12.bab ii

Upload: fehlephi-ramadhan

Post on 29-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 25

    BAB II

    KONSEP ETIKA MURID DALAM MENCARI ILMU

    A. Etika

    1. Pengertian Etika

    Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos. Dalam

    bentuk tunggal mempunyai banyak arti; tempat tinggal yang biasa; padang

    rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara

    berfikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan.1 Jadi,

    etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia

    sejauh berkaitan dengan moralitas. Dengan demikian dapat dinyatakan

    bahwa etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral.2

    Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral, berasal dari

    bahasa Latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat. Jadi,

    etimologi kata etika: sama dengan etimologi kata moral, karena

    keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan.3

    Selain itu, etika biasanya tidak lepas dari kata adab. Kata adab

    dalam berbagai konteksnya mencakup arti ilmu dan marifat, baik secara

    umum maupun dalam kondisi tertentu, dan kadang-kadang dipakai untuk

    1K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004 ), hlm. 4.2Ibid., hlm. 15.3Ibid., hlm. 5.

  • 26

    mengungkapkan sesuatu yang dianggap cocok dan serasi dengan selera

    individu tertentu.4

    Menurut terminologi para ahli berbeda-beda pendapat mengenai

    definisi etika yang sesungguhnya. Masing-masing mempunyai pandangan

    sebagai berikut.

    a. Poedjawijatna sebagaimana dikutip oleh Rosyadi Ruslan mengartikan

    etika sebagai ilmu yang mencari kebenaran sedalam-dalamnya. Tugas

    etika adalah mencari ukuran baik buruknya tingkah laku manusia.5

    b. Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti

    baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh

    manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam

    perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang

    seharusnya diperbuat.6

    c. Ki Hajar Dewantara mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari

    soal kebaikan. Etika sebagai ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan

    keburukan dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai

    gerak-gerik pikiran, rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan rasa

    perasaan sampai menguasai tujuannya yang merupakan perbuatan.7

    4Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi, Mengungkap Pesan Al-Quran Tentang Pendidikan(Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 51.

    5Rosyadi Ruslan. Etika Kehumasan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 32.6Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), edisi terjemahan oleh KH. Farid Maruf, Cet. 3,

    (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 3.7Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada,

    1992), hlm. 7.

  • 27

    d. M. Amin Abdullah mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari

    tentang baik dan buruk (ethics atau ilm al-akhlak al-karimah),

    praktiknya dapat dilakukan dalam disiplin filsafat.8

    2. Ruang Lingkup Etika

    Ruang lingkup etika tidak memberikan arahan yang khusus atau

    pedoman yang tegas terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum

    ruang lingkup etika adalah sebagai berikut:

    a. Etika menyelidiki sejarah dalam berbagai aliran, lama dan baru tentang

    tingkah laku manusia;

    b. Etika membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan

    buruknya suatu pekerjaan;

    c. Etika menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, mempengaruhi

    dan mendorong lahirnya tingkah laku manusia;

    d. Etika menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut

    ajaran Islam etika yang baik itu harus bersumber pada Alquran dan Hadis

    Nabi;

    e. Etika mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk

    meningkatkan budi pekerti ke jenjang kemuliaan, misalnya dengan cara

    melatih diri untuk mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi;

    f.Etika menegaskan arti dan tujuan hidup yang sebenarnya, sehingga

    dapatlah manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan

    menjauhkan segala kelakuan yang buruk dan tercela.9

    8M. Amin Abdullah, Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam (Bandung: Mizan,2002), hlm. 15.

  • 28

    3. Macam-macam Etika

    M. Yatimin Abdullah menyatakan bahwa macam-macam etika

    antara lain, sebagai berikut:

    a. Etika Manusia kepada Allah

    Manusia sebagai hamba Allah sepantasnyalah mempunyai etika

    baik kepada Allah. Hanya Allahlah yang patut disembah. Etika manusia

    sebagai hamba Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang

    seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan

    sebagai Khalik. Quraish Shihab mengatakan bahwa titik tolak etika

    terhadap Allah swt. adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan

    selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agung sifat itu

    jangankan manusia, malaikat pun tidak mampu menjangkaunya.

    Berkenaan dengan etika manusia sebagai hamba Allah, manusia

    wajib kepada Allah beretika dengan cara memuji-Nya, beristighfar,

    memohon pada-Nya, melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi

    larangan-Nya. Oleh sebab itu, etika manusia sebagai hamba Allah

    mempunyai cara-cara yang tepat untuk mendekatkan diri, diantaranya: a)

    mentauhidkan Allah, b) beribadah kepada Allah, c) bertakwa kepada

    Allah, d) berdoa khusus kepada Allah, e) berdzikrullah, f) bertawakal, g)

    bersabar, dan h) bersyukur kepada Allah.10

    9M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),hlm. 12.

    10Ibid., hlm. 330-338.

  • 29

    b. Etika terhadap Sesama Manusia

    Etika terhadap sesama manusia adalah mutlak dilakukan oleh

    seseorang tanpa terbatas oleh waktu, kondisi, tempat, agama, dan budaya.

    Beretika adalah fitrah manusia sebagai makhluk yang paling tinggi

    derajatnya dibandingkan dengan makhluk lainnya.

    Termasuk etika terhadap sesama manusia yaitu etika sebagai

    anak terhadap orang tua, etika kepada Ibu dan Bapak guru, etika terhadap

    saudara, etika terhadap tetangga, dan lain sebagainya.

    c. Etika sebagai Pemimpin

    Sebagai seorang pemimpin tugasnya bukanlah ringan. Tanggung

    jawab yang ia pikul senantiasa bernapaskan amanah. Islam sangat

    memperhatikan masalah kepemimpinan. Mengingat besar tanggung

    jawabnya pemimpin, maka perlu mempunyai kepribadian, sikap dan

    karakter yang sesuai dengan kepemimpinannya.

    Seorang pemimpin merupakan panutan dari yang dipimpinnya.

    Maju mundurnya suatu kelompok masyarakat banyak, tergantung pada

    etika pemimpinnya. Seorang pemimpin harus beretika mulia. Etika

    pemimpin yang baik mempunyai karakter sebagai berikut: shiddiq

    (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathanah

    (cerdas).11

    11Ibid., hlm. 369.

  • 30

    d. Etika kepada Lingkungan Masyarakat

    Dalam ajaran Islam etika terhadap alam seisinya dikaitkan

    dengan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Manusia bertugas

    memakmurkan, menjaga dan melestarikan bumi ini untuk kebutuhannya.

    Etika manusia terhadap alam bukan hanya semata-mata untuk

    kepentingan alam, tetapi jauh dari itu untuk mmelihara, melestarikan dan

    memakmurkan alam ini. Dengan kemakmuran alam dan

    keseimbangannya, manusia dapat mencapai dan memenuhi

    kebutuhannya, sehingga kemakmuran, kesejahteraan dan keharmonisan

    hidup dapat terjaga. Beretika dengan alam sekitarnya dapat dilakukan

    manusia dengan cara melestarikan alam sekitarnya dengan cara sebagai

    berikut:

    1) Melarang penebangan pohon-pohon secara liar;

    2) Melarang pemburuan binatang-binatang secara liar;

    3) Melakukan reboisasi;

    4) Membuat cagar alam dan suaka margasatwa;

    5) Mengendalikan erosi;

    6) Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai;

    7) Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh

    masyarakat;

    8) Memberikan sangsi-sangsi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.

    Adapun etika manusia dengan alam yang wajib dilaksanakan

    adalah memperhatikan dan merenungkan penciptaan alam. memnfaatkan

  • 31

    alam beserta isinya, karena Allah ciptakan alam dan isinya untuk

    manusia. Allah berfirman: Dialah Yang menjadikan bumi sebagai

    hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air

    (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala

    buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu

    mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.(QS

    Al-Baqarah [2]: 22).12

    Adapun menurut Istighfarotur Rahmaniyah dinyatakan bahwa

    terdapat dua macam etika, yaitu:

    a. Etika Deskriptif

    Etika deskriptif ialah etika di mana objek yang dinilai adalah

    sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya

    sebagaimana adanya.

    b. Etika Normatif

    Etika normatif ialah sikap dan perilaku manusia atau

    masyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal.13

    12Ibid., hlm. 375-377.13Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika (Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu

    Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang Pendidikan) (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm.66-67.

  • 32

    B. Ilmu

    1) Pengertian Ilmu

    Kata ilmu secara bahasa berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala

    bentuk yang berasal dari akar kata tersebut menunjuk kepada kejelasan.

    Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derivasinya terulang 854 kali dalam

    Alquran. Kata tersebut biasanya digunakan untuk menunjukkan proses

    pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan sekaligus. Ia berbeda

    dengan kata arafa, oleh karenanya Allah dalam menyampaikan

    pengetahuan-Nya tentang sesuatu menggunakan kata ilm, bukan marifah.14

    Ilmu pengetahuan bersifat sangat universal, dengan ilmu

    pengetahuan seseorang bisa menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat,

    seperti sabda Nabi Muhammad saw :

    Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, makaAllah akan memudahkan baginya, dengan hal itu jalan menuju surga. (HR.Muslim)15

    Menurut M. Athiyah Al-Abrasyi dinyatakan bahwa belajar adalah

    suatu kewajiban agama yang diwajibkan oleh Islam atas setiap muslim laki-

    laki dan wanita.16

    Oleh karena itu kaum hartawan dengan semangat mendirikan

    tempat-tempat belajar seperti mesjid, institut, sekolah-sekolah, madrasah-

    14Ahmad Munir, op. cit., hlm. 79.15 Imam Ghazali, Ihya Ulumiddin Jilid 1, edisi terjemahan oleh Moh. Zuhri, Muqoffin

    Muctar dan M. Muqorrobin Misbah (Semarang : CV. Asy Syifa, 2003), hlm. 26.16 M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

    1990), hlm. 6.

  • 33

    madrasah, pondok pesantren, serta memperlengkapinya dengan buku-buku

    dan peralatan yang dibutuhkan, dalam rangka mendekatkan diri kepada

    Allah s.w.t., sehingga tempat-tempat pelajaran itu dapat memenuhi

    fungsinya seperti yang diharapkan, tersebarnya ilmu secara luas dan

    bersihnya jiwa manusia dari kotoran serta berperangnya orang-orang

    terpelajar kepada budi-akhlak yang mulia. Dalam kompetisi terhormat

    antara kaum hartawan Muslim dahulu dalam mendirikan institut-institut

    Islamiyah ini, kita dapat merasakan betapa mereka merasa bertanggung

    jawab terhadap penyebaran ilmu dan pengetahuan di kalangan kaum

    muslimin.17

    Syeikh Az-Zarnuji juga menyebutkan kewajiban belajar atau

    mencari ilmu :

    Mencari ilmu wajib bagi seorang muslim tentang apa yang

    dibutuhkan dalam segala hal

    Menurut Aliy Asad, Orang muslim wajib mempelajari ilmu yang

    diperlukan untuk menghadapi tugas/ kondisi dirinya, apapun wujud tugas/

    kondisi itu.19

    2) Keutamaan Ilmu

    Dalil-dalilnya dari Alquran adalah firman Allah Azza Wa Jalla :

    17 M. Athiyah Al-Abrasyi, op. cit., hlm. 6-7.18 Syeikh Az-Zarnuji, op. cit., hlm. 5.19 Aliy Asad, op.cit., hlm. 5

  • 34

    Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). (QS. Ali Imran: 18).

    Maka lihatlah bagaimana Allah memulai dengan diriNya, keduanya

    dengan malaikat dan ketiganya dengan orang-orang ahli ilmu. Dengan ini

    cukuplah bagimu (untuk mengetahui) kemuliaan, keutamaan, kejelasan dan

    kelebihan orang-orang ahli ilmu.

    Allah Taala berfirman :

    Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang berilmu di antaramudan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS.Al-Mujadalah :11)

    Ibnu Abbas r.a. berkata sebagaimana dikutip oleh Imam Ghazali:

    Para ulama memperoleh beberapa derajat di atas kaum muminin dengan

    tujuh ratus derajat yang mana antara dua derajat itu perjalanan lima ratus

    tahun. Dan Allah Azza Wa Jalla berfirman :

    Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,hanyalah ulama. (QS. Faathir: 28)20

    3) Alquran Mengakui Keutamaan Ahli Ilmu

    Alquran memuji ahli ilmu pengetahuan dan menyebut mereka

    dengan alladziina utul-ilma, dan Allah SWT menisbatkan kepada mereka

    beberapa keutamaan pemikiran, keimanan, serta akhlak.

    20 Imam Al Ghazali, op. cit, hlm. 9-10.

  • 35

    Mereka yang mendapatkan ilmu tersebut adalah yang dibukakan

    kebenaran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sehingga mereka

    melihatnya dengan jelas dan menuntun kepada jalan Allah. Dia berfirman,

    Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyuyang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki(manusia) kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.(QS. Saba: 6)

    Juga firman Allah SWT,

    Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanyaAlquran itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tundukhati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjukbagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj:54)

    Di sini kita dapati bahwa ilmu membuahkan keimanan, dan

    keimanan membuahkan ketundukan kepada Allah SWT.

    4. Etika Mencari Ilmu

    1. Imam Ghazali

    Imam Gazali menyebutkan bahwa tata kesopanan dan tugas-tugas

    murid antara lain:

    a) Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan sifat-sifat yang

    tercela

  • 36

    Karena ilmu adalah ibadahnya hati, shalatnya sirr dan

    pendekatan batin kepada Allah Taala. Sebagaimana shalat yang menjadi

    tugas anggota-anggota badan yang lahir itu tidak shah kecuali dengan

    membersihkan/ mensucikan lahir dari hadats-hadats dan kotoran-kotoran

    maka demikian juga ibadah batin dan meramaikan hati dengan ilmu itu

    tidak shah kecuali setelah mensucikannya dari akhlak yang kotor dan

    sifat-sifat yang najis. Nabi SAW. bersabda: yang artinya: Agama itu

    dibina atas kebersihan.

    Demikian itu adalah lahir dan batin. Allah Taala berfirman:

    Bahwasannya-sanya orang-orang musyrik itu najis.(QS. At-Taubah: 28)21

    b) Mensedikitkan hubungan-hubungannya dengan kesibukan dunia

    Maksudnya, pikiran yang terbagi-bagi atas beberapa urusan

    yang berbeda-beda adalah seperti selokan yang airnya berpisah-pisah lalu

    menghisap sebagiannya dan udara menguapkan sebagiannya maka dari

    padanya tidak bersisa sesuatu yang terkumpul dan dapat mencapai ke

    ladang.22

    c) Seorang pencari ilmu hendaknya tidak sombong karena ilmu dan tidak

    menentang guru, namun ia serahkan segala urusannya kepada guru itu

    secara keseluruhan dalam setiap rincian, dan mendengarkan nasihatnya

    21 Imam Al Ghazali, op. cit, hlm. 149.22Ibid., hlm. 153.

  • 37

    Dan seyogyanya ia merendahkan diri kepada gurunya, dan

    mencari pahala dan kemuliaan dengan melayani gurunya. Maka tidak

    seyogyanya bagi penuntut ilmu untuk sombong terhadap guru. Termasuk

    kesombongannya terhadap guru adalah ia enggan untuk mencari faidah

    (ilmu) kecuali dari orang-orang yang terpandang dan terkenal. Itu adalah

    kedunguan yang sebenarnya. Sesungguhnya ilmu adalah sebab

    keselamatan dan kebahagiaan.23

    Hendaklah orang yang belajar itu menjadi seperti tanah yang

    gembur yang menerima hujan deras lalu tanah itu menghisap seluruh

    bagian-bagiannya dan tanah itu meratakan kepada keseluruhannya karena

    penerimaan air hujan itu.

    Betapapun guru memberikan petunjuk dengan jalan apapun

    dalam belajar hendaklah ia mengikutinya dan hendaklah ia meninggalkan

    pendapatnya. Jika pemberi petunjuk itu salah maka itu lebih bermanfaat

    baginya dari pada benarnya sendiri.24

    Guru adalah lebih mengetahui apa yang kamu telah ahli

    padanya, dan tentang waktu membukakan persoalan itu. Apa yang belum

    masuk waktu membukakan persoalan pada setiap tingkat itu adalah

    belum masuk waktu untuk bertanya tentangnya.

    d) Seorang pencari ilmu yang baru menerjunkan diri dalam ilmu pada

    langkahnya agar menjaga diri dari mendengarkan pendapat manusia yang

    berbeda-beda, baik ia menerjunkan diri dalam ilmu-ilmu dunia maupun

    23Ibid., hlm. 153-154.24Ibid., hlm. 155.

  • 38

    ilmu-ilmu akhirat. Karena akan membingungkan akalnya,

    membingungkan benaknya, membuat-buat pendapatnya dan memutus

    asakannya dari mengetahui dan menelitinya.25

    e) Seorang pencari ilmu hendaknya tidak meninggalkan salah satu vak dari

    ilmu-ilmu yang terpuji, dan tidak pula salah satu macam-macamnya

    kecuali ia melihat padanya dengan pandangan yang menilik kepada

    tujuan dan penghabisannya. Kemudian jika ia masih ada umur maka ia

    diharapkan memperdalaminya.26

    f) Seorang pencari ilmu hendaknya tidak menerjunkan diri di dalam suatu

    vak ilmu sekaligus, tetapi ia menjaga tertib/ urutan.

    g) Seorang pencari ilmu hendaknya tidak menerjunkan diri ke dalam satu

    vak ilmu sehingga ia menguasai secara baik vak yang sebelumnya.

    Karena ilmu itu bertingkat-tingkat dengan tingkatan yang pasti, di mana

    sebagiannya adalah menjadi jalan kepada sebagiannya yang lain. Orang

    yang mendapat petunjuk adalah orang yang memelihara tertib dan

    tingkatan itu. Allah Taala berfirman:

    Orang-orang yang Kami datangkan kitab kepada mereka di manamereka membacanya dengan benar-benar membacanya. (QS. Al-Baqarah:121).27

    25Ibid., hlm. 157.26Ibid., hlm. 159.27Ibid., hlm. 160-161.

  • 39

    h) Seorang pencari ilmu hendaknya mengetahui sebab yang dapat untuk

    mengetahui semulia-mulia ilmu.

    i) Tujuan seorang pencari ilmu sekarang menghiasi dan mengindahkan

    batinnya dengan keutamaan. Dan besok adalah mendekatkan diri kepada

    Allah Yang Maha Suci, dan mendaki untuk bertetangga dengan

    kelompok yang tinggi dari para malaikat dan orang-orang yang

    didekatkan (kepada Allah).28

    2. Yusuf Qardhawi

    Menurut Yusuf Qardhawi di sebutkan bahwa di antara etika

    mencari ilmu yaitu:

    a. Berdoa untuk menambah ilmu

    Seperti diterangkan dalam Alquran, salah satu etika dalam

    mencari ilmu adalah tidak boleh puas setelah sampai pada batas tertentu

    jenjang ilmu pengetahuan. Karena, ilmu pengetahuan ibarat lautan yang

    tidak bertepi dan tidak pula berbatas. Sejauh mana pun manusia meraih

    ilmu pengetahuan, ia harus terus menambahnya, dan ia tidak mungkin

    sampai pada batas kepuasan. Dalam hal ini Allah telah mengajar Rasul

    saw. dengan firman-Nya,

    Dan katakanlah, Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmupengetahuan. (QS. Thaha: 114)

    28Ibid., hlm. 163-164.

  • 40

    Tidaklah ditemukan di dalam Alquran perintah Allah kepada

    rasul untuk menambah sesuatu kecuali ilmu. Ini adalah satu bukti

    kelebihan ilmu pengetahuan dibandingkan yang lain. Dari kenyataan ini

    kita dapatkan sabda rasul saw yang artinya Dua tipe manusia yang tidak

    akan menemukan kepuasan: pencari ilmu dan pencari dunia.

    Kaum salafus saleh dalam proses belajarnya selalu berupaya

    untuk menambah ilmu. Mereka tidak pernah berhenti walaupun tingkat

    keilmuannya di mata umum telah mencapai titik teratas dan mereka telah

    memasuki usia senja. Bahkan, semakin bertambah ilmu yang diraih,

    semakin besar keinginan mereka untuk meraih lebih banyak lagi. Imam

    Syafii menulis syair yang artinya Semakin terdidik oleh zaman semakin

    terlihat kurangnya akal pikiranku, dan merasa bertambahnya

    pengetahuanku semakin kuketahui kebodohanku.29

    b. Rihlah (bepergian) menuntut ilmu

    Salah satu etika menuntut ilmu pengetahuan dalam Alquran

    adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya yang asli. Ia harus

    didatangi walaupun jauh tempatnya dan susah ditempuh. Segala jerih

    payah dalam mencari ilmu akan menjadi mudah dan jarak yang jauh akan

    terasa dekat.30

    29Yusuf Qardhawi, op. cit,. hlm. 238-239.30 Yusuf Qardhawi, op. cit, hlm. 347-348.

  • 41

    3. Al Imam Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani

    Menurut Al Imam Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani disebutkan

    bahwa etika mencari ilmu diantaranya:

    1) Seorang pencari ilmu hendaknya tidak menanyakan kepada orang alim

    yang sedang sibuk berbicara dengan orang lain

    Karena hak orang pertama lebih utama untuk dipenuhi.

    Maksudnya anjuran mengambil ilmu atau belajar kepada orang yang

    lebih senior dan menanyakan sesuatu yang belum dipahami kepada orang

    yang lebih mengetahui, sehingga menjadi jelas apa yang belum

    dipahami.31

    2) Duduk paling belakang dalam suatu majelis dan menempati tempat yang

    kosong

    Maksudnya, seorang pencari ilmu dianjurkan untuk beretika

    dalam majelis ilmu dan mengisi tempat yang kosong dalam majelis

    tersebut, sebagaimana anjuran untuk mengisi shaf (barisan) yang kosong

    dalam sholat. Dalam hal ini, seseorang diperbolehkan untuk lewat di

    depan orang lain selama tidak mengganggunya. Akan tetapi jika ia

    khawatir mengganggunya, maka dianjurkan untuk duduk dibelakang.32

    3) Bepergian (Rihlah) mencari ilmu

    Maksudnya, ilmu itu harus di cari dari sumbernya, walaupun

    pada kenyatannya jauh. Sebagaimana termuat dalam hadits Uqbah bin

    harits radhiallahu anhu menceritakan bahwa ia menikah dengan putri

    31Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah: Shahih Bukhari, edisiterjemahan oleh Gazirah Abdi Ummah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), hlm. 265.

    32Ibid., hlm. 295.

  • 42

    abu Ihab bin Aziz. Kemudian datang seorang perempuan mengatakan

    kepadanya, Sesungguhnya saya telah menyusukan anda dan perempuan

    yang anda nikahi itu. Maka Uqbah menjawab, Saya tidak tahu engkau

    telah menyusukan saya, dan engkau tidak pula memberitahukannya

    kepadaku sebelum ini. Kemudian Uqbah berkendaraan menemui

    Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam di Madinah untuk menanyakan

    hal itu. Maka Raasullah bersabda, Bagaimana mungkin engkau terus

    memperistrikannya, bukankah sudah dikatakannya bahwa dia saudara

    sepersusuan denganmu? Semenjak itu Uqbah menceraikan istrinya,

    dan kemudian perempuan itu menikah dengan laki-laki lain. 33

    4. Hasan Asari

    Hasan Asari menyebutkan bahwa dalam belajar, penuntut ilmu

    perlu memperhatikan tiga belas butir kode etika sebagai berikut:

    a) Mulai studi dengan mempelajari Alquran: menghafal, mempelajari tafsir,

    dan seluruh ilmu yang terkait dengannya (Ulum alquran). Alquran

    adalah dasar dan induk seluruh ilmu pengetahuan agama, ia harus

    menjadi prioritas pertama. Setelah itu, murid bisa mempelajari disiplin

    lain: hadis, ulum al-hadis, usul al-din, usul al-fiqh, fiqh, bahasa dan

    seterusnya.34

    33Ibid., hlm. 354.34Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam (Studi Tentang Kitab Tazkirat al-Sami wa al-

    Mutakallim Karya Ibn Jamaah) (Yogyakarta: Tiara wacana, 2008), hlm. 73-74.

  • 43

    b) Penuntut ilmu hendaknya menghindari guru yang metode mengajarnya

    hanya mengutip pendapat orang lain, karena hal itu dapat

    membingungkan.

    c) Penuntut ilmu sebelum menghafal teks harus lebih dulu memastikan

    keabsahan teks tersebut kepada guru.35

    d) Jika seorang penuntut ilmu sudah menguasai secara baik hafalan singkat

    yang merupakan dasar ilmu pengetahuan, ia harus beranjak dengan terus

    membaca ekstensif.

    e) Penuntut ilmu hendaknya tidak pernah absen dari majelis gurunya dan

    dianjurkan untuk mengulangi bersama-sama pelajaran yang diterimanya.

    Ini bertujuan memastikan mereka memahami pelajaran secara utuh.

    f) Ketika masuk dalam majelis ilmu, seorang penuntut ilmu hendaknya

    mengucapkan salam dengan menambahkan pujian atau penghormatan

    khusus kepada guru, begitu juga ketika keluar.

    g) Penuntut ilmu handaknya menghormati majelis guru, sebab merupakan

    penghormatan terhadap guru dan ilmu pengetahuan.

    h) Penuntut ilmu tidak boleh malu mengajukan pertanyaan tentang masalah

    yang belum jelas, tetapi harus dilakukan dengan santun dan bahasa yang

    baik.36

    i)Penuntut ilmu hendaknya tidak mendahului teman yang lebih dulu datang

    dalam sesi yang sifatnya individual.

    j)Penuntut ilmu hendaknya duduk di depan gurunya dengan sopan.

    35Ibid., hlm.75.36Ibid., hlm. 76-78.

  • 44

    k) Jika giliran telah tiba, ia minta izin guru lalu bet-taawuzz, membaca

    basmalah, dan shalawat Nabi saw., kemudian mendoakan guru, orang

    tua, para guru dari guru dan seluruh kaum muslimin. Kemudian ia mulai

    membaca kitab yang harus dibaca, sebab merupakan etika belajar.

    l)Penuntut ilmu hendaknya mendorong semangat temannya, membantu

    menghilangkan keraguan dan kemalasan, serta dengan senang hati

    membagi pengetahuan yang diperoleh. Ini semua menaikkan semangat

    belajar, memantapkan pengetahuan, mempertajam ingatan, mempertebal

    kebersamaan dan perjuangan menuntut ilmu. Ia tidak boleh sombong di

    antara sesama teman, sebab akan merugikan proses belajar.37

    5. Ibnu Jamaah

    Menurut Ibnu Jamaah, sebagaimana dikutip oleh Abd al-Amir

    Syams al-Din, sebagaimana dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,

    etika peserta didik terbagi atas tiga macam, yaitu:

    (1) terkait dengan diri sendiri, meliputi membersihkan hati, memperbaiki

    niat atau motivasi, memiliki cita-cita dan usaha yang kuat untuk sukses,

    zuhud (tidak materialistis), dan penuh kesederhanaan;

    (2) terkait dengan pendidik, meliputi patuh dan tunduk secara utuh,

    memuliakan dan menghormatinya, senantiasa melayani kebutuhan

    pendidik dan menerima segala hinaan atau hukuman darinya;

    37Ibid., hlm. 79-80.

  • 45

    (3) terkait dengan pelajaran, meliputi berpegang teguh secara utuh pada

    pendapat pendidik, senantiasa mempelajarinya tanpa henti,

    mempraktikkan apa yang dipelajari dan bertahap dalam menempuh

    suatu ilmu.38

    6. Mohammad Athiyah al-Abrasyi

    Mohammad Athiyah al-Abrasyi lebih jauh menyebutkan dua belas

    kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap peserta didik sebagaimana

    dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa kedua belas kewajiban tersebut adalah

    sebagai berikut:

    a. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela

    Sebelum mulai belajar, siswa harus terlebih dahulu

    membersihkan dirinya dari segala sifat yang buruk.

    b. Memiliki niat yang mulia

    Seorang peserta didik agar menghiasi dirinya dengan sifat-sifat

    yang utama, selalu mendekatkan diri kepada Allah, tidak menggunakan

    ilmu yang dipelajari untuk menonjolkan atau menyombongkan diri,

    bermegah-megahan atau pamer kepandaian.

    c. Meninggalkan kesibukan duniawi

    Seorang peserta didik harus rela dan bersedia meninggalkan

    kampung halaman, tanah air dan keluarganya, tidak ragu-ragu dan siap

    bepergian ke tempat yang paling jauh sekalipun.

    38 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2006),hlm. 115.

  • 46

    d. Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru

    Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru merupakan

    salah satu akhlak terpuji yang harus dilakukan oleh peserta didik.

    e. Menyenangkan hati guru

    Menyenangkan hati guru merupakan salah satu akhlak terpuji

    yang harus dilakukan oleh peserta didik.

    f.Memuliakan guru

    Menghormati, memuliakan, dan mengagungkan para guru atas

    dasar karena Allah SWT merupakan perbuatan yang harus dilakukan oleh

    peserta didik. Hal yang demikian pentingdilakukan, karena selain akan

    menimbulkan kecintaan dan perhatian guru terhadap murid, juga akan

    meningkatkan maratabat murid itu sendiri.

    g. Menjaga rahasia guru

    Menjaga rahasia atau privasi guru merupakan perbuatan mulia

    yang harus dilakukan peserta didik.

    h. Menunjukkan sikap sopan dan santun kepada guru

    Menunjukkan sikap sopan dan santun kepada guru merupakan

    akhlak mulia yang harus dilakukan oleh peserta didik.39

    i.Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar

    Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar merupakan

    akhlak yang mulia, karena ketekunan dan kesungguhan merupakan kunci

    sukses dalam segala usaha.

    39 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.183-184.

  • 47

    j.Memilih waktu belajar yang tepat

    Memilih waktu belajar yang tepat akan memberi pengaruh bagi

    keberhasilan dalam menguasai pengetahuan. Selain harus tekun dan

    bersungguh-sungguh, seorang peserta didik juga harus mengulangi

    pelajaran di waktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara Isya dan

    makan sahur merupakan waktu yang penuh berkah.

    k. Belajar sepanjang hayat

    Memiliki tekad yang kuat untuk belajar sepanjang hayat

    merupakan akhlak terpuji.

    l.Memelihara rasa persaudaraan dan persahabatan

    Memelihara rasa persaudaraan dan persahabatan, saling

    menyayangi, saling mencintai, saling melindungi di antara teman dalam

    hal kebaikan dan ikhlas karena Allah SWT merupakan akhlak mulia yang

    harus dilakukan oleh peserta didik.40

    7. Syekh Az-Zarnuji

    Menurut Syekh Az-Zarnuji sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati,

    menerangkan beberapa sifat dan tugas para penuntut ilmu antara lain:

    a. Tawadu, sifat sederhana, tidak sombong, tidak pula rendah diri.

    b. Iffah, sifat yang menunjukkan rasa harga diri yang menyebabkan

    seseorang terhindar dari perbuatan / tingkah laku yang tidak patut.

    40 Ibid., hlm. 185-186.

  • 48

    c. Tabah (sabar), tahan dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru.

    d. Sabar, tahan terhadap godaan nafsu, rendah keinginan-keinginan akan

    kelezatan dan terhadap godaan-godaan yang berat.

    e. Cinta ilmu dan hormat kepada guru dan keluarganya dengan demikian

    ilmu itu akan bermanfaat.

    f. Sayang kepada kitab, menyimpan dengan baik tidak membubuhi catatan

    supaya tidak kotor atau menggosok tulisan sehingga menjadi kabur.

    g. Hormat kepada sesama penuntut ilmu dan tamalluk kepada guru dan

    kawan untuk menyadap ilmu dari mereka.

    h. Bersugguh-sungguh belajardengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya

    (bangun di tengah malam), tetapi tidak memaksakan diri sampai menjadi

    lemah.

    i. Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi

    pelajaran.

    j. Wara, ialah sifat menahan diri dari perbuatan/ tingkah laku yang

    terlarang.

    k. Punya cita-cita yang tinggi dalam mengejar ilmu pengetahuan

    l. Tawakal, maksudnya menyerahkan kepada Tuhan segala perkara.

    Bertawakal adalah akhir dari proses kegiatan dan ikhtiar seorang muslim

    untuk mengatasi urusannya.

    Demikianlah beberapa aturan yang harus ditaati siswa apabila ia

    benar-benar menghendaki agar belajarnya memperoleh hasil yangbermanfaat.41

    41 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam(IPI) (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 110.

  • 49

    C. Pendidikan Islam

    1. Pengertian Pendidikan Islam

    Pendidikan Islam berasal dari dua kata yaitu pendidikan dan Islam.

    Dua kata tersebut mempunyai titik temu arti yang sama yaitu sebuah proses

    pembentukan karakteristik seseorang lebih khususnya guna mempersiapkan

    generasi muda yang futuristik, efektif, dan efisien.42

    Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, yang terakhir ini dikatakan

    sebagai proses transfer ilmu belaka, bukan tranformasi nilai dan

    pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupinya.43

    Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi

    pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras

    dengan alam dan masyarakatnya.44

    Pendidikan yang dihubungkan dengan Islam menimbulkan pengertian

    baru, dimana istilah pendidikan Islam lebih banyak dikenal dengan

    menggunakan term Tarbiyah, Talim, dan Tadib. Ketiga istilah tersebut

    memiliki pengertian yang berhubungan satu sama lain, yaitu memelihara

    dan mendidik serta memberikan pengajaran kepada peserta didik. Selain itu

    ketiga istilah tersebut mengandung makna yang dalam, menyangkut

    manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan

    Tuhan saling berkaitan satu sama lain.

    42 WJS Poerwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),hlm. 153.

    43 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,(Jakarta: Logos, 2001), hlm. 3

    44 Ki Hajar Dewantara,Masalah Kebudayaan, (Yogyakarta: Kenagn-kenangan PromosiDoktor Honoris Causa, 1967), hlm. 42.

  • 50

    Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term

    Tarbiyah, Talim, dan Tadib yang populer digunakan praktek pendidikan

    Islam ialah term at-Tarbiyah, sedangkan term tadib dan at-Talim jarang

    sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal

    pertumbuhan Islam.45

    Berdasarkan pemahaman dari istilah di atas, dapat dirumuskan bahwa

    pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi pengetahuan dan

    nilai-nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan

    bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pengembangan potensinya guna

    mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.46

    2. Dasar-dasar Pendidikan Islam

    Dasar adalah fundamen yang menegakkan suatu bangunan, sehingga

    menjadikannya kuat dan kokoh.47 Dasar dan fundamen dari suatu bangunan

    adalah bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan

    yang menjadikan tetap berdiri tegaknya bangunan yang menjadi sumber

    kekuatan dan keteguhan yang menjadikan tetap berdiri tegaknya bangunan

    itu.48

    Fungsi dari suatu dasar pendidikan Islam adalah agar pendidikan

    Islam tetap kokoh dalam menghadapi segala persoalan yang terdapat dalam

    45 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis,(Jakarta: Ciputat Press, Cet.I, 2002), hlm. 25.

    46 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, cet I, (Jakarta: KencanaPrenada Media, 2006), hlm. 27-28.

    47 Abd. Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam RekontruksiPemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: UII Press, 2001),hlm. 64.

    48 Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1964), hlm. 41.

  • 51

    dunia pendidikan Islam dan juga agar pendidikan Islam agar tidak

    terombang-ambing dalam menghadapi bermacam-macam persoalan di dunia

    pendidikan Islam, dasar tersebut juga akan membuat pendidikan Islam

    semakin kuat dalam menghadapinya.

    1. Dasar Ideal Pendidikan Islam

    Dasar ideal pendidikan Islam adalah identik dengan ajaran Islam

    itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Quran dan

    Hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman ulama

    dalam bentuk:49

    a) Al-Quran

    Sebagai umat yang dianugerahkan Tuhan suatu kitab suci Al-

    Quran, yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh

    aspek kehidupan dan bersifat universal, sudah barang tentu dasar

    pendidikan mereka adalah bersumber kepada filsafat hidup yang

    bersumber dari Al-Quran.

    Nabi Muhammad sebagai pendidik pertama, pada masa awal

    pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Quran sebagai dasar

    pendidikan Islam disamping Sunnah beliau sendiri. Kedudukan Al-

    Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari

    ayat Al-Quran itu sendiri. Firman Allah:

    49 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,cet III, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 54.

  • 52

    ) :(

    Artinya:

    Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran)

    ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang

    mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum

    yang beriman. (QS: An-Nahl: 64)

    Sehubungan dengan masalah ini, Muhammad Fadhil Al-Jamali

    menyatakan sebagai berikut: Pada hakekatnya Al-Quran itu adalah

    merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia,

    terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya adalah merupakan

    Kitab pendidikan kemasyarakatan, moril (akhlak) dan spiritual

    (kerohanian).50

    Begitu pulan Al-Nadwi mempertegas dengan menyatakan

    pendidikan dan pengajaran umat Islam itu haruslah bersumberkan

    kepada aqidah Islamiyah. Menurut beliau lagi, sekiranya pendidikan

    umat Islam itu tidak didasarkan kepada aqidah yang bersumberkan

    kepada Al-Quran dan Hadits, maka pendidikan itu bukanlah

    pendidikan Islam.51

    50 Muhammad Fadhil Al-Jumali, Tarbiyat al-Insan al-Jadid (Al-Tunisiyyat: al-Syarikat,tt.), hlm. 37.

    51 Abu al-Hasan al-Nadwi, Nahwa al-Tarbiyat al-Islamiyah al-Hurrat, (Kairo: Al-Mukhtar al-Islami, 1974), hlm. 3.

  • 53

    b) Sunnah (Hadits)

    Dasar yang kedua selain Al-Quran adalah Sunnah Rasulullah.

    Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW dalam proses

    perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam

    karena Allah SWT menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan bagi

    umatya. Firman Allah SWT :

    ).... :(

    Sungguh telah ada dalam diri Rasulullah itu suri tauladan yang

    baik bagimu....... (QS: Al- Ahzab: 21)

    Nabi mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik

    kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan

    pula seperti yang dipraktekkan Nabi dan mengajarkan pula pada orang

    lain. Perkataan atau perbuatan Nabi inilah yang disebut hadits atau

    sunnah.52

    Konsepsi dasar yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW adalah

    sebagai beirkut:53

    1. Disampaikan sebagai rahmatan lilalamin

    2. Disampaikan secara universal

    3. Apa yang disampaikan merupakan kebenaran mutlak

    4. Kehadiran, Nabi sebagai evaluator atau segala aktifitas pendidikan

    5. Perilaku Nabi sebagai figur identifikasi (teladan) bagi umatnya.

    52 Ramayulis, op.cit., hlm. 56.53 Ramayulis, loc.cit.

  • 54

    c) Perkataan, Perbuatan dan Sikap para Sahabat

    Para sahabat Nabi memiliki karakteristik yang berbeda dari

    kebanyakan orang. Karakteristik yang berbeda itu diantaranya:

    1. Sunnah yang dilakukan para sahabat tidak terpisah dari sunnah

    Nabi

    2. Kandungan yang khusus yang aktual sunnah sahabat sebagian besar

    produk sendiri

    3. Unsur kreatif dari kandungan merupakan ijtihad personal yang

    mengalami kristalisasi menjadi ijma berdasarkan petunjuk Nabi

    terhadap sesuatu yang bersifat spesifik

    4. Praktek amaliah sahabat identik dengan ijma.

    d) Ijtihad

    Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran

    Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, hanya berupa

    prinsip-prinsip pokok saja. Bila ternyata ada yang terinci, maka

    rincian itu merupakan contoh Islam dalam menerapkan prinsip pokok

    tersebut.

    Al-Quran dan Hadits disebut dasar pokok, sedangkan sikap dan

    perbuatan para sahabat disebut sebagai dasar tambahan. Dasar

    tambahan ini dapat dipakai selama tidak bertentangan dengan dasar

    pokok. Dengan demikian untuk melengkapi dan merealisir ajaran

  • 55

    Islam itu memang sangat dibutuhkan ijtihad, sebagai globalisasi Al-

    Quran dan Hadits belum menjamin tujuan pendidikan Islam tercapai.

    2. Dasar Operasional Pendidikan Islam

    Dasar operasional merupakan dasar yang terbentuk sebagai

    aktualisasi dasar ideal menurut langgulung dasar operasioanal dapat

    dibagi menjadi enam macam:54

    a) Dasar Historis

    Dasar yang memberikan persiapan kepada pendidik dengan hasil-

    hasil pengalaman masa lalu, berupa undang-undang dan peraturan-

    peraturan maupun berupa tradisi dan ketetapannya.

    b) Dasar Sosiologis

    Dasar berupa kerangka budaya dimana pendidikannya itu bertolak

    dan bergerak, seperti memindahkan budaya, memilih dan

    mengembangkannya.

    c) Dasar Ekonomis

    Dasar yang memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia,

    keuangan, materi, persiapan yang mengatur sumber keuangan dan

    bertanggung jawab terhadap anggaran pembelanjaan.

    d) Dasar Politik dan Administrasi

    Dasar yang memberi bingkai ideologi (akidah) dasar yang

    digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-

    citakan dan rencana yang telah dibuat.

    54 Hasan Langgulung. Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1992), hlm. 16-22.

  • 56

    e) Dasar Psikologis

    Dasar yang memberi informasi tentang watak peserta didik,

    pendidik, metode yang terbaik dalam praktek, pengukuran dan

    penialaian bimbingan dan penyuluhan.

    f) Dasar Filosofis

    Dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi

    arah suatu sistem yang mengontrol dan memberi arah kepada semua

    dasar-dasar operasional lainnya.

    3. Hakekat Pendidikan Islam

    Hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang

    bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta

    perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke

    arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

    Pendidikan, secara teoritis mengandung pengertian memberi makan

    (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan

    rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar

    manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran

    Islam, maka harus berproses melalui sistem kependidikan Islam, baik

    melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler.

    Para ahli pendidikan sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan

    pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu

    yang belum mereka ketahui, tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan

    jiwa mereka, menanammkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan

  • 57

    mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu

    kehidupan yang suci, ikhlas, dan jujur.55

    Esensi daripada potensi dinamis setiap diri manusia itu terletak pada

    keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, etika (moralitas), dan

    pengamalannya.56 Oleh karenanya, dalam strategi pendidikan Islam,

    keempat potensi dinamis yang esensial tersebut menjadi titik pusat dari

    lingkaran proses kependidikan Islam sampai kepada tercapainya tujuan

    akhir pendidikan.

    4. Kurikulum Pendidikan Islam

    Kurikulum secara harfiyah berasal dari bahasa latin curriculum yang

    berarti bahan pengajaran. Adapula yang mengatakan kata tersebut berasal

    dari bahasa perancis courier yang berarti berlari.57 Kata kurikulum

    selanjutnya menjadi suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada

    sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai gelar atau

    ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow and Crow yang

    mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya

    sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan

    sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.58

    55 M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terjemah: Busthomi A.Ghani dan Johar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 1.

    56 M. Fadhil al-Jamali, At-Tarbiyyah Al-Insan Al-Jadid, (Tunisia: Al-Syghly,1967), hlm.85.

    57 S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Citra Adirya Bakri, 1991) cet. ke-4,hlm. 9.

    58 Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990), edisiIII, hlm. 75

  • 58

    Pendidikan Islam sepanjang masa kegemilangannya memandang

    kurikulum pendidikan sebagai alat untuk mendidik generasi muda dengan

    baik dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan

    kesediaan-kesediaan, bakat-bakat, kekuatan-kekuatan, dan keterampilan

    mereka yang bermacam-macam dan menyiapkan mereka dengan baik untuk

    melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di bumi.59

    Selain itu Islam menggunakan kata manhaj untuk kata kurikulum

    yang diartikan jalan yang terang, atau jalan yang dilalui oleh manusia pada

    berbagai bidang kehidupannya.60 Jalan terang tersebut adalah jalan yang

    dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang di didik dan

    dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap

    mereka.

    1. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam

    Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany menyebutkan lima ciri

    kurikulum pendidikan Islam. Kelima ciri tersebut secara ringkas dapat

    disebutkan sebagai berikut:61

    a) Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-

    tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat, dan

    tekniknya bercorak agama

    59 Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terjemahanHasan langgulung dari falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm.476.

    60 Husain Quroh, Al-Ushul al-Tarbawiyyah fi Binai al-Manhaj, (Mesir: Darul Maarif,1975), hlm. 76

    61 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.127.

  • 59

    b) Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum

    yang benar-benar mencerminkan semangat, pemikiran, dan ajaran

    yang menyeluruh, disamping itu ia juga luas dalam perhatiannya. Ia

    memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek

    pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual

    c) Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam

    kurikulum yang akan digunakan. Selain itu juga seimbang antara

    pengetahuan yang berguna bagi pengembangan individual dan

    pengembangan sosial

    d) Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang

    diperlukan oleh anak didik

    e) Kurikulum disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak

    didik.62

    2. Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam

    Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum

    pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegakkan. Al-

    Syaibany dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan

    Islam:

    Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk

    ajarannya dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam

    kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara

    perlakuan, dan sebagainya harus berdasar pada agama dan akhlak Islam,

    62 As-Syaibany, op. cit., hlm. 490-512.

  • 60

    yakni harus terisi dengan jiwa agama Islam, keutamaan, cita-cita, dan

    kemauannya yang baik sesuai dengan ajaran Islam.

    Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan

    kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina

    akidah, akal, dan jasmaninya, dan hal lain yang bermanfaat bagi

    masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi,

    politik termasuk ilmu-ilmu agama, bahasa kemanusiaan, fisik, praktis,

    profesional, seni rupa, dan sebagainya.

    Ketiga, prinsip keseimbangan yang relatif antara-tujuan-tujuan dan

    kandungan-kandungan kurikulum.

    Keempat, prinsip berkaitan antara bakat, minat, kemampuan-

    kemampuan dan kebutuhan pelajar. Begitu juga dengan alam sekitar baik

    yang bersifat fisik maupun sosial dimana pelajar itu hidup dan

    berinteraksi.

    Kelima, prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual

    diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.

    Keenam, prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai

    dengan perkembangan zaman dan tempat.

    Ketujuh, prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan

    pengalaman-pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam

    kurikulum.63

    63 Ibid., hlm.519-525.

  • 61

    Selain itu kurikulum pendidikan Islam juga memiliki landasan yang

    meliputi dasar agama, dasar filsafat, dasar psikologis, dan dasar sosial,

    yakni secara keseluruhan aspek yang ada dalam kurikulum itu harus

    didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam agama, filsafat dan

    kecenderungan manusia dari segi psikologis dan kehidupannya di

    masyarakat.

    5. Aspek-aspek Pendidikan Islam

    1. Aspek Akidah dan Keimanan

    Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara terminologi berarti

    landasan yang mengikat, yaitu keimanan itulah sebabnya ilmu tauhid

    disebut juga ilmu aqid jamak dari aqidah yang berarti ilmu yangmengikat. Pengertian secara luas adalah keyakinan penuh yang

    dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lisan dan diwujudkan oleh

    perbuatan.

    Pengertian iman secara khusus ia sebagaimana yang terdapat dalam

    rukun iman yaitu, kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-

    kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta qadha dan qadar.64 Adapun

    ciri-ciri orang yang beriman adalah sebagaimana terdapat dalam Firman

    Allah swt:

    64 Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Diadit Media, 2010), hlm. 236.

  • 62

    Artinya:

    (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam shalatnya, dan orang-

    orang yang menjauhkan diri (dari perbuatan dan perkataan) yang tidak

    berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang

    menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak yang

    mereka miliki maka sesunguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela,

    barangsiapa yang mencari dibalik itu maka mereka itulah orang-orang

    yang melampaui batas, dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat

    (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara

    shalatnya. (QS. Al-Muminun: 2-9)65

    2. Aspek Akhlak

    Akhlak merupakan kelakuan yang timbul antara hati nurani, pikiran,

    perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu. Membentuk satu kesatuan

    tindak akhlak yang merupakan kekuatan jiwa dari dalam yang mendorong

    manusia untuk melakukan yang baik dan mencegah perbuatan buruk, Allah

    mendorong manusia untuk memperbaiki akhlaknya jika terlanjur salah,

    firman Allah swt:

    65 Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya Juz 1-Juz 30, (Semarang: PT.Kumudasmoro Grafindo, 1994), hlm. 526-527.

  • 63

    Artinya:

    Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya

    dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia

    mendapati Allah Maha Pengampun lagai Maha Penyayang. (QS. An-Nisa:

    110)

    Perbuatan akhlak mempunyai tujuan langsung yang dekat, yaitu harga

    diri, dan tujuan jauh adalah ridha Allah melalui amal shaleh dan jaminan

    kebahagiaan dunia dan kahirat. Akhlak yang diajarkan dalam Al-Quran

    bertumpu pada aspek fitrah yang terdapat dalam diri manusia, dan aspek

    wahyu (agama), kemudian kemauan dan tekad manusiawi.66

    3. Aspek Ibadah

    Secara umum ibadah berarti mencakup perilaku dan semua aspek

    kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt. Dilakukan dengan

    ikhlas untuk mencapai ridha Allah, secara khusus ibadah adalah perilaku

    manusia yang dilakukan atas perintah Allah, dan dicontohkan oleh

    Rasulullah saw, atau disebut ritual, seperti shalat, zakat, puasa, dan

    sebagainya. Pengertian ibadah semacam ini hanyalah semacam stasiun atau

    tempat persinggahan dalam mengadakan kontak antara hati dan Allah, yaitu

    hubungan yang membuat hati kembali kepada-Nya dalam segala masalah.67

    66 Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,1993), hlm. 11.

    67 Eneng Muslihah, Op. Cit.,hlm. 249.

  • 64

    Perbedaan antara ibadah khusus dan umum terletak pada bagaimana

    dinyatakan dalam kaidah ibadah dalam arti khusus semuanya dilarang

    kecuali yang diperintahkan dan dicontohkan, sedangkan ibadah dalam arti

    umum semuanya diperbolehkan kecuali yang dilarang.

    6. Perencanaan Program Pendidikan Islam

    Perencanaan program Islam perlu mengidentifikasikan beberapa

    masalah pokok, yaitu sebagai berikut:68

    1. Apakah ajaran Islam memberikan ruang lingkup berpikir kreatif manusia

    dan sejauh mana ruang lingkup tersebut diberikan kepada manusia

    2. Potensi psikologi apa sajakah yang menjadi sasaran pendidikan Islam

    terutama dalam kaitannya dengan kreatifitas yang berhubungan dengan

    perkembangan iptek

    3. Bagaimanakah sistem dan metode pendidikan yang tepat digunakan

    dalam proses pendidikan Islam yang kontekstual dengan iptek tersebut

    4. Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan anak didik

    dalam mengelola dan memanfaatkan iptek modern sehingga dapat

    menyejahterakan kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam

    5. Sampai sejauh mana anak didik mampu mengendalikan dan menangkal

    dampak-dampak negatif dari iptek terhadap nilai-nilai etika keagamaan

    Islam

    68Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Edisi Revisi, cet IV, (Jakarta: BumiAksara, 2009), hlm. 47-48.

  • 65

    6. Kompetensi guru agama apakah yang harus dimiliki sebagai hasil

    (produk) lembaga pendidikan profesional keguruan yang dapat

    diandalkan untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan iptek

    tersebut.

    7. Karakteristik Pendidikan Islam

    1. Pendidikan yang Tinggi (Sakral)

    Pendidikan Islam berusaha mempelajari segala hal untuk lebih

    mengenal Rabb (Allah). Seluruh aspek-aspeknya didasarkan pada nilai

    rabbaniyah dijabarkan dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulnya.

    Pendidikan Islam merupakan pengenalan dan pengakuan yang secara

    berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang segala hal yang

    diciptakan dan diajarkanNya sehingga bisa membimbing ke arah

    pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan secara tepat di dalam tatanan

    wujud dan keberadaanNya. Pendidikan Islam bukan sekedar pemenuhan

    otak saja, tetapi lebih mengarah kepada penanaman akidah.

    pendidikan Islam oleh Hassan Langgulung, sebagaimana dikutip

    Azyumardi Azra merupakan suatu proses penyiapan generasi muda,

    memindahkan pengetahuan dan nilai nilai Islam yang diselaraskan

    dengan fungsi manusia sebagai khaliyfah fil-ar untuk beramal di dunia

    dan memetik hasilnya di akhirat.

  • 66

    2. Pendidikan yang Komprehensif dan Integral

    Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam memiliki beberapa

    karakteristik yang perlu kita pahami bersama dan dijadikan sebagai

    landasan berpikir serta bergerak dalam kehidupan sehari-hari. Pertama,

    merupakan agama yang tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu.

    Islam tidak mengenal sekat-sekat geografis. Hal ini yang menjadikan

    Islam sebagai rahmatan lil-lamin. Hal ini juga sekaligus menegaskankepada kita bahwa Islam bukanlah agama untuk bangsa Arab saja,

    seperti yang banyak dikatakan oleh orang-orang sekuler, tapi untuk

    seluruh umat manusia di segala penjuru dunia. Kedua, Islam sebagai

    penyempurna agama-agama sebelumnya juga berlaku sampai kapan

    pun, tak peduli di zaman teknologi secanggih apapun. Islam tetap

    berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Setelah kita paham akan hal

    tersebut, maka tidak ada lagi istilah bahwa di zaman modern, ajaran-

    ajaran Islam sudah tidak relevan lagi. Ketiga, Islam mengatur ajaran

    yang integral, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dari masalah

    yang paling pribadi hingga kemasyarakatan dan kebangsaan. Mulai dari

    adab dalam melakukan kegiatan sehari-hari hingga urusan politik

    nasional dan internasional. Islam tidak hanya berbicara mengenai

    masalah ideologi saja, tetapi juga mengatur seluruh dimensi kehidupan

    manusia di sektor ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan dan sektor

    lainnya. Bukankah ayat terpanjang yang termaktub dalam al-Quran

    berisi aturan dalam bermuamalah dan perdagangan (QS Al Baqarah:

  • 67

    282). Islam juga tidak hanya mengatur ajaran tentang hubungan vertikal

    dengan Allah (ablun minallh) saja, melainkan juga mengaturhubungan kemasyarakatan antar sesama manusia (ablun minanns).Itulah sebabnya dalam rukun Islam sebagai dasar peribadatan bagi kaum

    muslim, selain diwajibkan shalat sebagai sarana penghambaan secara

    langsung kepada Allah, juga ada ibadah zakat yang berhubungan dengan

    kepentingan sesama manusia. Secara empiris, dampak ibadah

    diharapkan akan menyentuh sisi kesejahteraan masyarakat, tidak hanya

    peningkatan kualitas spiritual.

    3. Pendidikan yang Realistis

    Ada fenomena yang muncul dalam masyarakat, pendidikan Islam

    adalah suatu konsep utopis yang tidak mungkin dapat diwujudkan,

    sungguh ini merupakan pandangan yang keliru tentang pemahaman

    dalam memahami pendidikan Islam, karena pendidikan Islam berjalan

    dalam bingkai yang jelas dan realistis terhadap kenyataan dalam

    masyarakat, hanya saja, pendidikan Islam berpijak pada idealisme

    keislaman yang kadang disalahpahami oleh pihak pelaksana pendidikan

    Islam. Akibatnya idalisme pendidikan Islam tersebut dipandang sebagai

    lembaga yang mengutamakan nilai-nilai ukrawi dan tidak peduli

    dengan kenyataan yang ada tegasnya, pendidikan Islam adalah

    pendidikan yang berjalan seiring dengan perkembangan yang ada dalam

    masyarakat dan tetap menjaga nilai-nilai keislaman sebagai landasan

    berpijaknya.

  • 68

    4. Pendidikan yang Berkontinuitas

    Proses pendidikan tidak mengenal istilah Usai. Setiap individu

    wajib belajar sepanjang hayat (long-life education). Hadits Nabi

    Muhammad yang menyatakan bahwa menuntut ilmu wajib dilakukan

    dari buaian sampai ke liang lahat merupakan konsepsi pendidikan

    sepanjang hayat dalam makna tidak ada batasan waktu untuk terus

    belajar mendalami ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat.

    Konsepsi pendidikan sepanjang hayat telah menjadi dasar pijakan

    dan sekaligus pembuktian dari berbagai konsep pendidikan lain. Seperti

    yang dinyatakan oleh Sternberg ketika pendekatan triarchic diterapkan

    pada pendidikan sepanjang hayat ternyata memunculkan gagasan baru

    tentang hakekat kemampuan intelektual atau bagaimana kemampuan itu

    diukur.

    5. Pendidikan yang Seimbang

    Ajaran Islam menekankan aspek keseimbangan dalam segala hal.

    Seimbang dalam mengoptimalkan potensi akal, ruh dan jasad, dalam

    Islam ditegaskan, seorang manusia akan mencapai sukses dalam

    kehidupannya, manakala bisa mengintegrasikan seluruh potensinya

    dengan kadar yang seimbang, baik segi intelektual, emosional, fisikal

    dan spiritual. Keseimbangan dalam menjalankan aktivitas dunia tanpa

    mengesampingkan aktivitas yang berorientasi akhirat. Ini adalah salah

    satu implementasi dari keimanan seseorang akan adanya hari akhir.

    Setiap aktivitas yang kita jalankan hendaknya selalu didasari oleh

  • 69

    motivasi ibadah dan keikhlasan untuk Allah Swt, agar segala yang kita

    lakukan tidak hanya bermakna duniawi, tetapi juga berarti bagi

    kehidupan akhirat kelak. Prinsip itu yang melatar-belakangi adanya doa-

    doa dalam setiap aktivitas kita sehari-hari, sehingga setiap kegiatan yang

    secara lahiriah bersifat duniawiyah pun akan bernilai ibadah di sisi Allah

    Swt. Tak ada yang sia-sia atau hanya berdampak jangka pendek bagi

    seroang Muslim. Keseimbangan juga perlu dijaga dalam hal kepentingan

    pribadi dan kepentingan masyarakat, sehingga seorang manusia tidak

    berkembang menjadi seorang individualis. Sebagaimana Rasulullah Saw

    pernah bersabda dalam haditsnya, bahwa Sebaik-baik manusia ialah

    yang paling bermanfaat bagi orang lain. Kontribusi sosial menjadi

    ukuran dari lurusnya komitmen individual kita.

    6. Pendidikan yang Tumbuh dan Berkembang

    Pengembangan Ilmu Pengetahuan yang telah dikuasai harus

    diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Nabi Muhammad saw

    sangat membenci orang yang memiliki ilmu pengetahuan, tetapi tidak

    mau memberi dan mengembangkan kepada orang lain. Selain itu

    pendidikan Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist wajib

    dikembangkan dan diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu sesuai

    kebutuhan manusia selama tidak bertentangan dengan kaidah agama

    Islam.

  • 70

    7. Pendidikan yang Global/Internasional

    Islam selalu sesuai untuk semua bangsa, zaman dan semua

    keadaan. Sebagai agama yang universal (rahmatan lil-lamin) Islamdapat diterima oleh semua golongan, suku, bangsa karena Allah sudah

    menurunkan Al Quran yang isinya tentang segala hal yang akan

    diperlukan manusia pada jaman dulu, sekarang, dan masa yang akan

    datang, oleh siapapun, dimanapun.69

    8. Tujuan Pendidikan Islam

    Tujuan pendidikan adalah orientasi yang dipilih oleh pendidik dalam

    membimbing peserta didiknya.70 Tujuan pendidikan merupakan masalah inti

    dalam pendidikan, dan saripati dari seluruh renungan paedagogik, dengan

    demikian, tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan

    jalannya pendidikan sehingga perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum

    semua kegiatan pendidikan dilaksanakan.71

    1. Fungsi dan Karakteristik Tujuan Pendidikan Islam

    Suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat apabila sesuai dengan

    fungsinya. Oleh karena itu perlu ditegaskan terlebih dahulu apa fungsi

    tujuan pendidikan itu. Adapun fungsi tujuan, ada empat macam yaitu:

    a) Mengakhiri usaha

    b) Mengarahkan usaha

    69 Dinklis, karakteristik-pendidikan islam, http://dinklis.blogspot.com, 11 Agustus 2010,diakses pada tanggal 04 April 2013.

    70 Ibid.,hlm. 46-4771 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 90.

  • 71

    c) Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain,

    baik tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan

    pertama

    d) Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.72

    Sedangkan ciri-ciri tujuan pendidikan Islam menurut Omar

    Muhammad At-Toumy As-Syaibani, adalah:

    a) Sifat bercorak agama dan akhlak

    b) Bersifat meneyeluruhnya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar

    (subjek didik) dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat

    c) Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara

    unsur-unsur dan cara pelaksanaannya

    d) Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan

    tingkah laku dan dan pada kehidupan, memperhitungkan perbedaan-

    perbedaan perseorangan diantara individu, masyarakat, dan

    kebudayaan dimana-mana dan kesanggupan untuk berubah dan

    berkembang bila diperlukan.73

    2. Prinsip-prinsip Tujuan Pendidikan Islam

    Tujuan pendidikan Islam mempunyai beberapa prinsip tertentu

    guna mengantarkan tercapainya tujuan pendidikan, prinsip tersebut

    adalah:

    72 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam untuk IAIN, STAIN, PTAIS, cet III, (Bandung:Pustaka Setia, 2005), hlm. 29.

    73 Achmadi., Op.Cit, hlm. 91-92.

  • 72

    a) Prinsip Universal (syumuliah)

    Prinsip universal adalah prinsip yang memandang keseluruhan

    aspek agama (akidah, ibadah dan akhlak, serta muamalah), manusia

    (jasmani, rohani, dan nafsani), masyarakat dan tatanan

    kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup.

    b) Prinsip Keseimbangan dan Kesederhanaan (tawazun wa

    iqtidiyyah).Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek

    kehidupan pada pribadi, bukan kebutuhan individu dan komunitas,

    serta tuntutan pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebutuhan

    kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi maslah-masalah

    yang sedang dan akan terjadi.

    c) Prinsip Kejelasan (tabayyun)

    Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang

    memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa

    nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan,

    kurikulum, dan metode pendidikan.

    d) Prinsip yang tak Bertentangan

    Prisnip yang di dalamnya terdapat ketiadaan pertentangan

    antara berbagai unsur dan cara pelaksanannya, sehingga tidak ada

    pertentangan antara satu komponen dengan komponen lain.

  • 73

    e) Prinsip Realisme

    Prinsip yang menyatakan tidak adanya khayalan dalam

    kandungan program pendidikan, tidak berlebih-lebihan, serta adanya

    kaidah yang praktis dan realistis, yang sesuai dengan fitrah dan

    kondisi sosio-ekonomi, sosio-politik, dan kultural yang ada.

    f) Prinsip Perubahan yang Diinginkan

    Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi

    jasmaniah, ruhaniah dan nafsaniyah, serta perubahan kondisi

    psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, nilai-nilai, serta

    sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan

    pendidikan.

    g) Prinsip Menjaga Perbedaan-perbedaan Individu

    Prinsip yang memperhatikan perbedaan peserta didik, baik ciri-

    ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap

    pematangan jasmani, akal, semosi, sosial, dan segala aspeknya.

    h) Prinsip Dinamis

    Dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi

    pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu

    dilaksanakan.74

    3. Tahap-tahap Tujuan Pendidikan Islam

    Para ahli mengklasifikasikan tahapan-tahapan tujuan pendidikan

    Islam dalam tiga jenis tujuan, yaitu:

    74 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir., Op.Cit, hlm. 73-74.

  • 74

    a) Tujuan tertinggi atau akhir

    Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan

    berlaku umum karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang

    mengandung kebenran mutlak dan universal. Dalam pendidikan

    Islam, tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan

    tujuan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, yaitu:

    1. Menjadi hamba Allah

    2. Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fi al ard (wakil

    Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan

    alam sekitar)

    3. Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai

    akhirat.75

    b) Tujuan umum

    Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua

    kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang

    lainnya.76 Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih

    mengutamakan pendekatan filosofis, tujuan umum lebih bersifat

    emipiris dan realistis, tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf

    pencapaiannya dapat dikukur karena menyangkut perubahan sikap,

    perilaku dan kepribadian peserta didik.

    Tercapainya self relation yang utuh merupakan tujuan umum

    pendidikan islam yang proses pencapainnya melalui berbagai

    75 Achmadi, Op. Cit, hlm. 95-97.76 Nur Uhbiyati, Op.Cit, hlm. 62.

  • 75

    lingkungan atau lembaga pendidikan, baik pendidikan keluarga,

    sekolah atau masyarakat secara formal, non formal maupun

    informal.77

    c) Tujuan Khusus

    Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan

    tertinggi atau terakhir dan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan

    khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan

    perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan,

    selama tetap berpijak pada kerangka tujuan teringgi atau terakhir dan

    umum.78

    Hubungan Etika dalam pendidikan Islam merupakan cabang

    ilmu pengetahuan, tidak berdiri sendiri. Sebagai cabang ilmu yang

    membahas tentang manusia, ia berhubungan dengan seluruh ilmu

    tentang baik dan buruk, yang bersumberkan pada Al Quran Dan

    Ajaran Rasul, begitupun dengan pendidikan islam berujuk pada Al

    Quran dan As Sunnah.79

    77 Ramayulis, Op. Cit, hlm. 66-69.78 Ramayulis, Op. Cit, hlm. 70.79 Rosihon anwar, Akhlak Dalam Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 16