06 uji sterilisasi

Upload: nurlaila-sukmawati

Post on 12-Jul-2015

1.216 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Percobaan

Menguji sterilitas sediaan obat dan alat kesehatan.

I.2 Prinsip Percobaan

Pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat dengan cara menginokulasikan bahan uji ke dalam media tertentu dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Dasar

Beberapa sediaan Farmasi dan alat kesehatan direncanakan untuk digunakan pada organ tubuh yang memiliki resiko tinggi. Larutan injeksi, infus, tetes mata, tetes telinga, kasa dan benang bedah adalah contoh bahan yang akan digunakan untuk maksud di atas. Cara pembuatan dan penanganan bahan-bahan tersebut haruslah memenuhi ketentuan Farmakope Indonesia edisi terbaru (Edisi IV, tahun 1995), yaitu memenuhi persyaratan Uji Sterilitas. Sediaan harus dikondisikan steril dan selama penyimpanan sediaan masih dijamin kesterilannya.

II.2 Teori Tambahan

Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, seperti bebas dari mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas; bagaimanapun, tujuan utama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Sebuah sediaan baik steril maupun non steril. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namun sediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan [1-4]. Batasan yang paling nyata adalah sifat dasar dari uji sterilitas. Ini adalah uji yang dekstruktif; sehingga, hal ini tergantung pemilihan statistik sampel acak dari keseluruhan lot. Ketidakpastian akan selalu ada selama sampel secara tegas mewakili keseluruhan. Jika diketahui bahwa satu unit dari 1000 unit terkontaminasi (yakni, angka kontaminasi = 0,1%) dan 20 unit disampel secara acak dari 1000 unit, kemungkinan unit yang terkontaminasi dari 20 sampel itu adalah 0,02 [5]. Dengan kata lain, hanya 2% peluang dari yang unit yang terkontaminasi akan dipilih sebagai bagian 20 wakil sampel dari keseluruhan 1000 unit.

Bahkan jika unit yang terkontaminasi satu dari 20 sampel dipilih untuk uji

sterilitas, kemungkinan uji sterilitas akan gagal masih ada untuk mendeteksi kontaminasi. Konsentrasi kontaminan mikroba mungkin saja terlalu rendah untuk terdeteksi selama periode inkubasi atau dapat saja tidak cukup berkembang cukup cepat atau tidak sama sekali karena ketidakcukupan media dan inkubasi. Jika perkembangan mikroba terdeteksi dalam uji sterilitas, maka hal ini dapat mencerminkan pembacaan positif yang salah (false-positive reading) karena masalah kontaminasi aksidental dari media kultur pada saat uji sterilitas berlangsung. Masalah kontaminasi aksidental adalah hal serius, merupakan batasan yang masih tidak dapat dihindari dari uji sterilitas. Food and Drug Administration (FDA) menerbitkan pedoman mengenai prinsip umum dari proses validasi [6]. Konsep umum dan elemen kunci dari proses validasi yang betul-betul dapat diterima oleh FDA telah diuraikan. Titik utama yang ditekankan pada pedoman adalah ketidakcukupan kepercayaan dari uji sterilitas sediaan akhir dalam memastikan sterilitas dari kumpulan sediaan parenteral steril. Arti yang lebih besar harus ditempatkan pada validasi proses semua sistem yang terlibat dalam produksi hasil akhir. Batasan-batasan utama ini menunjukkan bahwa kepercayaan pada pengujian sterilitas produk akhir saja dalam memastikan sterilitas sediaan parenteral dapat mengarahkan kepada hasil yang keliru. Salah satu tujuan validasi pada pembuatan sediaan steril adalah untuk meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga prinsip yang terlibat dalam proses validasi sediaan steril adalah : 1. Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan 2. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap semua unit dari batch sediaan. 3. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji sterilitas sediaan akhir. Validasi sediaan steril pada konteks bab ini akan merujuk pada konfirmasi bahwa sebuah produk telah terekspos proses pembuatan dan khususnya metode sterilisasi yang sesuai menghasilkan batch sediaan yang diketahui memiliki derajat nonsteril.

Uji sterilitas dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenia perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hinga sediaan jadi dan untuk menetapkan apakah bahan atau produk farmasi yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masingmasing monografi bahan atau produk. Untuk menyatakan bahwa perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. Pengerjaan harus dilakukan secara aseptic. Jika tidak dinyatakan lain, inkubasi adalah menempatkan wadah di dalam ruang terkendali secara termostatik pada suhu antara 30 35C selama 24 48 jam. Istilah tumbuh ditujukan untuk pengertian adanya dan kemungkinan adanya perkembangan mikroba viabel Uji batas mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel didalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bhan baku hingga sediaan jadi, dan untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu.Otomatisasi dapat digunakan sebagai pengganti uji yang akan disajikan, dengan ketentuan bahwa cara tersebut sudah divalidasi sedemikian rupa hingga menunjukan hasil yang sama atau lebih baik. Selama menyiapkan dan melaksanakan pengujian, spesimen harus ditangani secar aseptik. Jika tidak dinyatakan dengan lain, jika disebut inkubasi, mak yang dimaksud adalah menempatkan wadah didalam ruangan terkendali secara thermostatik pada suhu antara 30-35C selama 24 jam sampai 48 jam. Istilah tumbuh ditujukan untuk pengertian adanya dan kemungkinan adanya perkembangan mikroba viabel. Uji sterilitas dapat digunakan untuk menetapkan apakah bahan atausediaan farmasi yang harus sterilitas seperti yang tertera disetiap monografi (untuk penggunaan prosedur uji sterlitas sebagai bagian dari pengawasan mutu dipabrik seperti yang tertera pada sterilisasi dan jaminan sterilitas bahan kompendia). Mengingat hasil positif dapat disebabkan oleh teknik aseptik yang salah atau kontaminasi lingkungan pada waktu pengujian diberlakukan pengujian 2 tahap seperti yang tertera pada penafsiran hasil uji sterilitas. Tahap pertama Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi semua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau

pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam

pemantauan fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidakabsah dan dapat diulang. Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama tidak absah, lakukan tahap kedua. Tahap kedua Jumlah spesimen yang diseleksi minimal 2 kali jumlah tahap pertama. Volume minimal tiap spesimen yang diuji dan media dan perioda inkubasi sama seperti yang tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang. Sediaan obat dan alat kesehatan seharusnya bersifat steril, bebas dari kuman. Terutama sediaan obat yang langsung kontak dengan mukosa atau langsung masuk ke aliran darah seperti tetes mata, injeksi, cairan infus, salep mata, dan tablet implant. Demikian juga dengan alat-alat kesehatan seperti kasa, dispossible syringe, dan benang bedah. Standar ini dibuat dengan tujuan agar tidak terjadi infeksi pada pasien yang menggunakan sediaan obat maupun alat kesehatan tersebut akibat kontaminasi kuman patogen. Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, seperti bebas dari mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standar yang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas; bagaimanapun, tujuan utama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain, syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Sebuah sediaan baik steril maupun non steril. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namun sediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan [1-4]. Batasan yang

paling nyata adalah sifat dasar dari uji sterilitas. Ini adalah uji yang dekstruktif; sehingga, hal ini tergantung pemilihan statistik sampel acak dari keseluruhan lot. Ketidakpastian akan selalu ada selama sampel secara tegas mewakili keseluruhan. Jika diketahui bahwa satu unit dari 1000 unit terkontaminasi (yakni, angka kontaminasi = 0,1%) dan 20 unit disampel secara acak dari 1000 unit, kemungkinan unit yang terkontaminasi dari 20 sampel itu adalah 0,02 [5]. Dengan kata lain, hanya 2% peluang dari yang unit yang terkontaminasi akan dipilih sebagai bagian 20 wakil sampel dari keseluruhan 1000 unit.

Bahkan jika unit yang terkontaminasi satu dari 20 sampel dipilih untuk uji sterilitas, kemungkinan uji sterilitas akan gagal masih ada untuk mendeteksi kontaminasi. Konsentrasi kontaminan mikroba mungkin saja terlalu rendah untuk terdeteksi selama periode inkubasi atau dapat saja tidak cukup berkembang cukup cepat atau tidak sama sekali karena ketidakcukupan media dan inkubasi. Jika perkembangan mikroba terdeteksi dalam uji sterilitas, maka hal ini dapat mencerminkan pembacaan positif yang salah (false-positive reading) karena masalah kontaminasi aksidental dari media kultur pada saat uji sterilitas berlangsung. Masalah kontaminasi aksidental adalah hal serius, merupakan batasan yang masih tidak dapat dihindari dari uji sterilitas. Sampel yang dipakai untuk pengujian sterilitas harus mewakili seluruh bets tetapi mencakup semua sampel yang diambil dari bagian bets yang dianggap memiliki resiko kontaminasi paling besar, contohnya : a. Untuk produk produk yang telah diisi secara aseptik, sampel harus meliputi wadah yang diisi pada awal dan akhir bets setelah semua gangguan kerja disignifikan. b. untuk produk produk yang telah disterilisasi secara panas dalam wadah akhirnya, perlu mempertimbangkan pengambilan sample dari bagian isi yang secara potensial paling dingin. Sterilitas produk jadi dipastikan dengan validasi siklus sterilisasi jika produk disterilisasi akhir dan dengan memasukkan media fill untuk produk yang diproses secara aseptic. Dalam pengolahan aseptis, catatan mutu lingkungan perlu diperiksa bersama dengan uji sterilitas. Prosedur uji sterilitas perlu divalidasi

untuk prodok tertentu. Metode Farmakope harus digunakan untuk validasi dan performa ui sterilitas. Untuk produk injeksi, air untuk injeksi, produk antara, dan produk jadi harus dipantau adanya endotoksin menggunakan metode farmakope yang telah ditetapkan dan divalidasi untuk setiap jenis produk. Area bersih untuk pembuatan sediaan steril digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyratkan. Tiap pelaksanaan pembuatan membutuhkan suatu tingkat kebersihan lingkungan yang sesuai dengan tahapan pelaksanaan untuk memperkecil resiko kontaminasi mikrobiologis terhadap produk atau bahan yang sedang ditangani Untuk memenuhi kondisi saat beroperasi area kerja harus dirancang untuk mencapai suatu tingkat kebersihan udara tertentu dalam keadaan yang ditempati saat istirahat. Saat istirahat adalah keadaan ketika instalasi telah selesai dan peralatan telah di pasangdan dioperasikan. Untuk pembuatan sediaan farmasi steril dibedakan atas empat tingkat yaitu sebagai berikut: 1. Tingkat A : zona lokal untuk pelaksanaan yang beresiko tinggi. Contohnya pembuatan dan pengisiian koneksi aseptis. Umumnya kondisi tersebut dilengkapi dengan lingkungan kerja aliran laminar atau LAF. Sistem LAF harus memberikan kecepatan udara yang homogen sekitar 0,45 m/detik kurang lebih 20% pada posisi kerja. 2. Tingkat B : dalam penyiapan dan pengisian yang aseptis, tingkat B merupakan lingkungan latar untuk zona tingkat A. 3. Tingkat C dan D : area besih untuk melaksanakan tahap yang kurang penting dalam pembuatan produk steril

BAB III METODE PERCOBAAN

III.1 Bahan Percobaan

1. Media SDA. 2. Media NA. 3. Sediaan salep, ampul, kasa steril dan kasa tidak steril.

III.2 Alat Percobaan

1. 6 buah cawan petri. 2. Pipet media. 3. Bunsen. 4. Pipet steril. 5. Spatel. 6. Pinset 7. Kaca arloji

III.3 Prosedur Kerja

III.3.1. Sediaan Cair

1. Disiapkan sediaan cair yang akan diuji kesterilannya (injeksi), media NA dan SDA, 1 pipet steril 1 ml, 1 pipet media steril (kerjasama 2 kelompok), 2 cawan petri . 2. Pipet @ 1 ml sediaan uji, masukkan kedalam 2 cawan petri. 3. Tambahkan cawan-1 dengan 15 ml media NA dan cawwan-2 dengan 15 ml media SDA. 4. Geser memutar cawan diatass meja hingga homogen dan lakukan prainkubasi pada suhu kamar selama 30 menit.

5. Inkubasi cawan Na pada suhu 35-37C dan cawan SDA pada kamar, keduanya selama 4 hari. 6. Dilakukan pengamatan dengan teliti, catat perubahan yang terjadi.

III.3.2. Sediaan padat (kasa steril dan tidak steril)

1. Disiapkan 1 media pelat NA, 1 media pelat SDA, kasa steril dan kas atidak steril (@ ukuran 2x1 cm), pinset, gunting. 2. Media pelat dibagi menjadi 2 bagian area dengan cara menarik garis batas pada dasar cawan petri dengan spidol marker. 3. Flambir gunting dan pinset, kemudian jepit dan gunting kasa steril dan tidak steril dengan ukuran seperti diatas. 4. 1 potongan kasa steril diletakkan diatas media NA, juga diatas media SDA. 5. Sisi kedua media NA dan SDA diletakkan kasa tidak steril. 6. Inkubasi media NA pada suhu 35-37C dan media SDA pada suhu kamar, keduanya selama 4 hari. 7. Dilakukan pengamatan dan catatlah perubahan yang terjadi.

III.3.3. Sediaan Semi-Solida

1. Disiapkan 1 media pelat NA, 1 media pelat SDA,salep. 2. Diberi lubang tepat ditengah-tengah sebagai lubang perforasi menggunakan alat pelubang. 3. Salep ditimbang sebanyak 202 mg (@ media) diatas kaca arloji. 4. Salep tersebut dimasukkan kedalam media dengan menggunakan spatel. 5. Inkubasi media NA pada suhu 35-37C dan media SDA pada suhu kamar, keduanya selama 4 hari. 6. Dilakukan pengamatan dan catatlah perubahan yang terjadi.

BAB IV HASIL PERCOBAAN dan PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

Gambar Hasil Percobaan

Penjelasan

Gambar media SDA yang telah diberi sediaan injeksi sebelumnya. Dalam media ini tumbuh kapang dan khamir. Hal ini menunjukan bahwa dalam sediaan injeksi yang seharusnya dalam keadaan steril masih mengandung jamur yang

seharusnya tidak ada .

Gambar media NA yang telah diberi sediaan injeksi sebelumnya. Dalam media ini tumbuh bakteri yang cukup banyak. Hal ini menunjukan bahwa dalam sediaan injeksi yang seharusnya dalam keadaan steril masih mengandung bakteri.

Gambar media SDA yang telah dilubangi ditengah dan diberi sediaan semisolid yang berupa salep. Dalam media ini tumbuh kapang dan khamir. Hal ini menunjukan bahwa dalam salep yang seharusnya dalam keadaan steril masih mengandung jamur yang seharusnya tidak ada.

Gambar media NA yang telah dilubangi ditengah dan diberi sediaan semisolid yang berupa salep. Dalam media ini tumbuh kapang dan khamir. Hal ini menunjukan bahwa dalam salep yang seharusnya dalam keadaan steril masih mengandung jamur yang seharusnya tidak ada.

Gambar media SDA yang telah diberi kasa steril dan tidak steril . Dalam media ini tumbuh jamur pada bagian kasa yang tidak steril. Hal ini menunjukan bahwa jamur akan tumbuh jika dalam keadaan tidak steril. Sedangkan pada kasa yang steril tidak tumbuh kapang maupun khamir. Gambar media NA yang telah diberi kasa steril dan tidak steril . Dalam media ini tumbuh bakteri pada bagian kasa yang tidak steril. Namun bakteri menyebar sampai ke kasa yang steril mungkin dikarenakan terjadi kontaminasi antara kasa steril dan kasa tidak steril karena terdapat dalam satu cawan. Hal ini menunjukan bahwa bakteri akan tumbuh jika dalam keadaan tidak steril.

Sedangkan pada kasa yang steril tidak tumbuh bakterinya .

IV.2 Pembahasan

Pada percobaan kali ini kami melakukan uji sterilitas pada sediaan cair, kasa dan sediaan semisolid. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah : 6 buah cawan petri, 1 buah pipet media, 2 buah bunsen, 1 buah pipet steril, 2 buah spatel, 1 buah pinset, dan 1 buah kaca arloji. Semua media dan alat yang digunakan harus dalam keadaan steril agar tidak terjadi kontaminasi pada media yang akan diuji. Pada percobaan uji sterilitas sediaan cair pertama kita memasukan masingmasing 1 ml cairan injeksi pada kedua cawan petri. Setelah itu dimasukkan media NA dan SDA pada masing-masing cawan petri sebanyak 15 ml. Lalu lakukan prainkubasi pada suhu ruangan selama 30 menit sampai media beku. Media yang sudah beku dibungkus dengan kertas coklat dan diinkubasi didalam inkubator selama 4 hari . Untuk media NA diinkubasi didalam inkubator dalam suhu 37C. Untuk media SDA diinkubasi di inkubator kayu dengan suhu 25C. Setelah diinkubasi selama 4 hari kita dapat melihat hasil dari uji sterilitas pada sediaan cair tersebut yaitu ternyata tumbuh bakteri pada media NA dan juga tumbuh kapang pada media SDA. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada sediaan injeksi tidak steril yaitu terdapatnya bakteri dan kapang. Pada percobaan uji sterilitas pada kasa kami menguji perbandingan antara kasa yang sudah disterilkan dengan kasa yang belum steril yang di uji pada media NA dan SDA. Proses pengerjaan percobaan ini dilakukan pada LAF agar tidak terjadi kontaminasi pada kasa dan media yang sudah steril. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan cara menaruh media NA daan SDA pada cawan petri yang berbeda sebanyak masing masing 15ml. Setelah media menjadi padat maka cawan diberi garis menjadi 2 bagian yang sama satu sisi disimpan untuk kasa yang sudah steril dan satu sisi lagi untuk kasa yang belum steril pada masing masing media. Lalu dilakukan pra-inkubasi pada suhu ruangan selama 30 menit sampai media beku. Media yang sudah beku dibungkus dengan kertas coklat dan diinkubasi didalam inkubator selama 4 hari . Untuk media NA diinkubasi didalam inkubator dalam suhu 37C. Untuk media SDA diinkubasi di inkubator kayu dengan suhu 25C. Setelah diinkubasi selama 4 hari maka kita dapat melihat hasil

dari uji sterilitas bahwa pada media SDA tumbuh kapang dan khamir di bagian kasa yang belum steril sedangkan di bagian kasa steril tidak tumbuh mikroba apapun. Sama halnya pada media NA dibagian kasa tidak steril tumbuh bakteri sedangkan pada kasa steril sebenarnya tidak tumbuh bakteri namun

terkontaminasi oleh kasa tidak steril sehingga bakteri menyebar sampai tempat kasa steril hal tersebut dikarenakan kasa steril dan kasa tidak steril berada dalam satu cawan petri. Pada percobaan uji sterilitas sediaan semisolid pertama kita memasukan masing-masing media NA dan SDA pada cawan petri sebanyak 15 ml. Diamkan media sampai beku lalu lubangi pada tengah media menggunakan alat pelubang. Timbang masing-masing 200 mg salep untuk media NA dan SDA dan masukan ke lubang pada media tersebut. Lalu lakukan pra-inkubasi pada suhu ruangan selama 30 menit . Media yang sudah beku dibungkus dengan kertas coklat dan diinkubasi didalam inkubator selama 4 hari . Untuk media NA diinkubasi didalam inkubator dalam suhu 37C. Untuk media SDA diinkubasi di inkubator kayu dengan suhu 25C. Setelah diinkubasi selama 4 hari kita dapat melihat hasil dari uji sterilitas pada sediaan cair tersebut yaitu ternyata tumbuh bakteri pada media NA dan juga tumbuh jamur pada media SDA. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada sediaan semisolid yang berupa salep tidak steril yaitu terdapatnya bakteri dan kapang.

BAB V KESIMPULANPada praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan farmasi yang seharusnya dalam keadaan steril. Pada salep dan injeksi terdapat kapang dan bakteri sehingga sediaan tersebut tidak benar-benar dalam keadaan steril. Pada cawan yang berisi media SDA kasa steril tidak ditumbuhi oleh kapang dan khamir, sedangkan kasa tidak steril ditumbuhi banyak kapang dan khamir. Pada cawan NA, baik kasa steril maupun tidak steril ditumbuhi oleh bakteri yang menyebar keseluruh permukaan cawan. Hal tersebut dikarenakan kontaminasi udara dari luar dan hanya menggunakan 1 buah cawan yang sama untuk kasa ste ril dan tidak steril.

DAFTAR PUSTAKA1. http://pabballe.blogspot.com/2008/06/filecdocuments20and20settingsdr.ht ml 2. Depkes R.I. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan 3. Martin A, 1993. Farmasi Fisik. Jilid II. Edisi ke-3. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 4. Ansel H, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Universitas Indonesia Press. Jakarta 5. D.I.. Magrath.2007.Pemastian Mutu Obat Kompendium Pedoman dan bahan bahan terkait vol 2.EGC 6. D.I.. Magrath..2007. Pemastian Mutu Obat vol 1.EGC. 7. Siregar, J.P. Charles. 2004. Farmasi Rumah Sakit.EGC