07.70.0144 dominicus addiea arviannanda bab i

8
  1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk  seafood  merupakan salah satu produk pangan yang mudah rusak (  perishable  food ). Banyak upaya pengolahan  seafood  yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas produk baik secara fisik, kimiawi maupun mikrobiologi. Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik  penggaraman dan pemanasan. Jenis ikan yang biasanya diawetkan melalui proses  pemindangan diantaranya, Bandeng, Tongkol, Kembung, Lemuru, Tawas dan Gurami (Adawyah, 2007). Di daerah Weleri Jawa Tengah dapat ditemukan tempat pemindangan ikan tongkol konvensional dengan proses utama yaitu perebusan dalam larutan garam  jenuh. Metode dipilih berdasarkan acuan metode pemindangan yang secara umum dikenal dan pembuatannya mudah. Ikan tongkol dipilih berdasarkan nilai ekonomis yaitu ketersediaan bahan baku dan ketersediaan pasar. Makanan tradisional diolah dengan cara sederhana dan menggunakan peralatan sederhana. Penyimpanan bahan makanan secara tradisional biasanya menggunakan  bahan pengemas antara lain kelobot jagung, daun pisang, daun jati, daun jambu dan daun bambu (Setyabudi & Broto, 2008). Ikan pindang dikemas dalam suatu anyaman  bambu, yang berukuran besar disebut naya dan yang berukuran kecil disebut besek (Gambar 1). Gambar 1. Pengemasan Pindang Menggunakan Anyaman Naya (a) dan Menggunakan Anyaman Besek (b) (sumber: dokumentasi pribadi) a b

Upload: suryantiwardani

Post on 05-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

07.70.0144 Dominicus Addiea Arviannanda BAB I

TRANSCRIPT

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Produk seafood merupakan salah satu produk pangan yang mudah rusak (perishable

    food). Banyak upaya pengolahan seafood yang bertujuan untuk mempertahankan

    kualitas produk baik secara fisik, kimiawi maupun mikrobiologi. Pemindangan ikan

    merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik

    penggaraman dan pemanasan. Jenis ikan yang biasanya diawetkan melalui proses

    pemindangan diantaranya, Bandeng, Tongkol, Kembung, Lemuru, Tawas dan Gurami

    (Adawyah, 2007). Di daerah Weleri Jawa Tengah dapat ditemukan tempat pemindangan

    ikan tongkol konvensional dengan proses utama yaitu perebusan dalam larutan garam

    jenuh. Metode dipilih berdasarkan acuan metode pemindangan yang secara umum

    dikenal dan pembuatannya mudah. Ikan tongkol dipilih berdasarkan nilai ekonomis

    yaitu ketersediaan bahan baku dan ketersediaan pasar.

    Makanan tradisional diolah dengan cara sederhana dan menggunakan peralatan

    sederhana. Penyimpanan bahan makanan secara tradisional biasanya menggunakan

    bahan pengemas antara lain kelobot jagung, daun pisang, daun jati, daun jambu dan

    daun bambu (Setyabudi & Broto, 2008). Ikan pindang dikemas dalam suatu anyaman

    bambu, yang berukuran besar disebut naya dan yang berukuran kecil disebut besek

    (Gambar 1).

    Gambar 1. Pengemasan Pindang Menggunakan Anyaman Naya (a) dan Menggunakan Anyaman Besek (b) (sumber: dokumentasi pribadi)

    a b

  • 2

    Umur simpan pindang berkisar antara 2-3 hari, dipengaruhi oleh lingkungan

    penyimpanan, transportasi dan display pemasaran di pasar-pasar. Pindang yang telah

    melewati umur simpannya akan mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan

    mikrobiologi sehingga menyebabkan kebusukan. Kerusakan awal pindang terlihat

    dengan ciri-ciri mulai berlendir, lembek, lengket dan baunya tidak sedap (Adawyah,

    2007). Kebusukan yang terjadi akan menurunkan kualitas produk, bila dikonsumsi akan

    menyebabkan gangguan kesehatan karena kandungan kimia berbahaya

    (Trimethylamine, ammonia, dimetilamin) serta adanya keberadaan bakteri pathogen

    antara lain Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea (Pandit et

    al, 2011).

    Rekayasa teknologi dan pengemasan sekunder perlu diupayakan pada proses

    pemindangan dan pengemasan ikan pindang konvensional. Pemanasan dengan steam

    dapat diaplikasikan sebagai pengganti perebusan suhu tinggi pada proses pematangan

    pindang agar dapat mempertahankan nilai nutrisi pindang. Selain itu penggunaan garam

    pada proses pemindangan perlu dikurangi untuk menjaga kualitas protein pada produk

    ikan. Rempah-rempah asli Indonesia memiliki senyawa yang memiliki kemampuan

    menahan pertumbuhan mikroorganisme, antara lain Jahe, Kunyit, Lengkuas dan

    Kluwak. Jahe sehingga dapat dikombinasikan dengan penggunaan garam. Kunyit,

    Lengkuas dan Kluwak memiliki senyawa antimikroba yang dapat menghambat

    pertumbuhan mikroorganisme pada daging dan ikan, sebagai pengawet alami pengganti

    formalin (Purwani & Muwakhidah, 2008). Pengemasan vakum dapat diupayakan untuk

    mempertahankan kondisi kesegaran ikan selama penyimpanan. Pada ikan segar,

    pengemasan vakum mampu meningkatkan umur simpan ikan dari 2 hari hingga

    mencapai 4-5 hari untuk ikan mentah dan 8-10 hari untuk ikan yang telah dimasak

    (Anonim, 2009).

    1.2. Tinjauan Pustaka

    1.2.1. Pindang Ikan Tongkol (Euthynus affinis)

    Ikan Tongkol (Euthynus affinis) merupakan famili Scombroidae merupakan salah satu

    jenis ikan yang sering diolah menjadi ikan pindang. Ciri-cirinya adalah badan

  • 3

    memmanjang, kaku dan bulat seperti torpedo. Termasuk tuna kecil. Mempunyai dua

    sirip punggung (pertama berjari keras 10, kedua berjari lemah 12, diikuti 6-9 jari sirip

    tambahan). Sirip Dubur berjari lemah 13, diikuti 6-9 jari sirip tambahan (Gambar 2)

    (DirJen Perikanan, 1979)

    Tabel 1. Nilai Proksimat Ikan Tongkol Segar

    Parameter Jumlah

    Kadar Air/Moisture content (%) 72,27-73,03

    Kadar abu/Ash content (%) 1,37-1,49

    Kadar protein/Protein content (%) 25,65-25,76

    Kadar lemak/Fat content (%) 1,31-1,42

    TVN (mg N/100g) 8,25-12,00

    (Ariyani, 2001).

    Gambar 2.Ikan Tongkol (Euthynus affinis) (sumber: dokumentasi pribadi)

    Protein yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit

    mengandung kolesterol dan sedikit lemak. Selain itu terdapat berbagai unsure mineral,

    vitamin A dan asam lemak omega-3, yang sangat bermanfaat untuk menangkal berbagai

    penyakit degeneratif (Astawan, 2004 dalam Puspitasari, 2009). Ikan tongkol jika

    dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi

    tidak segar lagi dan jika ikan tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan.

    Keracunan dapat disebabkan oleh kontaminasi bakteri pathogen Escherichia coli,

    Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea (Pandit et al, 2011) dan bakteri

    penghasil histamine (toksin) antara lain Vibrio parahaemolyticus, Bacillus cereus,

    Pseudomonas aeruginosa Proteus mirabilis yang ditemukan pada ikan tongkol segar di

    Muthupettai lagoon (Paramasivam et al, 2007).

  • 4

    Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang

    menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan dilakukan dengan

    merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di

    dalam suatu wadah. Wadah itu digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau

    pemanasan dan sekaligus digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan

    pemasaran (Adawyah, 2007). Ikan pindang merupakan salah satu bentuk semi basah

    yang cepat mengalami kerusakan (perishable food) dan umumnya daya simpannya

    berkisar 2-3 hari (Pandil et al, 1997).

    Pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih

    kompak (Adawyah, 2007). Garam yang digunakan pada proses pemindangan berperan

    sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan pindang. Penggaraman atau

    marinasi ikan dengan garam atau larutan sangat efektif bukan hanya karena efek

    penarikan air oleh garam tetapi juga karena efek sodium klorida sebagai pengawet

    kimia. Garam dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena pengaruh

    tekanan osmosis (Hadiwiyoto, 1995). Konsentrasi garam yang digunakan pada proses

    pemindangan berkisar antara 18% hingga jenuh. Namun penggunaan garam dalam

    pemasakkan dapat menyebabkan protein daging dan protein mikrobia terdenaturasi

    (Hadiwiyoto, 1995). Pemindangan dilakukan dengan perebusan pada suhu tinggi.

    Menurut Frazier & Westhoff (1988) Pemanasan pada suhu 70oC mematikan sebagian

    besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan pathogen.

    1.2.2. Pengawet Alami

    Berdasarkan penelitian Purwani & Muwakhidah (2008) diketahui bahwa penambahan

    ekstrak lengkuas , kunyit, jahe dan kluwak pada daging dan ikan segar dengan kadar

    15% menunjukkan terdapatnya aktivitas hambatan pertumbuhan mikroba oleh senyawa

    tertentu pada jahe, lengkuas, kunyit dan kluwak . Oleh karena itu, lengkuas, kunyit, jahe

    dan kluwak berpotensi sebagai pengawet alami. Lebih lanjut, Purwani dan Muwakhidah

    (2008) menyimpulkan bahwa, pada konsentrasi ekstrak 15% belum efektif

    mengawetkan ikan segar, meskipun terjadi penurunan total jumlah mikroba. Menurut

    Purwani et al (2012) Konsentrasi optimal pada daya hambat mikroba pada daging

  • 5

    adalah 35% untuk kunyit dan jahe, dan 80% untuk lengkuas. Konsentrasi 35% untuk

    semua jenis pengawet sudah menunjukkan adanya daya hambat, meskipun masih kecil,

    sehingga untuk pengembangan penelitian bisa ditambahkan garam 5% untuk

    menguatkan besar daya hambat.

    Komponen antibakteri pada kluwak (Pangium edule Reinw.), Gambar 3a, adalah asam

    sianida, asam hidrokarpat, asam khaulmograt, asam glorat dan tanin. Komponen-

    komponen tersebut dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri pembusuk

    ikan secara in vitro seperti bakteri Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan

    Staphylococcus aureus. Komponen antimikroba berupa senyawa flavonoid pada kluwak

    mampu memperpanjang umur simpan ikan selama 6 hari. (Widyasari, 2006)

    Minyak atsiri dan kurkumin yang terkandung dalam kunyit (Curcuma domestica),

    Gambar 3b, mempunyai sifat antibakteri sehingga kunyit juga berfungsi sebagai

    pengawet dan obat. Kunyit bersifat bakterisidal terhadap beberapa bakteri gram positif

    seperti L. fermentum, L. bulgaris, B. cereus, B. subtilis dan B. megaterium, juga

    antibakteri terhadap E. coli, penyebab diare. (Marwati et al, 1996)

    Penghambatan pertumbuhan sel mikroba oleh komponen fenol atau alkohol, berupa

    minyak atsiri, jahe (Zingiber officinale), Gambar 3c, disebabkan kemampuan fenol

    untuk mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak

    yang terdapat pada dinding sel, karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase

    cair ke fase lemak. Mikroba gram positif lebih efektif dihambat pertumbuhannya oleh

    ekstrak jahe dibandingkan mikroba gram negatif. Hal ini disebabkan karena mikrobra

    gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba.

    Ekstrak jahe dengan konsentrasi 50% telah menunjukkan daya hambat bakteri yang

    efektif dibandingkan dengan konsentrai 60%, dan 70% pada pengawetan ikan nila

    (Oreochromis niloticus) (Purwani et al, 2007).

    Komponen utama pada ekstrak lengkuas (Languas galanga), Gambar 3d, yang memiliki

    kemampuan antimikroba yaitu D,L-1-acetoxylchavicolacetate. Ekstrak ini paling

    sesuai untuk menghambat bakteri Gram-positif dan khamir, terutama golongan

  • 6

    Staphylococcal. Ekstrak etanol lengkuas menyebabkan perubahan pH internal dan

    denaturasi protein di dalam sel serta merusak fungsi membran sitoplasma dari

    Staphylococcus aureus. Komponen D,L-1-acetoxylchavicolacetate ditemukan juga

    pada beberapa tanaman dari family Zingiberaceae seperti jahe, juga pada kunyit dan

    krachai. (Oonmetta-aree et al, 2006).

    Gambar 3. Rempah-rempah sebagai Pengawet Alami; Kluwak (a), Kunyit (b), Jahe (c) dan Lengkuas (d) (sumber: dokumentasi pribadi)

    1.2.3. Pengemasan

    Ikan pindang sebagian besar dijual di pasar lokal dan menggunakan pengemasan

    sederhana. Pengemasan yang baik dapat melindungi bahan pangan dari kondisi

    lingkungan yang berpotensi mengakibatkan adanya cemaran oleh mikroba serta

    kerusakan fisik dan kimia. Dengan semakin majunya teknologi di bidang pengemasan

    maka penggunaan plastik seperti yang diungkapka n Pandit et al (1997), polietilen dan

    polyvinyl chloride (PVC) akan dapat memberikan beberapa keuntungan seperti

    mempermudah pengemasan, mudah diperoleh, harganya relatif murah, higienis dan

    memberikan daya tarik terhadap produk yang dikemas.

    Reduced-oxygen packaging (ROP) biasanya dilakukan dengan menggunakan kemasan

    vakum, yaitu membuang gas yang ada di dalam kemasan. Residu oksigen dalam

    kemasan merupakan kunci utama dalam menentukan kualitas dan umur simpan dari

    berbagai produk makanan. Makanan yang dikemas vakum menyebabkan residu gas

    yang terdapat dalam kemasan menjadi kekurangan oksigen dan kaya karbondioksida

    Residu oksigen yang rendah dapat menjaga kualitas dari berbagai produk makanan

    (Fitzgerald et al, 2001). Kandungan oksigen yang rendah menghambat pertumbuhan

    bakteri aerobik penyebab kerusakan makanan dan kandungan karbondioksida akan

    mengikat air dan membentuk kesetimbangan dengan asam karbonat mengakibatkan

    a b c d

  • 7

    penurunan pH (Welt et al, 2003). Pada umumnya jamur akan tumbuh pada permukaan

    makanan dan bakteri tidak dapat tumbuh dalam kondisi anaerobik. Penggunaan

    kemasan vakum dapat menghambat reaksi kimia dan biologi yang menyebabkan

    kerusakan pada makanan. Mikroorganisme aerobik tidak dapat tumbuh pada saat udara

    di dalam kemasan dikeluarkan, sehingga umur simpan produk menjadi lebih lama

    (Kadoya, 1990 ; Lin & Lin, 2002).

    Pengemasan vakum merupakan pengemasan dengan cara mengeluarkan udara pada

    bahan pangan yang dikemas. Bakteri pembusuk umumnya dapat tumbuh cepat pada

    makanan dengan keberadaan oksigen. Penggunaan pengemasan vakum pada makanan

    dapat memperlambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengemasan vakum biasanya

    menggunakan jenis plastik Linear Low-Density-Polyethylen (LLDPE) (Julianti &

    Nurminah, 2006). LLLDPE akan melunak pada suhu 100oC-105oC tetapi tidak

    terdekomposisi karena pengaruh panas pada suhu hingga 80oC. Tahan udara dingin

    hingga -70oC. Menyediakan laju transmisi uap air yang baik tetapi kurang baik menahan

    oksigen dan karbondioksida. LLDPE mudah untuk disegel (sealing) dan sering

    digunakan sebagai pengemas karena murah (Kadoya, 1990).

    1.2.4. Dampak Cemaran Mikroorganisme

    Produk perikanan rentan terhadap resiko cemaran mikroorganisme dari golongan bakteri

    proteolitik, dikarenakan kandungan protein dari produk perikanan yang tinggi. Menurut

    Fardiaz (1992), bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim proteinase

    ekstraseluler, berperan sebagai pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian

    dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim proteinase di dalam sel,

    tetapi tidak semua mempunyai enzim proteinase ekstraseluler. Bakteri proteolitik dapat

    dibedakan atas beberapa kelompok:

    1. Bakteri aerobik/anaerobik fakultatif tidak membentuk spora, seperti

    Pseudomonas dan Proteus

    2. Bakteri aerobik/anaerobik fakultatif membentuk spora, seperti Bacillus

    3. Bakteri anaerobik pembentuk spora, seperti sebagian spesies Clostridium

    Beberapa bakteri disebut proteolitik asam, yaitu dapat memecah protein sekaligus

    memfermentasi asam, seperti yang dilakukan oleh Streptococcus forcalisfar,

  • 8

    Streptococcus liquefaciens dan M. caseolyticus. Beberapa bakteri bersifat putreaktif,

    yaitu memecah protein secara anaerobic dan memproduksi komponen-komponen

    berbau busuk seperti Hidrogen-sulfida, merkaptan, amin, indol, skatol dan asam-asam

    lemak. Spesies Clostridium, beberapa spesies Proteus, Pseudomonas dan bakteri tidak

    berspora lainnya merupakan bakteri yang bersifat putreaktif.

    Trimethylamine (TMA) merupakan proses reduksi yang terbentuk dalam ikan busuk,

    karena aktivitas berbagai bakteri pada substansi Trimetilamin-Oksida (TMAO).

    Penentuan kandungan TMA merupakan pengukuran aktivitas bakteri dan besarnya

    kerusakan jaringan ikan (Moeljanto, 1992). Trimethylamine, ammonia, dimetilamin

    merupakan basa dari substansi Total Volatile Bases-Nitrogen (TVN), mengandung suatu

    atom dasar nitrogen per molekul dan TVN selalu dinyatakan dengan nitrogen/100g

    jaringan yang sudah mati (Bennion & Hughes, 1975). TVN tidak meningkat banyak

    dalam tahap awal kerusakan tetapi meningkat cepat sehubungan dengan aktivitas

    bakteri. Peningkatan TVN dan TMA selama perusakkan cenderung serupa besarnya

    untuk tiap jenis ikan, sebab TVN dan TMA dihasilkan dari pertumbuhan bakteri dimana

    angka pertumbuhannya yang sangat besar dan tidak bergantung pada jenis ikannya

    (Herschdoerfer, 1986).

    1.3. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui efektifitas ekstrak rempah-rempah (kluwak, kunyit, jahe dan

    lengkuas) sebagai bahan pengawet alami yang dikombinasikan dengan pengemasan

    vakum, untuk memperpanjang umur simpan pindang ikan tongkol. Hasil penelitian

    diupayakan menjadi alternative cara pengolahan pindang ikan tongkol di Weleri, Jawa

    Tengah.