita
osteomielitis akut yang hebat, perlu dirawat inap untuk dapat diberikan antibiotika intra vena. Pilihan antibiotik
biasanya clindamycin, karena sangat efektif melawan streptococci dan bakteri anaerob yang biasanya ada pada
osteomyelitis.. Pembedahan pada acute suppurative osteomyelitis biasanya terbatas. Biasanya hanya dilakukanpencabutan gigi yang non-vital pada sekitar daerah yang terifeksi. Terapi pada chronic osteomyelitismembutuhkan
tidak hanya antibiotic tetapi juga terapi pembedahan. Clindamycin merupakan pilihan obat utama. Mengkultur
material penginfeksi juga sebaiknya dilakukan agar dapat diberikan antibiotik yang lebih spesifik.
Pemberian antibiotik pada terapi untuk acute dan chronic osteomyelitis ini lebih lama dibandingkan infeksi
odontogenik yang biasa. Untuk acute osteomyelitis ringan, antibiotic diberikan hingga 4 minggu. Akan tetapi
pada acute osteomyelitis berat, antibiotic terus diberikan hingga 6 bulan.
2.7 Jenis osteomielitis
2.7.1 Osteomyelitis Supuratif
Dulu diduga mikroba penyebab utama osteomyelitis rahang adalah Staphylococcus aureus, sama dengan penyebab
osteomyelitis pada tulang panjang. Belakangan diketahui hanya kadang-kadang saja mikroba ini ditemukan pada
osteomyelitis rahang, terutama pada kasus osteomyelitis dengan luka ekstra oral yang terinfeksi. Dari sumbernya
infeksi mencapai tulang langsung melalui perluasan penyakit, secara hematogen atau langsung mengenai tulang
misalnya pada compound fracture.
Pada osteomyelitis supuratif akut, setelah infeksi masuk ke dalam medula terjadi inflamasi supuratif disini. Dengan
terbentuk dan terkumpulnya pus, tekanan dalam medula menjadi besar, mendorong infeksi meluas sepanjang
spongiosa medial dan lateral ke bagian korteks tulang, menembus sistem Havers dan Volkman mencapai
periosteum. Tekanan ini juga menyebabkan kolapsnya kapiler, stasis dan iskemi di daerah radang mengakibatkan
kematian fragmen-fragmen trabekula. Sementara itu pus yang mencapai periosteum terkumpul di bawah periosteum,
sehingga periosteum terangkat dari tulang, memutuskan suplai darah ke dalam tulang, akibatnya terjadi iskemi
diikuti dengan kematian tulang, dan tulang mati ini disebut sekuester.
Pada proses selanjutnya periosteum ruptur dan tembus karena tekanan tersebut, sehingga pus dan infeksi mencapai
jaringan lunak. Tempat tembusnya ini bisa pada satu tempat atau pada beberapa tempat membentuk saluran sinus
(fistel) yang multipel. Meskipun periosteum terangkat dari tulang dan terkena infeksi, namun sebagian sel-selnya
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 15/23
bertahan hidup yang kemudian bila fase akutnya lewat, akan membentuk lapisan tulang baru di atas sekuester yang
disebut involukrum, dimana involukrum ini cenderung mengurung sekuester dan mencegahnya keluar. Involukrum
ditembus oleh sinus yang merupakan jalan keluar pus yang disebut kloaka.
Pada bayi dan anak, osteomyelitis supuratif lebih banyak menyerang maksila dan terjadi secara hematogen dengan
sumber infeksi berupa abrasi kecil atau luka dikulit yang terjadi waktu dilahirkan, luka di daerah mulut dengan
mikroorganisme berasal dari vagina atau susu ibunya.
Gejala klinis
Osteomyelitis supuratif akut, umumnya didahului oleh rasa sakit yang berlanjut dengan pembengkakan pada muka.
Penderita mengeluh sakit hebat yang berlokasi dalam disertai demam (kadang-kadang demam tinggi) dan malaise.
Bila yang terkena mandibula, sakitnya terasa menyebar sampai telinga disertai parestesi bibir. Pembengkakan ini
baru timbul setelah terjadinya periosteitis, yang ditandai dengan kemerahan pada kulit atau mukosa. Di samping itu
penderita sukar membuka mulut (trismus). Gigi-gigi pada rahang yang terkena terasa sakit pada oklusi, menjadi
goyang karena terjadinya destruksi tulang. Gingiva bengkak (edema) dan pus keluar dari margianal gingiva ataufistel multipel pada mukosa. Bila yang terkena maksila bagian anterior, tampak bibir membengkak dan menonjol
serta infeksi bisa menyebar ke daerah pipi. Jika yang terkena maksila bagian posterior, pipi dan infra orbita
membengkak dan dengan terkenanya infra orbita ini bisa disertai dengan penonjolan bola mata. Infeksi ini disertai
dengan limfadenopati regional.
Osteomyelitis kronis terjadi setelah stadium akut menjadi reda. Osteomyelitis kronis yang melalui fase akut ini
disebut Osteomyelitis supuratif kronis sekunder. Sedangkan osteomyelitis kronis yang terjadi tanpa melalui atau
memperlihatkan fase akut, dimana terus berjalan dengan ringan, disebut osteomyelitis supuratif kronis primer, dan
osteomyelitis tipe ini jarang terjadi.
Gambaran klinis osteomyelitis kronis sama dengan yang akut, hanya gejala-gejalanya lebih ringan. Rasa sakit sudah
berkurang, tapi demam masih ada. Gigi-gigi yang goyang pada fase akut kegoyangannya berkurang dan dapat
berfungsi kembali meskipun terasa kurang sempurna. Parestesi bibir berkurang bahkan mungkin juga hilang, trismus
perlahan-lahan berkurang sehingga penderita merasa lebih enakan. Supurasi dan abses lokal tetap ada dan
membentuk fistel multipel pada mukosa dan kulit, tempat keluarnya pus dan tulang-tulang nekrosis.
Pada keadaan lebih lanjut mungkin sudah tampak sekuester, sebagai tulang yang terbuka ataupun suatu fraktura
patologis. Eksaserbasi akut dari stadium kronis dapat terjadi secara periodik dengan gejala-gejala sama seperti
osteomielitis akut.
Pengobatan
Antibiotika adalah yang pertama dan utama diberikan. Antibiotika diberikan sedini mungkin dengan dosis masif
secara parenteral. Dosis yang tidak adekuat dapat membuat mikroorganisme resisten.
Drainase harus dibuat sesegera mungkin, untuk mengeluarkan pus, mengurangi absorpsi bahan toksis, mencegah
penyebaran infeksi di dalam tulang dan memberi jalan untuk terlokalisasinya penyakit. Drainase bisa berupa
ekstraksi gigi yang menjadi infeksi primer dan gigi lainnya yang terkena penyakit dan pada ekstraksi ini kalau
mungkin septum inter radikuler juga diangkat untuk mendapatkan drainase yang cukup.
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 16/23
Pada kasus akut yang berat, penderita dirawat inap dan harus mendapat istirahat yang cukup. Diberikan diet
makanan dengan tinggi kalori dan tinggi protein serta multivitamin yang memadai. Rasa sakit ditanggulangi dengan
analgesik atau sedatif.
Sekuesterektomi (intervensi bedah) berupa pengangkatan sekuester dilakukan sesudah fase akut reda dan
diindikasikan bila sekuester memang sudah tampak pada foto (fase kronis). Pada fase ini penderita dan antibiotika
telah dapat mengatasi virulensi bakteri. Di samping sekuesterektomi, pada beberapa kasus dimana timbul lubang
besar, perlu dilakukan dekortisasi dan suserisasi, agar periosteum yang dilepaskan dari tulang dapat dikembalikan
menutup dan kontak dengan permukaan tulang, sehingga mempercepat penyembuhan. Pada kasus yang disertai
dengan fraktura patologis dilakukan fiksasi rahang.
2.7.2 Osteomyelitis Non Supuratif
2.7.2.1 Osteomyelitis sklerosis fokal kronis
Pada osteomyelitis sklerosis dan osteomyelitis Garre, infeksi berjalan kronis, daya tahan tubuh penderita tinggi dan
virulensi mikroorganisme rendah, maka yang terjadi adalah neoosteogenesis dimana sejumlah tulang terbentuk dandiletakkan sekitar fokus infeksi dalam ruang medula menyebabkan penambahan densitas dan sklerosis tulang pada
bagian perifer daerah infeksi. Neogenesis ini bila berlangsung dalam periode waktu yang lama memberi gambaran
sklerosis padat.
Osteomyelitis skerosis fokal kronis umumnya terjadi pada orang muda usia di bawah 20 tahun, terjadi pada apeks
gigi. Gigi yang terkena biasanya molar pertama permanen dengan infeksi periapikal ringan yang mengakibatkan
sklerosis di sekitar apeks gigi. Secara klinis tidak memberikan gejala, selain adanya sakit ringan sehubungan dengan
adanya infeksi pulpa.
Gigi yang merupakan sumber infeksi bisa dipertahankan dengan pengobatan endodontik, atau bisa juga diekstraksi.
Bagian tulang yang padat ini kadang-kadang tidak mengalami remodelisasi dan tetap tampak pada foto meskipun
sudah bertahun-tahun. Ini membuktikan daya tahan tubuh yang dapat mengatasi infeksi, karena itu tidak perlu
pengangkatan tulang sklerosis tersebut, kecuali kalau timbul keluhan.
2.7.2.2 Osteomyelitis Sklerosis Difus Kronis
Osteomyelitis jenis ini bisa terjadi pada semua umur. Namun seringkali ditemukan pada orang yang sudah berumur
terutama pada mandibula yang sudah tidak bergigi atau daerah yang tidak bergigi. Penyakit ini pada dasarnya
merupakan penyakit tersembunyi, tidak diketahui kehadirannya secara klinis. Kadang-kadang tampak eksaserbasi
dari suatu infeksi yang sebelumnya tidak tampak, dengan pembentukan fistel spontan ke permukaan mukosa. Dalam
keadaan ini penderita mengeluh sakit yang samar, dan rasa tidak enak di mulut, gejala klinis lain tidak ditemukan.
Pengobatan untuk osteomyelitis sklerosis difus kronis merupakan masalah yang sulit. Lesinya biasanya terlalu luas
untuk diambil dengan pembedahan, sedang pihak lainnya sering terjadi eksaserbasi akut. Pada fase akut bisa
diberikan antibiotika. Lesi ini tidak terlalu membahayakan karena tidak destruktif dan jarang menimbulkan
komplikasi.
Jika pada daerah sklerosis ada gigi yang perlu diekstraksi hendaknya diperhitungkan kemungkinan terjadinya infeksi
dan lamanya penyembuhan luka pasca ekstraksi, sebab bagian tulang ini avaskuler dan kurang bereaksi terhadap
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 17/23
infeksi. Karena itu kalau giginya akan diekstraksi, hendaknya melalui pendekatan berupa pengambilan tulang yang
cukup untuk memudahkan ekstraksi dan menambahkan pendarahan. Pada kasus dengan pengambilan tulang yang
banyak, defeknya bisa diperbaiki dengan transplantasi tulang.
2.7.3 Osteomyelitis Aktinomikosis
Aktinomikosis adalah infeksi yang bermanifestasi supuratif granulomatus, menyerang jaringan lunak dan tulang.
Penyakit ini membentuk sinus yang mengeluarkan granula sulfur yang menyebar menembus batas anatomi bila
bakteir komensal menginvasi jaringan servikofasial, toraks dan abdomen. Jaringan diserang melalui ekstensi
langsung atau melalui hematogen.
Penyebab penyakit ini adalah Actinomyces israelii , suatu bakteri gram positif, mikroaerofili, tidak membentuk spora
dan tidak tahan asam. Infeksi oleh aktinomises terjadi pada jaringan yang rusak atau yang meradang bersama-sama
dengan mikroba lainnya seperti Bacteroides. Mikroorganisme masuk ke dalam jaringan lunak secara langsung atau
dengan perluasan dari tulang melalui lesi periapikal atau periodontal, fraktura dan luka ekstraksi. Kemudian infeksi
menyebar dan cenderung muncul pada permukaan kulit daripada mukosa oral.Gejala klinis
Tampak pembengkakan pada jaringan lunak kulit, tegas, keungu-unguan atau merah gelap, berminyak dengan
daerah-daerah kecil yang menunjukkan fluktuasi. Dapat terjadi drainase cairan serus yang mengandung materi
granuler. Bila ditekan pada kain kasa, granule ini merupakan massa yang kekuning-kuningan, disebut granula sulfur,
yang merupakan koloni bakteri dan dapat dilihat di bawah mikroskop. Ada limfadenopati regional, tidak ada
trismus, kecuali bila terjadi infeksi sekunder dan tidak ada keluhan demam ataupun sakit.
Penisilin merupakan obat pilihan. Dosis dan lama pengobatan tergantung kepada keparahan penyakit. Pada penderita
yang alergi terhadap penisilin, bisa diberikan tetrasiklin, terutama minosiklin, 250 mg 4 kali sehari selama 8 sampai
16 minggu, atau eritromisin 500 mg, 4 kali sehari selama 6 bulan.
Obat pilihan keduanya doksisiklin atau minosiklin yang diberikan satu kali sehari. Pemberian obat yang lama ini
adalah untuk mencegah terjadinya rekuren. Radiograf dibuat secara periodik untuk memonitor perubahan pada
tulang. Kadang-kadang perlu sekusterektomi dan sauserisasi. Aktinomikosis meninggalkan jaringan parut pada kulit
dan memerlukan bedah kosmetik.
2.7.4 Osteomyelitis radiasi dan nekrosis
Radiasi merupakan salah satu cara terapi untuk kanker maksilofasial, di samping pembedahan dan kemoterapi.
Komplikasi pada tulang adalah osteoradionekrosis, yaitu penyakit pada tulang yang terkena radiasi yang
menimbulkan rasa sakit, hilangnya tulang serta cacat muka sehingga menunjukkan sebagai suatu luka yang tidak
sembuh diakibatkan oleh hipoksia, hiposelulariti dan hipovaskularisasi dari tulang yang terkena radiasi.
Mandibula umumnya lebih sering terkena daripada maksila, karena kebanyakan tumor mulut terdapat di mandibula.
Tidak adanya korteks yang padat dan kaya akan jaringan pembuluh darah di maksila menyebabkan maksila jarang
terkena nekrosis radiasi. Radiasi melebihi 5000 rad mengakibatkan kematian sel-sel tulang yang berakibat arteritis
progresif. Pembuluh-pembuluh darah di periosteum, dan alveolaris inferior sangat terkena. Terjadi nekrosis asepsis
bagian tulang yang langsung terkena sinar, dengan akibat kurangnya vaskularisasi pada tulang dan jaringan
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 18/23
lunaknya. Respons terhadap infeksi menjadi sangat menurun. Selama jaringan lunak tidak rusak, tulang akan
berfungsi normal.
Bila tulang terkena infeksi dari kulit, maka mikroorganisme yang biasa ditemukan adalahStaphylococcus
aurens dan Staphylococcus epidermidis.
Gejala utama dari osteoradionekrosis adalah rasa sakit dari tulang yang terbuka. Pada permulaan, penderita
mengeluh trismus, halitosis dan kenaikan suhu tubuh, meskipun tidak ada infeksi akut. Tulang terbuka yang
berwarna kekuning-kuningan tampak bersama fistel intra oral dan mungkin disertai dengan adanya fraktur patologis.
Tulang terbuka ini permukaannya kasar dan menyebabkan abrasi jaringan lainnya yang menambah rasa tidak enak
bagi penderita. Jaringan sekitar tulang terbuka menjadi indurasi, keras dan ulserasi karena infeksi atau tumor yang
rekuren. Jika indurasi persisten sesudah infeksi dikuasai dengan irigasi dan antibiotika, maka jika perlu atau jika
ulserasi tetap ada, harus dilakukan biopsi.
Pengobatan awal adalah pemberian antibiotika bila ada infeksi. Jika ada gejala toksis dan dehidrasi, penderita
dirawat inap untuk pemberian cairan dan antibiotika IV. Penisilin merupakan obat pilihan pertama, diberikan 500mg peroral 4 kali sehari. Irigasi ringan pada tepi jaringan lunak sangat berguna untuk membersihkan debris dan
mengurangi inflamasi. Bila terbentuk abses atau fistula kulit, kultur aerob dan anaerob dibuat untuk melihat
sensitivitas bakteri, dan penentuan antibiotika yang sesuai.
1. 3. Noma
3.1 Definisi
Cancrum oris atau noma merupakan suatu penyakit gangren yang menyebar dengan cepat dan memengaruhi
jaringan padat dan lunak dari wajah, biasanya disebabkan oleh spirochaeta anaerob. Cancrum oris biasanya
menyerang anak-anak umur 2-5 tahun. Penyebab pasti penyakit ini sebenarnya masih tidak diketahui. Akan tetapi,
oral hygiene yang buruk, sistem imun yang lemah, past history campak, scarlet fever, tifoid, malaria, tuberculosis,
kanker, dan HIV merupakan faktor predisposisi.
3.2 Gambaran klinis
Cancrum oris memiliki gejala seperti spot kemerahan atau keunguan yang sakit pada margin alveolar, umumnya
terdapat pada regio molar atau premolar. Biasanya diikuti ulserasi yang sangat cepat dan mengenai jaringan tulang.
Ulserasi biasa terdapat pada lipatan labiogingival dan mukosa bibir dan pipi. Anak pada tahap ini mengalami sore
mouth, fetid odor, swollen, dan tender lips and cheek, profuse salivation dan foul foctor . Dalam dua atau tiga hari
bisa terdapat diskolorisasi menjadi hitam pada bagian luar bibir, pipi dan proses gangrenous akan menjalar ke
hampir seluruh jaringan pada wajah, baik itu pada tulang, gigi, mukosa, otot dan kulit. Bau busuk dan rongga mulut
yang bernanah (purulent oral discharge) berhubungan dengan salivasi yang terlalu banyak, anorexia, dan
lymphadenopathy leher yang jelas.
Pada fase akut, anak-anak yang terserang biasanya mengalami kesakitan, anaemic, aphatetic dan seringkali measle,
gastroenteritis atau bronchopneumonia. Secara sistemik, pasien biasanya mengalami demam, takikardia, tachypnea
dan anorexia. Jika tidak segera ditangani, maka penyakit ini akan berakibat fatal.
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 19/23
Kematian pada penderita cancrum oris dapat disebabkan predisposing factor seperti typhoid atau pneumonia atau
bisa juga karena adanya komplikasi seperti dehidrasi, aspiration pneumonia atau septicemia.
3.3 Mikrobiologi dan pathogen
Terdapat mikroorganisme yang terlibat sebagai penyebab noma, salah satunya yaitu Fusobacterium necrophorum. F.
necrophorum dapat menguraikan sebagian dermonekrotik metabolit toksik. Pada anak-anak, bakteri ini diperoleh
melalui kontaminasi fecal, yang disebabkan sanitasi lingkungan yang rendah. Organism pathogen lainnya yang
ditemukan pada lesi noma yaitu Prevotella intermediadan Borrelia vincentii. Hubungan simbiosis antara fusiform
bacilli dan streptococcus non-hemolitik dan staphylococcus telah diperkirakan sebagai faktor pada perkembangan
noma. B. vincentii dan Fusiform bacilli dapat dikultur pada hampir kebanyakan kasus. MacDonald’s menyatakan
bahwa Bacteroides melaninogenicus dapat menjadi organism penting pada penyakit ini. Bacteroides
melaninogenicus adalah bakteri gram negatif, cocobasilus anaerob, terdapat pada rongga mulut dan traktus
gastrointestinal. Memiliki karakter proteolitik yang dapat menghidrolisis kolagen gingival. Penyakit ini diperkirakan
tidak menular karena belum diketahui menyebar atau tidaknya di lingkungan rumah, rumah sakit atau sekitarnya.Mula-mula, jaringan wajah akan terlihat lunak, terdapat spot merah keunguan pada gingival, berlanjut menjadi
ulserasi dan nekrosis yang dibarengi edema. Hal itu akan membentuk jaringan nekrotik berwarna hitam kebiruan
berbentuk kerucut yang berkumpul di dasar intra-oral. Perkembangan secara cepat dari tahap awal menjadi gangrene
berlangsung selama 2 – 72 jam. Dapat terjadi secara uni atau bilateral dan dapat menyerang bagian wajah lain
termasuk rahang atas atau bawah. Hal tersebut dapat membentuk kerusakan wajah yang parah sehingga
mengakibatkan hilangnya struktur dan fungsi intraoral.
3.4 Pengobatan
Penanganan penyakit noma sangat memerlukan pendekatan tim yang multidisiplin. Pada tahap awal, anak-anak
akan memerlukan irigasi oral dengan hydrogen peroksida, saline, dan 0,2% chlorhexidine untuk mengurangi
jaringan nekrotik. Hidrasi yang cukup, elektrolit yang seimbang dan defisiensi vitamin dengan nutrisi yang cukup,
ataupun nagostic tube jika diperlukan. Pada banyak literatur, merekomendasikan penicillin dan metronidazole untuk
menghambat organisme predominan. Pengobatan perlu dilakukan dan dilanjutkan kurang lebih selama 14 hari.
Antibiotik yang dipiih yaitu penicilin G 2.4 million U intravenously qid dan metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
sekali. Alternatif lainnya yaitu ampicilin atau sulbactam 3 gram IV setiap 6 jam sekali. Penggunaan antibiotic dapat
menyebabkan pertumbuhan candida yang berlebih sehingga harus ditangani dengan antifungal (nystatin 5 ml q.i.d
atau flukonazol 200 mg oral, sehari sekali). Tahap terakhir dari perawatan yaitu operasi plastik/rekonstruksi untuk
kerusakan wajah yang sudah parah. Untuk mencegah noma, diperlukan adanya peningkatan nutrisi, kebersihan, dan
sanitasi serta vaksinasi.
1. 4. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksilaris mempunyai hubungan erat dengan profesi Kedokteran Gigi karena akar gigi premolar dan molar
sangat dekat dengan sinus ini dan memiliki persarafan yang sama sehingga sakit dari sinus maksilaris memberikan
gambaran yang sama dengan sakit gigi. Disebabkan karena kedekatan ini pula, seringkali infeksi gigi bisa
menimbulkan infeksi pada sinus maksilaris dan tindakan pada gigi menimbulkan komplikasi pada sinus maksilaris.
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 20/23
Seperti terjadinya komunikasi oroantral atau masuknya benda asing pada sinus ini. Selain itu keadaan patologis pada
sinus sering ditemukan secara kebetulan pada radiografi gigi.
Alasan-alasan tersebut diantaranya menjelaskan dari sudut Kedokteran Gigi sinus maksilaris penting untuk dipahami
baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terkena penyakit.
Anatomi dan Fisiologi Sinus Maksilaris
Batas-Batas
Sinus Maksilaris merupakan rongga berbentuk pyramid dan menempati sebagian besar korpus maksilaris dengan
puncak pada processus zygomatikus maksilla. Dinding medial dibatasi oleh dinding lateral kavum nasi, atap dibatasi
oleh dasar orbita, dan bagian anterior oleh permukaan depan maksilla (fosa kanina). Dasarnya dibatasi oleh prosesus
alveolaris maksila yang mendukung gigi P, M, dan sebagai tulang palatum.
Fungsi Sinus Maksilaris
Sebagai ruang tambahan untuk membantu memanaskan dan melembababkan udara pernapasan
Alat resonansi yang mempengaruhi suara Mengandung organ olfaktoria yang memiliki rasa penciuman
Pelindung untuk alat-alat yang terdapat dalam orbita dan cranial terhadap perubahan suhu yang terjadi di rongga
hidung
4.1 Definisi
Sinusitis maksilaris didefinisikan sebagai peradangan yang terjadi pada lapisan mukosa sinus maksilaris, karena
mukosa sinus sangat rentan terhadap infeksi, alergi dan neoplasma.
4.2 Gambaran klinis
4.2.1 Radang
Menimbulkan peningkatan jumlah sekresi dan edema pada mukosa sinosial. Bila kondisi ini berlanjut, sekresi akan
mengisi sinus karena terganggunya fungsi silia, atau keduanya. Karena letak ostium sinus maksilaris tidak
dipengaruhi oleh gaya gravitasi, maka drainase yang normal bukan cara perawatan ideal. Bila drainase terganggu
akan terjadi penurunan tekanan oksigen sebagian dan proliferasi bakteri pathogen.
4.2.2 Sinusitius akut
Sinusitis maksilaris akut sering terjadi setelah rhinitis alergik/infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Alergi
hidung yang kronis, adanya benda asing, dan deviasi septi nasi dianggap sebagai prediposisi yang paling umum.
Gejala akut ini dapat bersumber dari hidung yang mengalami alergi (rhinitis akut), infeksi dari daerah faring
(faringitis, adenoiditis, tonsillitis) dan dari infeksi gigi rahang atas premolar dan molar. Gejala akut ini dapat juga
berasal dari berenang menyelam, trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus dan barotraumas yang
menyebabkan nekrosis mukosa. Gejala yang ditunjukkan adalah sebagai berikut :
Gejala sistemik demam dan lesu
Gejala lokal terdapat sumbatan pada hidung, lender yang kental, kadang berbau dan dapat berwarna kuning atau
kuning kehijauan
Nyeri pada daerah di bawah kelopak mata, nyeri di gigi, daerah dahi dan daerah depan telinga
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 21/23
Terdapat pembengkakan di daerah muka, yaitu pada pipi dan kelopak mata bawah
Dari pemeriksaan sering terlihat adanya sekresi mukopurulen dalam hidumg dan nasofaring. Terdapat nyeri palpasi
dan tekan pada sinus dan gigi yang berkaitan dengannya. Pemeriksaan mulanya memperlihatkan penebalana mukosa
sinus yang sering digantikan dengan osifikasi karena meningkatnya pembengkakan mukosa atau adanya timbunan
cairan didalam sinus atau keduanya.
4.2.3 Sinusitis kronis
Sinusitis kronis dapat merupakan kelanjutan dari sinusitis akut, Perubahan-perubahan patologis pada sinusitis kronis
biasanya bersifat irreversible, yang ditandai dengan penebalan mukosa dan pseudo polip dengan mikroabses,
granulasi, dan jaringan parut. Sinusitis kronis dapat bertahan dalam hitungan bulan atau tahun. Perawatan sinusitis
akut atau sinusitis kambuhan yang tidak memadai dapat menyebabkan kegagalan regenerasi permukaan epitel
bersilia. Pada akhirnya hal ini akan mengakibatkan kerusakan lebih jauh dari pembuangan secret sinus yang
mendorong terjadinya infeksi ulang. Penyembuhan oleh berbagai sebab seperti polip hidung , deviasi septum, atau
tumor juga berperan dalam etiologi sinusitis kronis.Gejala yang terjadi sangat bervariasi terdiri dari:
1. Gejala hidung dan naso faring, berupa secret di hidung dan secret pasca nasal
2. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok
3. Gejala telinga, berupa gangguan pendengaran karena tersumbatnya tuba eustahius
4. Adanya sakit kepala
5. Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso lakrimalis
6. Gejala saluran napas kadang terdapat komplikasi di paru berupa bronchitis, bronkoektasis atau asma bronkiale
7. Gejala di saluran cerna oleh karena mukopus yang tertelan, sering terjadi pada anak. Terdapat secret kental dan
purulen dari meatus medius atau meatus superior di nasofaring atau turun ke tenggorok.
4.2.4 Trauma
Cedera yang mencapai sinus maksilaris terjadi pada kasus le fort I dan II, fraktur kompleks zygomatikomaksilaris,
blow out orbita dan fraktur prosesus maksila bagian posterior. Dengan adanya trauma, dinding antrum mengalami
fraktur atau remuk dan pelapisnya robek, sehingga sinus akan terisi darah. Baik trauma langsung maupun cedera
tidak langsung yang diakibatkan oleh penangan fraktur muka yang berhubungan ( biasanya pendekatan transnatal)
berperan dalam terjadinya sinusitis pascatrauma. Sinusitis juga dapat mengalami cedera pada pencabutan gigi
rahang atas dan pada pelasanaan penanganan patologis gigi yang berdekatan. Region molar pertama rahang atas
merupakan darah yang paling sering berhubungan dengan keterlibatan sinus, diikuti oleh regio molar kedua dan
premolar kedua.
4.3 Pemeriksaan radiografi
Evaluasi radiografi dari sinus paling bagus diperoleh dengan proyeksi waters dengan muka menghadap ke bawah
dan proyeksi waters dengan modifikasi tegak. Gambaran yang sering didapat dari sinus akut adalah opasifikasi dan
batas udara atau cairan. Sinusitis kronis sering digambarkan dengan adanya penebalan membrane pelapis. Lesi jinak
lainnya misal mucocele dan kista dentigerus, juga dapat terlihat dengan jelas. Dalam mendiagnosisi trauma
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 22/23
penggunaan foto panoramic, waters, oklusal dan periapkal maupun tomografi konvensional, serta penelitian dengan
CT sangat membantu.
4.4 Pengobatan
Walaupun penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis dan akut bukan termasuk dalam wilayah perawatan dokter
gigi, akan tetapi bila keadaan ini menunjukkan keterlibatan gigi sebagai penyebab, dibutuhkan keikusertaan dokter
gigi dalam penanganan atau perawatannya. Untuk melakukan perawatan sinusitis maksilaris akut obat-obatan yang
sesuai adalah antibiotik spectrum luas ampisilin dan sefaleksin. Jika diketahui terdapat aspergillus sinusitis, maka
harus diberikan antimikotik yang tepat, biasanya dengan amphotericin B, dekongestan antihistamin sisitemik
misalnya pseudoefinefrin, dan tetes hidung seperti phenyleprine akan sangat berguna pada fase dini dan perawatan.
Jika terdapat keadaan alergi yang mendasari kondisi tersebut maka pemberian bahan antialergi kadang sangat
membantu. Untuk menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang timbul dapat diberikan kompres panas pada
muka dan analgesik. Bila penyembuhannya lambat, lebih dari sepuluh hari, kemungkinan dibutuhkan irigasi antrum
melalui fossa canina. Selain terapi yang tepat untuk kondisi akut, sinusitis kronis kemungkinan membutuhkanpembedahan untuk mendapatkan ostium (lubang) sinus yang baru. Hal ini dapat diperoleh melalui prosedur
nasoantrostomi yang bertujuan untuk membuat jendela nasoantral pada meatus nasalis inferior.
Bila penyebab sinusitis adalah karena infeksi gigi maka penatalaksanaannya meliputi perawatan pada sumber
absesnya. Perawatan ini terdiri atas terapi antibiotik yang disertai dengan inisiasi dan drainase bila diindikasikan,
dan terapi lanjutan yang meliputi perawatan endodontik atau pencabutan gigi penyebab.
Prosedur CALDWELL-Luc
Prosedur Caldwell-Luc digunakan untuk membuat jalan masuk peroral ke sinus maksilaris melalui fossa canina.
Lesi jinak pada antrum yang berasal dari epitel pelapis atau yang berasal dari gigi (odontogen) atau penyebab
lainnya, dieksisi atau dienukleasi melalui jalur ini. Untuk mengambil benda asing ataupun pemeriksaan dan
perawatan didnding orbita dan fraktur tertentu pada zygomaticomaksilaris juga digunakan jalur sama. Operasi pada
sinus dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lojkal (yang ideal adalah dengan blok maksila pada
nervus V2 divisi kedua). Prosedur diawali dengan membuat inisiasi bulan 2 sampai 3 mm diatas pertemuan mukosa
bergerak dan tak bergerak. Kemudian flap mukoperiosteal diangkat kea rah postero-superior hingga terlihat foramen
infraorbitale. Selanjutnya dibuat lubang dengan bor, sebagai pembentukan awal yang terletak sedikitnya 4 hingga 5
mm di atas apeks yang terdekat. Besar lubang masuk ini diperbesar dengan menggunakan reverse biting bone
foreceps, kerison. Bila diperlukan dapat digunakan pembukaan yang relative lebar dengan tanpa merusakkan
struktur didekatnya 9diameter 1 ½ cm ). Penerangan yang sangatpenting artinya untuk penglihatan dapat diperoleh
dengan menggunakan head lamp (lampu kepala) atau probe fiberoptik. Setelah pengambilan lesi, sinus diirigasi
dengan larutan saline steril dan kemudian diperiksa.
Trauma
Cedera yang mengenai sinusmaksilaris merupakan keadaan yang sangat sering didapatkan pada fraktur wajah bagian
tengah. Tanda-tanda radiograf yang umum didapatakan adalah opasifikasi akibat perdarahan ke dalam sinus dan
fraktur ( cacat bertingkat) dinding lateral. Tanda-tanda ini bila berdiri sendiri bukan merupakan tanda-tanda indikasi
5/10/2018 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/15571fc7b49795991699755eb 23/23
keterlibatan sinus. Sebaliknya, bila tidak ada tanda-tanda keterlibatan sinus lainnya seperti fraktur dasar orbita atau
adanya fragmen tulang atau benda asing atau keduanya, maka lapisan sinus biasanya tidak terganggu.
Penatalaksanaan secara konservatif dengan menggunakan dekongestan sistemik, tetes hidung, dan antibiotic, bila
diindikasikan akan meningkatkan pembersihan sinus secara normal, yang biasanya berlangsung antara 10 sampai 14
hari.
Ludwig Angina
1. Definisi Ludwig's angina, dikenal sebagai ludovici angina, adalah, penyakit selulitis
serius dan berpotensi mengancam nyawa. Penyakit ini menginfeksi jaringan ikat dasar mulut,biasanya terjadi pada orang dewasa bersamaan dengan infeksi pada gigi. Ludwig’s angina pertamakali ditemukan dokter dari Jerman, Wilhelm Friedrich von Ludwig pada tahun 1836. Penyakit ini jugadikenal sebagai "Angina Maligna" dan "Morbus Strangularis".
Kata "angina" berasal dari bahasa Yunani kata ankhon , yang berarti "mencekik", makadalam hal ini, mengacu pada perasaan mencekik, bukan rasa nyeri dada seperti angina perctoris,meskipun mungkin dapat menyebabkan rasa sakit pada dada pada jika infeksi Ludwig’s angina
menyebar ke ruang retrosternal.1
Ludwig’s angina ditandai dengan keterlibatan bilateral ruang submandibularis dan sublingualis, sertaruang submentalis.
2Kondisi ini jarang terjadi pada anak-anak.
3
2. Etiologi1,2
Penyebabnya biasa akibat infeksi bakteri, terutama bakteri streptococcus. Tapi, sejak
munculnya antibiotik, Ludwig’s angina telah menjadi penyakit langka. Penyebab paling sering daripenyakit ini adalah infeksi pada periapikal atau periodontal gigi geligi rahang bawah (seperti absesgigi).
Pada kebanyakan kasus terjadi karena infeksi pada gigi molar ketiga mandibula ataudari perikoronitis , yang merupakan infeksi pada gusi sekitar gigi molar ketiga mandibula yang erupsisebagian. Dan biasanya meluas pada pasien yang immunokompromis.
Ludwig's angina dapat juga dikaitkan dengan tindikanpada daerah frenulum lingualis.
3. Gambaran Klinis2
Penderita Ludwig’s angina mengalami kesulitan berat dalam menelan,berbicara danbernafas, hipersalivasi, malaise, dan demam tinggi.
Terjadi pembengkakan pada leher, bilateral ruang submandibularis dan pada keadaan parahruang submentalis juga terlibat. Penderita juga merasa sakit dalam durasi yang lama, tanpa fluktuasiyang jelas karena nanah yang terlokalisasi jauh di dalam jaringan sublingualis. Hal ini menyebabkanedema yang menyakitkan pada dasar mulut dan lidah. Sepertiga lidah terangkat ke langit-langit,sedangkan bagian anteriornya keluar mulut, sehingga terjadi pembengkakan epiglotis posterior, danmengakibatkan gangguan pada
saluran napas.
1. Penatalaksanaan Pemeriksaan leher dan kepala menunjukkan kemerahan dan pembengkakan pada leher
atas, bawah dagu. Pembengkakan dapat mencapai dasar mulut. Lidah bisa bengkak atau keluar daritempatnya.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan CT scan pada leher dan foto radiografi. Pemeriksaankultur cairan dari jaringan akan menunjukkan adanya bakteri.
3