10. bab iii

49
3 - Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015 BAB III ANALISIS KAWASAN PERENCANAAN 3.1. Analisis Kawasan Perencanaan Terhadap Tata Ruang Kabupaten Indramayu Berdasarkan analisis dalam materi teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Indramayu tahun 2011, wilayah Kabupaten Indramayu terbagi menjadi 4 hirarki. Setiap Hirarki memiliki fungsi kota atau distribusi kegiatan yang berbeda-beda. Kawasan perencanan, Kota Haurgeulis, termasuk ke dalam hirarki III dengan fungsi sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa SWPP, pusat sosial dan skala SWPP, pusat permukiman, serta pusat perhubungan dan komunikasi. SWPP Haurgeulis, meliputi Kecamatan Haurgeulis, Anjatan dan Sukra dengan pusatnya di Kota Haurgeulis. Berdasarkan sistem pusat kegiatan perkotaan, Kota Haurgeulis, termasuk ke dalam Sistem Pusat Kegiatan Lokal Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Upload: bkm-amanah

Post on 09-Jul-2016

228 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

BAB III

ANALISIS KAWASAN PERENCANAAN

3.1. Analisis Kawasan Perencanaan Terhadap Tata Ruang Kabupaten Indramayu

Berdasarkan analisis dalam materi teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Indramayu tahun 2011, wilayah Kabupaten Indramayu terbagi menjadi 4 hirarki.

Setiap Hirarki memiliki fungsi kota atau distribusi kegiatan yang berbeda-beda.

Kawasan perencanan, Kota Haurgeulis, termasuk ke dalam hirarki III dengan fungsi

sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa SWPP, pusat sosial dan skala SWPP,

pusat permukiman, serta pusat perhubungan dan komunikasi. SWPP Haurgeulis,

meliputi Kecamatan Haurgeulis, Anjatan dan Sukra dengan pusatnya di Kota

Haurgeulis.

Berdasarkan sistem pusat kegiatan perkotaan, Kota Haurgeulis, termasuk ke dalam

Sistem Pusat Kegiatan Lokal (PKL) perkotaan Kabupaten Indramayu yaitu sebagai

pusat pelayanan yang melayani dalam lingkup beberapa kecamatan dalam kabupaten.

PKL Haurgeulis berupa kawasan perkotaan Haurgeulis yang mencakup Desa

Haurgeulis, Desa Cipancuh, Desa Sukajati, Desa Wanakaya, Desa Haurkolot, Desa

Mekarjati dan Desa Karangtumaritis dengan wilayah layanan Kecamatan Haurgeulis,

sebagian Kecamatan Anjatan yang terdiri dari Desa Bugis, Desa Lempuyang, Desa

Mangunjaya, Desa Salamdarma, Desa Bugistua, Desa Kedungwung dan Desa

Wanguk, sebagian Kecamatan Bongas yang terdiri dari Desa Cipaat, Desa Bongas,

Desa Sidamulya, dan Desa Cipedang, serta sebagian Kecamatan Kroya yang terdiri

dari Desa Jayamulya, Desa Sukamelang, Desa Temiyang dan Desa Temiyangsari.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 2: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.1.1. Kawasan Peruntukan Permukiman

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan

yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Karakteristik lokasi dan

kesesuaian lahan kawasan peruntukan permukiman yaitu memiliki topografi

datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%), tersedia sumber air,

baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang

cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 L/org/hari – 100 liter/org/hari, tidak

berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi), drainase baik

sampai sedang, tidak berada pada wilayah sempadan sungai / pantai / waduk /

danau / mata air / saluran pengairan / rel kereta api dan daerah aman

penerbangan, tidak berada pada kawasan lindung, tidak terletak pada kawasan

budi daya pertanian/penyangga, menghindari sawah irigasi teknis. Kriteria dan

batasan teknis kawasan peruntukan sebagai berikut :

Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari

luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan

dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan.

Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan

tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan

utilitas umum yang memadai.

Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan

peruntukan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan

yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan

hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap

memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan:

i. Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03-1733-2004

tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

ii. Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung

yang cukup sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan.

Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan

frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya resap tanah.

Saluran ini dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup. Dilengkapi

juga dengan sumur resapan air hujan mengikuti SNI 03-2453-2002

tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk

Lahan Pekarangan dan dilengkapi dengan penanaman pohon.

iii. Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun

kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60

liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari.

iv. Sistem pembuangan sampah mengikuti ketentuan SNI 03-3242-1994

tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 3: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Penyediaan kebutuhan sarana pendidikan di kawasan peruntukan

permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah

penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius

pencapaian, serta lokasi.

Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan di kawasan peruntukan

permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah

penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius

pencapaian, serta lokasi.

Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah raga

di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana

yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lahan minimal, radius

pencapaian, dan kriteria lokasi.

Penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga di kawasan

peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang

disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan

minimal, radius pencapaian, serta lokasi.

Pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang

Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, serta

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan

Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan

kepada Pemerintah Daerah.

3.1.2. Sistem Jaringan Prasarana Utama

Sistem jaringan transportasi darat berupa jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang

terdiri atas sistem jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan

jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Sistem jaringan jalan terbagi

menjadi sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem

jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan

distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,

dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat

kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan

perkotaan. Status sistem jaringan jalan dalam Perkotaan Haurgeulis yaitu lokal

sekunder, status Kabupaten.Ruas jaringan jalan lokal sekunder diantaranya yaitu ruas

jalan Siliwangi dalam, ruas jalan Terusan KH. A. Dahlan, ruas jalan Manggungan,

ruas jalan KH. Dewantara, ruas jalan Sukajadi, ruas jalan Cipancuh – Haurkolot, dan

ruas jalan Sumur Bandung.

Beberapa ruas jalan dalam Kota Haurgeulis termasuk ke dalam sistem jaringan jalan

dengan status jalan kolektor primer luar Perkotaan Indramayu, status Kabupaten.

Ruas-ruas jalan tersebut diantaranya yaitu ruas jalan Patrol-Haurgeulis, ruas jalan

Haurgeulis-Karangtumaritis, ruas Haurgeulis-Bantarwaru. Selain jalan lokal sekunder

dan kolektor primer, dalam perkotaan Haurgeulis terdapat pula ruas jalan dengan

status jalan lingkungan yang tersebar di kecamatan. Dalam wilayah Kota Haurgeulis

terdapat sistem jaringan perkeretaapian jalur lintas utara yang menghubungkan

Cirebon-Jakarta. Stasiun kereta api Haurgeulis berada di Kecamatan Haurgeulis.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 4: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.1.3. Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

A. Sistem Jaringan Telekomunikasi

Sistem jaringan telekomunikasi terdiri atas jaringan teresterial dan jaringan satelit.

Jaringan terseterial berupa kabel telepon yang tersebar di setiap kecamatan

sedangkan jaringan satelit untuk menjangkau telekomunikasi di kawasan hutan

atau kabupaten yang terpencil. Menara telekomunikasi berupa menara BTS,

menara radio udara, dan menara radio komunikasi udara keberadaannya diperlu

ditata dan dikendalikan keberadaannya. Pertumbuhan menara telekomunikasi

yang pesat, tanpa adanya penataan yang baik akan berdampak pada lingkungan

sekitar, seperti terganggunya fungsi resapan air, berkurangnya nilai estitika pada

kawasan yang memiliki nilai estitika tinggi, dampak sosial, lingkungan dan

ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, kawasan perkotaan akan terlihat

semrawut oleh menara telekomunikasi. Pemerintah Daerah sebagai regulator

harus sigap dalam menanggapi fenomena tersebut. Rencana pengaturan lokasi dan

struktur, serta dapat mengendalikan pertumbuhan jumlah menara tersebut. Tentu

saja kebijakan yang dimaksudkan tidak bertentangan dengan kebijakan lain yang

tingkatannya lebih tinggi, dan juga tidak mengganggu layanan telekomunikasi

yang semestinya dapat diterima oleh masyarakat luas.

B. Sistem Jaringan Sumberdaya Air

Sistem jaringan sumber daya air meliputi peningkatan pengelolaan wilayah

sungai, cekungan air tanah (CAT), dan sistem jaringan irigasi serta pengembangan

jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air minum kepada kelompok pengguna

serta sistem pengendalian daya rusak air. Peningkatan pengelolaan wilayah sungai

diarahkan untuk pengembangan prasarana pengendalia daya rusak air, jaringan

irigasi, waduk dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air dan

rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)

kritis dan sangat kritis. Peningkatan pengelolaan wilayah sungai meliputi wilayah

sungai lintas provinsi yaitu Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, wilayah

sungai lintas kabupaten yaitu Wilayah Sungai Citarum, wilayah sungai satu

kabupaten yang meliputi 73 aliran sungai kecil, waduk yaitu waduk Cipancuh dan

waduk Bojongsari, dan situ yaitu Situ Brahim, Situ Jangkar, Situ Sindang, Situ

Bolang, Situ Buburgadung, serta Situ Kesambi.

Peningkatan pengelolaan sistem jaringan irigasi dilakukan dengan cara

meningkatkan kualitas saluran irigasi, melakukan perlindungan terhadap daerah

aliran air, melakukan pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air, dan mencegah

terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi. Pemanfaatan sumber daya air

untuk kepentingan irigasi dilakukan dengan cara pengaturan dalam bentuk

kerjasama dengan proporsi yang seimbang, dan pengaturan kebutuhan irigasi dan

komposisi antar wilayah.

Peningkatan pengelolaan sistem jaringan irigasi dilakukan dengan cara

meningkatkan kualitas saluran irigasi, melakukan perlindungan terhadap daerah

aliran air, melakukan pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air, dan mencegah

terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 5: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Pengembangan sistem pengendalian daya rusak air meliputi normalisasi sungai,

pembangunan dan pengembangan tembok penahan tanah (tanggul),

mengendalikan pengambilan air tanah, meningkatkan jumlah imbuhan air tanah

untuk menghambat atau mengurangi laju penurunan muka air tanah,

pembangunan dan pengembangan pintu air, pembangunan lubang-lubang biopori,

penyediaan embung pengendali banjir, serta penanaman pohon di sempadan

sungai, situ, waduk, dan lahan-lahan kritis. Normalisasi sungai meliputi wilayah

sungai lintas provinsi, lintas kabupaten, dan dalam satu kabupaten.

C. Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya

Lokasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) yang ada di

Kabupaten Indramayu, berdasarkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten

Indramayu Tahun 2010, terdiri dari TPPAS Pecuk, TPPAS Kebulen, TPPAS

Kertawinangun, TPPAS Mekarjati. TPPAS Pecuk terletak di Desa Panyindangan

Kecamatan Sindang, TPPAS Kebulen terletak di Desa Kebulen Kecamatan

Jatibarang, TPPAS Kertawinangun terletak di Desa Kertawinangun Kandanghaur,

TPPAS Mekarjati terletak di Desa Mekarjati Kecamatan Haurgeulis.

Sistem jaringan air limbah meliputi sistem jaringan air limbah non domestik dan

domestik. Sistem jaringan air limbah non domestik berupa pembangunan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).

Sistem jaringan air limbah domestik berupa pembangunan jamban umum dan

mandi cuci kakus (MCK) pada kawasan permukiman.

Sistem jaringan drainase dilakukan dengan cara mengembangkan saluran drainase

pada kawasan terbangun, melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran-

saluran primer, sekunder dan tersier, mengoptimalkan dan memadukan fungsi

saluran besar, sedang dan kecil, mengembangkan sistem drainase yang terintegrasi

dengan sistem DAS dan sub DAS untuk kawasan perdesaan, mengembangkan

sistem drainase terpadu untuk kawasan perkotaan yang rentan banjir, menangani

sistem mikro, menangani sistem makro yang dilakukan melalui perbaikan dan

normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah, serta pengelolaan

drainase yang diprioritaskan di sepanjang sisi jalan kolektor dan lokal.

Jalur dan ruang evakuasi bencana di wilayah kabupaten Indramayu meliputi jalur

evakuasi rawan bencana banjir dan gelombang pasang, serta ruang evakuasi

bencana alam. Jalur evakuasi rawan bencana banjir dan gelombang pasang

diarahkan pada jaringan jalan terdekat menuju ruang evakuasi bencana meliputi

28 ruas jalan yang tersebar lokasinya. Ruang evakuasi bencana alam meliputi

ruang terbuka yang terkonsentrasi di suatu wilayah, gedung pemerintah, gedung

sekolah, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan bangunan lainnya yang

memungkinkan sebagai ruang evakuasi bencana pada daerah rawan bencana. Jalur

evakuasi bencana dengan daerah rawan bencana Kecamatan Patrol, Anjatan, dan

Haurgeulis terdapat pada ruas jalan Patrol – Haurgeulis. Selain itu terdapat pula

ruas jalan lainnya yaitu ruas jalan Haurgeulis – Gantar yang merupakan jalur

evakuasi bencana banjir dengan daerah rawan bencana Kecamatan Haurgeulis.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 6: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.1.4. Kawasan Lindung Kabupaten Indramayu

Rencana pola ruang kawasan lindung Kabupaten Indramayu adalah menetapkan

kawasan lindung Daerah sebesar 14 persen dari luas seluruh wilayah Daerah yang

meliputi kawasan lindung berupa kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan

hutan, mempertahankan kawasan hutan minimal 30 persen dari luas DAS,

mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk

menjamin ketersediaan sumberdaya air, serta mengendalikan pemanfaatan ruang

kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.

Kawasan lindung yang terdapat dalam perkotaan Haurgeulis salah satunya yaitu

berupa kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan dibawahnya. Kawasan

tersebut berupa kawasan sekitar waduk dan situ yang terletak pada kawasan waduk

Cipancuh di Kecamatan Haurgeulis. Kondisi kawasan waduk Cipancuh diarahkan agar

daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk

dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang

tertinggi ke arah darat. RTH perkotaan Haurgeulis diarahkan disediakan tersebar

disetiap kecamatan. Kriteria penyediaan RTH disetiap kecamatan tersebut yaitu

dengan luas paling sedikit 2.500 meter persegi, berbentuk satu hamparan, berbentuk

jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur, serta didominasi oleh

komunitas tumbuhan.

3.1.5. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Hutan Produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan

berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat,

industri dan ekspor. Kawasan peruntukan hutan produksi di Kabupaten Indramayu

yaitu berupa hutan produksi tetap seluas 32.004 Ha yang berlokasi di Kecamatan

Haurgeulis, Gantar, Terisi, Kroya, Cikedung, dan Tukdana. Salah satu kriteria umum

dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan hutan produksi yaitu penggunaan

kawasan peruntukan hutan produksi untuk kepentingan pembangunan di luar

kehutanan harus memenuhi ketentuan tidak mengubah fungsi pokok kawasan

peruntukan hutan produksi, penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk

kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh

Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta

kelestarian hutan/lingkungan, penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk

kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan khusus dan

secara selektif.

Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan hutan produksi lainnya

yaitu Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi mencakup tentang

kegiatan pemanfaatan kawasan, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, kegiatan

pemanfaatan hasil kayu dan atau bukan kayu, dan kegiatan pemungutan hasil kayu dan

atau bukan kayu. Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus

terlebih dahulu memiliki kajian studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

(Amdal) yang diselenggarakan oleh pemrakarsa yang dilengkapi dengan Rencana

Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 7: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Cara pengelolaan produksi hutan yang diterapkan harus didasarkan kepada rencana

kerja yang disetujui Dinas Kehutanan dan atau Kementerian Kehutanan, dan

pelaksanaannya harus dilaporkan secara berkala. Rencana kerja tersebut harus memuat

juga rencana kegiatan reboisasi di lokasi hutan yang sudah ditebang. Kegiatan pada

kawasan peruntukan hutan produksi harus diupayakan untuk tetap mempertahankan

bentuk tebing sungai dan mencegah sedimentasi ke aliran sungai akibat erosi dan

longsor. Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus diupayakan

untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja yang berasal dari masyarakat lokal.

Kawasan peruntukan hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

pembangunan di luar sektor kehutanan seperti pertambangan, pembangunan jaringan

listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan dan

keamanan.

Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi wajib memenuhi kriteria

dan indikator pengelolaan hutan secara lestari yang mencakup aspek ekonomi, sosial,

dan ekologi. Pemanfaatan ruang beserta sumber daya hasil hutan di kawasan

peruntukan hutan produksi harus diperuntukan untuk sebesar-besarnya bagi

kepentingan negara dan kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya

tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjaga

kelestarian fungsi hutan sebagai daerah resapan air hujan serta memperhatikan kaidah-

kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Luas kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau minimal

30% dari luas daratan. Berdasarkan pertimbangan tersebut setiap provinsi dan

kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% perlu menambah luas

hutannya. Sedangkan bagi provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya

lebih dari 30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutannya.

3.1.6. Kawasan Hutan Rakyat

Kawasan peruntukan hutan rakyat di Kabupaten Indramayu seluas kurang lebih 38.516

Ha berada di setiap kecamatan. Pengembangan kawasan peruntukan hutan rakyat

dapat memanfaatkan kawasan lain berdasarkan daya dukung lingkungan dan nilai

ekonomis. Melalui pembangunan hutan rakyat berkelanjutan dari tahun ke tahun serta

pengelolaannya diarahkan sebagai usaha kelompok tani secara mandiri, diharapkan

akan mempercepat upaya rehabilitasi lahan, perbaikan lingkungan, pemenuhan

kebutuhan kayu sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan disekitar

hutan. Sasaran lokasi hutan rakyat adalah lahan milik rakyat, tanah adat atau lahan di

luar kawasan hutan yang memiliki potensi untuk untuk pengembangan hutan rakyatm

dapat berupa lahan tegalan dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat

sebagai hutan rakayat dalam wilayah DAS Prioritas.

3.1.7. Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan budidaya pertanian merupakan kawasan yang ditujukan untuk mewujudkan

ketahanan pangan nasional. Arahan pengembangan pertanian difokuskan pada

mempertahankan kawasan pertanian pangan irigasi teknis, mendukung ketahanan

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 8: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

pangan provinsi dan nasional, meningkatkan produktivitas melalui pola intensifikasi,

diversifikasi, dan pola tanam yang sesuai dengan kondisi tanah dan perubahan iklim,

ditunjang dengan pengembangan infrastruktur sumberdaya air yang mampu menjamin

ketersediaan air, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan pemanfaatan yang

lestari. Pengembangan kawasan pertanian pangan merujuk pada ketentuan memiliki

kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian, terutama berada

dalam di lahan beririgasi teknis, dan memiliki kesesuaian lahan untuk pengembangan

kawasan hortikultura dan memperhatikan aspek penetapan kawasan hortikultura sesuai

ketentuan peraturan perundangan. Penetapan kawasan peruntukan pertanian ini

diperlukan untuk memudahkan dalam penumbuhan dan pengembangan kawasan

pertanian berbasis agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya,

pengolahan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan pendukungnya secara terpadu,

terintegrasi dan berkelanjutan.

Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Indramayu meliputi kawasan tanaman

pangan seluas 92.370 Ha berada di setiap kecamatan. Selanjutnya Kawasan tanaman

pangan tersebut akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Kawasan hortikultura seluas 3.407 Ha berada di setiap kecamatan. Kawasan

perkebunan seluas 1.155 Ha berada di setiap kecamatan. kawasan peternakan itik,

kambing, domba, sapi potong, kerbau, ayam pedaging, kuda, ayam buras pedaging,

dan ayam buras petelur.

3.1.8. Kawasan Peruntukan Industri

Sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat dikelola oleh satu

pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh satu pengelola tertentu

tersebut disebut kawasan industri. Kawasan peruntukan industri memiliki fungsi antara

lain memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu

lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien, mendukung upaya penyediaan

lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya

meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah yang

bersangkutan, serta mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang

mungkin ditimbulkan. Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan

industri :

Pemanfaatan kawasan peruntukan industri harus sebesar-besarnya diperuntukan

bagi upaya mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dan

peningkatan pendapatan yang tercipta akibat efisiensi biaya investasi dan proses

aglomerasi, dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Jenis industri yang dikembangkan harus mampu menciptakan lapangan kerja dan

dapat meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat setempat. Untuk itu jenis

industri yang dikembangkan harus memiliki hubungan keterkaitan yang kuat

dengan karakteristik lokasi setempat, seperti kemudahan akses ke bahan baku dan

atau kemudahan akses ke pasar.

Kawasan peruntukan industri harus memiliki kajian Amdal, sehingga dapat

ditetapkan kriteria jenis industri yang diijinkan beroperasi di kawasan tersebut.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 9: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Khusus untuk kawasan industri, pihak pengelola wajib menyiapkan kajian studi

Amdal sehingga pihak industri cukup menyiapkan RPL dan RKL.

Kriteria teknis kawasan peruntukan industri yaitu harus memperhatikan kelestarian

lingkungan, harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah, harus memperhatikan

suplai air bersih, jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah

lingkungan dan memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementerian

Lingkungan Hidup, pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi

berdekatan sebaiknya dikelola secara terpadu, pembatasan pembangunan perumahan

baru di kawasan peruntukan industri, harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan

ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, memperhatikan penataan

kawasan perumahan di sekitar kawasan industri, pembangunan kawasan industri

minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan berjarak 15-20 Km dari pusat kota,

kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D, serta penggunaan

lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan

saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang. Kawasan Industri harus

menyediakan fasilitas fisik dan pelayanan umum. Setiap kawasan industri, sesuai

dengan luas lahan yang dikelola, harus mengalokasikan lahannya untuk kaveling

industri, kaveling perumahan, jalan dan sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 10: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.2. Analisis Kawasan Perencanaan Terhadap Tata Ruang Kecamatan Haurgeulis

Penggunaan di wilayah perencanaan, Kecamatan Haurgeulis, didominasi oleh lahan

terbangun sebesar 215 Ha (27,32 % dari luas lahan). Sedangkan sisanya lahan belum

terbangun sekitar 572 Ha atau (72,68%) yang berupa pekarangan, lahan kosong

(kebun), dan pertanian. Lahan di kawasan perencanaan dimanfaatkan sebagai lahan

dengan guna lahan permukiman, sarana peribadatan, perdagangan dan jasa, pendidikan

dan penggunaan lahan campuran.

Desa Haurkolot merupakan wilayah dengan kategori BWK D yang memiliki fungsi

sebagai lahan cadangan, pusat pemerintahan, dan pelayanan umum skala SWPP BWK

D. Rencana pengembangan BWK D yaitu diarahkan pada pengembangan kawasan

pemerintahan dan pelayanan umum skala regional dan komponen ruang yang akan

dikembangkan meliputi komponen ruang utama dan komponen ruang penunjang.

Komponen ruang utama yaitu pemerintahan dan perkantoran skala regional, koleksi,

dan distribusi (sub terminal agrobisnis), pelayanan umum skala regional. Komponen

ruang penunjang meliputi rumah sakit, fasilitas pendidikan, perumahan kepadatan

sedang, komplek perkotaan skala pelayanan lingkungan.

3.3. Analisis Kawasan Prioritas

3.3.1. Peruntukan Lahan

Kawasan prioritas Desa Haurkolot Kecamatan Haurgeulis, berdasarkan RDTR Kota

Haurgeulis diperuntukan sebagai kawasan lahan cadangan dalam pengembangan

kegiatan perkotaan serta kawasan penyangga. Lahan-lahan yang terdapat dalam

kawasan prioritas ini diperuntukan sebagai kawasan pelayanan lingkungan, bangunan

perkantoran skala regional, pelayanan umum skala regional, rumah sakit atau fasilitas

kesehatan lainnya, fasilitas pendidikan, dan perumahan kepadatan sedang. Dalam

pemanfaatannya, sebagian besar lahan Desa Haurkolot berupa permukiman kepadatan

sedang, lahan pertanian, dan lahan kosong. Kawasan ini masih dapat dikembangkan

sesuai dengan peruntukannya, sehingga dapat menunjang kegiatan perkotaan dan

kebutuhan masyarakatnya.

Tabel 3.1. Pemanfaatan Lahan Kawasan Perencanaan

No. Jenis Pemanfaatan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1. Permukiman 2,19 25,61 %

2. Pesawahan 5,11 59,77 %

3. Perkebunan 0,53 6,20 %

4. Lahan tak terbangun 0,67 7,84 %

5. Fasilitas Umum 0,05 0,58 %Sumber : Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 11: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Peta 3.1. Peta Analisis Tata Guna Lahan

Sumber : Hasil Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 12: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.3.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan

Rencana pengaturan bangunan mencakup pengaturan intensitas penggunaan lahan,

penentuan Koefisien Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB) dan

Garis Sempadan Bangunan (GSB). Pengaturan kepadatan bangunan dipengaruhi oleh

fungsi yang akan dikembangkan sedangkan pengaturan KLB dalam penentuannya erat

dengan tinggi bangunan yang diijinkan. Penentuan tinggi bangunan dipengaruhi oleh

fungsi bangunan, di Desa Haurkolot ketinggian bangunan didominasi oleh bangunan

dengan ketinggian rendah. Koefisien dasar bangunan (KDB) adalah perbandingan

antara luasan lahan bangunan dengan luasan lahan pada setiap persil lahan.

Berdasarkan Kepmen Kimpraswil, ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah:

Koefisien dasar bangunan sangat tinggi: lebih besar dari 75 %.

Koefisien dasar bangunan tinggi: 60 % - 70 %.

Koefisien dasar bangunan sedang: 30%- 60 %.

Koefisen dasar bangunan rendah: <30 %.

Tabel 3.2. Analisis Koefisien Dasar Bangunan

Fungsi Bangunan Permukiman Perdagangan & permukiman Fasilitas Umum

Kondisi Eksisting KDB : 50-65%Intensitas : 45%

KDB : 60-75%Intensitas : 10 %

KDB : 40-60% Intensitas : 5 %

KDB berdasarkan Standar Kepmen

Sangat tinggi: lebih besar dari 75 %. Koefisien dasar bangunan tinggi: 60 % - 70 %. Koefisien dasar bangunan sedang: 30%- 60 %. Koefisen dasar bangunan rendah: <30 %.

Standar Intensitas Pemanfaatan Lahan berdasarkan RDTR Kec. Haurgeulis

Permukiman 47 % Perdagangan dan jasa 16,75 % Fasilitas Pendidikan 11,6 % Kesahatan 4,5% Pemerintahan 0,97%

Fungsi Bangunan Permukiman Perdagangan & permukiman Fasilitas Umum

Analisis Pemanfaatan lahan pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot memiliki KDB sedang namun terdapat sebagian kecil bangunan yang melebihi ketentuan KDB. Secara keseluruhan intensitas bangunan yang ada masih dibawah standar intensitas pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RDTR Kecamatan Haurgeulis. Sehingga masih memungkinkan untuk adanya pengembangan. Dengan catatan pengembangan bangunan hunian / perumahan perlu dikendalikan agar tidak terlalu padat.

Sumber : Hasil Analisis

Dalam pemanfaatan lahan, koefisien lantai bangunan merupakan perbandingan antara

total luas lantai pada bangunan dengan luas lahan pada setiap persil lahan. Ketinggian

bangunan ditentukan berdasarkan angka banding antara besarnya KLB dan KDB,

selain itu ketinggian bangunan juga dipengaruhi oleh fungsi bangunan. Berdasarkan

RDTR Kec. Haurgeulis 2004-2014 koefisien lantai bangunan di wilayah perencanaan

diarahkan sebagai berikut :

Tabel 3.3. Pengaturan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Jalan Lokal Sekunder

No Fungsi Alokasi KDB Maksimal

Jumlah lantai

1 Perdagangan dan jasa (komersil) 75% 1 – 32 Perkantoran dan pemerintahan dan pelayanan umum 60% 1 – 23 Perumahan kepadatan tinggi 70% 1 – 24 Perumahan kepadatan sedang 60% 1 – 2 5 Perumahan kepadatan rendah 30% 1

Sumber : RDTR Kec. Haurgeulis tahun 2004-2014

Koefisien lantai bangunan pada kawasan perencanaan sebagian besar masih berupa

bangunan satu lantai. Dalam pengembangannya bangunan-bangunan tersebut dapat

dikembangkan dengan menambah jumlah lantai sehingga tidak mengurangi besaran

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 13: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

KDB. Hal tersebut dapat mengendalikan ketersediaan lahan tidak terbangun sebagai penyediaan RTH untuk meningkatkan daya dukung lingkungan.

Peta 3.2. Peta Analisis Intensitas Pemanfaatan Lahan

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 14: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Hasil Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 15: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.3.3 Tata Bangunan

Penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan

ruang, yang meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra / karakter fisik

lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen blok, kaveling / petak lahan,

bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan

mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman

kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik. Tata

Bangunan juga merupakan sistem perencanaan sebagai bagian dari penyelenggaraan

bangunan gedung beserta lingkungannya, termasuk sarana dan prasarananya pada

suatu lingkungan binaan baik di perkotaan maupun di perdesaan sesuai dengan

peruntukan lokasi yang diatur dengan aturan tata ruang yang berlaku dalam RTRW

Kabupaten Indramayu, dan rencana rincinya.

Perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan kaveling serta jalan,

dimana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan

ini terdiri atas bentuk dan ukuran blok, pengelompokan dan konfigurasi blok, ruang

terbuka dan tata hijau. Bentuk dasar bangunan dapat dipertimbangkan dari berbagai

segi, baik segi kebutuhan ruangnya sendiri ataupun dari ekspresi budaya dan nilai-nilai

arsitektur yang ada pada saat ini. Pola-pola bentuk dasar sebagian besar bangunan di

wilayah perencanaan ini adalah bentuk segi-empat (baik persegi panjang maupun

bujur sangkar). Di kawasan perencanaan pembagian kawasan menjadi blok dan

kaveling berdasarkan kumpulan beberapa bangunan yang menjadi satu kesatuan

lingkungan hunian, dan pertimbangan blok ini sama dengan satu lingkungan RW

dimana tiap lingkungan RT terdiri dari beberapa kaveling.

Dalam penataan bangunan perlu diperhatikan orientasi bangunan yang merupakan

arah dari tampak bukaan bangunan yang ditujukan kepada potensi view yang optimal.

Potensi view tersebut bisa merupakan unsur-unsur alam, misalnya pemandangan

pegunungan atau pemandangan kearah sungai, atau merupakan unsur-unsur fisik

bangunan atau ruang terbuka diperkotaan yang dianggap penting atau menonjol pada

wilayah tersebut. Penataan kavling eksisting di Haurkolot yang berbentuk grid dan

tertata rapi memungkinkan view yang cukup baik. Setiap rumah yang dilewati jalan

poros desa saling berhadapan. Posisi kavling pemukiman di kawasan ini dapat menjadi

view yang cukup bagus dengan jalan lingkungan menghadap jalan utama dimana di

tengahnya jalan lingkungan ada jalan penghubung ke semua jalan, sehingga

membentuk suatu pola tata masa bangunan yang kompak dan terpadu dan

menghubungkan antar massa bangunan yang dapat dipadukan dengan sistem

penghubung dan berpotensi memperkuat karakter kawasan dan mendukung aktivitas

perekonomian warga dan menghidupkan kawasan hunian di dalamnya.

Gambar 3.1. Pola Tata Bangunan

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 16: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Analisis

Komponen penataan bangunan lainnya pada kawasan perencanaan ini yaitu

perencanaan ketinggian maksimum bangunan disesuaikan dengan kondisi bangunan

terhadap jalan, daya dukung lahan terhadap bangunan, skala dan proporsi, serta tidak

berdampak negatif terhadap lingkungan. Pengaturan ketinggian bangunan pada

wilayah perencanaan 12 m dengan jumlah lantai bangunan 2 lantai pada fungsi jalan

kolektor primer, dan 6 m dengan jumlah lantai bangunan 1 lantai pada fungsi jalan

lingkungan.

Gambar 3.2. Pengaturan Ketinggian Bangunan

Sumber : Analisis

Selain itu perlu diperhatikan pula garis langit atau Skyline merupakan garis maya yang

terbentuk dari batasan ketinggian sekelompok bangunan dengan langit. Pada wilayah

perencanaan garis langit atau skyline terkesan datar, sehingga terlihat monoton. Hal ini

disebabkan oleh ketinggian bangunan serta jumlah lantai bangunan yang seragam.

Oleh karena itu, diperlukan penataan skyline bangunan, sehingga dapat memberikan

kesan visual yang khas pada wilayah perencanaan.

Hal penting lainnya dalam penataan bangunan yaitu Garis Sempadan Bangunan (GSB)

yang ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi pengguna jalan dan

lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain adalah untuk

pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari,

sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya

kebakaran. GSB berlaku untuk kawasan terbangun yang berada di tepi jalan dan

sungai yang penentuannya setengah dari lebar badan jalan.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 17: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Penataan GSB sangat diperlukan terutama bangunan yang berlokasi di tepi jalan utama

yaitu jalan kolektor sekunder. Untuk Garis Sempadan Muka (GSM) yang berada di

jalan kolektor sebagian besar tidak sesuai dengan aturan yaitu 12 meter dari as jalan,

sedangkan untuk jalan lingkungan sebagian besar memenuhi aturan antara 3-5 meter.

Untuk garis sempadan samping dan belakang bangunan ditetapkan untuk bangunan

tunggal tidak bertingkat dapat berimpit atau minimal 1,5 m, untuk bangunan deret

dapat berimpit.

Gambar 3.3. Tipe Sempadan Bangunan

Sumber :

3.3.4 Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung

A. Sistem Jaringan Jalan

Jaringan jalan pada kawasan perencanaan bervariasi sesuai dengan fungsinya.

Jaringan jalan yang ada di dalam kawasan berpola linier sesuai dengan perletakan

dan konfigurasi bangunan. Jaringan jalan yang ada di kawasan perencanaan terdiri

dari Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan lingkungan. Kondisi jalan kabupaten

berupa jalan aspal, jalan desa sebagian besar berupa jalan tanah, sedangkan untuk

jalan lingkungan sebagian besar sudah diperkeras dengan paving. Pada jalur

kabupaten terdapat bangunan-bangunan perdagangan dan jasa.

Dengan permasalah tersebut, maka dalam perencanaannya diarahankan pada :

• Pengaturan sistem transportasi meliputi sarana dan prasarana lalu lintas.

• Pengaturan parkir dan pengaturan bangunan perdagangan dan jasa.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Permasalahan

Kondisi jalan provinsi yang kurang baik berbanding terbalik dengan banyaknya kendaraan bermuatan besar.

Kondisi jalan lingkungan yang tidak memadai mengurangi kenyamanan dan kebersihan lingkungan disekitar jalan-

jalan lingkungan tersebut.

Tidak adanya jalur pejalan kaki dapat membahayakan para pejalan kaki.

Tidak memadainya area parkir pada bangunan perdagangan dan jasa menghambat sirkulasi kendaraan.

Page 18: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Dalam penataan lingkungan kawasan, tidak terkecuali pada kawasan perencanaan,

perlu dikembangkan suatu sistem penghubung yang akan menghubungkan antar

bagian dari kawasan tersebut dengan kawasan lain yang berdampingan

dengannya. Penataan sistem penghubung tersebut merupakan awal dari usaha

perwujudan dari kawasan / wilayah yang diinginkan. Ketersediaan jalan

penghubung dalam kawasan perencanaan terdiri atas jalan kolektor sekunder dan

jalan lokal atau jalan lingkungan. Jalan kolektor sekunder merupakan jalan

provinsi yang menghubungkan wilayah Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten

Subang. Sedangkan jalan lingkungan adalah jalan yang berada di dalam kawasan

permukiman dengan lebar 2-3 meter yang menghubungkan antar blok lingkungan

dengan jalan utama atau dengan kawasan lainnya. Selain itu terdapat jalan yang

menghubungkan antar bangunan dengan lebar 1-1,5 meter. Jalan kolektor ini

berfungsi sebagai jalur sirkulasi untuk kendaraan umum maupun kendaraan

pribadi yang menghubungkan kawasan perencanaan dengan kawasan lainnya baik

masuk maupun keluar kawasan.

Sirkulasi kendaraan di kawasan perencanaan terdiri dari sirkulasi kendaraan

umum dan sirkulasi kendaraan pribadi. Kendaraan yang melalui jalan provinsi dan

kawasan didalam lingkungan permukiman hanya dilayani oleh kendaraan pribadi

atau kendaraan umum informal setempat berupa ojek dan beca. Selain itu, jalan

provinsi dilalui pula oleh kendaraan besar yang mendistribusikan barang-barang

hasil produksi dari industri maupun bahan pangan.

Tabel 3.4. Jaringan Jalan pada Kawasan Prioritas

No Jenis JalanJenis

Pekerasan KondisiPanjang

(m)

Lebar

(m)

1 Jalan Kabupaten Aspal Cukup Baik

2 Jalan Desa

Jalan Al Hikmah Tanah Berbatu Tidak nyaman untuk dilalui

113,00 2,00

Jalan Pring Ayu 438,30 2,00

3 Jalan Lingkungan

Gg. Manggis Tanpa Pekerasan

Tidak nyaman untuk dilalui

285,30 1,90

Gg. Duren 1 82,00 1,75

Gg. Duren 2 27,00 1,70

Gg. Manggis 1 73,00 1,70

Gg. Manggis 2 40,00 1,50

Gg. Kenanga 28,00 1,60

Gg. Nasihin 53,15 1,50

Gg. Kelapa 49,00 1,60

Gg. Dalim 32,40 1,60

Gg. Mawar 230,00 2,00

Gg. Serba Guna 82,80 1,90

Gg. Arum 104,60 1,50

Gg. Suta 32,00 1,50

Gg. Wamis 102,80 1,50

Sumber : Hasil Analisis

B. Sirkulasi Pejalan Kaki

Ruang pejalan kaki atau pedestrian biasanya berbentuk koridor, berada diantara

bangunan, disamping jalan, dan di dalam taman. Dengan adanya sistem pedestrian

secara tidak langsung akan menurunkan ketergantungan akan kendaraan,

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 19: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

meningkatkan kualitas lingkungan, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan

kualitas udara bersih. Dalam suatu sistem pedestrian pada tepi jalan

diidentifikasikan dan dibedakan berdasarkan fungsi yang akan ditentukan untuk

jalur tersebut, misalnya jalur pedestrian utama, pedestrian internal, dan pedestrian

penghubung dalam kawasan. Pada kawasaan perencanaan belum dilengkapi

dengan fasilitas pedestrian jalan provinsi maupun jalan lingkungan karena jumlah

kendaraan yang melintas hanya kendaraan pribadi dan masih tidak terlalu banyak.

Gambar 3.4. Sirkulasi Pejalan Kaki

Sumber : Pathway(https://gemestolas.wordpress.com/category/landscape-2/pathway/)

C. Sistem Parkir Kendaraan Bermotor

Area parkir merupakan salah satu fasilitas dalam suatu traffic system management,

yang keberadaannya sangat penting untuk menunjang kelancaran sirkulasi lalu

lintas yang sedang berlangsung, khususnya pada kawasan perencanaan. Parkir

kendaraan bermotor merupakan masalah umum yang dijumpai dalam sistem

transportasi perkotaan. Masalah ini timbul sebagai akibat dari kebutuhan lahan

parkir yang kurang mencukupi dan tidak tertata dengan sebagaimana mestinya.

Beberapa jenis parkir kendaraan bermotor yang terdapat dalam kawasan

perencanaan antara lain yaitu :

• Parkir Tepi Jalan (On Street)

Pada kawasan perencanaan lahan parkir dapat menggunakan badan jalan

karena ruang kiri-kanan jalan masih kosong. Kondisi parkir on street ini

sering dijumpai pada ruas jalan kabupaten dan desa. Arahan penataan untuk

parkir di badan jalan yaitu menggunakan lahan dipinggir jalan dengan pola

memanjang atau sejajar dengan jalan.

Gambar 3.5. Sistem Parkir Tepi Jalan

Sumber : Bike Lanes And Separated Bike Lanes (Vancouver.Ca)

• Parkir Di Luar Badan Jalan (Off Street)

Parkir off street, sistem parkir kendaraan bermotor berada di luar badan jalan

atau biasanya terdapat pada halaman / pekarangan bangunan. Sistem parkir

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 20: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

ini sebagian besar terdapat dalam kawasan perencanaan karena tidak

tersedianya lahan untuk parkir. Pekarangan bangunan pada kawasan

perencanaan luasnya cukup memadai sebagai lahan parkir.

Gambar 3.6. Sistem Parkir di Luar Badan Jalan

Sumber : Site Plan Parking Pictures(www.gopixpic.com)

Peta 3.3. Peta Analisis Jaringan Jalan

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 21: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Hasil Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 22: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.3.5 Sistem Tata Hijau

Ketersediaan Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan,

yang tidak hanya sebagai elemen tambahan dalam proses rancang arsitektural,

melainkan juga diciptakan sebagai bagian dari suatu lingkungan yang lebih luas.

Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang terbuka yaitu sebagai suatu

sistem tanah umum (system of public land) yang di dalamnya termasuk jalan, sekolah,

taman, ruang-ruang untuk bangunan umum yang tersusun dalam suatu jaringan kota

(Mirsa, 2012). RTH adalah bagian dari ruang-ruang terbuka dalam suatu wilayah yang

diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung

maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH tersebut berupa keamanan,

kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah sekitarnya (Budiman, 2010).

Kebutuhan ruang terbuka hijau pada suatu kawasan dapat diukur luas wilayah dan

berdasarkan jumlah penduduknya. Berdasarkan luas wilayahnya, Desa Haurkolot

membutuhkan RTH publik seluas 55,8 Ha yaitu 20 % dari luas seluruh wilayah desa

dan RTH privat seluas 27,9 Ha yaitu 10 % dari luas wilayah desa. Berdasarkan jumlah

penduduk, penyediaan RTH telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan

Perkotaan, sebagai berikut :

Tabel 3.5. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

NoUnit

Lingkungan Tipe RTHLuas Min/ unit (m2)

Luas Min/ kapita(m2) Lokasi

1 250 jiwa Taman rt 250 1,0 Di tengah lingkungan RT

2 2.500 jiwa Taman rw 1.250 0,5 Di pusat kegiatan RW

3 30.000 jiwa Taman kelurahan

9.000 0,3 Dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan

4 120.000 jiwa Taman kecamatan

24.000 0,2 Dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan

5 480.000 jiwa Taman kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah/ kota

6 Kecamatan Pemakaman Disesuaikan 1,2 *) Tersebar

7 Bag. Wil. Kota Hutan Kota Disesuaikan 4,0 Di dalam/ di tepi kota

8 Bag. Wil. Kota Untuk fungsi tertentu

Disesuaikan 12,5 Disesuaikan dengan kebutuhan

*) Disesuaikan dengan angka kematian setempat dan sistem penyempurnaan

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008

Untuk menentukan kebutuhan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan

dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH

per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Dengan jumlah penduduk sebanyak 10.964

jiwa, maka Desa Haurkolot yaitu membutuhkan ketersediaan RTH minimal 4 taman /

lokasi RTH berupa taman RW, atau 40 taman RT, dan dapat pula berupa 1 taman

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 23: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

kelurahan. Sedangkan pada kawasan perencanaan terdiri dari blok 4, blok 5, dan blok

6 dengan jumlah penduduk sebanyak 1322 jiwa membutuhkan RTH berupa taman RT

yang tersebar dalam 5 lokasi.

A. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan

Pemanfaatan halaman atau pekarangan pada bangunan perlu dikendalikan agar

dapat dimanfaatkan sebagai RTH privat yang memiliki fungsi ekologis, soal, dan

estetika yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas lingkungan

perkotaan (Joga, 2011). Sebagai upaya pengendalian pemanfaatan lahan privat

dan pengembangan RTH privat maka pemerintah menggunakan parameter untuk

mengukur intensitas ruang, dengan menetapkan angka KDB, KLB, dan ketinggian

bangunan. Parameter-parameter tersebut masih belum dapat menjamin adanya

penyediaan RTH yang mencukupi pada lahan privat yang diperlukan untuk

menjaga kualitas lingkungan. Dalam melengkapi produk hukum demi mencapai

kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, pemerintah daerah telah menetapkan

ketentuan tentang koefisien dasar hijau (KDH).

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan menjelaskan KDH yaitu angka

persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan

gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dan luas tanah

perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai. Menurut Kristian (2013), KDH

adalah rasio perbandingan luas ruang terbuka hijau blok peruntukan dengan luas

blok peruntukan atau merupakan suatu hasil pengurangan antara luas blok

peruntukan dengan luas wilayah terbangun dibagi dengan luas blok peruntukan.

Batasan KDH dinyatakan dalam persen, dengan perhitungan sebagai berikut :

KDH =Luas Ruang Terbuka HijauLuas Blok Peruntukan

×100 %

Besaran KDH secara langsung terkait dengan besaran KDB, karena dengan

adanya ketentuan tentang KDB mempunyai arti bahwa setiap lahan akan

menyisakan ruang terbuka (RT) sebagai sisa luas lahan dikurangi luas lantai dasar

bangunan yang didirikan di atasnya. Dengan menggunakan asumsi praktis, angka

KDH merupakan sisa ruang terbuka pada suatu lahan dibagi rata untuk keperluan

perkerasan dan keperluan penghijauan sehingga didapatkan angka KDH yaitu

sebesar 50 % dari Koefisisen Ruang Terbuka (KRT).

Gambar 3.7. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 24: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Analisis

Pada kawasan perencanaan, dengan koefisien dasar bangunan 40%-60% dari luas

lahan, maka terdapat ruang terbuka sebesar 40%-60% pula. Dengan besaran KRT

tersebut maka dapat diketahui besaran RTH yang dapat disediakan yaitu sebesar

20%-30% dari luas euang terbuka pada pekarangan. Besaran RTH pekarangan

tersebut merupakan ruang terbuka tanpa pekerasan dan ditanami dengan

tumbuhan yang dapat memberikan manfaat estetis, sosial, dan ekologis.

B. Ruang Terbuka Hijau Taman Lingkungan

Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani

penduduk dalam lingkup 1 RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di

lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT,

dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m

dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman

(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain

ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 pohon pelindung dari

jenis pohon kecil atau sedang.

RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang

ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja,

kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan

RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas

minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari

rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman

(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa

pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada

taman ditanami minimal 10 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

Gambar 3.8. Ruang Terbuka Hijau Lingkungan

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 25: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Interactive Space (http://stjamespocketpark.mindmixer.com)

Pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot, hingga saat ini belum memiliki RTH

lingkungan. Berdasarkan jumlah penduduknya kawasan perencanaan

membutuhkan RTH lingkungan berupa taman RT. Dengan demikian, kawasan

perencanaan ini perlu adanya penyediaan taman RT yang dapat memberikan

fungsi-fungsi RTH sebagaimana mestinya. Tidak hanya memberikan fungsi

ekologis, dengan adanya tanaman yang di tata dalam taman RT tersebut maka

dapat memberikan nilai estesis bagi lingkungannya. Selain itu, dengan penyediaan

taman RT diharapkan dapat memberikan ruang bermain, olah raga, dan

berkumpul untuk masyarakat setempat.

C. Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan

Ruang terbuka hijau jalur hijau jalan diantarannya yaitu berupa pulau jalan,

median jalan, jalur pejalan kaki, sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan

listrik tegangan tinggi, sempadan sungai, sempadan pantai, dan ruang dibawah

jalan layang. RTH jalur hijau dapat disediakan dengan penempatan tanaman

antara 20%-30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk

menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 hal, yaitu fungsi

tanaman dan persyaratan penempatannya. RTH jalur hijau yang diperlukan

penyediaannya pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot yaitu berupa jalur

hijau tepian jalan. Kondisi kawasan sebagian besar masih memiliki area hijau

yang cukup luas dan tersebar di seluruh kawasan, termasuk di sepanjang tepian

jalan dan tepian rel kereta api. RTH tepian jalan yang sudah ada perlu dilestarikan

dan juga ditata kembali agar memberikan nilai estetis bagi kawasan tersebut.

Gambar 3.9. Ruang Terbuka Hijau Jalan

Sumber : neigborhood (http://www.sfgate.com)

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 26: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.3.6 Tata Kualitas Lingkungan

Tata Kualitas Lingkungan yaitu terkait dengan elemen-elemen kawasan yang

menciptakan suatu kawasan atau sub area dengan sistem lingkungan yang informatif,

berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. Penataan sistem lingkungan yang

informatif terletak pada koridor Jalan Desa Haurkolot berupa papan reklame dan

informasi. Penataan papan reklame diperlukan untuk menghindari ketidakteraturan

lingkungan dan menjaga keselamatan pengguna jalan akibat peletakan papan reklame

yang tidak teratur dan tidak semestinya ada. Selain itu diperlukan penataan papan

informasi lingkungan yang letaknya dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Gambar 3.10. Tata Lingkungan PermukimanSumber : Neigborhood park

(galleryhip.com)

Peta 3.4. Peta Analisis Ruang Terbuka Hijau

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 27: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Hasil Analisis

3.3.7. Sistem Jaringan Drainase

Kondisi saluran drainase yang terdapat pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot

sebagian besar tidak terawat dan kapasitas volume saluran yang kurang memadai

(terlalu dangkal). Tidak hanya saluran yang dangkal, permasalahan lainnya yang

terdapat pada kawasan ini yaitu saluran drainase yang terputus. Kondisi tersebut

menimbulkan permasalahan sering timbulnya luapan air hujan dari saluran drainase

sehingga terdapat genangan-genangan air di sekitar permukiman, terutama pada jalan,

apabila hujan deras turun. Genangan luapan air hujan dari drainase ini dapat surut

dalam waktu 6-12 jam, bergantung pada intensitas air hujan yang turun dan jumlah

limpasan air hujan pada kawasan tersebut. Volume limpasan air hujan pada kawasan

ini dapat dihitung sebagai berikut ini :

Q=C . A . IQ=0,6 .1300 . 1,34Q=1045,2 m3 / jam

Q : besarnya air hujan yang dikumpulkan (m³/jam)

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 28: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

C : koefisien limpasan berdasarkan jenis permukaan (tanpa dimensi) A : luas permukaan wilayah yang akan dikeringkan(m²) I : intensitas hujan (cm/jam)

Selain itu pada kawasan perencanaan ini terdapat gorong-gorong yang kondisinya

sudah rusak dan belum ada rencana perbaikan. Kondisi tersebut tentu akan berdampak

pada semakin bertambahnya volume air yang akan meluap ketika debit air hujan

sangat tinggi. Permasalahan genangan air hujan pada jalan lingkungan dan

permukiman akan semakin buruk akibat rusaknya goron-gorong tersebut. Dengan

permasalahan tersebut, maka diperlukan penataan sistem jaringan drainase dengan

cara memperbaiki kondisi saluran drainase dan gorong-gorong yang sudah ada sesuai

dengan ketentuan penyediaan saluran drainase.

Tabel 3.6. Sistem Jaringan Drainase

No Jenis DrainasePanjang Lebar Tinggi

Kondisi(m)

Saluran Terbuka

1 Drainase Gg. Wiwi 63,00 0,40 0,50 Belum seluruh saluran sudah menggunakan pekerasan / senderan

2 Drainase Gg. Edi Sutarno 49,50 0,45 0,50

3 Drainase Gg. Dedi H 209,00 1,00 0,80

4 Drainase Jl. Yance 270,00 0,40 0,50

5 Drainase Gg. Manggis 285,30 0,40 0,50

6 Drainase Gg. Kamir 330,00 0,30 0,60

7 Drainase Jl. Siliwangi 260,00 0,40 0,60Sumber: Analisis

Dalam penataan sistem drainase terdapat konsep penataan yang disebut dengan eco-

drainage, dimana sistem ini merupakan sistem drainase yang berwawasan lingkungan.

Sistem Eco-Drainage terdiri atas sistem detensi, perluasan detensi, infiltrasi, dan

water harvesting (pengumpulan air). Detention bertujuan untuk memperlambat aliran

permukaan, dengan cara menyediakan reservoir atau penyimpanan air. Penyediaan

reservoir ini bertujuan untuk mengendalikan banjir dan mengurangi erosi dengan cara

memperlambat laju aliran. Perluasan detensi berperan untuk memperbaiki kualitas air

apabila air tetap berada pada kolam penampungan dan partikel-pertikel terlarut akan

mengendap. Struktur penampungan yang diperlukan lebih besar dari pada struktur

penampungan air hujan untuk pengendalian banjir.

Gambar 3.11. Sistem Detensi

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan (Kementrian PU)

Infiltrasi merupakan sistem drainase dengan cara mengalirkan air hujan kedalam

tanah, sehingga air hujan mengalir secara vertikal ke dalam tanah. Sistem infiltrasi ini

dapat mengatasi persoalan banjir, erosi, kualitas air, meningkatkan imbuhan air tanah,

dan penyediaan air bersih. Infiltration pada dasarnya dapat diterapkan pada semua

permukaan tanah yang ditumbuhi oleh tumbuhan.

Gambar 3.12. Sistem Infiltrasi

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 29: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan (Kementrian PU)

Water harvesting yaitu upaya pengumpulan air hujan dan kemudian menggunakan air

hujan tersebut secara langsung. Secara teknis, air hujan yang turun ditampung dalam

kolam-kolam penampungan dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-

kegiatan yang dapat menggunakan air hujan tersebut seperti air bilas toilet, menyiram

tanaman, cuci kendaraan, dll. Apabila air hujan yang ditampung sudah melebihi

kapasitas kolam, air hujan akan mengalir menuju saluran drainase melalui saluran

yang telah disediakan.

Gambar 3.13. Sistem Water Harvesting

Sumber : Assistance for implementing Rain Water Harvesting (http://www.propertydocumentverification.com)

Keempat sistem eco-drainage tersebut dapat mengurangi jumlah limpasan air dan

mengungari resiko timbulnya genangan air pada jalan lingkungan dan permukiman.

Tidak hanya mengurangi resiko genangan air, tetapi juga dapat memberikan solusi

dalam penyediaan air selain air untuk minum, makan, dan mandi. Sistem-sietem

tersebut dapat dijadikan alternatif penyelesaian permasalahan penataan jaringan

drainase pada kawasan perencanaan dengan wawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 30: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Peta 3.5. Peta Analisis Jaringan Drainase

Sumber : Hasil Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 31: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.3.8. Sistem Jaringan Air Bersih

Kualitas air pada kawasan ini cukup baik, tetapi jumlahnya masih terbatas.

Permasalahan jumlah air yang terbatas terjadi di saat musim kemarau, dimana

ketersediaan air bersih tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat di

kawasan prioritas. Arahan penataan lingkungan terkait dengan sistem jaringan air

bersih yaitu dengan pembuatan sumber air bersih komunal yang dapat menampung air

bersih yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu alternatif penanganan lainnya

adalah penyediaan kran-kran umum yang bersumber dari pengadaan jaringan PDAM.

3.3.9. Sistem Jaringan Air Limbah

Pada kawasan perencanaan masalah jaringan air limbah terjadi akibat belum adanya

instalasi pembuangan air limbah yang terintegrasi dari setiap bangunan hunian.

Beberapa bangunan hunian memiliki saluran air limbah di pekarangan belakang

rumah, tetapi saluran tersebut terputus dan tidak mengalir menuju saluran air limbah

kota. Permasalahan lainnya timbul pula akibat bentuk dari saluran air limbah yang

berupa saluran terbuka dan tanpa pekerasan, sehingga memicu timbulnya berbagai

penyakit.

Tidak hanya kondisi saluran air limbah yang tidak memadai, permasalahan lainnya

terkait limbah cair yaitu ketersediaan septictank. Pada kawasan perencanaan, sebagian

besar bangunan hunian belum dilengkapi dengan septictank. Beberapa bangunan

hunian memiliki penampungan air limbah dari kegiatan MCK. Kondisi penampungan

tersebut berupa penampungan terbuka dan tanpa pekerasan. Keberadaan penampungan

limbah MCK tersebut dapat merusak kualitas air tanah dan menimbulkan penyakit.

Gambar 3.14. Sistem Jaringan Air Limbah

Sumber : Proses dan Cara Pengolahan Limbah Rumah Tangga (Sanitasi) (https://duniatehnikku.wordpress.com)

Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana yang dikemukakan oleh Haug (1998)

diklasifikasikan dalam dua sistem, yaitu sistem setempat (on site system) dan terpusat

(off site system). Sistem setempat merupakan fasilitas pengelolaan air limbah yang

berada di daerah persil pelayanannya. Bentuk sistem setempat antara lain adalah

sistem cubluk dan tangki septik. Sistem terpusat adalah sistem pengelolaan yang

berada di luar persil. Bentuk sistem terpusat merupakan bentuk sistem penyaluran air

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 32: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

limbah yang dibuang ke suatu tempat pembuangan (disposal site) yang aman dan sehat

dengan atau tanpa pengolahan sesuai kriteria.

Dengan demikian penataan jaringan air limbah pada kawasan perencanaan ini yaitu

dengan menggunakan sistem setempat (on site system) dan juga terpusat (off site

system). Sistem setempat ditempatkan pada bangunan hunian yang sudah memiliki

sistem cubluk dan tangki septik sendiri. Penataan yang dilakukan pada sistem setempat

yang sudah ada yaitu penyesuaian kondisi tangki septik dengan standar ketentuan

penyediaan tangki septik. Sedangkan sistem terpusat dapat disediakan pada lahan yang

memungkinkan untuk menampung limbah, tidak mengganggu air tanah, dan disetujuji

oleh pemiliki tanah serta masyarakat sekitar.

3.3.10. Sistem Jaringan Persampahan

Permasalahan pengelolaan limbah atau sampah yang berasal dari setiap rumah yaitu

belum adanya sistem pengelolaan sampah. Masyarakat pada kawasan perencanaan

terbiasa mengelola sampah secara individu, yaitu dengan cara rutin membakar sampah

atau pun menanam sampah di masing-masing pekarangan rumah serta tidak jarang

juga masyarakat membuang sampah pada saluran air hujan / drainase dan tanah

kosong. Pengeloaan sampah secara individu oleh masyarakat ini menimbulkan

permasalahan lainnya yaitu pencemaran udara dari penimbunan sampah dan

pembakaran sampah, timbulnya berbagai penyakit karena lingkungan yang kotor,

mengakibatkan genangan air dan luapan air hujan dari saluran drainase, serta

mengurangi keindahan lingkungan. Sistem pengelolaan sampah dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu on site system dan off site system. Sistem on site adalah fasilitasi

pembuangan sampah yang berada di daerah persil pelayanannya (batas tanah yang

dimiliki) dengan keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

Keuntungan : • Biaya pembuatan murah• Dibuat oleh swasta ataupun pribadi• Teknologi cukup sederhana• Operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi

Kerugian : • Tidak selalu cocok di semua daerah• Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan• Bila pemeliharaan tidak sempurna, maka ada kemungkinan

sampah dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan.

Sistem off site adalah sistem pembuangan yang berada diluar persil atau mempunyai

skala pelayanan komunal, dapat berupa kawasan maupun lingkungan. Sistem ini

memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

Keuntungan : • Menampung semua sampah domestik secara komunal• Pencemaran lingkungan dapat dihindari• Cocok untuk daerah dengan kepadatan tingkat tinggi• Masa atau umur pemakaian relatif lebih lama

Kerugian : • Perlu pembiayaan rutin/berkala dari warga.• Memerlukan SDM operasional dan pemeliharaan.• Memerlukan perencanaan dan pelaksanaan jangka panjang.

Pengelolaan sampah yang cocok diterapkan pada kawasan perencanaan untuk masa

yang akan datang yaitu off site system. Untuk mendukung pelayanan persampahan

diperlukan penyediaan tong sampah dan sarana pengangkutnya berupa motor roda tiga

yang dilengkapi dengan bak penampungan sampah. Berdasarkan proyeksi jumlah

penduduk kawasan perencanan hingga tahun 2017, diperkiraan jumlah sampah

perorang/hari sekitar 2,5 liter maka timbunan sampah diperkirakan mencapai 15.447,5

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 33: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

liter/hari. Adanya sistem 3R diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah, sehingga

beban pengangkutan semakin berkurang.

Tabel 3.7. Perkiraan Jumlah Timbunan Sampah

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 34: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

2014 2015 2016 2017Jml

Pddk(Jiwa)

Jml sampah

(m3)

JmlPddk(Jiwa)

Jml sampah

(m3)

JmlPddk(Jiwa)

Jml sampah

(m3)

JmlPddk(Jiwa)

Jml sampah

(m3)

5.606 14,01 5.791 14,5 5.981 15 6.179 15,45

Peta 3.6. Peta Analisis Jaringan Air Bersih

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 35: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Peta 3.7. Peta Analisis Jaringan Air Limbah

Sumber : Hasil Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 36: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.3.11. Sistem Jaringan Listrik

Pada kawasan prioritasDesa Haurkolot, terdapat permasalahan terkait ketersediaan

jaringan listrik pada bangunan hunian. Masalah tersebut yaitu belum seluruh rumah

memiliki sumber listrik langsung dari PLN, tetapi terdapat beberapa bangunan rumah

yang dialiri listrik dari bangunan rumah disekitarnya. Arahan penataan lingkungan

terkait jaringan listrik adalah penyedian paket pemasangan listrik untuk masyarakat

yang belum terlayani oleh jaringan listrik.

3.3.12. Sistem Jaringan Telekomunikasi

Jaringan telekomunikasi pada kawasan prioritas sebagian besar menggunakan

jaringan telepon nirkabel. Jaringan telekomunikasi dengan sistem kabel hanya

dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat, bahkan pengguna telepon ini semakin

berkurang jumlahnya. Pengembangan jaringan telekomunikasi kabel untuk saat ini

masyarakat kurang begitu antusias dikarenakan adanya jaringan telepon nirkabel yang

cukup murah dan efisien.

3.3.13. Sistem Jaringan Evakuasi Bancana

Sistem jaringan evakuasi yaitu jalur perjalanan yang menerus (termasuk jalan ke luar,

korido / selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan gedung termasuk di

dalam unit hunian tunggal ke tempat aman, yang disediakan bagi suatu lingkungan /

kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi. Pada kawasan perencanaan ini

diperlukan penetapan jaringan evakuasi yang terintegrasi dengan sistem jaringan jalan

kota dan perovinsi ketika terjadi bencana. Selain penetapan jalur evakuasi, diperlukan

pula peningkatan kualitas jalur evakuasi dan penyediaan rambu pengarah jalur

evakuasi maupun titik simpul.

3.3.14. Sistem Fasilitas Umum

Kebutuhan fasilitas umum di kawasan perencanaan antara lain fasiliitas kesehatan dan

pendidikan. Fasilitas pendidikan yang dibutuhkan yaitu berupa bangunan untuk

kegiatan posyandu, karena hingga saat ini kegiatan posyandu rutin dilaksanakan di

salah satu rumah masyarakat kawasan tersebut. Fasilitas pendidikan yang dibutuhkan

dalan kawasan perencanaan ini yaitu berupa bangunan PAUD. Kegiatan PAUD yang

terletak diluar kawasan ini memiliki peserta didik yang cukup banyak, sehingga

masyarakat membutuhkan PAUD di kawasannya. Selain membutuhkan fasilitas

gedung kesehatan dan pendidikan dibutuhkan gedung serbaguna yang dapat

memfasilitasi kegiatan rembug masyarakat kawasan tersebut. Untuk menjaga

keamanan lingkungan permukiman pada kawasan ini dibutuhkan pos kamling sebagai

pos untuk masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungannya.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 37: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 38: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

Peta 3.8. Peta Analisis Daerah Rawan Bencana

Sumber : Hasil Analisis

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Page 39: 10. Bab III

3 -

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)Desa Haurkolot, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, 2015

3.4. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui inventarisasi faktor potensi (Strenght),

Masalah (Weakness), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) pada Kawasan

Perencanaan terutama mengenai pengembangan kawasan tersebut. Analisis SWOT

adalah metode analisis yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan masalah

serta digunakan juga sebagai dasar kebijakan dari strategi pengembangan.

Analisis SWOT ini merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan dalam

menginterpretasikan suatu wilayah, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks

dimana faktor eksternal dan faktor internal memegang peranan yang sama pentingnya.

Analisis SWOT yang digunakan ini bertujuan untuk menentukan arahan-arahan

pengembangan yang akan dilakukan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Kawasan Perencanaan Desa Haurkolot.

Tabel 3.8. MATRIK SWOT

Strenght Weakness

Opportunities

• Lokasi perencanaan mudah diakses untuk keperluan proyek;

• Lokasi perencanaan berada di jalur pusat kota Kec. Haurgeulis;

• Implementasi proyek untuk jangka pendek sangat memungkinkan;

• Perlu penanganan yang menyeluruh untuk mengatasi genangan air;

• Hampir seluruh lahan berstatus milik masyarakat.

Strenght Weakness

• Jalan lingkungan sudah tertata dengan baik;

• Koefisian Dasar Bangunan masih kecil.

• Terdapat beberapa kegiatan perekonomian berupa home industri.

Threats

• Menjadi percontohan penataan lingkungan permukiman yang bersih, teratur, tertata, dan serasi;

• Merupakan kawasan pengembangan kecamatan haurgeulis (BWK B dalam RDTR kecamatan).

• Memungkinkan perkembangan perdagangan dan pemukiman yang pesat.

• Perlu waktu panjang untuk koordinasi dengan berbagai pihak;

• Pelaksanaan proyek membutuhkan waktu yang panjang dalam upaya penyadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan permukiman yang bersih, teratur, tertata dan serasi serta berkelanjutan.

Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III