07 187sindrom waardenburg

4

Click here to load reader

Upload: azario-desmilyos-beeh

Post on 25-Jul-2015

102 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 07 187Sindrom Waardenburg

420

TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Waardenburg

Pendahuluan

Sindrom Waardenburg adalah suatu

sindrom yang ditandai oleh berbagai derajat

ketulian dan kelainan pigmentasi pada kulit

dan rambut. Sindrom ini merupakan salah

satu sindrom yang diturunkan secara

autosomal dominan dan ditemukan pada 1,2,33% dari seluruh kasus ketulian pada anak.

Waardenburg adalah seorang dokter mata

yang pertama kali mendeskripsikan seorang

pasien dengan ketulian, dystopia canthorum,

dan kelainan pigmentasi retina pada tahun

1947. Pada tahun 1951, setelah mengiden-

tifikasi pasien lain dengan gejala yang sama,

Waardendurg mengklasifikasi sindrom ini 4sebagai sindrom Waardenburg tipe 1.

Tahun 1971, Arias mendefinisikan sindrom

Waardenburg tipe 2 dengan kelainan yang

sama dengan tipe 1, kecuali dystopia 5canthorum. Kedua tipe ini diturunkan secara

autosomal dominan. Pada perkembangan

selanjutnya, diklasifikasikan 2 tipe sindrom

Waardenburg yang lain, yaitu sindrom Klein-

Waardenburg (atau tipe 3) dan sindrom 1,6Waardenburg-Shah (atau tipe 4).

Karakteristik yang paling sering ditemukan

adalah adanya perbedaan warna iris kedua

mata: satu mata biasanya mempunyai iris

berwarna cokelat dan mata yang lain

berwarna biru. Kadang-kadang ditemukan

perbedaan warna pada satu mata atau 3kedua mata berwarna biru terang.

Mengingat ketulian sering muncul sebagai

salah satu kelainan sindrom ini maka

pemeriksaan pendengaran dan penanga-

nannya, seperti penggunaan alat bantu

dengar dan pemilihan sekolah yang sesuai

untuk perkembangan anak, harus menjadi 1,2,6perhatian.

Kekerapan

Di Amerika Serikat, prevalensi sindrom

Waardenburg diperkirakan 1 per 42.000

penduduk, dengan perbandingan preva-

lensi yang hampir sama pada sindrom

Waardenburg tipe 1 dan 2. Laki-laki dan 1,6perempuan memiliki risiko sama.

abnormal dominan akan menurunkan

kelainan pada anak-anaknya dengan

kemungkinan 50% abnormal dan 50% 3normal (gambar 1).

Patofisiologi

Kelainan pigmentasi dan pendengaran bisa

dijelaskan oleh gangguan diferensiasi

melanosit. Melanosit berasal dari embryonic

neural crest, diperlukan di dalam stria

vaskularis agar koklea berfungsi normal.

Mutasi beberapa gen akan menyebabkan

var ias i k e la inan dan t ipe s indrom 3,6,8Waardenburg.

Kebanyakan kasus sindrom Waardenburg

tipe 1 disebabkan oleh mutasi gen PAX3

yang terletak di kromosom 2q35. Mutasi

PAX3 juga ditemukan pada sindrom

Waardenburg tipe 3. PAX3 adalah suatu

kompleks protein yang mengikat DNA dan 3,6,8mengatur ekspresi gen. Mutasi pada gen

microphthalmia-associated transcription

factor (MITF) di kromosom 3p14.1-p12.3

menyebabkan beberapa kasus sindrom

Waardenburg tipe 2. Kasus lain tipe ini

dihubungkan dengan terjadinya mutasi di 3,6,8kromosom 1p.

Studi membuktikan bahwa gen MITF

berfungsi sebagai faktor transkripsi yang

mengatur gen tirosinase, gen pengatur

biosintesis melanosit; sementara itu,

mekanisme molekular PAX3 masih belum

jelas. Studi Watanabe menunjukkan bahwa 9PAX3 mengaktifkan promotor MITF. Karena

itu, mutasi yang terjadi pada gen PAX3 akan

mempengaruhi regulasi gen MITF dan

secara tidak langsung akan menyebabkan 3,6,8kelainan diferensiasi melanosit.

Sindrom Waardenburg bisa dideteksi pada

bayi baru lahir dengan penapisan (screening)

pendengaran dan adanya kelainan pig-

mentasi. Namun, sindrom Waardenburg

ringan bisa tidak terdiagnosis sampai

diketahui ada riwayat keluarga atau anggota

keluarga yang mendapatkan penanganan

salah satu kelainan sindrom ini, biasanya 1,6terhadap ketuliannya.

Sindrom ini diperkirakan ditemukan pada 2-

3% kasus ketulian kongenital dan sekitar 0,9-

2,8% pada anak-anak bisu tuli. Ketulian

terjadi pada lebih dari 20% kasus sindrom

Waardenburg tipe 1, pada 50% kasus

sindrom Waardenburg tipe 2, dan pada 15-20 3,6% kasus sindrom Klein-Waardenburg.

Pola Penurunan Autosomal Dominan

Pada penurunan autosomal dominan klasik,

setiap orang yang terkena pada suatu garis

keturunan memiliki orang tua yang juga

terkena, yang juga memiliki orang tua yang

terkena, dan seterusnya sampai kelainan

tersebut bisa dilacak atau sampai kejadian

mutasi awal. Pasangan yang memiliki anak

dengan kelainan autosomal dominan, salah

satu biasanya bersifat heterozigot dalam hal

mutasinya dan pasangannya homozigot 7dengan gen normal.

Pola penurunan autosomal dominan dapat 7dijelaskan sebagai berikut:

A/a x a/a ®A adalah gen dominan yang

abnormal

a adalah gen normal

Masing-masing anak dari perkawinan ini

memiliki kemungkinan 50% menerima gen

abnormal dari orang tua yang terkena dan

50% kemungkinan menerima gen normal.

Bila terjadi perkawinan antara dua homo-

zigot dengan gen abnormal, semua

keturunannya akan mempunyai kelainan 7yang sama dan tidak ada yang normal.

Sindrom Waardenburg memiliki pola

demikian: orang tua yang memiliki gen

Andi Dwi Saputra, W. SuardanaBagian / SMF THT-KL Universitas Udayana / RS Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia

a

a

A A/a terkena

a/a normal a/a normal

A/a terkena

a

I-1 I-2

II-2

III-11 III-4 III-12 III-5 III-6 III-13 III-2 III-14

II-3 II-1

III-3

IV-1 IV-4IV-2 IV-5 IV-4IV-3

Gambar 1. Pola penurunan genetik pada sindrom3Waardenburg.

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

Page 2: 07 187Sindrom Waardenburg

421

Sindrom Waardenburg tipe 4 disebabkan

oleh mutasi gen endothelin-3 (EDN3) atau

endothelin-B receptor (EDNRB). Mutasi pada

gen lain menyebabkan penyakit Hirsch-

sprung. Mutasi ini di antaranya terjadi pada

gen SOX10. Gen ini berinteraksi dengan gen 3,6,8PAX3 dalam regulasi gen MITF. Bondurand,

dkk. (2000) menunjukkan terjadinya interaksi

antara PAX3, SOX10, dan MITF dalam

perkembangan pembentukan melanosit

yang akan menyebabkan kelainan pig-

mentasi dan gangguan pendengaran pada 10sindrom Waardenburg.

Manifestasi Klinis

Kelainan klinis pada sindrom Waardenburg

tipe 1 bisa bervariasi meskipun dalam satu

keluarga. Kelainan yang paling sering

muncul adalah tuli sensorineural yang

bersifat kongenital, unilateral maupun

bilateral, dan tidak progresif, dengan derajat 8yang sangat berat (>100 dB).

White forelock adalah kelainan pigmentasi

rambut yang juga sering muncul pada

sindrom Waardenburg tipe 1 (Gambar 2).

Kelainan ini bisa muncul segera setelah lahir

dan biasanya muncul setelah usia remaja.

Kelainan ini dapat hilang setiap saat,

terutama bila terjadi kerontokan rambut.

White forelock biasanya muncul di garis

tengah namun bisa juga di tempat lainnya.

Gangguan hipopigmentasi dapat juga

mengenai alis dan bulu mata. Red dan black

forelock pernah dilaporkan pada sindrom 8Waardenburg tipe 1.

Kelainan lain yang juga sering tampak pada

sindrom Waardenburg tipe 1 antara lain

leukoderma kongenital dan dystopia 8 canthorum. Pada tabel 1, dapat dilihat mani-

11festasi klinis sindrom Waardenburg tipe 1.

11Tabel 1. Manifestasi klinis sindrom Waardenburg tipe 1

Sindrom Waardenburg tipe 2 menunjukkan kelainan yang sama dengan sindrom 8Waardenburg tipe 1, kecuali dystopia canthorum. Pada tipe ini, prevalensi ketulian lebih tinggi.

8Tabel 2. Perbandingan manifestasi klinis sindrom Waardenburg tipe 1 dan tipe 2

Sindrom Waardenburg tipe 3 atau Klein-Waardenburg mempunyai manifestasi klinis seperti

sindrom Waardenburg tipe 1 disertai kontraktur serta hipoplasia otot-otot anggota gerak

tubuh, sedangkan sindrom Waardenburg tipe 4 atau sindrom Waardenburg-Shah disertai 6,8dengan megakolon aganglioner atau penyakit Hirschsprung.

Diagnosis

Pada tahun 1992, Waardenburg Syndrome Consortium mengajukan kriteria diagnosis untuk

sindrom Waardenburg tipe 1. Seseorang didiagnosis sindrom Waardenburg tipe 1 jika

didapatkan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor. Pada tahun 1995, 12Liu dkk. menggunakan kriteria yang sama untuk mendiagnosis sindrom Waardenburg tipe 2.

Seseorang dengan 2 kriteria mayor tanpa dystopia canthorum didiagnosis sindrom 6,8Waardenburg tipe 2 (tabel 3).

6,8Tabel 3. Kriteria diagnosis sindrom Waardenburg.

TINJAUAN PUSTAKA

8Gambar 2. Manifestasi klinis sindrom Waardenburg.

Clinical Findings

Sensorineural hearing loss 57 - 58%

Heterochromia irides 15 - 31%

Hypoplastic blue eyes 15 - 18%

White forelock 43 - 48%

Early graying 23 - 38%

Leukoderma 30 - 36%

High nasal root 52 - 100%

Medial eyebrow flare 63 - 70%

% of Affected Individuals

Clinical Finding

Sensorineural hearing loss

Heterochromia irides

Hypoplastic blue eyes

White forelock

Early graying

Leukoderma

High nasal root

Medial eyebrow flare

% of Affected Individuals

WS1 WS2

57 - 58% 77 - 78%

15 - 31% 42 - 54%

15 - 18% 3 - 23%

43 - 48% 16 - 23%

23 - 38% 14 - 30%

30 - 36% 5 - 12%

52 - 100% 0 - 14%

63 - 70% 7%

Major Criteria Minor Criteria

• Congenital sensorineural hearing loss

• White forelock, hair hypopigmentation

• Pigmentation abnormality of the iris

º Complete heterochromia iridum (irides

of different color)

º Partial/segmental heterochromia (two

different colors in same iris, typically brown

and blue)

º Hypoplastic blue irides, or brilliant blue irides

• Dystopia canthorum, W index >1.95

• Affected first-degree relative

• Skin hypopigmentation (congenital leukoderma) • Synophyrys/medial eyebrow flare • Broad/high nasal root, prominent columella • Hypoplastic alae nasi • Premature gray hair (before age 30 years)

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

Page 3: 07 187Sindrom Waardenburg

422

TINJAUAN PUSTAKA

Dystopia canthorum ditentukan dari Indeks

W yang dihitung berdasarkan jarak antara

kantus medial (a), kantus lateral (c), dan jarak

antar pupil (b) dalam milimeter, dengan

formula berikut:

Diagnosis ditegakkan jika indeks W lebih dari 6,81,95.

Dengan adanya berbagai variasi kelainan

sindrom Waardenburg, kriteria mayor dan

minor sangat berguna untuk menegakkan

diagnosis. Jika hanya ada satu manifestasi

klinis pada setiap anggota keluarga, akan 1menyulitkan diagnosis. Riwayat keluarga

lengkap akan sangat membantu. Tuli

sensorineural kongenital adalah manifestasi

yang hampir selalu menyertai sindrom ini;

karena itu, pemeriksaan audiologi berperan

sangat penting. Skrining audiologi dapat

dilakukan pada bayi dan anak yang orang

tuanya atau keluarganya memiliki riwayat

sindrom Waardenburg, meskipun belum 1tampak manifestasi klinis.

Manifestasi lain, seperti malformasi skeletal

(terutama di lengan dan tangan) pada

sindrom Waardenburg tipe 3 serta penyakit

Hirschsprung pada sindrom Waardenburg

tipe 4, memerlukan pemeriksaan yang lebih 1cermat.

Penanganan

Setelah diagnosis sindrom Waardenburg

d i te g a k k a n , p e n a n g a n a n te r u t a m a

ditujukan untuk kelainan-kelainan wajah

dan ketulian. Pembedahan mungkin

diperlukan untuk mengatasi dystopia

canthorum yang berat. Pada kasus yang lebih

jarang, pembedahan dilakukan untuk

mengatasi palatoskizis, malformasi skeletal, 1,6,8dan penyakit Hirschsprung.

Penanganan optimal memerlukan kerja

sama beberapa bidang ilmu, meliputi gene-

tika, THT, audiologi, bedah plastik, bedah 6tulang, bedah digestif, dan bedah saraf.

Ketulian kongenital menyebabkan masalah

perkembangan individu dan sosial. Deteksi

dan penanganan sedini mungkin memberi-

kan harapan dalam perkembangan individu.

Penggunaan alat bantu dengar adalah salah

satu pilihan sedini mungkin untuk mence-

minggu atau chorionic villus sampling (CVS) 8pada umur kehamilan 10-12 minggu.

Konseling ditujukan untuk menjelaskan

kepada keluarga tentang manifestasi klinis

yang akan muncul; risiko anak akan

mendapatkan sindrom ini dari orang tua 1penderita sindrom ini adalah 50 %.

Kesimpulan

Sindrom Waardenburg adalah suatu

sindrom yang diturunkan secara autosomal

dominan dengan manifestasi paling sering

berupa ketulian sensorineural kongenital

dan gangguan pigmentasi rambut dan kulit.

Dikenal 4 tipe sindrom Waardenburg, yaitu

sindrom Waardenburg tipe 1, tipe 2, Klein-

Waardenburg atau tipe 3, dan Waardenburg-1,4,5,6Shah atau tipe 4.

Sindrom Waardenburg tipe 1 ditandai

dengan ketulian sensorineural kongenital

non-progresif, dystopia canthorum, white

forelock, dan beberapa kelainan minor,

seperti leukoderma kongenital. Sindrom

Waardenburg tipe 2 mempunyai manifestasi

klinis sama dengan tipe 1 tetapi tanpa

dystopia canthorum. Sindrom Waardenburg

tipe 3 disertai malformasi skeletal dan pada

sindrom Waardenburg tipe 4 akan ditemui 1,6,8penyakit Hirschsprung.

Mutasi genetik diduga sebagai penyebab

sindrom Waardenburg. Interaksi antara gen

PAX3, MITF, dan SOX10 menyebabkan

manifestasi ketulian dan gangguan 10pigmentasi.

Penanganan ditujukan pada ketulian dan

memperbaiki kelainan anatomi melalui

pembedahan. Ketulian harus segera

dideteksi dan mendapatkan penanganan 1sedini mungkin.

Konseling genetik bisa dilakukan dan

perhatian ditujukan terhadap pemberian

informasi tentang manifestasi klinis yang

akan muncul dan kemungkinan seorang

anak akan menderita sindrom ini dari orang

tua yang telah menderita s indrom

Waardenburg sehingga kelainan yang harus

ditangani segera bisa menjadi perhatian 1,6,8orang tua dan keluarga.

gah gangguan perkembangan bicara,

bahasa, mental, dan intelektual sehingga 1diharapkan penderita dapat hidup normal.

Evaluasi dan Konseling Genetik

Konseling genetik adalah suatu proses men-

dapatkan informasi dari individu dan keluar-

ga, terutama informasi tentang kesehatan,

pola garis keturunan yang berhubungan

dengan suatu penyakit, dan implikasi suatu

gangguan genetik untuk membantu mereka

dalam membuat riwayat kesehatan dan 1keputusan.

Konseling genetik dilakukan dengan mem-

berikan pertanyaan-pertanyaan kepada

orang tua untuk mencari penyebab ketulian

pada anak dan kemungkinan adanya pola

penurunan genetik. Dibuat riwayat keluarga

lengkap, termasuk pola garis keturunan dan

status kesehatan, terutama adanya gang-

guan pendengaran pada anggota keluarga

yang dapat menjadi manifestasi sindrom 1,8Waardenburg.

Data pemeriksaan audiologi pasien dan ang-

gota keluarga lain dikumpulkan untuk men-

cari kesesuaian pola ketulian dalam keluarga.

Riwayat dan faktor risiko selama prenatal, pe-

rinatal, dan postnatal juga ditelusuri secara

cermat. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk

mendeteksi kelainan yang muncul. Beberapa

pemeriksaan penunjang, seperti radiografi 1dan laboratorium, mungkin diperlukan.

Ketulian kongenital adalah suatu tantangan

bagi konselor karena dalam riwayat keluarga

mungkin didapatkan beberapa kali perka-

winan antara individu tuli. Meskipun ketulian

sering muncul pada beberapa generasi da-

lam keluarga, tetapi kewaspadaan akan ke-

mungkinan ketulian yang diturunkan masih

sangat rendah. Ketulian lebih sering diduga

karena infeksi, trauma bising, dan trauma ke-

pala. Selain itu, pemeriksaan pembuktian ke-

tulian sebagai bagian dari suatu sindrom 1yang diturunkan memerlukan biaya mahal.

Pemeriksaan DNA dapat dilakukan pada

orang tua dan anak untuk mencari kelainan

kromosom penyebab sindrom Waarden-

burg ini. Uji prenatal dapat dilakukan pada

seorang perempuan penderita atau mem-

punyai riwayat sindrom Waardenburg di ke-

luarga. Uji ini dilakukan dengan cara analisis

DNA sel janin yang diambil melalui amni-

osentesis pada umur kehamilan 15-18

X = (2a - 0,2119c - 3,909) / c

Y = (2a - 0,2479b - 3,909) / b

W = X + Y + a/b

CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

Page 4: 07 187Sindrom Waardenburg

423CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA1. Brookhouser PE. Genetic hearing loss. In : Bailey BJ. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 3rd ed, Vol. 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Company, 2001 :

1081-85, 1091.2. Northern JL, Downs MP. Hereditary deafness. In : Hearing in Children. 2nd ed. Baltimore, Maryland: The Williams & Wilkins Co. 1978 : 63-6.3. Morell R, Spritz RA, Ho L, Pierpont J, et al. Apparent digenic inheritance of Waardenburg syndrome type 2 (WS2) and autosomal recessive ocular albinism (AROA). Hum.

Mol. Genetics 1997; 6 ( 5) : 659-64.4. Waardenburg PJ. A new syndrome combining developmental anomalies of the eyelids, eyebrows and nose root with pigmentary defects of the iris and head hair and

with congenital deafness. Am J Hum Genet. 1951; 3: 195-253. 5. Arias S. Genetic heterogeneity in the Waardenburg syndrome. Birth Defects Orig Artic Ser. 1971; 07: 87-101.6. Bason L. Waardenburg syndrome. Emedicine. com. Available May 28, 2006 on http://www.emedicine.com/.7. Thompson MW, McInnes RR, Willard HF. Autosomal Inheritance. In : Genetics in Medicine. 5 th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co, 1991 : 59-66. 8. Milunsky JM. Waardenburg syndrome type 1. GeneReviews.com. Available January 17, 2006 on http://www.genetests.org.com/.9. Watanabe A, Takeda K, Ploplis B. Epistatic relationship between Waardenburg syndrome genes MITF and PAX3. Nat Genet. 1998; 18 ( 3): 283-6.10. Bondurand N, Pingault V, Goerich DE, Lemort N, et al. Interaction among SOX10, PAX3 and MITF, three genes altered in Waardenburg syndrome. Hum Mol Genet. 2000; 9:

1907-17.11. Newton VE. Clinical features of the Waardenburg syndromes. Adv Otorhinolaryngol. 2002 ; 61: 201-8.12. Liu XZ, Newton VE, Read AP. Waardenburg syndrome type II: phenotypic findings and diagnostic criteria. Am J Med Genet. 1995; 55(1) : 95-100.