1. penetapan kadar air.doc
DESCRIPTION
LAPORAN ANALISIS MAKANAN DAN MINUMANTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN II
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR AIR
NAMA : M. ALFIAN NOOR
NIM : J0B11235
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : FADLILATURRAHMAH,
S.Farm., M.Sc. Apt.
PROGRAM STUDI D-3 ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR AIR
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah :
1. Untuk menetapkan kandungan kadar air yang terdapat pada beberapa bahan
makanan.
2. Untuk mengetahui prinsip metode penetapan kadar air dengan metode oven.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten
peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini.
Oleh karena itu pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar
peradaban manusia. Secara umum, pengertian dan definisi air adalah substansi
kimia dengan rumus kimia H2O satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen
yang terikat dengan kovalen pada satu atom oksigen (Lehninger, 1982).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1989).
Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri,
misalnya dalam evaluasi material balance atau kehilangan selama pengolahan.
Kita harus tahu kandungan air (dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan
optimum, misalnya dalam penggilingan serealia, pencampuran adonan sampai
konsistensi tertentu, dan produksi roti dengan daya awet dan tekstur tinggi. Kadar
air harus diketahui dalam penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi standar
komposisi dan peraturan-peraturan pangan. Kepentingan yang lain adalah bahwa
kadar air diperlukan untuk penentuan mengetahui pengolahan terhadap komposisi
kimia yang sering dinyatakan pada dasar dry matt (Winarno, 1989).
Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi tergantung struktur
dan komposisinya. Dari segi analisis pangan, kandungan air dalam pangan dapat
dibagi menjadi tiga macam bentuk. Air bebas adalah air dalam bentuk sebagai air
bebas dalam ruang intergranular dan dalam pori-pori bahan. Air demikian ini
berlaku sebagai agensia pendispersi bahan-bahan koloidal dan sebagai solven
senyawa-senyawa kristalin. Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan
koloid makromolekular (pati, pektin, cellulosa, protein). Air ini berkaitan erat
dengan makromolekul-makromolekul yang mengadsorpsi dengan gaya absorpsi,
yang diatributkan dengan gaya Van der Waals atau dengan pembentukan ikatan
hidrogen. Air terikat, berkombinasi dengan berbagai substansi, sebagai air hidrat.
Klasifikasi tersebut tidak mutlak. Istilah air bebas, terabsorpsi, dan terikat itu
relative (Apriyantono, et al., 1989).
Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air bebas,
air terikat secara lemah, dan air terikat kuat.
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter granular dan
pori-pori yang terdapat dalam bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada
permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pectin, pati, sellulosa.
Selain itu, air juga terdispersi di antara koloid tersebut dan merupakan pelarut
zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap
mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan.
Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya
bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak
membentuk meskipun pada 0oF
(Sudarmadji, et al., 1996).
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses
kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik,
bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air dalam bentuk lainnya
tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut diatas. Oleh karenanya
kadar air bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai
meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini
digunakan pengertian Aw (Activity air) untuk menentukan kemampuan air dalam
proses kerusakan bahan makanan (Lehninger, 1982).
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberpa metode antara lain
metode thermogravimetri, thermovolumetri, kimiawi, dan fisis. Metode yang
sering digunakan dalam penentuan kadar air suatu bahan adalah metode
thermogravimetri dan thermovolumetri. Prinsip kerja dari metode
thermogravimetri adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan
pemanasan, kemudian menimbang sampai berat konstan yang berarti semua air
sudah diuapkan. Prinsip kerja dari metode thermovolumetri adalah menguapkan
air dengan ”pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi
daripada air dan tidak campur dengan air serta mempunyai berat jenis yang lebih
rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluene, xylen,
benzene, tetrakhlorethilen, dan xylol (Sudarmadji, et al., 1996).
Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang terkandung
dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan pada suhu
105oC selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah
dipanaskan adalah kadar air (Gaman & Sherrington, 1994). Dengan mengatur
panas, kelembaban, dan kadar air, oven dapat digunakan sebagai dehydrator.
Waktu yang diperlukan adalah sekitar 5-12 jam. Lebih lama dari dehydrator biasa.
Agar bahan menjadi kering, temperature oven harus di atas 140oF. Kelebihan
pengeringan buatan adalah suhu dan kecepatan proses pengeringan dapat diatur
seuai keinginan, tidak terpengaruh cuaca, sanitisi dan higiene dapat
dikendalikan. Kelemahan pengeringan buatan adalah memerlukan keterampilan
dan peralatan khusus, serta biaya lebih tinggi dibanding pengeringan alami
(Apriyantono, et al., 1989).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cawan porselin,
desikator, neraca analitik, dan oven.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah tepung (beras,
gandum, kanji, maizena, roti, dan terigu).
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
Prosedur kerja pada percobaan ini sebagai berikut :
1. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang.
2. Kurang lebih 2 gram sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan
ditimbang dengan cepat.
3. Tutup cawan diangkat dan cawan beserta isi dan tutupnya ditempatkan di
dalam oven selama 6 jam. Kontak antara cawan dengan dinding oven harus
dihindarkan.
4. Cawan dipindahkan ke desikator, ditutup dengan penutup cawan, lalu
didinginkan.
5. Bahan ditimbang dan dikeringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh
berat yang tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono A., Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati & Budiyantono. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gaman, P.M & Sherrington K.B. 1994. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Sudarmadji, S., Bambang & Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.