1. teori & konsep
DESCRIPTION
teori kesehatanTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Jumlah tenaga kerja di seluruh penjuru dunia meningkat secara
global. Menurut Organisasi Perburuhan Dunia / International Labour
Organisation (ILO) saat ini terdapat sekitar 2,6 milyar angkatan kerja (ILO,
2005 dalam Henny (2011). Peningkatan jumlah tenaga kerja terjadi
sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk di dunia dan kebutuhan
pekerjaan yang layak bagi masyarakat. Indonesia sebagai salah satu
negara yang sedang berkembang juga mengalami peningkatan jumlah
tenaga kerja yang signifikan. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2005 dalam Henny (2011), terdapat 101,5 juta pekerja,
dengan jumlah perusahaan atau institusi kerja berjumlah 120.000.
Pekerja merupakan salah satu kelompok dalam masyarakat yang
berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan. Terdapat lebih dari 2
juta kasus kematian tiap tahunnya karena kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (PAK) yang fatal (ILO, 2005 dalam Henny (2011). Di Indonesia,
angka kesakitan pekerja pada tahun 2005 adalah 92.783. Angka
kecelakaan pekerja pada tahun yang sama adalah 8904. Sedangkan
angka kematian pekerja adalah 1699. Upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan keselamatan, pekerja mendapatkan perhatian dari seluruh
dunia dengan diprioritaskannya occupational health / kesehatan kerja
dalam kebijakan Healthy People 2000 (Jamsostek, 2005).
Pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia dilakukan dalam
rangka pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil
maupu spiritual. Dimana upaya pembangunan ketenagakerjaan ini
merupakan sebagian dari integral dari Pancasila dan UUD 1945.
Pembangunan ketenagakerjaan ini perlu diatur sedemikian rupa sehingga
terpenuhinya hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja/
buruh termasuk dalam hal kesehatan kerja dari tenaga kerja/ buruh.
2
Dengan demikian, untuk mengatur hak-hak dan perlindungan mendasar
bagi tenaga kerja dan pekerja/ buruh, pemerintah pun mengeluarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Populasi pekerja adalah salah satu kelompok dalam masyarakat
yang sangat rentan mengalami penurunan derajat kesehatan akibat sakit
atau mengalami kecelakaan kerja. Tempat kerja memiliki faktor heatlth
hazards yang berdampak terhadap tingginya angka kesakitan dan
kematian bagi pekerja. Upaya meningkatkan derajat kesehatan dan
perlindungan terhadap pekerja dilakukan oleh perawat kesehatan kerja
melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier yang dilakukan
dengan menggunakan strategi intervensi keperawatan komunitas dengan
berbagai pendekatan.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.
Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja
tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan
dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan
pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah
capek.
Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik,
daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan
dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan
kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam
kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi
juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang
diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan
3
psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar
keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja
yang dapat kita saksikan. Makalah ini bertujuan memberikan pemahaman
terhadap konsep keperawatan komunitas pada kesehatan kerja, meliputi
antara lain; pengertian, sejarah, bahan bahaya di tempat kerja, praktik
perawatan kesehatan kerja, dan isu praktik perawatan kesehatan kerja.
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana keperawatan kesehatan kerja dalam lingkup komunitas?
“
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui keperawatan kesehatan kerja dalam lingkup
komunitas
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi perawatan kesehatan kerja
2. Mengidentifikasi sejarah perawatan kesehatan kerja
3. Mengidentifikasi bahan bahaya di tempat kerja
4. Mengidentifikasi praktik perawatan kesehatan kerja
5. Mengidentifikasi isu praktik perawatan kesehatan kerja
4
BAB II
TEORI DAN KONSEP
2.1 Konsep Perawatan Kesehatan Kerja
2.1.1 Definisi Perawatan Kesehatan Kerja
1. Menurut Suma’mur (1981), keselamatan kerja adalah rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan. Kapasitas, beban, dan
lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan
kerja, dimana hubungan interaktif & serasi antara ketiga komponen
tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik&optimal.
2. Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan,kerusakan, dan penyakit akibat
kerja di tempat kerja mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi
mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja. (Lalu Husni, 2003).
3. Menurut Mangkunegara (2002,p.163), Kesehatan dan keselamatan kerja
adalah suatu pemikiran upaya untuk menjamin keutuhan dan maupun
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur. Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya
penyerasian antara pekerja dan pekerjaan dan lingkungan kerjanya
baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode, proses, dan
kondisi pekerjaan.
4. Menurut Mathis dan Jackson (2002,p.245), Keselamaran adalah merujuk
pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera
yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi
umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
5. Menurut Ridley,John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000,p.6),
Mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan
maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerhja
tersebut
5
Pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan
perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik,
mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan
lingkungan. Jadi, perawatan kesehatan kerja adalah penerapan prinsip-
prinsip keperawatan dalam memelihara kelestarian kesehatan tenaga
kerja dalam segala bidang pekerjaan. Perawat kesehatan kerja
mengaplikasikan praktik keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan
unik individu, kelompok dan masyarakat ditatanan industri, pabrik, tempat
kerja, tempat konstruksi, universitas,dll.
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas,
beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di
sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Perawat
kesehatan kerja harus bersikap proaktif&luwes untuk bersikap membina
kesehatan pekerja dan mereka berada dalam lingkup hidup yang lebih
luas, yaitu masyarakat sekitar perusahaan. Konsep keperawatan
kesehatan kerja meliputi lingkungan umum, ekologi, faktor sosial
ekonomi&politik yang mungkin mempengaruhi praktik kesehatan
kerja&harus sesuai dengan kebutuhan kepegawaian perusahaan dalam
rangka meningkatkan kesehatan pekerja. Beberapa perusahaan besar
memberikan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya yang berlokasi di
gedung perusahaan tersebut. Asuhan keperawatan di tempat ini meliputi
lima bidang. Perawat menjalankan program yang bertujuan untuk:
(Mubarak, 2006)
- Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan mengurangi jumlah kejadian kecelakaan kerja
- Menurunkan resiko penyakit akibat kerja- Mengurangi transmisi penyakit menular anatar pekerja- Memberikan program peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
dan pendidikan kesehatan- Mengintervensi kasus-kasus lanjutan non kedaruratan dan
memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
6
2.1.2 Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat
penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai
ketentuan yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa
“setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan,
kesehatan dan pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai
dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama”. Undang-Undang
tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 ini ada beberapa hal yang diatur antara lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara
yang berada dalam wilayah hukum kekuasaan RI. (Pasal 2).
b. Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:
- Mencegah dan mengurangi kecelakaan
- Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
- Mencegah dan mengurangi peledakan
- Memberi pertolongan pada kecelakaan
- Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
- Memelihara kesehatan dan ketertiban, dll (Pasal 3 dan 4).
c. Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, “direktur
melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini,
sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya
undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya. (Pasal 5).
d. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja
sama, saling pengertian& partisipasi yang efektif dari pengusaha atau
pengurus tenaga kerja untuk melaksanakan tugas bersama dalam
7
rangka keselamatan&kesehatan kerja untuk melancarkan produksi.
(Pasal 10).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11
ayat 1). (Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun
2003 diatur pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk UU, kesehatan dan keselamatan
kerja juga diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1979 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja. Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri
dengan pekerjaanya.
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik
tenaga kerja.
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga
kerja yang menderita sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Per-02/MEN/1979 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja meliputi: pemeriksaan kesehatan
sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan
khusus. Aturan yang lain diantaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan Menteri Tenaga
8
Kerja Nomor 03/MEN/1984 tentang Mekanisme Pengawasan
Ketenagakerjaan.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan
adalah tujuan dan efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila
semua pihak melakukan pekerjaannya masing-masing dengan tenang dan
tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin menimpa mereka.
Selain itu akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi nantinya juga akan membawa
kerugian bagi semua pihak. Kerugian tersebut diantaranya menurut
Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya jam kerja selama terjadi
kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin dan
alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan
kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya dan seefektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan
kerja, maka di setiap tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang
melakukan kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksananya dapat terdiri
atas pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama dengan
seluruh tenaga kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di
tempat kerja yang bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang
9
memang mempunyai keahlian di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus tempat kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan
kesehatan dan keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang
baru, ia berkewajiban menjelaskan tentang kondisi dan bahaya yang
dapat timbul di tempat kerja, semua alat pengaman diri yang harus dipakai
saat bekerja, dan cara melakukan pekerjaannya. Sedangkan untuk
pekerja yang telah dipekerjakan, pengusaha wajib memeriksa kesehatan
fisik dan mental secara berkala, menyediakan secara cuma-cuma alat
pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya di tempat kerja
dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker
setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan
untuk dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja,
menyatakan keberatan bila melakukan pekerjaan yang alat pelindung
keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja juga
memiliki kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan
dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku.
Setelah mengetahui urgensi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja,
koordinasi dari pihak-pihak yang ada di tempat kerja guna mewujudkan
keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah terwujud
2.2 Sejarah Perawatan Kesehatan Kerja
2.2.1 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Di Indonesia
Dengan memperhatikan keadaan hukum kerja di zaman
prakemerdekaan, tentunya dapat diperkirakan bagaimana riwayat
kesehatan kerja ini. Perbudakan, perhambaan, rodi, dan poenale sanksi
yang mewarnai hubungan kerja di zaman itu menunjukkan pula kurangnya
perhatian pemerintah Hindia Belanda akan kesehatan kerja. Hal yang
dicari pada saat itu adalah pengeksplotasian tenaga kerja secara penuh
demi kepentingan pihak penjajah, sedangkan kepentingan tenaga kerja
tidak diperhatikan sama sekali.
10
a. Zaman Perbudakan
Zaman perbudakan ini secara legistis yaitu menurut peraturan
perundangan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 1921. Jika
dibandingkan dengan Negara lain, berkat aturan adat yang dijiwai oleh
kepribadian bangsa, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab para
budak agak lumayan kedudukannya.
Regerings Reglement (RR) tahun 1818 (semacam Undang-undang
Dasar Hindia Belanda) pada pasal 115 memerintahkan supaya diadakan
peraturan-perturan mengenai perlakuan terhadap keluarga budak.
Peraturan pelaksananya dimuat dalam Staatsblad 1825 No.44 ditetapkan
bahwa:
1. Harus dijaga agar anggota-anggota keluarga budak bertempat tinggal
bersama-sama, maksudnya seorang budak yang telah berkeluarga
tidak boleh dipisahkan dari istri dan anaknya.
2. Para pemilik diwajibkan bertindak baik terhadap para budak mereka.
3. Penganiayaan seorang budak diancam dengan pidana berupa denda
antara Rp.10,00 dan Rp.500,00 dan pidana lain yang dijatuhkan oleh
pengadilan untuk penganiayaan biasa.
Usaha dari pihak tidak resmi seperti dari “Javaans Menschlievend
Genootschaap” yaitu nama baru bagi “Java Benevolent Institution” dari
zaman pemerintahan Thomas Stamford Raffles antara tahun 1818 dan
1824 mencoba untuk menghapuskan perbudakan tetapi tidak membawa
hasil. Terjadi pertentangan pendapat yang menyatakan bahwa
penghapusan budak merupakan pelanggaran besar terhadap hak para
pemilik budak dan disisi lain berpendapat bahwa kezaliman lebih besar
apabila merendahkan manusia menjadi barang milik.
Baru pada tahun 1854 dalam Regeringsreglement 1854 pasal 115
sampai 117 kemudian menjadi pasal-pasal 169 sampai 171 Indische
Staatsregeling 1926, dengan tegas ditetapkan penghapusan perbudakan.
Pasal 115 menetapkan paling lambat 1 Januari 1860 perbudakan di
seluruh Indonesia dihapuskan dan selnjutnya memerintahkan supaya
11
diadakan peraturan-peraturan persiapan dan pelaksanaan tentang
penghapusan dan ganti rugi sebagai akibat penghapusan.
b. Zaman Rodi
Zaman rodi atau kerja paksa ini berlaku bersamaan dengan zaman
perbudakan dan berakhir resminya di Jawa dan Madura pada tanggal 1
Februari 1938, kecuali di tanah partikelir yang baru dihapuskan pada
tahun 1946 oleh Coamacab (Commando Officer Allied Military
Administration, Civil Affairs Branch) dalam Noodverordening Particuliere
Landrijen 1946 Java en Madura.
Kesehatan kerja bagi pekerja rodi lebih diperuntukkan pada
kekhawatiran kehabisan jumlah pekerja paksa, bukan karena
prikemanusiaan. Kesehatan kerja pada bidang rodi ini lebih terletak pada
pembatasan jam kerja. Misalnya hanya boleh sehari seminggu dan paling
banyak 52 hari dalam setahun dan seharinya tidak boleh lebih dari 12 jam
kerja rodi. Jarak antara rumah dan tempat kerja juga diperhatikan. Tetapi
hal ini pun dilanggar oleh pihak yang berkepentingan karena kurangnya
pengawasan. Penghapusan rodi dilakukan dengan membayar uang
pembebasan atau tebusan kepada Pemerintah dan bersamaan dengan itu
gaji pegawai dinaikkan dengan uang pembebasan itu.
c. Poenale Sanksi
Zaman poenale sanksi meliputi antara tahun 1872 dan 1879 serta
antara masa 1880 dan 1941, berakhir pada tanggal 1 Januari 1942.
Kedudukan buruh/pekerja dalam hubungannya dengan majikan ditetapkan
sebagai berikut :
1. buruh tidak boleh meninggalkan perusahaan, tanpa izin tertulis dari
pengusaha, administrasi atau pegawai yang diberi wewenang untuk
itu. Apabila hal itu tetap dilakukan maka buruh dikenai tindak pidana
yang disebut melarikan diri. Hukuman untuk itu adalah denda atau
kerja dengan makan tanpa upah, biasanya disebut “krakal” selama-
lamanya 1 bulan.
2. buruh wajib secara teratur melakukan pekerjaannya.
12
3. jika buruh meninggalkan perusahaan, ia wajib selalu membwa dan
atas permintaan yang berwajib memperhatikan kartu keterangan yang
memuat identitas buruh dan lamanya hubungan kerja.
4. jika buruh dalam masa hubungan kerja diadili atau menjalani pidana,
maka sesudahnya atas biaya perusahaan ia dapat di bawa kembali ke
perusahaan. Demikian pula jika buruh setelah menjalani istirahat, sakit
dan sebagainya jika tidak kembali lagi ke perusahaan maka dapat
dipanggil kembali.
5. dilarang memberi pemondokan kepada seorang buruh yang tidak
dapat membuktikan kebebasannya dari kewajiban bekerja.
6. dalam keadaan bagaimanapun, buruh tidak dapat memutuskan
hubungan kerjanya secara sepihak.
Dalam lembaga poenale sanksi yang menyerahkan pribadi buruh
sepenuhnya kepada wewenang perusahaan / majikan tidak dapat
diharapkan adanya perlindungan buruh. Satu-satunya jalan untuk
memberikan perlindungan bagi buruh itu pda kedudukan manusia social
adalah penghapusan poenale sanksi yang terjadi pada tangga 1 Januari
1942.
d. Zaman Modern
Kesehatan kerja di Indonesia dimulai pada dasawarsa ketiga abad
XX. Kesehatan kerja pertama kali diatur dalam :
1. Maatregelen ter Beperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid
van de Vroewen, yang biasanya disingkat Maatregelen, yaitu
peraturan tentang pembatsan pekerjaan anak dan wanita pada
malam hari, yang dikeluarkan dengan Ordonantie No. 647 Tahun
1925, mulai berlaku tanggal 1 Maret 1926.
2. Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige
Persoonen ann Boord van Scepen, biasanya disingkat ‘Bepalingen
Betreffende’, yaitu peraturan tentang pekerjaan anak dan orang
muda di kapal, yang diberlakukan dengan Ordonantie No. 87 tahun
1926, mulai berlaku 1 Mei 1926.
13
Selain Maatregelen dan Bepalingen Betreffende, peraturan lain yang
dikwalifikasi sebagai peraturan kesehatan kerja, yang dikeluarkan oleh
pemerintah Hindia Belanda adalah :
1. Mijn Politie Reglement, Stb No. 341 tahun 1931 (peraturan tentang
pengawasan di tambang).
2. Voorschriften omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der an
motorrijtuigen (tentang waktu kerja dan waktu mengaso bagi
pengemudi kendaraan bermotor).
3. Riauw Panglongregeling (tentang panglong di Riau)
4. Panglongkeur Soematra Oostkust (tentang panglong di Sumatera
Timur).
5. Aanvullende Plantersregeling (peraturan perburuhan di perusahaan
perkebunan).
6. Arbeidsregeling nijverheidsberijvn (peraturan perburuhan di
perusahaan perindustrian).
Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan
dan diberlakukannya Undang-undang Dasar 1945, maka beberapa
peraturan termasuk peraturan keselamatan kerja yang pada saat itu
berlaku yaitu Veiligheids Reglement telah dicabut dan diganti dengan
Undag-undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970.
Setelah kemerdekaan pula yang pertama-tama menjadi perhatian
pemerintah adalah masalah kesehatan kerja. Sewaktu Imdonesia masih
berbentuk serikat beribukota di Yogyakarta pada tannga 20 April 1948
mengundangkan Undang-undang No.12 Tahun 1948 tentang kerja.
Setelah Indonesia berbentuk Negara kesatuan UU No.12 tahun 1948 ini di
berlakukan ke seluruh wilayah Indonesia dengan UU No.2 Tahun 1951.
Undang-undang pokok kerja ini mamuat aturan dasar mengenai :
1. Pekerjaan anak
2. Pekerjaan orang muda
3. Pekerjaan wanita
4. Waktu kerja, istirahat, dan mengaso
14
5. Tempat kerja dan perumahan buruh, untuk semua pekerjaan tidak
membeda-bedakan tempatnya, misalnya di bengkel, di pabrik, di
rumah sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan,
dll.
Undang-undang No.12 Tahun 1948 merupakan undang-undang
pokok sehingga memerlukan peraturan pelaksana yang lebih rinci.
Mengingat keadaaan Indonesia yang masih di awal kemerdekaan, maka
peraturan pelaksana dibuat secara bertahap. Peraturan pelaksana yang
sempat dikeluarkan pada masa itu adalah :
1. Peraturan pemerintah No.3 Tahun 1950 yang memberlakukan aturan
waktu kerja, istirahat, dan mengaso serta mengatur tata cara
pengusaha untuk dapat mengadakan penyimpangan dari waktu
kerja.
2. Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1954 yang mengatur tentang
berlakunya ketentuan cuti tahunan bagi pekerja/buruh.
Berbeda dengan undang-undang pokok lainnya, undang-undang
kerja mempunyai ketentuan bahwa semua ketentuan yang ada hanya
akan berlaku jika ada peraturan pelaksananya. Sampai saat undang-
undang kerja dicabut dan digantikan dengan Undng-undang No.13 Tahun
2003, peraturan pelaksana yang baru keluar hanya kedua peraturan
tersebut. Maka hanya kedua aturan undang-undang kerja itu yang sempat
berlaku.
2.2.2 Sejarah Perawat Kesehatan Kerja
Kemungkinan sertifikasi perawat kesehatan kerja telah diselidiki
selama beberapa tahun. Pada tahun 1969, American Association of
Perawat Industri membentuk komite yang disebut Komite Organisasi Inter
untuk Sertifikasi Perawat Kesehatan Kerja untuk menyelidiki dan
merekomendasikan tindakan tentang sertifikasi. Setelah mendengar
rekomendasi Komite Organisasi Inter, American Board untuk Perawat
Kesehatan Kerja (ABOHN) didirikan pada tanggal 21 Mei 1971. Komite
gabungan terdiri dari perwakilan dari American Association of Perawat
15
Industri (aain), American Academy of Occupational Medicine ( AAOM),
Asosiasi Industri Medis (IMA), Amerika Industrial Hygiene Association,
(AIHA) dan Dewan Penasehat Asosiasi Amerika Perawat Industri.
Dana awal untuk organisasi ini diterima dari American Association
of Perawat Industri. Jumlah yang diberikan organisasi ABOHN adalah $
9.000. Dana tersebut telah dilunasi pada tahun-tahun berikut untuk aain.
Banyak organisasi lainnya memberikan kontribusi terhadap pembentukan
ABOHN. Perusahaan-perusahaan berikut menyediakan dana bagi
organisasi yang baru didirikan:
American Can Company Allis Chalmers Corporation
Bausch & Lomb Burlington Industries
Campbell Soup Exxon Corporation
Ford Motor Company General Electric Corporation
Hercules International IBM
International Telephone & Telegraph Metropolitan Life
Mobil Oil Pfizer, Incorporated
Olin Corporation Reynolds Metal
Scott Paper Company Shell Oil
Standard Oil Upjohn Company
U S Steel
Komite bersama yang dipilih dua belas perawat kesehatan kerja
untuk tempat pengorganisasian. Panitia dibentuk berdasarkan pilihan
mereka pada pendidikan, pengalaman kerja dan bukti dari kerja perawat
kesehatan, kontribusi keperawatan kesehatan kerja. Informasi berikut
berisi sejarah kronologis ABOHN, meringkas highlights pembangunan dan
prestasi organisasi.
1971
16
12 perawat kesehatan kerja dipilih untuk menjadi anggota untuk
menjadi Perawat Kesehatan Kerja American Board
Pertemuan pertama berlangsung pada tanggal 21 Mei 1971.
Marguerite Ahern Graff terpilih sebagai Ketua pertama.
1972
ABOHN tergabung di Negara Bagian New York sebagai liga bisnis
tidak-untuk-profit.
Pertemuan pertama dari korporasi yang diselenggarakan pada
tanggal 26 Mei 1972.
Aplikasi diterima untuk Founders Status (disertifikasi oleh portofolio
bukan pemeriksaan).
1973
Draft ujian sertifikasi pertama kali dikembangkan.
983 perawat kesehatan kerja bersertifikat sebagai Pendiri ABOHN.
Marjorie D. Schmidt (mantan anggota Dewan) dipekerjakan
sebagai Sekretaris Eksekutif yang pertama.
1974
Ujian sertifikasi pertama diberikan pada tanggal 29 April 1974, di
Bal Harbour, Florida.
92 calon duduk untuk pemeriksaan pertama; 82 berhasil.
1975 - 1977
ABOHN, American Nurses Association dan American Association
of Industrial nurses (sekarang AAOHN) mengadakan pertemuan
puncak dan mengeluarkan pernyataan bersama.
Setelah pengunduran diri Marjorie Schmidt, Mayrose Snyder
diangkat menjadi Sekretaris Eksekutif ABOHN yang kedua.
1978 - 1979
Prosedur sertifikasi ulang pertama kali dikembangkan.
Direktori Pertama ABOHN tentang Perawat Bersertifikat Kesehatan
Kerja diterbitkan.
1980 - 1982
Mayrose Snyder menjadi Direktur Eksekutif pertama untuk ABOHN.
17
buletin pertama ABOHN diterbitkan pada bulan Maret 1981.
Mary Louise Brown didedikasikan bukunya, Perawatan Kesehatan
Kerja: Prinsip dan Praktek untuk ABOHN.
1983 - 1984
Logo ABOHN asli hak cipta.
Studi peran penuh delineasi pertama dilakukan.
1985 - 1986
Timbal balik didirikan dengan Kanada untuk pengakuan sertifikasi.
Terbentuknya catatan ABOHN yang terkomputerisasi untuk
pertama kalinya.
1987 - 1989
Mayrose Snyder mengumumkan rencana untuk pensiun; Charlene
Ossler terpilih sebagai Direktur Eksekutif ABOHN baru, menjabat
pada tahun 1989.
Yang pertama Mayrose Snyder Keunggulan dalam penghargaan
Perawatan Kesehatan Kerja yang diberikan kepada Georgia Knuth
pada tahun 1989 AOHC di Boston.
1990 - 1991
Komitmen untuk gelar sarjana muda tahun 1995 dibuat; sarjana
muda dalam keperawatan pada tahun 2000.
ABOHN mengadopsi definisi AAOHN tentang keperawatan
kesehatan kerja dan standar praktek.
1992 - 1993
Sertifikasi ABOHN disetujui oleh American Board of Spesialisasi
Keperawatan (ABNS).
ABOHN Research Award didirikan.
Persyaratan kelayakan untuk pengalaman kerja berubah dari lima
tahun menjadi 5.000 jam.
1994
Ohna Dewan didirikan untuk melihat menciptakan mandat untuk
OHNs tanpa gelar.
18
Sebuah pernyataan posisi dikeluarkan pada kualifikasi manajemen
kasus Cohn.
Ann M. Lachat dipekerjakan sebagai Direktur Dukungan Layanan
dan kantor ABOHN dipindahkan ke daerah Chicago.
1995
Didirikan program dua-credential dirancang untuk memenuhi
kebutuhan penduduk non-degreed. Cohn dan Cohn-Specialist
(Cohn-S) kredensial didirikan.
Jumlah rekor breaking (1.260) mengambil 1.995 pemeriksaan.
Sharon Kemerer dipekerjakan sebagai Direktur Eksekutif.
1996
The American Dewan Spesialisasi Keperawatan (ABNS)
terakreditasi pemeriksaan Cohn-S.
ABOHN adalah hak istimewa untuk berpartisipasi dalam Kongres
Internasional Kesehatan Kerja (ICOH) yang diselenggarakan di
Stockholm, Swedia.
1997
ABOHN merayakan ulang tahun perak nya. Tema untuk ulang
tahun adalah 25 Tahun credentialing Excellence.
The Cohn papan mengembangkan Marguerite Ahern Graff
Keunggulan dalam penghargaan Perawatan Kesehatan Kerja.
Penghargaan ini dikembangkan untuk menghormati dedikasi dan
tak kenal lelah upaya oleh Marguerite Ahern Graff untuk mendirikan
program sertifikasi.
1998
ABOHN memasuki era informasi pada bulan Januari, ketika sebuah
situs web dikembangkan dan didirikan di www.abohn.org .
Direksi memutuskan untuk mendirikan sebuah manajemen kasus
khusus credential.
1999 - 2000
Pertemuan pertama Panel Manajemen Kasus Ahli bertemu.
19
Sebuah sertifikat dan ABOHN baru pin dikembangkan untuk
pemegang credential manajemen kasus.
Direksi memutuskan untuk mempertahankan persyaratan gelar
untuk ujian Cohn-S pada tingkat yang sekarang. Tingkat BSN tidak
akan diminta setelah tahun 2000. Pemeriksaan garis direkonstruksi
sesuai dengan hasil penelitian dari studi peran delineasi.
2001
The American Board for Spesialisasi Keperawatan (ABNS)
memperbaharui akreditasi Cohn-S dan terakreditasi pemeriksaan
Cohn.
Mary Ann Salazar dan Lachat diwakili ABOHN di Royal College of
Nursing konferensi Kesehatan Kerja di Nottingham, Inggris. Mereka
mempresentasikan Hasil National Job Analysis / Peran Delineasi
Study.
Mary C. Amann diangkat sebagai Direktur Eksekutif.
2002
ABOHN merayakan ulang tahun ke 30 di Konferensi Kesehatan
Kerja Amerika.
Perawat Canadian Association (CNA) dan ABOHN sepakat bahwa
perjanjian timbal-balik adalah saling menguntungkan dan bahwa itu
harus tetap di tempat dasarnya tidak berubah.
2003
Pemeriksaan COHN diberikan di Puerto Rico sebagai studi
percontohan untuk OHNs berkualitas.
Tes Self-Assessment Sertifikasi (CSATs) untuk ujian kedua Cohn
dan Cohn-S dikembangkan.
NOCA mengakui akreditasi Cohn, Cohn-S dan Manajemen Kasus
pemeriksaan oleh Komisi Nasional untuk Lembaga Sertifikasi
(NCCA).
2004
20
Naskah pertama ditulis oleh peneliti Jepang, menggambarkan studi
peran delineasi dilakukan di Jepang dengan menggunakan ABOHN
2000 survei Analisis Praktek diterbitkan.
Manajemen Keselamatan credential SM baru didirikan untuk
bersertifikat perawat kesehatan kerja dalam hubungannya dengan
BCSP.
Georgia M. Knuth, RN, MSN, COHN-S/CM terpilih sebagai Direktur
Eksekutif baru Dewan Amerika untuk Perawat Kesehatan Kerja
pada bulan Desember.
2005
Ujian Manajemen Keselamatan pertama diberikan pada bulan Juni.
Terapan Profesional Pengukuran (AMP) diberitahu bahwa itu
adalah penjual pengujian yang dipilih untuk pemeriksaan ABOHN.
ABOHN pemeriksaan di musim semi dan musim gugur 2006 akan
diberikan dengan kertas dan pensil.
2006
Setelah memberikan lebih dari sepuluh (10) tahun layanan ulama
ditujukan, Esther Cusack enggan pensiun pada bulan Februari.
Diadakan ABOHN kertas dan pensil pemeriksaan terakhir pada
bulan Oktober 2006.
2007
Pada tanggal 1 Maret, Computer Based Testing (CBT) untuk Cohn,
Cohn-S dan CM ujian dimulai.
Ann M. Lachat, RN, BSN, Cohn (C), COHN-S/CM terpilih sebagai
Direktur Eksekutif baru ABOHN pada rapat Direksi.
2008
Yang pertama Kasus Manajemen CSAT wa.s dikembangkan.
Ann M. Lachat bernama Fellow oleh American Association of
Perawat Kesehatan Kerja.
Perawat Amerika credentialing Pusat Program Status Magnet
mengakui perawat kesehatan kerja.
2009
21
Sebuah pameran baru disajikan pada Simposium dan Pameran
AAOHN.
Ann Lachat menghadiri Konferensi Kesehatan Kerja federal.
Bergabung dengan Administrasi Veteran dan Departemen
Pertahanan program "Mari kita Dapatkan Kampanye Certified."
2010
Direksi dimulai bekerja pada Analisis Praktek baru.
Asse (American Society of Safety Engineers) mengakui credentail
Cohn-S sebagai kualifikasi untuk Status Anggota Profesional.
2011
Diadakan kampanye untuk mendapatkan sertifikat di Puerto Rico.
Asse (American Society of Safety Engineers) mengakui credential
Cohn sebagai kualifikasi untuk Status Anggota Profesional.
Pekerjaan berlanjut pada Analisis Praktek - tingkat pengembalian
melampaui harapan dengan tingkat tanggapan 41%.
2012
ABOHN merayakan adalah 40 tahun pada konferensi AAOHN di
Nashville, TN.
Ujian, cetak biru dan buku pegangan direvisi berdasarkan hasil dari
Analisis Praktek 2011.
Ann Lachat dan Pamela Hart memberikan hasil Analisis Praktek
pada konferensi FOHNEU di Tarragona, Spanyol yang
diselenggarakan Pada tahun 2011
2013
ABOHN berubah menjadi sistem Renewal Tahunan pada bulan
Januari 2013.
ABOHN pensiun Manajemen Keselamatan (SM) Bukti.
ABOHN bekerja dengan Mary Partridge Dampak Consulting untuk
memperbarui rencana strategis.
22
2.3 Bahan Bahaya di Tempat Kerja
Risiko yang ditimbulkan dapat berupa berbagai konsekuensi dan dapat
dibagi menjadi empat kategori besar:
Tabel A: Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada dampak korban
Kategori A: Potensi bahaya yang mengakibatkan dampak risiko
jangka panjang pada kesehatan .
Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak
dengan sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan bagi
tubuh ketika terjadi pajanan (“exposure”) yang berlebihan. Bahaya
kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh pajanan
suatu sumber bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya kesehatan yang
biasa di tempat kerja berasal dari lingkungan kerja antara lain faktor kimia,
faktor fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan faktor psikologi. Bahaya
faktor-faktor tersebut akan dibahas secara rinci lebih lanjut di bawah ini
antara lain kimia, fisik, biologi dan ergonomis. Sedangkan faktor psikologi
dibahas dalam kategori D.
23
2.3.1 Bahaya Faktor Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak
bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan
menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan
kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau
kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara
lain:
- Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat
beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat
istirahat menghirup sekitar lima liter udara per menit yang mengandung
debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat
langsung melukai paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan
mengalir ke bagian lain dari tubuh.
- Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan
makanan yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang
terkontaminasi atau makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di
udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir
dari mulut, hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang
sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
- Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya
adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya
melalui tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui
luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis). Guna
mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan
kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian
lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di
udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).
Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat
kerja. Bahan-bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau
bagian bentuk bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu produk.
Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk pembersih, bahan bakar
24
untuk energi proses atau produk samping. Banyak bahan kimia yang
digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-
cara yang tidak diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia
bisa secara perlahan atau mungkin membutuhkan waktu bertahuntahun
untuk berkembang. Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau
mengurangi bahaya?
- kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan
negatif (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai
sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut
sepenuhnya diketahui;
- wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu untuk
menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke dalam
tubuh dan bagaimana paparan dapat dikendalikan;
- bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia
misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada
sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat
pajanan pekerja terhadap bahaya;
- jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi
pekerja, seperti respirator dan sarung tangan ;
- bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang
sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label dan
bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.
Lembar Data Keselamatan dan Pelabelan Bahan Kimia
Pelabelan merupakan pemberian tanda berupa gambar/simbol,
huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang
disertakan pada bahan berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan,
atau merupakan bagian kemasan bahan berbahaya, sebagai keterangan
atau penjelasan yang berisi nama sediaan atau nama dagang, nama
bahan aktif, isi/berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol
bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan. Pelabelan bahan
kimia merupakan salah satu cara penting untuk mencegah
25
penyalahgunaan atau penanganan yang dapat menyebabkan cedera atau
sakit.
Dalam transportasi, bila kemungkinan terjadi kecelakaan, maka
sangat penting dalam keadaan darurat untuk mengetahui risiko dari zat-
zat tersebut. Sebagian besar negara memiliki sistem pelabelan untuk
menginformasikan isi yang ada di dalam wadah/kontainer dan untuk
memperingatkan bahaya. Untuk memastikan bahwa peringatan dimengerti
oleh lintas batas dan termasuk bahasanya, PBB telah mengembangkan
Sistem Harmonisasi Global (Globally Harmonized System - GHS) tentang
klasifikasi dan pelabelan bahaya bahan kimia. Idenya adalah bahwa
setiap negara akan mengadopsi rambu yang sama, meskipun hal ini tidak
wajib. Ini telah diadopsi di 67 negara sejauh ini, termasuk negara negara
Uni Eropa, Cina, Amerika Serikat, Kanada, Uruguay, Paraguay, Vietnam,
Singapura, Nigeria, Ghana, Federasi Rusia dan banyak lainnya. Beberapa
contoh label GHS untuk Transportasi diantaranya :
Sedangkan lembar data keselamatan bahan adalah lembar
petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan
berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan
tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat dalam
penanganan bahan berbahaya.
Di Indonesia, selain lembar data keselamatan, penyediaan pelabelan
bahan kimia merupakan salah satu kewajiban pengusaha/pengurus dalam
mengendalikan bahan kimia di tempat kerja. Adapun lembar data
keselamatan bahan dan pelabelan beserta klasifikasi bahaya bahan kimia
yang berdasarkan sistim global harmonisasi telah juga diadopsi oleh
26
Pemerintah Indonesia. Di pabrik Anda, atau ketika pengangkutan bahan
kimia, maka perlu diikuti pedoman nasional tentang pelabelan. Jika tidak
ada, label GHS menyediakan cara yang jelas dan berguna dalam
memberikan peringatan dan informasi untuk semua pihak.
2.3.2 Bahaya Faktor Fisik
Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara
lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan
sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan
dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.
a. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alatalat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan
saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran
sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah
kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan
pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85
dB selama 8 jam sehari. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
atau mengurangi bahaya dari kebisingan?
- Identifikasi sumber umum penyebab kebisingan, seperti mesin,
system ventilasi, dan alat-alat listrik. Tanyakan kepada pekerja
apakah mereka memiliki masalah yang terkait dengan kebisingan.
- Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan.
Inspeksi mungkin harus dilakukan pada waktu yang berbeda untuk
memastikan bahwa semua sumbersumber kebisingan
teridentifikasi.
- Terapkan 'rule of thumb' sederhana jika sulit untuk melakukan
percakapan, tingkat kebisingan mungkin melebih batas aman.
- Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi
para pekerja yang mungkin terekspos kebisingan
27
- Identifikasi kontrol kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas
pengendaliannya
- Setelah tingkat kebisingan ditentukan, alat pelindung diri seperti
penutup telinga (earplug dan earmuff) harus disediakan dan dipakai
oleh pekerja di lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan tidak
dapat dikurangi.
- Dalam kebanyakan kasus, merotasi pekerjaan juga dapat
membantu mengurangi tingkat paparan kebisingan.
b. Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk
melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk
peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan
perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi,
misalnya mengemas kotak. Studi menunjukkan bahwa perbaikan
penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan
produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang
sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk
memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat
menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka
panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka. Apa yang dapat
dilakukan untuk mencegah atau mengurangi potensial kerugian dari
penerangan yang buruk?
- pastikan setiap pekerja mendapatkan tingkat penerangan yang
sesuai pada pekerjaannya sehingga mereka tidak bekerja dengan
posisi membungkuk atau memicingkan mata;
- untuk meningkatkan visibilitas, mungkin perlu untuk mengubah
posisi dan arah lampu.
c. Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul
ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan
tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah
bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh
negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh. Misalnya,
memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan
28
lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan
bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga
menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri
punggung bagian bawah. Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan
dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di
tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja
yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan
menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja yang
kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan
tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2. Apa yang dapat dilakukan
untuk mencegah atau mengurangi risiko dari getaran?
- Mengendalikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang
peralatan untuk memasang penyerap getaran atau peredam kejut.
- Bila getaran disebabkan oleh mesin besar, pasang penutup lantai
yang bersifat menyerap getaran di workstation dan gunakan alas
kaki dan sarung tangan yang menyerap kejutan , meskipun itu
kurang efektif dibanding di atas.
- Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru.
- Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan
memasang peredam getaran pada pegangan dan kursi kendaraan
atau sistem remote control.
- Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang
mengoperasikan mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang
bersifat menyerap getaran (dan pelindung telinga untuk kebisingan
yang menyertainya.)
d. Iklim kerja. Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal,
keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan
fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting
untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban
ditempat kerja. Faktor-faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh
pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara
29
bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan
lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia.
Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:
- mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang
berlebihan;
- menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;
- mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka
untuk praktek kerja yang aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap
berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja
yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. Iklim kerja
merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya. Iklim kerja
berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No
51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan perbandingan waktu
kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban kerja
yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat).
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau memperbaiki kontrol
iklim kerja?
- Pastikan bahwa posisi dinding dan pembagi ruangan tidak
membatasi aliran udara;
- Sediakan ventilasi yang mengalirkan udara di tempat kerja, tanpa
meniup langsungpada mereka yang bekerja dekat itu;
- Mengurangi beban kerja fisik mereka yang bekerja dalam kondisi
panas dan memastikan mereka memiliki air dan istirahat yang
cukup.
e. Radiasi Tidak Mengion. Radiasi gelombang elektromagnetik yang
berasal dari radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan
sinar ultra ungu (ultra violet). Gelombang mikro digunakan antara lain
untuk gelombang radio, televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro
30
mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300 giga hertz dan panjang
gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1
cm yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit seperti
terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm)
dapat menembus jaringan yang lebih dalam. Radiasi sinar ultra ungu
berasal dari sinar matahari, las listrik, laboratorium yang menggunakan
lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang felombang sinar ultra violet
berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata.
Pengendalian dan pencegahan efek daripada radiasi sinar tidak
mengion adalah :
- Sumber radiasi tertutup;
- Berupaya menghindari atau berada pada jarak yang sejauh
mungkin dari sumbersumber radiasi tersebut;
- Berupaya agar tidak terus menerus kontak dengan benda yang
dapat menghasilkan radiasi sinar tersebut;
- Memakai alat pelindung diri;
- Secara rutin dilakukan pemantauan
2.3.3 Bahaya Faktor Biologi
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya.
Seperti pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di
dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai
penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya
tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis pada
pekerja - pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada
pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh jamur
sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya
pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada
pekerja gandum. Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah
satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit
jamur kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan
31
basah atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air
seperti pencuci.
Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja
lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja
lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit
menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan,
mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha
kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin
cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan
para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap
TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan
keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi
terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai
dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di
Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.
2.3.4 Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja
Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung
berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat
memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan
kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan
dan risiko. Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus
diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus
disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerjapekerja harus diberi
kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini
berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan
kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan
32
diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan
dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan.
Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur
proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya.
Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan
yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Risiko potensi
bahaya ergonomi akan meningkat:
- dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;
- dengan postur tidak netral atau canggung;
- bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
- bila kurang istirahat yang cukup.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan bahaya
organisasi kerja dan ergonomis?
- Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi
sandaran, kursi / bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
- Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu
pada posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
- Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan
memberikan istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini
dapat mengurangi risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan
kesalahan.
Kategori C: Risiko terhadap kesejahteraan atau kenyamanan
Fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan kerja sering
diabaikan karena tidak dipandang memiliki dampak langsung pada
produktivitas. Namun, untuk tetap sehat, pekerja membutuhkan fasilitas di
tempat kerja yang memadai seperti air minum yang bersih, toilet, sabun
dan air untuk mencuci dan tempat untuk makan dan istirahat. Jika mereka
tidak memiliki ini, produktivitas dapat memburuk. Begitu pula semangat
dan kenyamanan pekerja. Dengan menyediakan fasilitas yang
33
berhubungan dengan kesehatan, perusahaan mendapatkan manfaat yang
nyata untuk perusahaan sehingga memiliki dampak langsung pada
produktivitas. Ini juga merupakan cara sederhana bagi manajemen untuk
menunjukkan bahwa fasilitas yang disediakan itu bermanfaat untuk
kesehatan pekerja, khususnya ketika pekerja diberi kesempatan untuk
mendapatkan fasilitas yang penting bagi mereka. Pekerja umumnya
mampu memprioritaskan kebutuhan mereka sendiri, sehingga semua
inisiatif kesehatan akan lebih berhasil jika pihak manajemen mereka
memakai ide-ide dari pekerja. Fasilitas apa yang paling mempengaruhi
kesejahteraan para pekerja? Jawabannya bervariasi sesuai dengan
pekerja yang terlibat dan keadaan di mana mereka bekerja. Namun,
berikut ini selalu penting:
- Akses untuk air minum, toilet dan tempat cuci;
- Ruang kantin atau tempat makan yang bersih dan terlindungi dari
cuaca;
- P3K di Tempat Kerja;
- Ruang di mana ibu bisa menyusui dan anak-anak bisa menunggu
orangtuanya menyelesaikan pekerjaan.
a. Air minum
Air minum sangat dibutuhkan bagi pekerja untuk mengganti cairan yang
keluar dari tubuh. Kemudahan untuk mendapatkan air minum penting
untuk semua jenis tempat kerja. Jika terjadi dehidrasi (kekurangan
cairan) pada pekerja, sebagai akibatnya dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti kram, lelah, pingsan dan mengalami kecelakaan.
Mereka juga dapat menderita masalah kesehatan dalam jangka
panjang. Ketika para pekerja bekerja pada suhu tinggi, mereka bisa
kehilangan beberapa liter air per shift. Ibu hamil harus minum air lebih
banyak. Dalam kedua kasus ini, akses terhadap air menjadi suatu
kepentingan ekstra. Air yg digunakan utk makan dan minum harus
memenuhi syarat-syarat sbb :
- Air tidak boleh berbau & harus segar
- Air tidak boleh berwarna & berasa
34
- Air tidak boleh mengandung binatang atau bakteri yg berbahaya
Air minum harus bersih dan disimpan dan terhindar dari kontaminasi.
Jika tidak ada keran, container tertutup dapat digunakan, tetapi ini harus
diberi label yang 'air minum' dalam bahasa dimengerti oleh pekerja. Dan
yang paling penting bahwa air harus ditempatkan pada tempat yang
mudah terjangkau dan tata letak kerja memudahkan bagi pekerja menuju
lokasi tersebut.
b. Toilet dan fasilitas mencuci
Toilet dan fasilitas mencuci sangat penting disediakan di tempat kerja.
Akses ke toilet adalah kebutuhan dasar. Dalam sebuah tempat kerja
dengan jumlah staf yang besar, perlu memiliki beberapa toilet dan urinal,
fasilitas terpisah bagi pekerja wanita dan laki-laki. Fasilitas ini harus
ditempatkan untuk menghindari berjalan jauh menuju tempat tersebut dan
tidak menunggu lama serta tidak boleh terhubung langsung dengan
tempat kerja dan letaknya harus dinyatakan dengan jelas. Adapun jumlah
toilet adalah sebagai berikut:
- Untuk 1 – 15 orang buruh = 1 kakus
- Untuk 16 – 30 orang buruh = 2 kakus
- Untuk 31 – 45 orang buruh = 3 kakus
- Untuk 46 – 60 orang buruh = 4 kakus
- Untuk 61 – 80 orang buruh = 5 kakus
- Untuk 81 – 100 orang buruh = 5 kakus
- Dan selanjutnya untuk tiap 100 orang = 6 kakus
Toilet dapat menjadi tempat beresiko penyakit menular dan, di
beberapa negara, penyakit dari nyamuk seperti Malaria. Untuk
mengurangi risiko ini, toilet perlu cukup terang dan berventilasi, harus
ditempatkan jauh dari makanan dan area kerja dan dibersihkan secara
teratur. Sabun harus disediakan untuk mencuci tangan (dengan
pemberitahuan pengingat) dan perusahaan harus proaktif dalam
mendorong kebersihan dasar.
Toilet yang bersih harus yg memenuhi syarat sbb:
35
- Tidak berbau & ada kotoran yg terlhat
- Tidak ada lalat, nyamuk atau serangga yg lain
- Hrs selalu tersedia air bersih yg cukup
- Hrs dapat dibersihkan dengan mudah dan paling sedikit 2 – 3x
sehari
c. Ruang makan atau kantin
Penyediaan ruang makan dan atau kantin akan menunjang gizi kerja.
Gizi kerja akan menunjang kapasitas kerja. Ruang makan harus terletak
jauh dari ruang kerja untuk menghindari kontak dengan kotoran, debu
atau zat berbahaya yang ada selama proses kerja. Lokasi yang
disediakan harus senyaman mungkin, untuk memungkinkan pekerja
bersantai selama istirahat guna makan. Jika layanan kantin disediakan,
maka fasilitas mencuci yang sesuai dan kebersihan untuk makanan
pekerja harus menjadi prioritas (jika tidak, maka seluruh tenaga kerja
berisiko terhadap penyakit yang berhubungan dengan makanan).
Penyiapan dan penyimpanan makanan juga harus aman dan higienis.
d. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja dan
Pelayanan Kesehatan Kerja
Sumber bahaya di tempat berisiko terhadap terjadinya kasus
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu hal
yangbtidak diinginkan oleh semua pihak. Sering tenaga kerja mengetahui
sumber bahaya tetapi tidak mengerti bagaimana upaya pencegahannya
sehingga menyebabkan kecelakaan atau sakit. Untuk itu maka perlu
adanya pelaksanaan P3K di tempat kerja, guna menangani kecelakaan
kerja yang terjadi di lingkungan perusahaan. Pertolongan pertama dengan
sedikit tindakan dengan peralatan sederhana akan banyak manfaatnya
dalam mencegah keparahan, mengurangi penderitaan dan bahkan
menyelamatkan nyawa korban. Beberapa kecelakaan yang terjadi seperti:
- luka dan perdarahan;
- patah tulang;
36
- luka bakar;
- Pajanan bahan kimia;
- Gangguan pernafasan, peredaran darah dan kesadaran;
- Sengatan listrik;
- Kekurangan oksigen;
- Pajanan suhu ekstrim;
- Adanya gas beracun; dan lain-lain
Penyediaan fasilitas P3K di tempat kerja yang didukung petugas yang
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar di bidang P3K di tempat
kerja akan dapat menekan atau mengurangi konsekuensi yang
ditimbulkan. Petugas P3K di tempat kerja dengan rasio sebagai berikut:
Fasilitas P3K di Tempat Kerja meliputi : Ruang P3K, Kotak P3K
dan isi, Alat evakuasi dan alat transportasi, dan fasilitas tambahan berupa
alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus. Alat pelindung diri khusus
disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja yang
digunakan dalam keadaan darurat, misalnya alat untuk pembasahan
tubuh cepat (shower) dan pembilasan/pencucian mata. Kotak P3K harus
terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dipindah/diangkat dari tempatnya
jika ada kecelakaan dan diberi label. Kotak P3K ditempatkan pada tempat
yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda arah yang jelas serta
37
cukup cahaya. Penempatan dan jumlah minimum kotak P3K disesuaikan
dengan jenis tempat kerja dan jumlah pekerja/buruh.
Pelaksanaan P3K di tempat kerja harus menjamin sistem
penanganan kecelakaan di tempat kerja sampai mendapatkan rujukan ke
38
fasilitas pelayanan kesehatan dengan penyediaan fasilitas P3K yang
sesuai dengan sifat pekerjaan. Fasilitas pelayanan yang menjadi rujukan
P3K dapat diberikan pada klinik perusahaan atau kerjasama dengan
klinik/rumah sakit di luar perusahaan. Untuk menjaga atau
mempertahankan kondisi kesehatan pekerja perlu dilakukan pemeriksaan
kesehatan secara berkala bagi pekerja.
e. Fasilitas tambahan untuk kesehatan tenaga kerja
Tergantung pada ukuran, bentuk dan sifat tenaga kerja, Anda mungkin
perlu menyediakan fasilitas kesejahteraan dan perlindungan tambahan
berikut dibawah ini.
Pakaian kerja : Pakaian yang sesuai dapat memberikan perlindungan
bagi pekerja, seperti penambang dan mereka yang bekerja di suhu
ekstrim. Pekerja memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang
hal-hal yang merupakan praktek terbaik. Setiap persyaratan dalam
kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja untuk mengenakan
pakaian khusus harus memenuhi standar nasional dan internasional.
Apabila pekerja diwajibkan untuk mengenakan pakaian atau seragam
tertentu (seperti untuk pelayan), mereka harus berkonsultasi untuk
memastikan bahwa mereka mendapat pakaian yang cocok dan
nyaman. Bentuk pakaian harus sesuai dengan pekerjaan dan sopan. Ini
berarti bahwa tidak melanggar norma-norma budaya / agama, gender
atau preferensi lainnya dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
para penyandang cacat. Semua pakaian yang dikenakan sebagai
bagian dari kewajiban pekerjaan umum harus disediakan oleh
perusahaan.
Fasilitas rekreasi dan ruang istirahat. Untuk menjadi produktif
dibutuhkan pikiran yang jernih dan pikiran yang terfokus maka
diperlukan istirahat dan rekreasi. Kamar atau ruang istirahat harus
dibuat didalam atau didekat gedung dengan akses yang mudah bagi
para pekerja. Jika mungkin, fasilitas harus mencakup ruang untuk
39
latihan atau olahraga ringan, seperti tenis meja atau basket. Istirahat
dan pemulihan sangat penting untuk:
- Pekerja pada pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi;
- Pekerja shift, yang mungkin perlu untuk berbaring dan beristirahat;
- Wanita (atau pria) yang kadang-kadang perlu ruang spesifik yang
bersih dan aman misalnya ruang tertentu untuk menyusui atau
mendiskusikan isu-isu gender-spesifik dan sensitif, seperti
pelecehan seksual. Komite /representatif kesehatan dan
keselamatan perusahaan harus mengadakan konsultasi terpisah
dengan pekerja perempuan tentang hal ini;
- Pekerja penyandang cacat yang mungkin memiliki kebutuhan
tertentu /khusus dan orang-orang membutuhkan berolahraga
(perokok dapat dianjurkan untuk mengambil "time-out" dalam ruang
daripada keluar untuk merokok).
Dengan menyediakan fasilitas ini dan waktu karyawan atau tenaga
kerja untuk menggunakannya maka dapat membantu pekerja dan manajer
untuk tetap sehat dan nyaman sehingga mereka dapat produktif untk
bekerja secara maksimal. Rasa memiliki dan semangat tim, yang
merupakan hal penting untuk kerjasama di tempat kerja, juga dapat
didorong dengan membentuk tim olahraga atau klub sosial pekerja
(mungkin dengan bantuan dana). Oleh karena itu biaya penunjang
kegiatan tersebut dapat dilihat sebagai investasi untuk kebugaran fisik dan
psikologis produktivitas tenaga kerja.
Transportasi ke dan dari tempat kerja : Pekerja perempuan, dan juga laki-
laki (terutama pada shift malam), beresiko jika mereka harus menunggu
lama untuk transportasi di tempat umum yang tidak aman atau pada
waktu yang tidak aman. Manajemen harus waspada terhadap kesulitan
yang dialami oleh pekerja dalam perjalanan menuju dan dari tempat kerja.
Jika ada kekurangan pada transportasi publik, tidak dapat diandalkan dan
tidak aman maka perusahaan dapat mempertimbangkan menyediakan
layanan transportasi. Ini dapat dinegosiasikan berkenaan dengan
pembayaran.
40
Pengasuhan Anak: Ketika menilai isu kesejahteraan, kebutuhan pekerja
dengan tanggungan anak atau kerabat tua/sakit harus diberikan perhatian.
Hal ini terutama penting di negaranegara di mana adanya penyakit
(khususnya HIV AIDS) atau konflik meningkatkan jumlah orang tua
tunggal. Sebuah diskusi yang sensitif dengan orang tua/wali tentang
masalah ini (mungkin dalam satu kelompok jenis kelamin) menjadi bagian
penting untuk memahami masalah yang mereka hadapi. Mengatasi
masalah ini akan membantu para pekerja untuk mencapai fokus bekerja
maksimal. Memberikan pengasuhan anak di tempat kerja bisa
dipertimbangkan, tetapi adaptasi kecil juga dapat membuat perbedaan
besar. Ini mungkin termasuk:
- membuat penyesuaian kecil dalam jam kerja atau pengaturan cuti untuk
tanggung jawab keluarga dan pekerjaan harus seimbang;
- memungkinkan pekerja untuk mengambil satu jam keluar dari
pekerjaan untuk bertemu dokter;
- membiarkan pekerja menggunakan telepon untuk menghubungi
kerabat yang sakit;
- menyediakan informasi tentang fasilitas penitipan anak.
Kategori D: risiko pribadi dan psikologis
Jika suatu perusahaan ingin memaksimalkan produktivitas, perlu
menciptakan tempat kerja di mana pekerja merasa aman dan dihormati.
Isu ini melampaui keselamatan fisik dan termasuk melindungi
kesejahteraan diri, martabat dan mental pekerja. Intimidasi atau
pelecehan sering mengancam rasa kesejahteraan dan keamanan pekerja
di tempat kerja.
a. Pelecehan dan penganiayaan
Pelecehan mengacu pada berbagai perilaku yang tidak diinginkan dan
dianggap sebagai gangguan termasuk menganiaya, memaksa,
mengganggu, mengintimidasi dan menghina orang lain karena ras, usia,
kecacatan, atau jenis kelamin. Dalam segala bentuk, umumnya pelecehan
terjadi karena perbedaan dalam kekuatan misalnya seseorang (atau
41
sekelompok orang) dengan kekuasaan atau wewenangnya melecehkan
seseorang yang mempunyai posisi kurang kuat. Sering pelaku pelecehan
melakukan tindak pelecehan dengan caranya dan tidak peduli terhadap
dampak yang terjadi pada korban. Mereka percaya bahwa korban dalam
posisi yang lemah, harus siap dengan perilaku ini. Dalam kasus lain
pelaku pelecehan sepenuhnya menyadari dampak buruk tingkah lakunya
dan ini dapat menjadi bagian dari penyebab korban keluar dari
pekerjaannya. Dalam kedua kasus, korban pelecehan sering merasa tak
berdaya, dipermalukan,
terisolasi dan direndahkan. Pelecehan biasanya serangkaian insiden,
bukan satu peristiwa dan mungkin mencakup:
- memukul atau mendorong;
- berteriak, mengejek atau mengolok-olok orang;
- mengancam untuk memberikan penilaian kinerja yang buruk;
- menolak makan dengan seseorang;
- kritik oleh seorang manajer secara publik ;
- memindahkan pekerja karena memiliki HIV;
- pelecehan seksual (lihat sub bab berikutnya.)
Siapa saja bisa diganggu, tetapi lebih mungkin terjadi jika orang tersebut:
- berbeda (dalam kepribadian, penampilan fisik, warna kulit, dll);
- terisolasi;
- berada di bawah pengawasan pelaku pelecehan;
- tidak memiliki cara yang jelas untuk mengeluh.
b. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual adalah perlakuan yang tidak diinginkan yang
bersifat seksual, atau berdasarkan jenis kelamin, mempengaruhi martabat
perempuan dan laki-laki di tempat kerja. Pelecehan seksual bisa
melibatkan segala sesuatu yang bersifat gender dan tindakan seksual
yang tidak diinginkan. Daftar berikut memuat beberapa dari bentuk.
- Penyerangan dan pemerkosaan seksual di tempat kerja-merupakan
pelecehan seksual dalam bentuk yang paling menonjol;
42
- Pelecehan fisik, termasuk mencium, menepuk, menyentuh, atau
mencubit dengan cara seksual;
- Pelecehan verbal , termasuk komentar yang tidak diinginkan tentang,
kehidupan penampilan pribadi atau badan seseorang , penghinaan
dan merendahkan didasarkan pada jenis kelamin seseorang dan
lelucon dicerita-kan dalam cara yang ofensif;
- Sebuah permintaan untuk melakukan hubungan seks dengan imbalan
manfaat pekerjaan (kenaikan upah, promosi atau kesempatan
pelatihan, dll) atau hanya untuk menjaga pekerjaan korban. Bentuk
pelecehan seksual juga merupakan penyalahgunaan wewenang oleh
majikan (atau agen majikan) dan kadang-kadang digambarkan
sebagai pemeras seksual;
- Pelecehan gestural, yang melibatkan gerakan bernada seksual seperti
kedip-an, mengangguk, gerakan dengan tangan, kaki atau jari,
menjilati bibir;
- Pelecehan tertulis atau grafik, termasuk menampilkan materi
pornografi dan pelecehan melalui surat, email dan bentuk komunikasi
lainnya;
- Pelecehan emosional, melibatkan perilaku yang isolat, adalah
diskriminatif terhadap, atau mengecualikan seseorang atas dasarnya
atau seksnya.
Korban pelecehan seksual
Baik pria maupun wanita, tanpa memandang usia, status perkawinan,
penampilan fisik, latar belakang, atau status profesional dapat menjadi
korban pelecehan seksual. Namun, perempuan cenderung lebih rentan
daripada pria. Hal ini karena mereka sering memiliki posisi lemah dalam
masyarakat, daya tawar rendah di pasar tenaga kerja dan kekuatan fisik
yang kurang/ tinggi untuk menahan kekerasan fisik. Survei menunjukkan
bahwa setidaknya 40 persen dari semua perempuan yang bekerja dan
sebanyak 15 persen pria yang bekerja telah mengalami beberapa bentuk
pelecehan seksual. Khususnya kelompok rentan lainnya termasuk:
43
- Pekerja muda ;
- Lajang, pisah, janda atau pekerja bercerai ;
- Pekerja di pekerjaan non-tradisional;
- Pekerja perempuan di lingkungan mayoritas laki-laki;
- Buruh kasual atau migran.
Seperti pelecehan lainnya, pelecehan seksual memalukan dan
merendahkan. Namun, di samping itu, pengalaman pelecehan seksual
sangat pribadi, emosional yang menyakitkan dan sulit untuk dibicarakan.
Ketika korban diawasi/dikelola oleh peleceh, mereka sering takut
pembalasan di tempat kerja jika mereka melaporkan apa yang telah
terjadi: penolakan untuk promosi, diberi tugas terburuk memalukan atau
kehilangan pekerjaan mereka sepenuhnya. Akibatnya, pelecehan seksual
sering kali tidak dilaporkan.
Pentingnya pencegahan pelecehan seksual
Sebagaimana disebutkan di atas, pelecehan seksual sering kali tidak
dilaporkan, namun ini tidak berarti bahwa konsekuensi yang sepele.
Mereka dapat meliputi:
- penyakit fisik atau penyakit, seperti sakit kepala, gangguan kulit
dan masalah pencernaan;
- ketegangan, kecemasan, depresi dan insomnia;
- kepuasan kerja berkurang, motivasi kerja;
- hilangnya kepercayaan dan kinerja kerja (Penelitian menunjukkan
bahwa insiden pelecehan seksual dapat menyebabkan penurunan
tajam dalam produktivitas oleh korban);
- pekerja dilecehkan sering akan meninggalkan pekerjaan daripada
melaporkan insiden.
Pelaku pelecehan cenderung untuk mengulangi perilaku yang sama,
sangat mungkin bahwa pekerja baru akan menjadi korban perilaku yang
sama dan pelecehan akan terjadi lagi. Biaya hukum dapat menjadi biaya
lain, dalam hal korban pelecehan seksual mengejar tindakan hukum atas
kerusakan, upah hilang atau pemulihan.
Pencegahan dari pelecehan diantaranya :
44
- Waspada dan sadar : Pelecehan bisa terjadi dimana saja dan kapan
saja. Semua orang di tempat kerja perlu menyadari risiko dan tanda-
tanda, dan siap untuk melaporkannya. Pelecehan seksual adalah
salah satu bentuk yang paling umum dari pelecehan tetapi paling
sedikit dilaporkan.
- Mengambil tindakan untuk mengurangi risiko pelecehan. Pelecehan
biasanya, meskipun tidak selalu, berlangsung secara rahasia.
Tindakan mengurangi isolasi dapat membantu, seperti meningkatkan
pencahayaan di daerah yang temaram dan tidak memposisikan
kemungkinan korban pelecehan (seksual) di daerah terpencil di
perusahaan. Namun, yang paling efektif, tindakan perlu berdampak
pada peleceh potensial, yang berarti meningkatkan kesadaran dan
menunjukkan toleransi nol.
- Menyediakan konseling dan dukungan. Konseling yang tepat dapat
membantu para korban, sehingga perusahaan dapat membantu
pekerja dengan memberikan rincian kontak dari organisasiorganisasi
yang menyediakan konseling. Mengembangkan kebijakan
menggabungkan aturan kerja dan keluhan yang transparan dan
prosedur investigasi yang:
a. Mendefinisikan pelecehan dengan jelas, termasuk pelecehan
seksual, dan membuat jelas bahwa pelecehan tidak akan
ditoleransi;
b. Menetapkan bahwa setiap pekerja berhak untuk diperlakukan
dengan hormat di tempat kerja;
c. Menyediakan bagi individu untuk mengambil peran 'focal
point'untuk kasus-kasus pelecehan seksual, untuk memastikan
bahwa para korban mendengarkan dengan sensitivitas;
d. Jadilah subyek konsultasi dengan pekerja dan manajer dan
berbagi dengan semua staf dan semua rekrutan baru;
e. memberi perhatian manajer dan supervisor dan membuat jelas
mereka memiliki tugas untuk melaksanakan kebijakan dan akan
diajarkan bagaimana.
45
f. Tentukan prosedur yang harus diikuti jika insiden terjadi atau
diduga. Ini harus mencakup:
- Sebuah proses langkah-demi-langkah untuk penanganan
dan menyelidiki keluhan dengan batas waktu pada setiap
langkah;
- Prosedur banding, pihak sehingga tidak puas (korban atau
terdakwa) dapat mengajukan banding hasil investigasi
kepada otoritas yang lebih tinggi;
- Hapus aturan disiplin yang menyatakan hukuman yang akan
dikenakan jika keluhan ditemukan dibenarkan.
c. HIV/AIDS Di Tempat Kerja
Kasus HIV/AIDS terdapat kecenderungan jumlahnya meningkat
dari waktu ke waktu. Jumlah kasus HIV/AIDS sebagian besar terdapat
pada kelompok usia kerja produktif yang akan berdampak negatif
terhadap produktivitas perusahaan. Maka untuk mengantisipasi dampak
negatif dari kasus HIV/AIDS di tempat kerja diperlukan upaya pencegahan
dan penanggulangan yang optimal. Untuk melaksanakan upaya
pencegahan dan penangglangan HIV/AIDS di tempat kerja, pengusaha
wajib:
- Mengembangkan kebijakan tentang upaya pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS;
- Mengkomunikasikan kebijakan dengan cara menyebarluaskan
informasi dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
- Memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh dengan HIV/AIDS
dari tindak dan perlakuan diskriminasi
- Menerapkan prosedur K3 khusus untuk pencegahan dan
penanggulanganHIV/AIDS sesuai denganperaturan perundang-
undangan dan standar yang berlaku.
Untuk petugas P3K di tempat kerja dalam memberikan pertolongan
pertama harus memperhatikan Universal Precaution, dimana bertujuan
untuk mengurangi risiko infeksi terutama yang ditularkan melalui darah
46
dan cairan tubuh tanpa membedakan status infeksi yang dapat dicapai
dengan:
- Hindari kontak langsung dengan darah/cairan tubuh korban dengan
menggunakan APD secara memadai;
- Cuci tangan sebelum dan segera sesudah melakukan tindakan
dengan air mengalir dan sabun atau anti septik lainnya;
- Bersihkan segera ceceran darah/cairan tubuh korban secepat
mungkin dengan disiram antiseptik, dan buang ke tempat
pembuangan khusus dan dianggap sebagai limbah berbahaya karena
bersifat infeksius;
- Pakaian dan peralatan yang kontak dengan darah/cairan tubuh korban
segera direbus/direndam air panas minimal 80 V C.
Bahwa status HIV seseorang pekerja tidak boleh menyebabkan ia
mengalami diskriminasi di tempat kerja. Apalagi menjadi alasan untuk
diberhentikan dari pekerjaannya. Karena HIV/AIDS tidak akan menular
kepada pekerja lain dalam hubungan sosial sehari-hari dalam lingkungan
kerja. Upaya-upaya pencegahan HIV dan AIDS di tempat kerja akan dapat
mencegah penularan HIV terhadap para pekerja dan melakukan upaya-
upaya pendidikan kesehatan pada semua pekerja sehingga tetap
produktif.
d. Narkoba Di Tempat Kerja
Untuk mencegah dan menanggulangi pengaruh buruk terhadap
kesehatan, ketertiban, keamanan dan produktivitas kerja akibat
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya di tempat kerja diperlukan upaya pencegahan dan
penangggulangan yang optimal, serta peran aktif pihak pengusaha dan
pekerja. Upaya aktif dari pihak pengusaha dalam pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja adalah dengan
penetapan kebijakan serta penyusunan dan
pelaksanaan program. Narkoba dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
dan mengakibatkan kecelakaan serta penurunan produktivitas. Dengan
47
upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di
tempat kerja maka pekerja dapat terhindar dari bahaya naarkoba
sehingga selalu sehat dan tetap produktif.
2.4 Praktik Perawatan Kesehatan Kerja
2.4.1 Persyaratan Perawat Kesehatan Kerja
Menurut American Association of Occupational Health
Nurses, perawat hiperkes (hygiene perusahaan & kesehatan kerja)
yaitu “orang yang memberikan pelayanan keperawatan medis
kepada tenaga kerja”. Adapun persyaratan perawat hiperkes
adalah :
1. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar dan teknik
perawatan dalam hal pertolongan pertama pada kecelakaan
ringan keadaan darurat
2. Melengkapi diri degan pengetahuan&keterampilan khusus
kesehatan kerja
Pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki perawat
Hiperkes :
a. pengetahuan tentang undang-undang kesehatan
b. Sanitasi
c. Penyakit akibat kerja
d. Pendidikan kesehatan kepada tenaga kerja
e. Bahaya pemaparan dari proses industri
f. Pencatatan dan pelaporan
g. Asuransi kesehatan
2.4.2 Fungsi perawat
Fungsi perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di industry
adalah sebagai berikut (Nasrul Effendy, 1998).
Promotor, Konselor, dan Supervisi Kesehatan
Mengkaji Masalah Kesehatan Pekerja
48
Mengumpulkan data para pekerja, mencakup biodata, riwayat
penyakit yang lalu, masalah kesehatan pekerja saat ini.
Menganalisa masalah kesehatan pekerja.
Menentukan kesehatan pekerja.
Menyusun prioritas masalah.
Menyusun rencana askep pekerja, meliputi :
– Merumuskan tujuan
– Menyusun rencana tindakan
– Menyusun kriteria keberhasilan
Melaksanakan Pelayanan Kesehatan & perawatan terhadap
pekerja
– Memberikan askep di klinik sesuai dg perencanaan
– Kolaborasi dengan dokter dalam melakukan tindakan medik
– Melakukan P3K
– Melakukan rujukan
Melakukan penilaian
– Menilai hasil askep berpedoman pada tujuan dan criteria
hasisl
– Membandingkan hasil dengan tujuan dan criteria hasil yang
telah dirumuskan
2.4.3 Tugas perawat
Tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di
industry adalah sebagai berikut (Nasrul Effendy, 1998).
a. Pengawasan terhadap lingkungan pekerja (Supervisi)
b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c. Membantu pekerja dalam pemeriksaan dokter
d. Membantu dalam penilaian kesehatan pekerja
e. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
f. Pemeriksaan lanjutan setelah sakit atau cedera
g. Pemeriksaan bagi mereka yang mengidap penyakit yang susah
dikenal dan mereka yang bekerja dalam lingkungan berbahaya
49
h. Mengembangkan dan melaksanakan program imunisasi dan
vaksinasi
i. Memberikan pelatihan kepada petugas pertolongan pertama.
j. Perawat kesehatan kerja sebagai penasehat bagi
manajemen dan pekerja, maka dari itu seharusnya nasihat yang
diberikannya benar, diberikan menurut tata cara yang baik dan
bukan dibawah tekanan.
k. Merencanakan & melaksanakan kunjungan & perawatan di
rumah pada pekerja dan keluarganya yg mempunyai masalah
l. Berpartisipasi dalam pendidikan Hyperkes terhadap pekerja
m. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
n. pendidikan mengenai KB terhadap pekerja/ keluarganya
o. Membantu usaha penyelidikan kesehatan kerja
p. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan hiperkes.
2.4.4 Macam Pemeriksaan Kesehatan menurut Peraturan Menteri
Tenaga Kerja & Transmigrasi No.PER.02/MEN/1980
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
a. pre placement health examination
b. pre employment helath examination
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
a. periodik health examination
b. annual helath examination
3. Pemeriksan kesehatan khusus
a. special health examination
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
Untuk mendapatkan tenaga kerja yang diterima dalam kondisi
kesehatan yang setinggi-tingginya
Tidak mempunyai penyakit menular
Penyesuaian dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
50
Untuk menilai efektifitas usaha pencegahan yang telah dilakukan
oleh perusahaan
Untuk mengidentifikasi sedini mungkin tenaga-tenaga kerja yang
menunjukkan gangguan kesehatan oleh karena pekerjaan/
lingkungan kerja
3. Pemeriksaan kesehatan khusus
Untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu
terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja
tertentu
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap :
1. TK yang telah mengalami kecelakaan/ PAK, sehingga memerlukan
perawatan >2 minggu
2. TK berusia ≥40 tahun/ TK wanita/ TK cacat/ TK muda yang melakukan
pekerjaan tertentu
3. TK yang mendapat dugaan-dugaan tertentu mengenai masalah
kesehatan
4. TK yang akan pension (ada/ tidak adanya gangguan kesehatan akibat
kerja)
Hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
Sehat
Perlu tindak lanjut adanya kelainan medis yang ditemukan
Perlu tindak lanjut dari segi pekerjaan masih memungkinkan atau
tidak
Klasifikasi hasil pemeriksaan fisik
Baik sekali (tidak ada cacat) yaitu dapat bekerja apapun, misalnya :
seleksi TNI
Baik (ada cacat kecil dapat dikoreksi) yaitu dapat bekerja, misalnya :
caries, koreksi mata, reflek patella menurun
51
Baik hanya untuk pekerjaan tertentu yaitu mempunyai kekurangan /
kecacatan yang bisa mempengaruhi daya kerja, misalnya cacat yang
sulit diperbaiki : hernia, sakit jantung, diabetes, TBC yg sudah tenang
Tidak baik (punya penyakit yang membahayakan) yaitu termasuk tidak
dapat dipekerjakan, misalnya : penyakit rohani / jiwa, epilepsi, TBC
aktif
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Fisik
a. Fit for all duty : dapat melakukan segala macam pekerjaan dan tidak
ada kelainan fisik atau cacat
b. Fit for duty with minor correctable defect : dapat melakukan tugas /
pekerjaan dengan kelainan ringan yang dapat dikoreksi, misalnya
gangguan ketajaman penglihatan, gigi berlubang
c. Fit for selected/ limited duty : dapat melakukan pekerjaan atau tugas
tertentu yang terbatas karena adanya defek/ penyekit yang menetap.
Tenaga kerja ini dpt melakukan pekerjaan yang khusus dan
ditempatkan pada tempat yang sesuai sekitarnya. Contohnya
seseorang yang buta warna mash dapat ditempatkan pada unit kerja
yang tidak memerlukan persepsi warna
d. Un-fit for all duty : tidak dapat dipekerjakan pada saat ini. Misalnya
sedang menderita penyakit menular akut, gangguan jiwa, dsb.
2.4.5 Tingkat Pencegahan Gangguan Kesehatan&Kecelakaan Akibat Kerja
Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level
of prevention disease) pada penyakit akibat kerja diantaranya adalah
health promotion, spesific protection, early diagnosis and prompt
treatmenr, rehabilitation, dan disability limitation.
A. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan pada pekerja
Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat
Penyediaan perumahan pekerja yangg sehat
52
Rekreasi bagi pekerja
Penyediaan tempat & lingkungan kerja yang sehat
Pemeriksaan sebelum bekerja
Perhatian terhadap faktor keturunan
B. Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Pemberian imunisasi
Hygiene kerja yang baik
Sanitasi lingkungan kerja yang sehat
Perlindungan diri terhadap bahaya pekerjaan
Pengendalian bahaya akibat kerja
Perlindungan terhadap factor karsinogen
Menghindari sebab alergi
Perserasian manusia (pekerja) dengan mesin
C. Diagnosa Dini dan Pengobatan yang Tepat (Early Diagnosis and
Promtreatment)
Penyaringan dan identifikasi tenaga kerja (perorangan/ kelompok)
yang rentan terhadap gangguan penyakit
General ceck up secara teratur terhadap pekerja dengan tujuan :
– mengobati & mencegah proses penyakit
– mencegah penularan penyakit
– mencegah komplikasi
D. Pencegahan Kecacatan (disability Limitation)
Pengobatan yang adekuat untuk mencegah & menghentikan
proses penyakit
Perawatan yang baik
Penyediaan fasilitas untuk membatasi kecacatan dan mencegah
kematian seperti fasilitas untuk pemeriksaan fisik dan penunjang
E. Pemulihan (Rehabilitation)
• Evaluasi tingkat kecacatan pekerja
• Merekomendasikan penempatan kembali tenaga kerja yang cacat
dan sesudah perawatan yang lama secara selektif sesuai dengan
kemampuannya
53
2.5 Isu Praktik Perawatan Kesehatan Kerja
Di Indonesia, praktek Kesehatan Kerja mulai berjalan secara lebih
terarah pada beberapa perusahaan besar sejak UU No.1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja diberlakukan. Sebagian besar pekerja
UMKM di sektor formal atau informal tidak terakses kesehatan kerja.
Pelaksanaan di perusahaan formal sangat bervariasi mencakup (1)
sangat sederhana berupa P3K untuk menangani pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akut. Dengan demikian,
hanya melaksanakan upaya kuratif dan rehabilitaf, terutama di
perusahaan besar; 2) upaya komperhensif mencakup promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan yang dipersyaratkan
oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.
Per.03/Men/1982, pasal 2 dan diusulkan oleh ICOH tahun 2005; (3)
sebagian kecil mulai mengoutsource upaya kuratif dan rehabilitatif dan
fokus menjalankan fungsi promosi dan prevensi sesuai yang
dirumuskan oleh Komisi Gabungan ILO dan WHO tahun 1995.
Pada praktik di lapangan, pengandil (stakeholders) kesehatan
kerja meliputi pekerja dan wakilnya (serikat pekerja), manajemen atau
pemilik usaha, dan pemerintah. Komponen pemerintah meliputi
Depertemen Kesehatan, Depertemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta instansi teknis
terkait lainnya, akademisi dan asosiasi profesi.
Isu terkini dalam praktik kesehatan kerja di Indonesia antara lain
meliputi perkembangan 1) kebutuhan peningkatan koordinasi dan
sinergi antar pengandil 2) kebutuhan pada harmonisasi peraturan
perundang-undangan dan sistem informasi/ pelaporan kepada instansi
terkait yang lebih terarah dan tidak tumpang tindih. 3) kebutuhan
dukungan pemerintah dalam penegakkan kewajiban dan penegakkan
hukum (law enforcement), serta dukungan sumber daya manusia dan
fasilitas (capacity building) dalam pelaksanaan kesehatan kerja di dunia
usaha dan dunia kerja. 4) kebutuhan standar kompetensi profesi
Kesehatan Kerja untuk menjamin mutu pelayanan. 5) konsep dosis
54
pajanan. Praktisi membutuhkan nilai ambang batas pajanan toksikan
atau substansi lainnya yang berada di lingkungan kerja, agar pekerja
tidak terkena dampak kesehatan. 6) rekognisi hubungan antara tugas
atau pekerjaan tertentu dengan status kesehatan atau penyakit.
Misalnya pengemudi taksi dengan penyakit nyeri punggung bawah (low
back pain). 7) studi epidemiologi yang menentukan hubungan antara
penyakit dan faktor risiko.
2.5.1 Etika Kesehatan Kerja
Pelaksanaan upaya kesehatan kerja dengan subjek manusia
tersebut memerlukan etika, karena ada unsur HAM yang harus
dihormati dan dijaga. Etika kesehatan kerja tidak persis sama dengan
etika kedokteran, karena: (1) tanggung jawab profesi kesehatan kerja
yang kompleks terhadap pekerja, pemberi kerja, lembaga terkait
kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial dan hukum; (2) profesi
kesehatan kerja terdiri dari banyak individu yang berasal dari berbagai
disiplin ilmu; dan (3) pendekatan multidisiplin dengan latar belakang
yang bervariasi.
Di Indonesia, kode etik yang terkait dengan kesehatan kerja telah
disusun oleh beberapa organisasi profesi, antara lain: 1) Kode Etik
Dokter Kesehatan Kerja disusun IDKI (1999). 2) Kode Etik Spesialis
Kedokteran Okupasi disusun PERDOKI (2004). 3) Di tingkat
internasional, kode etik pertama profesi kesehatan kerja dipublikasi
oleh ICOH pada tahun 1992 dan direvisi pada tahun 2002. Kode etik ini
relevan bagi profesional yang bertugas di perusahaan, sektor swasta/
umum, berkaitan dengan K3, hygiene dan lingkungan kerja. Kode etik
tersebut juga berlaku bagi individu/ organisasi pelayanan K3 terhadap
pelanggan dan dalam pelayanan kesehatan masyarakat atau
komersial.
Prinsip etika dan nilai dalam kode etik ICOH tersebut mencakup:
1) Kesehatan kerja bertujuan memberikan pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan sosial bagi pekerja, individu atau kelompok. Praktik
55
kesehatan kerja harus berdasarkan standar tertinggi profesi dan prinsip
etika. 2) Kebijakan dan program kesehatan kerja melindungi kehidupan
& kesehatan pekerja, menjunjung HAM dan etika Berintegritas, tidak
apriori, menjaga kerahasiaan data dan privacy pekerja. 3) Bebas
berkarya sebagai ahli dalam menjalankan fungsi kesehatan kerja.
Mendapatkan dan menjaga kompetensi serta kondisi yang diperlukan
dalam menjalankan tugas sesuai praktik yang baik dan etika profesi.
2.5.2 Dimensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Di Indonesia, minimnya perhatian terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja kemungkinan besar disebabkan oleh ruang lingkup
masalah tersebut yang amat luas, bersifat lintas sektor dan
menyangkut berbagai aspek. Oleh karenanya pengelolaannya pun
tentu bersifat lintas sektor dan membutuhkan koordinasi yang intens
antar semua pihak terkait.
Sementara yang juga menjadi salah satu kelemahan serius di
Indonesia adalah rendahnya kemampuan berkoordinasi, baik dalam
perencanaan program maupun dalam pelaksanaan suatu kebijakan.
Dalam soal kesehatan dan keselamatan kerja, misalnya, yang
dibutuhkan minimal koordinasi yang intens antara pihak yang terlibat
dalam dunia kesehatan dan dunia ketenaga-kerjaan, baik pada lingkup
operasional, penentu kebijakan, maupun dengan elemen yang terlibat
dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Dengan kata lain, kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat
dari berbagai sisi, antara lain:
Dari ruang lingkupnya K-3 dapat diartikan sebagai suatu masalah
yang berkaitan dengan Dunia Kesehatan dan Dunia Kerja yang
serius saat ini dan menarik perhatian masyarakat internasional.
Sebagai disiplin ilmu merupakan ilmu kesehatan yang
memberikan perhatian besar terhadap hubungan timbal balik
antara aspek kesehatan dan aspek kerja.
56
Sementara dari aspek politik dan kebijakan publik dapat
dicerminkan dengan berbagai peraturan dan kebijakan –baik global
maupun nasional– yang bertujuan melindungi pekerja dan faktor
yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatannya dalam
pekerjaan.
2.5.3 Ancaman dan Gangguan
Berdasarkan pengamatan, gangguan dan ancaman terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia disebabkan oleh
berbagai faktor yang dalam keseharian sering luput dari
perhatian. Berbagai faktor penyebab tersebut dapat dibagi atas tiga
kelompok, yakni:
1. Faktor Manusia, sebagai penyebab dominan (sekitar 80%)
terganggunya kesehatan dan keselamatan kerja. Ini disebabkan
manajemen sumber daya manusia dibanyak perusahaan yang
tidak cermat memperhatikan kondisi spesifik individual yang
berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, seperti:
a) Usia, misalnya menempatkan pekerja yang terlalu tua atau
terlalu muda sehingga tidak sesuai dengan bidang kerja yang
ditangani.
b) Pengalaman, pendidikan, ketrampilan, misalnya menempatkan
pekerja yang kurang terlatih untuk jenis pekerjaan tertentu, atau
kompetensi tidak sesuai dengan bidang pekerjaan.
c) Kepribadian, yakni berkaitan dengan tingkat ketelitian,
keseriusan atau perilaku ceroboh dari pekerja.
d) Kesehatan fisik & psikis, antara lain karena kelelahan dan
sebagainya.
e) Jam kerja yang tidak teratur dan berlebihan.
2. Faktor peralatan dan bahan baku, yang tidak memenuhi standar
kesehatan dan keselamatan, seperti:
a) Peralatan tidak teruji dan atau berkualitas rendah.
b) Peralatan tidak egronomik.
57
c) Adanya kandungan racun, kuman dan radiasi pada bahan baku,
alat dan hasil produksi.
3. Faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi keselamatan dan
kesehatan kerja seperti:
a) Kualitas pencahayaan, suhu dan kebisingan.
b) Gelombang elektromagnetik, microwave, radiasi, dan
sebagainya.
c) Kontaminasi biologi (virus, kuman, jamur, bakteri, dan
sebagainya).
d) Pengolahan limbah tidak baik.
2.5.4 Implementasi dan Kendala K-3
Sebagai upaya perlindungan pekerja, masalah “Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K-3)” kini menjadi persoalan global, dan setiap
negara tentu harus menyikapinya dengan langkah konkrit dan
terencana. Pada lingkup internasional, misalnya, PBB melalui ILO
(International Labour Organisation) telah menetapkan ketentuan
tentang“Accupational Safety and Health” yang patut dilaksanakan
oleh semua negara anggota.
Fokus dari ketentuan tersebut adalah pencegahan efek samping
dari penggunaan teknologi dalam industri –dari paling sederhana
hingga tercanggih– yang mengganggu tata kehidupan dan lingkungan.
Sebagai anggota PBB dan ILO, Indonesia tampak berusaha
memenuhi ketentuan tersebut. Hal ini setidaknya tercermin pada
serangkaian kebijakan yang ditempuh pemerintah baik menyangkut
institusionalisasi, legislasi maupun operasional.
Dalam aspek institusional, misalnya, pada tahun 1957 peme-
rintah membentuk Lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian diu-bah
menjadi Lembaga Kesehatan dan Keselamatan Buruh ditahun 1965.
Untuk lebih mengefektifkan fungsi kesehatan dan kesela-matan kerja,
organisasi Departemen Kesehatan kemudian dilengkapi dengan Dinas
Higiene Perusahaan/Sanitasi Umum dan Dinas Kesehatan Tenaga
58
Kerja Departemen Kesehatan. Sementara De-partemen Tenaga Kerja
membentuk Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
(Hiperkes).
Untuk lebih mengintensifkan fungsinya, kedua institusi
tersebut kemudian dikembangkan menjadi Sub Direktorat Kesehat-an
Kerja Departemen Kesehatan (kemudian menjadi Badan Pusat
Kesehatan Kerja) dan Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja &
Transmigrasi. Sedang dalam aspek legislasi, perhatian terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja diwujudkan dengan terbitnya
sejumlah undang-undang dan peraturan, antara lain:
a. Undang-undang Kerja dan Undang-undang Kesehatan Kerja th
1957.
b. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
d. Undang-undang No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul
karena hubungan kerja.
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per
02/Men/1980 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Menyelenggarakan Keselamatan Kerja.
Implikasi dari ketentuan perundang-undangan tersebut, maka
aspek kesehatan dan keselamatan kerja kini ikut dijadikan bahan
pertimbangan formal dalam pemberian usaha, sementara sejumlah
perusahaan berskala besar secara khusus telah membentuk unit
kerja tersendiri untuk menangani masalah K-3, baik dengan bentuk
departemen, Divisi atau Bagian sesuai dengan tingkat resiko yang
dihadapi dalam pekerjaan.
2.5.5 Masalah Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
59
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya
belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran
bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%
menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja
untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian
besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat
teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan
pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan
pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
60
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
4. Kecelakaan kerja
adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya
kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari
yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di
laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
a. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
b. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium
itu sendiri. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1) Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman
dari:
a) Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
b) Lingkungan kerja
c) Proses kerja
d) Sifat pekerjaan
f) Cara kerja
2) Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya
dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b) Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d) Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja
Kesehatan:
Terpeleset , biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah
bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.
Akibatnya bisa memar ringan , fraktur berat, dislokasi, memar otak, dll.
Adapun pencegahannya diantaranya :
Pakai sepatu anti slip
Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
61
Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan
licin) atau tidak rata konstruksinya.
Pemeliharaan lantai dan tangga
Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama
bila mengabaikan kaidah ergonomi. Akibatnya bisa menderita cedera
pada punggung. Adapun pencegahannya diantaranya :
Beban jangan terlalu berat. Jangan berdiri terlalu jauh dari beban.
Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan
terhambat.
Lambannya penerapan ketentuan kesehatan dan keselamatan
kerja di Indonesia tampak selain disebabkan oleh rendahnya kesadaran
para pelaku usaha akan hal ini, juga oleh beragam faktor lain, dan
karena itu perlu selusi yang bersifat menyeluruh. Hasil satu survai
menyebutkan bahwa hampir 37,2 5 perusahaan yang terdapat di
Indonesia tidak menyediakan biaya kesehatan dalam rencana
pembiayaan perusahaan meski hampir 57% pihak manajemen
perusahaan menengah mengaku paham akan pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja. Sedang sebagian besar perusahaan skala kecil
umumnya tidak menerapkan –bahkan tidak mengenal– prinsip
kesehatan dan keselamatan kerja. Lebih menyedihkan lagi pada sektor
informal hingga saat ini belum ada upaya pemantauan terhadap
implementasi K-3 dalam kegiatan usahanya.
Kondisi yang menyedihkan diatas memang menjadi kenis-cayaan
dari sistem hubungan kerja yang berlaku selama ini yang tak
memungkinkan penerapan ketentuan K-3 secara intens. Sistem
hubungan Kerja borongan, Kerja kontrak sementara, Kerja Harian Lepas
dan sejenisnya memang tidak mendukung terlaksananya K-3.
62
Sesungguhnya semua itu terjadi karena dukungan politik dari
pemerintah dalam perlindungan pekerja jauh dari memadai. Dalam
berbagai kebijakan mengenai ketenaga-kerjaan dan dunia usaha,
misalnya, terlihat dengan jelas belum semua aspek prinsipil
kesehatan dan keselamatan kerja terakomodir secara maksimal.
Demikian pula ketentuan audit kesehatan dan keselamatan kerja sering
hanya bersifat formalitas belaka.
Namun diluar sebab-sebab diatas, tersendatnya penerapan K-3 di
Indonesia juga disebabkan oleh belum berkembangnya disiplin ilmu
kedokteran okupasi sehinga jumlah dokter okupasi di Indonesia masih
sangat minim begitu pula klinik medik okupasi masih sangat terbatas.
63
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya
untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan
dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan
keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja,
tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang
penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak
berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur
nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan
yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih
banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata.
Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar
keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan
kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua
pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri,
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu
kehidupan dan produktivitas nasional.
64
DAFTAR PUSTAKA
Dariyo,A. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta:Ghalia
Indonesia
Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of
Psychiatry.California: Year Book Medical Publishers.
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
International Labour Organization (ILO). 2013. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.Jakarta : International Labour Office.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry.
New York: Williams and Wilkins
Kurniawidjaja LM. 2007. Modul kuliah Kesehatan Kerja. Depok:
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM-UI.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia.
Jakarta : Internasional Labour Organisation Sub Regional South-
East Asia and The Pacific Manila Philippines
Martomulyono S. 2006. Bahan kuliah Dasar-Dasar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Depok: Departemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja FKM-UI.
Mubarak. 2006. Pengelolaan Pelayanan Keperawatan. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia :
Jakarta
Permatasari,Henny. 2011. Tinjauan Teori Keperawatan Kesehatan Kerja.
Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
: Jakarta
Prof. Iman Supomo,SH. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan (edisi
revisi), Jakarta : Djambatan. hlm 16-17
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of
Psychiatric Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.
65
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.
Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan,
Keselamatan, & Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira
W, Pungky. 2004. Peraturan keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta:
Depnakertrans.
Zaeni Asyhadie, 2007. Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang
Hubungan Kerja. Jakarta : Raja Grafindo
.