1 pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297draft stratkom... · web viewmenyusun rencana...

47
STRATEGI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU DALAM PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTING DI INDONESIA Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat DRAFT - 9 November 1

Upload: hacong

Post on 12-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

STRATEGI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU

DALAM PERCEPATAN PENCEGAHAN STUNTINGDI INDONESIA

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan MasyarakatDirektorat Jenderal Kesehatan Masyarakat

Kementerian Kesehatan 2018

DRAFT - 9 November 2018

1

Page 2: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Daftar Isi

Table of Contents1 Pendahuluan..................................................................................................................... 3

2 Permasalahan................................................................................................................... 5

3 Tujuan................................................................................................................................. 6Tujuan Khusus Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku.....................................................6

18............................................................................................................................................................. 6

4 Kelompok Sasaran.......................................................................................................... 7a. Kelompok Primer.......................................................................................................................... 7c. Kelompok Tersier.......................................................................................................................... 7

5 Kerangka Teori Komunikasi Perubahan Perilaku...............................................7

6 Peta Jalan......................................................................................................................... 11

7 Struktur dan Dimensi Pesan Kunci.........................................................................13

8 Implementasi................................................................................................................. 14

9 Pembagian Peran dan Tanggung Jawab................................................................14

10 Monitoring dan Evaluasi............................................................................................. 16

11. Langkah Adaptasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting di Tingkat Lokal..........................................................................18

Lampiran 1.............................................................................................................................. 19

Masalah Perilaku dan Praktik Terkait Stunting.........................................................19

& Analisa Saluran Komunikasi......................................................................................... 19

Lampiran 2 Struktur Pesan Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting........................................................................................................... 23

Lampiran 3.............................................................................................................................. 36

Implementasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting........................................................................................................... 36

2

Page 3: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

1 Pendahuluan

1. Stunting atau sering disebut pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan stimulasi psikosisial serta paparan infeksi berulang terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia dua tahun.1 Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi (-2SD) anak seusianya.2

2. Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK tidak hanya menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa dewasanya. Penalti ekonomi akibat stunting pada angkatan kerja di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 10,5% dari produk domestik bruto (PDB), atau setara dengan Rp. 386 triliun.3

3. Prevalensi stunting dalam 10 tahun terakhir4 menunjukkan bahwa stunting merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 30,8% balita menderita stunting. Masalah gizi lain terkait dengan stunting yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah anemia pada ibu hamil (48,9%), Berat Bayi Lahir Rendah atau BBLR (6,2%), balita dengan status gizi buruk (17,7%) dan anemia pada balita.

4. Pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi dan tumbuh kembang anak, serta pencegahan stunting.5

5. Sejalan dengan inisiatif Percepatan Pencegahan Stunting, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gernas PPG) yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 tentang Gernas PPG dalam kerangka 1.000 HPK. Sebagai bagian dari Gernas PPG, pemerintah menerbitkan Kerangka Kebijakan6 dan Panduan Perencanaan dan Penganggaran Gernas 1.000 HPK.7

6. Pada tataran kebijakan, pemerintah memberikan perhatian besar terhadap pencegahan stunting, melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang mana penurunan stunting menjadi salah satu indikator dan target sasaran pembangunan nasional.

1 Setwapres 2018, Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2012 – 20242 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standard Antropometri Penilaian Status Gizi Anak3 Galasso and Wagstaff, 20184 Kementerian Kesehatan, 2007, 2011, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kemenkes: Jakarta. 5 Levinson, F.J., and Y. Balarajan. (2013). Addressing malnutrition multisectorally: what have we learned from recent international experience, UNICEF Nutrition Working Paper, UNICEF and MDG Achievement Fund, New York.6 Kerangka Kebijakan Gernas 1.000 HPK, 20137 Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Gernas 1.000 HPK, 2013

3

Page 4: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

7. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting terdiri dari lima pilar, yaitu: 1) Komitmen dan visi kepemimpinan; 2) Kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku; 3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa; 4) Gizi dan ketahanan pangan; dan 5) Pemantauan dan evaluasi. Strategi ini diselenggarakan di semua tingkatan pemerintah dengan melibatkan berbagai institusi pemerintah yang terkait dan institusi non-pemerintah seperti swasta, masyarakat madani, dan komunitas. Kelima pilar tersebut tergambar pada gambar 1 di bawah.

Gambar 1. Pilar Strategi Nasional Pencegahan Stunting

8. Sasaran utama Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting terbagi menjadi dua kelompok, yaitu;a. Kelompok prioritas: ibu hamil, anak usia 0-23 bulan atau rumah tangga 1.000 HPKb. Kelompok penting: anak usia 24-59 bulan, wanita usia subur (wus), dan remaja di lokasi

prioritas.

9. Dokumen ini akan menjelaskan tentang Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting untuk Pilar 2 yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting. Pilar ini meliputi: (a) Kampanye secara nasional menggunakan berbagai bentuk media dan kegiatan-kegiatan masyarakat, serta komunikasi antar pribadi untuk mempercepat perubahan perilaku di tingkat rumah tangga dalam mendukung ibu hamil dan mengasuh anak 0-23 bulan; dan (b) Advokasi secara berkelanjutan kepada para pembuat keputusan di berbagai tingkatan pemerintah dan masyarakat agar dapat memberikan payung regulasi yang mendorong percepatan pencegahan stunting di daerah sesuai dengan kontek lokal masing-masing.

10. Pilar 2 (dua) dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dengan pembagian lingkup pekerjaan sebagai berikut:a. Kementerian Kesehatan fokus pada Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan

Pencegahan Stuntingb. Kementerian Komunikasi dan Informatika fokus pada Kampanye Nasional Percepatan

Pencegahan Stunting

11. Strategi pencapaian tujuan Pilar 2 (dua) meliputi:

Pilar 1

Komitmen dan visi kepemimpinan

Pilar 2

Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku

Pilar 3

Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Pusat, Daerah dan Desa

Pilar 4

Gizi dan Ketahanan Pangan

Pilar 5

Pemantauan dan Evaluasi

4

Page 5: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

a. Kampanye perubahan perilaku bagi masyarakat umum secara konsisten dan berkelanjutan, dengan memastikan pengembangan pesan, pemilihan saluran komunikasi, dan pengukuran dampak komunikasi yang efektif, efisien, tepat sasaran, konsisten, dan berkelanjutan.

b. Komunikasi antar pribadi sesuai konteks sasaran, dengan memastikan pengembangan pesan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran seperti Posyandu, kunjungan rumah, konseling pernikahan, konseling reproduksi remaja, dan sebagainya.

c. Advokasi berkelanjutan kepada pengambil keputusan, dengan memastikan terselenggaranya penjangkauan yang sistematis terhadap para pengambil keputusan untuk mendukung percepatan pencegahan stunting melalui penyediaan alat bantu, dan pengembangan kapasitas penyelenggara kampanye dan komunikasi perubahan perilaku.

d. Pengembangan kapasitas penyelenggara, dengan memberikan pengetahuan dan pelatihan bagi penyelenggara kampanye dan komunikasi perubahan perilaku yang efektif dan efisien.

12. Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku yang terintegrasi untuk mencegah stunting belum pernah dikembangkan. Peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan dalam komunikasi perubahan perilaku untuk mencegah stunting juga belum dikembangkan dengan baik sehingga menyulitkan proses pengambilan keputusan, koordinasi, dan akuntabilitas. Akibatnya, usaha pencegahan stunting secara keseluruhan belum terkoordinasi dengan baik.

13. Untuk itu, Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku ini disusun untuk memberikan arahan dan panduan kepada para pemangku kepentingan dalam menyusun strategi komunikasi perubahan perilaku untuk mencegah stunting di tingkat provinsi, kabupaten, kota dan desa.

14. Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku ini memuat target penerima dan penyampai pesan terkait perubahan perilaku, dan elemen-elemen teknis lainnya seperti platform yang dapat dipakai untuk melakukan komunikasi antar pribadi, pilihan kanal komunikasi yang dapat digunakan untuk setiap kelompok sasaran, usulan kegiatan untuk mengimplementasikan komunikasi antar pribadi, kampanye, dan advokasi kebijakan dan gambaran indikator capaian dari seluruh kegiatan tersebut. Selanjutnya, Pemerintah Daerah akan mengadaptasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku ini sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal di daerahnya masing-masing.

2 Permasalahan

15. Kementerian Kesehatan telah melakukan desk review dari berbagai sumber, termasuk sejumlah hasil penelitian dan hasil intervensi perubahan perilaku di berbagai daerah, yang membahas tentang perilaku individu, masyarakat, sistem layanan dan kebijakan terkait stunting dan faktor risikonya, yang secara lebih detil dijabarkan pada Lampiran 1. Namun, secara garis besar, ditemukan bahwa: a. Status ekonomi dan food taboo masih menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi

masyarakat Indonesia.

5

Page 6: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

b. Akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terbatas juga mempengaruhi kepatuhan masyarakat, khususnya ibu hamil dan ibu menyusui, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai jadwal.

c. Kekurangan gizi terjadi paling buruk di daerah dengan akses terbatas ke pelayanan kesehatan, sekolah dan pasar. Bahkan di antara rumah tangga terkaya, 24% dan 29% anak-anak juga menderita stunting.

d. Adanya kesenjangan pengetahuan penting terkait gizi ibu dan anak.

16. Selain permasalahan di atas, terdapat kendala dalam penyelenggaraan pencegahan stunting di Indonesia, antara lain8:a. Penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif masih belum terpadu, baik dari

proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, maupun evaluasi.b. Kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan oleh berbagai sektor

belum memprioritaskan intervensi yang terbukti efektif. Stunting yang telah ditetapkan sebagai prioritas nasional dalam RPJMN 2015-2019 belum dijabarkan menjadi program dan kegiatan prioritas oleh sektor/lembaga terkait.

c. Pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana belum efektif dan efisien. Belum ada kepastian pemenuhan kebutuhan sumber dana untuk pencegahan stunting di tingkat kabupaten/kota. Potensi sumber daya dan sumber dana tersedia dari berbagai sumber, namun belum diidentifikasi dan dimobilisasi secara optimal.

d. Terdapat keterbatasan kapasitas penyelenggara program, ketersediaan, kualitas, dan pemanfaatan data untuk mengembangkan kebijakan. Program advokasi, sosialisasi, kampanye stunting, kegiatan konseling, dan keterlibatan masyarakat masih sangat terbatas.

e. Di tingkat lapangan (desa) berbagai kegiatan yang terkait dengan stunting belum terpadu, baik dalam penetapan sasaran, perencanaan kegiatan, peran dan tugas antar pihak. Akibatnya cakupan dan kualitas berbagai pelayanan kurang optimal.

f. Secara umum, koordinasi program di berbagai tingkat administrasi sangat lemah.

3 Tujuan

17. Tujuan Umum Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Meningkatkan kesadaran publik dan melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk memahami dan melakukan upaya pencegahan stunting melalui kampanye nasional dan strategi komunikasi perubahan perilaku yang komprehensif.

18. Tujuan Khusus Strategi Komunikasi Perubahan Perilakua. kabupaten/kota memiliki regulasi/kebijakan terkait komunikasi perubahan perilaku

dalam pencegahan stunting. b. tenaga kesehatan di puskesmas mendapatkan pelatihan/orientasi komunikasi antar

pribadic. kader kesehatan mendapatkan pelatihan / orientasi komunikasi antar pribadi.d. tenaga kesehatan di puskesmas memberikan layanan kesehatan melalui komunikasi

antar pribadi kepada kelompok sasaran.e. ibu hamil mengonsumsi zat Besi Folat sesuai standar

8 Draft Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024

6

Page 7: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

f. Pelaksanaan kampanye perubahan perilaku yang konsisten dan berkelanjutan di tingkat pusat dan daerah

4 Kelompok Sasaran

19. Pembagian kelompok ini mengacu dan memodifikasi dari Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018-2024.

a. Kelompok PrimerAdalah kelompok yang tergabung dalam rumah tangga dengan 1000 HPK dan lainnya: Ibu hamil Ibu menyusui Anak usia 0-23 bulan Anak usia 24-59 bulan Tenaga kesehatan: bidan, sanitarian, tenaga gizi, dokter, perawat Kader

b. Kelompok SekunderAdalah kelompok yang berpotensi untuk melahirkan, mencegah dan mengoreksi anak stunting di masa mendatang dan kelompok penyedia layanan kesehatan: Wanita usia subur Remaja Lingkungan pengasuh anak terdekat (kakek, nenek, ayah, dan lainnya) Pemuka masyarakat Pemuka agama Jejaring sosial (PKK, group pengajian, dll)

c. Kelompok TersierAdalah pihak-pihak yang terlibat sebagai lingkungan pendukung bagi upaya percepatan pencegahan stunting, yang terdiri dari: Pengambil kebijakan/keputusan: nasional, provinsi, kabupaten, kota dan desa Organisasi Perangkat Daerah Swasta: dokter, bidan, dokter anak, dokter kandungan Dunia usaha Donor dan perwakilan media Media massa

5 Kerangka Teori Komunikasi Perubahan Perilaku 20. Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting ini mengacu pada

Model Ekologi Sosial (MES), yaitu sebuah kerangka kerja berbasis teori untuk memahami efek keragaman dan interaksi dari faktor pribadi dan lingkungan yang menentukan perilaku.

7

Page 8: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Kerangka ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi daya ungkit perilaku dan organisasi, serta faktor perantara lainnya untuk promosi kesehatan masyarakat.9

21. Terdapat lima tingkat hirarki dari MES, yaitu: individu, antar pribadi, masyarakat, organisasi, dan kebijakan/lingkungan pendukung (lihat gambar 2 di bawah).

Gambar 2. Model Ekologi Sosial10

Berikut adalah penjelasan tingkatan hirarki MES dan hal-hal yang mempengaruhi perubahan perilaku di masing-masing tingkat:

Individu: karakteristik individu yang mempengaruhi perubahan perilaku yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, kepercayaan diri, riwayat pertumbuhan, jenis kelamin, usia, agama, ras/ suku, status ekonomi, sumber keuangan, nilai, tujuan, harapan, literasi, stigma dan lain-lain.

Antar pribadi: jaringan sosial formal dan informal dan sistem pendukung sosial yang dapat mempengaruhi perilaku individu adalah keluarga, teman, teman sebaya, rekan kerja, komunitas keagamaan, kebiasaan atau tradisi.

Masyarakat: perubahan perilaku dipengaruhi oleh hubungan antara organisasi atau lembaga dalam batasan yang sudah ditentukan, antara lain lingkup rukun tetangga/rukun warga (RT/ RW), tokoh masyarakat, lingkup bisnis.

Organisasi: organisasi atau institusi sosial yang memiliki aturan, sehingga dapat mempengaruhi perilaku sesuai dengan batasan-batasan yang ada dalam organisasi.

Kebijakan/lingkungan sosial politik: perubahan perilaku dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat para pembuat kebijakan di berbagai tingkatan (nasional, provinsi,

9 Modul 1 Social Ecological Model (SEM), Communication for Development (C4D)?10 Diadaptasi dari UNICEF/EAPRO Regional Commnication Guide 2013

8

Page 9: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

kabupaten, kota, desa) dan global. Misalnya, kebijakan alokasi sumber daya untuk kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak, serta akses terhadap layanan kesehatan.

22. Untuk mendukung Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting, maka intervensi terhadap lima tingkat hirarki di atas memerlukan pendekatan komunikasi yang berbeda-beda, seperti terlihat dalam Tabel 1 di bawah:

Pendekatan Komunikasi

Deskripsi Pendekatan Komunikasi Tingkat Hirarki MES

Kelompok Sasaran

(mengacu pada poin 4 di

dokumen ini)Advokasi Kebijakan

Upaya strategis yang terorganisir untuk menginformasikan dan memotivasi para pembuat kebijakan untuk menciptakan lingkungan sosial politik pendukung guna mencapai tujuan percepatan pencegahan stunting.

Fokus pada lingkungan sosial politik pembuat kebijakan, untuk membuat atau mengubah regulasi, kebijakan, dan praktik administrasi terkait pencegahan stunting.

Bekerja melalui pembentukan koalisi, mobilisasi komunitas, dan komunikasi berbasis bukti.

Kebijakan/lingkungan sosial politik

Kelompok Tersier (pembuat kebijakan, Organisasi Perangkat Daerah)

Mobilisasi Sosial

Proses yang berlangsung secara terus menerus, yang melibatkan dan memotivasi para pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional dan daerah untuk meningkatkan kesadaran terhadap stunting dan semua upaya terkait untuk pencegahannya.

Fokus untuk menyatukan pemangku kepentingan terkait di tingkat nasional dan tingkat masyarakat untuk tujuan bersama, yaitu peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku pencegahan stunting.

Menekankan pada upaya kolektif dan pemberdayaan untuk menciptakan lingkungan sosial politik yang mendukung tujuan program.

Bekerja melalui dialog, pembentukan

Organisasi Kelompok tersier (masyarakat madani, sektor swasta, donor)

9

Page 10: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

koalisi, dan kegiatan organisasi/kelompok.

Komunikasi Perubahan Sosial

Proses dialog yang dilakukan secara rutin antara para pemangku kepentingan terkait secara partisipatif untuk mengidentifikasi permasalahan, aset-aset yang dimiliki, dan upaya kolaborasi terkait pencegahan stunting agar terjadi pembagian tugas yang baik di antara para pemangku kepentingan tersebut.

Menekankan pada dialog para pemangku kepentingan untuk mengubah perilaku di skala besar, termasuk perubahan norma sosial dan struktur masyarakat yang tidak berimbang.

Bekerja melalui komunikasi antar pribadi, dialog masyarakat, dan kampanye media massa/sosial media.

Masyarakat Media

massa/sosial media

Kelompok primer

Kelompok sekunder

Kelompok tersier

Komunikasi Perubahan Perilaku

Pemanfaatan komunikasi individu dan antar pribadi secara strategis untuk mempromosikan keluaran perilaku pencegahan stunting yang diharapkan.

Strategi komunikasi tersebut disusun berbasis teori dan riset, serta proses interaksi kelompok sasaran agar terbentuk pesan kunci dan pendekatan komunikasi yang paling cocok untuk memotivasi pengetahuan, sikap dan perilaku individu secara berkelanjutan.

Bekerja melalui komunikasi antar pribadi, serta didukung oleh kampanye media massa/sosial media.

Individu Antar pribadi Media

massa/sosial media

Kelompok primer

Kelompok sekunder

Kelompok tersier

Kampanye Nasional

Pemanfaatan saluran media massa/sosial media untuk mempromosikan pencegahan stunting secara luas kepada para pemangku kepentingan terkait

Berfungsi sebagai sarana informasi dan motivasi agar seluruh pemangku kepentingan merasa berada dalam

Media massa/sosial media

Kelompok primer

Kelompok sekunder

Kelompok tersier

10

Page 11: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

satu gerakan yang sama, yaitu percepatan pencegahan stunting.

Menjadi saluran bagi para pemangku kepentingan untuk membagikan praktik terbaik upaya pencegahan stunting, sehingga menjadi inspirasi bagi pemangku kepentingan lain yang memiliki permasalahan stunting yang serupa.

Tabel 1. Pendekatan Komunikasi untuk Percepatan Pencegahan Stunting (diadaptasi dari Model Ekologi Sosial)

6 Peta Jalan

23. Untuk mengimplementasikan kerangka Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting, dibutuhkan peta jalan yang berfungsi memberikan gambaran keadaan saat ini hingga hasil perubahan perilaku yang dihasilkan dari berbagai pendekatan komunikasi yang dilakukan di tingkatan hirarki yang berbeda. Berikut adalah gambaran peta jalan tersebut.

Gambar 3. Peta Jalan Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting (diadaptasi dari Johns Hopkins Center for Communication Programs)

24. Secara keseluruhan, Peta Jalan ini menunjukkan alur tentang cara mengimplementasikan komunikasi perubahan perilaku, yang dimulai dari: 1) analisa kondisi dasar yang berhubungan dengan faktor penyebab stunting, dilanjutkan dengan 2) intervensi/pendekatan komunikasi perubahan perilaku yang dapat dilakukan di berbagai tingkat kelompok sasaran, untuk kemudian 3) diidentifikasi hasil awal dari

11

Page 12: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

intervensi/pendekatan komunikasi tersebut. Selanjutnya, hasil awal tersebut harus dapat 4) direfleksikan ke dalam hasil perubahan perilaku yang terjadi pada setiap kelompok sasaran. Hasil akhir yang diharapkan adalah 5) terjadinya tujuan utama komunikasi perubahan perilaku yaitu turunnya jumlah anak yang mengalami stunting, akibat intervensi/pendekatan komunikasi perubahan perilaku yang dilakukan secara konsisten oleh semua pemangku kepentingan untuk setiap kelompok sasaran. 7 Struktur dan Dimensi Pesan Kunci

25. Struktur pesan kunci dibedakan berdasarkan kelompok sasaran agar setiap kelompok paham tentang upaya percepatan pencegahan stunting yang harus dilakukan di ruang lingkupnya masing-masing. Pesan kunci ini merupakan panduan bagi semua pemangku kepentingan agar memiliki keseragaman pemahaman terhadap definisi dan upaya percepatan pencegahan stunting, yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan konteks lokal masing-masing daerah. Pesan kunci disusun dengan singkat namun padat agar mudah dipahami dan disampaikan oleh setiap pemberi pesan di ruang lingkupnya. Struktur pesan untuk Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting secara detil dijabarkan pada Lampiran 2.

26. Agar struktur pesan dapat disampaikan secara sistematis, logis dan mudah dipahami, maka pesan kunci disampaikan dalam beberapa fase yang dihubungkan dengan perubahan perilaku yang diharapkan dari setiap fase tersebut. Fase bagi setiap daerah berbeda-beda, tergantung dari situasi stunting yang terjadi di daerah masing-masing. Misalnya, ketika suatu daerah termasuk provinsi/kabupate/kota yang tinggi angka stuntingnya, maka diperlukan upaya pengenalan stunting yang lebih lama (fase 1) daripada daerah yang lebih sedikit angka stuntingnya. Sebaliknya, bagi daerah yang sudah memiliki pengetahuan yang baik terhadap pencegahan stunting, maka bisa langsung fokus pada upaya menumbuhkan pemberdayaan dan penguatan kontrol sosial bagi pencegahan stunting (Fase 3).

FASE 1 FASE 2 FASE 3Dimensi Pesan Pengenalan konsep

stunting yang paling tepat dan mudah

dipahami oleh masyarakat

Pengenalan cara yang bisa ditempuh oleh masyarakat untuk

mencegah dan merujuk kasus stunting

Menumbuhkan pemberdayaan

serta memperkuat kontrol sosial yang lebih baik di antara

anggota masyarakat, bagi pencegahan

stuntingPerubahan Perilaku yang Diharapkan

Target kelompok sasaran memahami

definsi stunting, mengenali ciri umum dan faktor risikonya,

memiliki keingintahuan yang

lebih besar untuk memeriksa kondisi anak dan mencari

informasi lebih

Target kelompok sasaran memahami

langkah-langkah yang dapat diambil untuk

mencegah dan menangani anak

stunting, serta mengimplementasikan

langkah-langkah tersebut dalam gaya

hidup sehat sehari-hari

Target kelompok sasaran memiliki

kemampuan untuk menjelaskan hal-hal seputar isu stunting,

mengembangkan solidaritas sosial yang lebih kuat antar individu,

merasa prihatin dan ingin melakukan

12

Page 13: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

banyak terkait stunting

perubahan bilamana terdapat kasus stunting di lingkungannya

Tabel 2. Fase Dimensi Pesan & Perubahan Perilaku yang DIharapkan

8 Implementasi

Untuk menyelenggarakan Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku, diperlukan rencana implementasi dengan indikator capaian berdasarkan usulan kegiatan di tingkat nasional dan sub-nasional pada Lampiran 3.

Strategi implementasi ini menghubungkan tujuan khusus Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting, dengan 1) pendekatan komunikasi yang dapat digunakan, 2) pemangku kepentingan yang dilibatkan, 3) platform komunikasi yang dapat digunakan, 4) usulan kegiatan yang melibatkan pemangku kepentingan terkait, 5) usulan materi komunikasi, dan 6) indikator capaian dari seluruh kegiatan yang dilakukan.

9 Pembagian Peran dan Tanggung Jawab

Berikut adalah peran dan tanggung jawab para pemangku kepentingan terkait dalam melaksanakan Strategi Komunikasi Perilaku Pencegahan Stunting:

a. Peran Kementerian Kesehatan Sebagai pemimpin dan pelaksana utama Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting, dengan kewenangan sebagai berikut: Menetapkan Norma, Standar, Prosedur, Kriteria (NSPK), penyiapan konten dan

pengembangan kapasitas dalam rangka penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting.

Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting yang menjadi kewenangan daerah, selain juga melakukan pengembangan sumber daya, koordinasi, dan bimbingan, serta pemantauan dan evaluasi.

Berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, memberikan materi edukasi terkait stunting dan upaya pencegahannya agar dapat disebarluaskan dalam bentuk kampanye nasional.

b. Peran Kementerian Komunikasi dan InformatikaSebagai pemimpin dan pelaksana utama Kampanye Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, dengan kewenangan sebagai berikut: Menyediakan beragam saluran komunikasi massa untuk mempromosikan isu

stunting dan upaya pencegahannya, agar dapat menjangkau seluruh daerah prioritas di seluruh Indonesia.

Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kampanye nasional di Indonesia.

Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan materi edukasi terkait stunting dan upaya pencegahannya, agar dapat disebarluaskan dalam bentuk kampanye nasional.

13

Page 14: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

c. Peran ProvinsiPeran provinsi dalam penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku terkait isu stunting secara umum adalah memfasilitasi dan mengoordinasikan Organisasi Perangkat Daerah di wilayah kerjanya, untuk mendorong agar strategi komunikasi lokal berjalan sesuai target yang ditetapkan.

Pelaksanaan koordinasi di tingkat provinsi dilakukan melalui pertemuan berkala tiga bulanan untuk membahas pelaksanaan pencegahan stunting, di antaranya penyelarasan target provinsi dengan kebijakan nasional, melakukan advokasi/sosialiasi, kampanye melalui berbagai saluran, merealokasikan sumber daya, seperti SDM, anggaran, peningkatan kapasitas, kemitraan sesuai dengan kebutuhan pelayanan gizi yang konvergen, serta melakukan pembinaan dan pendampingan kabupaten/kota. Pelaksanaan koordinasi di tingkat provinsi menggunakan forum koordinasi yang ada, misalnya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) atau forum koordinasi lainnya yang telah terbentuk.

d. Peran Kabupaten/KotaPeran kabupaten/kota dalam penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku terkait isu stunting secara umum adalah memfasilitasi dan mengoordinasikan implementasi di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa untuk berupaya agar strateginya berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan.

Di tingkat kabupaten/kota peran koordinasi sangat penting dalam pencegahan stunting. Fungsi koordinasi antara lain diharapkan dapat menciptakan lingkungan kebijakan daerah yang mendukung kebijakan intervensi gizi yang konvergen, dengan menyesuaikan kebijakan daerah dengan kebijakan pusat dan kondisi daerah. Fungsi koordinasi tingkat kabupaten/kota diharapkan dapat memastikan dipenuhinya sumber daya untuk intervensi gizi yang konvergen melalui proses perencanaan dan penganggaran, meliputi kapasitas SDM, anggaran, dukungan logistik, dan kemitraan. Kabupaten/kota juga diharapkan melakukan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan intervensi gizi prioritas yang konvergen (terpadu) di tingkat kecamatan dan desa. Pelaksanaan koordinasi di tingkat kabupaten/kota menggunakan forum koordinasi yang ada, misalnya Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) atau forum koordinasi lainnya yang telah terbentuk.

e. Peran Puskesmas Peran puskesmas dalam penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku terkait isu stunting dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: melakukan pendataan masalah gizi masyarakat di tingkat keluarga, menganalisis, merumuskan intervensi terhadap permasalahan kesehatan tersebut dengan intervensi gizi spesifik dan sensitif, melaksanakan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah, serta memutakhirkan dan mengelola sumber data.

f. Peran PosyanduPeran posyandu dalam penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku terkait isu stunting dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: melakukan pemantauan dan perkembangan balita, pengukuran status gizi, memberikan penyuluhan, mobilisasi

14

Page 15: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

kader untuk mendukung komunikasi antar pribadi kepada kelompok target, serta melakukan kunjungan rumah.

g. Peran dan Tanggung Jawab Lintas SektorKeberhasilan strategi nasional perubahan perilaku sangat ditentukan oleh peran dan tanggung jawab sektor-sektor lain di luar kesehatan. Kementerian dan lembaga yang dapat ikut berperan dalam mendorong dan mengimplementasikan strategi ini diantaranya Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan lain-lain.

10 Monitoring dan Evaluasi

27. Monitoring dan evaluasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku akan menitikberatkan pada: a. Dampak dan capaian program; b. Keluaran utama; dan c. Faktor-faktor yang mendukung percepatan pencegahan stunting.

28. Indikator capaian dari implementasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku diselaraskan dengan indikator yang tercantum dalam dokumen Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018 – 2024 yaitu:a. Pada tahun 2024, sebanyak 514 kabupaten/kota memiliki regulasi terkait komunikasi

perubahan perilaku dalam pencegahan stunting. b. Pada tahun 2024, 80% tenaga kesehatan di puskesmas mendapatkan

pelatihan/orientasi komunikasi antar pribadic. Pada tahun 2024, 30% kader kesehatan mendapatkan pelatihan / orientasi komunikasi

antar pribadi.29. Pada tahun 2024, sebanyak 80% tenaga kesehatan di puskesmas memberikan layanan

kesehatan melalui komunikasi antar pribadi kepada kelompok sasaran.d. Pada tahun 2024, sebanyak 80% ibu hamil mengonsumsi zat Besi Folat sesuai standar

29. Ketiga indikator ini akan diukur sebagai indikator capaian di tingkat nasional dan kabupaten/ kota.

30. Kegiatan monitoring pada tingkatan pemerintahan adalah sebagai berikut:a. Monitoring di tingkat pusat

- Materi yang dimonitor adalah perkembangan pelaksanaan kegiatan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi.

- Sumber informasi monitoring adalah dokumen rencana kegiatan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi - yang termasuk di dalamnya adalah target kegiatan, alokasi pendanaan, dan indikator komunikasi antar pribadi dalam program pencegahan stunting.

15

Page 16: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

- Penanggung jawab kegiatan monitoring adalah Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.

- Monitoring dilakukan setiap tiga bulan sekali secara terpadu melalui laporan secara berjenjang, rapat koordinasi lintas program dan pembinaan terbaru.

- Umpan balik (feedback) hasil monitoring dapat disampaikan melalui mekanisme persuratan. Dan dapat dibawa ke forum pimpinan apabila terdapat tindak lanjut yang memerlukan keputusan pimpinan yang lebih tinggi.

- Hasil monitoring akan menjadi bahan masukan dalam melakukan evaluasi upaya komunikasi dalam pencegahan stunting secara keseluruhan.

b. Monitoring di tingkat daerah- Materi yang dimonitor adalah perkembangan pelaksanaan kegiatan strategi

komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi di provinsi, kabupaten/ kota dan desa.

- Sumber informasi monitoring adalah dokumen rencana kegiatan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi di tingkat provinsi, kabupaten/ kota dan desa; termasuk di dalamnya adalah target kegiatan, alokasi pendanaan, dan indikator komunikasi antar pribadi dalam program pencegahan stunting.

- Pelaksana monitoring di tingkat provinsi, kabupaten dan desa menjadi tanggung jawab Bidang Kesehatan Masyarakat yang mendapat penugasan dari pimpinan institusi.

- Monitoring dilakukan setiap tiga bulan sekali secara terpadu melalui laporan secara berjenjang, rapat koordinasi lintas program dan pembinaan terbaru.

- Umpan balik (feedback) hasil monitoring dapat disampaikan melalui mekanisme persuratan. Dan dapat dibawa ke forum pimpinan apabila terdapat tindak lanjut yang memerlukan keputusan pimpinan yang lebih tinggi.

- Hasil monitoring akan menjadi bahan masukan dalam melakukan evaluasi upaya komunikasi dalam pencegahan stunting secara keseluruhan.

31. Kegiatan evaluasi pada tingkatan pemerintahan adalah sebagai berikut:a. Evaluasi di tingkat pusat

- Materi yang dievaluasi di tingkat pusat adalah hasil pelaksanaan kegiatan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi yang telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

- Pelaksana evaluasi di tingkat pusat menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.

- Evaluasi komunikasi perubahan perilaku dalam pencegahan stunting menggunakan komunikasi antar pribadi dilakukan berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

- Waktu evaluasi dilakukan satu tahun sekali, melalui laporan pada rapat koordinasi forum komunikasi lintas program pada akhir tahun.

- Evaluasi perubahan perilaku masyarakat dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau secara khusus melakukan evaluasi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting.

- Hasil evaluasi keluaran dan evaluasi dampak dilaporkan kepada Menteri Kesehatan RI.

16

Page 17: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

b. Evaluasi di tingkat daerah- Materi yang dievaluasi di tingkat provinsi, kabupaten/ kota dan desa adalah hasil

pelaksanaan kegiatan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi.

- Sumber informasi evaluasi adalah dokumen rencana kegiatan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting dengan menggunakan komunikasi antar pribadi yang termasuk di dalamnya adalah target kegiatan, alokasi pendanaan, dan indikator komunikasi perubahan perilaku dalam program pencegahan stunting.

- Pelaksana evaluasi di tingkat provinsi, kabupaten/ kota dan desa menjadi tanggung jawab Bagian Bidang Kesehatan Masyarakat atau penanggungjawab yang ditugaskan oleh institusi yang berwenang.

- Waktu evaluasi dilakukan 1 tahun sekali, melalui laporan pada rapat koordinasi forum komunikasi lintas program pada akhir tahun.

- Evaluasi dampak dilakukan dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau secara khusus melakukan evaluasi perubahan perilaku bekerja sama dengan UPT Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di daerah.

- Hasil evaluasi dilaporkan ke Gubernur dan akan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan.

11. Langkah Adaptasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting di Tingkat Lokal

Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting ini disusun berdasarkan analisis situasi untuk mengidentifikasi kelompok target, tantangan sosial budaya, pesan kunci, perangkat dan saluran komunikasi untuk mencapai target perubahan perilaku yang ditetapkan. Berikut adalah panduan bagi Dinas atau Institusi terkait untuk menyusun dan mengimplementasikan strategi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting sesuai konteks lokal.

a. Analisis Situasi Mengidentifikasi situasi stunting saat ini, upaya KIE, dan kesenjangan yang terjadi di

komunitas. Menggali insights seputar permasalahan yang dihadapi oleh kelompok target di

komunitas lokal. Mengidentifikasi tujuan umum dan tujuan khusus di tingkat komunitas lokal.

b. Menyusun rencana aksi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting berbasis bukti, merujuk pada Kerangka Teori Komunikasi Perubahan Perilaku (poin 5 di atas) dan Peta Jalan (poin 6 di atas) yang sudah ditetapkan, melalui kerja kelompok dan lokakarya untuk: Mengidentifikasi kelompok sasaran primer, sekunder, dan tersier. Mengidentifikasi tantangan sosial dan tantangan lainnya dalam mengadopsi

perilaku sehat dan intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif yang potensial untuk dilakukan di masyarakat.

17

Page 18: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Mengidentifikasi dan memprioritaskan keluaran perilaku sehat yang diharapkan di masyarakat.

Mengidentifikasi perangkat dan saluran komunikasi yang paling efektif untuk membantu promosi stunting dan upaya pencegahannya, terutama di kelompok sasaran primer, sekunder dan tersier.

Menyusun pesan kunci untuk kelompok primer, sekunder dan tersier. Menyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk

kegiatan pelatihan. Mengatur peran serta tanggung jawab para pemangku kepentingan terkait untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan.c. Menyusun rencana pemantauan (monitoring) dan evaluasi untuk mengukur capaian

komunikasi perubahan perilaku di masyarakat.d. Melakukan implementasi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting melalui

komunikasi antar pribadi sesuai intensitas dan cakupan yang luas.e. Menggunakan data monitoring dan evaluasi untuk memperbaiki implementasi

komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting melalui komunikasi antar pribadi.

Lampiran 1 Masalah Perilaku dan Praktik Terkait Stunting & Analisa Saluran Komunikasi

A. Masalah Perilaku dan Praktik

Hasil desk review atas sejumlah intervensi yang telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan institusi/NGO, juga berbagai penelitian, serta rangkaian lokakarya dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk Direktorat Gizi, Direktorat Kesehatan Lingkungan, akademisi, asosiasi profesi dan sebagainya, memperlihatkan terdapat beberapa tantangan di setiap tingkat target sasaran yang mempengaruhi keberhasilan kampanye edukasi tentang stunting ini. Kesimpulan dari hasil kajian tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Tingkat individu dan antar pribadi (antar pribadi): Terbatasnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat, termasuk petugas layanan

kesehatan, bahwa stunting merupakan masalah kesehatan. Hanya sebagian kecil responden, termasuk ibu hamil, ibu baduta, anggota RT, petugas

kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta dinas kesehatan, mengerti dampak negatif dari stunting.

Terbatasnya pengetahuan WUS (wanita menikah, remaja, calon pengantin, wanita hamil, wanita dalam masa nifas dan ibu baduta) tentang stunting karena rendahnya kesadaran WUS (wanita menikah, remaja, calon pengantin, wanita hamil, wanita dalam masa nifas dan ibu baduta) dalam mengakses informasi tentang ASI, MP ASI dan imunisasi yang komprehensif.

18

Page 19: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Pemanfaatan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) oleh masyarakat yang belum optimal karena jarak yang jauh dan kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap fasyankes.11

Terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan air minum yang terstandardisasi. Terdapat banyak DAMIU yang belum terstandardisasi.

Rendahnya kesadaran melakukan praktik CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun). Buang air besar (BAB) sembarangan masih terjadi di kalangan masyarakat

Tingkat masyarakat: Terbatasnya jumlah kader (dari sisi kualitas dan kuantitas). Praktik pemberian makan yang kurang optimal (kolostrum tidak diberikan, ASI tidak

diberikan secara eksklusif). Data BPS 2012 menunjukkan tingkat Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dalam satu jam kelahiran bervariasi menurut provinsi, dimana Riau menunjukkan tingkat terendah (26%) dan Nusa Tenggara Barat dengan tingkat tertinggi (74%).12

Masih ada pantangan makan sesuai kepercayaan atau tradisi (food taboo) di tengah masyarakat, misalnya ibu hamil dan anak-anak tidak makan ikan karena takut kecacingan. Di Jawa Tengah, 26% perempuan hamil menghindari makanan bergizi karena kepercayaan food taboo 13 Selain itu, di beberapa daerah, wanita biasanya makan terakhir, termasuk selama kehamilan, karena adanya keyakinan konservatif yang menganggap suami sebagai pencari nafkah sehingga layak mendapatkan gizi makanan yang terbaik.14

Terbatasnya pengetahuan para pemimpin opini setempat (tokoh agama, tokoh masyarakat) terhadap stunting.

Masih banyaknya desa yang belum Open Defecation Free (ODF). Dukungan dan peran suami yang kurang optimal saat kehamilan.15 Posisi sosial

perempuan mempengaruhi kesenjangan dalam perawatan dimana banyak ibu di daerah perkotaan dan pedesaan bergantung pada keputusan suami dalam hal perawatan kesehatan bagi diri mereka sendiri dan anak-anak. Beberapa suami lebih memilih obat tradisional dan dukun bayi daripada fasilitas kesehatan.

Sanitasi; pada umumnya, rumah tangga memiliki jamban namun masih banyak yang menyalurkannya langsung ke sumber air (badan air) dan masih sedikit yang melakukan pengurasan tangki septiknya.

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS); pada umumnya masyarakat tidak mempraktekkan CTPS di 5 waktu penting.

Tingkat Institusi Layanan Masyarakat: Kunjungan petugas kesehatan sangat terbatas, bahkan tidak sama sekali kepada

keluarga sasaran.

11 Agus, Y., et al. (2012). "Rural Indonesia women’s traditional beliefs about antenatal care." BMC Res Notes 5(589)12 Badan Pusat Statistik-BPS (2012). "Indonesia Demographic and Health Survey 201213 Badan Pusat Statistik-BPS (2012). "Indonesia Demographic and Health Survey 201214 Setyowati (2010). "An ethnography study of nutritional conditions of pregnant women in Banten Indonesia." Makara Kesehatan 14(1): 5-1015 Brooks, M., et al. (2017). "Health facility and skilled birth deliveries among poor women with Jamkesmas health insurance in Indonesia: a mixedmethods study." BMC Health Serv Res 17(105)

19

Page 20: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Kurang maksimalnya informasi yang diberikan petugas kepada sasaran dikarenakan tidak adanya orientasi teknis tentang komunikasi kepada petugas puskesmas.16

Kurangnya jumlah petugas kesehatan yang disebabkan oleh distribusi yang tidak merata sehingga menjadi kendala bagi ibu untuk mengakses layanan kesehatan17.

Tidak berjalannya program penyuluhan kunjungan rumah. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tidak sampai ke target. PMT kurang variasi, kurang memanfaatkan makanan lokal. Tablet Tambah Darah (TTD) kurang optimal sampai sasaran.18 SDKI 2012 mencatat

bahwa terdapat 30,9% jumlah perempuan yang melaporkan bahwa mereka mengonsumsi suplemen zat besi folat selama kurang dari 60 hari. Hampir 23% dari wanita yang disurvei melaporkan bahwa mereka tidak mengonsumsi suplemen zat besi folat selama kehamilan terakhir mereka.

Kurangnya kepemilikan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Kurangnya pembinaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).

Tingkat Kebijakan: Implementasi kebijakan terintegrasi lintas sektor tentang stunting belum dilaksanakan

secara optimal.

B. Analisis Saluran/Kanal Komunikasi

1. Media CetakSalah satu kanal komunikasi yang paling banyak digunakan dalam intervensi kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan anak bawah dua tahun adalah media cetak (misalnya, buku KIA atau disebut “Buku Pink”, poster dan leaflet). Namun, kajian yang dilakukan di lapangan menyatakan bahwa terkait buku KIA tersebut, baru sedikit masyarakat yang saat ini terpapar dengan buku atau pesan yang ada di dalam buku tersebut. Media cetak telah digunakan dalam berbagai kegiatan tetapi banyak dari materi tersebut belum sampai langsung ke masyarakat. Saat ini, materi terkait kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan anak bawah dua tahun masih sangat terbatas di fasilitas kesehatan. Materi tersebut menggunakan bahasa Indonesia, sehingga menjadi keterbatasan tersendiri bagi sejumlah kelompok masyarakat yang masih menggunakan bahasa ibu. Misalnya, masyarakat di Papua, umumnya mereka tidak dapat mengidentifikasi gambar yang digunakan dalam materi media cetak karena menggunakan gambar wajah yang berbeda dengan karakteristik etnik mereka. Beberapa tim promosi kesehatan di dinas kesehatan kabupaten/kota telah mengembangkan beberapa jenis media cetak, dalam bentuk materi yang relevan secara lokal spesifik, namun ketersediaan desainer grafis untuk membantu mendesain, biaya cetak yang tinggi dan sebaliknya hanya didukung biaya komunikasi yang kecil, sangatlah mempengaruhi hasil. Dibutuhkan materi cetak yang baru, materi media cetak yang relevan dan sesuai lokal spesifik. Beberapa daerah telah mereproduksi media cetak namun terbatas pada penggantian gambar atau memasang foto pejabat daerah.

16 Setyowati (2010). "An ethnography study of nutritional conditions of pregnant women in Banten Indonesia." Makara Kesehatan 14(1): 5-1017 Agus, Y., et al. (2012). "Rural Indonesia women’s traditional beliefs about antenatal care." BMC Res Notes 5(589)18 Badan Pusat Statistik-BPS (2012). "Indonesia Demographic and Health Survey 2012

20

Page 21: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

2. Media Audio dan Audio Visual Media audio dan audio visual terkait kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan anak bawah dua tahun telah banyak diproduksi oleh Kementerian Kesehatan; namun belum ada yang secara tegas menginformasikan pentingnya mencegah kejadian stunting pada anak. Pada umumnya media elektronik ini dibuat hanya terbatas pada saat kegiatan kampanye saja. Ada tim promosi kesehatan di provinsi yang juga telah memproduksi materi informasi untuk media elektronik; namun masih terbatas pada topik tertentu saja.

3. Media Broadcast dan DigitalDi Indonesia, terdapat sekitar 800 stasiun radio (nasional, swasta dan radio komunitas). Meski demikian, jangkauan siaran radio tersebut masih sangat terbatas di daerah pedesaan. Kebiasaan masyarakat di pedesaan adalah mendengarkan radio, baik radio miliknya sendiri maupun radio milik tetangga ketika mereka berkunjung. Audiens radio menjadi menurun pada daerah yang memiliki jangkauan televisi yang baik. Media lainnya yang dimanfaatkan adalah 170-an surat kabar harian dan 40-an stasiun TV .

Internet dan media sosial juga perlu digunakan seiring bertambahnya populasi sasaran khususnya di daerah perkotaan. Menggunakan satu saluran saja tidak akan menjawab tantangan komunikasi yang paling besar terkait kesehatan ibu dan anak, sebaliknya iklan layanan masyarakat di televisi, radio atau TV spot dapat membantu meningkatkan kesadaran sasaran akan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, dengan catatan perlu pertimbangan khusus bagi daerah dengan listrik terbatas.

Hal yang sama pada penggunaan SMS melalui handphone. Walaupun jumlah kepemilikan dan penggunaan handphone semakin meningkat, jangkauannya tetap lemah pada daerah yang terisolasi/ terpencil.

4. Komunikasi Antar pribadi dan Kelompok KecilMeski media dan teknologi komunikasi kini dapat terintegrasi dan menjadi medium komunikasi yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran, beberapa studi global tentang perilaku kesehatan menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi (antar pribadi) tetap menjadi metode yang sangat efektif dalam perubahan perilaku, juga dalam meyakinkan sasaran untuk mengunjungi fasilitas kesehatan. Komunikasi tatap muka yang sesuai dengan budaya, didesain secara strategis untuk sasaran dan difasilitasi oleh fasilitator yang baik dapat mempercepat peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku yang sesungguhnya.

Lampiran 2 Struktur Pesan Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting

21

Page 22: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

• o

• •

RUMAH PESAN UNTUK KELOMPOK PRIMER

KELOMPOK SASARAN PRIMERRumah tangga dengan anggota keluarga yang berada pada periode 1.000 HPK dan lainnya

Ibu hamil, Ibu menyusui, Ibu dengan anak usia 0-23 bulan

PESAN UTAMAMencegah stunting itu penting, manfaatkan pelayanan kesehatan, perbaiki pola makan, pola asuh, dan kebersihan diri serta lingkungan.

PESAN KUNCI 1Stunting umum ditemui di tengah lingkungan

PESAN KUNCI 2Stunting dapat dicegah. Anda sangat

PESAN KUNCI 3Ambil tindakan lebih lanjut.

22

Page 23: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

kita, kenali gejala dan pahami faktor resiko stunting dengan baik.

dianjurkan untuk mencegahnya sejak dini melalui upaya mandiri, agar pertumbuhan

fisik dan kognitif Anak tidak terhambat.

Kunjungi posyandu/fasilitas kesehatan untuk memantau tumbuh kembang anak setiap bulan, dan menerima layanan kesehatan.

POIN-POIN PENDUKUNG 1• Waspadai ibu hamil yang anemia, kurus,

terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak kehamilannya.

• Waspadai bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan panjang badan kurang dari 48 cm.

• Waspadai bayi yang tidak mendapatkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif, dan pemberian makanan pendamping yang tidak tepat.

• Awas diare berulang pada ibu hamil dan balita (berikan oralit dan zinc selama 10 hari).

POIN-POIN PENDUKUNG 2• Penuhi gizi ibu hamil, minum tablet tambah

darah dan pantau kenaikan berat badan ibu selama kehamilan.

• Pastikan atur jarak kehamilan.• Hindari kehamilan kurang dari 20 tahun

atau di atas usia 40 tahun.• Berikan ASI eksklusif agar bayi sehat dan

cerdas.• Pastikan anak makan makanan dengan gizi

seimbang, dukung dengan asupan ASI hingga usia 2 tahun.

• Gunakan selalu air bersih dan jamban sehat.• Cuci tangan pakai sabun dengan air

mengalir, dan praktikkan di 5 waktu penting:o Sesudah Buang Air Besar (BAB)o Sesudah melakukan aktivitaso Sebelum makano Sebelum menyiapkan makanano Sebelum menyusui

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Periksakan kehamilan secara rutin dan

melahirkan di fasilitas kesehatan terdekat.• Timbang berat badan, ukur tinggi badan

anak secara rutin, dan catat dalam buku KIA.

• Konsultasikan dengan kader dan petugas kesehatan tentang cara-cara mencegah stunting.

• Dapatkan imunisasi dasar di posyandu/fasilitas kesehatan.

23

Page 24: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

RUMAH PESAN UNTUK KELOMPOK PRIMER (TENAGA KESEHATAN & KADER)

KELOMPOK SASARAN PRIMERTenaga Kesehatan (Bidan, Sanitarian, Tenaga Gizi, Dokter, Perawat) dan Kader

PESAN KUNCI UTAMAStunting adalah permasalahan kesehatan yang dapat dicegah dengan intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh penyedia layanan kesehatan yang

terampil.

PESAN KUNCI 1Prevalensi stunting di Indonesia tidak dapat dianggap remeh dan perlu menjadi prioritas dan mendapat perhatian dari para penyedia

layanan dan tenaga kesehatan.

PESAN KUNCI 2Stunting dapat dicegah dan manfaat yang

dirasakan bersifat jangka panjang.

PESAN KUNCI 3Buktikan komitmen penyedia layanan

dan tenaga kesehatan untuk menunjukkanupaya terbaik dalam mencapai target nasional

penurunan prevalensi melalui komunikasi perubahan perilaku

pencegahan

POIN-POIN PENDUKUNG 1• Stunting masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat Indonesia yang umum ditemui.

• Stunting tidak hanya terjadi masyarakat miskin tetapi juga terjadi pada 29% kelompok terkaya, di desa maupun di kota.

• Stunting dapat dicegah utamanya melalui upaya komunikasi perubahan perilaku dengan pendekatan antar pribadi pada kelompok sasaran.

POIN-POIN PENDUKUNG 2• Pencegahan stunting merupakan investasi

terhadap SDM secara jangka panjang.• Penurunan angka stunting pada tahun

2024 merupakan target kesehatan nasional sesuai RPJMN 2019-2024.

• Mencegah stunting berarti memperbaiki kualitas generasi bangsa, terutama dalam menyiapkan Generasi Emas 2045.

• Pencegahan stunting memerlukan kerja sama lintas sektor.

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Tingkatkan kualitas layanan – terutama

konseling antar pribadi melalui kunjungan rumah, di posyandu, dan di institusi layanan kesehatan.

• Sampaikan edukasi pada warga tentang pentingnya:o Gizi seimbang bagi remaja putri, WUS

dan kelompok dengan anggota keluarga yang berada pada periode 1.000 hari pertama kehidupan anak (ibu hamil, ibu menyusui dan ibu dengan bayi 0-23 bulan).

o Rutinitas melakukan stimulasi, deteksi, dan intervensi dini periode tumbuh kembang di Puskesmas, Posyandu dan PAUD.

o Mencuci tangan dengan sabun di 5 waktu penting utama

• Stop BAB sembarangan, gunakan air bersih dan jamban sehat.

• Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, dan praktikkan di 5 waktu penting:o Sesudah Buang Air Besar (BAB)o Sesudah melakukan aktivitas

24

Page 25: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

o Sebelum makano Sebelum menyiapkan makanano Sebelum menyusui

RUMAH PESAN UNTUK KELOMPOK SEKUNDER

KELOMPOK SASARAN SEKUNDERWanita usia subur, Remaja , Lingkungan pengasuh anak terdekat (kakek, nenek, ayah, dan lainnya), Pemuka masyarakat

Jejaring sosial (PKK, group pengajian, dll)

PESAN KUNCI UTAMAMencegah stunting itu penting, dimulai dari remaja dan calon ibu, dengan dukungan suami dan keluarga.

PESAN KUNCI 1Stunting umum ditemui di tengah lingkungan

kita, kenali gejala dan pahami faktor resiko stunting dengan baik.

PESAN KUNCI 2Stunting dapat dicegah. Anda sangat

dianjurkan untuk mencegahnya sejak dini melalui upaya mandiri, agar pertumbuhan fisik

dan kognitif calon Anak di masa depan tidak terhambat.

PESAN KUNCI 3Ambil tindakan lebih lanjut.

Pastikan Anda mempraktikkan gaya hidup sehat dan perkuat solidaritas sosial agar

penurunan stunting

POIN-POIN PENDUKUNG 1• Remaja yang menikah dan hamil <20

tahun berisiko melahirkan anak stunting.• Remaja/WUS yang anemia dan kurang gizi

berisiko melahirkan anak stunting.• Waspadai remaja dan WUS yang tidak

berperilaku hidup bersih dan sehat.• Awas diare berulang pada anak balita

(berikan oralit dan zinc selama 10 hari).

POIN-POIN PENDUKUNG 2• Tidak menikah dini dan memiliki anak di

usia muda < 20 tahun.• Rencanakan kehamilan dengan bijaksana.• Pastikan seluruh keluarga untuk mengasup

gizi seimbang dan minum Tablet Tambah Darah secara rutin (1 tablet setiap minggu).

• Cek kadar Hemoglobin (HB) secara rutin.

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Manfaatkan usia muda untuk kegiatan

yang produktif dengan gaya hidup sehat.• Tidak melakukan pergaulan bebas.• Memeriksakan kesehatan ke tempat

pelayanan kesehatan secara berkala.• Suami dan/atau calon ayah serta anggota

keluarga lainnya, dihimbau untuk sejak dini terlibat dalam pemeliharaan

25

Page 26: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

• Lakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari.

• Istirahat yang cukup.• Tidak merokok dan tidak minum alkohol.• Gunakan air bersih dan jamban sehat.• Cuci tangan pakai sabun dengan air

mengalir, dan praktikkan di 5 waktu penting:o Sesudah Buang Air Besar (BAB)o Sesudah melakukan aktivitaso Sebelum makano Sebelum menyiapkan makanano Sebelum menyusui

kesehatan keluarga, memenuhi kebutuhan, dan memberi dukungan moral kepada calon ibu, demi pembentukan status gizi ideal calon anak.

RUMAH PESAN UNTUK KELOMPOK TERSIER

KELOMPOK SASARAN TERSIERPembuat Kebijakan Tingkat Kementerian/Lembaga (Pemerintah Pusat)

PESAN KUNCI UTAMAStunting adalah masalah nasional yang bisa dituntaskan melalui komitmen para pemimpin dan kolaborasi lintas kementerian/lembaga.

PESAN KUNCI 1Prevalensi stunting di Indonesia stagnan sejak 2007-2013 dan termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara. Perlu ada perhatian serius dari para

PESAN KUNCI 2Saat ini, Indonesia telah memiliki sejumlah

instrumen kebijakan dan telah menjalankan sejumlah upaya

PESAN KUNCI 3Para pembuat kebijakan

dan pemimpin lintas sektor perlu memastikan implementasi kebijakan yang telah ada,

26

Page 27: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

pembuat kebijakan. Percepatan Pencegahan Stunting. menyesuaikannya seiring perkembangan situasi sosial, berkoordinasi erat dengan pemerintah daerah agar dapat mencapai

tujuan pengurangan angka

POIN-POIN PENDUKUNG 1• Anak yang menderita stunting tidak akan

pernah mencapai tinggi badan dan perkembangan otak yang optimal, untuk menikmati potensi kognitifnya secara maksimal.

• Penderita stunting beresiko memiliki keterampilan kognitif rendah, rendah prestasi/pencapaian pendidikan, rendah produktivitas dan kreativitas di masa depan, serta berpotensi mengancam kesejahteraan mereka; terhambat kemungkinannya meraih pendapatan besar dan berpotensi besar menjadi miskin.19

• Stunting menimbulkan dampak antar-generasi, orang tua yang stunting besar kemungkinan akan melahirkan anak yang stunting pula sehingga kualitas keluarga terancam, terus menjadi lingkaran masalah yang tak terputuskan.

• Stunting bukan saja mengancam potensi individu namun seluruh generasi bangsa, saat Indonesia menjelang manfaat bonus demografi Generasi Emas 2045.

POIN-POIN PENDUKUNG 2• Peraturan Presiden No. 42/2013.• RPJMN 2014-2019 dan 2019-2024.• Strategi Nasional Percepatan Pencegahan

Stunting 2018-2021.

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Jadikan Strategi Nasional Percepatan

Pencegahan Stunting sebagai acuan kerja utama yang dapat disesuaikan dengan sektor kerja masing-masing dan perkembangan situasi sesuai konteks yang ada.

• Tetapkan pencegahan salah satu prioritas pembangunan kesehatan nasional dengan sumberdaya dana dan manusia yang memadai.

• Tingkatkan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah dalam memastikan implementasi kebijakan/regulasi yang diadaptasi dari Stratnas berjalan dengan baik.

• Bersikap terbuka dan fleksibel dalam mengakomodir aspirasi daerah termasuk penyesuaian yang mungkin perlu dilakukan.

• Dorong terwujudnya konvergensi program lintas sektor untuk menanggulangi secara bersama-sama.

• Pastikan kegiatan monitoring dan evaluasi yang melekat untuk memastikan pencapaian tujuan.

19 Alderman, Hoddino and Kinsey, 2006

27

Page 28: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

RUMAH PESAN UNTUK KELOMPOK TERSIER

KELOMPOK SASARAN TERSIERPembuat Kebijakan Tingkat Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota)

PESAN KUNCI UTAMAStunting adalah permasalahan prioritas di daerah yang bisa dituntaskan melalui komitmen pemimpin daerah

dan kerja sama antar Organisasi Perangkat Daerah

PESAN KUNCI 1Prevalensi stunting di daerah XX tidak dapat dianggap remeh, perlu ada perhatian serius

dari para pembuat kebijakan setempat.

PESAN KUNCI 2Saat ini, daerah XX telah memiliki sejumlah instrumen kebijakan dan telah menjalankan

sejumlah upaya Percepatan Pencegahan Stunting.

PESAN KUNCI 3Para pembuat kebijakan dan pemimpin daerah

perlu memastikan implementasi kebijakan yang telah ada, segera menindaklanjuti penguatan berbagai program dan terus

menyesuaikan kebijakannya seiring perkembangan situasi sosial, agar dapat

mencapai tujuan pengurangan angka

POIN-POIN PENDUKUNG 1Disesuaikan dengan situasi stunting dan

identifikasi penyebab permasalahan stuntingdi wilayah masing-masing.

POIN-POIN PENDUKUNG 2Disesuaikan dengan kebijakan dan program yang dimiliki masing-masing daerah terkait

upaya pencegahan stunting yang efektif dan efisien.

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Jadikan pencegahan

prioritas pembangunan kesehatan daerah dengan sumberdaya dana dan manusia yang memadai

• Tingkatkan pemahaman dan kemampuan tenaga pelayanan publik terkait penyuluhan, tindak pencegahan serta penanganan stunting.

• Rancang dan terapkan program komunikasi perubahan perilaku pencegahan dengan mengintegrasikan komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi massa, melalui pemanfaatan berbagai alat atau media komunikasi.

• Gunakan pendekatan komunikasi dan program intervensi inovatif yang khas dan relevan dengan memperhatikan demografi sosial, segmen ekonomi, adat dan budaya masyarakat setempat

• Dorong terwujudnya konvergensi program lintas sektor untuk menanggulangi secara bersama-sama.

• Pastikan ketersediaan Standar Pelayanan

28

Page 29: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Minimal layanan publik sebagai bagian dari komitmen pemerintah.

KELOMPOK SASARAN TERSIERPembuat Kebijakan Tingkat Desa/Kelurahan

PESAN KUNCI UTAMAStunting adalah permasalahan mendesak yang terjadi di tengah masyarakat

dan dapat dicegah melalui komitmen pemimpin desa dan kerja sama antar warga masyarakat

PESAN KUNCI 1Prevalensi stunting di desa/kelurahan XX tidak

dapat dianggap remeh, perlu ada perhatian serius dari para pembuat kebijakan setempat.

PESAN KUNCI 2Saat ini, desa/kelurahan XX telah memiliki sejumlah instrumen kebijakan dan telah menjalankan sejumlah upaya Percepatan

Pencegahan Stunting.

PESAN KUNCI 3Para pemimpin desa perlu memastikan implementasi kebijakan yang telah ada,

segera menindaklanjuti penguatan berbagai program dan terus menyesuaikannya seiring

perkembangan situasi sosial, agar dapat mencapai tujuan pengurangan angka

POIN-POIN PENDUKUNG 1Disesuaikan dengan situasi stunting dan

identifikasi penyebab permasalahan stuntingdi desa masing-masing.

POIN-POIN PENDUKUNG 2Disesuaikan dengan kebijakan dan program

yang dimiliki masing-masing desa terkait upaya pencegahan stunting yang efektif dan

efisien.

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Jadikan pencegahan

prioritas pembangunan desa dengan sumberdaya dana dan manusia yang memadai.

• Tingkatkan pemahaman dan kemampuan tenaga pelayanan publik terkait penyuluhan, tindak pencegahan serta penanganan stunting.

• Terapkan program komunikasi perubahan perilaku masyarakat utamanya dengan pendekatan antar pribadi dan komunikasi

29

Page 30: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

kelompok.• Gunakan pendekatan komunikasi dan

program intervensi inovatif yang khas dan relevan dengan memperhatikan demografi sosial, segmen ekonomi, adat dan budaya masyarakat setempat.

KELOMPOK SASARAN TERSIERKelompok Masyarakat Madani

(Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Akademisi, Pemuka Adat, Pemimpin Informal, Pemimpin Opini)

PESAN KUNCI UTAMAStunting saat ini menjadi salah satu prioritas kesehatan nasional. Mendesak untuk melakukan penguatan kesadaran publik untuk membantu

mencegah stunting melalui optimalisasi tumbuh kembang pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.

PESAN KUNCI 1Stunting umum ditemui di tengah masyarakat

Indonesia dan dapat dicegah, namun pengetahuan masyarakat tentang stunting

masih relatif rendah.

PESAN KUNCI 2Stunting menimbulkan dampak jangka panjang

dan mengancam kualitas generasi bangsa.

PESAN KUNCI 3Perlu peningkatan kesadaran masyarakat

untuk mengubah perilaku, melalui komunikasi interpersonal yang muatannya menyasar

berbagai aspek yang saling terkait.

POIN-POIN PENDUKUNG 1• Bayi lahir dengan berat badan kurang dari

2.500 gram dan panjang badan kurang dari 48 cm beresiko menderita stunting.

• Anak yang menderita stunting tidak akan pernah mencapai tinggi badan dan perkembangan otak yang optimal, untuk menikmati potensi kognitifnya secara maksimal.

• Orang dengan tinggi badan kurang dari 145 cm berisiko mengalami kekurangan berat badan dan berpotensi menderita stunting.

POIN-POIN PENDUKUNG 2• Penderita stunting beresiko memiliki

keterampilan kognitif rendah, rendah prestasi/pencapaian pendidikan, rendah produktivitas dan kreativitas di masa depan, serta berpotensi mengancam kesejahteraan mereka; terhambat kemungkinannya meraih pendapatan besar dan berpotensi besar menjadi miskin.20

• Stunting menimbulkan dampak antar-generasi, orang tua yang stunting besar kemungkinan akan melahirkan anak yang stunting pula sehingga kualitas keluarga terancam, terus menjadi lingkaran masalah yang tak terputuskan.

• Stunting bukan saja mengancam potensi individu namun seluruh generasi bangsa, saat Indonesia menjelang manfaat bonus

POIN-POIN PENDUKUNG 3• Gunakan pendekatan komunikasi dan

program intervensi inovatif yang khas dan relevan dengan memperhatikan demografi sosial, segmen ekonomi, adat dan budaya masyarakat setempat.

• Mengedukasi warga dalam merencanakan pernikahan dan kehamilan dengan bijaksana

• Meningkatkan pengetahuan warga akan asupan gizi seimbang, perilaku hidup bersih dan sehat, serta bahaya merokok.

• Gaya hidup sehat salah satu dan utamanya memastikan pemanfaatan air dan sanitasi bersih dalam kegiatan sehari-hari.

• Mendorong warga untuk memeriksakan kehamilan secara rutin dan melahirkan di fasilitas kesehatan terdekat.

• Menggugah warga untuk mengunjungi

20 Alderman, Hoddino and Kinsey, 2006

30

Page 31: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

demografi di tahun 2045 mendatang. posyandu/fasilitas kesehatan untuk memantau tumbuh kembang anak dan menerima layanan kesehatan dasar, serta stimulasi dini.

• Mendorong keterlibatan suami atau ayah dalam kegiatan mengasuh anak, termasuk dukungan pemberian ASI secara eksklusif optimal dan dukungan moral serta pemenuhan kebutuhan ibu-anak, demi pembentukan status gizi ideal sang anak.

Lampiran 3 Implementasi Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Percepatan Pencegahan Stunting

Tujuan Khusus Pendekatan Komunikasi

Pemangku Kepentingan

Platformyang Dapat Dipakai Usulan Kegiatan Materi Komunikasi

Pada tahun 2024, sebanyak 514 kabupaten/kota memiliki regulasi terkait komunikasi perubahan perilaku dalam pencegahan stunting.

AdvokasiKebijakan

Tingkat Nasional:- TNP2K- KSP- Kementerian

Kesehatan- Kominfo- Bappenas- Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

- Kementerian Sosial- Kementerian PUPR- Kementerian PPPA- Kementerian Desa,

Daerah Tertinggal & Transmigrasi

- Kemenko PMK- Kementerian

Keuangan- Kementerian

Pertanian- Kementerian Agama

Tingkat Nasional:- Rembug stunting- Supervisi

bimbingan teknis terpadu

Tingkat Pemda:- Tim

penanggulangan kemiskinan daerah

- Rembug Stunting Provinsi

- Rembuk Stunting Kabupaten

Tingkat Fasilitas:- Lokakarya mini- Kelompok kerja

(pokj)- Pokjanal

(Kelompok Kerja Operasional)

Audiensi/pertemuan koordinasi dengan pembuat kebijakan terkait secara rutino Sesuai sektor/area

keahliano Sesuai tingkatan

jabatan/posisio Sesuai kesesuaian

karakter daerah

Lembar fakta Analisa kebijakan Risalah kebijakan

31

Page 32: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Tujuan Khusus Pendekatan Komunikasi

Pemangku Kepentingan

Platformyang Dapat Dipakai Usulan Kegiatan Materi Komunikasi

- Kemenko Ekonomi- BKKBN- BPOM

Tingkat Sub-Nasional:- Bappeda- Organisasi

Perangkat Daerah- Kepala Daerah

(Bupati/Gubernur)

- Rembug Stunting Desa

1. Pada tahun 2024, sebanyak 30% remaja di SMA/SMK/MA memiliki pengetahuan tentang stunting, termasuk definisi, penyebab dan pencegahannya.

2. Pada tahun 2024, sebanyak 30% ibu hamil memiliki pengetahuan tentang stunting, termasuk definisi, penyebab dan pencegahannya.

Kampanye Nasional

Media Massa

1. Kelompok Primer Ibu hamil Ibu menyusui Anak usia 0-23

bulan

2. Kelompok Sekunder Anak usia 24-59

bulan Wanita usia

subur Remaja Lingkungan

pengasuh anak terdekat (kakek, nenek, ayah)

Tenaga kesehatan: bidan, sanitarian, tenaga gizi, dokter, perawat

Kader

3. Kelompok Tersier Pengambil

kebijakan/keputusan di tingkat nasional dan daerah

Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

Kelompok masyarakat madani

Sektor swasta Donor Media massa

Aset dan saluran komunikasi (paid/berbayar, owned/yang dimiliki sendiri, dan earned/yang didapat melalui upaya kehumasan) milik kementerian terkait di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan dan Kominfo.

Aset dan saluran komunikasi baru yang perlu diciptakan (paid/berbayar, owned/yang dimiliki sendiri, dan earned/yang didapat melalui upaya kehumasan)

Kegiatan media berbayar (paid): radio talkshow, TV talkshow, billboard, iklan di media sosial, iklan layanan masyarakat, advertorial, penyampaian pesan lewat figur publik, sms blast, kemitraan dengan media (liputan Khusus, liputan Investigasi, infografis, foto humanis);

Kegiatan yang sudah dimiliki oleh institusi (owned): newsletter, majalah, facebook, instagram, twitter, blog, website, youtube

Kegiatan melalui upaya kehumasan (earned): media visit, kolom opini, konferensi pers, media roundtable, news update, wawancara individu/kelompok), pelatihan untuk jurnalis, kompetisi jurnalistik, dan sebagainya

Kegiatan publik (skala nasional dan skala lokal spesifik): flash mob, festival bebas stunting nasional, festival kuliner bergizi, dll

Materi branding kampanye pencegahan stunting: Logo kampanye dan

aplikasi pemakaiannya di berbagai materi sosialisasi (poster, pin, gelang, payung, gelas, stiker, kaos, tas, dll)

Panduan penggunaan logo kampanye

Materi kampanye berupa tulisan: Siaran pers Lembar fakta Kolom opini Infografis Konten sosial media Advertorial Infografis Poster/e-flyer Konten sms Konten billboard dll

Materi kampanye berupa audio visual: Video edukasi Video iklan layanan

masyarakat Video testimoni Video dokumentasi Stok foto untuk berbagai

materi edukasi dan promosi

1. Pada tahun 2024, sebanyak 80% tenaga kesehatan di puskesmas mendapatkan

Komunikasi Perubahan Perilaku (melalui komunikasi

1. Kelompok Primer Ibu hamil Ibu menyusui Anak usia 0-23

bulan

Kelompok Primer: Kelas ibu hamil Kelompok ibu

menyusui Kelas ibu baduta

Kelompok Primer dan Sekunder : Sosialisasi program

melalui pertemuan warga, workshop

Materi edukasi untuk masyarakat (primer dan sekunder): Materi edukasi yang

menarik (poster, sticker,

32

Page 33: 1 Pendahuluanpromkes.kemkes.go.id/pub/files/files58297Draft Stratkom... · Web viewMenyusun rencana kegiatan/program untuk setiap kelompok sasaran, termasuk kegiatan pelatihan. Mengatur

Tujuan Khusus Pendekatan Komunikasi

Pemangku Kepentingan

Platformyang Dapat Dipakai Usulan Kegiatan Materi Komunikasi

pelatihan/orientasi komunikasi interpersonal

2. Pada tahun 2024, 10% kader kesehatan mendapatkan pelatihan/orientasi komunikasi interpersonal

3. Pada 2024, sebanyak 80% puskesmas mampu memberikan layanan kesehatan melalui komunikasi interpersonal kepada kelompok sasaran

interperso-nal)

Komunikasi Perubahan Sosial

Mobilisasi Sosial

Bidan puskesmas Kader

2. Kelompok Sekunder Anak usia 24-59

bulan Wanita usia

subur Remaja Lingkungan

pengasuh anak terdekat (kakek, nenek, ayah)

Tenaga kesehatan: bidan, sanitarian, tenaga gizi, dokter, perawat

Kader

Posyandu Puskesmas Praktik bidan

swasta Klinik ibu bersalin Perkumpulan

informal ibu/ arisan/pengaji-an/persekutuan doa

Kader pembangunan manusia

Posyandu PAUD Bimbingan

Konseling sekolah Komunitas agama Program

kesehatan organisasi keagamaan (NU, Muhammadiyah)

Kelompok pemuda di masyarakat (karang taruna)

RT RW PKK Kader

Pembangunan Manusia (KPM)

Dinas kesehatan Dinas terkait

(PUPR, dinas pemberdayaan masyarakat dan desa(DPM-Desa)

Mobil keliling Lomba kreatif: jingle,

yel-yel Kuis cerdas cermat Komik Kelas memasak untuk

pengenalan gizi dari pangan lokal

Pemanfaatan lahan sekitar rumah

Acara kreatif sesuai dengan konteks lokal

Kunjungan rumah Penyusunan modul

pelatihan Pelatihan kader

kesehatan Jambore kader

kesehatan pemberian reward untuk kader

Kunjungan rumah: untuk intervensi dan monitoring

Lomba kader kesehatan

Pelatihan petugas kesehatan (bidan, petugas puskesmas)

gelang, gelas, topi, baju, tas, balon)

Video edukasi Jingle stunting Aplikasi berbasis teknologi

Materi untuk petugas layanan kesehatan: Modul pelatihan Video edukasi Lembar balik Aplikasi berbasis teknologi

33