08e00065

Upload: noviani-hendayani-purnama

Post on 19-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • Tesis

    PREVALENSI DAN FAKTOR FAKTOR RESIKO OVERACTIVE BLADDER PADA PARAMEDIS

    PEREMPUAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

    OLEH :

    UJANG RIDWAN PERMANA

    PEMBIMBING :

    1. Dr. M. RHIZA Z. TALA, SpOG(K)

    2. Dr. BINARWAN HALIM, SpOG

    DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    RSUP H. ADAM MALIK / RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN 2008

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

    Pembimbing : Dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG (K) Dr. Binarwan Halim, SpOG

    Penyanggah : Dr. Jenius L. Tobing, SpOG Dr. Yostoto B. Kaban, SpOG Dr. Deri Edianto, SpOG (K)

    Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

    bidang Obstetri dan Ginekologi

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • KATA PENGANTAR

    Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih

    Lagi Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya

    penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

    Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat

    untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia

    biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari

    sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat

    bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

    PREVALENSI DAN FAKTOR FAKTOR RESIKO OVERACTIVE BLADDER PADA PARAMEDIS PEREMPUAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

    Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa

    terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

    1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

    Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

    mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU

    Medan.

    2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K), Kepala Departemen Obstetri dan

    Ginekologi FK-USU Medan; Dr. Einil Rizar, SpOG (K), Sekretaris Departemen

    Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K),

    Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan,

    Dr. Deri Edianto, SpOG (K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri

    dan Ginekologi FK-USU Medan; dan juga Prof. Dr. Djaffar Siddik, SpOG (K), Prof.

    Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG

    (K), Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K), Prof. Dr. T.M. Hanafiah, SpOG

    (K), Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K), dan Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG

    (K), yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti

    pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 3. Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K), selaku Kepala Sub Divisi Fertilitas

    Endokrinologi dan Reproduksi atas kesempatan yang diberikan kepada saya

    untuk melakukan penelitian tentang

    PREVALENSI DAN FAKTOR FAKTOR RESIKO OVERACTIVE BLADDER PADA PARAMEDIS PEREMPUAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

    4. Dr. M. Rhiza Z. Tala, SpOG (K) dan Dr. Binarwan Halim selaku pembimbing, Dr.

    Jenius L. Tobing, SpOG, Dr. Yostoto B. Kaban, SpOG, dan Dr. Deri Edianto,

    SpOG (K) selaku penyanggah , yang penuh dengan kesabaran telah

    meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan

    melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

    5. Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K), selaku Bapak Angkat saya selama menjalani

    masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan

    nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa

    sulit selama pendidikan.

    6. Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, selaku pembimbing mini referat FM saya yang berjudul KEHAMILAN DENGAN UROLITHIASIS. Dr. M. Rhiza Z. Tala SpOG (K) pembimbing mini refarat FER saya yang berjudul SRESS INKONTINENSIA . Dr. Deri Edianto SpOG (K) pembimbing mini refarat Onkologi saya yang berjudul INDEKS KEGANASAN TUMOR OVARIUM .

    7. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk

    membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

    8. Dr. Zulkarnaini Z. Tala, SpOG dan Keluarga besarnya yang telah banyak

    memberikan nasihat dan bimbingannya kepada saya selama mengikuti

    pendidikan di Bagian Obstetri dan Ginekologi.

    9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan,

    yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal

    hingga akhir pendidikan.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 10. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan

    sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri

    dan Ginekologi.

    11. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU

    Dr. Pringadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk

    bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

    12. Direktur RS. PTPN II Tembakau Deli, Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG, dan Dr.

    Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta staf yang telah memberikan kesempatan

    dan sarana untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

    13. Direktur RSU BALIGE , beserta staf atas kesempatan kerja dan bantuan moril

    dan materil selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

    14. Kepala Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan

    dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen

    tersebut.

    15. Kepada Abang-Abang dan Kakak Saya,Dr. Adi Putra, SpOG, Dr. Harry C.

    Simanjuntak, SpOG, Dr. Cut Adeya Adella, SpOG, Dr. Riza Rivany, SpOG, Dr.

    Roy Yustin Simanjutak, SpOG, Dr. Johny Marpaung, SpOG, Dr. Melvin NG.

    Barus, SpOG, terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan, dan

    dukungannya yang telah diberikan selama ini.

    16. Khususnya kepada Teman-Teman Dr. M. Oky Prabudi, SpOG, Dr. Ronny Ajartha

    Tarigan,SpOG,Dr.Aswin,SpOG,Dr.Maria N.Pardede,SpOG.Dr Wahyudi

    SpOG,terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan yang diberikan

    kepada saya selama ini. Dan kepada tim jaga; Dr. Hayu Lestari Haryono, Dr. Dwi

    Faradina, Dr. Edwar, Dr.Made Kumara, Dr. Rizka Heriansyah, terima kasih

    banyak atas bantuan, kerjasama, dan kebersamaan kita selama ini.

    17. Dr. Dudy Aldiansyah, Dr. Eka Purnama Dewi R., Dr. Hayu Lestari Haryono, Dr.

    Abdul Hadi, Dr. Juni Hardi Tarigan,Dr. Renardi, Dr. Adrian Setiawan, Dr. Edihan,

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Dr. Miranda Diza.Dr Tommy, Dr. Panuturi Gottlieb Sidabutar, Dr. T.M. Rizki, Dr.

    Mulda F. Situmorang,Dr. Silvy,Dr. M.Ikhwan, Dr. David Luther Lubis, Dr.Gorga,Dr.

    T. Jeffry Abdillah, Dr. Riza Hendrawan Nasution,Dr.M.Yaznil dan teman-teman

    lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas

    kebersamaan, bantuan, dan dukungannya selama ini.

    18. Teman Sejawat, Asisten Ahli, Dokter Muda, Bidan, Paramedis,

    karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan

    bekerjasama dengan saya dalam menjalani pendidikan di Departemen Obstetri

    dan Ginekologi FK-USU/RSUP H. Adam Malik - RSU Dr. Pirngadi Medan. Terima

    kasih atas kerjasama dan saling pengertian selama ini.

    Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan

    kepada kedua Orang Tua Saya yang terkasih, Alm. Letnan Kolonel Inf. Elan Warlan

    dan Siti Hamidah, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta

    mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga kini.

    Kepada adik-adik saya, Marliyanti, Dewi cosalina, Alm. Cecep Junaidi,SH,Asep

    Sulaiman,Lilis Haryani serta saudara-saudara ipar saya, Ipda Pol Iwan Kurnianto,

    SH, Sugianto, saya ucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan

    kepada saya.

    Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan

    namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah

    banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih

    yang sebesar-besarnya.

    Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua.

    Medan, Maret 2008

    Dr. Ujang Ridwan Permana

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR. i

    DAFTAR ISI....... vii

    DAFTAR SINGKATAN......... ix

    DAFTAR GAMBAR x

    DAFTAR TABEL xi

    ABSTRAK... xii

    BAB 1 PENDAHULUAN.. 1

    1.1. LATAR BELAKANG............. 1

    1.2. IDENTIFIKASI MASALAH 3

    1.3. TUJUAN PENELITIAN.. 3

    1.3.1. TUJUAN UMUM PENELITIAN. 3

    1.3.2. TUJUAN KHUSUS PENELITIAN 3

    1.4. MANFAAT PENELITIAN... 4

    1.5. HIPOTESA PENELITIAN.. 4

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 5

    2.1. ANATOMI FISIOLOGI KANDUNG KEMIH 5

    2.1.1. KANDUNG KEMIH 5

    2.1.2. SISTEM PERSARAFAN KANDUNG KEMIH 7

    2.2. MEKANISME BERKEMIH 8

    2.3. OVERACTIVE BLADDER 11

    2.3.1. PATOFISIOLOGI OVERACTIVE BLADDER 13

    2.3.2. GEJALA OVERACTIVE BLADDER 18

    2.3.3. FAKTOR RESIKO OVERACTIVE BLADDER.. 19

    2.3.4. DIAGNOSIS OVERACTIVE BLADDER. 22

    2.3.5. TERAPI OVERACTIVE BLADDER 26

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 31

    3.1. RANCANGAN PENELITIAN.. 31

    3.2. TEMPAT DAN WAKTU 31

    3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN.. 31

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 3.3.1. POPULASI PENELITIAN. 31

    3.3.2. BESAR SAMPEL... 31

    3.3.3. KRITERIA PENERIMAAN 32

    3.3.4. KRITERIA PENGELUARAN 32

    3.4. KERANGKA KONSEP PENELITIAN. 33

    3.5. VARIABEL PENELITIAN.. 34

    3.5.1. VARIABEL INDEPENDEN............. 34

    3.5.2. VARIABEL DEPENDEN.. 34

    3.6. BAHAN DAN CARA KERJA 34

    3.7. KERANGKA PENELITIAN.......... 36

    3.8. BATASAN OPERASIONAL................ 38

    3.9. PENGOLAHAN DATA.. 38

    BAB 4 HASIL PENELITIAN......... 39

    4.1. KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN BERDASARKAN FAKTOR

    RESIKO OAB..39

    4.2. PREVALENSI GANGGUAN OAB... 42

    4.3. SEBARAN GANGGUAN OAB MENURUT USIA.. 43

    4.4. SEBARAN GANGGUAN OAB MENURUT RIWAYAT PERSALINAN.. 44

    4.5. SEBARAN GANGGUAN OAB MENURUT PARITAS.. 46

    4.6. SEBARAN GANGGUAN OAB MENURUT INDEKS MASSA TUBUH.. 47

    4.7. SEBARAN GANGGUAN OAB MENURUT MENOPAUSE.. 48

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 49

    KEPUSTAKAAN.... 50

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • DAFTAR SINGKATAN

    ACH : ACETIL CHOLINE

    AMP : ADENOSINE MONO PHOSPHATASE

    ATP : ADENOSINE TRI PHOSPHATASE

    EMG : ELECTRO MYO GRAM

    ICS : INTERNATIONAL CONTINENCE SOCIETY

    IMT : INDEKS MASSA TUBUH

    M / m : MUSKARINIK

    OAB : OVERACTIVE BLADDER

    DHB : DAFTAR HARIAN BERKEMIH

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • DAFTAR GAMBAR HAL

    GAMBAR 1. ANATOMI ORGAN PELVIS WANITA 4

    GAMBAR 2. ANATOMI KANDUNG KEMIH 5

    GAMBAR 3. SISTEM PERSARAFAN KANDUNG KEMIH 7

    GAMBAR 4. FASE PENGISIAN DAN PENGOSONGAN KANDUNG KEMIH 8

    GAMBAR 5. PROSES TERJADINYA MIKSI 10

    GAMBAR 6.

    MEKANISME PERSARAFAN EFFEREN SECARA OTONOM

    DALAM PROSES KONTRAKSI DAN PENGISIAN KANDUNG

    KEMIH

    13

    GAMBAR 7. MEKANISME PERSARAFAN SENSORIS PADA KANDUNG

    KEMIH 15

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • DAFTAR TABEL HAL

    TABEL 1. SEBARAN KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN BERDASARKAN

    FAKTOR RESIKO 33

    TABEL 2. PREVALENSI GANGGUAN OAB 34

    TABEL 3. PENGARUH USIA TERHADAP OAB 34

    TABEL 4. PENGARUH RIWAYAT PERSALINAN TERHADAP OAB 35

    TABEL 5. PENGARUH PARITAS TERHADAP OAB 36

    TABEL 6. PENGARUH INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP OAB 37

    TABEL 7. PENGARUH MENOPAUSE TERHADAP OAB 38

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • ABSTRAK Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor faktor resiko yang berhubungan dengan overactive bladder di kalangan paramedis

    perempuan yang bekerja di lingkungan RSUP H. Adam Malik Medan.

    Rancangan Penelitian : Penelitian ini merupakan studi observasional deskriptif untuk menilai penderita Overactive Bladder secara klinik dengan rancangan potong

    lintang (cross sectional). Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai

    Desember 2007 dengan populasi paramedis wanita yang bekerja di RSHAM yang

    memenuhi kriteria penerimaan dan kriteria pengeluaran. Sampel diambil secara

    random sampling. Responden diberikan kuesioner, pemeriksaan fisik dan daftar

    harian berkemih untuk menegakkan diagnosa overactive bladder. Dilakukan

    penilaian terhadap faktor resiko seperti usia, paritas, cara persalinan, menopause,

    obesitas dan riwayat histerektomi.

    Analisa Statistik : Seluruh data penelitian ini dicatat pada formulir penelitian yang meliputi data hasil anamnesis, hasil pemeriksan fisik dan hasil laboratorium. Data

    diolah dan disusun dalam bentuk tabel distribusi sesuai tujuan penelitian. Dilakukan

    uji statistik Chi-square dan regresi logistik dengan menggunakan perangkat SPSS

    (Statistic Package for Social Science) versi 15.

    Hasil : Pada penelitian dengan 100 orang responden didapatkan usia terbanyak adalah pada kelompok usia < 40 tahun yaitu sebanyak 53 orang (53%), riwayat

    persalinan terbanyak adalah persalinan spontan sebanyak 73 orang (73%).

    Sebanyak 78 orang (78%) adalah multipara, 12 orang (12%) adalah primipara dan

    sebanyak 10 orang (10%) adalah nullipara. Terdapat 93 orang (93%) yang belum

    menopause. Dari seluruh responden, didapatkan sebanyak 60 orang (60%) yang

    mempunyai IMT 18,5 24,9 ( normal ), 31 orang (31%) yang mempunyai IMT 25-

    29,9 ( overweight ), dan 9 orang (9%) yang mempunyai IMT 30 ( obese ). Dari

    penelitian ini, tidak didapatkan satu orang pun yang mempunyai IMT < 18,5 ( kurus ).

    Sehingga kelompok ini tidak diikutsertakan dalam analisa statistik. Dan didapatkan

    100 responden (100%) tidak mempunyai riwayat operasi histerektomi. Dengan

    demikian hubungan riwayat histerektomi dan gangguan OAB tidak dapat dianalisa

    secara statistik.

    Didapatkan prevalensi OAB sebanyak 18 orang (18%) dengan kelompok usia 40

    49 tahun paling banyak mengalami gangguan OAB, yaitu 9 orang (22,5%). Dengan

    uji statistik didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat persalinan dengan

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • terjadinya OAB (p

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Overactive Bladder (OAB) adalah suatu simtom kompleks yang mencakup urgensi

    untuk berkemih dengan atau tanpa urge incontinence, frekuensi berkemih (keinginan

    untuk berkemih sebanyak 8 kali atau lebih dalam periode 24 jam), dan nokturia

    (bangun untuk berkemih sebanyak 2 atau lebih pada malam hari). The International

    Continence Society mendefenisikan OAB sebagai kumpulan gejala yang terdiri dari

    urgensi, frekwensi, nokturia, yang dapat disertai dengan atau tanpa urge

    inkontinensia. 1,2

    Angka kejadian secara umum dari overactive bladder ini ditemukan sekitar 20%

    hingga 40% dari seluruh inkontinensia urin dan dengan pemeriksaan urodinamik

    penderita inkontinensia urin ditemukan sekitar 24,4% dimana angka ini terus

    meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Prevalensi OAB di Eropa dari 16.776

    responden yang berusia diatas 40 tahun adalah sebesar 16% pada pria dan 17%

    pada wanita. Prevalensinya adalah 3% pada pria yang berusia 40-44 tahun, 9%

    pada wanita yang berusia 40-44 tahun, 42% pada pria berusia 75 tahun atau lebih

    dan 31% pada wanita berusia 75 tahun atau lebih. Data prevalensi yang sama juga

    dilaporkan di Amerika Serikat. Sedangkan angka insidensi OAB diestimasikan 10-

    15% pada pria dan wanita yang berusia 10-50 tahun, meningkat 35% pada yang

    berusia lebih dari 75 tahun. Survei yang dilakukan di Poliklinik Usia Lanjut RSCM

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Jakarta pada tahun 2002 didapatkan prevalensi OAB sebesar 21,2% (dimana

    sebanyak 45,5% adalah wanita dan 54,4%nya pria).1,2,3,4,5,6,7,8,9

    Selain usia, yang menjadi faktor resiko terjadinya gangguan overactive bladder

    (OAB) adalah paritas, cara persalinan, menopause, obesitas, dan adanya riwayat

    operasi histerektomi atau operasi ginekologi sebelumnya.10

    Gejala dari OAB adalah mencakup frekuensi berkemih sebanyak 8 kali atau lebih

    dalam 1 hari atau 2 kali atau lebih pada malam hari; urgensi berkemih yang terjadi

    secara tiba-tiba, keinginan yang kuat untuk segera berkemih; urge incontinence

    yakni ketidak-mampuan untuk menahan keinginan berkemih. Gejala gejala

    tersebut dapat mengakibatkan timbulnya berbagai masalah seperti gangguan

    aktivitas fisik dan pekerjaan, interaksi sosial, masalah psikologis (depresi), gangguan

    pola tidur, dan masalah seksual yang semuanya itu merupakan gangguan terhadap

    kualitas hidup seseorang. Overactive bladder (OAB) merupakan suatu keadaan yang

    dapat diobati dan tidak mematikan. Umumnya pengobatan OAB dilakukan secara

    konservatif dan tindakan operatif hanya dilakukan bila pengobatan konservatif

    tersebut gagal. Dengan pengobatan tersebut diharapkan kualitas hidup penderita

    OAB dapat ditingkatkan.1,2,3,4,6,7,8,9,10,11

    OAB merupakan gangguan berkemih yang sangat mengganggu dimana gangguan

    ini dapat juga dialami oleh sebagian paramedis perempuan. Hingga saat ini belum

    ada data mengenai prevalensi OAB di Indonesia, maka kami ingin mengetahui

    prevalensi dan faktor faktor resiko yang berhubungan dengan terjadinya OAB pada

    paramedis perempuan di lingkungan tempat kami bertugas yaitu di RSUP H.ADAM

    MALIK MEDAN. Dari data tersebut nantinya diharapkan dapat digunakan bukan saja

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • untuk kepentingan pengobatan maupun pelayanan tetapi juga untuk kepentingan

    penelitian selanjutnya.

    1.2. Identifikasi Masalah

    Dengan latar belakang tersebut diatas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai

    berikut :

    1. Berapa besar prevalensi OAB di kalangan paramedis perempuan yang

    bekerja di lingkungan RSUP H. ADAM MALIK Medan.

    2. Overactive Bladder mengakibatkan timbulnya berbagai masalah seperti

    gangguan aktivitas fisik dan pekerjaan, interaksi sosial, masalah psikologis

    (depresi), gangguan pola tidur, dan masalah seksual yang semuanya itu

    merupakan gangguan terhadap kualitas hidup seseorang.

    3. Bila paramedis perempuan mengalami Overactie Bladder, maka hal ini dapat

    mengganggu kinerja yang pada akhirnya menurunkan pelayanan terhadap

    pasien.

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum Penelitian

    1. Mengetahui prevalensi OAB di kalangan paramedis perempuan yang

    bekerja di lingkungan RSUP H. ADAM MALIK Medan.

    2. Mengetahui faktor faktor resiko yang berhubungan dengan OAB di

    kalangan paramedis perempuan yang bekerja di lingkungan RSUP H.

    ADAM MALIK Medan.

    1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Mengetahui prevalensi dan sebaran gangguan OAB menurut beberapa faktor

    resiko yang berhubungan dengan kejadian OAB seperti usia, paritas, cara

    persalinan, status menopause, indeks massa tubuh (IMT), dan riwayat operasi

    histerektomi di kalangan paramedis perempuan yang bekerja di lingkungan

    RSUP H. ADAM MALIK Medan.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar untuk penelitian OAB

    selanjutnya misalnya penelitian mengenai epidemiologi lainnya, mengenai

    penatalaksanaan OAB atau mengenai kualitas hidup penderita OAB.

    1.5. Hipotesa Penelitian

    Adanya hubungan antara usia, paritas, cara persalinan, status menopause,

    indeks massa tubuh (IMT), dan riwayat histerektomi dengan kejadian

    overactive bladder (OAB).

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Anatomi fisiologi kandung kemih

    2.1.1. Kandung kemih

    Kandung kemih adalah suatu kantong yang berada pada regio pelvik. Ketika dalam

    keadaan kosong, ia terletak dibelakang simfisis pubis dan bila penuh akan keluar

    hingga melewati simfisis pubis dan sangat mudah untuk diraba. Ia dapat dengan

    mudah bergerak, kecuali pada dasarnya karena ia berhubungan langsung dengan

    uretra. Bagian dasar kandung kemih dibentuk oleh otot fibro-elastik yang berbentuk

    segitiga yang dikenal dengan trigone. Trigone dari kandung kemih ini mengandung

    serabut saraf sensorik yang bentuknya seperti segitiga terbalik. Bagian dasar dari

    segitiga ini terhubung ke ureter dari ginjal kanan dan ginjal kiri.8,12,13

    Gambar 1. Anatomi organ pelvis wanita14

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Gambar 2. Anatomi kandung kemih12

    Dinding kandung kemih terdiri dari 3 lapis : lapisan mukosa, lapisan otot dan lapisan

    lemak. Pada bagian tengah, lapisan muskular dibentuk oleh otot polos yang disebut

    detrusor. Detrusor akan meregang ketika kandung kemih diisi oleh urin dan

    kemudian berkontraksi untuk mengeluarkan urin tersebut. Otot polos tidak dibawah

    pengaruh kontrol volunter, namun ia berkontraksi akibat respon dari refleks-refleks

    tertentu. 12,13

    Fungsi kandung kemih adalah untuk mengisi, menyimpan dan kemudian

    mengosongkan urin melalui uretra, Menjelang fase pengisian, otot detrusor

    mengalami relaksasi untuk mengakomodasikan peningkatan volume. Normalnya

    kandung kemih dapat menampung urin sebanyak 360-480 cc, yang kemudian

    disebut sebagai kapasitas fungsional dari kandung kemih. Kedudukan kandung

    kemih dipertahankan oleh kelompok otot otot levator ani terutama otot

    pubokoksigeus.12,13

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 2.1.2. Sistem Persarafan Kandung Kemih

    Fungsi dari sistem urinaria bagian bawah adalah bergantung dari fungsi sistem

    persarafan dari otak. Sistem persarafan dibagi menjadi sistem saraf pusat dan

    sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis. Sistem

    saraf tepi mencakup saraf autonomik dan somatik. Sistem saraf autonomik tidak

    dibawah kontrol kesadaran dan disebut sistem saraf involunter.1,12,13,15,16,17

    Sistem saraf involunter mencakup sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem

    saraf simpatis mengatur pengisian kandung kemih melalui (1) merelaksasi otot

    kandung kemih sehingga dapat diisi oleh urin, dan (2) mengkontraksikan sfingter

    uretra internal dalam mencegah urin memasuki uretra. Sistem saraf parasimpatis

    menimbulkan keinginan untuk berkemih atau pengosongan kandung kemih melalui

    (1) stimulasi otot kandung kemih untuk berkontraksi sehingga menyebabkan sensasi

    berkemih dan (2) merelaksasikan sfingter uretra internal yang menyebabkan urin

    memasuki uretra. 1,12,13,15,16,17

    Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra eksternal untuk mencegah

    kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. 1,12,13,15,16,17

    Fungsi sistem persarafan bergantung pada pelepasan zat kimiawi yang kita kenal

    dengan neurotransmitter. Zat yang paling penting mempengaruhi kandung kemih

    adalah asetilkolin (ACH). Ketika ACH dilepaskan is akan menyebabkan otot-otot

    kandung kemih mengalami kontraksi. Pelepasan zat kimiawi ini mengatur respon dari

    sistem persarafan pada kandung kemih. 1,12,13,15,16,17

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Gambar 3. Sistem persarafan kandung kemih12

    2.2. Mekanisme berkemih

    Dalam keadaan normal, kandung kemih dan uretra berhubungan secara simultan

    dalam penyimpanan dan pengeluaran urin. Selama penyimpanan, leher kandung

    kemih dan uretra proksimal menutup, dan tekanan intra uretral berkisar antara 20-50

    cmH2O. Sementara itu otot detrusor berelaksasi sehingga tekanan dalam kandung

    kemih (intravesikal) tetap rendah (5-10 H2O).12

    Mekanisme berkemih, terdiri dari 2 fase yaitu fase pengisian dan fase

    pengosongan kandung kemih.12

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Gambar 4. Fase pengisian dan pengosongan kandung kemih12

    1. Fase pengisian (Filling Phase)

    Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya

    harus melebihi tekanan intravesika kecuali pada saat miksi (void). Selama

    masa pengisian, ternyata hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan

    intravesika, hal ini disebabkan oleh kelenturan dinding vesika dan mekanisme

    neural yang diaktifkan pada saat pengisian vesika urinaria. Mekanisme neural

    ini termasuk refleks simpatetik spinal yang mengaktifkan reseptor pada

    vesika urinaria dan menghambat aktifitas parasimpatis. Selama masa

    pengisian vesika urinaria tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada

    detrusor.

    Tekanan normal intravesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan tekanan

    intrauretra dalam keadaan istirahat antara 50 100 cm H2O.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Selama pengisian vesika urinaria, tekanan uretra perlahan meningkat,

    mekanismenya belum jelas tapi EMG (electromyogram) dari pelvis

    menunjukkan peningkatan aktivitas pada saat pengisian vesika urinaria, yang

    cenderung ke arah peningkatan aktifitas otot lurik spinchter. Refleks simpatis

    juga meningkatkan stimulasi reseptor pada otot polos uretra dan

    meningkatkan konstriksi uretra pada saat pengisian vesika urinaria.

    2. Fase miksi (Voiding Phase)

    Selama fase miksi terdapat penurunan aktifitas EMG dan penurunan tekanan

    uretra yang mendahului kontraksi detrusor. Terjadi peningkatan intravesika

    selama peningkatan sensasi distensi untuk miksi. Pusat miksi terletak pada

    batang otak, dan pengosongan vesika urinaria yang terkoordinasi bergantung

    pada jalur syaraf ascending maupun descending yang utuh. Refleks simpatis

    dihambat, aktifitas efferen somatik pada otot lurik spinchter dihambat, dan

    aktifitas parasimpatis pada detrusor ditingkatkan. Semua ini menghasilkan

    kontraksi yang terkoordinasi dari otot detrusor bersamaan dengan penurunan

    resistensi yang melibatkan otot lurik dan polos uretra. Terjadi penurunan leher

    vesika urinaria dan terjadi aliran urin. Ketika miksi berakhir secara volunter,

    dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher vesika urinaria ke arah

    simfisis pubis, leher vesika tertutup dan tekanan detrusor menurun.12,18,19

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Gambar.5 Proses terjadinya miksi12

    2.3. Overactive Bladder

    Tipe inkontinensia urinaria yang paling sering dijumpai pada usia lanjut adalah OAB,

    dimana proses keluarnya urin secara involunter yang terjadi secara mendadak dan

    keinginan yang kuat untuk berkemih.12

    Overactive bladder (OAB) adalah suatu sindroma klinik yang merupakan salah satu

    bentuk dari kelainan overactive detrusor. Overactive detrusor adalah suatu keadaan

    dimana terjadi aktivitas atau kontraksi kandung kemih yang berlebihan, yang

    berdasarkan etiologinya dapat dibagi atas 2 jenis yaitu overactive detrusor

    hypereflexia dan overactive detrusor instability.20,21,22

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Detrusor hypereflexia merupakan kontraksi detrusor yang involunter akibat gangguan

    neurologi, seperti lesi suprapontine (penyakit serebrovaskular, parkinsons disease,

    Alzheimers) atau lesi spinal seperti multiple sclerosis, cervical atau lumbar stenosis.

    Sedangkan detrusor instability adalah suatu keadaan dimana terjadi aktifitas atau

    kontraksi kandung kemih yang berlebihan yang bukan disebabkan kelainan atau

    gangguan neurologi, dan penyebabnya sering tidak diketahui sehingga sering

    disebut overactive detrusor idiopatik. Overactive detrusor idiopatik inilah yang saat ini

    lebih dikenal dengan overactive bladder (OAB) dimana tidak terbukti adanya infeksi

    atau keadaan patologi lainnya yang menyebabkan timbulnya keluhan inkontinensia

    ini. The International Continence Society (ICS) tahun 2002 mendefinisikan overactive

    bladder (OAB) sebagai kumpulan gejala yang terdiri dari urgensi, frekuensi, nokturia

    yang dapat disertai dengan atau tanpa urge inkontinensia.20

    Pada dasarnya etiologi Overactive Bladder adalah gangguan atau kerusakan pada

    susunan saraf yang ikut mengontrol kandung kemih dan kelainan yang belum

    diketahui sebabnya sampai saat ini (idiopatik).Overactive Bladder dapat diakibatkan

    oleh adanya gangguan pada neurotransmitter, reseptor ataupun pada otot polos

    kandung kemih (detrusor) itu sendiri. Selama fase pengisian, kandung kemih

    dihambat oleh stimulasi saraf simpatis dan normalnya saraf parasimpatis disupresi.

    Norepinefrin dilepaskan dari sistem saraf simpatis, meningkatkan compliance

    kandung kemih melalui mediator -adrenoreceptor (reseptor subtipe 3) yang

    menyebabkan relaksasi otot kandung kemih. Tetapi bila terdapat gangguan pada

    pelepasan neurotransmiter atau reseptor,maka akan terjadi gangguan pada fase

    pengisian urin tersebut. Menurut beberapa ahli, etiologi Overactive Bladder juga

    meliputi perubahan otot polos kandung kemih itu sendiri. Elbadwi dkk menggunakan

    mikroskop eletron untuk melihat hasil biopsi otot detrusor pada pasien pasien usia

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • lanjut yang memiliki gangguan berkemih berdasarkan pemeriksaan urodinamik.

    Hasilnya adalah ditemukan dysjunction pattern pada penderita overactive bladder

    (OAB).Sedangkan kondisi psikosomatik sebagai etiologi Overactive Bladder telah

    lama diketahui, dimana pasien memiliki tingkat distres dan ansietas yang tinggi. Sulit

    untuk menetapkan apakah kondisi ini merupakan penyebab atau akibat dari

    Overactive Bladder. 1,12,13,15,16,17,20

    2.3.1. Patofisiologi Overactive Bladder

    Proses miksi melibatkan cortex cerebri,pons, medulla spinalis, sistem saraf tepi

    otonom dan somatik serta inervasi saraf afferen dari traktus urinaria bagian bawah

    dan komponen anatomi dari traktus urinaria bagian bawah itu sendiri. Kelainan dari

    salah satu dari struktur ini dapat menyebabkan OAB. Simtom dari OAB biasanya

    berhubungan dengan kontraksi involunter dari otot destrusor. Aktivitas yang

    berlebihan dari otot destrusor dapat menyebabkan urge inkontinensia, bergantung

    respon dari sfingter.1

    Terjadinya overactive bladder (OAB) disebabkan adanya kontraksi yang berlebihan

    dari otot detrusor secara involunter selama fase pengisian, yang menyebabkan

    adanya urgensi ataupun urge inkontinensia, tergantung pada respon dari otot

    sfingter. Aktifitas yang berlebihan dapat disebabkan oleh faktor otot itu sendiri. Tes

    urodinamik memperlihatkan bahwa separuh dari penderita usia lanjut dengan

    kontraksi otot detrusor yang berlebihan dapat mengosongkan sepertiga isi kandung

    kemih melalui kontraksi otot tersebut secara involunter.1

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Otot detrusor kandung kemih mengandung reseptor kolinergik, reseptor muskarinik

    dan reseptor adrenergik dan . Berdasarkan distribusi reseptor otonom, secara

    teoritis muskarinik agonist efektif untuk meningkatkan kontraksi otot polos dan

    pengosongan kandung kemih. -adrenergic agonist efektif meningkatkan tonus

    uretra dan mengurangi inkontinensia sedangkan -adrenergic agonist efektif dalam

    meningkatkan kapasitas kandung kemih. Sebaliknya antagonis muskarinik efektif

    dalam mengurangi hiperaktivitas kandung kemih dan antagonis efektif dalam

    mengurangi tekanan uretra.1

    Secara farmakologis reseptor muskarinik telah dikenali sebagai M1, M2, M3, M4 dan

    M5. Secara umum reseptor M1 terutama terdapat dalam ganglion dan glandula

    sekretoris, reseptor M2, terdapat dalam miokardium dan otot polos, reseptor M3

    terdapat dalam otot polos dan glandula sekretoris. Reseptor M4 dan M5 terdapat

    dalam berbagai sel di tubuh. Berdasarkan distribusi tersebut, reseptor utama yang

    terdapat pada kandung kemih adalah reseptor M2 (60-80%) dan M3 (20-40%). Tehnik

    kloning molekuler telah mengenal subtipe tambahan reseptor muskarinik lain yaitu

    m1, m2, m3, m4, dan m5 dimana lokasi dan spesifitasnya berhubungan dengan

    reseptor M1, M2, M3, M4, dan M5.1,15,23

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Gambar 6. Mekanisme persarafan efferen secara otonom dalam proses kontraksi

    dan pengisian kandung kemih 1

    Reseptor kandung kemih dan uretra terhadap stimulasi reseptor diperantarai oleh

    kegiatan sistim massenger yang spesifik. Aktivitas reseptor m1, m3 dan m5 akan

    merangsang fosfolipase C dan akan menyebabkan pecahnya fosfatidil inositol

    polifosfat menjadi inositol polifosfat. Inositol-1,4,5-trifosfat (IP3) yang merupakan

    salah satu produk hidrolisis akan menyebabkan pelepasan kalsium intraseluler dari

    retikulum endoplasma dan mengakibatkan kontraksi otot polos. Diasil gliserol

    merupakan produk hidrolisis lain yang akan mengaktivasi kalsium protein kinase

    yang mengakibatkan terjadinya fosforilasi. Stimulasi reseptor m2 dan m4 tidak lepas

    hubungannya dengan membran yang berkaitan dengan protein G1. Stimulasi G1

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • mengakibatkan penghambat adenilsiklase dan penurunan siklik AMP intraseluler,

    aktivasi potassium channel dan menghambat voltase yang tergantung pada calcium

    channel. Stimulasi reseptor 2 seperti halnya terhadap reseptor M2, mengaktivasi

    protein G1 dan menyebabkan inhibisi adenilsiklase. Sebaliknya stimulasi reseptor 1

    tidak berefek pada siklik AMP, tetapi menstimulasi hidrolisis fosfatidil inositol

    polifosfat (seperti halnya pada reseptor M1 dan M3). Aktivasi reseptor adrenergik

    menghasilkan stimulasi adenil siklase dan peningkatan siklik AMP dari ATP.

    Peningkatan siklik AMP yang mengaktivasi siklik AMP protein kinase menyebabkan

    terjadinya fosforilasi. Fosforilasi akan mengaktivasi atau menginaktivasi protein

    spesifik, tergantung respon karakteristik organ target. Berdasarkan basis-intraseluler,

    kontraksi detrusor, seperti umumnya semua otot polos tergantung pada interaksi

    aktin dan miosin melalui fosforilase rantai ringan miosin.1

    Asetilkolin yang berinteraksi dengan reseptor muskarinik pada otot detrusor

    merupakan neurotransmiter saraf perifer utama yang bertanggung jawab atas

    kontraksi kandung kemih. Diantara kelima subtipe muskarinik yaitu M1 dan M5, pada

    manusia secara klinis peranan M3 tampaknya yang paling relevan. Asetikolin

    berinteraksi dengan reseptor M3 mengawali suatu kaskade yang menghasilkan

    kontraksi otot polos. Data dari hasil penelitian yang dilakukan pada kandung kemih

    tikus memperlihatkan bahwa reseptor M2 kemungkinan juga dapat memfasilitasi

    kontraksi kandung kemih.1

    Serabut saraf sensoris A delta yang bermielin mengakibatkan distensi kandung

    kemih secara pasif dan kontraksi kandung kemih secara aktif.. Serabut saraf C

    adalah relatif tidak aktif selama berkemih normal. Beberapa tipe reseptor telah

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • dikenali pada aferen, termasuk reseptor vanilloid, yang diaktivasi oleh capsaicin dan

    mungkin oleh endogenous anandamide; reseptor purinergic (P2X); reseptor

    neurokinin, yang beraksi terhadap substansi P dan neurokinin A; dan reseptor

    reseptor growth factor . Substansi lain termasuk nitric oxide, calcitonin gene-related

    protein, dan brain-derived neurotropic factor juga mempunyai peran penting dalam

    modulasi sensor aferen pada otot detrusor manusia.12 Pemahaman yang lebih baik

    terhadap pengaruh atau peranan yang kompleks dari bermacam macam

    neurotransmiter diatas dan substansi lain yang merupakan derivat dari ureopitelium,

    sel otot detrusor, serabut saraf aferen sendiri hendaknya memberikan suatu target

    terapi yang spesifik dan terbaru sebagai medikamentosa untuk keadaan Overactive

    Bladder.1

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Gambar 7. Mekanisme persarafan sensoris pada kandung kemih.1

    2.3.2. Gejala Overactive Bladder

    Gejala klinis gangguan Overactive Bladder meliputi 1,2,20,21,22,24,25,26,27,28,29

    1. Urgensi

    Keinginan kuat dan tiba tiba untuk berkemih sehingga penderita tidak memiliki

    cukup waktu untuk pergi ke toilet untuk berkemih

    2. Frekuensi

    Penderita dapat berkemih lebih dari 8 kali dalam 24 jam

    3. Nokturia

    Pada malam hari penderita akan lebih sering bangun lebih dari satu kali untuk

    berkemih.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 2.3.3. Faktor Resiko Overactive Bladder10,20,22,30

    Menurut kepustakaan yang merupakan faktor resiko OAB antara lain adalah

    a. Usia

    b. Paritas

    c. Cara persalinan

    d. Indeks Massa Tubuh

    e. Menopause

    f. Riwayat operasi histerektomi.

    Dari hasil penelitian OAB pada wanita di Asia (meliputi 11 negara Asia, yaitu

    Thailand, Philipina, Taiwan, India, Pakistan, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia,

    Indonesia, Singapura, dan Cina) dilaporkan bahwa usia lanjut, riwayat sering

    melahirkan dan riwayat keluarga menderita OAB sering dihubungkan dengan

    peningkatan kejadian gangguan OAB.

    a. Usia

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia wanita sangat berhubungan erat

    dengan inkontinensia urin.Inkontinensia urin merupakan hal yang lazim ditemui

    pada wanita usia lanjut, maka sering dianggap normal dan merupakan hal yang

    tidak terlepaskan pada wanita tua. Prevalensinya meningkat secara progresif

    terhadap umur. Inkontionensia seharusnya dianggap normal dengan

    pertambahan usia, dimana terjadi perubahan pada struktur kandung kemih dan

    struktur pelvic yang disebabkan oleh pertambahan usia yang kemudian

    bermanifestasi menjadi inkontinensia urin.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • b. Paritas

    Persalinan dapat merubah elastisitas dasar panggul sebagai konsekuensi dari

    melemah dan meregangnya otot-otot serta jaringan ikat selama persalinan

    berlangsung. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat laserasi spontan atau

    episiotomi. Akibat dari kejadian ini, akan mengakibatkan gangguan kontraksi

    pada otot sfingter uretra dan kandung kemih.

    c. Indeks Massa Tubuh

    Dari penelitian yang dilakukan oleh Parazzini, Chiaffarino, Lavezzari dan

    Giambanco (2003) menemukan bahwa resiko inkontinensia urin meningkat

    dihubungkan dengan peningkatan massa indeks tubuh. Banyak penelitian

    melaporkan adanya hubungan antara peningkatan berat badan atau peningkatan

    massa indeks tubuh dengan inkontinensia. Menurut Doran dkk, 2001, setiap

    kilogram menambah tekanan terhadap kandung kemih, dimana hal ini menjadi

    kontribusi terhadap kejadian inkontinensia urin. Akibat obesitas dapat

    menyebabkan peregangan kronik dan melemahkan otot-otot dasar panggul, saraf

    serta struktur lainnya di dasar panggul. Hal ini menyebabkan inkontinensia urin.

    Obesitas merupakan faktor resiko independen terhadap kejadian inkontinensia

    urin. Kehilangan berat badan yang berlebihan secara signifikan menurunkan

    kejadian inkontinensia urin pada wanita obese. Namun, obesitas masih menjadi

    faktor resiko yang kontroversial.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • d. Cara Persalinan

    Menurut Rubin (2003), wanita yang menjalani operasi sesar akan lebih sedikit

    menderita inkontinensia urin dibandingkan dengan wanita yang melahirkan

    secara normal.

    Proses kelahiran dapat mempengaruhi elastisitas pada rongga panggul dimana

    terjadi pereganggan otot-otot dan jaringan sewaktu melahirkan. Akibat

    peregangan tersebut dapat merusak saraf pudendal , saraf pelvik, otot serta

    jaringan pelvik sekitarnya yang dapat mempengaruhi kemampuan meregang dari

    sphincter uretra untuk berkontraksi dalam merespon peningkatan tekanan intra

    abdominal. (Morkved, Schei dan Asmund 2003; Viktrup & Lose 2001; Rubin,

    2003).

    e. Histerektomi

    Dalam pemantauan secara sistematik terhadap bukti yang ada, penelitian

    menunjukkan bahwa histerektomi berhubungan dengan inkontinensia urin (Brown

    et al., 2000).Dilaporkan seorang wanita yang mengalami inkontinensia urin

    segera setelah histerektomi. Inkontinensia urin pasca histerektomi dapat

    disebabkan oleh kerusakan saraf sewaktu menjalani prosedur dan gangguan

    muskulofasial pada vesika urinaria di sekeliling dinding pelvik (Hunskaar et al.,

    2000)

    f. Menopause

    Gangguan berkemih sering dijumpai pada wanita menopause. Perubahan atrofi (

    seperti lemak tubuh, kulit dan otot), penurunan kadar estrogen tubuh pada

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • menopause dapat menjadi kontribusi dalam peningkatan kejadian inkontinensia

    urin. Dengan menurunnya kadar estrogen, maka otot-otot detrusor kandung

    kemih menjadi lebih mudah berkontraksi.

    2.3.4. Diagnosis Overactive Bladder

    Diagnosis OAB dapat dibuat berdasarkan.8,12,16,20,30,31,32,33

    1. Anamnesa, meliputi :

    - Mengeksplorasi adanya gejala berupa urgensi, frekuensi & nokturia

    - Gejala lain yang menyertai seperti stress inkontinensia dan prolaps organ

    pelvis.

    - Mengetahui adanya riwayat histerektomi (abdominal maupun vaginal).

    - Mengetahui ada atau tidaknya penggunaan obat obatan.

    - Pola dari intake cairan penderita yang menggunakan catatan harian berkemih

    selama 3 hingga 7 hari.

    - Jumlah pembalut/diapers yang digunakan.

    - Terapi sebelumnya dan keberhasilannya.

    Dimana anamnesa ini terangkum dalam kuesioner standar yang dikeluarkan oleh

    ICS (Internatonal Continence Society), yang memiliki sensitifitas 80% dan

    spesifitas 75%.

    2. Pemeriksaan fisik, meliputi :

    - Pemeriksaan keadaan umum meliputi status vital, berat dan tinggi badan

    - Penilaian neurologi S2, 3, 4

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Pemeriksaan dilakukan dengan rectal touche untuk menilai kontraksi sfingter

    ani. Bila sfingter ani tidak dapat berkontraksi, kemungkinan terdapat kelainan

    neurologi S2, 3, 4.

    - Pemeriksaan abdomen untuk mengevaluasi adanya massa atau

    pengumpulan cairan.

    - Pemeriksaan ginekologi.

    - Tes batuk (tes valsava).

    3. Pemeriksaan urin.

    Urinalisa dilakukan untuk menyingkirkan adanya hematuria, glukosuria, piuria,

    dan bakteriuria.

    4. Daftar harian berkemih

    Dibuat untuk mengetahui frekuensi berkemih, volume urin yang dikeluarkan,

    adanya nokturia atau tidak, dan adanya keinginan berkemih. Lamanya

    pencatatan daftar harian berkemih ini belum ada keseragaman, tetapi Abrams

    dkk menganjurkan untuk melakukan pencatatan selama 7 hari.17 Belakangan ini

    para ahli menganjurkan pencatatan daftar harian berkemih selama 3 hingga 5

    hari saja karena dianggap sudah cukup menggambarkan pola Overactive

    Bladder. Contoh daftar harian berkemih dapat dilihat dibawah ini.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Contoh Daftar Harian Berkemih2,20,34,35

    Kartu catatan buang air kecil hari ke- Tanggal :

    Minum

    Berkemih

    Interval

    waktu

    Jenis Jumlah Berapa

    kali Jumlah

    Keinginan

    kuat

    untuk

    berkemih

    Mengompol

    Kegiatan

    (batuk,

    bersin,

    aktivitas

    fisik,

    hubungan

    seks, dll)

    00.00-

    01.00

    01.00-

    02.00

    02.00-

    03.00

    03.00-

    04.00

    04.00-

    05.00

    05.00-

    06.00

    07.00-

    08.00

    Dst

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 5. Pemeriksaan urodinamik

    Pemeriksaan urodinamik merupakan pemeriksaan baku emas untuk

    mendiagnosis Overactive Bladder. Evaluasi urodinamik terdiri dari cystometri,

    urethral pressure profilometry dan video urodynamic. Wanita yang didiagnosa

    secara klinis melalui kuesioner, pemeriksaan fisik dan daftar harian berkemih

    memiliki nilai akurasi diagnosis 75-80 %. Tes urodinamik akan dilakukan bila

    diagnosis masih diragukan, terapi yang diberikan tidak memperlihatkan hasil yang

    baik atau bila ada rencana terapi operatif.

    Perlu diingat bahwa gejala gejala yang ditemukan pada OAB dapat juga ditemukan

    pada jenis inkontinensia urin terutama pada stres inkontinensia urin (SIU) tipe

    campuran sehingga anamnesis yang teliti perlu dilakukan, karena pengobatan antara

    OAB dan SIU sangat berbeda. Secara klinis perbedaan gejalanya dapat dilihat pada

    tabel 1 di bawah ini.

    Perbedaan overactive bladder (OAB) dengan stres inkontinensia urin (SIU). 36

    Gejala OAB SIU

    1. Urgensi + -

    2. Frekuensi berkemih ( 8x) + -

    3.Keluarnya urin berhubungan dengan

    aktifitas (batuk, bersin) - +

    4. Jumlah urin yang keluar > banyak Sedikit

    5. Berkemih malam hari (nokturia) 2 kali Jarang

    6. Dapat menahan urin sampai ke toilet Tidak Bisa

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 2.3.5. Terapi Overactive Bladder

    Sekitar 15% saja dari penderita OAB yang datang berobat oleh karena berbagai

    alasan. Sebagian besar penderita menganggap bawah keluhan atau gangguan

    berkemih tersebut adalah hal yang wajar yang dialami oleh orang usia lanjut. Alasan

    lain yang juga membuat mereka enggan datang berobat adalah karena rasa

    malu.Penderita OAB biasanya mengatasi masalah tersebut dengan cara sering

    berkemih, mencari dan menghafal lokasi lokasi kamar kecil, membatasi minum,

    menggunakan pakaian yang berwarna gelap, serta menggunakan bantalan atau

    pembalut.12

    Ada 2 macam pilihan terapi diberikan pada penderita OAB yaitu 12

    1. Konservatif

    2. Operatif

    Terapi Konservatif

    1. Farmakoterapi.

    Beberapa obat obatan yang dapat digunakan untuk menghambat kontraksi

    kandung kemih antara lain dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Belakangan ini obat

    yang banyak digunakan adalah tolterodine tartrate (antimuscarinic agent) karena

    dianggap lebih baik dibandingkan oxybutynin (nonselective antimuscarinic agent),

    khususnya dalam hubungannya dengan frekuensi dan keparahan dari efek samping

    obatnya yaitu mulut dan mata kering serta efek with drawalnya yang lebih rendah.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Medikamentosa untuk Overactive Bladder.37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52,53,54,55

    Jenis obat Kemasan Dosis

    Hyocyamine (Levsin)

    antikolinergik

    Tablet (0,125mg),

    kapsul (0,375)

    0,375 mg, 2 kali

    sehari

    Oxybutinin (Ditropan:Ditropan XL)

    antikolinergik + antimuskarinik

    Tablet (5,10mg), sirup

    (5mg/5ml),kapsul (5,10,

    15mg)

    2,5-5,0mg, 3 kali

    sehari(short-

    acting),5-30mg

    perhari(long

    acting)

    Oxybutinin patch (Oxytrol)

    antikolinergik + antimuskarinik

    Transdermal patch

    36mg (1 patch)

    3-4 hari sekali

    Propantheline (Pro-Banthine)

    antikolinergik

    Tablet (7,5 & 15 mg) 15-30mg, 4 kali

    sehari

    Trospium (Sanctura)

    nonselektif antikolinergik

    Tablet (20mg) 2 kali sehari

    Solifenacin (Vesicare) Tablet (5mg,10mg) 5-10mg per hari

    Darifenacin (enablex)

    antimuskrinik

    Tablet (7,5 mg, 15mg) 7,5 -15 mg per

    hari

    Tolterodine tartrate

    (Dertrol, Detrol LA)

    antimuskarinik

    Tablet (1,2mg) , kapsul

    (2,4mg)

    1-2mg, 2 kali

    sehari(short

    acting),4mg

    perhari(long

    acting)

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Imipramin (Toframil)

    antidepresan trisiklik

    Tablet (10,25,50mg) 10-25mg, 3 kali

    sehari

    Botulinum toxin (BOTOX, Dysport) Vial (100 IU, 500 IU) 200-300 IU

    transuretral

    (disuntikkan pada

    10-50 tempat)

    2. Terapi perubahan perilaku.

    Mencakup pengaturan asupan cairan, pembatasan konsumsi makanan dan

    minuman yang mengandung kafein dan bladder training.Bladder drill atau bladder

    training merupakan salah satu modifikasi perilaku yang dapat dilakukan dalam

    menangani Overactive Bladder, baik dengan atau tanpa kombinasi terapi

    farmakologis. Tetapi biasanya pemberian pengobatan dan latihan dilakukan

    bersamaan. 3,6,7 Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal

    dengan tehnik distraksi atau tehnik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6

    hingga 7 kali perhari atau 3 hingga 4 jam sekali dan dilakukan minimal selama 6

    minggu.10,56

    3. Akupunktur

    Dengan menggunakan jarum akupunktur ditempatkan secara bilateral pada kedua

    betis bagian dalam, lipatan lutut bagian luar dan punggung belakang serta pada

    pertengahan perut bagian bawah. Kemudian jarum tersebut diputar searah jarum

    jam, sehingga penderita merasakan sensasi panas dan sensasi meregang,

    kemudian jarum dipertahankan selama 20 menit. Hal ini diulangi setiap minggu

    selama 1 bulan.10,57

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4. Stimulasi elektrik (electrostimulation) 5,10,11

    Dengan menggunakan suatu alat yang kecil dimasukkan ke dalam vagina, melalui

    gelombang elektrik yang dihantarkan menyebabkan otot-otot pelvik berkontraksi.

    5. Mempergunakan inkontinens pads (diaper)

    Diharapkan penderita menggunakan pembalut ketika ingin beraktivitas luar.10,58

    6. Latihan otot dasar panggul (kegal exercise)10,11,12

    Bayangkan bila anda ingin flatus dan bayangkan seolah-olah anda menahan agar

    tidak terjadi flatus. Akan terasa otot dasar panggul bergerak sedangkan otot dan

    paha tidak bergerak,kulit sekitar anus berkontraksi dan seolah-olah anus masuk

    kedalam.

    Terapi operatif

    Terapi operatif untuk mengatasi keadaan OAB antara lain :8,10,11,12,59,60,61,62

    1. Sacral nerve stimulation

    Prinsip dari tindakan ini adalah dengan menghantarkan stimulasi elektrik sehingga

    dapat menginhibisi refleks pada kandung kemih.Alat ini diimplankan secara

    permanen pada serabut saraf S3. Pada awalnya penderita menjalani evaluasi

    serabut saraf perkutaneus, dimana jarum dimasukkan melalui foramen sacral

    dibawah anastesi lokal. Alat ini kemudian terhubungkan dengan stimulator eksternal.

    Bagi penderita yang puas dengan teknik ini dapat dipertahankan secara permanen.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 2. Diversi urin

    Metode ini bertujuan untuk mengalihkan drainase urin dari uretra. Hal ini dilakukan

    dengan cara mengalihkan ureter ke segmen ileum yang kemudian dibuat stoma

    permanen ke kulit.Urin yang terkumpul dialirkan ke kantong urin yang berada di kulit.

    3. Detrusor myectomy

    Metode ini bertujuan untuk memperbaiki fungsi kapasitas kandung kemih dengan

    cara meng-eksisi otot kandung kemih dari fundus kandung kemih sehingga

    meninggalkan divertikel yang lebar secara permanen.Kemudian omentum mayor

    ditarik keluar kemudian dijahitkan pada dinding anterior vesika urinaria.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan studi observasional deskriptif untuk menilai penderita

    Overactive Bladder secara klinik dengan rancangan potong lintang (cross sectional).

    3.2. Tempat dan Waktu

    1. Tempat penelitian dilakukan di RSUP H. ADAM MALIK Medan.

    2. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai bulan Desember 2007.

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1 Populasi Penelitian

    Populasi penelitian adalah paramedis perempuan di RSUP H. ADAM MALIK Medan.

    3.3.2 Besar Sampel

    Untuk memperkirakan jumlah kasus penderita Overactive Bladder di lingkungan

    RSUP H. ADAM MALIK Medan, besarnya sampel didapat dengan rumus :

    n = Z2PQ

    d2

    Prevalensi = 40% P = 0,40

    Q = 1 P = 1 0,40 = 0,60

    Penyimpangan = d = 10% = 0,1

    Interval kepercayaan = 95 % (a = 0,05, Z = 1,96)

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 984.921,0

    60,040,096,12

    2

    == xxn

    untuk memudahkan sampel dibulatkan menjadi 100.

    Tehnik pengambilan sampel adalah simple random sampling.

    Populasi sampel berdasarkan atas catatan dari bagian kepegawaian RSHAM Medan

    lalu dipilih secara komputerisasi

    3.3.3 Kriteria Penerimaan

    1. Paramedis perempuan di RS. H. ADAM MALIK Medan.

    2. Tidak menderita gangguan neurologi maupun diabetes

    3. Tidak dalam keadaan hamil

    4. Tidak dalam terapi overactive bladder

    3.3.4 Kriteria Pengeluaran

    1. Terdapat kelainan organ ginekologi.

    2. Ada riwayat operasi kandung kemih

    3. Tidak bersedia mengikuti penelitian.

    4. Terdapat infeksi saluran kemih

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 3.4. Kerangka Konsep Penelitian

    Overactive Bladder (OAB)

    Menopause Cara Persalinan

    BMI Paritas

    Riwayat Histerektomi Usia

    Kualitas hidup penderita OAB

    Penatalaksanaan OAB

    Diteliti

    Tidak diteliti

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 3.5. Variabel Penelitian

    3.5.1. Variabel Independen

    Variabel independen dalam penelitian ini meliputi:

    a. Usia

    b. Paritas

    c. Cara persalinan

    d. Indeks massa tubuh

    e. Menopause

    f. Riwayat histerektomi

    3.5.2. Variabel Dependen

    Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Overactive bladder (OAB)

    3.6. Bahan dan Cara Kerja

    1. Paramedis perempuan yang bekerja di RSUP H. ADAM MALIK Medan yang

    memenuhi kriteria, yang dipilih secara acak diberikan lembaran kuesioner

    yang terdiri dari beberapa pertanyaan dan dilakukan pengukuran tinggi dan

    berat badan untuk menentukan besarnya nilai indeks massa tubuh (IMT)

    responden tersebut.

    2. Bagi responden yang menunjukkan gejala gejala Overactive Bladder

    berdasarkan hasil kuesioner dilakukan pemeriksaan urinalisa untuk

    menyingkirkan adanya infeksi saluran kemih maupun glukosuria.

    3. Kemudian diberikan lembaran daftar harian kemih (DHB) selama 7 hari untuk

    membuktikan adanya gejala atau pola Overactive Bladder kepada responden

    yang memiliki hasil pemeriksaan urinalisa dalam batas normal (tidak ada

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4. Setelah hari ketujuh, dilakukan pemeriksaan urinalisa ulangan.

    5. Responden yang terbukti mengalami gangguan Overactive Bladder

    selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan adanya kelainan

    organ.

    6. Responden yang terbukti menderita OAB diberikan terapi.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 3.7. KERANGKA PENELITIAN

    RESPONDEN KRITERIA PENERIMAAN

    CURIGA OAB BUKAN OAB (NORMAL, SIU)

    KRITERIA PENGELUARAN KUESIONER

    URINALISA

    NORMAL TIDAK NORMAL

    DAFTAR HARIAN BERKEMIH

    (SELAMA 7 HARI) ISK, GLUKOSURIA

    PEMERIKSAAN FISIK

    DALAM BATAS NORMAL

    TERDAPAT KELAINAN NEUROLOGIS ATAU KELAINAN ANATOMIS YANG LAIN

    OVERACTIVE DETRUSOR IDIOPATIK

    (OAB) a.l. : OVERACTIVE DETRUSOR HYPEREFLEXIA, SIU YANG

    DISEBABKAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAABDOMEN ATAU PENEKANAN MASSA

    RONGGA PELVIK

    URINALISA

    FAKTOR RESIKO : USIA, IMT, MENOPAUSE,

    HISTEREKTOMI, PARITAS, RIWAYAT PERSALINAN

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 3.8. Batasan Operasional

    1. OAB adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya gejala berupa

    urgensi, frekwensi, nokturia, dengan atau tanpa urge inkontinensia dimana

    tidak ditemukan adanya kelainan patologis maupun infeksi saluran kemih.

    2. OAB merupakan salah satu bentuk dari overactive detrusor yang

    penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).

    3. Penegakan diagnosa OAB dilakukan dengan anamnesa yang lengkap,

    pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang seperti urinalisa

    serta pengisian lembar daftar harian berkemih (DHB).

    4. Daftar harian berkemih (DHB) merupakan alat konfirmasi pola gangguan OAB

    yang diisi selama 7 hari oleh seseorang yang mempunyai keluhan gangguan

    berkemih.

    5. Urgensi adalah dimana penderita mempunyai keinginan yang sangat kuat

    untuk berkemih, yang datangnya secara tiba tiba dan sulit untuk ditahan.

    6. Frekuensi berkemih penderita OAB adalah lebih dari 8 kali dalam waktu 24

    jam dan pada malam hari (nokturia) sebanyak 2 kali atau lebih.

    7. Urge inkontinensia adalah adanya dorongan yang sangat kuat untuk berkemih

    dan penderita tidak dapat menahannya sehingga kadang kadang sebelum

    sampai ke toilet urin sudah keluar lebih dulu.

    8. Faktor yang berhubungan dengan timbulnya gangguan OAB antara lain

    adalah usia, paritas, cara persalinan, menopause, indeks massa tubuh, dan

    riwayat operasi histerektomi (total abdominal histerektomi dan subtotal

    abdominal histerektomi).

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 9. Nulipara adalah seseorang yang belum pernah melahirkan, primipara adalah

    bila pernah melahirkan satu kali, multipara adalah bila riwayat melahirkan

    lebih dari satu kali.

    10. Menopause adalah berhentinya haid secara menetap setelah satu tahun

    11. Indeks massa tubuh (IMT) adalah perbandingan antara berat badan dalam

    kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Berat badan normal

    adalah bila IMT antara 18,5 24,9; berat kurang (kurus) bila IMT < 18,5 ;

    berat badan lebih (overweight) bila IMT 25 29,9; sedangkan obesitas bila

    IMT 30.

    3.9. Pengolahan Data

    Seluruh data penelitian ini dicatat pada formulir penelitian yang meliputi data hasil

    anamnesis, hasil pemeriksan fisik dan hasil laboratorium. Data yang telah teruji

    keabsahannya ini diolah dan disusun dalam bentuk tabel distribusi sesuai tujuan

    penelitian. Uji statistik Chi-square dan regresi logistik dengan menggunakan

    perangkat SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 15 dengan tingkat

    kemaknaan 5%.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu tiga bulan yaitu berlangsung sejak bulan

    Oktober hingga Desember 2007. Didapatkan 100 orang responden atau subyek

    penelitian, yang memenuhi kriteria penerimaan, yang terdiri dari paramedis

    perempuan di RSUP H. ADAM MALIK Medan.

    4.1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan faktor resiko OAB

    Karakteristik responden atau subyek penelitian OAB dapat dilihat pada tabel 1 .

    Karakteristik subyek tersebut adalah variabel yang merupakan faktor risiko atau

    faktor yang berhubungan dengan kejadian OAB yaitu antara lain kelompok usia,

    riwayat persalinan, paritas, status menopause, indeks massa tubuh (IMT), dan

    riwayat operasi histerektomi.

    Pada penelitian dengan 100 orang responden ini didapatkan usia terbanyak adalah

    pada kelompok usia dibawah 40 tahun yaitu sebanyak 53 orang (53%).

    Sebagian besar responden pada penelitian OAB ini mempunyai riwayat persalinan

    spontan yaitu sebanyak 73 orang (73%). Yang melahirkan secara seksio sesarea

    adalah sebanyak 12 orang (12%).Persalinan dengan ekstraksi vacum sebanyak 5

    orang (5%). Hanya 10 orang (10%) responden yang belum pernah melahirkan.

    Sebanyak 78 orang (78%) adalah multipara dan responden primipara sebanyak 12

    orang (12%). Responden nullipara sebanyak 10 orang (10%).

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Dari 100 responden penelitian ini terdapat 93 orang (93%) yang belum menopause.

    Hanya 7 orang (7%) yang mengalami menopause.

    Dari seluruh responden, didapatkan sebanyak 60 orang (60%) yang mempunyai IMT

    18,5 24,9 ( normal ), 31 orang (31%) yang mempunyai IMT 25 29,9 (overweight ),

    dan 9 orang (9%) yang mempunyai IMT 30 ( obese ) Dari penelitian ini, tidak

    didapatkan satu orang pun yang mempunyai IMT < 18,5 ( kurus ). Untuk selanjutnya

    pada analisis regresi logistik, IMT ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu,

    kelompok IMT 24,9 (normal dan kurus) dan kelompok IMT 25 (overweight dan

    obese)

    Pada penelitian ini, didapatkan 100 responden (100%) tidak mempunyai riwayat

    operasi histerektomi. Dengan demikian hubungan riwayat histerektomi dan

    gangguan OAB tidak dapat dianalisa secara statistik.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • Tabel 1. Sebaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan faktor resiko

    Karakteristik subjek n %

    Kelompok usia < 40 tahun

    40 49 tahun

    50 55 tahun

    53

    40

    7

    53

    40

    7

    Riwayat persalinan Belum pernah

    Seksio sesarea

    Spontan

    Ekstraksi vakum

    10

    12

    73

    5

    10

    12

    73

    5

    Jumlah anak (paritas) Nullipara

    Primipara

    Multipara

    10

    12

    78

    10

    12

    78

    Status menopause Ya

    Tidak

    7

    93

    7

    93

    Indeks massa tubuh (IMT) < 18,5 (kurus)

    18,5 24,9 (normal)

    25,0 29,9 (overweight)

    30 (obese)

    0

    60

    31

    9

    0

    60

    31

    9

    Riwayat Histerektomi Ya

    Tidak

    0

    100

    0

    100

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4.2. Prevalensi gangguan OAB

    Tabel 2. Prevalensi gangguan OAB

    OAB n %

    Positif

    Negatif

    18

    82

    18

    82

    Sampel penelitian adalah petugas paramedis yang bekerja di lingkungan RSHAM

    yang dipilih secara acak dan didapatkan jumlah sampel atau responden sebanyak

    100 orang. Penegakan diagnosis OAB dilakukan dengan anamnesa(angket standart

    ICS), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan urinalisa serta pengisian daftar harian

    berkemih (DHB) selama 7 hari. Didapatkan sebanyak 18 orang yang menderita OAB

    (18%).

    Angka kejadian secara umum dari overactive bladder ini ditemukan sekitar 20%

    hingga 40% dari seluruh inkontinensia urin. Prevalensi OAB pada wanita di Eropa

    dengan 16.776 responden yang berusia diatas 40 tahun sebesar 17%.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4.3. Sebaran gangguan OAB menurut usia

    Tabel 3. Pengaruh usia terhadap OAB

    OAB

    Ya Tidak Total Usia

    (tahun) n % n % n %

    p

    RP

    95% CI

    < 40

    40 49

    50 55

    5

    9

    4

    9,4

    22,5

    57,1

    48

    31

    3

    90,6

    77,5

    42,9

    53

    40

    7

    100

    100

    100

    0,005

    2,787

    12,8

    0,854-9,096

    2,207-74,221

    Chi-square

    Regresi logistik

    Pada tabel 3 diatas, kelompok usia 40 49 tahun paling banyak mengalami

    gangguan OAB, yaitu 9 orang (22,5%). kelompok usia < 40 tahun, lima orang (9,4%)

    diantaranya menderita OAB. Sedangkan pada kelompok 50 55 tahun yang

    menderita OAB sebanyak 4 orang (57,2%). Secara statistik terdapat hubungan yang

    bermakna antara pengaruh usia terhadap kejadian OAB (p

  • Pada penelitian ini, kelompok usia 50 55 tahun yang mengalami gangguan OAB

    lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok usia 40 49 tahun. Hal ini disebabkan

    karena jumlah responden pada kelompok usia 50 55 tahun jauh lebih sedikit.

    4.4. Sebaran gangguan OAB menurut riwayat persalinan

    Tabel 4. Pengaruh riwayat persalinan terhadap OAB

    OAB

    Ya Tidak Total Riwayat

    persalinan n % n % n %

    p

    RP

    95% CI

    Belum pernah

    SC

    Spontan

    EV

    1

    2

    11

    4

    10

    11,1

    16,4

    80

    9

    16

    56

    1

    90

    88,9

    83,6

    20

    10

    18

    67

    5

    100

    100

    100

    100

    0,003

    1,768

    1,125

    36,0

    0,203-15,403

    0,089-14,202

    1,772-731,562

    Chi-square

    Regresi logistik

    Pada tabel 4. diatas didapatkan riwayat persalinan spontan paling banyak menderita

    OAB sebanyak 11 orang (16,4%), riwayat ekstraksi vakum yang menderita OAB

    sebanyak 4 orang (80%) , riwayat seksio sesarea yang menderita OAB sebanyak 2

    orang (11,1%), dan pada kelompok belum pernah melahirkan yang menderita OAB

    sebanyak 1 orang (10%). Dengan uji statistik didapatkan hubungan yang bermakna

    antara riwayat persalinan dengan terjadinya OAB (p

  • Millard (2001) menyatakan bahwa wanita yang mempunyai riwayat persalinan

    pervaginam mempunyai resiko mengalami gangguan berkemih sebesar 2,5 kali lipat

    dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami persalinan.65

    Louw (2004) melaporkan bahwa partus pervaginam mempunyai resiko yang lebih

    besar (OR=1) untuk terjadinya OAB dibandingkan dengan seksio sesarea

    (OR=0,2).64

    Pada penelitian ini, resiko untuk terjadinya OAB pada persalinan seksio sesarea (RP

    = 1,768) lebih besar dibandingkan dengan persalinan spontan (RP = 1,125), dimana

    seharusnya persalinan spontan memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita

    OAB dibanding seksio sesarea. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini indikasi

    seksio sesarea terbanyak karena persalinan tidak maju.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4.5. Sebaran gangguan OAB menurut paritas

    Tabel 5. Pengaruh paritas terhadap OAB

    OAB

    Ya Tidak Total

    Paritas

    n % n % n %

    p

    RP

    95% CI

    Nullipara

    Primipara

    Multipara

    1

    2

    15

    10

    16,7

    19,2

    9

    10

    63

    90

    83,3

    80,8

    10

    12

    78

    100

    100

    100

    0,768

    1,8

    2,143

    0,139-23,374

    0,252-18,28

    Chi-square

    Regresi logistik

    Pada tabel 5, didapatkan multipara 15 orang (19,2%) yang mengalami

    OAB.Primipara 2 orang ( 16,7 % ) yang mengalami OAB dan Nullipara 1 orang ( 10

    % ) yang mengalami OAB. Secara uji Chi-square tidak didapatkan hubungan yang

    bermakna antara paritas dengan kejadian OAB.

    Hording dkk (1986) menyatakan bahwa paritas tidak berhubungan dengan

    terjadinya inkontinensia urin pada wanita dengan usia 45 tahun. Burgio dkk (1991)

    mendapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara paritas dengan

    kejadian OAB.66,67

    Namun, Millard (2001) menyebutkan bahwa paritas dapat mempengaruhi terjadinya

    gangguan OAB secara signifikan. Goldberg (2003) mendapatkan wanita multipara

    mempunyai resiko 1,46 kali untuk terjadi inkontinensia urin dibandingkan dengan

    primipara. Eason dkk (2004) menyebutkan bahwa multipara jika dibandingkan

    dengan primipara mempunyai resiko sebesar 1,5 kali.65,68,69

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4.6 Sebaran gangguan OAB menurut indeks massa tubuh

    Tabel 6. Pengaruh indeks massa tubuh terhadap OAB

    OAB

    Ya Tidak Total

    IMT

    n % n % n %

    p

    RP

    95% CI

    24,9

    25

    3

    15

    5

    37,5

    57

    25

    95

    62,5

    60

    40

    100

    100 0,0001

    11,4

    3,028-42,921

    Chi-square

    Regresi logistik

    Dari tabel 6. diatas, pada kelompok IMT 25 (overweight dan obese) didapatkan 15

    orang (37,5%) yang menderita OAB, dan pada kelompok IMT 24,9 (normal dan

    kurus) dijumpai 3 orang (5%) yang menderita OAB. Pada uji statistik, didapatkan

    hubungan yang bermakna antara indeks masssa tubuh dengan terjadinya OAB

    (p 35 mempunyai resiko OAB dengan nilai OR 2,5. Dywer

    dkk (1988) melaporkan bahwa obesitas secara signifikan berhubungan dengan

    resiko OAB.63,70,71

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 4.7 Sebaran gangguan OAB menurut menopause

    Tabel 7. Pengaruh menopause terhadap OAB

    OAB

    Ya Tidak Total

    Menopause

    n % n % n %

    p

    RP

    95% CI

    Tidak

    Ya

    14

    4

    15

    57,1

    79

    3

    85

    42,9

    93

    7

    100

    1000,005

    7,524

    1,517-37,311

    Chi-square

    Regresi logistik

    Pada tabel 7. diatas, dari 7 orang yang menopause, 4 diantaranya (57,1%)

    mengalami gangguan OAB. Dari uji statistik, terdapat hubungan yang bermakna

    antara menopause dengan kejadian OAB (p

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    KESIMPULAN

    1. Prevalensi penderita OAB pada paramedis perempuan yang bekerja di

    lingkungan RSUP H. ADAM MALIK adalah 18% (18 orang).

    2. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia,persalinan,IMT,menopause

    dengan terjadinya OAB.

    3. Semakin tua umur seorang wanita semakin besar resiko terjadinya OAB,

    persalinan dengan vakum mempunyai resiko 36 kali lebih besar terjadinya

    OAB dibandingkan wanita yang belum pernah melahirkan. IMT 25

    (overweight dan obese) mempunyai resiko 11,4 kali lebih besar untuk

    terjadinya OAB dibandingkan IMT 24,9 (normal dan kurus). Wanita

    menopause beresiko 7 kali lebih besar terjadinya OAB dibandingkan yang

    belum menopause.

    4. Tidak terdapat yang bermakna antara paritas dengan terjadinya OAB.

    SARAN

    1. Sebaiknya disediakan alat untuk pemeriksaan urodinamik di poliklinik

    uroginekologi RSHAM.

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penatalaksanaan OAB yang

    efektif serta bagaimana kualitas hidup penderita OAB.

    3. Bagi wanita overweight dan obese disarankan untuk mengurangi berat badan

    hingga indeks massa tubuh mencapai normoweight untuk mengurangi resiko

    terjadinya OAB.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • KEPUSTAKAAN

    1. Ouslander JG. Management of Overactive Bladder. The New England Journal

    of Medicine 350, Massachuchet Medical Society, 2004 : 786-99.

    2. Junizaf. Overactive baldder. Dalam makalah yang disampaikan pada

    Simposiun Uroginekologi acara KOGI XI pada tanggal 3 Juli 2000, di The

    Grand Bali Beach Hotel, Denpasar Bali.

    3. Wagg A, Cohen M. Medical therapy for the overactive bladder in the elderly.

    Age and Ageing 31, British Geriatrics Society, 2002 : 241-46.

    4. Irwin DE, Milsom I, Kopp Z, Abrams P, Cardozo L. Impact of overactive

    bladder symptoms on employment, social interactions and emotional well

    being in six European countries. BJU International 97, 2005 : 96 100.

    5. Van Der Pal F, et al. Implant-Driven Tibial Nerve Stimulation in the Treatment

    of Refractory Overactive Bladder Syndrome: 12-Month Follow-up.

    Neuromodulation, Vol.9, Number 2. International Neuromodulation Society,

    2006 : 163 71.

    6. Patel AK, Patterson JM, Chapple CR. The emerging role of intravesical

    botulinum toxin therapy in idiopathic detrusor overactivity. International Journal

    Clin Prac 60, Suppl. 151, Blackwell Publishing Ltd, December 2006 : 27 32.

    7. Kirby M, et al. Overactive bladder : the importance of new guidance.

    International Journal Clin Pract 60, Blackwell Publishing Ltd, October 2006 :

    1263 71.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 8. Rackley R, et al. Incontinence, Urinary : Surgical Therapies. Available at :

    http://www.emedicine.com/med/topic3084.htm

    9. Rackley R, et al. Incontinence, Urinary : Nonsurgical Therapies. Available at :

    http://www.emedicine.com/med/topic3085.htm

    10. Welsh A. Urinary incontinence, the management of urinary incontinence in

    women.RCOG Press, London, 2006 : 46 124.

    11. Treatments for Urinary Incontinence in Women. Available at :

    http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/treatmentsuiwomen/index.htm

    12. Newman DK. Program of Excellence in Extended Care, Understanding

    Bladder Conditions. Diagnostic Ultrasound Corporation, 2006 : 59 81.

    13. Maneefee SA et al. Incontinence, Proplapse, and Disorders of the Pelvic

    Floor. Novaks Gynecology, 13th ed, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia-

    USA 2002 : 645 702.

    14. Cunningham FG. Williams Obstetrics 21st Edition.

    15. Andersson KE. New roles for muscarinic receptors in the pathophysiology of

    lower urinary tract symptoms. BJU International 86, Suppl.2, 2000 : 36 43.

    16. Rackley R, et al. Neurogenic Bladder. Available at :

    http://www.emedicine.com/med/topic3176.htm

    17. Messelink EJ. The overactive bladder and the role of the pelvic floor muscles.

    BJU International 83, Suppl.2, 1999 : 31-35.

    18. The Overactive Bladder. OAB Info. Available at :

    http://www.overactivebladder.ca/

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 19. Gillespie JI. The autonomous bladder : a view of the origin of bladder

    overactivity and sensory urge. BJU International 93, 2004 : 478 83.

    20. University of Texas at Austin, School of Nursing, Family Nurse Practitioner

    Program. Recommendations For Management of Stress and Urge Urinary

    Incontinence in Women. May, 2002.

    21. Drake NL, et al. Nocturnal polyuria in women with overactive bladder

    symptoms and nocturia. American Journal of Obstetrics and Gynecology 192,

    Elsevier Inc., 2005 : 1682 6.

    22. Overactive Bladder Urgency / urge incontinence. The American

    Urogynecologic Society. Available at :

    http://www.augs.org/i4a/pages/index.cfm?pageid=207

    23. Mansfield KJ, et al. Lower Urinary Tract : Molecular characterization of M2 and

    M3 muscarinic receptor expression in bladder from women with refractory

    idiopathic detrusor overactivity. BJU International 99, 2007 : 1433 38.

    24. Van Der Pal F, et al. Percutaneous tibial nerve stimulation in the treatment of

    refractory overactive bladder syndrome : is maintenance treatment

    necessary?. BJU International 97, 2006 : 547 50.

    25. Kelleher CJ, et al. Improved quality of life in patients with overactive bladder

    symptoms treated with solifenacin. BJU International 95, 2005 : 81-5.

    26. Fingerman JS, Finkelstein LH. The Overactive Bladder in Multiple Sclerosis.

    JAOA, vol. 100, No. 3, Supplement to March, 2000.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 27. Artibani W, Cerruto MA. The Role of imaging in urinary incontinence. BJU

    International 95, 2005 : 699 703.

    28. Nitti V, Taneja S. Overactive bladder : achieving a differential diagnosis from

    other lower urinary tract conditions. Int J Clin Pract 59, Blackwell Publishing

    Ltd, Juli 2005 : 825 30.

    29. Yamaguchi O. Defining Clinical Assessment in Overactive Bladder. Int J Clin

    Pract 58, Suppl. 140, Blackwell Publishing Ltd, July 2004 : 4 - 5.

    30. Abrams P, et al. Factors involved in the success of antimuscarinic treatment.

    BJU International 83, Suppl. 2, 1999: 42 47.

    31. Hunskaar S, Burgio K, Clark A, et al. Epidemiology of urinary (ui) and faecal

    (fi) incontinence and pelvic organ prolapse (pop). 2003:255-312

    32. Netti VW, et al. Efficacy and tolerability of Tolterodine extended release in

    continent patient with overactive bladder and nocturia. BJU International 97,

    2006 : 1262 63.

    33. Kato K, et al. Managing patients with an overactive bladder and glaucoma : a

    questionnaire survey of Japanese urologist on the use of anticholinergics. BJU

    Internatonal 95, 2005 : 98 101.

    34. Quinn P, Goka J, Richardson H. Assesment of an electronic daily diary in

    patients with overactive bladder. BJU International 91, 2003 : 647 652.

    35. Cardozo L. The overactive bladder syndrome : treating patients on an

    individual basis. BJU International 99, supplement 3, 2007 : 1 7.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 36. Weiss BD. Selecting Medications for the Treatment of Urinary Incontinence.

    American Academy of Family Physician. Available at :

    http://www.aafp.org/afp/20050115/315.pdf

    37. Finney SM. Antimuscarinic drugs in detrusor overactivity and the overactive

    bladder syndrome: motor or sensory actions?. BJU International 98, 2006 :

    503 7.

    38. Wein AJ, et al. Achieving continience with antimuscarinic therapy for

    overactive bladder: effects of baseline incontinence severity and bladder diary

    duration. BJU international 99, 2006 : 360 3.

    39. Herbison P, er al. Effectiveness of anticholinergic drugs compared with

    placebo in the treatment of overactive bladder: systematic review. BMJ 326,

    2003: 841 4. Available at : http://bmj.com/cgi/content/full/326/7394/841

    40. Best Buy DrugsTM. Evaluating Prescription Drugs Used to Treat : Overactive

    Bladder, Comparing Effectiveness, Safety and Price. Available at :

    www.crbestbuydrugs.org/PDFs/OveractiveBladder-2pager-FINAL.pdf

    41. Dmochowski RR, Starkman JS, Davila GW. Transdermal Drug Delivery

    Treatment for Overactive Bladder. Int Braz J Uro, vol.32(5), 2006 : 513 20.

    42. Odeyemi IAO, et al. Epidemiology, prescribing patterns and resource use

    associated with overactive bladder in UK primary care. Int J Clin Pract,

    Blackwell Publishing Ltd, Vol. 60, 2006 : 949 58.

    43. Wagg AS, et al. Overactive bladder syndrome in older people. BJU

    International 99, 2007 : 502 9.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 44. Chapple CR, Gormley EA. Developments in pharmacological therapy for the

    overactive bladder. BJU International 98, suppl.1, 2006 : 78 87.

    45. Castro-Diaz D. Definig clinical success in overactive bladder. J Clin Pract 48,

    Suppl.140, Blackwell Publishing Ltd, 2004 : 6 7.

    46. Payne CK, Kelleher C. Redefining response in overactive bladder syndrome.

    BJU International 99, 2007 : 101 106.

    47. Haab F, Castro-Diaz D. Persistence with antimuscarinic therapy in patients

    with overactive bladder. J Clin Pract, 59, 2005 : 931 37.

    48. Chapple CR, et al. Solifenacinsignificantly improves all symptoms of

    overactive bladder syndrome. J Clin Pract, 60, 2006 : 959 966.

    49. Overactive bladder. Available at :

    http://www.mayoclinic.com/health/overactive-bladder/DS00827/DSECTION=8

    50. Parsons M, Robinson D, Cardozo L. Darifenacin in the treatment of overactive

    bladder. J Clin Pract, 59, 2005 : 831 38.

    51. Hjlms K, et al. The Overactive bladder in children : a potential future

    indications for tolterodine. BJU International 87, 2001 : 569 74.

    52. Robinson D, et al. A randomized double-blind placebo-controlled multicentre

    study to explore the efficacy and safety of tamsulosin and tolterodine in

    women with overactive bladder syndrome. BJU International, 2007 : 1 6.

    53. Wagg AS, et al. Overactive bladder syndrome in older people. BJU

    International, 99, 2007 : 502 9.

    Ujang Ridwan Permana : Prevalensi Dan Faktor-Faktor Resiko Overactive Bladder Pada Para Medis Perempuan di RSUP..., 2008 USU e-Repository 2008

  • 54. Cruz F, Silva C. Refractory neurogenic detrusor overactivity. J Clin Pract, 60,

    suppl. 151, Blackwell Publishing Ltd, 2006 : 22 26.

    55. Dmochowski R, Sand PK. Botulinum toxin A in the overactive bladd