15.3-liem-wahyu-hal-37-56

Upload: muhamad-firmansyah

Post on 18-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    * Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti

    PERANCANGAN SISTEM HIBRID PEMBANGKIT

    LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN JALA-JALA

    LISTRIK PLN UNTUK RUMAH PERKOTAAN

    Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo*

    Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro - Fakultas Teknologi Industri

    Universitas Trisakti

    Abstract

    Solar cell is one of renewable energy. Solar cell can convert directly sunlight dissociation

    energy of diatomic to become electric energy. Electric energy yielded by solar cell hardly

    influenced by the sun intensity of light received, so that solar cell can only yield electric

    energy if there are sunlight. Supply of electric energy should be able to be applied every

    time. Hybrid of solar energy alternator (PLTS) with electrical grid of PLN will yield

    continuous supply of electric energy. At this hybrid system, electrical supply from PLTS is

    designed to be around 30% from overall load of electrical equipment in household, the rest

    load around 70% is fulfilled by PLN.Hybrid process of PLTS with the electrical grid is

    controlled by a switch controller which its working principal based on one way direction;

    when PLTS works (on), hence electric supply from PLN is disconnected and so vice versa.

    Keywords: solar cell, hybrid system, switch controller

    1. Pendahuluan

    Energi baru dan yang terbarukan mempunyai peran yang sangat

    penting dalam memenuhi kebutuhan energi. Hal ini disebabkan penggunaan

    bahan bakar untuk pembangkit-pembangkit listrik konvensional dalam

    jangka waktu yang panjang akan menguras sumber minyak bumi, gas dan

    batu bara yang makin menipis dan juga dapat mengakibatkan pencemaran

    lingkungan. Salah satunya upaya yang telah dikembangkan adalah

    Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

    PLTS atau lebih dikenal dengan sel surya (sel fotovoltaik) akan

    lebih diminati karena dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang

    relevan dan di berbagai tempat seperti perkantoran, pabrik, perumahan, dan

    lainnya. Di Indonesia yang merupakan daerah tropis mempunyai potensi

    energi matahari sangat besar dengan insolasi harian rata-rata 4,5 - 4,8

    KWh/m / hari. Akan tetapi energi listrik yang dihasilkan sel surya sangat

    dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh sistem.

    Untuk kekontinuan ketersediaan listrik dan pemanfaatan energi listrik sel

    surya secara maksimal sangat diperlukan hibridasi dengan jala-jala listrik

    PLN.

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    38

    2. Perancangan Sistem

    Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau

    sumber pembangkit listrik yang lain dapat diklasifikasikan menjadi dua

    jenis, yaitu tanpa baterai dan yang menggunakan baterai (Strong, Steven J

    and William G. Scheller, 1993: 72). Pada penelitian ini akan dibahas

    mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang menggunakan baterai

    sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem hibrid PLTS

    dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta

    menganalisis faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang

    dihasilkan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan

    memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik

    rumah tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN.

    Hibridasi antara PLTS dengan listrik PLN bertujuan untuk

    mendapatkan kekontinuan pasokan (supply) listrik ke beban. Pada sistem

    hibrid PLTS dengan PLN yang akan dirancang, terdiri dari array

    fotovoltaik, regulator (charge controller), baterai, dan inverter. Listrik arus

    searah (DC) dari modul fotovoltaik, akan diubah menjadi arus bolak-balik

    (AC) melalui inverter. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan

    prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya dipasok

    oleh salah satu pembangkit; ketika PLTS bekerja mensuplai listrik ke beban

    maka sambungan ke PLN dilepaskan dari beban (sebagai contoh keadaan

    pada pagi hari sampai sore hari). Begitu pun sebaliknya apabila listrik PLN

    sedang memberikan suplai listrik ke beban, maka PLTS dilepaskan dari

    beban (sebagai contoh keadaan pada malam hari). Ketika pembangkit yang

    sedang mensuplai listrik ke beban tiba-tiba mengalami trip, maka

    pembangkit yang lain akan segera menggantikannya secara otomatis

    melalui switch pengatur. Gambar 1 menjelaskan sistem hibrid PLTS dan

    PLN yang akan dirancang.

    Gambar 1. Sistem hibrid PLTS dan PLN

    Array

    PV BCR Inverte

    r

    PLN

    Baterai Beban

    Switch

    Controller

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    39

    2.1. Switch Controller Proses kendali sistem hibrid antara PLTS dan PLN dilakukan oleh

    unit kontroler. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan prinsip

    kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya disuplai oleh

    salah satu pembangkit, oleh karena itu switch controller akan bertindak

    mengatur sumber pembangkit yang akan mensuplai beban.

    Pada switch controller yang akan dirancang, unit kontroler dapat

    digunakan secara manual maupun otomatis. Secara manual yaitu pengguna

    dapat memilih sumber pembangkit yang akan mensuplai beban dengan

    menentukan salah satu sumber pembangkit yang akan bekerja terlebih

    dahulu. Secara otomatis yaitu unit kontroler akan bekerja secara otomatis

    mendeteksi kesiapan sumber pembangkit yang akan mensuplai beban. Jika

    salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka

    secara otomatis sumber pembangkit yang lain yang akan menggantikannya.

    Pada saat sistem hibrid mulai bekerja (start), unit kontroler akan

    memilih mode yang akan digunakan. Jika yang digunakan mode manual,

    maka pengguna harus memilih sumber pembangkit yang akan digunakan

    dengan menentukan pilihan mode PLN atau mode PLTS. Pada saat salah

    satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka pengguna

    harus mengaktifkan mode untuk pembangkit yang lain secara manual. Jika

    yang digunakan mode otomatis, maka unit kontroler akan memeriksa

    tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan tidak lebih besar dari 22,2V,

    maka PLTS akan melakukan pengisian (charging).

    Pada saat PLTS melakukan pengisian (charging), perintah

    diteruskan ke PLN untuk mensuplai beban. Apabila PLTS sudah melakukan

    proses charging sampai pada tegangan lebih besar dari 23,3V, maka PLN

    akan off dan unit kontroler akan mendeteksi lagi tegangan BCR pada PLTS.

    Apabila tegangan lebih besar dari 22,2V, maka PLTS akan bekerja

    mensuplai beban. Pada saat bekerja mensuplai beban, PLTS juga

    melakukan pengisian (charging).

    2.2. Beban Listrik (load)

    Beban listrik yang terdapat di rumah yang akan dipasang sistem PV

    yang terdiri dari 2 lantai adalah lampu penerangan, televisi, DVD, AC,

    kulkas, magic jar, fan, pompa air, mesin cuci. Sambungan listrik ke PLN

    sebesar 2200 VA. Pada saat beban listrik tersebut digunakan maka

    sumbangan dari sistem PV sebesar 30% dari total energi listrik yang

    dibutuhkan.

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    40

    3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

    3.1. Kontinuitas Sistem Hibrid PLTS dan PLN

    3.1.1. Kapasitas PLTS Berdasarkan Perhitungan

    a. Beban Total Rumah Tangga

    Langkah awal dalam perancangan sistem hibrid PLTS dan PLN

    untuk rumah tangga di perkotaan adalah penentuan beban total harian

    rumah tangga (Lubis, 2006: 54). Dari penentuan beban total harian tersebut

    akan didapatkan kurva beban listrik harian rumah tangga. Beban total

    harian merupakan jumlah energi yang dibutuhkan oleh beban listrik rumah

    tangga setiap harinya. Beban terpasang, daya terpasang, lama penggunaan

    beban, serta kebutuhan energi setiap hari pada rumah tangga dapat dilihat

    pada Tabel 1. berikut.

    Tabel 1. Data Beban Rumah Tangga Untuk Suatu Rumah*

    No. Beban

    Daya

    (W)

    Jumlah

    Total

    Daya

    (W)

    Lama penggunaan

    setiap hari

    (Jam (H))

    Energi

    (WH)

    1. Lampu :

    a) Neon b) Neon c) Pijar d) Halogen

    14

    20

    25

    50

    35

    2

    16

    2

    490

    40

    400

    100

    6

    3

    2

    2

    2940

    120

    800

    200

    2. Televisi :

    a) @ 140W b) @ 80 W

    140

    80

    2

    1

    280

    80

    4

    4

    1120

    320

    3. DVD ( 30Wx2 ) 60 1 60 2 120

    4. AC :

    a) a. @ b) b. @

    470 3

    3290

    940

    7

    2

    5170

    5. Kulkas 110 1 110 24 2640

    6. Magic Jar :

    a) Rice Cooker b) Jam Warmer

    350

    43

    1

    350

    43

    2

    3

    700

    129

    7. Fan 52 1 52 1 52

    8. Pompa Air 250 1 250 5 1250

    9. Mesin Cuci 365 1 365 1 365

    Total Energi = 15926WH

    *keterangan: rumah tinggal komplek Larangan Indah JL.Jawa no.8,

    Ciledug, Tangerang

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    41

    Setelah menentukan kebutuhan beban total harian, didapatkan

    kurva beban harian. Kurva beban listrik harian rumah tangga dapat dilihat

    pada Gambar 2.

    Gambar 2. Kurva Beban Harian Rumah Tangga

    b. Beban Sistem yang Disuplai

    Penentuan kebutuhan total beban rumah tangga merupakan langkah

    awal dalam merancang sistem hibrid PLTS dan PLN. Penentuan kebutuhan

    total beban harian rumah tangga telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

    Pada sistem hibrid yang dirancang, PLTS mensuplai sebesar 30% dari

    energi keseluruhan. Besar energi beban yang akan disuplai oleh PLTS

    adalah sebesar:

    EA = 30% x EB

    = 30% x 15926 WH

    = 4777,8 WH

    Asumsi rugi-rugi (losses) pada sistem dianggap sebesar 15%,

    karena keseluruhan komponen sistem yang digunakan masih baru (Mark

    Hankins, 1991: 68). Total energi sistem yang disyaratkan adalah sebesar:

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    42

    ET = EA + rugi-rugi system

    = EA + (15% x EA)

    = 4777,8 WH + (15% x 4777,8 WH)

    5495 WH (Pembulatan)

    Jadi total energi sistem yang disyaratkan sebesar 5495 WH.

    c. Perhitungan Kapasitas Daya Modul Surya

    Kapasitas daya modul sel surya dapat diperhitungkan dengan

    memperhatikan beberapa faktor, yaitu kebutuhan energi sistem yang

    disyaratkan, insolasi matahari, dan faktor penyesuaian (adjustment factor).

    Kebutuhan energi sistem yang disyaratkan telah dihitung dalam

    bahasan sebelumnya, yaitu sebesar 5495 WH. Insolasi matahari bulanan

    yang terendah adalah pada bulan Januari yaitu 3,91 (sumber BMG, BPPT).

    Diambil data insolasi matahari yang terendah dikarenakan agar PLTS dapat

    memenuhi kebutuhan beban setiap saat. Gambar 3 berikut merupakan kurva

    insolasi matahari untuk daerah Jakarta dalam kurun waktu satu tahun.

    Gambar 3. Kurva Insolasi Matahari Bulanan Untuk Daerah Jakarta

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    43

    Faktor penyesuaian pada kebanyakan instalasi PLTS adalah 1,1

    (Mark Hankins, 1991 Small Solar Electric System for Africa page 68).

    Kapasitas daya modul surya yang dihasilkan adalah:

    Kapasitas Daya Modul Surya = matahariinsolasi

    ET x faktor penyesuaian (1)

    = H

    WH

    91,3

    5495 x 1,1

    = 1545,91 W

    Besarnya kapasitas daya modul surya 1545,91 watt peak.

    d. Perhitungan Kapasitas Baterai

    Satuan energi (dalam WH) dikonversikan menjadi Ah yang sesuai

    dengan satuan kapasitas baterai sebagai berikut:

    AH = s

    T

    V

    E (2)

    = V

    WH

    24

    5495

    = 228,96 AH

    Hari otonomi yang ditentukan adalah satu hari, jadi baterai hanya

    menyimpan energi dan menyalurkannya pada hari itu juga. Besarnya deep

    of discharge (DOD) pada baterai adalah 80% (Mark Hankins, 1991: 68).

    Kapasitas baterai yang dibutuhkan adalah:

    Cb = DOD

    dxAH (3)

    = 8,0

    196,228 xAH

    = 286,2 AH

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    44

    e. Perhitungan Kapasitas Battery Charge Regulator (BCR)

    Beban pada sistem PLTS mengambil energi dari BCR. Kapasitas

    arus yang mengalir pada BCR dapat ditentukan dengan mengetahui beban

    maksimal yang terpasang. Beban maksimal yang terjadi pada sore hari

    adalah 1083 watt pukul 18.00 (Gambar 2.). Dengan beban maksimal

    tegangan sistem adalah 24 volt maka kapasitas arus yang mengalir di BCR:

    Imaks = s

    maks

    V

    P (4)

    = volt

    watt

    24

    1083

    = 45,125 Ampere

    Jadi kapasitas BCR yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 A.

    f. Inverter

    Spesifikasi inverter harus sesuai dengan Battery Charge Regulator

    (BCR) yang digunakan. Berdasarkan tegangan sistem dan perhitungan

    BCR, maka tegangan masuk (input) dari inverter 24 V DC. Tegangan

    keluaran (output) dari inverter yang tersambung ke beban adalah 220 V AC.

    Arus yang mengalir melewati inverter juga harus sesuai dengan arus yang

    melalui BCR. Berdasarkan perhitungan kapasitas BCR, arus maksimal yang

    dapat melewati BCR sebesar 45,125 ampere. Berarti kapasitas arus inverter

    yang digunakan harus lebih besar dari 45,125 ampere.

    3.1.2. Kapasitas PLTS Terpasang

    a. Modul Surya

    Modul surya terdiri dari 16 modul PV yang dihubungkan secara seri

    dan paralel, 2 modul dipasang secara seri, kemudian delapan kelompok seri

    dipasang secara paralel. Kapasitas daya listrik setiap modul pada kondisi

    standar adalah 100Wp (watt-peak) dengan arus maksimum (Im) 6 ampere

    dan tegangan maksimum (Vm) 16,5 volt. Array PV mempunyai Im = 48A

    dan Vm = 33V yang setara dengan daya keluaran (Pm) 1600 watt.

    b. Baterai

    Kapasitas baterai yang digunakan adalah 290 AH dengan tegangan

    2V. Karena tegangan sistem yang digunakan adalah 24V, maka baterai

    sebanyak 12 buah dipasang secara seri.

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    45

    c. Battery Charge Regulator

    Battery Charge Regulator (BCR) mempunyai dua fungsi utama.

    Fungsi utama sebagai titik pusat sambungan ke beban, modul sel surya dan

    beterai. Fungsi yang kedua adalah sebagai pengatur sistem agar penggunaan

    listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen-komponen sistem

    aman dari bahaya perubahan level tegangan. BCR yang digunakan adalah

    BCR dengan kapasitas arus 60A, dan tegangan 24V.

    d. Inverter

    Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct

    current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC

    (alternating current). Inverter yang digunakan adalah inverter dengan

    kapasitas 60A, tegangan masukkan DC 24V, dan tegangan keluaran AC

    220V.

    3.1.3. Kontinuitas Sistem Hibrid PLTS dan PLN

    Kapasitas masing-masing komponen sistem PLTS telah

    diperhitungkan pada pembahasan sebelumnya. Apabila setiap komponen

    yang terpasang telah memenuhi spesifikasi dalam perhitungan, maka

    kontinuitas sistem PLTS untuk rumah tangga dapat terpenuhi.

    Pada Tabel 2. perbandingan antara kapasitas masing-masing

    komponen dalam perhitungan dan kapasitas yang terpasang pada sistem

    PLTS untuk rumah tangga.

    Tabel 2. Perbandingan Kapasitas Terpasang dan Terhitung

    Peralatan PLTS Kapasitas yang

    ditentukan

    Kapasitas yang

    terpasang

    Modul sel surya 1545,91 Wp 1600 Wp (16 x 100 Wp)

    Baterai 286,2 Ah 290 Ah

    BCR 45,125 Ampere 60 Ampere

    Inverter 45,125 Ampere 60 Ampere

    Dari Tabel 2. masing-masing peralatan sistem PLTS untuk rumah

    perkotaan telah memenuhi persyaratan, sehingga kontinuitas sistem PLTS

    untuk rumah perkotaan dapat terjamin.

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    46

    3.2. Analisis Kapasitas PLTS Berdasarkan Tingkat Insolasi Matahari

    a. Beban yang Mampu Disuplai

    Perancangan sistem hibrid PLTS dan PLN yang direncanakan,

    sistem PLTS mampu mensuplai listrik sekitar 30% dari beban total selama

    satu hari, yang disesuaikan kapasitas modul PLTS, dan dari pengambilan

    data insolasi terendah yaitu 3,91 (Gambar 3.), maka kapasitas modul surya

    dapat mensuplai beban sebesar 1545,91 Watt (hasil perhitungan kapasitas

    modul surya dengan menggunakan data insolasi matahari terendah).

    Kapasitas modul surya yang didapat tersebut berkaitan dengan

    pengambilan data insolasi matahari merupakan data insolasi yang terendah.

    Apabila yang diambil data insolasi matahari yang tertinggi dan kapasitas

    modul tetap sebesar 1545,91 W, maka besar beban yang dapat disuplai akan

    berbeda. Berikut akan dianalisa apabila data insolasi matahari yang diambil

    adalah yang tertinggi, yaitu 5,05 (Gambar 3.), berdasarkan persamaan (1)

    maka besar beban yang dapat disuplai dapat diketahui yaitu sebesar:

    ET = npenyesuaiafaktor

    matahariinsolasiSuryaModulDayaKapasitas (5)

    = 1,1

    05,591,1545

    = 7097,14 Wh

    ET = EA + rugi-rugi system (6)

    = EA + (15% EA ) maka

    EA = ET / 1,15

    = 7097,14 Wh / 1,15

    = 6171,43 Wh

    EA = % EB

    % = EA / EB

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    47

    = Wh

    Wh

    15926

    43,6171100%

    = 38,75%

    Energi beban yang dapat disuplai sistem PLTS dengan data insolasi

    matahari yang tertinggi adalah sebesar 38,75% dari energi keseluruhan.

    b. Energi yang Dihasilkan Modul

    Salah satu faktor yang dapat menentukan daya keluaran modul

    surya adalah tingkat insolasi matahari yang diterima oleh modul. Hasil

    keluaran (output) maksimum dari modul surya dapat ditentukan.

    Rating modul surya berdasarkan kapasitas modul yang terpasang

    adalah 1600 watt. Berikut ini akan dianalisa energi yang dihasilkan oleh

    modul surya berkaitan dengan data insolasi matahari yang terendah dan

    yang tertinggi.

    Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang

    terendah, yaitu 3,91 maka energi yang dihasilkan modul dapat dihitung

    sebagai berikut:

    Eout = Ei x insolasi matahari (7)

    = 1600 W x 3,91 H

    = 6256 WH

    Energi yang dihasilkan modul adalah 6256 WH.

    Apabila data yang digunakan adalah data insolasi matahari yang

    tertinggi, yaitu 5,05. Berdasarkan persamaan (7) maka energi yang

    dihasilkan modul dapat dihitung sebagai berikut:

    Eout = 1600 W x 5,05 H

    = 8080 WH

    Energi yang dihasilkan modul adalah 8080 WH.

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    48

    c. Perbandingan Berdasarkan Tingkat Insolasi Matahari

    Pada Tabel 3. dapat dilihat perbandingan antara besar beban yang

    mampu disuplai oleh PLTS dan energi yang dihasilkan oleh modul

    berdasarkan tingkat insolasi matahari yang terendah dan tingkat insolasi

    matahari yang tertinggi. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka

    beban yang mampu disuplai PLTS dan energi yang dihasilkan modul surya

    akan lebih besar.

    Tabel 3. Perbandingan Tingkat Insolasi Matahari Terendah dan Tertinggi

    Tingkat

    Insolasi

    Terendah 3,91

    Tingkat

    Insolasi

    Tertinggi 5,05

    Beban yang mampu disuplai PLTS 30% 38,75%

    Energi yang dihasilkan modul surya 6256 WH 8080 WH

    3.3. Analisis Kinerja Sistem Hibrid PLTS dan PLN

    Sistem PLTS dirancang penyimpanan energi (storage system) oleh

    baterai (accu). Pada baterai yang digunakan terdapat batas tegangan kerja

    sistem yang diatur oleh Baterry Charge Regulator (BCR), yaitu indikator

    waktu sistem kerja PLTS dalam mensuplai listrik ke beban.

    Batas tegangan kerja yang terdapat pada baterai yaitu, tegangan

    batas bawah, tegangan batas bawah rekoneksi, dan tegangan batas atas.

    Sistem PLTS mulai bekerja pada saat tegangan baterai melebihi tegangan

    batas bawah rekoneksi.

    Apabila sistem PLTS tidak digunakan untuk memasok beban, maka

    tegangan akan mencapai pada tegangan batas atas. Pada saat sistem PLTS

    bekerja, terjadi penurunan tegangan. Bila penurunan tegangan mencapai

    batas bawah, maka sistem PLTS akan off, pada saat itu pula PLN mulai

    bekerja (on) memasok beban.

    Dengan cara kerja seperti itu, maka sistem PLTS memiliki

    kesempatan untuk melakukan pengisian ulang (recharging) mulai dari

    tegangan batas bawah sampai pada batas bawah rekoneksi. Batas tegangan

    kerja pada baterai berguna agar sistem PLTS tidak on atau off dalam waktu

    yang singkat, yang dapat menyebabkan komponen sistem mudah cepat

    rusak.

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    49

    Baterai dalam menyimpan energi dari modul membutuhkan waktu

    yang tidak relatif singkat. Pada sistem PLTS yang dirancang, baterai yang

    digunakan memiliki tegangan 2V sebanyak 12 buah dipasang seri. Baterai

    2V yang digunakan memiliki batas atas +0,2V dan batas bawah -0,15V.

    Berarti pada sistem PLTS, tegangan batas atas adalah 26,4V,

    tegangan batas bawah adalah 22,2V, dan tegangan batas bawah rekoneksi

    23,3V. Sistem PLTS akan bekerja (on) apabila tegangan baterai mencapai

    batas bawah rekoneksi dan tidak bekerja (off) apabila tegangan baterai

    mencapai batas bawah. Baterai akan terisi penuh sampai pada tegangan

    batas atas.

    a. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem PLTS

    Dalam analisis kinerja sistem PLTS ini, faktor-faktor yang dapat

    mempengaruhi kinerja sistem yaitu:

    - Pengaruh faktor beban (jika beban yang digunakan rumah tangga tinggi

    maka PLTS tidak dapat bekerja lama, jika beban yang digunakan rumah

    tangga rendah maka PLTS dapat bekerja relatif lebih lama).

    - Pengaruh faktor intensitas sinar matahari (intensitas sinar matahari yang

    diterima oleh sistem PLTS akan tinggi pada saat langit cerah, dan

    intensitas tersebut akan berkurang bila dalam keadaan langit berawan).

    Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi lamanya waktu PLTS

    bekerja. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang mempengaruhi

    lamanya waktu PLTS bekerja, mengacu pada asumsi perhitungan

    sebagaimana dipaparkan pada Tabel 4.

    Kondisi yang mempengaruhi lama waktu PLTS bekerja dari kondisi

    pertama sampai dengan kondisi ketujuh diuraikan sebagai berikut.

    1. Kondisi Pertama: Kondisi PLTS start, hanya melakukan pengisian.

    Sistem PLTS pada kondisi pertama belum digunakan untuk

    mensuplai beban listrik. Sistem hanya menerima energi dari matahari ke

    modul dan mengisi (charging) baterai sampai pada keadaan penuh. Sistem

    mulai bekerja mengisi energi ke baterai pada pukul 06.00 yaitu mulai pada

    tegangan 0V. Pada pukul 11.00 baterai terisi sampai pada tegangan batas

    bawah 22,2V. pada pukul 12.00 baterai terisi sampai pada tegangan batas

    bawah rekoneksi 23,3V. Baterai terisi penuh pada tegangan batas atas

    26,4V pada pukul 16.00. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    50

    Tabel 4. Profil Tegangan Baterai Charge Regulator yang Mempengaruhi

    Kerja PLTS*

    Waktu Kondisi

    ke-1

    Kondisi

    ke-2

    Kondisi

    ke-3

    Kondisi

    ke-4

    Kondisi

    ke-5

    Kondisi

    ke-6

    Kondisi

    ke-7

    06.00 0 V 26,4 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    07.00 5,2 V 26,2 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V 22,7 V

    08.00 10,2 V 26,1 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V 23,3 V

    09.00 15,2 V 26 V 23,8 V 23,8 V 23,7 V 23,6 V 23,5 V

    10.00 19,2 V 25,9 V 24,3 V 24,3 V 24,1 V 23,9 V 23,8 V

    11.00 22,2 V 25,8 V 24,8 V 24,8 V 24,5 V 24,2 V 23,5 V

    12.00 23,3 V 25,6 V 25,3 V 25,3 V 24,9 V 24,8 V 23V

    13.00 24,2 V 25,4 V 25,8 V 26 V 25,4 V 24,4 V 22,2 V

    14.00 24,6 V 25,2 V 25,3 V 25,3 V 24,8 V 23,8 V 22,2 V

    15.00 25,4 V 25 V 24,8 V 24,8 V 24,2 V 23 V 22,2 V

    16.00 26,4 V 24,8 V 24,3 V 24,3 V 23,6 V 22,2 V 22,2 V

    17.00 24,4 V 23,8 V 23,8 V 23 V 22,2 V 22,2 V

    18.00 23,8 V 23,3 V 23,3 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    19.00 23,3 V 22,7 V 22,7 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    20.00 22,8 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    21.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    22.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    23.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    24.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    01.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    02.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    03.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    04.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    05.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    06.00 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V 22,2 V

    *Keterangan: Ilustrasi profil tegangan dibuat dalam daerah kerja batas

    bawah 22,2V sampai dengan batas atas 26,4V berdasarkan variasi kondisi

    intensitas sinar matahari dan kondisi beban.

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    51

    Gambar 3. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-1, Kondisi ke-2, dan Kondisi ke-3

    2. Kondisi Kedua: Kondisi beban kecil ; cuaca cerah Pada kondisi kedua PLTS mulai bekerja mensuplai beban. Energi yang

    disuplai ke beban diambil dari energi yang telah disimpan oleh baterai pada

    kondisi pertama. Sistem PLTS mulai bekerja pada pukul 06.00 pada

    tegangan 26,4V. Sewaktu baterai menyalurkan energi ke beban, baterai juga

    melakukan pengisian energi dari modul. Pada kondisi kedua ini, beban yang

    digunakan kecil (dapat dilihat pada Gambar 4.) dan intensitas penyinaran

    matahari pada daerah tersebut dalam keadaan cukup baik (cuaca cerah).

    Pada saat baterai sudah mencapai tegangan batas bawah 22,2V, maka

    sistem PLTS tidak bekerja mensuplai beban (off), dan secara otomatis

    pasokan listrik digantikan oleh PLN, yaitu sekitar pukul 21.00. Keadaan

    tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

    3. Kondisi Ketiga: Kondisi beban kecil ; cuaca mendung Pada kondisi ketiga baterai yang berada pada tegangan batas bawah 22,2V

    harus mengisi energi (charging) terlebih dahulu sampai pada tegangan batas

    bawah rekoneksi 23,3V. Keadaan tersebut terjadi pada pukul 06.00 sampai

    pukul 08.00. Selama baterai melakukan pengisian energi sampai pada batas

    bawah rekoneksi, maka PLTS belum dapat bekerja (off) dan suplai listrik

    masih dilakukan oleh PLN. Mulai pukul 08.00, saat baterai telah terisi

    sampai pada batas bawah rekoneksi, maka sistem PLTS mulai bekerja (on)

    mensuplai beban dan PLN tidak bekerja (off). Karna pada kondisi ketiga ini

    keadaan beban listrik kecil (dapat dilihat pada Gambar 4), dan keadaan

    cuaca mendung (intensitas penyinaran matahari kurang), maka sistem PLTS

    Waktu (jam)

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    52

    dapat bekerja sampai pada pukul 20.00, yaitu pada saat tegangan baterai

    sampai pada batas bawah. Setelah PLTS tidak bekerja (off), kemudian PLN

    bekerja (on) mensuplai beban menggantikan PLTS. Keadaan tersebut dapat

    dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 4. Kurva Beban Kondisi ke-2 dan Kondisi ke-3

    4. Hari Keempat: Kondisi beban normal ; cuaca cerah Pada kondisi keempat tegangan baterai yang berada pada batas bawah

    22,2V, mulai mengisi energi pada pukul 06.00. Pada saat pengisian energi

    sampai pada batas bawah rekoneksi, yang bertindak sebagai pensuplai

    beban adalah PLN. Kemudian PLTS mulai bekerja pada pukul 08.00, pada

    saat baterai telah terisi sampai batas bawah rekoneksi 23,3V. Pada kondisi

    keempat ini, keadaan beban listrik normal (dapat dilihat pada Gambar 6.),

    dan keadaan cuaca cukup baik (cerah). Sistem PLTS tidak bekerja (off)

    pada pukul 20.00 pada saat tegangan baterai mencapai batas bawah 22,2V,

    dan kemudian pasokan beban digantikan oleh PLN. Keadaan tersebut dapat

    dilihat pada Gambar 5.

    5. Kondisi Kelima: Kondisi beban normal ; cuaca mendung Pada kondisi kelima baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, harus

    diisi ulang (recharging) sampai pada batas bawah rekoneksi. Baterai mulai

    mengisi energi (charging) pada pukul 06.00. Pada pukul 08.00, baterai telah

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    53

    terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja

    (on) menggantikan PLN. Pada kondisi kelima, keadaan beban listrik normal

    (dapat dilihat pada Gambar 6.), dan keadaan cuaca mendung (intensitas

    penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja sampai pukul 18.00,

    yaitu pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah. Kemudian PLN

    bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik. Keadaan tersebut

    dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Kurva Kerja PLTS Kondisi ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7

    Gambar 6. Kurva Beban Kondisi ke-4 dan Kondisi ke-5

    Waktu (jam)

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    54

    6. Kondisi Keenam: Kondisi beban besar ; cuaca cerah Pada kondisi keenam tegangan baterai yang berada pada batas bawah

    22,2V, mulai mengisi energi pada pukul 06.00. Pada saat pengisian energi

    sampai pada batas bawah rekoneksi, yang bertindak sebagai pensuplai

    beban adalah PLN. Kemudian PLTS mulai bekerja pada pukul 08.00, pada

    saat baterai telah terisi sampai batas bawah rekoneksi 23,3V. Pada kondisi

    keenam ini, keadaan beban listrik cukup besar daripada hari-hari

    sebelumnya, dikarenakan penggunaan beban meningkat (dapat dilihat pada

    Gambar 7.), dan keadaan cuaca cukup baik (cerah). Sistem PLTS hanya

    mampu bekerja sampai pada pukul 16.00 pada saat tegangan baterai

    mencapai batas bawah 22,2V, dan kemudian pasokan beban digantikan oleh

    PLN. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 7. Kurva Beban Kondisi ke-6 dan Kondisi ke-7

    7. Kondisi Ketujuh: Kondisi beban besar ; cuaca mendung Pada kondisi ketujuh baterai yang berada pada batas bawah 22,2V, harus

    diisi ulang (recharging) sampai pada batas bawah rekoneksi. Baterai mulai

    mengisi energi (charging) pada pukul 06.00. Pada pukul 08.00, baterai telah

    terisi sampai pada batas bawah rekoneksi 23,3V, dan PLTS mulai bekerja

    (on) menggantikan PLN. Pada kondisi ketujuh, keadaan beban listrik cukup

    besar daripada hari-hari sebelumnya, dikarenakan penggunaan beban

  • Liem Ek Bien, Ishak Kasim & Wahyu Wibowo. Perancangan Sistem Hibrid Pembangkit Listrik

    55

    meningkat (dapat dilihat pada Gambar 7.), dan keadaan cuaca mendung

    (intensitas penyinaran matahari kurang). PLTS mampu bekerja hanya

    sampai pukul 13.00, pada saat tegangan baterai sampai pada batas bawah.

    Kemudian PLN bekerja (on) menggantikan PLTS mensuplai beban listrik.

    Waktu kerja PLTS relatif sangat singkat karena faktor beban yang begitu

    besar dan keadaan cuaca buruk. Keadaan tersebut dapat dilihat pada

    Gambar 5.

    Berdasarkan Gambar 3. dan Gambar 5. dengan berbagai macam

    kondisi dari kondisi pertama sampai dengan kondisi ketujuh, dapat

    diketahui bahwa lama waktu kerja sistem PLTS dipengaruhi oleh faktor

    beban dan faktor cuaca. PLTS dapat bekerja relatif lebih lama apabila beban

    yang dipasok kecil dan kondisi cuaca cukup baik (cerah). PLTS dapat

    bekerja relatif lebih pendek apabila beban yang dipasok besar dan kondisi

    cuaca buruk (mendung).

    Semakin kecil beban yang digunakan rumah tangga dan semakin

    baik kondisi cuaca pada hari tersebut, maka akan semakin lama waktu kerja

    sistem PLTS. Semakin besar beban yang digunakan rumah tangga dan

    semakin buruk kondisi cuaca, maka akan semakin singkat waktu kerja

    sistem PLTS. Apabila sistem PLTS sudah tidak mampu untuk memasok

    beban, maka secara otomatis listrik PLN akan bekerja memasok beban.

    5. Kesimpulan

    1. Perancangan desain sistem hibrid antara PLTS dengan jala-jala listrik PLN telah berhasil dilakukan. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai

    prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS bekerja (on) maka PLN

    tidak bekerja (off) dan begitu pula sebaliknya. Sistem PLTS dirancang

    untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga sekitar 30% dari beban

    keseluruhan, selebihnya sekitar 70% dipenuhi dari PLN.

    2. Dalam perancangan sistem PLTS untuk daerah Jakarta, digunakan data insolasi matahari yang terendah dalam satu tahun sebagai dasar

    perhitungan agar sistem PLTS secara kontinu dapat tetap memasok

    energi listrik ke beban rumah tangga minimal 30% dari beban total.

    3. Kinerja sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca dan faktor kondisi beban.

    4. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka semakin besar energi listrik yang dihasilkan modul surya, sehingga semakin besar pula beban

    listrik yang mampu dipasok sistem PLTS.

  • JETri, Volume 8, Nomor 1, Agustus 2008, Halaman 37-56, ISSN 1412-0372

    56

    5. Pada sistem hibrid PLTS dan PLN untuk rumah perkotaan diperlukan switch controller yang berfungsi sebagai pengatur sumber pembangkit

    yang akan memasok listrik ke beban.

    6. Semua peralatan yang digunakan pada sistem PLTS untuk rumah perkotaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sesuai dengan

    kapasitas berdasarkan perhitungan dan kapasitas terpasang, sehingga

    diharapkan sistem PLTS tersebut mampu memasok energi listrik ke

    beban secara kontinu dan handal.

    Daftar Pustaka

    1. Hankins, Mark. 1991. Small Solar Electric Systems for Africa. Motif Creative Arts, Ltd. Kenya.

    2. Lubis, Abubakar dan Adjat Sudrajat. 2006. Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik. BPPT Press, Jakarta.

    3. Strong, Steven J and William G. Scheller. 1993. The Solar Electric House. Chelsea Green ISBN 0-9637383-2-1