131243779 fraktur kompresi doc
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan petunjuk-Nya sehingga laporan kasus kepaniteraan klinuk program
profesi dokter ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin.
Laporan kasus ini mengangkat topik Fraktur Kompresi Vertebra. Diharapkan
dengan membahas laporan kasus ini, diperoleh pula pemahaman yang lebih
kompleks mengenai Fraktur Kompresi Vertebra.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan laporan kasus ini kedepannya nanti.
Jambi, 16 April 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................3
BAB II LAPORAN KASUS..........................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................10
3.1 DEFINISI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA.........................10
3.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG BELAKANG...............10
3.3 JENIS FRAKTUR PADA VERTEBRA.......................................12
3.4 INSIDENSI.....................................................................................14
3.5 ETIOLOGI.....................................................................................15
3.6 GEJALA DAN KONSEKUENSI.................................................. 16
3.7 DIAGNOSIS..................................................................................18
3.8 PRINSIP PENATALAKSANAAN FRAKTUR KOMPRESI
VERTEBRA...................................................................................21
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................25
2
BAB I
PENDAHULUAN
Insiden karsinoma kolon di Indonesia cukup tinggi, demikian juga dengan
angka kematiannya. Karsinoma kolon adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi
pada kolon.1
Penyebaran karsinoma kolon mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh
sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Jalur
penyebaran karsinoma kolon: 1,2
1. Penyebaran lokal
Mula-mula menyebar di dalam dinding usus, kanker mengelilingi sirkumferensia
dinding usus satu kali memerlukan 2 tahun, setelah menginvasi tunika muskularis
mudah timbul penyebaran hematogen. Kanker juga dapat menginvasi seluruh
dinding usus hingga organ sekitar usus ( seperti kandung kemih, prostat, uterus,
usus kecil, hati, lambuung, pankreas, dll).
2. Penyebaran limfogen (menempati 60%)
Sel kanker kolon melalui jaringan limfatik submukosa menembus dinding usus
ke kelenjar limfe permukaan dinding usus ke kelenjar limfe parakolon ke kelenjar
limfe media ke kelenjar limfe sentral (kelenjar limfe primer) ke kelenjar limfe
paraaorta ke kelenjar limfe supraklavikular.
3. Metastasis hematogen ( menempati 34%)
Umumnya ke hati, di susul ke paru, lalu tulang, otak, ovarium. Sangat sedikit ke
adrenal dan ginjal.
3
4. Metastasis implantasi
Sel kanker lepas terimplantasi pada peritoneum rongga abdomen atau pelvis
membentuk nodul.
Pada kasus ini akan membahas salah satu metastasis hematogen dari
karsinoma kolon yaitu menyebabkan fraktur kompresi vertebra.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Yuniarti
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Manunggal, Kuala Tungkal
MRS : 16 Maret 2012
2.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama : Tidak dapat berjalan sejak ± 2 minggu SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 2 minggu SMRS pasien mengatakan tidak dapat berjalan. Awalnya
pasien merasa kebas dan terasa lemah pada kaki sebelah kiri. Pasien mengaku
pernah jatuh terpeleset di kamar mandi dengan posisi terduduk ± 3 bulan
yang lalu. Kemudian pasien merasakan nyeri pada pinggang. Nyeri yang
dirasakan terus menerus. Sejak jatuh pasien mengatakan hanya berobat ke
tukang urut, tetapi nyeri yang dirasakan pada pinggang tidak hilang. BAB
bulat kecil, BAK normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Mioma uteri (+)
- DM disangkal
- Hipertensi disangkal
5
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- DM disangkal
- Hipertensi disangkal
2.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalisata
Tanggal 10 April 2012
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tanda Vital : TD = 120/70mmHg N = 80x/menit
RR = 20x/menit T = 37 oC
Kepala : Bentuk simetris
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil
isokor, reflek cahaya (+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : Dbn
Tht : Dbn
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP (5-2)cmH2O
Thorak
o Inspeksi : Simetris kanan dan kiri (+)
Retraksi selaiga (-)
o Auskultasi
- Paru : Vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
- Jantung : BJ I, II reguler, murmur (-), gallops (-)
o Palpasi : Fremitus sama kanan dan kiri
o Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Abdomen
o Inspeksi : Simetris
o Auskultasi : BU (+) normal
6
o Palpasi : Nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-), kekuatan motorik 5 5
Inferior : akral hangat, edema (-), kekuatan motorik 2 2
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah Rutin: Tanggal 16 maret 2012
WBC : 19,7 L 103/mm3
RBC : 5,36
HGB : 13,9 g/dl
HCT : 42,5 %
PLT : 252 103/mm3
Faal Hati: Tanggal 19 Maret 2012
Bilirubin total : 1,6 N: <1,0
Bilirubin direk : 1,0 N: <0,2
Bilirubin indirek : 0,6
Protein total : 5,0 N: 6,4-8,4 g/dl
Albumin : 2,9 N: 3,5-5,0
Globulin : 2,1 N: 3,0-3,6
SGOT : 77 N: < 40
SGPT : 55 N: <41
b. CT Scan
Hasil pemeriksaan : Metastase malignancy ke corpus vertebrae T11-T12
sampai L5 dengan kompresi fraktur corpus vertebrae L1 grade III-IV.
7
c. Colon in loop
Hasil Pemeriksaan : Obstruksi colon decenden ec susp ca colon
d. CEA screening
Hasil pemeriksaan : >200 ng/ml N: 0-5 ng/ml
2.5 Diagnosis Kerja
8
Fraktur Kompresi Vertebra L1 grade III-IV ec Ca Colon
2.6 Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tetes/menit
Pemsangan kateter
Inj.Ranitidin
Inj. Ciprofloxaxin
Inj. Metil prednisolon
2.7 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu
penekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.Fraktur
kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam
menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma.Pada osteoporosis,
fraktur kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana, seperti terjatuh pada kamar
mandi, bersin atau mengangkat beban yang berat.3
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang
mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh
dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala,
osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian
membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami
fraktur kompresi. 4
Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. 4
3.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG BELAKANG
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk
skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa
dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf,
menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra terdiri
dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5
sacral, 4 coccigeal.5
10
Vertebra manusia terbentuk oleh dua jenis tulang yaitu tipe kortikal dan
kalselus. Tulang kortikal menutupi bagian luar vertebra dan mencakup sekitar 80%
masa tulang. Tulang kalselus berada pada bagian dalam dan mengisi 20% masa
tulang vertebra. Tulang kalselus memberikan bentuk arsitektur dan komponen
struktural dari vertebra. Proses remodeling tulang merupakan proses normal dari
aktifitas osteoklas (menghancurkan) dan osteoblas (pembentukan), 10 – 20% tulang
orang dewasa normal mengalami remodeling setiap tahun. Pada osteoporosis,
kehilangan masa tulang disebabkan oleh karena meningkatnya aktifitas osteoklas dan
menurunnya aktifitas osteoblas. Kehilangan masa tulang merununkan keseluruhan
integritas dari vertebra dengan pengurangan densitas dari pusat tulang kalselus.
Begitu juga pada orang tua, pengurangan masa tulang disebabkan oleh penipisan
cakram vertebra oleh karena proses degenerasi. Penguranagan massa tulang ini akan
menyebabkan ketidakseimbangan dalam menahan beban antar vertebra endplates.
Kombinasi dari pengurangan massa tulang dan kelemahan tulang vertebra akibat
proses penuaan akan mengakibatkan kelainan bentuk dari vertebra.3
11
3.3 JENIS FRAKTUR PADA VERTEBRA
Tulang belakang merupakan satu kesatuan yang kuat yang diikat oleh
ligamen didepan dan dibelakang, serta dilengkapi diskus intervertebralis yang
mempunyai daya absorpsi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat
fleksibilitas dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma
yang hebat , sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi kerumah sakit
penderita harus secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai :5
1. Jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligamen, diskus dan faset.
2. Tulang belakang sendiri
3. Sum-sum tulang belakang.
Mekanisme trauma pada tulang belakang:
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada
verttebra. Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat menyebabkan
kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan
ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi.
Gambar 1: Fraktur akibat fleksi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan
12
ini terjadi pergerakan ke depan/dislokasi vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi
bersifat tidak stabil.
Gambar 2 :Fraktur akibat rotasi
3. Kompresi vertikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus piulposus akan memecahakan permukaan
serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen
posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.
Gambar 3 : Fraktur kompresi
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada
vertebra torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau
terjadi fraktur pada arkus neuralis. Frkatur ini biasanya bersifat stabil.
13
Gambar 4 : Fraktur akibat hiperekstensi
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra dan
sendi faset.5
Pembagian Trauma Vertebra
Menurut BEATSON (1963) membedakan atas 4 grade:
Grade I = Simple Compression Fraktur Grade II = Unilateral Fraktur Dislocation
Grade III = Bilateral Fraktur Dislocation
Grade IV = Rotational Fraktur Dislocation
3.4 INSIDENSI
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi dan
merupakan masalah yang serius. Setiap tahun sekitar 700.000 insidensi di Ameika
Serikat, dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang berumur diatas 50
tahun. Satu dari dua wanita dan satu dari empat laki-laki berumur lebih dari 50 tahun
menderita osteoporosis berhubungan dengan fraktur. Insidensi fraktur kompresi
vertebra meningkat secara progresif berdasarkan semakin bertambahnya usia, dan
prevalensinya sama antara laki-laki (21,5%) dan wanita (23,5%), yang diukur 14
berdasarkan suatu studi pemeriksaan radiologi. Meskipun hanya sekitar sepertiga
menunjukkan gejala akut, awalnya semua berhubungan dengan angka yang
signifikan meningkatkan mortalitas dan gangguan fungsional dan psikologis.3
3.5 ETIOLOGI
1. Trauma
Trauma merupakan penyebab terbanyak pada pasien yang berusia dibawah 50
tahun, oleh karena itu fraktur yang terjadi lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
perempuan sampai usia 60 tahun. Contoh fraktur yang terjadi akibat trauma adalah
fraktur kompresi baji C3 – T1 dan fraktur kompresi baji torakolumbal. Fraktur
kompresi baji merupakan suatu cedera fleksi, korpus terkompresi tetapi lagamen
posterior tetap utuh dan fraktur biasanya bersifat stabil.
2. Posmenopausal osteoporosis
Merupakan penyebab tersering pada wanita yang berumur diatas 60 tahun.
3. Keganasan
Semakin bertambahnya usia begitu juga peningkatan resiko terjadinya fraktur
patologis akibat keganasan, dan multiple mieloma, nekrosis avaskular, limpoma atau
metastasis keganasan lain atau adanya infeksi juga ikut berperan. Fraktur kompresi
vertebra terjadi pada 50% sampai 70% pasien dengan multipel myeloma.
4. Osteoporosis sekunder
Beberapa pasien ditemukan memiliiki densitas tulang dibawah nilai normal
berdasarkan usia. Pada kasus ini penyebab sekunder dari kehilangan masa tulang
harus diperhatikan, seperti penggunaan terapi glukokortikosteroid, pengguna alcohol,
hipogonadisme, dan endokrinopati seperti hipertiroid, dan penyakit chusing,
hiperparatiroid, dan diabetes mellitus.3
15
3.6 GEJALA DAN KONSEKUENSI
Pada sebagian besar kasus, pasien tidak menceritakan adanya trauma yang
signifikan, meskipun mereka kadang-kadang menjelaskan aktifitas yang
meningkatkan tarikan pada tulang belakang, seperti mengangkat jendela, mengangkat
anak kecil dari tempat tidur, atau gerakan melenturkan badan secara berlebihan.
Trauma dengan energi yang besar biasanya ditemukan pada pasien berusia muda,
terutama pada laki-laki dengan densitas tulang yang normal.3
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada saat
fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti nyeri yang dalam pada sisi fraktur.
Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis, tampilan klinis
menunjukkan mielopatik fraktur dengan tanda dan gejala nyeri radikuller yang nyata.
Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak gerak, dan pasien biasanya merasa
lebih nyaman dengan beristirahat.3
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri
tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh
karena terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-gejala pada
abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan
berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya
kapasitas paru. 3
Konsekuensi Fraktur Kompresi Vertebra:
Apakah fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak, komplikasi
jangka panjangnya sangat penting. Konsekuensinya dapat dikategorikan sebagai
biomekanik, fungsional, dan psikologis. 3
1. Biomekanik
Nyeri tulang belakang persisten dalam kaitannya dengan factor-faktor
mekanik dan kelemahan otot akibat terjadinya kiphosis. Gejala-gejala pada abdomen,
kiphosis progresif, terutama dengan fraktur kompresi multiple, menyebabkan
pemendekan tulang belakang thorak sehingga menyebabkan penekanan pada
abdomen, dimana dapat menyebabkan gejala gastrointestinal seperti rasa cepat
kenyang dan tekanan abdomen. Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan
segmen torakolumbal yang signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar pada 16
pevis, menyebabkan terjadinya abdominal discomfort. Gejala-gejala pada gangguan
abdomen dapat berupa anoreksia yang dapat mengikibatkan penurunan berat badan,
terutama pada pasien yang berusia lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya
fraktur kompresi pada vertebra dan kyposis umumnya ditandai dengan penyakit paru
restriktif dengan penurunan kapasitas vital paru. Dalam persamaan, setiap fraktur
menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan resiko terjadinya fraktur. Karena
terjadinya kyposis, maka beban berlebih akan ditopang oleh tulang disekitarnya,
ditambah lagi dengan adanya osteoporosis semakin meningkatkan resiko terjadinya
fraktur. Adanya satu atau lebih vertebra mengalami fraktur kompresi semakin
meningkatkan adanya fraktur tambahan lima kali lipat dalam satu tahun. 3
2. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendah
dalam performa fungsional dibandingkan dengan control, lebih banyak
membutuhkan pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat bekerja, dan
mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penelitian terbaru pada
pasien-pasien ini memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan berdasarkan fungi fisik, status emosi, gejala klinis
dan keseluruhan performa fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang
mengalami fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai
alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh sehingga
terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas bergerak pada akhirnya
akan mengakibatkan semakin buruknya kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari. 3
3. Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 4-0% pada pasien yang menderita fraktur
kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi dalam
kemampuan untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang lama. Pasien yang
mengalami depresi biasanya yang mengalami lebih dari satu fraktur dan akan
menjadi cepat tua dan terisolasi secara sosial.3
17
3.7 DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri, sehingga
tanda-tanda osteoporosis seperti kiposkoliosis akan lebih tampak. Kemudian
pemeriksaan dilakukan dengan menekan vertebra dengan ibu jari mulai dari atas
sampai kebawah yaitu pada prosesus spinosus. Fraktur kompresi vertebra dapat
terjadi mulai dari oksiput sampai dengan sacrum, biasanya terjadi pada region
pertengahan torak (T7-T8) dan pada thorakolumbal junction. Ulangi lagi
pemeriksaan sampai benar-benar ditemukan lokasi nyeri yang tepat. Nyeri yang
berhubungan dengan pemeriksaan palpasi vertebra mungkin disebabkan oleh adanya
fraktur kompresi vertebra. 3
Adanya deformitas pada tulang belakang tidak mengindikasikan adanya
fraktur. Jika tidak ditemukan nyeri yang tajam, kemungkinan hal tersebut merupakan
suatu kelainan tulang belakang yang berkaitan dengan umur. Pemeriksaan
selanjutnya dilakukan dengan membantu pasien melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi pada tulang belakang, gerakan ini akan menyebabkan rasa nyeri yang
disebabkan oleh adanya fraktur kompresi vertebra. 3
Spasme otot atau kekakuan otot dapat terjadi sebagai akibat dari kekuatan
otot melawan gravitasi pada bagian anterior dari vertebra. Pemeriksaan neurologis
perlu dilakukan. Tidak jarang pada kasus osteomielitis mempunyai gejala yang mirip
dengan fraktur kompresi vertebra.3
2. Radiologi
Selama pemeriksaan fisik, marker radioopak mungkin ditempatkan pada kulit
pada daerah yang paling terasa nyeri, karena bagimanapun juga perlu juga difikirkan
juga adanya neoplasma atau adanya erosi pada endplate akibat osteomielitis. Posisi
anteroposterior dan lateral dilakukan untuk mengetahui adanya fraktur kompresi
vertebra. Fraktur kompresi vertebra asimtomatik tidak selalu menunjukkan kolaps
vertebra pada gambaran radiologi. Faktur kompresi vertebra secara radiografi
digambarkan sebagai penurunan panjang vertebra lebih dari 15%, umumnya
ditemukan pada vertebra thorakolumbal secara anteroposterior dan lateral. Bagian
18
thorakoloumbal yang biasa terkena adalah T8,T12,L1, dan lumbah bagian bawah,
terbanyak pada L4.6
Gambar 6 : Rontgen fraktur kompresi vertebra
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Jika sumber nyeri tidak dapat ditemukan, MRI dapat menunjukkan adanya
keganasan, mengidentifikasi adanya fraktur dan membantu dalam menentukan terapi
yang tepat. Pada T1 yang mengalami fraktur akan tampak lebih gelap dibandingkan
dengan vertebra lainnya, T2 dan selanjutnya akan tampak lebih terang. Adanya short
tau inversion recovery (STIR) paling ideal diperiksa dengan MRI, karena sangat
sensitive terhadap adanya edema tulang yang disebabkan oleh fraktur kompresi.
Pemeriksaan MRI rutin untuk setiap tulang belakang tidak dianjurkan karena
biayanya yang mahal. Jika pada pemeriksaan MRI tidak ditemukan adanya edema,
fraktur telah sembuh dan rasa nyeri yang timbul bukan berasal dari fraktur.6
19
Gambar 7 : MRI fraktur kompresi vertebra
4. CT Scan
CT scan sangat berguna dalam menggambarkan adanya fraktur dan dapat
memberikan informasi jika tentang adanya kelainan densitas tulang. CT scan dan
MRI juga sangat penting dalam menentukan diferensial diagnosis karena adanya
penyempitan kanalis spinal, dan komposisi spesifik vertebra dapat digambarkan.6
Gambar 8 : CT Scan Fraktur kompresi vertebra
5. Single-photon emission computed tomography (SPECT)
Dapat juga digunakan dalam menentukan adanya fraktur dan tingkat adanya
osteoporosis karena kemampuannya dalam menggambarkan densitas tulang. 6
6. Scintigraphy
Merupakan suatu metode diagnostik yang menggunakan deteksi radiasi sinar
gamma untuk menggambarkan kondisi dari jaringan atau organ, juga merupakan
20
metode yang penting untuk memprediksikan hasil (outcome) dari beberapa teknik
operasi. 6
3.8 PRINSIP PENATALAKSANAAN FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA
Jika pada pasien tidak ditemukan kelainan neurologis, pengobatan pada
pasien dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa nyeri, dengan
pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, brancing dan latihan fisik.
a.Menghindari bedrest yang terlalu lama.
Bahaya dari bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah, meningkatkan
kehilangan densitas tulang, deconditioning, thrombosis, pneumonia, ulkus dekubitus,
disorientasi dan depresi.
b. Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai terapi
awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama. Analgetik opioid mungkin
diberikan pada beberapa pasien untuk mengurangi rasa nyeri yang lebih adekuat.
Bagimanapun juga pada pasien yang sudah tua, pasien dengan imobilisasi, opioid
yang berhubungan dengan konstipasi dan penurunan fungsi kognitif harus
diperhatikan dan penggunaan profilaksis laksatif harus segera dimulai pada saat
opioid mulai diberikan. Hindari pemberian nonsteridal anti-inflamatory drugs
(NSAIDs). Secara umum, penggunaan analgetik opioid atau non opioid, adalah lebih
baik dibandingkan dengan NSAIDs, terutama pada pasien usia lanjut yang
mengalami fraktur kompresi vertebra. Resiko pemberian NSAIDs berhubungan
dengan gastropati, insufisiensi ginjal, dan penyakit jantung kongestif meningkat
secara signifikan pada pasien usia lanjut.
c. Calcitonin21
Diberikan secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai efek
analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien
dengan nyeri tulang akibat metastasis. Aktifitas analgetik dari calcitonin yaitu dengan
meningkatkan kadar endorphins dalam plasma. Pada fraktur kompresi vertebra yang
disebabkan oleh osteoporosis, calcitonin juga menghambat fungsi dari osteoklast,
sehingga mencegah terjadinya penyerapan tulang.
d. Bracing
Bracing merupakan terapi yang biasa dilakukan pada manegemen akut non
operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan membantu
penyembuhan dengan menstabilkan tulang belakang. Dengan mengistirahatkan pada
posisi fleksi, maka akan mengurangi takanan pada kolumna anterior dan rangka
tulang belakang. Bracing dapat digunakan segera, tetapi hanya dapat digunakan
untuk dua sampai tiga bulan. Terdapat beberapa tipe ortose yang tersedia untuk
pengobatan. Karena sebagian besar fraktur kompresi terjadi pada daerah
torakolumbal, sebagian besar ortosis dibuat beradasarkan area tersebut pada tulang
belakang. Thorakolumbosacral orthosis (TLSO) tipe shell tipe braces digunakan
untuk memberikan stabilitas selama rotasi, fleksi dan ekstensi. Jenis ini sangat
berguna dalam pengobatan oleh karena fraktur akibat energy yang besar, fraktur
multiple dan kiposis berat. Karena ortose didesain dengan pembungkus plastik,
harganya mahal dan pasien kadang-kadang mengeluhkan adanya gatal dan
berkeringat dibawah ortose. Tipe Boston sangat mirip dengan tipe shell tetapi lebih
lembut karena terbuat dari plastic semi fleksibel. 6
e. Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy tulang belakang
kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan bimbingan fluoroscopy atau
computed tomography. Kemudian diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam tulang
yang mengalami kompresi. Prosedur ini dapat menstabilkan fraktur dan megurangi
rasa nyeri dengan cepat. Tetapi prosedur ini tidak dapat memperbaiki deformitas
yang terjadi pada tulang belakang. Komplikasi terjadi kurang dari 10% pasien antara
22
lain berupa radikulopati, infeksi dan kompresi medulla spinalis. Pada saat semen
diinjeksikan dibawah tekanan tinggi, kebocoran ke bagian luar vertebra sering terjadi
pada 50% - 67% pasien. 6
Gambar 10. Teknik vertebroplasty
f. Kypoplasty
Kypoplasty diperkenalkan pada tahun 1988 dalam mengobati fraktur
kompresi. Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum yang berisikan
tampon kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi jarum tersebut akan
membentuk suatu kavitas pada tulang vertebra. Kemudian kavitas tersebut diisi
dengan campuran methylmetacrylate dibawah tekanan rendah. Komplikasi jarang
terjadi dan terjadinya kebocoran semen lebih jarang dibandingkan dengan
vertebroplasty. 6
Gambar 11. Teknik Kyphoplasty dan gambaran radiologis
BAB IV
23
KESIMPULAN
Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu
penekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.Fraktur
kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam
menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma.Pada osteoporosis,
fraktur kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana, seperti terjatuh pada kamar
mandi, bersin atau mengangkat beban yang berat.3
Etiologi dari fraktur kompresi vertebra ini dapat dikarenakan oleh trauma,
posmenopausal osteoporosis, keganasan, ataupun osteoporosis.
Fraktur kompresi biasanya bersifat insidental, menunjukkan gejala nyeri
tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur tubuh
karena terjadinya kiposis dan skoliosis. Pasien juga menunjukkan gejala-gejala pada
abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang, anoreksia dan penurunan
berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat terjadi akibat berkurangnya
kapasitas paru. 3
Daftar Pustaka24
1. Sjamsuhidajat R . Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-dua. Jakarta: EGC; 2005. hal 658-59.
2. Desen W. Buku ajar onkologi klinis. Edisi ke-dua. Jakarta: FKUI: 2004. hal 429-30.
3. Hanna J, Letizia M. Kyphoplasty: A treatment for osteoporotic vertebral
compression fractures. nursing journal center (serial online) 2007 ( diakses 10
April 2012); Dunduh dari: URL:
http://www.nursingcenter.com/library/journalarticle.asp?article_id=755899.
4. Young W. Spinal cord injury level and classification ( serial online) 2000
(diakses 10 April 2012); Diunduh dari: URL:
http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml.
5. Lestari T. Fraktur vertebra (serial online) (diakses 10 April 2012); Diunduh
dari: URL:http://www.scribd.com/doc/12748213/Fraktur-Vertebra.
6. Aron B, Walter CO. Vertebral compreesion fractures : treatment and
evaluation (serial online) 2006 ( diakses 10 April 2012); Diunduh dari: URL:
http://bjr.birjournals.org/cgi/reprint/75/891/207.pdf.
25