097_jurnal_stekin_vol12

26
Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri 29 KARAKTERISTIK DINAMIS RELE JARAK MHO FASA SLY51B SEBAGAI PROTEKSI PADA SALURAN TRANSMISI Iswadi HR Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected] ABSTRAK Salah satu hal yang penting dalam sistem tenaga adalah menjaga agar sistem tetap stabil dan memiliki keandalan yang bagus. Untuk mendapatkan hal ini cara yang digunakan antara lain penggunaan/pemasangan peralatan-perlatan proteksi pada sistem tenaga. Salah satu komponen sistem tenaga yang sangat penting yaitu saluran transmisi. Untuk menjamin kesinambungan pasokan tenaga dan mencegah terjadinya gangguan pada saluran transmisi maka perlu adanya suatu sistem proteksi yang handal. Salah satu peralatan proteksi yang digunakan pada saluran transmisi adalah rele jarak mho fasa, yaitu untuk mengatasi dan mengamankan gangguan antar saluran yang terjadi pada saluran transmisi, dengan merancang rele jarak mho pada kondisi dinamis didapatkan unjuk kerja rele yang lebih optimal, karakteristik dinamis memiliki area lingkaran yang luas dengan diameternya ditentukan oleh impedansi sumber ekivalen di belakang rele Z S , dengan karakteristik yang luas ini maka rele akan lebih memiliki kemampuan proteksi yang handal dibandingkan saat kondisi stedy-state. Untuk gangguan antar saluran yang terjadi maka karakteristik dinamis yang disetting pada zone 1 tidak mengalami kesalahan operasi pada gangguan yang terjadi dibelakang rele dan tidak mengalami jangkauan lebih pada gangguan yang berada jauh di depan rele serta dapat beroperasi pada gangguan yang terjadi di dekat rele. Kata kunci : Gangguan Antar Saluran, Karakteristik Dinamis, Rele Jarak Mho. ABSTRACT One of the important matter in power system is how to keep in stability and reliability of system. The method that is used to reach these conditions by using power system protection equipments. One of the very important energy system component is transmission line. To guarantee the continuity of energy supply and prevent the fault on transmission line, the existence of a reliable protection system is needed. One of the protection equipments used on transmission line is mho phase distance relay. The application of this equipment is intended to overcome and protect phasa-phase fault that occured on transmission line. Operating mho distance relay in dynamic condition will lead into more optimal performance of relay. Dynamic characteristic has wide radian area, its diameter is determined by an equivalent source impedance behind relay Z S . With this wide characteristic, rele will come with more reliable protection ability compared to the moment of its steady-state condition. In line-to-line fault, dynamic characteristic which is set at zone 1 did not come along with any mal operation that appeared behind the rele, and did not overreaching at fault behind relay, and also could operate with fault near to relay. Key words : Dynamic Characteristics, Line-to-line Fault, Mho Distance Relay. . PENDAHULUAN Proteksi pada saluran transmisi mempunyai peran yang sangat penting dalam proteksi sistem tenaga, karena saluran transmisi merupakan saluran penghubung antara pembangkit dan pusat-pusat beban yang terbentang pada jarak yang jauh yang melalui daerah-daerah dengan bermacam- macam kondisi cuaca dan kondisi tanah, sehingga saluran transimsi merupakan sasaran utama dari kebanyakan gangguan- gangguan yang terjadi pada sistem tenaga. Suatu rele proteksi saluran tegangan tinggi harus memiliki berbagai persyaratan diantaranya: kecepatan operasi, selektivitas, keandalan, keakuratan dan keamanan. Rele yang sering digunakan pada proteksi saluran transmisi tegangan tinggi diantaranya, Overcurrent Relay/OCR (Rele Arus Lebih) dan .Distance Relay (Rele Jarak).

Upload: hamdani-nurdin

Post on 21-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

29

KARAKTERISTIK DINAMIS RELE JARAK MHO FASA SLY51B

SEBAGAI PROTEKSI PADA SALURAN TRANSMISI

Iswadi HR

Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu hal yang penting dalam sistem tenaga adalah menjaga agar sistem tetap stabil dan memiliki

keandalan yang bagus. Untuk mendapatkan hal ini cara yang digunakan antara lain

penggunaan/pemasangan peralatan-perlatan proteksi pada sistem tenaga. Salah satu komponen sistem

tenaga yang sangat penting yaitu saluran transmisi. Untuk menjamin kesinambungan pasokan tenaga dan

mencegah terjadinya gangguan pada saluran transmisi maka perlu adanya suatu sistem proteksi yang

handal. Salah satu peralatan proteksi yang digunakan pada saluran transmisi adalah rele jarak mho fasa,

yaitu untuk mengatasi dan mengamankan gangguan antar saluran yang terjadi pada saluran transmisi,

dengan merancang rele jarak mho pada kondisi dinamis didapatkan unjuk kerja rele yang lebih optimal,

karakteristik dinamis memiliki area lingkaran yang luas dengan diameternya ditentukan oleh impedansi

sumber ekivalen di belakang rele ZS , dengan karakteristik yang luas ini maka rele akan lebih memiliki

kemampuan proteksi yang handal dibandingkan saat kondisi stedy-state. Untuk gangguan antar saluran

yang terjadi maka karakteristik dinamis yang disetting pada zone 1 tidak mengalami kesalahan operasi

pada gangguan yang terjadi dibelakang rele dan tidak mengalami jangkauan lebih pada gangguan yang

berada jauh di depan rele serta dapat beroperasi pada gangguan yang terjadi di dekat rele.

Kata kunci : Gangguan Antar Saluran, Karakteristik Dinamis, Rele Jarak Mho.

ABSTRACT

One of the important matter in power system is how to keep in stability and reliability of system. The method that is used to reach these conditions by using power system protection equipments. One of the very

important energy system component is transmission line. To guarantee the continuity of energy supply and

prevent the fault on transmission line, the existence of a reliable protection system is needed. One of the

protection equipments used on transmission line is mho phase distance relay. The application of this

equipment is intended to overcome and protect phasa-phase fault that occured on transmission line.

Operating mho distance relay in dynamic condition will lead into more optimal performance of relay.

Dynamic characteristic has wide radian area, its diameter is determined by an equivalent source impedance

behind relay ZS . With this wide characteristic, rele will come with more reliable protection ability compared

to the moment of its steady-state condition. In line-to-line fault, dynamic characteristic which is set at zone 1

did not come along with any mal operation that appeared behind the rele, and did not overreaching at fault

behind relay, and also could operate with fault near to relay.

Key words : Dynamic Characteristics, Line-to-line Fault, Mho Distance Relay.

.

PENDAHULUAN

Proteksi pada saluran transmisi mempunyai peran yang sangat penting dalam proteksi sistem tenaga, karena saluran transmisi merupakan saluran penghubung

antara pembangkit dan pusat-pusat beban yang terbentang pada jarak yang jauh yang melalui daerah-daerah dengan bermacam-macam kondisi cuaca dan kondisi tanah, sehingga saluran transimsi merupakan

sasaran utama dari kebanyakan gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem tenaga.

Suatu rele proteksi saluran tegangan tinggi harus memiliki berbagai persyaratan diantaranya: kecepatan operasi, selektivitas, keandalan, keakuratan dan keamanan.

Rele yang sering digunakan pada proteksi saluran transmisi tegangan tinggi diantaranya, Overcurrent Relay/OCR (Rele Arus Lebih) dan .Distance Relay (Rele

Jarak).

Vol. 1, No. 2, 2004 : 29-34 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

30

Pada aplikasinya OCR terlalu lambat dalam memproteksi saluran tegangan tinggi dan tidak memiliki selektivitas yang bagus, hal ini dikarenakan jangkauan dan waktu

operasi OCR berubah-ubah seiring dengan perubahan impedansi sumber dan tipe gangguan. Faktor di atas tersebut mendasari diciptakannya rele baru yang memiliki jangkauan dan waktu operasi tetap tanpa dipengaruhi oleh perubahan impedansi sumber dan tipe gangguan. Rele tersebut dinamakan Distance Relay (rele jarak) [Rao,

1979]. Rele jarak yang digunakan sebagai bahan

analisa adalah rele jarak mho fasa SLY51B buatan General Electric.Co, USA. Rele jarak mho fasa SLY51B menggunakan kerja memori (memory action) dengan demikian dapat menghasilkan keluaran (output) pada

gangguan dengan tegangan gangguan sebesar nol dilokasi rele, rangkaian pengkutuban (polarizing circuit) terdiri dari rangkaian penala (tuned circuit) sehingga dapat “mengingat” tegangan sebelum terjadi gangguan (prefault) dan rele dapat membuat keputusan apakah suatu gangguan itu terjadi

didepan ataupun dibelakang rele [Anonim, 1999] . Karakteristik dinamis dimulai dari

lingkaran yang luas dengan diameternya ditentukan oleh impedansi sumber ekivalen disisi sebelum rele ZS, dan kemudian mengecil sehingga mencapai lingkaran mho kondisi steady-state akibat penurunan kerja memori. Pada analisa berikut digambarkan

karakteristik dinamis rele jarak mho pada saluran transmisi radial untuk berbagai hambatan dan lokasi gangguan fasa-fasa [Anonim, 1999].

Prinsip dasar pengukuran pada rele jarak yaitu membandingkan besaran tegangan dilokasi rele dengan besaran arus gangguan

yang dideteksi oleh rele, dengan membandingkan dua besaran ini dimungkinkan untuk mengetahui suatu impedansi gangguan berada dalam impedansi setting atau tidak.

Rele jarak mho dengan jangkauan Z ohm ditunjukan seperti gambar 1.

Karakterisitk mho yang dilukiskan pada gambar 1 sebenarnya sama dengan diagram R-X namum semua vektor impedansinya dioperasikan pada arus sebesar I. Rele jarak

mho menggunakan pengukuran arus dan tegangan pada rele untuk menentukan apakah suatu impedansi gangguan ZF berada atau tidak dalam suatu karaktersitik mho [Anonim,1999].

IZ

IZ = E

B

IX

IRV

IZ- V

ZS

G

I

V = I.ZL 3 FASA

I

I

ZL

Gambar 1. Rele Jarak Mho

Untuk menentukan suatu impedansi gangguan ZF berada atau tidaknya pada suatu karakteristik mho yaitu dengan cara membandingkan sudut antara besaran operasi

(operating quantity) VIZ dengan besaran

pengkutuban (polarizing quantity) V

(dimana FIZV ), pada gambar 1 adalah

sudut B. Jika sudut B kecil atau sama dengan 90° maka impedansi gangguan ZF berada didalam karakteristik, rele akan menghasilkan suatu keluaran, sebaliknya jika sudut B lebih besar dari 90° maka ZF berada diluar karakteristik dan tidak akan menghasilkan keluaran [Anonim, 1999].

Dalam penulisan makalah ini dapat

diketahui karakterisitk dinamis rele jarak mho dan unjuk kerja rele jarak mho untuk berbagai lokasi dan kondisi gangguan antar saluran pada saluran transmisi radial..

BAHAN DAN METODE

Makalah ini berisikan tentang studi kasus unjuk kerja rele jarak mho fasa SLY51B pada kondisi dinamis, data yang digunakan diperoleh dari General Electric Las Marias Ind. Park, USA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk menggambarkan karakteristik dinamis rele jarak mho fasa SLY51B

Karakteristik Dinamis Rele Jarak Mho Fasa Sly51b (Iswadi, HR)

31

digunakan jaringan transmisi radial seperti yang terlihat pada gambar 2. Dengan menggunakan data pada tabel 1 didapatkan karakteristik dinamis dasar seperti gambar 3

G

RZ

1S = Z

2SZ

1L = Z

2L

VS

VR

Gambar 2. Jaringan Transmisi Radial Tanpa Aliran Beban

Tabel 1. Data pada Sistem Gambar 2

Besaran Nilai

VS 00115 volt

ZS 0856 volt

ZL 0852 ohm

RF 5 ohm

Gambar 3. Karakteristik Dinamis dari Rele Mho

Berdasarkan Kondisi Gambar 2.

Karakteristik pada gambar 3 hanya bertahan pada selang kerja memori t detik,

dalam jangka t detik (pada SLY51B rele kondisi dinamis disetting selama 5 detik) karakteristik berangsur menjadi karakteristik steady state seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.

Gambar 4. Transisi dari Karakterisitik Dinamis ke

Karkateristik Steady-State

Gangguan Dekat Rele

Gambar 5 berikut mengilustrasikan suatu gangguan yang terjadi dekat rele

A B

R1 R2 R3 R4R5R6

ZHZE ZF ZGZD

F6 F5F4 F3F2F11 2 3 4

00AV 0

1 5V 0

2 15V 0

3 25V0

4 25V 035BV

Gambar 5. Sistem Transmisi Radial, Lokasi Gangguan

Dekat Rele

pada gambar 5 diatas akan dianalisa unjuk kerja rele R1 dengan gangguan terjadi dekat rele yaitu F1. Dengan menggunakan data pada tabel 2 didapatkan hasil perhitungan seperti gambar 6, diagram fasor yang

ditunjukan oleh gambar 6 menghasilkan sudut dinamis yang lebih kecil dari 900 kondisi ini dapat menghasilkan output.

Tabel 2. Data pada Sistem Gambar 5

Besaran Nilai

VA 00115 volt

VB 035115 volt

VR1 05115 volt

VR2 015115 volt

VR6 015115 volt

ZD = ZE = ZF = ZG = ZH

0852 ohm

ZR 0852 ohm

Gambar 6. Hasil Perhitungan Analisa Gangguan Dekat Rele

Vol. 1, No. 2, 2004 : 29-34 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

32

Gangguan di Belakang Rele pada Sistem

Tak Beraliran Beban

Untuk menganalisa unjuk kerja rele

dalam mengatasi gangguan di belakang rele pada sistem tanpa aliran beban digunaka jaringan seperti yang diperlihatkan pada gambar 7. Dengan menggunakan data yang ada pada tabel 3 didapatkan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada gambar 8.

G

F

R

ZS Z

L

VS

Gambar 7. Gangguan di Belakang Rele pada Sistem tanpa

aliran Beban.

Pada gambar 8 terlihat bahwa sudut

dinamis (tegangan pengkutupan dengan tegangan operasi) lebih besar dari 900, dan ini tidak menghasilkan keluaran. Tabel 3. Data pada Sistem Gambar 7

Besaran Nilai

VS 00115 volt

ZS 0856 ohm

ZL 0852 ohm

ZR 0852 ohm

Gambar 8. Hasil Perhitungan dan Fasor Sinyal Operasi dan

Pengkutuban gangguan Arah mundur

Gangguan di Belakang Rele dengan Arah

Tripping Searah dengan Aliran Beban

Untuk menganalisa unjuk kerja rele

dalam mengatasi gangguan di belakang rele pada sistem beraliran dengan arah tripping searah aliran beban perhatikan gambar 9, dengan menggunakan data yang ada pada

tabel 4 didapatkan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada gambar 10, diagram fasor yang ditunjukan oleh gambar 10 menghasilkan sudut dinamis yang lebih besar

dari 900, kondisi ini tidak dapat menghasilkan keluaran.

A B

R1

ZH

ZE

ZF

ZG

ZD

F4

I Beban

1 2 3 4

00AV 0

1 5V 0

2 15V 0

3 25V0

4 25V 035BV

Gambar 9. Gangguan di Belakang Rele Arah Tripping

Searah dengan Aliran Beban.

Tabel 4. Data pada Sistem Gambar 9

Besaran Nilai

VS 00115 volt

VR1 05115 ohm

VD1 035115 ohm

ZR 0852 ohm

ZD = ZE = ZF = ZG = ZH

0852 ohm

Gambar 10. Hasil Perhitungan dan Fasor Sinyal Operasi dan

Pengkutuban Gangguan di Belakang Rele Arah

tripping Searah dengan Aliran Beban

Gangguan di Belakang Rele dengan Arah

Tripping Tidak Searah dengan Aliran

Beban

Untuk menganalisa unjuk kerja rele dalam mengatasi gangguan di belakang rele pada sistem beraliran dengan arah tripping

tidak searah aliran beban, maka dengan menggunakan sistem pada gambar 11 dan data pada tabel 5 didapatkan hasil perhitungan seperti gambar 12, pada gambar 12, sudut dinamis besar dari 900, kondisi ini tidak menghasilkan keluaran.

Karakteristik Dinamis Rele Jarak Mho Fasa Sly51b (Iswadi, HR)

33

A B

R4

ZH

ZE

ZF

ZG

ZD

F5

I Beban

1 2 3 4

00AV 0

1 5V 0

2 15V 0

3 25V0

4 25V 035BV

Gambar 11. Gangguan di Belakang Rele Arah Tripping Tidak

Searah dengan Aliran Beban

Tabel 5. Data pada Sistem Gambar 11

Besaran Nilai

VS 00115 volt

VR4 030115 ohm

VD2 00115 ohm

ZR 0852 ohm

ZD = ZE = ZF = ZG = ZH

0852 ohm

Gambar 12. Hasil Perhitungan dan Fasor Sinyal Operasi dan

Pengkutuban Gangguan di Belakang Rele Arah

tripping Tidak Searah dengan Aliran Beban

Gangguan di Depan Rele pada Sistem

Tanpa Aliran Beban

Untuk menganalisa Overreaching

(Jangkauan Lebih) rele pada sistem tanpa aliran beban maka dengan menggunakan sistem pada gambar 13 dan data pada tabel 6 didapatkan hasil perhitungan seperti ditunjukan pada gambar 14, sudut dinamis yang ditunjukan oleh diagram fasor pada gambar 14 besar dari 900, kondisi ini tidak

menghasilkan keluaran.

R

G

FZ

S ZL

VS

Gambar 13. Gangguan di Depan Rele pada Sistem Tak

Beraliran Beban.

Tabel 6. Data pada Sistem Gambar 13

Besaran Nilai

VS 00115 volt

ZS 0856 ohm

ZL 0852 ohm

ZR 0858,1 ohm

Gambar 14. Hasil Perhitungan dan Fasor pada Rele R6

Setting Zone 1 Gambar 15 di bawah ini mengilustrasi perbandingan unjuk kerja rele saat disetting

pada zone 1 , zone 2 dan zone 3.

A B

R1 R2 R3 R4R5R6

ZHZE ZF ZGZD1 2 3 4

00AV 0

1 5V 0

2 15V 0

3 25V0

4 25V 035BV

Z1=0.9ZL

Z2=1.2ZL

Z3=1.5ZL

F

Gambar 15. Konfigurasi Rele pada Sistem Radial

Untuk gangguan yang terjadi di titik F

pada gambar 15 diatas, di mana semua rele disetting pada zone 1 maka rele yang akan

beroperasi adalah rele R6, untuk rele R1 dan rele R2 tidak ada keluaran yang dihasilkan dikarenakan hambatan gangguan yang dipandang oleh rele R1 lebih besar dari setting sedangkan untuk rele R2 tidak akan ada gangguan yang dideteksi karena gangguan berada dibelakang rele, hal ini

sesuai dengan yang diharapkan. Apabila rele disetting pada zone 2 dan zone 3 maka rele R1 akan bekerja hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mendapatkan unjuk kerja rele jarak mho kondisi dinamis yang optimal maka penempatan rele dapat

Vol. 1, No. 2, 2004 : 29-34 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

34

diposisikan seperti gambar 15 di atas dan rele disetting pada zone 1. KESIMPULAN

1. Penggunaan rangkaian memori pada rele jarak mho memberikan karakteristik dinamis rele tersebut dengan jangkauan

pada sumbu R yang lebih besar dibandingkan jangkauan pada karakteistik stady-state.

2. Diamater karakteristik dinamis merupakan hasil penjumlahan antara impedansi sumber ZS dengan jangkauan rele ZR.

3. Karakteristik dinamis dapat bekerja pada

basis transien/gangguan yang sangat dekat dengan rele, untuk beberapa kondisi khusus yang tidak dapat beroperasi secara steady-state .

4. Karakteristik dinamis tidak mengalami kesalahan operasi pada ganguan arah mundur dan resiko jangkauan lebih pada

gangguan arah maju. SARAN

Analisa pada makalah ini hanya membahas rele jarak mho fasa sehingga terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk membuat analisa yang hampir sama untuk rele jarak mho ground (GFR/ Ground Fault Relay). DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999, Static Three Phase Mho Distance Relay SLY51B. GEK 34020B, Caribe GE International Relyas, Inc.

Horowitz, Stanly H. & Phadke, Arun G,

1995, Power System Relaying Second Edition. Jhon Wiley & Son Inc.

Rao, T.S. Madhava. 1979, Power system Protection Static Relays. Tata McGraw-Hill Publishing Co. Limited, New Delhi.

Warrington, A.r. Van C, 1982, Protective

Relays Their Theory and Practice Volume One. Chapman and Hall, New York.

Wedepohi, L. M. 1965, Polarized Mho

Distance Relay. Proceedeings of IEE, Volume 112, No. 3, March 1965.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menucapkan terimakasih kepada pihak FST UIN SUSKA Riau atas dana penelitian, Wilfredo Rodrigues (General Electric Las Marias Ind. Park, USA) atas data-data yang diperlukan, Ir. Juningtyastuti Astika, Mochammad Facta, ST.MT (Teknik

Elektro Universitas Diponegoro Semarang), Kunaifi, ST (Teknik Elektro UIN SUSKA Riau) atas kritik dan saran.

Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

35

PERANCANGAN GEARBOX SISTEM TRANSMISI PENGGERAK

LAMINATED BOX CONVEYOR

Feblil Huda

Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Laminated Box Conveyor (LBC) berfungsi sebagai alat transpor klinker dari kiln ke silo klinker pada

industri semen. Pada sistem transmisi penggerak Laminated Box Conveyor digunakan dua buah gearbox

(contoh kasus di unit produksi Indarung II PT Semen Padang). Dua gearbox tersebut dihubungkan dengan

sebuah kopling tetap. Hal ini berakibat dibutuhkannya biaya perawatan untuk dua buah gearbox dan

apabila kopling antara dua buah Gearbox gagal, maka operasi Laminated Box Conveyor akan terhenti dan

proses produksi akan dihentikan. Dalam tulisan ini dibahas perancangan satu gearbox untuk sistem

transmisi penggerak Laminated Box Conveyor. Perancangan untuk sistem transmisi gearbox ini didasarkan

pada data daya motor (P), putaran motor (n1), dan putaran keluaran sistem transmisi (n2). Sistem

perancangan roda gigi lurus dan poros menurut Kiyokatsu Suga dan Sularso, pemilihan bantalan berdasarkan persamaan ISO digunakan dalam perancangan gearbox. Dan akhirnya dihasilkan sistem

transmisi penggerak Laminated Box Conveyor dengan satu gearbox empat tingkatan reduksi roda gigi lurus

berikut dimensinya.

Kata kunci: Bantalan, Daya Motor, Gearbox, Laminated Box Conveyor, Roda Gigi Lurus.

ABSTRACT

Laminated Box Conveyor (LBC) is used to transport the clinker from kiln to clinker silo in cement industry. On Laminated Box Conveyor transmission system, two gearboxes are used. (Case example is in production

unit II of Padang Cement Ltd.). Two gearboxes are connected each other by a fixed coupling. This caused

more money will spent to maintain two gearboxes. If the fixed coupling that connects two gearboxes

undergoes the failure, the production system operation will be stopped. In this paper, the design of one

gearbox for laminated box conveyor transmission is conducted. The design based on data: motor power (P),

motor speed (n1) and speed of transmission system output (n2.). Design of spur gear by Sularso- Kiyaokatsu

Suga and Bearing choosing by ISO formula are used in design process. From the design process, the

transmission system of laminated box conveyor using one spur gear gearbox and its dimensions with four

reductions level are resulted.

Key words: Bearing, Gearbox, Laminated Box Conveyor, Motor Power, Spur Gear.

PENDAHULUAN

Laminated Box Conveyor digunakan

sebagai alat transpor klinker dari kiln ke silo klinker pada industri semen. Laminated Box Conveyor (sebagai contoh kasus di unit

produksi Indarung II PT Semen Padang) menggunakan dua buah gearbox, yang saling terhubung dengan kopling tetap. Jika kopling tetap yang menghubungkan dua gearbox tersebut mengalami kegagalan, maka proses produksi akan terhenti. Kerugian akibat tidak berproduksi tidak dapat dihindarkan. Sketsa sistem transmisi pada Laminated Box

Conveyor dapat dilihat pada gambar 1.

Motor

Gear Box 1

Gear Box 2

Laminated Box Conveyor

Coupling

Coupling

Gambar 1. Sketsa sistem transmisi pada laminated box conveyor

Untuk menghindari hal tersebut perlu dirancang suatu sistem transmisi reduksi

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

36

dengan menggunakan satu gearbox, agar lebih efisien dalam penggunaan tempat dan lebih efisien dalam perawatan.

Nomenklatur Roda gigi

Alat yang digunakan untuk mentransfer daya dari suatu penggerak salah satunya adalah roda gigi. Gambar 2 menunjukkan dua dua kepala gigi suatu roda gigi dengan nomenklatur standar.

Deddendum

Tebal gigi

Addendum

Clearance

Lingkaran

dasar

Lingkaran

pitch

Circular

pitch

Base pitch

Lebar gigi

Gambar 2. Nomenklatur roda gigi

Perbandingan Putaran Dan Roda Gigi

Jika putaran roda gigi yang berpasangan

dinyatakan dengan 1n pada poros penggerak

dan 2n (rpm) pada poros yang digerakkan,

diameter lingkaran jarak bagi (pitch diameter)

21 ddand (mm), jumlah gigi 21 zdanz , dan m

adalah modul, maka perbandingan putaran u adalah

iz

z

iz

z

zm

zm

d

d

n

nu

1

2

2

1

2

1

2

1

1

2 1

[1]

harga i merupakan perbandingan antara jumlah gigi pada roda gigi dan pada pinion yang disebut sebagai perbandingan roda gigi atau perbandingan transmisi.

Roda gigi biasanya dipakai untuk reduksi (u < 1 atau i >1); tetapi kadang-

kadang juga bisa dipakai untuk menaikkan putaran (u >1 atau i < 1). Jarak sumbu poros a

(mm) dan diameter pitch bagi 1d dan 2d

(mm) dapat dinyatakan sebagai berikut:

iiad

iad

zzmdda

12

12

2/2/

2

1

2121

[2]

Profil batang gigi standar memiliki tebal gigi

)mm(2/m . Sudut tekan gigi o20 , tinggi

kepala (addendum) :

)(mmmkhk [3]

dan tinggi kaki (deddendum):

)(mmcmkh kk [4]

dimana k adalah faktor tinggi kepala yang besarnya biasanya = 1 dan kadang-kadang = 0,8, 1,2, dsb., dan kelonggaran puncak

(clearance) ck (mm), berharga = 0,25 x modul atau lebih. Batang gigi yang mempunyai tinggi kepala 1k,mhk dan

tinggi kaki 1k,m25,1h f . Agar profil

pahat dapat memotong kelonggaran puncak, harus dipertinggi dengan

m25,0ck dibandingkan dengan batang gigi

dasarnya. Dengan demikian tinggi kepala pahat menjadi

.25,0 mmchh kkkc [5]

Roda gigi yang disebut roda gigi lurus standar dibentuk pada posisi di mana lingkaran jarak

bagi yang berdiameter mz menggelinding tanpa slip pada garis datum batang gigi dasar.

Bantalan

Bantalan merupakan elemen mesin yang menumpu poros, sehingga putaran poros berlangsung dengan sangat halus, aman dan berumur panjang. Bantalan harus cukup

kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen lainnya bekerja dengan baik.

Klasifikasi Bantalan

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros a. Bantalan luncur. Pada bantalan ini

terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros

ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas.

b. Bantalan gelinding. Pada bantalan ini terjadi gesekan antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola atau rol.

2. Berdasarkan arah beban terhadap poros

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

37

a. Bantalan radial, yang menumpu beban dengan arah tegak lurus terhadap sumbu poros

b. Bantalan radial, yang menumpu

beban dengan arah sejajar dengan sumbu poros

c. Bantalan gelinding khusus, yang menumpu beban dengan arah sejajar dan tegak lurus terhadap sumbu poros.

Bantalan Gelinding

Pada bantalan gelinding terjadi gesekan

antara bagian berputar dan bagian yang diam melalui elemen gelinding seperti bola atau rol, seperti yang terlihat pada gambar 3.

Elemen gelinding

Guide ring

Seal

Ring Luar

Ring Dalam

Sangkar (cage)

Gambar 3. Bantalan gelinding

Elemen gelinding dipasang diantara ring luar (outer ring) dan ring dalam (inner ring). Dengan memutar salah satu ring, bola atau rol akan membuat gerakan gelinding antara kedua ring tersebut. Bantalan gelinding dapat dikelompokan dalam dua ketagori; bantalan

bola (ball bearing) dan bantalan rol (roller bearing), keduanya memiliki variasi didalam kelompok masing-masing.

Umur Bantalan

Ketahanan bantalan dapat dihitung dengan berbagai metoda. Penggunaan metoda tersebut tergantung pada keakuratan hasil

dengan kondisi operasi bantalan yang didefenisikan. Salah satu metoda penghitungan umur bantalan adalah persamaan ISO , yaitu

p

10P

CL

[6]

di mana,

10L = Umur bantalan (juta revolusi)

C = Beban dinamik dasar (N)

P = Beban Bantalan dinamik ekivalen p = Eksponen untuk ketahan umur bantalan

3

10p untuk bantalan rol.

Sedangkan untuk bantalan yang mengalami beban aksial dan radial beban dinamik digunakan persamaan berikut:

1. Jika eF

F

r

a , P = Fr [7]

2. Jika eF

F

r

a , ar FYFXP [8]

di mana,

P = Beban dinamik ekivalen bantalan (N)

Fr = Beban radial aktual (N) Fa = Beban aksial aktual (N) e = Faktor penghitungan, tergantung pada

nilai Fa/Beban statik bantalan X = Faktor beban radial Y = Faktor beban aksial

Untuk bantalan yang beroperasi pada

kecepatan konstan, umur bantalan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut:

10h10 Ln60

1000000L

[9]

di mana,

h10L = Umur bantalan (jam)

n = Kecepatan putaran (rpm)

BAHAN DAN METODE

Roda gigi dan poros

Metoda perancangan berdasarkan Sularso dan Kiyokatsu Suga digunakan dalam

perancangan sistem roda gigi dan poros. Prosedur perancangan dapat dilihat pada gambar 4. Jenis roda gigi yang dirancang dalam hal ini adalah jenis roda gigi lurus.

Pemilihan Bantalan

Persamaan ISO digunakan dalam pemilihan dan penghitungan umur bantalan. Prosedur pemilihan bantalan dapat dilihat pada gambar 5. Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa umur bantalan diisyaratkan lebih dari 8760 jam, yang merupakan jumlah jam dalam satu tahun. Syarat ini digunakan, karena

mesin-mesin pabrik dihentikan (shut down)

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

38

minimal satu kali dalam satu tahun. Pada saat mesin-mesin pabrik dihentikan operasinya itu dilakukan penggantian setiap elemen mesin yang mengalami kerusakan (termasuk

bantalan) dan yang diperkirakan akan segera rusak. Jadi dengan menggunakan umur

minimal 1 tahun sangat sesuai dengan sistem perencanaan perawatan dan perbaikan yang ada dalam pabrik.

Start

Daya ditransmisikan P

Kecepan putar poros n1

Rasio reduksi i

jarak sumbu poros a

Faktor koreksi

fc

Daya Design Pd

Modul

Sudut tekan

Jumlah gigi Z1, Z2

Jumlah rasio gigi i

Tegangan Normal izin

Factor tegangan kontak kH

a

b/m: (6-10)

d/b > 1.5

Sk1/m > 2

Modul

Jumlah gigi

Jarak sumbu poros

dk1,dk2

Lebar gigi b

Material Gear and Pinion

Material poros

Diameter poros ds

Stop

End

No

Yes

b

a

d1' & d2'

d01 & do2

Jarak sumbu

Kelonggaran sisi Co

kelonggaran puncak Ck

Diameter puncak dk1 & dk2

Diameter kaki df1,df2

Kedalaman potong H

Faktor bentuk Y1, Y2

Kecepatan v

Gaya tangensial Ft

Faktor dinamik fv

Material Gear & Pinion

Kekuatan tarik, Kekerasan

Beban Bending izin per width Unit Fb

Beban permukaan izin per width Unit FH

Lebar Gear and Pinion b

Material poros

Material pasak

Penghitungan diameter poros ds1, ds2

Dimensi pasak dan alur

Ketebalan alur dan dasar gigi Sk

b

Gambar 4. Flow chart perancangan roda gigi dan poros

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

39

Start

Diameter poros (d)

Kecept. poros (n)

Beban radial (Fr)

Beban aksial (Fa)

Pemilihan Bantalan (Designation)

Dynamic Load Rating (Co)

Static Load Rating (C)

Speed Oil rating (So)

Faktor penghitungan (e)

Faktor Beban Radial (X)

Faktor Beban Aksial (Y)

Fa/Co

Fa/Fr > e

Fa/Fr

Yes

P = X*Fr + Y*Fa

L = (C/P)^(10/3)

LH = (10^6*L)/(60*n)

No

P = (C/Fr)^(3/10)

LH > 8760

No

Diameter poros (d)

Bantalan terpilih (Designation)

Umur Bantalan (LH)

Yes

Stop

Gambar 5. Flow chart pemilihan bantalan

HASIL

Sistem Roda Gigi Lurus 1

Jarak sumbu poros (a) = 200 mm

Putaran input = 1450 rpm Rasio reduksi = 4

Parameter Roda

Gigi

Sim

bol Pinion Gear Sat.

Modul Pahat m 3 3 -

Sudut Kontak 20o 20o o

Jumlah Gigi z 27 167 bh

Dia. lkrn jrk bagi d0 81 321 mm

Diameter kepala dk 87 327 mm

Diameter Kaki df 73.5 313.5 mm

Lebar Sisi b 14.6 14.6 mm

Material - SNC22 SNC22 -

Sistem Roda Gigi Lurus 2

Jarak sumbu poros (a) = 250 mm

Putaran input = 362.5 rpm Rasio reduksi = 4

Parameter Roda

Gigi

Sim

bol Pinion Gear Sat.

Modul Pahat m 4 4 -

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

40

Sudut Kontak 20o 20

o o

Jumlah Gigi z 33 133 bh

Dia. lkrn jrk bagi d0 99 399 mm

Diameter kepala dk 105 405 mm

Diameter Kaki df 91.5 391.5 mm

Lebar Sisi b 31.2 31.2 mm

Material - SNC22 SNC22 -

Sistem Roda Gigi Lurus 3

Jarak sumbu poros (a) = 450 mm Putaran input = 90.625 rpm Rasio reduksi = 4

Parameter Roda

Gigi

Sim

bol Pinion Gear Sat.

Modul Pahat m 5 5 -

Sudut Kontak 20o 20

o o

Jumlah Gigi z 28 112 bh

Dia. lkrn jrk bagi d0 140 560 mm

Diameter kepala dk 150 570 mm

Diameter Kaki df 127.5 547.5 mm

Lebar Sisi b 47 39 mm

Material - SNC22 SNC22 -

Sistem Roda Gigi Lurus 4

Jarak sumbu poros (a) = 600 mm Putaran input = 22.65 rpm Rasio reduksi = 4.5

Parameter Roda

Gigi

Sim

bol Pinion Gear Sat.

Modul Pahat m 6 6 -

Sudut Kontak 20o 20

o o

Jumlah Gigi z 36 164 bh

Dia. lkrn jrk bagi d0 216 984 mm

Diameter kepala dk 228 996 mm

Diameter Kaki df 201 969 mm

Lebar Sisi b 68.4 68.4 mm

Material - SNC22 SNC22 -

Poros dan Bantalan

Spesifikasi Prs 1 Prs 2 Prs 3

Diameter (mm) 35 55 90

Pasak (mm) 5 x 3.3 5 x 4 9 x 5.4

Material SNC22 SNC22 SNC22

Bantalan (SKF) NU207EC NU211EC NU2118EC

Spesifikasi Prs 4 Prs 5

Diameter (mm) 140 240

Pasak (mm) 12 x 8 32 x 18

Material SNC22 SNC22

Bantalan (SKF) NU2228EC NU248

PEMBAHASAN

Dari hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa untuk mentransmisi daya 29 kW dari sebuah motor yang memiliki putaran 1450 rpm ke sebuah Laminated Box Conveyor yang membutuhkan kecepatan putaran 5 rpm, akan dibutuhkan sistem roda gigi beberapa tingkatan reduksi.

Diameter pitch roda gigi dan pinion

mengalami peningkatan seiring dengan makin tingginya nilai reduksi putaran yang diambil. Perbandingan antara diameter pitch dan pinion pada masing-masing tingkatan reduksi dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Grafik diameter pitch gear dan pinion

Peningkatan dimensi dari gear dan

pinion tersebut tidak terlepas dari pengaruh besarnya nilai module yang dipilih pada perancangan gear dan pinion. Besarnya peningkatan nilai module berdasarkan nomor urut roda gigi dan pinion tersebut disajikan pada gambar 7.

Gambar 7. Grafik kenaikan modul gear dan pinion

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

41

Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa, nilai modul yang dipilih mengalami kenaikan secara linier. Pemilihan modul ini didasarkan pada kesesuaian syarat yang ditentukan pada

sistem perancangan roda gigi dan pinion menurut Kiyokatsu Suga dan sularso, di mana untuk nilai perbandingan lebar gigi dan modul (b/m) harus berada pada 6 - 10, do/b harus bernilai diatas 1.5, dan nilai Sk1/m harus diatas 2.2. Untuk memenuhi hal tersebut, cenderung diperlukan nilai modul dan jarak sumbu poros yang lebih besar.

Akibatnya diameter roda gigi yang dibutuhkan tentu akan lebih besar seiring dengan pertambahan nilai modul (m) dan jarak sumbu poros (a).

Selain itu, ketebalan gear dan pinion juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan nomor urut reduksi. Hal ini dilihat pada gambar 8. Diamater poros juga mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 8. Grafik ketebalan gear dan pinion

Gambar 9. Grafik dimensi poros

Beberapa fenomena peningkatan dimensi yang terjadi disebabkan oleh

semakin besarnya beban yang harus ditahan oleh roda gigi dan pinion. Torsi yang harus dipindahkan semakin besar, hal ini berarti beban yang dialami roda gigi dan gear juga

semakin besar, sehingga dibutuhkan dimensi yang lebih besar (jika jenis material yang digunakan masing-masing gear dan pinion sama). Perubahan material, dengan material yang lebih baik spesifikasinya, tidak banyak mereduksi dimensi gear dan pinion serta poros. Dan jika roda gigi telah memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh Kiyokatsu

Suga dan Sularso, hasil rancangan dianggap telah baik.

Untuk bantalan dimensinya cenderung menyesuaikan dengan poros hasil rancangan, dan untuk temperatur, beban aksial pada bantalan digunakan nilai pendekatan sesuai dengan beban akibat roda gigi dan poros itu sendiri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perancangan gearbox sistem penggerak pada Laminated Box Conveyor yang telah dilakukan pada tulisan ini

menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Untuk sistem roda gigi yang digunakan

dalam mereduksi putaran motor dengan daya yang ditransmisikan dari suatu sistem roda gigi ke sistem roda gigi

berikutnya dalam kondisi konstan, maka dimensi pinion maupun gear cenderung semakin besar, begitu juga dengan poros yang mendukung sistem roda gigi.

2. Bantalan yang digunakan pada sistem

roda gigi lurus adalah bantalan radial, disebabkan pada roda gigi lurus poros tidak mengalami gaya aksial, sehingga tidak dibutuhkan sistem yang menahan beban aksial.

3. Pemilihan jenis material sangat berpengaruh terhadap kualitas dan

dimensi roda gigi, poros dan bantalan.

Saran

Berdasarkan hasil perancangan yang telah dilakukan, untuk memperoleh hasil

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

42

yang lebih baik dan pengembangan ke depan disarankan agar :

1. Gunakan material yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam

menahan tegangan tarik dan tekan (roda gigi juga mengalami tegangan tarik dan tekan) untuk roda gigi, dan yang penting dalam perancangan porosnya, diperhitungkan semua jenis beban yang mungkin dialami oleh poros gearbox, baik itu beban radial, puntir, maupun beban lentur.

2. Gunakan roda gigi jenis lain (seperti roda gigi miring) untuk membandingkan

antara hasil roda gigi lurus dengan roda gigi yang lain.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada

seluruh staf dan karyawan PT Semen Padang, terutama di unit produksi Indarung II dan semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Norton, Robert, 1996, Machine Design, Prentice Hall International Edition, New Jersey.

Spotts, M. F., 1985, Design Of Machine Elements, Prentice-Hall of India Private

Limited, India.

Sularso, Ir, MSME, 1991, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin,

PT Pradya Paramita, Jakarta.

.

Vol. 1, No. 2, 2004 : 43-47 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

43

IDENTIFIKASI FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI NILAI ASR

SENTRAL TELEPON OTOMAT (STO)

Ery Safrianti

Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Riau e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Keberhasilan kerja suatu sentral telepon dapat dilihat dari nilai ASR (Answer Seizure Ratio) sentral tersebut

setiap bulannya. ASR merupakan salah satu tolak ukur yang menunjukkan kelancaran hubungan

telekomunikasi dan kehandalan perangkat jaringan. Oleh karena itu penyelenggara jasa telekomunikasi

selalu berupaya meningkatkan perolehan ASR dengan cara melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ASR. Faktor tersebut dikelompokkan dalam faktor internal,

yaitu : kongesti (CONG), kesalahan pensinyalan (CSRFG) dan kesalah teknis (CUT) dan faktor eksternal,

yaitu : B Busy (CSRBG) , Ringing No Answer (RNA / CSUG) dan Incompleted Dial (CSIG).Identifikasi

terhadap faktor dominan yang mempengaruhi nilai ASR sangat diperlukan. Hal ini dilakukan dengan

mencari suatu pola hubungan antara ASR dan beberapa faktor kegagalan panggilan , sehingga dapat

diketahui pengaruh atau kontribusi serta kuat hubungan antara masing-masing faktor kegagalan tersebut

terhadap ASR, yaitu dengan menggunakan pendekatan metoda statistik regresi linier berganda. Dari hasil

analisis dengan melakukan pengujian terhadap koefisien korelasi dan determinasi parsial serta koefisien

regresi dari persamaan regresi linier berganda dapat diidentifikasikan bahwa CSRBG (B Busy) mempunyai

kontribusi dan kuat hubungan terbesar terhadap nilai ASR. Hasil identifikasi digunakan untuk menekan

faktor kegagalan panggilan dominan, sehingga ASR meningkat.

Kata kunci : ASR, Kegagalan Panggilan, Regresi Linier Berganda

ABSTRACT

The performance of a telephone exchange can be measured from ASR value for each month. ASR is one of

the value that showed the smooth of telecommunication exchange and network reliability.

Telecommunication operator always try to increase ASR value by monitoring ASR influence factors. This

factors can be group into internal factors : congesti (CONG), signalling fault (CSRFG), technical fault

(CUT) and eksternal´factors : B Busy (CSRBG) , Ringing No Answer (RNA / CSUG) and Incompleted Dial

(CSIG). Identification of dominant factors is very important and can be done by finding relation pattern

between ASR and several loss call factors, so we can see the contribution and relation strength for each

factor by using double linier regretion statistical methode. Analysis result of coefficient correlation, parcial

determination and coefficient regretion from double linier regretion equation identify CSRBG (B Busy) have

the most contribution and relation strength to ASR value. This identification result can be used to decrease

dominant loss call factor, so ASR value increase.

Key words : ASR, Double Linier Regretion, Loss Call.

PENDAHULUAN

Teknologi komunikasi dan pembangunan sarana telekomunikasi saat ini berkembang dengan sangat pesat. Permintaan sambungan telepon juga terus meningkat jumlahnya sesuai dengan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat, hal ini akan mengakibatkan semakin meningkatnya

intensitas trafik, terutama di kota-kota besar. Penyelenggara jasa telekomunikasi di

Indonesia memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam kelancaran hubungan telekomunikasi.

Kelancaran hubungan telekomunikasi tidak terlepas dari masalah-masalah yang

timbul, antara lain semakin meningkatnya kemacetan trafik dalam jaringan akibat arus panggilan yang melebihi kapasitas. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian trafik dan analisa unjuk kerja jaringan yang merupakan

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

44

salah satu tolak ukur dalam menunjukkan kelancaran hubungan dan kehandalan perangkat telekomunikasi.

Penelitian dan pengambilan data

dilakukan pada salah satu sentral telepon otomat PT. TELKOM yaitu di Witel Bandung. Analisis unjuk kerja jarinngan (termasuk unjuk kerja sentral) dilakukan secara rutin , data-data trafik direkam selama empat hari (Senin, Selasa, Rabu, Kamis) setiap minggunya, data-data ini kemudian diolah sehingga akan didapat nilai parameter

jaringan seperti ASR, SCR, kegagalan-kegagalan panggilan , data trafik dan lain-lain. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap unjuk kerja sentral dalam hal ini keberhasilan panggilan, dapat berupa faktor internal yang dapat dikendalikan serta faktor

eksternal yang berada di luar kendali penyelenggara jasa telekomunikasi.

Faktor eksternal merupakan faktor yang sulit diatasi karena menyangkut pola sikap dan perilaku dari pelanggan. Penelitian ini akan akan mengidentifikasi tingkat pengaruh faktor internal dan eksternal

terhadap unjuk kerja sentral.Unjuk kerja sentral yang rendah akan menyebabkan ketidakpuasan di sisi pelanggan karena banyaknya panggilan yang gagal dalam usaha melakukan hubungan telekomunikasi. Sedangkan di sisi penyelenggara merupakan suatu kegagalan dalam memberikan pelayanan bagi pengguna jasa

telekomunikasi, karenanya hal ini memerlukan perhatian yang serius.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan keberhasilan panggil dengan unjuk kerja suatu sentral lokal yang

ditunjukkan oleh nilai ASR (Answered Seizure Ratio). BAHAN DAN METODE

Bahan

Proses panggilan telepon yang terjadi dalam suatu sentral telepon (STO) dapat digambarkan seperti gambar 1.1 yaitu :

Internal call : panggilan yang dilakukan

pelanggan STO menuju pelanggan lain dalam STO yang sama.

Outgoing call : panggilan yang dilakukan pelanggan STO tersebut ke pelanggan lain dalam STO yang berbeda.

Incoming call : panggilan dari pelanggan STO lain yang masuk menuju pelanggan dalam STO tersebut.

Transit call : panggilan dari pelanggan di

STO lainmenuju pelanggan STO lainnya tetapi melalui/ transit pada STO tersebut.

Incoming Trunk (ICT) : trunk/sirkit yang melayani panggilan masuk dari sentral lain.

Outgoing Trunk (OGT) : trunk yang

melayani panggilan keluar menuju STO lain.

Gambar 1. Proses panggilan telepon [2]

Kegagalan-kegagalan panggilan sangat mempengaruhi keberhasilan panggilan yang menuju pelanggan yang dipanggil melalui satu atau beberapa sentral. Distribusi kegagalan panggilan digunakan untuk

mengetahui kegagalan panggilan di setiap tingkat dan mengetahui titik lemah dari jaringan. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2 Distribusi kegagalan panggilan pada jaringan[3]

Dari gambar terlihat bahwa dalam suatu sistem jaringan telekomunikasi kegagalan

ICT OGT

Processor

Dari sentral

lain Ke sentral

lain

Outgoing

call Incoming

call

Internal

call

Transit call

Loss Terminating

(LT)

LE TE TE LE

Loss originating

(LO)

Loss Network

(LN)

Pemanggil

(Originating

)

Yang dipanggill

(Terminating)

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

45

Jumlah Call Answer ASR = X 100% .....(2-1)

Jumlah Call Seizure

panggilan (Loss call) dapat disagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Loss Originating, kegagalan di sisi

pemanggil, disebabkan oleh :

No dial, pelanggan mengangkat handset, tapi tidak memutar digit.

No dial tone, pelanggan mengangkat ganggang telepon tapi tidak mendapat nada panggil.

Wrong dial, salah memutar nomor.

Incomplette dialing, pelanggan memutar nomor tapi tidak lengkap.

Karena adanya tindakan manajemen.

2. Loss Network, kegagalan diperangkat sentral dan di sirkit, disebabkan oleh :

Kesalahan teknis

Kesalahan pensinyalan (signalling

fault)

Kongesti (pada outgoing sirkit atau pada peralatan sentral).

Karena adanya tindakan manajemen.

3. Loss Terminating, kegagalan di sisi pelanggan yang dipanggil, karena:

Pelanggan yang dipanggil tidak menjawab (RNA)

Pelanggan yang dipanggil sedang

bicara (B Busy)

Gangguan teknis (jaringan lokal)

Nomor yang dipanggil tidak dikenal.

Ada beberapa parameter yang menjadi tolak ukur unjuk kerja jaringan dan sentral telepon yang akan dipakai, yaitu : ASR (Answer Seizure Ratio) adalah besaran yang dipergunakan untuk mengetahui prosentase keberhasilan panggil masing-masing grup sirkit (jurusan), dirumuskan

sebagai [4]:

SCR (Successful Call Ratio) adalah suatu besaran yang secara kualitatif

menunjukkan tingkat keberhasilan panggilan, sedangkan secra matematis dinyatakan dalam bentuk persentase perbandingan jumlah panggilan yang berhasil (call answer) dengan jumlah percobaan panggilan, sehingga [4]:

dimana : Call Attempt: percobaan untuk membangun hubungan telepon. Call Answer : call attempt yang berhasil dijawab oleh pihak yang dipanggil dan ditandai dengan adanya sinyal jawab (answered signal)

Call Seizure : panggilan yang berhasil menduduki suatu sirkit pada suatu rute. Faktor-faktor yang mempengaruhi unjuk kerja sentral digolongkan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Faktor Internal : factor-faktor yang berada dalam kendali pihak

penyelenggara telekomunikasi terdiri dari:

Congestion Network (CONG)

Loss Carried Succes Release

Forward (CSRFG)

CUT

2. Faktor Eksternal : terjadi di luar kendali penyelenggara karena perilaku pelanggan, tingkat kesibukan pelanggan dan tujuan penggunaan oleh

pelanggan. Meliputi :

Loss Carried Incomlete Dial (CSIG)

Loss Carried Success Unanswered G(CSU)

Loss Carried Success Release Backward (CSRBG)

Metode

Metode statistik yang digunakan dalam pengolahan data untuk

mengidentifikasi factor kegagalan dominant yang mempengaruhi nilai ASR adalah dengan regresi linier berganda.

Analisis dilakukan dengan mencari suatu pendugaan interval rata-rata µ dari sample data yang diambil dan diharapkan interval tersebut memuat rata-rata tiap

kegagalan panggilan yang sebenarnya, dengan rumus [1]: _ _ X – t α/2 . (s/n) < µ < X t α/2 . (s/n)….(2-3)

Jumlah Call Answer SCR = X 100% .....(2-2)

Jumlah Call Attempt

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

46

Dimana: s = standar deviasi n = jumlah sample α = tingkat keyakinan (taraf nyata) = 5% =

0,05 Untuk meramalkan ASR sebagai variabel Y, apabila semua nilai variabel bebas ( X : faktor kegagalan panggilan) diketahui digunakan persamaan regresi linier berganda. Hubungan Y dan X1, X2, …, Xk, dirumuskan sebagai model [1]: Yi = b1 + b2X2 + … + bkXk ……….(2-4)

Artinya ada k variable, terdiri dari 1 variabel Y (tidak bebas) dan (k – 1) variable X

(bebas) : X1, X2, …Xk. Untuk menguji pengaruh/signifikansi dari nilai koefisien korelasi berganda dilakukan uji ANAVAR (Analisis Variansi) sebagai dasar pembuatan keputusan, dengan statistik uji [1]: Fo = SSR / k__ ……………….(2-5)

SSe / (n-k-1)

dimana :

SSR = Sum of Square Regretion

SSe = sum of Square Error

Untuk meneliti hubungan antara salah satu variable bebas dengan variabel terikat, dimana variabel bebas lainnya dianggap tetap digunakan koefisien korelasi parsial (rp) dan

determinasi parsial (rp2) dengan statistik uji

[1]:

t hit = rp . ( n-k-1 /1 – rp2) ………(2-6)

HASIL

Frekuensi terjadinya kegagalan panggilan selalu berubah-ubah , dari data

vang ada dibuat suatu pendugaan interval rata-rata µ , hasil perhitungan adalah seperti pada table berikut :

Tabel 1. Interval keyakinan rata-rata tiap kegagalan

panggilan Jenis Keg.

Rata2

SD Interval keyakinan

CUT

CSRFG

30

155,2

9,043

33,273

____

23,53 < CUT < 36,47

31,39 < CSRFG < 179

GSIG

CONG

CSUG

CSRBG

371,9

686,9

1592,2

4884,3

53,313

372,81

105,35

868.21

333,76 < CSIG < 410,03

420,22 < CONG < 953,58

1516,84 < CSUG < 1667,6

4263 < CSRBG < 5505,34

Fungsi regresi linier berganda yang didapatkan adalah : ASR = 3598321,8 . CUT

0,2215 . CSIG

1,2515 ________________

CSRFG 0,2882

. CONG 0,0956

. CSUG 0,749

. CSRBG 1,3884

dengan SEE = 0,0128 atau kesalahan baku standar = 1,28 %. Untuk mengetahui kontribusi tiap kegagalan panggilan dihitung nilai koefisien determinasi parsial dan korelasi parsial untuk masing-masing factor, didapatkan hasil seperti tabel berikut:

Tabel 2. Kontribusi dan korelasi tiap jenis kegagalan panggilan

Keg.

panggilan

rp2 Kontrib.(%

)

Kuat hub. (rp)

CUT CSRFG

CSIG

CONG

CSUG CSRBG

0,4405 0,4538

0,4863

0,5665

0,3045 0,6656

44,05 45,38

48,63

56,65

30,45 66,56

0,6637 -0,6736

-0,6974

-0,7527

-0,5518 -0,8158

Tabel diatas dapat digambarkan dalam bentuk grafik berikut:

0

10

20

30

40

50

60

70

1

kegagalan panggilan

ko

ntr

ibu

si

(%)

CUT

CSRFG

CSIG

CONG

CSUG

CSRBG

Gambar 3. Grafik persentase kontribusi variasi tiap

kegagalan panggilan

PEMBAHASAN

Dari hasil pengolahan data pada bab tiga dapat diketahui bahwa persamaan regresi linier berganda yang didapatkan mempunyai nilai hasil statistik uji Fo = 10,404 dan jika dibandingkan dengan nilai tabel distribusi F menunjukkan bahwa persamaan regresi linier

berganda ini bersifat nyata dan secara berarti

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

47

dapat digunakan untuk memperkirakan nilai ASR.

Koefisien determinasi berganda (R2) yang menyatakan besarnya kontribusi dari

variable bebas secara bersama-sama terhadap variable terikat menuujukkan nilai 0,9548, berarti kontribusi keenam kegagalan panggilan terhadap ASR adalah sebesar 95,48% dan sisanya 4,52% disebabkan oleh faktor lain. Dari Tabel 3.1 yaitu tabel interval keyakinan dapat dinyatakan bahwa terdapat

empat kegagalan panggilan yang paling sering terjadi dan jika diurutkan dari interval keyakinan terbesar yaitu CSRBG, CSUG, CONG, dan CSIG. Selanjutnya dihitung koefisien determinasi parsial dan koefisien korelasi parsial untuk melihat kuat hubungan masing-

masing kegagalan, dan dari Tabel 3.2 terlihat bahwa CSRBG dan CONG mempunyai pengaruh paling besar terhadap ASR dan merupakan faktor kegagalan panggilan paling dominan. Dari kedua faktor ini dibentuk suatu persamaan regresi linier berganda baru yang hanya melibatkan kedua faktor tersebut

sebagai variabel bebas dan ASR sebagai variabel terikat, sehingga didapatkan persamaan: log ASR = 3,3137 –0,0395 log CONG – 0,4124 log CSRBG

Hasil perhitungan menunjukkan nilai R2 adalah 0,8619, berarti kontribusi CONG dan CSRBG terhadap nilai ASR adalah 86,19% dan sisinya 13,81% disebabkan oleh faktor lain.

Dari uji koefisien regresi persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa factor kegagalan panggilan yang memiliki pengaruh negative paling besar dan paling dpminan terhadap ASR adalah CSRBG, dengan koefisien regresi sebesar 0,4124. Sedangkan CONG hanya mempunyai koefisien regresi 0,0395. hal ini berarti jika CONG = CSRBG

= 0, maka didapatkan ASR sebesar 3,3137. Kalau CONG naik satu satuan dan CSRBG konstan, maka ASR turun sebesar 0,0395 satuan; juga kalau CSRBG naik satu satuan, sedangkan CONG konstan maka ASR turun 0,4124 satuan.

Hasil analisis dan pembahasan ini pada

akhirnya dapat digunakan untuk mencari upaya penanggulangan terhadap faktor

kegagalan panggilan paling dominan, sehingga jumlah panggilan yang gagal semakin berkurang dan ASR akan semakin meningkat.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa :

Nilai ASR sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kegagalan panggilan, sehingga ASR akan meningkat jika faktor kegagalan dominan dapat ditekan, sesuai dengan nilai kontribusi (R2) yaitu

95,48%.

CSRBG merupakan faktor paling dominan dan bepengaruh dalam pencapaian ASR, dengan koefisien regresi terbesar, kontribusi variasi parsial terbesar dan frekuensi terjadi yang lebih

besar dibanding faktor kegagalan lainnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji bagi Allah SWT, dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis mulai dari pengumpulan data, proses penelitian sampai menulis jurnal hingga dapat selesai dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

J. Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 2, Penerbit Erlangga, 1992.

Nec. Corporation, Digital Switching Systems NEAX61E; Trafik dAta Record Manual, ISSUE 1, May 1990.

Subditbinjar, Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan dan Evaluasi Parameter Network serta Langkah Tindaknya, Perumtel, bandung, 1990.

TELKOM, Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan dan Analisa/Evaluasi serta Pelaporan Parameter Network, PT. Telekomunikasi Indonesia, 1996

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

48

ANALISA DERAU UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS PENERIMAAN GELOMBANG MIKRO

Indra Yasri

Fakultas Teknik, Universitas Riau E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Tulisan ini menyajikan hasil studi mengenai perhitungan derau dan mengantispasinya dengan memasukkan

hasil dari perhitungan derau didalam rancangan penerimaan gelombang mikro sehingga didapatkan

kualitas penerimaan yang lebih baik dari perambatan gelombang mikro. Sebagai bagian dari studi analitis

ini, menganalisa komponen-komponen dari derau meliputi tahanan / impedansi derau, tegangan derau dan

daya derau kemudian dibandingkan dengan komponen-komponen yang sama dari penerimaan sinyal yang

diperoleh. Dari analisa dan perbandingan unsur komponen dari sinyal dan derau dapat ditentukan besar

faktor penguatan yang diinginkan untuk mengeliminir derau yang timbul dan didalam rancangan penguat

yang dibuat harus memenuhi nilai dari faktor penguatan yang diinginkan tersebut.

Kata kunci: Derau, Faktor Penguatan, Impedansi, Penerimaan Sinyal, Perambatan.

ABSTRACT

Result of study investigating about noise calculation and usage of calculation result as an anticipating in

microwave receiver designed to improve the quality of receiving signal for microwave. As part of the

analytical study, components of noise to be analyze such as noise resistance / impedance, noise voltage and

noise power then compared with the same components of receiving signal. The result of analyzing and

comparison both components from signal and noise could determine the value of gain factor that wanted to

eliminate the occurrence noise and the design of amplifier must cover that value of gain factor.

Key words : Noise, Gain Factor, Impedance, Propagation,Receiving Signal.

PENDAHULUAN

Gelombang mikro (microwave) dapat diartikan sebagai suatu sistim pelaksanaan komunikasi melalui sistim gelombang pendek.

Gelombang mikro mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek daripada gelombang radio biasa (HF, VHF) yaitu hanya beberapa millimeter saja. Seperti diketahui, semakin tinggi frekuensi yang dipakai dalam komunikasi semakin pendek panjang gelombangnya.

Hal ini dapat dilihat dari rumus :

λ = c / f dimana λ = panjang gelombang ( meter ) c = kecepatan gelombang elektromagnetik

≈ kecepatan cahaya = 3 x 108 meter / detik Sifat gelombang mikro dilihat dari

perambatannya hampir sama dengan gelombang cahaya (sinar) oleh karenanya hal-hal yang berlaku pada perambatan sinar

berlaku pada gelombang mikro misalnya,

pembiasan (refraksi), pembelokan (difraksi) dan saling mengganggu (interferensi). Dari beberapa sifat gelombang tersebut serta mengingat kelengkungan bumi maka jarak tempuh yang dapat dicapai gelombang mikro untuk komunikasi menjadi terbatas. Ada beberapa hal teknis yang harus diperhatikan didalam menempatkan pemancar dan

penerima :

1. Diantara pemancar dan penerima tidak ada penghalang ( line of sight).

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

49

Gambar 1. Visual Line of Sight

2. Jalur penempatan repeater dibuat zig-zag agar tidak terjadi interferensi antar

beberapa frekuensi yang digunakan. 3. Jalur diantara pemancar dan penerima

tidak melintasi daerah berawa-rawa (berair) agar gangguan gelombang pantul dari permukaan yang berawa-rawa dapat dihindari.

4. Stasiun repeater satu dengan yang lainnya

dibangun ditempat yang tidak sama tingginya agar gelombang mikro tidak banyak dibelokkan oleh adanya perubahan lapisan udara yang disebabkan cuaca.

Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam sistim gelombang mikro diantaranya :

a. Kemampuan yang besar untuk

menyalurkan informasi karena lebar band frekuensinya cukup besar ( 3 – 5 GHz).

b. Kemampuan menyalurkan sampai dengan 2700 percakapan telepon sekaligus tanpa saling mengganggu.

c. Penambahan peralatan dalam rangka

peningkatan kapasitas relatif murah dan mudah.

d. Sumber listrik yang digunakan untuk pengoperasian sistim gelombang mikro relatif kecil.

Walaupun transmisi lewat gelombang mikro memiliki banyak kelebihan, terdapat

pula beberapa gangguan yang mempengaruhi propagasi gelombang mikro tersebut, diantaranya gejala perbenturan dalam jalur gelombang mikro yang lazim disebut dengan fading yang mengakibatkan bertambahnya redaman terhadap sinyal yang diterima pada beberapa macam kondisi yang dilewatinya, kemudian perubahan kondisi atmosfer yang

dilalui oleh gelombang mikro juga berpengaruh terhadap propagasi gelombang mikro yang mana timbulnya beberapa gangguan berupa derau pada penerimaan

sinyal yang ditangkap oleh perangkat penerima. BAHAN DAN METODE

Keseluruhan dari gangguan derau yang dialami oleh gelombang mikro selama perambatannya akan dideteksi oleh perangkat

penerima dengan menggunakan spektrum analyzer serta dianalisa berdasarkan komponen-komponen yang terkait didalamnya yaitu tahanan / impedansi derau, tegangan derau dan daya derau. Kemudian pada saat yang sama juga diperoleh komponen-komponen yang sama dari sinyal yang diterima. Kemudian nilai dari masing-

masing komponen sinyal dan derau dibandingkan dan didapatkan nilai penguatan dari parangkat penguat yang akan dipakai sehingga sinyal yang kita peroleh setelah melewati perangkat penguat ini merupakan sinyal yang berkualitas baik dengan efek derau yang minim. Melalui penelitian ini akan

diperoleh mamfaat yang besar sekali bagi peningkatan kualitas sinyal yang diterima didalam sistim komunikasi gelombang mikro.

Gangguan Pada Fresnel Zone

Gambar 2. Fresnel Zone

Dengan adanya beberapa kelemahan yang ada pada sistim komunikasi gelombang mikro khususnya yang terjadi pada Fresnel

Zone yaitu daerah yang berada diantara pemancar dan penerima yang diantaranya terjadinya penurunan kualitas sinyal yang diakibatkan oleh derau, kondisi ini sering terabaikan sampai dengan kondisi yang sudah parah baru dilakukan perbaikan dengan penambahan daya pemancar untuk

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

50

mendapatkan penerimaan sinyal yang lebih bagus serta pemberian solusi-solusi lain yang tanpa didasari dengan analisa dan perhitungan yang tepat, sehingga solusi yang diberikan

terkadang tidak efektif dan efisien. Maka dengan berkaca dengan kejadian

diatas timbullah ide yang mendasari pemikiran untuk membuat penelitian mengenai perhitungan derau sebagai faktor koreksi pada perambatan gelombang mikro. Sehingga solusi yang diberikan lebih akurat dan terarah umtuk mengatasi masalah yang

terjadi pada sistim komunikasi gelombang mikro khususnya masalah yang berkaitan dengan efek derau.

Analisa Teoritis

Analisa teoritis dilakukan untuk menjelaskan mekanisme proses yang berlangsung didalam sistim komunikasi gelombang mikro. Antena yang digunakan sebagai pemancar dan penerima didalam

penelitian ini adalah antena jenis Directional, antena jenis ini merupakan jenis antena dengan narrow beamwidth, yaitu punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih terarah, jaraknya jauh dan tidak bisa menjangkau area yang luas, salah satunya adalah antena Parabolik. Antena parabolik

dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh dan gainnya bisa antara 18 sampai 28 dBi.

Gambar 3. Pola Radiasi antena parabolik

Pola Radiasi Antena ditentukan dengan

menggunakan beberapa parameter umum

yaitu main lobe (boresight), half-power beamwidth (HPBW), front-back ratio (F/B) dan pattern nulls. Pola radiasi diukur dalam dua keadaan :

– Vector electric field yang mengacu pada E-field

– Vector magnetic field yang

mengacu pada H-field

Return Loss

Return Loss berhubungan dengan VSWR, yaitu mengukur daya dari sinyal yang dipantulkan oleh antena dengan daya yang

dikirim ke antena. Semakin besar nilainya (dalam satuan dB), semakin baik. Angka 13.9dB sama dengan VSWR 1,5:1. Return Loss 20dB adalah nilai yang cukup bagus, dan setara dengan VSWR of 1,2:1

Tabel 1. perbandingan VSWR Vs kehilangan daya

Perbandingan daya dalam logaritmik : dBm adalah nilai 10 log dari sinyal untuk 1 milli Watt. dBW adalah nilai 10 log dari sinyal untuk 1 Watt. Sinyal 100 milli Watt jika dijadikan dBm

akan menjadi :

Transmit (Tx) Power

Radio mempunyai daya untuk menyalurkan sinyal pada frekwensi tertentu, daya tersebut disebut Transmit (Tx) Power

dan dihitung dari besar energi yang disalurkan melalui satu lebar frekwensi (bandwidth). Misalnya, satu radio memiliki Tx Power +18dBm, maka jika di konversi ke Watt akan didapat 0,064 W atau 64 mW. Received (Rx) Sensitivity

Semua radio memiliki point of no return, yaitu keadaan dimana radio menerima sinyal kurang dari Rx Sensitivity yang ditentukan, dan radio tidak mampu melihat

data-nya. Misalnya, suatu perangkat penerima mempunyai Received Sensitivity of –76 dBm, maka pada level ini, Bit Error Rate (BER) dari 10-5 (99.999%) akan terlihat. Rx Sensitivity yang sebetulnya dari radio akan bervariasi tergantung dari banyak faktor.

VSWR Return Loss Transmission Loss

1.0:1 0.0 dB

1.2:1 20.83 dB 0.036 dB

1.5:1 13.98 dB 0.177 dB

5.5:1 3.19 dB 2.834 dB

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

51

Dalam sistim gelombang mikro, antena digunakan untuk meng-konversi gelombang listrik menjadi gelombang elektromagnit. Besar enerji antena dapat memperbesar sinyal

terima dan kirim, yang disebut sebagai Antenna Gain yang diukur dalam :

dBi : relatif terhadap isotropic radiator dBd: relatif terhadap dipole radiator dimana 0 dBd = 2,15 dBi

Daya yang keluar dari antenna diukur berdasarkan dua cara yaitu : 1. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

Diukur dalam dBm = daya di input antena [dBm] + relatif antena gain [dBi]

2. Effective Radiated Power (ERP) Diukur dalam dBm = daya di input antena [dBm] + relatif antena gain [dBd] Kehilangan daya terbesar dalam sistim gelombang mikro adalah Free Space

Propagation Loss. Free Space Loss dihitung dengan rumus : FSL(dB) = 32.45 + 20 Log10 F(MHz) + 20 Log10 D(km) Jadi Free Space Loss pada jarak 1 km yang menggunakan frekwensi 2.4 GHz : FSL(dB) = 32.45 + 20 Log10 (2400) + 20

Log10 (1) = 32.45 + 67.6 + 0 = 100.05 dB

Untuk mendapatkan gambaran sinyal berikut efek derau yang terkandung didalamnya yang ditangkap oleh penerima digunakan perangkat yang disebut dengan spectrum analyzer yaitu instrumen

penganalisa spektrum atau sinyal. Gambaran sinyal yang kita peroleh dari spectrum analyzer dapat diolah untuk mendapatkan nilai dari komponen yang kita butuhkan dari sinyal dan derau, salah satunya yaitu daya.

Gambar 4. Sinyal yang dilihat di spectrum analyzer

Data nilai tahanan dan tegangan yang didapat dari spectrum analyzer diterapkan ke dalam komponen yang sama dari penguat yang akan dirancang. Salah satu kegunaan

perhitungan tahanan derau ekivalen dari penguat, penerima atau peralatan lain adalah untuk membandingkan derau dan sinyal pada titik yang sama. Perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :

2

2

2

/

/

En

Eo

REn

REo

Pn

Ps

N

S

Untuk membandingkan penerima-penerima atau penguat-penguat yang bekerja pada level impedansi yang berbeda, penggunaan tahanan derau tidak sesuai dan

untuk keadaan-keadaan tertentu tidak memungkinkan. Sebagai cara lain untuk membandingkan adalah dengan noise figure atau noise factor, yaitu perbandingan S / N daya pada input penerima atau penguat dengan S / N daya yang ditransfer ke beban keluaran.

N

SOutput

N

SInput

F

Untuk F=1, adalah kondisi penerima atau penguat yang ideal.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Untuk mendapatkan kondisi yang sebenarnya langsung saja komponen-komponen dari derau dan sinyal tersebut

direpresentasikan didalam rangkaian penguat yang akan kita aplikasikan.

Gambar 5. Rancangan penguat

Eo

Ei

Gain

Teg.=A

Eo

Generator/antena Amp./Rx

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

52

Keterangan gambar : Ra = tahanan (impedansi) antena Rt = impedansi masukan penguat RL= impedansi keluaran penguat

Prosedur yang dilakukan untuk melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :

1) Menghitung (ukur) daya sinyal input : Psi

2) Menghitung (ukur) daya derau input : Pni

3) Menghitung S / N input, dari rasio

Psi dan Pni 4) Menghitung (ukur) daya sinyal

output Pso 5) Pno sebagai daya derau output 6) Menghitung S / N output, dari rasio

Pso dan Pno 7) Menghitung noise figure dari

langkah 3 dan 6 8) Menghitung Pno dari Req bila

mungkin, subtitusikan kedalam persamaan umum noise figure (F) untuk memperoleh formula sebenarnya. Atau hitung Pno dari pengukuran-pengukuran dan

subtitusikan kedalam persamaan F untuk menemukan formula yang sebenarnya.

Dari gambar dapat dihitung bilamana tegangan input sinyal adalah :

RtRa

EsRtEsi

Penyelesaian prosedur diatas adalah

sebagai berikut :

1) 2

222 1

RtRa

RtEs

RtRtRa

EsRt

Rt

EsiPsi

Tegangan noise input adalah :

RtRa

RaRtkTBEn

42

2) RtRa

kTBRa

RtRtRa

RaRtkTB

Rt

EniPni

414

2

3) S / N input dihitung sebagai berikut :

RtRakTBRa

Es

kTBRa

RtRax

RtRa

RtEs

Pni

Psi

Ni

S

44

2

2

2

4) Daya sinyal output :

2

222222 1

RtRaRL

RtEsA

RLRtRa

AEsRt

RL

AEsi

RL

EsoPso

5) Daya noise output = Pno 6) S / N output adalah :

PnoRtRaRL

RtEsA

Pno

Pso

No

S2

222

)(

7) Noise figure dihitung :

RaRtkTBA

RtRaRLPno

RtEsA

RLPnoRtRax

RtRakTBRa

RtEs

NoS

NiSF

2222

22

44/

/

Noise figure akan diperoleh bila Pno diperoleh dari menghitung tahanan derau ekivalen atau dari pengukuran.

Misalkan tahanan derau ekivalen :

Rtqq ReRe 1

dimana Req1 = tahanan derau – Rt Tahanan derau yang dibangkitkan pada masukan penguat adalah :

kTBREni 4

Karena penguat punya gain A, dan tak ada tambahan derau lagi maka :

8)

RL

kTBRA

RL

AEni

RL

EnoPno

4222

Kalau prosedur 8 dimasukkan ke prosedur

7 maka :

RL

kTBRAx

RaRtkTBA

RtRaRLF

4

4

2

2

RaRt

RtRaq

RaRt

RtRax

RtRa

RaRtq

RaRt

RRtRa

11 Re

1Re

Dari persamaan terakhir akan segera nampak bahwa noise figure akan minimum bila (Ra+Rt) / Rt harus

minimum untuk setiap harga Ra yang

diberikan, atau RaRt (keadaan tidak

sesuai = mismatch). Untuk keadaan seperti ini maka (Ra+Rt) / Rt = 1, sehingga :

Ra

qF

1Re1

Analisa Derau Untuk Meningkatkan Kualitas Penerimaan Gelombang Mikro (I. Yasri)

53

Pembahasan

Untuk pembahasan dari prosedur percobaan diatas, diberikan nilai pada komponen-komponen yang ada pada rangkaian penguat diatas sebagai berikut :

Ra = 1 KΩ En = Es = 10 V T = 27 ºC = 300 ºK

Rt = 2 KΩ RL = 4 KΩ Pno = 40 watt

Eso = 13,2 V Rn = 20KΩ Dengan menggunakan prosedur diatas

akan didapat nilai-nilai sebagai berikut : Esi = 6,6 V Psi = 0,022 watt Eni = 1,9 x 10-5 Pni = 1,83x10-13 watt

S / N masukan dihitung sebagai berikut : Psi / Pni = 12,02 x 1010

Daya sinyal keluaran : A = Eso / Esi = 2 Pso = Eso2 / RL = 0,0435 watt

S / N keluaran adalah sebagai berikut : Pso / Pno = 0,0435 / 40 = 1087,5 x 10-6 Noise Figure dihitung sebagai berikut : (S / N masukan) / (S / N keluaran) =

12,02 x 1010 x 1087,5 x 10-6 F = 982170,5

Apabila prosedur 8 dimasukkan ke prosedur 7 akan didapatkan nilai noise figure sebagai berikut :

RaRt

RtRaq

RaRt

RtRax

RtRa

RaRtq

RaRt

RRtRa

11 Re

1Re

= 1 + 27 = 28

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan prosedur percobaan diatas diantaranya : a) Nilai-nilai variabel dasar seperti tahanan,

tegangan, dan daya harus didapat dari spectrum analyzer agar dapat diolah lebih lanjut dengan perhitungan matematis.

b) Pada daya keluaran, perbandingan

tegangan keluaran dan tegangan masukan pada penguat didapatkan besarnya faktor penguatan.

c) Dari perhitungan dan perbandingan antara daya masukan dengan daya keluaran pada Sinyal dan Derau didapat nilai noise figure.

d) Dengan didapatnya nilai faktor penguatan pada perhitungan diatas maka perancangan perangkat penguat akan dibuat berdasarkan perhitungan diatas sehingga akan didapatkan sinyal dengan kualitas baik dengan efek derau yang minim.

SARAN

Pada kesempatan ini peneliti memberi saran-saran untuk perbaikan dan

pengembangan : 1. Pada saat terjadinya masala-masalah yang

menyangkut derau pada perambatan gelombang mikro, pemecahan yang diberikan haruslah didasari perhitungan matematis seperti yang diuraikan diatas agar solusi yang diberikan lebih efektif

dan efisien dan terhindar dari pemborosan.

2. Analisa yang dilakukan dengan menggunakan spectrum analyzer haruslah dilakukan dengan teliti dan cermat untuk mendapatkan nilai parameter yang akurat yang nantinya berimbas ke perhitungan

yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Dennis Roddy dan John Coolen, 1987,

“Electronic Communications”, Prentice Hall, New Delhi 110001.

George Kennedy, 1970, “Electronic Communication Systems”, Mc Graw Hill Book Company, Sydney.

John E. Johnson, John L. Hilburn, Johnny

R. Johnson, 1984, ”Basic Electric Circuit Analysis”, Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Robert D. Strum dan John R.Ward, 1985, “Electric Circuits and Networks”, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs.

Vol. 1, No. 2, 2004 : 48-53 Jurnal Sains, Teknologi & Industri

54