05_bab_5_pembahasan_kua_8c_1
TRANSCRIPT
108
BAB V ANALISIS DATA DAN PROPOSISI
5.1. Analisis Data
Hasil pengumpulan data terdiri dari dua macam, yaitu: hasil pengumpulan
angket dari para responden dan wawancara dengan para informan. Pengolahan
menggunakan mixed methods, terdiri dari pendekatan kuantitatif menggunakan
statistik uji Analisis Faktor dan digunakan untuk mendukung pendekatan
kualitatif. Penelitian ini juga digunakan untuk merancang pengembangan model
rencana strategik dengan menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
Desain penelitian (Bab III) memperlihatkan hasil analisis kuantitatif
menggunakan Analisis Faktor dan diperoleh 5 (lima) faktor dominan dari 15 (lima
belas) variabel penelitian. Faktor dominan ini digunakan untuk mendukung
analisis kualitatif dan menghasilkan 5 (lima) proposisi. Integrasi dari kedua hasil
analisis ini (pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif) diperoleh proposisi
utama yang merupakan hasil dari pendekatan mixed method.
5.1.1. Pendekatan Kualitatif
Pembahasan hasil pengumpulan data dan fenomena yang diperoleh dari
para informants, laman internet, dan laporan dari beberapa institusi dan individu
yang perhatian terhadap BBN dan pengkategorian diperoleh proposisi dan
perancangan rencana strategik (Gambar 5.1).
109
Gambar 5.1 Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif
5.1.1.1. Kategori dan Proposisi
Hasil pembahasan dengan menggunakan pendekatan kualitatif diperoleh 5
(lima) kategori yang menjadi fokus penelitian (Creswell, 2007: 131), yaitu:
a. Teknologi Pemrosesan yang Ramah Lingkungan
Teknologi dapat didefinisikan sebagai semua pengetahuan, produk (barang
dan/atau jasa), pemrosesan, peralatan, metode, dan sistem yang dipakai di
dalam “penciptaan” barang atau jasa (Khalil, 2000: 1). Secara sederhana
teknologi merupakan cara seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Sedangkan
pemrosesan adalah perubahan yang dikenakan terhadap sistem.
Pemrosesan bahan baku (misal: biji jarak pagar, jagung, kelapa sawit,
singkong, biji bintaro, tetes tebu dan yang lain) menjadi BBN, diperlukan
pemilihan teknologi pemrosesan yang akan digunakan secara tepat guna,
memiliki efisiensi yang tinggi, dan produk yang dihasilkan adalah ramah
terhadap lingkungan atau dapat mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.
b. Perbaikan Regulasi
Kepastian regulasi yang berkaitan dengan bea masuk barang modal yang
diimpor dari negara lain serta insentif (dalam bentuk pembebasan pajak dan
STUDI LITERATUR
FENOMENA • PROPOSISI
• DESAIN RENCANA STRATEGIK
110
keringanan tarif energi) atau kemudahan pengurusan perijinan yang diberikan
kepada individu atau kelompok ataupun perusahaan yang memproduksi BBN.
Regulasi tentang harga keekonomian produk jadi BBN dan regulasi tentang
kepastian penggunaan dan luhan lahan untuk penanaman benih serta budi daya
tanaman untuk produksi BBN. Apakah memungkinkan ditinjau kembali tentang
subsidi yang sangat besar untuk BBM secara berangsur-angsur dihilangkan?
Karena salah satu penghambat untuk memroduksi BBN adalah murahnya harga
BBM (subsidi) selain penggunaan energi yang boros (Partowidagdo, 2009: 398).
c. Peningkatan Dukungan Keuangan
Dukungan keuangan atau pendanaan dari pemerintah dalam bentuk
subsidi yang diberikan sangat diperlukan apabila harga BBM masih lebih murah
(dijual dengan di bawah harga keekonomian) dari biaya produksi BBN. Subsidi
adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang
memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya
dapat dijangkau oleh masyarakat (UU no. 10 tahun 2010 pasal 1 ayat 16).
d. Perbaikan Saluran Distribusi
Saluran distribusi memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-
hari dalam masyarakat dan produsen. Dengan adanya saluran distribusi yang
baik dapat menjamin ketersediaan bahan baku dan produk BBN yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Tanpa ada distribusi, produsen akan kesulitan untuk
memasarkan produknya dan konsumen pun harus bersusah payah mengejar
produsen untuk dapat menikmati produknya.
Saluran distribusi adalah suatu jalur perantara pemasaran baik transportasi
maupun penyimpanan suatu produk barang dan jasa dari tangan produsen ke
111
tangan konsumen. Jaringan yang sudah ada, bisa melalui SPBU atau membuat
jaringan baru, berupa koperasi.
e. Ketersediaan Bahan Baku
Tetes tebu (molasses) – merupakan produk sampingan dari pabrik gula
dan merupakan salah satu bahan baku untuk memroduksi bio-ethanol. Produksi
nasional tetes tebu sekitar 1,4 juta liter per tahun, dan sebagian besar diekspor,
sisanya untuk memproduksi spiritus dan MSG (Monosodium Glutamate/bumbu
masak).
Produksi biji kelapa sawit atau CPO (minyak kelapa sawit) cukup melimpah
di Indonesia tetapi sebagian besar diekspor ke negara lain dan hampir
kepemilikan lahan adalah investor asing, sehingga kepastian pasokan bahan
baku untuk memroduksi BBN perlu diberikan jaminan oleh pemerintah.
Pemilahan antara food, feed, and energy (makanan manusia, makanan ternak
dan energi) perlu dilakukan sehingga produsen dapat memperoleh bahan baku
dengan jumlah yang sesuai dan harga yang stabil. CPO masih menjadi
perdebatan antara bahan baku pangan dan non pangan.
Bahan baku yang lain adalah biji jagung, singkong, jarak pagar dapat
diusahakan dengan penanaman di lahan yang non produktif atau lahan kering
yang masih sangat luas.
5.1.1.1.1. Teknologi Pemrosesan yang Ramah Lingkungan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam pemilihan teknologi
pemrosesan yang ramah lingkungan antara lain: spesifikasi peralatan, harga
yang kompetitif, kekuatan atau umur pakai (physical life), kapasitas produksi,
ketersediaan suku cadang, kemudahan untuk pemeliharaan, tersedianya buku
pedoman (manual book), kualitas, legalitas dan kredibilitas vendor atau pemasok
112
(supplier), ketersediaan teknologi tersebut di sekitar lokasi pemrosesan dan
pelayanan purna jual serta pelatihan. Bila memungkinkan variasi merek atau
spesifikasi peralatan yang akan digunakan (misal: peralatan yang akan diimpor)
tidak terlalu banyak sehingga memudahkan untuk mempelajari dan dana yang
digunakan untuk persediaan suku cadang tidak terlalu banyak dan membutuhkan
dana yang besar. Penuturan bapak SUT (key person) mantan Plant Manager di
salah satu perusahaan di Surabaya (anak perusahaan Power Plant terbesar di
USA) yang bergerak di bidang power and energy dan manajer operasi di PT
ZUG-Jakarta, sebagai berikut:
Periode perkembangan industri teknologi di bidang Power Generator/Plant ada 3 periode: 1. Periode I Proses Pengenalan teknologi (1970-1980); 2. Periode Pembelajaran Teknologi (1980:1990); dan 3. Periode Pemanfaatan Local Content (1990-2000). Perkembangan industri teknologi di bidang Power Generator/Plant agak terlambat (rasio kelistrikan di Indonesia sekitar 60%) sehingga tidak bisa mengantisipasi kebutuhan energi (listrik), baik untuk kebutuhan masyarakat dan rumah tangga ataupun industri. Energi adalah salah satu infrastruktur yang bagi investor ingin investasi di Indonesia, sehingga tentunya Pemerintah sangat berkepentingan dan segera mengusahakan pembangunan energi untuk mendatangkan investor dan akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Semua ini (teknologi) bisa anda kuasai (oleh orang Indonesia) asal anda punya pemikiran “doing the things right” artinya melakukan sesuatu yang benar dengan benar. Berbagai kegiatan (dengan menggunakan teknologi tinggi) telah banyak dilakukan atau dibuat di Indonesia dan yang dulu merupakan “mimpi yang belum tercapai”.
Lakukan pelatihan terhadap orang-orang di daerah untuk mengoperasikan dan merawat peralatan pembangkit energi dan suatu saat putra daerah tersebut diberikan pelatihan untuk melakukan tune-up dan bagaimana dapat mengoperasikan peralatan secara efisien, serta dapat mengoperasikan peralatan agar polusi yang dihasilkan minimal/berkurang. Ada insentif dari pemerintah (PT PLN) bila perusahaan memperhatikan cos ǿ dengan menggunakan capacitor bank atau inverter atau converter (yang dipasang pada mesin produksinya) yang bisa menghemat energi sampai sebesar 40%. Peningkatan kebutuhan energi sekitar 10% per tahun. Teknologi dan sistem di DEN banyak belajar dari tenaga ahli dari luar negeri
113
dan dalam negeri dan sudah bergerak di bidang pembangkit listrik selama 15 tahun (yang telah memiliki Code yang berisi tentang design, plan, evaluation, quality, documentation, standard operating procedure, testing material, dll). Beberapa mesin produksi menggunakan capacitor bank yang berfungsi untuk menghemat energi yang digunakan sampai 40%.
Penuturan yang disampaikan bapak SUT menyiratkan tentang
perkembangan teknologi industri di bidang energi, kebutuhan energi, investor,
teknologi tinggi, penghematan energi dan insentif, pengoperasian peralatan
secara efisien dan teknologi yang ramah lingkungan.
Penghematan energi dan efisiensi penggunaan energi berdampak
langsung terhadap pengurangan emisi/gas buang atau ramah terhadap
lingkungan. Lebih lanjut penuturan yang disampaikan bapak LS sebagai pejabat
di lingkungan Dirjen EBTKE-KESDM (Direktorat Jenderal Energi Baru
Terbarukan dan Konservasi Energi – Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral) menyiratkan bahwa Pemerintah ikut terlibat di dalam pengaturan atau
mitigasi (penghingdaran) tentang penggunaan energi fosil yang kurang ramah
terhadap lingkungan.
Permasalahan energi, kita (pemerintah) tidak ada effort (usaha) yang tertulis dan terencana untuk mengatur bagaimana menangani pengurangan emisi/gas buang dari industri, transportasi, rumah tangga dan gedung komersial. Penggunaan non EBT/fossil energy memerlukan upaya-upaya secara terprogram dan perlu disiapkan regulasinya. Kalau di Kementerian Kehutanan ada REDD (Reducing emission from Degradation and Deforestation), maka Dirjen EBT bisa analogi untuk pengendalian emisi – kita bikin REFF Burn (Reducing emission from Fossil Fuels burning). Kita akan membesarkan EBT dengan melakukan mitigasi emisi atau GRK (Gas Rumah Kaca). Kalau ada upaya pengembangan EBT maka emisi atau GRK akan berkurang, kegiatan ini akan lebih bermanfaat sebagai bahan untuk menyusun regulasi. Regulasi yang baru akan berisi: Pertama adalah penyediaan demonstrating facilities untuk pengurangan kadar Carbon dari pembakaran non EBT dengan membuat demo-plant. Kedua adalah menyusun aturan atau pedoman yang dinamakan REFF Burn (membahas
114
tentang pre-combustion, during combustion and post combustion). Sampai sekarang belum ada plan untuk mengatur EBT. Aliran yang bukan lingkup Dirjen EBT, tetapi masuk dalam kegiatan organisasi yang baru (EBT dibentuk 24 Agustus 2010 dari LPE/Listrik dan Pemanfaatan Energi) adalah membahas tentang efisiensi energi dan ke-energi-an secara keseluruhan juga teknologi energi bersih, berarti tidak saja meliputi EBT.
Penuturan yang disampaikan bapak LS menyiratkan tentang pengurangan
emisi gas buang, mitigasi penggunaan energi fosil, efisiensi energi, teknologi
energi bersih dan pengaturan penggunaan EBT.
Lebih lanjut penuturan ibu MAy sebagai pejabat di lingkungan Dirjen
EBTKE-KESDM mengungkapkan sebagai berikut.
(Pemerintah telah berusaha) Menggunakan energi fosil dibarengi dengan menggunakan EBT (campuran premium dengan bio-ethanol atau solar dengan bio-diesel) dan menggunakan teknologi menuju energi bersih. Kita menyadari belum bisa menghindari penggunaan energi fosil, untuk itu dibarengi dengan penerapan teknologi yang menuju teknologi bersih. Kepala Negara telah menyebutkan komitmen nasional untuk upaya-upaya mitigasi perubahan iklim dimungkinkan dengan upaya sendiri sebesar 26% yaitu dengan menurunkan emisi CO2. Apabila dimungkinkan bantuan dari luar bisa mencapai (menurunkan emisi CO2) sebesar 41%.
Penggunaan teknologi dengan bahan bakar EBT ataupun campuran antara
EBT dan non EBT akan menuju teknologi energi bersih. Demikian pula seperti
penuturan bapak BbK sebagai salah satu staf Bank nasional di Jakarta
memberikan gambaran sebagai berikut.
Bahan bakar yang efisien, lebih hemat, lebih murah, lebih bersih, lebih ramah lingkungan, maintenance cost murah, maka users akan memilih BBN. Sekali lagi penggunaan bahan bakar yang efisien seperti EBT akan
membuat lebih ramah terhadap lingkungan. Penuturan bapak AB sebagai salah
satu pengusaha dan pengajar di salah satu perguruan tinggi di Malang
115
memberikan gambaran tentang teknologi pemrosesan yang ramah lingkungan
sebagai berikut.
Dosen perlu menyediakan waktu antara 10 s.d. 15% dari waktunya untuk melakukan penelitian dan pengembangan di bidang BBN. Ampas tapioka sementara ini dibuang (ke sungai), (padahal bisa) difermentasi dan bisa diubah/diproses menjadi alkohol dan dengan menggunakan bio-teknologi bisa lebih cepat/singkat (processing time), efisien, dan efektif, misal waktu pemrosesan semula adalah 24 jam, bila menggunakan bio-teknologi bisa menjadi 8 jam.
Penggunaan teknologi tinggi atau bio-teknologi yang dapat menghemat
waktu pemrosesan lebih singkat juga berdampak terhadap penurunan gas buang
dan pemanfaatan dan pemrosesan limbah menjadi BBN. Penuturan bapak IW
sebagai salah satu anggota Tim Nasional BBN dan sebagai pengusaha bio-fuel
di Lawang (PT MRI) memberikan gambaran tentang teknologi pemrosesan yang
ramah lingkungan sebagai berikut.
MRI mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan BBN E15 (bensin 85% dicampur ethanol 15%) dan B15 (solar 85% dicampur ethanol 15%) pada mobil para direksi (merek: BMW, Mercedes, mobil Jepang, dan mobil sedan) tanpa modifikasi. Mobil berbahan bakar solar ditambah dengan ethanol sebanyak 15% diuji coba sampai Lampung - Sumatera Selatan tidak ada masalah. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penelitian ini adalah polusi yang ditimbulkan rendah, timbal yang dihasilkan rendah, ramah terhadap lingkungan, bau asap dari knalpot tidak menyengat, dan ada kenaikan oktan dari 86 menjadi 92 (setara pertamax). Saya melihat bahwa “mbok yo wong iku nek diwehi karo Gusti Allah (kalau orang itu diberi oleh Tuhan Allah), apa saja – kan bisa dikelola dan dikembalikan ke alam. Kalau kita mencintai alam. MRI memroduksi:
1. ethanol diproduksi dari tetes tebu yang merupakan limbah pabrik gula,
2. limbah ethanol yang dihasilkan dari pabrik ethanol difungsikan menjadi pupuk.
3. Limbah gas CO2 yang dihasilkan dari pabrik ethanol diubah menjadi Carbon active soft drink.
MRI sudah melaksanakan zero discharge (limbah nol). MRI akan menuntut LSM yang protes perkara limbah.
116
PT MRI yang merupakan salah satu contoh industri yang mengolah limbah
(tetes tebu yang merupakan limbah pabrik gula), dimana limbah setiap tahapan
akhir proses diolah lagi menjadi produk yang bermanfaat, menghasilkan pupuk
dan gas CO2. Gas CO2 merupakan limbah pemrosesan bio-ethanol diolah
menjadi gas untuk proses pengelasan dan bahan campuran minuman ringan.
Informan SSW dari B2TE-BPPT memberikan pernyataan sebagai berikut: Kegiatan Monitoring dan evaluasi BBN dengan bantuan GTZ dan kementerian ekonomi memberikan hasil kajian terhadap pelaksanaan DME (Desa Mandiri Energi) sebagai berikut: Dari 10 proyek percontohan BBN – DME ada sekitar 2 s.d. 3 proyek yang dianggap tidak gagal, kalau disebut berhasil sekali – tidaklah. Ada 3 penyebabnya:
1. Teknologi yang digunakan haruslah mantap dan siap. Teknologi dari Dalam Negeri sudah ada dan sudah diimplementasikan.
2. Sosial dan kelembagaan yang sangat penting. Bagaimana supply teknologi dan bisa dioperasikan? Apakah dalam bentuk koperasi?
3. Jiwa champion. Di suatu daerah ada orang-orang yang dituakan secara sosial dan mereka memulai sendiri dan bergerak kemudian diberi bantuan oleh pemerintah.
4. Koordinasi sangat lemah.
AAK seorang guru besar di salah satu PT di Bandung menyatakan bahwa:
EBT bisa berkembang apabila biaya pencemaran terhadap lingkungan dihitung, maka EBT bisa mendapatkan subsidi penghindaran biaya pencemaran lingkungan dan biaya ini dibayar oleh Pembangkit Listrik yang menggunakan energi fosil (misal: batubara), berupa kompensasi dari penggunaan energi fosil
Peran teknologi yang ramah lingkungan dan kompensasi bagi pengguna
yang kurang memperhatikan terhadap emisi perlu mendapatkan pinalti.
Penuturan dari para informan dan key person seirama dengan pernyataan
Kemp (2009) dan Khalil (2000). Kemp (2009: 83, 86, 90, 95, 96) yang
menyatakan bahwa “Small handheld version of electrical generation technology
117
are also incorporated into sunlight rechargeable flashlights, radios, and
calculators.” Under the Feed-in-Tariff (FIT) program, either two meters or a
special “smart meter” is installed, causing all of the energy produced to be sold to
the grid at the premium “green energy” rate. The homeowner then purchase
electricity at the lower current retail rate, making the return on investment better
still. “Hybrid design simply means adding more than one power source into the
energy mix. Moreover, you can add to this the benefits of no electricity bill,
minimal environmental pollution, and the feeling of selfsufficiency you get the
next time your neighbor’s lights go out during the dark and stormy night. There
are thousands of technologies designed to save or generate energy that
“guarantee” they are excellent investments.” Khalil (2000: 1, 2, 7) menyatakan
bahwa “Technology can be defined as all knowledge, product, processes, tools,
methods, and systems employed in the creation of goods or providing services.
In simple terms, technology is the way we do things. It is means by which we
accomplish objectives. Technology is the practical implementation of knowledge,
a means of adding human endeavor. Technology generates wealth when it is
commercialized or used to achieve a desired strategic or operational objective
for an organization. Factors contributing to wealth creation – including capital,
labor, natural resources, public and environmental policy and market.” Demikian
juga seperti yang dinyatakan oleh Partowidagdo (2009: 415) bahwa “Teknologi
yang terbaik adalah yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat. Teknologi membutuhkan kebijakan yang merangsang: kompetisi,
kreativitas dan partisipasi masyarakat, intensifikasi dan diversifikasi sumber daya
alam, konservasi dan pemeliharaan lingkungan, peningkatan kemampuan
118
teknologi, perbaikan hubungan industrialisasi, pemberdayaan koperasi dan
rakyat kecil serta peningkatan jaringan komunikasi.”
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya menyatakan
bahwa penggunaan atau penerapan teknologi yang hemat energi serta menuju
teknologi bersih atau ramah lingkungan sangat diperlukan di dalam produksi BBN
serta pemanfaatan limbah akan meningkatkan kapasitas produksi BBN dan
akhirnya penggunaan teknologi yang dikomersialkan akan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Adapun proposisi yang diajukan adalah:
P1:
Semakin meningkat teknologi pemrosesan yang ramah lingkungan
akan semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN.
5.1.1.1.2. Perbaikan Regulasi Kepastian regulasi dan persepsi penafsiran aturan yang sama serta
perbaikan satu atau beberapa regulasi yang ada akan memberikan atau
menjadikan pegangan bagi individu ataupun kelompok serta pengusaha untuk
memroduksi BBN. Di sisi lain adanya kemudahan di dalam perijinan untuk
melakukan usaha bahan bakar alternatif ini. Perhatikan penuturan bapak Lv
sebagai ketua Hiswana Migas di salah satu kota di Jawa Timur:
Dampaknya apabila ada perubahan terhadap kebijakan dari Pemerintah, maka pengusaha Swasta akan “klenger” (kolaps). Ada kemungkinan ganti presiden akan ganti kebijakan, sementara target pemerintah tentang konversi energi tidak bisa ditunda lagi.
Demikian juga penuturan yang disampaikan oleh bapak IW memberikan
gambaran tentang perbaikan regulasi tentang BBN sebagai berikut.
Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah:
1. Pemerintah harus menggunakan kekuasaan untuk mewajibkan/mandatory pemakaian bio-fuel untuk keperluan transportasi, rumah tangga, dan industri. Contoh: di
119
Filipina, Thailand, India dan Cina hukumnya wajib menggunakan bio-fuel.
2. PT Pertamina mendukung kegiatan ini sehingga produsen juga senang.
3. Beberapa perusahaan besar dari Jepang, Cina dan Eropa akan masuk untuk usaha bio-fuel (ada 54 investor) dan MRI telah ikut menanda-tangani dukungan untuk pelaksanaan memroduksi bio-fuel – beberapa saat kemudian tidak jadi/belum direalisasikan oleh Pemerintah.
Selain MRI, ada juga PT Medco yang memroduksi alkohol dari bahan baku singkong tetapi hasilnya belum bagus karena masih ada sengketa antara 4 F (food, feed, fuels, and fibre/makanan, makanan ternak, bahan bakar, dan serat). PT Pertamina membeli produk MRI (Unhydrous alcohol ) dengan harga Rp. 5.000 per liter selama 2 tahun dan MRI sudah menghentikan memasok ke PT Pertamina 3 tahun yang lalu karena harga keekonomian masih belum tercapai, dimana harga alkohol saat ini adalah Rp. 9.000 per liter. Tahun ini subsidi BBN untuk alkohol adalah Rp. 2.000 per liter. MRI sudah tidak bisa lagi memasok ke PT Pertamina karena MRI sudah melakukan kontrak dengan institusi lain, baik di dalam negeri dan di luar negeri (misal: PT Chevron, pabrik rokok, pabrik jamu dll). Negara kita kaya raya diberi Tuhan tidak mau dipakai, nabati begitu berlimpah ruah sampai Koes Plus memperingatkan “tonggak kayu ditanam jadi tanaman”, begitu subur negeri kita. Kapasitas produksi ethanol MRI adalah 52 juta liter per tahun. MRI memasok PT Pertamina sebanyak 10 s.d. 20% (unhydrous alcohol) sesuai kapasitas untuk bio-ethanol. Ada dua kendala pengembangan bio-fuel di Indonesia yaitu: 1. Mestinya departemen terkait (kementerian) mendukung
kegiatan pengembangan BBN (misal: KESDM sangat mendukung karena berkaitan dengan energi, Kemenperin belum bisa mendukung karena peraturan-peraturan yang belum mendukung).
2. Harusnya PT Pertamina mengambil dan membeli semua produk BBN yang diproduksi oleh rakyat ataupun produsen dengan harga keekonomian.
Masih adanya keragu-raguan dari pihak swasta untuk memulai usaha
produksi BBN. Hal ini masih diperlukan penyempurnaan terhadap regulasi yang
ada dan perlunya kesesuaian serta koordinasi antara regulasi yang diterbitkan
oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penuturan yang disampaikan
bapak LS sebagai pejabat di lingkungan Dirjen EBTKE-KESDM sebagai berikut:
120
Regulasi tentang penanganan energi fosil belum dipersiapkan atau belum ada. Produk (regulasi) tentang EBT sudah disiapkan, tinggal finalisasinya yang mengatur tentang pengurangan energi fosil dan regulasi tentang penanganan proyek-proyek CDM (Clean Development Mechanism) yang belum ada kementerian yang menangani sebagai kebijakan konservasi (pelestarian) energi. Konservasi energi dengan mengurangi energi fosil sekaligus memayoritaskan EBT maka secara signifikan akan mengurangi emisi. Hal lain yang dibahas adalah tentang diversifikasi (penganeka-ragaman) energi dalam konteks pencegahan penggunaan energi fosil dalam konteks perubahan iklim. Penelitian telah banyak dibuat dan kesimpulan telah dihasilkan tetapi belum sampai membuat produk hukum/regulasi, akibatnya hasil penelitian lenyap ditelan bumi. Hasil studi tidak pernah dituangkan dalam suatu dokumen/regulasi. Salah satu persoalan yang masih ada adalah “belum adanya” regulasi yang
memadai tentang produksi BBN mulai pembibitan di tingkat petani, proses
produksi hingga pemasaran serta regulasi tentang perpajakan. Penuturan yang
disampaikan bapak Ibn sebagai pejabat di lingkungan Dirjen LPE-KESDM (Listrik
dan Pemanfaatan Energi):
Pajak ethanol untuk kepentingan komersial akan dikenakan pajak sebesar Rp. 10.000 per liter apabila dijual untuk kepentingan BBN dibebaskan pajak sehingga harga jualnya bisa kompetitif. Regulasi tentang pajak masih disempurnakan dan regulasi tentang harga
keekonomian masih belum ada. Penuturan tentang perbaikan regulasi yang
disampaikan bapak Jam sebagai mantan menteri yang memelopori Hutan
Tanaman Industri sebagai berikut:
Perlunya peraturan dan jaminan dari Pemerintah, tidak hanya statement, serta UU/PP tidak berubah-ubah serta diperlukan investor (asing) yang memiliki track record yang baik serta credible. Kemauan Politik Pemerintah Pusat oke (baik), tetapi di lapangan kemauan tadi (dalam bentuk peraturan), antara Pemerintah Daerah dengan kemauan Pemerintah Pusat belum tentu sama dan masyarakat tidak dapat dikendalikan. Koordinasi di tingkat Pemerintah Pusat oke, sedangkan pelaksanaan di daerah berbeda.
121
Beberapa penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah perlu
melakukan perbaikan dan penyempurnaan regulasi dan insentif berupa tarif atau
pajak serta regulasi tentang harga keekonomian. Penuturan tentang perbaikan
regulasi tentang perpajakan disampaikan pula oleh bapak RSj - komisaris salah
satu bank nasional di Jakarta sebagai berikut:
Energi alternatif menciptakan lapangan pekerjaan. Pemerintah membuat peraturan yang kondusif, bila diperlukan investor diberikan tax holiday, kemudahan, serta Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi membantu/memberikan dukungan. Perlu sikap tegas dan keberanian dari Pemerintah Pusat untuk
melaksanakan ataupun mewajibkan penggunaan BBN untuk transportasi,
industri, gedung komersial dan rumah tangga. Berbagai pernyataan dan
penuturan di atas juga didukung oleh presiden SBY pada saat rapat kerja
gubernur se Indonesia di Istana Negara Tampak Siring, Gianyar, Bali, Senin
(19/4/2010) menyatakan bahwa:
"Sebagai upaya untuk meningkatkan dan mempercepat pembanguanan ekomomi lima tahun mendatang. Kami ingin melakukan evaluasi komprehensif dan menyempurnakan program-program pro-rakyat (pro-growth, pro-job, pro-poor and pro-planet). Dikatakan Presiden SBY, pembahasan tersebut tentunya akan mencakup perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat (PNPM dan lainnya) serta penguatan ekonomi rakyat. Pembahasan lainnya mengenai masyarakat penyandang sosial, lansia, anak terlantar, cacat, keadilan, HAM dan lainnya. Tujuan pembahasan dalam raker ini akan merumuskan solusi atas berbagai isu penting di bidang pembangunan yang akan dituangkan dalam kebijakan dan strategi dalam program-program aksi yang nantinya hasil utama dari rapat kerja adalah suatu instruksi Presiden."
Penuturan para informan dan key person seirama dengan pernyataan
Stefan M Huber dan Christoph JG (dalam Chow, 2004: 682-694) menyatakan
bahwa “Government Regulation 20/1994, for the first time, granted the right to
establish wholly foreign owned companies in a wider range of service and
122
manufacturing industries. Also, in the infrastructure sector, Indonesia
concentrated on the creation of a favourable environment for foreign direct
investment rather than working on a project-to-project basis.” Demikian juga
Partowidagdo (2009: 85, 150) menyatakan bahwa: “Adanya kerancuan antara
Undang-Undang Migas yang baru (UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi) dengan regulasi pelaksanaannya. Perlunya kepastian
hukum/reformasi judisial. Perlu mengharmonisasikan hukum dan regulasi,
termasuk implementasi regulasi tepat waktu. Salah satu kegagalan pemerintah di
bidang pengelolaan Migas adalah belum kondusifnya di bidang regulasi dan
birokrasi.”
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya menyatakan
bahwa perlunya kepastian hukum dan perbaikan regulasi yang berkaitan dengan
proses produksi BBN dan perbaikan regulasi yang berkaitan dengan kemudahan
pengadaan, distribusi dan penjualan produk BBN. Selain itu diperlukan perbaikan
regulasi tentang perpajakan dan harga jual produk BBN agar tercapai harga
keekonomian dan menguntungkan bagi produsen. Kepastian regulasi yang
berkaitan dengan bea masuk barang modal yang diimpor dari negara lain serta
insentif atau kemudahan yang diberikan kepada individu atau kelompok ataupun
perusahaan yang memproduksi BBN. Regulasi tentang harga keekonomian
produk jadi BBN dan regulasi tentang kepastian penggunaan lahan untuk
penanaman benih serta budi daya tanaman untuk produksi BBN. Apabila hal ini
dilakukan maka sebagian kecil masyarakat akan berlomba-lomba untuk
memroduksi BBN sehingga akan meningkatkan kapasitas produksi BBN dan
akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Adapun proposisi yang
diajukan adalah:
123
P2: Semakin meningkat perbaikan regulasi akan semakin
meningkatkan kapasitas produksi BBN.
5.1.1.1.3. Peningkatan Dukungan Keuangan Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor
barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa
sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat (UU no. 10 tahun 2010
pasal 1 ayat 16).
Dukungan keuangan dari pemerintah dalam bentuk subsidi dan insentif
kepada produsen BBN sangat diperlukan apabila harga BBM (subsidi) masih
lebih murah (dijual dengan di bawah harga keekonomian) dari biaya atau harga
jual produksi BBN.
Penuturan yang disampaikan bapak SUT (Key person) berikut ini:
Ada insentif dari pemerintah (PT PLN) bila perusahaan memperhatikan cos ǿ dengan menggunakan capacitor bank atau inverter atau converter yang bisa menghemat energi sampai sebesar 40%. Tarif listrik/energi yang murah apabila mesin dan peralatan dioperasikan pada saat tidak beban puncak (jam 22.00 s.d. 06.00). PT PN XII Jember secara politis dibantu pemerintah untuk mengembangkan pabrik gula dan membangun pabrik spriritus (salah satu bahan baku BBN).
Insentif tarif listrik/energi oleh PT PLN bagi pengusaha yang
mengoperasikan mesin produksi di luar beban puncak adalah salah satu daya
tarik bagi para pengusaha atau individu yang melakukan penghematan energi.
Demikian pula penuturan yang disampaikan oleh bapak Jam sebagai berikut:
Bahan baku kayu atau tanaman cukup (karena) ada kebijakan Hutan Tanaman Industri serta ada hujan (curah hujan rata-rata 3000 mm) dan matahari sepanjang tahun ada nilai competitiveness di dalam bahan baku. Teknologi tidak masalah
124
bila ada uang (dana). Investasi perlu hubungan yang baik, return yang baik, maka investor akan masuk.
Perlunya investasi dan dukungan keuangan baik dari Pemerintah atau
swasta untuk memroduksi BBN. Berkaitan dengan BBM, pendapat yang
disampaikan oleh ibu CY - staf kontraktor gedung DPR dan pekerja sosial di
Jakarta berikut ini:
Kesulitan bukan dari Pemerintah (kesulitan akan kelangkaan BBM), dan kita hanya bisa mengikuti keinginan Pemerintah serta situasi seperti ini adalah bagaimana kita menyikapinya. Perubahan perilaku dari penggunakan BBM minyak tanah ke LPG (Liquified Petroleum Gas), diperlukan adaptasi, dan perlu sosialisasi. Dan apabila ada penyandang dana (investor), perlu dipersiapkan persyaratan pembagian keuntungan dan pemanfaatannya bagi masyarakat.
Efisiensi energi, manfaat, pembagian keuntungan, insentif terhadap tarif
dan iklim inventasi yang kondusif akan menarik minat investasi di sektor BBN.
Penuturan yang disampaikan bapak Djat sebagai salah satu staf Kementerian
Kehutanan sebagai berikut:
Rakyat (Madura) membuat/mengajukan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan dibimbing untuk menanam tanaman aren dan mengajukan pendanaan kepada pemerintah atau bank devisa umum. Dukungan keuangan tidak hanya diberikan oleh pemerintah tetapi para
pemilik atau investor sangatlah diperlukan. Pendapat yang disampaikan oleh
bapak Zulk - staf kontraktor di Jakarta berikut ini:
Tentang pendanaan – kontraktor setelah mendapatkan SPK (Surat Perjanjian Kerja) – kontraktor akan memperoleh dana awal (down payment) sebesar 20-30% untuk proyek-proyek swasta. Berbeda dengan proyek-proyek yang di-tender-kan oleh pemerintah, proyek diselesaikan terlebih dahulu setelah memperoleh SPK kemudian dana diberikan sesuai dengan kontrak kerja.
125
Dukungan keuangan oleh pemerintah untuk produksi BBN di daerah
sangatlah diperlukan. Pendapat yang disampaikan oleh bapak Her sebagai
salah seorang kepala cabang Bank terkemuka di Kupang – NTT berikut ini:
Pada awal tahun 2007-an, Jatropha (salah satu bahan baku BBN) sangat sering dibicarakan di Kupang. Pemda dan masyarakat melakukan persemaian bibit Jatropha dan menanam tanaman Jarak di wilayah yang cukup luas, difoto/diabadikan sebagai bahan atau bukti untuk dilaporkan kepada pemerintah pusat karena telah memperoleh dana yang sangat besar. Selanjutnya tanaman tidak dipelihara bahkan disengaja dirusak. Dana dari pemerintah pusat di-transfer melalui kliring setiap 2 bulan dan petugas Pemda yang mencairkan. Pendapat yang sama tentang dukungan keuangan dari pemerintah
disampaikan oleh bapak AB menyatakan bahwa:
Dukungan dari Pemerintah Daerah, Kecamatan, Kelurahan/Desa, pendanaan, dan pelatihan serta digunakan untuk kepentingan local/desa tersebut – dan juga bentuk kelompok-kelompok. Tinggal kemauan para pemimpin termasuk para pemimpin dari Perguruan Tinggi. Banyak para pemimpin yang kurang begitu bermasyarakat. Sebagian para pemimpin masih banyak yang tidak menguasai lapangan. Pilot Project bisa dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Proses produksi BBN dikembalikan kepada masyarakat – aplikasikan – dikomersialkan ke masyarakat dan diakui oleh masyarakat. Subsidi BBM yang sangat besar dialihkan (sebagian) ke BBN.
Penuturan tentang dukungan keuangan disampaikan bapak Har sebagai
salah satu pemilik rumah makan ala Jepang (memiliki 27 Outlet di dalam negeri
dan 4 outlet di Singapore) di Jakarta sebagai berikut:
Investor asing oke, tetapi kalau bisa WNI atau pribumi, buat usaha yang mirip dengan menggunakan bahan baku yang mudah didapat, harga baik (kompetitif) serta menghasilkan gas buang yang rendah.
Dukungan keuangan dapat dilakukan oleh pemerintah, para pemilik, per-
bank-an, dan investor sangatlah diperlukan mulai saat pembibitan hingga
penjualan produk BBN.
126
Berbagai pernyataan dan penuturan di atas juga didukung oleh EHL
menyatakan bahwa: “Pada saat ini harga minyak mentah dunia naik sampai di
atas USD 103 per barel, tetapi harga jual BBM masih di bawah harga
keekonomiaannya (subsidi sebesar Rp. 1.600 untuk premium bila harga minyak
mentah USD 80 per barel). Subsidi BBM akan semakin besar (subsidi BBM Rp.
88,9 T untuk tahun 2010) karena pemerintah masih mengimpor sebagian minyak
mentah dan BBM. Subsidi BBN pada tahun 2009 sebesar lebih kurang Rp. 730
milyar dan pada tahun 2010 sebesar lebih kurang Rp. 830 M atau sebesar Rp.
1.000 per liter BBN. Pada tahun 2011 sebesar lebih kurang Rp. 1,6 trilyun
(diusulkan) atau sebesar Rp. 2.000 per liter BBN, bila perlu jumlah volumenya
ditingkatkan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan
pendapatan masyarakat (Evita H Legowo – Dirjen ESDM,
www.metrotvnews.com).”
Berbeda dengan penuturan yang disampaikan bapak IW memberikan
gambaran tentang peningkatan dukungan keuangan.
Saya (IW) pernah presentasi di hadapan presiden, para pakar, direktur utama BUMN dan anggota DPR tentang bio-fuel. Saya sempat berbincang-bincang dengan presiden dan timnas BBN, rasanya saya besar hati, makanya MRI terus jalan untuk memroduksi bio-fuel. Awalnya rugi, ethanol produksi MRI dibeli PT Pertamina dengan harga Rp. 5.000 per liter selama dua tahun, padahal harga alkohol di pasaran waktu itu adalah Rp. 7.000. Akhirnya MRI tidak memasok ke PT Pertamina lagi sejak dua tahun yang lalu. Karena sudah terlanjur membangun pabrik, maka MRI berusaha untuk menjual ke pembeli lain, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pembayaran bio-fuel oleh PT Pertamina lebih dari satu bulan setelah bio-fuel dikirim ke depo PT Pertamina (rencana semula dibayarkan dua minggu setelah pengiriman) bahkan pernah macet. Kami dan asosiasi (APBI = Asosiasi Pengusaha Biofuel Indonesia) minta di-back-up dahulu atau disubsidi dahulu, tetapi tidak bisa dilaksanakan. Pemerintah tidak salah dan tampaknya pemerintah masih ragu-ragu, karena pemerintah bingung apakah harga premium dinaikkan atau tidak – dikuatirkan masyarakat menolak kenaikan harga premium. Di sisi lain, produsen bio-fuel
127
baru berdiri masakan sudah disubsidi, tetapi pada saat masuk transisi untuk memroduksi BBN, kita lambat. Di negara Brazil ada 240 pabrik ethanol dan pemerintah men-subsidi mulai saat pembibitan hingga produksi ethanol. Bahan baku ethanol dari tebu dan Brazil sudah sukses, artinya tidak tergantung lagi dengan energi fosil. Tiga puluh lima tahun yang lalu, Brazil termasuk negara yang miskin, yang paling banyak hutangnya – sekarang menjadi negara yang kuat - tidak peduli lagi apakah di Timur Tengah ada masalah apapun karena Brazil punya bio-fuel sendiri. BBN yang digali dari alam, BBN yang mereka “ciptakan,” Brazil menghindari adanya embargo, adanya kesulitan, adanya perang. Harga E 100 di Brazil sekitar Rp. 9.000 per liter. Pemerintah Brazil memberikan subsidi kepada petani dan para pengusaha dari pertama mereka membangun pabrik BBN sudah disubsidi, dan secara perlahan-lahan subsidi dihapuskan oleh pemerintah, sekarang mereka sudah mandiri. Subsidi bio-fuel sebesar Rp. 1.000 per liter dari pemerintah – MRI belum pernah memanfaatkan, padahal yang memroduksi dan memasok bio-ethanol ke PT Pertamina hanya MRI. Subsidi bio-fuel dari pemerintah pada saat itu hanya wacana.
Dukungan keuangan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah masih sangat
diperlukan oleh produsen maupun petani mulai saat pembibitan hingga
pemasaran produk BBN, karena harga jual BBM yang masih sangat murah,
sehingga harga BBN sulit untuk mencapai harga keekonomiaannya. Penuturan
dari para informan dan key person seirama dengan pernyataan Partowidagdo
(2009: 85, 392, 399, 417) yang menyatakan bahwa: “Hilangkan sepenuhnya
subsidi bahan bakar (BBM) dan implementasikan iklim pengaturan gas yang
efektif. Pasar bio-fuel akan meningkat di masa depan karena mahalnya harga
minyak (energi fosil) dan makin ketatnya persyaratan lingkungan. Syaratnya,
pemerintah harus menjamin kalau panen dibeli dengan harga yang
menguntungkan. Perlu aturan tentang subsidi energi alternatif di APBN apabila
biayanya lebih mahal dari harga jual bahan bakar atau listrik yang ditentukan
oleh Pemerintah. Perlu usaha dan alokasi dana yang sungguh-sungguh untuk
meningkatkan kemampuan kaum lemah, misalnya petani dan pengrajin, terutama
128
dalam hal pengetahuan dan teknologi, pendanaan, pemasaran, manajemen,
komuniksi dan lain-lain. Partisipasi akan maksimal bila terdapat keadilan dan
transparansi dalam pembagian pekerjaan dan keuntungan. Ketidakadilan dalam
sektor finansial adalah dimana masih kurang berpihaknya bank pada rakyat kecil,
dalam sektor distribusi dimana tengkulak yang makin kaya saja sedangkan
petani dan pengrajin kehidupannya tetap tidak lebih baik.”
Pernyataan di atas didukung oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa
(Jakarta, Selasa, 10 Mei 2011, www.vivanews.com) menyatakan bahwa: "Jangan
ada istilah penghapusan, tidak ada penghapusan subsidi, Pemerintah tidak
pernah setuju dengan istilah penghapusan subsidi. Alasannya, pemerintah
berjanji akan tetap memberikan bantuan kepada masyarakat tidak mampu
sepanjang mereka masih membutuhkannya. Hal yang sama berlaku pada subsidi
bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah tidak akan menghapus subsidi BBM,
namun mencari pola pemberian subsidi BBM yang paling tepat. Ada roadmap
yang sedang dilakukan pengkajiannya oleh Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral." Demikian juga Menteri Keuangan Agus Martowardojo,
menyatakan bahwa pemerintah berharap rencana pengaturan konsumsi BBM
bersubsidi bisa terealisasi secepatnya. Bahkan, pemerintah secara bertahap
benar-benar akan menghapus produk Premium. Jika pembatasan BBM tidak
segera diterapkan, maka akan membahayakan finansial (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara)." Milan Zavadjil, Senior Resident Representative IMF di
Indonesia, mengungkapkan bahwa: “Kebijakan pembatasan BBM bukan hanya
didasarkan kepada kenaikan harga minyak dunia. Pengeluaran pemerintah yang
selama ini digunakan untuk anggaran subsidi BBM merupakan pengeluaran yang
sangat tidak produktif. Semestinya, anggaran tersebut dapat digunakan untuk
129
hal-hal yang lebih produktif dan dapat memberikan efek berantai pada
masyarakat. Langkah-langkah untuk membatasi subsidi BBM diperlukan tidak
hanya karena risiko kenaikan harga minyak internasional, tapi itu pengeluaran
sangat tidak produktif dari sumber daya pemerintah. Pemerintah harus serius
bagaimana nantinya kebijakan tersebut dilakukan. Pemerintah harus
menemukan skema yang tepat untuk penerapan pembatasan BBM itu." (Jakarta,
Selasa, 3 Mei 2011, www.vivanews.com).
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya menyatakan
bahwa adanya peningkatan dukungan keuangan dan insentif oleh pemerintah
yang berkaitan dengan produksi BBN dan kemudahan penjualan dan distribusi
produk BBN dengan harga keekonomian, artinya apabila biaya produksi BBN
lebih mahal dari pada harga BBM, maka pemerintah perlu melakukan subsidi.
Pemerintah sudah memberikan subsidi untuk BBN yang jumlahnya relatif sangat
kecil dibandingkan dengan subsidi yang diberikan untuk BBM. Di sisi lain
kebutuhan akan substitusi BBM ke BBN sudah sangat diperlukan. Apabila
perbaikan dukungan keuangan oleh Pemerintah dilakukan maka akan
meningkatkan kapasitas produksi BBN dan akhirnya akan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Adapun proposisi yang diajukan adalah:
P3:
Semakin meningkat dukungan dana akan semakin meningkatkan
kapasitas produksi BBN.
5.1.1.1.4. Perbaikan Saluran Distribusi Saluran distribusi meliputi penggudangan, saluran distribusi, seleksi,
pengaturan teritorial, lokasi pengecer, lokasi persediaan, pengaturan
transportasi, wholesaling and retailing. Kumpulan pemasaran terdiri dari agen,
130
penjual, penyalur, perantara yang melayani sebagai peranatara pada saluran
distribusi (Chow, 1997: 60). Perhatikan penuturan bapak Lv sebagai berikut:
Pemerintah melalui PT Pertamina mengambil kebijaksanaan bahwa semua Depo harus mengambil semua hasil energi untuk membantu percepatan (konversi minyak tanah ke LPG 3 kg), karena SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengadaan Bahan Bakar Etana) Swasta masih ragu-ragu berkaitan dengan resiko yang akan dihadapi. Dampaknya apabila ada perubahan terhadap kebijakan dari Pemerintah, maka SPPBE Swasta akan “klenger” (kolaps). Ada kemungkinan ganti presiden akan ganti kebijakan, sementara target pemerintah tentang konversi energi tidak bisa ditunda lagi. Kalau ada suatu daerah tidak bersedia mendukung konversi energi, PT Pertamina tetap akan mengurangi pengiriman minyak tanah di daerah tersebut. Keuntungan lain berkaitan tentang kebijakan konversi energi adalah pihak swasta bukan membentuk atau menciptakan pasar tetapi pasar sudah disiapkan oleh Pemerintah, sehingga kebijakan ini sangat menguntungkan. Istilahnya “kita berburu binatang di kebun binatang.” Penuturan yang disampaikan bapak Lv menyiratkan bahwa apabila
Pemerintah (dalam hal ini PT Pertamina) ikut terlibat di dalam saluran distribusi,
artinya Pemerintah mengambil dan membeli seluruh produk yang dihasilkan oleh
produsen BBN dengan harga keekonomiannya, maka akan meningkatkan
kapasitas produksi BBN. Demikian pula penuturan bapak HBB - pejabat/salah
direktur di PT Pertamina memberikan gambaran terhadap perbaikan saluran
distribusi.
Pemerintah melalui PT Pertamina berkewajiban untuk membeli kelebihan produksi bio-diesel dan bio-ethanol dan dapat digunakan sebagai BBN cadangan (stand by stock) dan ada kemungkinan digunakan untuk BBN kendaraan Pemerintah ataupun kebutuhan militer serta memberikan subsidi (HBB). Penuturan dari para informan seirama dengan pernyataan Irene Chow
(1997: 60) menyatakan bahwa “Marketing strategies are usually designed to
increased sales and market share in order to increase long-term profits.
Marketing can be described as the process of defining, anticipating, creating, and
131
fulfilling customers’ needs for products and services. The marketing mix consists
basically of product, price, promotion, and place (channels of distribution).”
Dukungan tidak hanya diberikan oleh Pemerintah Pusat tetapi juga para
pejabat di daerah sangatlah diperlukan. Pendapat yang sama disampaikan oleh
bapak AB adalah sebagai berikut:
Dukungan dari Pemerintah Daerah, Kecamatan, Kelurahan/Desa, pendanaan, dan pelatihan serta digunakan untuk kepentingan local/desa tersebut – dan juga bentuk kelompok-kelompok. Tinggal kemauan para pemimpin termasuk para pemimpin dari Perguruan Tinggi. Banyak para pemimpin yang kurang begitu bermasyarakat. Sebagian para pemimpin masih banyak yang tidak menguasai lapangan. Pilot Project bisa dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Proses produksi BBN dikembalikan kepada masyarakat – aplikasikan – dikomersialkan ke masyarakat dan diakui oleh masyarakat.
Berbeda dengan penuturan yang disampaikan bapak IW memberikan
gambaran tentang perbaikan saluran distribusi berikut ini.
MRI memasok Depo PT Pertamina di Malang, Depo men-supply ke SPBU-SPBU dan pada saat peresmian, MRI hadir di SPBU tersebut (di kota Malang). MRI juga memasok BBN ke 10 SPBU di Bali untuk bio-solar dan bio-premium dua tahun yang lalu, serta memasok beberapa SPBU di Surabaya dan Jakarta dan sekarang macet. Informan SSW dari B2TE-BPPT memberikan pernyataan sebagai berikut: Faktor sosial dan kelembagaan yang sangat penting. Bagaimana supply teknologi dan bisa dioperasikan? Apakah (lembaganya) dalam bentuk koperasi? Peran Pemerintah di dalam mendistribusikan produk BBN sangatlah
penting dan masyarakat yang memroduksi BBN dapat berperan ganda sedbagai
pengguna BBN. Masyarakat produsen juga perlu membentuk asosiasi atau
koperasi untuk memudahkan pendistribusian BBN. Partowidagdo (2009: 149,
391-392) menyatakan bahwa: “Salah satu kegagalan pemerintah di bidang
pengelolaan Migas adalah masalah distribusi. Keberhasilan pengembangan jarak
132
pagar tergantung kepada petani tahu dan percaya kegunaan pemanfaatan bio-
fuel (bio-diesel dan bio-ethanol) dan adanya Kelompok Tani yang dipercaya dan
profesional. Tersedianya sarana untuk memanfaatkan bio-fuel untuk digunakan
petani (misal: kompor dengan bahan bakar biji atau minyak Jarak Pagar).”
Demikian juga pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menekankan tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, gigih meningkatkan
produksi pangan dan mengatur distribusi agar barang bisa menyebar dengan
baik. Kedua, terus melakukan stabilisasi harga, utamanya harga pangan
nasional. Meskipun harga merupakan bagian dari dinamika ekonomi. Tidak
semua dapat dikontrol pemerintah. Sebab, sejak merdeka, ekonomi Indonesia
sudah terintegrasi dengan global. Ada mekanisme pasar dan hukum-hukum yang
berlaku. Dunia usaha diharapkan bisa berbagi agar dapat memecahkan masalah
ini, sehingga dampak kenaikan harga pangan dapat diminimalisasi. Ketiga,
masalah BBM. Harga minyak mentah yang meningkat tajam, sehingga turut
meningkatkan subsidi BBM dan listrik. Kalau semakin besar akan mengganggu
makro ekonomi. Saya minta pemimpin di daerah mengupayakan penghematan
listrik dan BBM. Kalau perlu dengan mengeluarkan peraturan, agar konsumsi
listrik dan BBM dapat ditekan.
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya menyatakan
bahwa adanya perbaikan pada sisi pemasaran atau saluran distribusi produk
BBN dan kemudahan distribusi dan penjualan produk BBN. Apabila perbaikan
saluran distribusi telah dilakukan maka akan meningkatkan kapasitas produksi
BBN dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Adapun
proposisi yang diajukan adalah:
P4: Semakin meningkat perbaikan saluran distribusi akan semakin
133
meningkatkan kapasitas produksi BBN.
5.1.1.1.5. Ketersediaan Bahan Baku
Produksi tetes tebu – merupakan salah satu bahan baku untuk memroduksi
bio-ethanol - sejumlah sekitar 1,4 juta liter per tahun, dan sebagian besar
diekspor ke negara Jepang, sisanya untuk memproduksi spiritus dan MSG.
Demikian juga produksi biji kelapa sawit dan diproses menjadi CPO cukup
melimpah di Indonesia tetapi sebagian besar diekspor ke negara lain dan hampir
kepemilikan lahan kelapa sawit adalah investor asing, sehingga kepastian
pasokan bahan baku untuk memroduksi BBN perlu diberikan jaminan oleh
pemerintah. Pemilahan antara food, feed, and energy (makanan untuk manusia,
untuk ternak dan energi) perlu dilakukan sehingga produsen dapat memperoleh
bahan baku dengan jumlah yang sesuai dan harga yang stabil.
Berbagai usaha yang lain untuk menghasilkan dan memenuhi bahan baku
dari biji jagung, singkong, bintaro, sweet sorghum dan jarak pagar untuk
memroduksi BBN, dapat dilakukan dengan penanaman di lahan yang non
produktif atau lahan kering yang masih sangat luas.
Berkaitan dengan bahan baku, pendapat yang disampaikan oleh bapak
Zulk - staf kontraktor di Jakarta berikut ini:
Kesulitan perusahaan yang bergerak di bidang pembangkitan daya (Power Plant) adalah pengadaan bahan baku, karena perlu beberapa persyaratan seperti: spesifikasi dan sertifikasi, sehingga bahan baku tersebut harus didatangkan dari luar negeri.
Kontinyuitas dan spesifikasi serta jumlah bahan baku merupakan salah
satu persyaratan untuk memroduksi BBN. Penuturan yang agak berbeda
disampaikan bapak Ibn pejabat LPE-ESDM di Jakarta adalah sebagai berikut:
Hasil sampingan ampas Jatropha yang digunakan untuk pupuk yang dijual dan digunakan sendiri merupakan hal yang penting
134
bagi petani untuk peningkatan pendapatan. Adanya kebutuhan energi dan pemanfaatan produk sampingan karena kalau khusus produk bio-diesel saja kurang menarik, yang menarik adalah dari tanah kembali ke tanah, tidak ada SDA yang terbuang, lebih ekonomis. Isu di media cetak dan elektronik tentang harga jual biji jarak ditingkat petani sebesar Rp. 1.250 per kg, berdampak kurang menguntungkan bagi produsen bio-diesel karena harga jual minyak jarak lebih mahal dari harga solar (setiap 3-4 kg menghasilkan 1 liter bio-diesel). Salah satu solusi adalah bekerja sama dengan Pemda, PT Perhutani dan perusahaan yang memiliki CSR (Corporate Social Responsibility) dimana selisih harga disubsidi oleh perusahaan yang memiliki CSR. Contoh di Sumbawa - NTT, petani bekerja sama dengan PT Indosat – petani memasok minyak jarak sebagai bahan bakar PLTD untuk BTS (Base Transfer Station) milik PT Indosat. Bio-diesel dari petani dibeli dengan harga Rp. 9.000 per liter.
Pendapat yang sama yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku
untuk proses produksi BBN disampaikan oleh bapak AB berikut ini:
Proses produksi energi terbarukan adalah yang paling simple (sederhana) dan gampang dilaksanakan dengan lahan yang relatif sempit dengan menggunakan bio-teknologi. Pembuatan bio-etanol dengan menggunakan micro-organism, dari karbo-hidrat, seperti: sukrosa (misal: gula tebu dan tetes) atau pati (hasil pengolahan dari singkong), menghasilkan 10% dari bahan baku (singkong), disuling dan akan menghasilkan etanol dengan kadar 90%.
Pendapat yang lain yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku untuk
proses produksi BBN disampaikan oleh bapak Jam berikut ini:
Bahan baku kayu atau tanaman cukup (karena) ada kebijakan Hutan Tanaman Industri serta ada hujan (curah hujan rata-rata 3000 mm) dan matahari sepanjang tahun ada nilai competitiveness di dalam bahan baku. Teknologi tidak masalah bila ada uang (dana). Investasi perlu hubungan yang baik, return yang baik, maka investor akan masuk.
Penuturan yang disampaikan di atas menyiratkan bahwa jumlah bahan
baku sangatlah sentral di dalam proses produksi. Bahan baku untuk memroduksi
BBN tidak hanya dapat disediakan di p Jawa tetapi dapat juga dibudidayakan di
135
beberapa daerah di luar p Jawa, seperti di NTT dan wilayah lain juga dapat
memroduksi BBN dari limbah (limbah pabrik gula dan pabrik tepung tapioka).
Pendapat yang disampaikan oleh bapak YO - staf BPPT - pilot project leader
penanaman jarak pagar di NTT berikut ini:
Sangat potensial untuk memproduksi energi alternatif, terutama di Indonesia bagian Timur, dengan menggunakan bahan baku lontar, sorghum, goang. Ada lumbung-lumbung atau daerah yang kosong. Terkesan pemerintah kurang serius – timbul tenggelam dan akhirnya masyarakat bertanya-tanya, bagaimana kelanjutan tentang produksi energi alternatif. Pemda peduli tetapi tidak terlalu fokus dari hulu ke hilir. Pemda selalu bicara tentang peralatan atau mesin saja, hal ini tidak bisa – bicara tentang energi alternatif harus bicara dari hulu ke hilir. Hambatan utama adalah ketersediaan air. Langkah-langkah strategi sebaiknya bicara dari hulu sampai hilir dan bagaimana menghitung energi secara ekonomi, misal: satu hektar Jatropha membutuhkan biaya berapa untuk menghasilkan satu liter bio-fuel. Jangan hanya ngomong – bermain politik, jangan hanya membuat rencana dan berbohong - harus real. Saat ini kami sudah menanam sekitar 15 ha dan diharapkan akan diperluas di masa akan datang. Potensi lahan untuk memroduksi BBN masih cukup luas, demikian pula
seperti penuturan yang disampaikan bapak IW memberikan gambaran tentang
ketersediaan bahan baku berikut ini.
Kita itu kerja untuk jangka panjang, apalagi usaha di sektor pertanian, karena investasi awal cukup besar. Lahan di Sumsel seluas 5.000-6.000 ha, MRI mempunyai wacana untuk memroduksi bio-ethanol. Saat ini MRI sedang membentuk suatu sistem pertanian di Sumsel, memang idealnya luas lahan sekitar 20.000 ha untuk kapasitas 50.000 kl per tahun. Saya sarankan kepada para investor untuk memroduksi alcohol hydrous (karena pasar lebih luas) lebih dahulu kemudian memroduksi alcohol unhydrous. Kita bisa memroduksi alcohol unhydrous (bahan campuran BBN) dahulu tetapi market harus dilihat. Kalau Pemerintah betul-betul konsekuen untuk membeli dan mengambil bio-fuel ini untuk mengantisipasi habisnya energi fosil, seharusnya kegiatan ini sudah dilakukan dua puluh tahun yang lalu. Hal ini dikatakan sudah terlambat – ya memang sudah amat terlambat, walaupun terlambat masih bisa dikejar, jangan sampai tidak dilakukan. Kalau seseorang atau kelompok mempunyai lahan 20.000 ha, maka bisa memroduksi bio-ethanol dengan kapasitas 50.000 kilo liter per tahun. Lahan seluas itu, di luar p Jawa masih banyak.
136
Ketersediaan bahan baku, bibit unggul, dan waktu panen serta waktu
pemrosesan yang lebih singkat akan memberikan banyak pilihan bagi para
petani dan investor. Berkaitan dengan bahan baku, Partowidagdo (2009: 392,
397) menyatakan bahwa: “Apabila dapat memanfaatkan lahan-lahan yang
menganggur atau kritis, maka disamping bisa menahan erosi dan mencegah
banjir, pendapatan penduduk meningkat sehingga mengurangi kemiskinan. Perlu
adanya kerjasama antar pemerintah, pengusaha, akademisi dan masyarakat
untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia. Indonesia mempunyai banyak energi
alternatif/energi non fosil, seperti: tenaga air, panas bumi, mikro hidro, biomassa,
tenaga surya, tenaga angin dan nuklir. Banyak energi alternatif (yang lebih mahal
dari pada energi fosil) yang tidak bisa muncul karena harga energi (energi
dengan bahan baku energi fosil) yang murah. Bio-ethanol yang dibuat dari ketela
dan tebu dengan proses peragian dan bio-diesel dibuat dari jarak pagar dan
kelapa sawit tanpa proses peragian.”
Pernyataan di atas didukung juga oleh Ketua Tim Peneliti Pengembangan
Minyak nabati dari Biji Bintaro dari Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Aris
Purwanto, menyatakan bahwa: “Tanaman Bintaro (cerbera manghas) banyak
tumbuh secara alami di Teluk Meranti. Namun, masyarakat setempat belum
memanfaatkannya secara optimal kecuali untuk racun hama babi di
ladang. Dalam kegiatan ini, kajian biji dari buah Bintaro diekstrak minyaknya dan
selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber Bahan Bakar Nabati (BBN) bagi
masyarakat Teluk Meranti. Pohon Bintaro dipilih karena pohon ini menghasilkan
buah sepanjang tahun, bijinya berpotensi diambil minyaknya sebagai salah satu
sumber energi alternatif bagi rumah tangga. Selain bijinya, kulit buah bintaro
yang berserat bisa dijadikan bahan baku papan partikel, atau bahan bakar baik
137
langsung, atau diubah menjadi briket untuk bahan bakar tungku. Keberadaan
pohon Bintaro sangat banyak di wilayah ini. Secara khusus tidak membutuhkan
pemeliharaan sedangkan pemanfaatannya bukan melalui penebangan sehingga
dapat sekaligus menjadi program penghijauan di wilayah Teluk Meranti. Program
ini adalah salah satu bentuk dukungan pemerintah dalam mengembangkan Desa
Mandiri Energi. Dengan adanya penelitian ini, maka masyarakat sekitar memiliki
alternatif sumber energi secara mandiri yang bersifat terbarukan dengan bahan
bakunya ada di wilayah ini juga.”
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya menyatakan
bahwa adanya lahan untuk penanaman tanaman sebagai bahan baku pada
proses produksi BBN sangatlah diperlukan. Bahan baku ini sangat diperlukan
untuk memberikan jaminan dan kelangsungan produksi BBN dan perlu juga
pemerintah mengambil langkah mengurangi ekspor bahan baku untuk BBN
(misal: kelapa sawit/CPO, alkohol). Apabila hal ini dilakukan akan meningkatkan
kapasitas produksi BBN dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan
masyarakat. Semakin sedikitnya cadangan minyak bumi dan kesulitan
pengadaan bahan baku untuk memenuhi kapasitas produksi bioethanol dan
biodiesel, karena pasokan bahan baku, misal: singkong, biji kelapa sawit, biji
jarak pagar, biji jagung, dan tetes tebu yang masih berebut antara food, feed,
fuels and fibre. Potensi penggunaan bahan baku “baru” untuk produksi
bioethanol yang bisa dikembangkan di Indonesia adalah switch grass, sweet
sorghum, tropical sugar beet, and giant king grass. Jumlah lahan kering yang
masih luas. Adapun proposisi yang diajukan adalah:
P5: Semakin meningkat ketersediaan bahan baku akan semakin
meningkatkan kapasitas produksi BBN.
138
Kelima proposisi dapat digambarkan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2. Proposisi
Sumber: Data diolah.
5.1.1.2. Desain Rencana Strategik
Perancangan penetapan pernyataan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program, anggaran, dan prosedur akan dibahas satu per satu.
5.1.1.2.1. Tahap I – Pernyataan Visi
Pada saat ini telah banyak sekali perusahaan yang telah menyusun dan
mengembangkan pernyataan visi, sehingga di dalam setiap langkah perlu
perencanaan yang matang. Penuturan bapak SUT (key person) mantan Plant
Manager di salah satu perusahaan di Surabaya (anak perusahaan Power Plant
139
terbesar di USA) yang bergerak di bidang power and energy dan manajer operasi
di PT ZUG-Jakarta tentang visi sebagai berikut:
Semua ini (teknologi) bisa anda kuasai (oleh orang Indonesia) asal anda punya pemikiran “doing the things right” artinya melakukan sesuatu yang benar dengan benar. Berbagai kegiatan (dengan menggunakan teknologi tinggi) telah banyak dilakukan atau dibuat di Indonesia dan yang dulu merupakan “mimpi yang belum tercapai”. Lakukan pelatihan terhadap orang-orang di daerah untuk mengoperasikan dan merawat peralatan pembangkit energi dan suatu saat putra daerah tersebut diberikan pelatihan untuk melakukan tune-up dan bagaimana dapat mengoperasikan peralatan secara efisien, serta dapat mengoperasikan peralatan agar polusi yang dihasilkan minimal/berkurang.
Pendapat SUT di atas pada dasarnya menyatakan bahwa perlunya mimpi
(penglihatan atau visi) dengan menguasai teknologi tinggi secara benar dan
memanfaatkan putera-putera di daerah. Demikian juga pendapat yang
disampaikan oleh AB sebagai berikut:
Pilot Project bisa dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Proses produksi BBN dikembalikan kepada masyarakat – aplikasikan – dikomersialkan ke masyarakat dan diakui oleh masyarakat. Pelatihan penggunaan teknologi dengan mengikut-sertakan masyarakat di
desa untuk memroduksi BBN, mengkomersialkan dan menjual kepada
masyarakat di desa perlu segera dimulai. Demikian pula seperti penuturan yang
disampaikan bapak IW memberikan gambaran tentang visi sebagai berikut ini.
Saya (IW) melihat bahwa “mbok yo wong iku nek diwehi karo Gusti Allah (kalau orang itu diberi oleh Tuhan Allah), apa saja – kan bisa dikelola dan dikembalikan ke alam. Kalau kita mencintai alam. Semuanya kita tahulah (tentang commission fee), kadang-kadang kita tidak mau melihat bahwa kita mempunyai kemampuan. Pemuda-pemuda kita cukup pandai, saya sempat mengirim pemuda kita ke pabrik alkohol di luar negeri, begitu mereka pulang, mereka bisa membangun pabrik tersebut dan bisa mendesain. Sayangnya pemuda kita tidak diberi kesempatan padahal kemampuan ada.
140
Kemampuan pemuda untuk mendesain dan membangun pabrik alkohol
bisa dilaksanakan asal diberikan kesempatan, sehingga pernyataan visi adalah
peningkatan pendapatan masyarakat desa melalui pemberdayaan, produksi, dan
pemanfaatan bio-fuels.
5.1.1.2.2. Tahap II – Pernyataan Misi
Tahapan berikutnya setelah merancang pernyataan visi adalah merancang
pernyataan misi untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang dilakukan oleh
perusahaan kita?” Atau Apa usaha kita saat ini?
Informan ibu CY menyatakan bahwa:
Dan apabila ada penyandang dana (investor), perlu dipersiapkan persyaratan pembagian keuntungan dan pemanfaatannya bagi masyarakat. Informan AB menyatakan bahwa:
Tergantung kemauan Pemerintah, petani mau melakukannya (apa saja yang diinginkan oleh Pemerintah). Demikian juga pendapat dari bapak Hand seorang Petani Tebu di Jember
yang mengelola lahan tebu seluas 25 ha sebagai berikut.
Tebu diproses menjadi alkohol untuk bahan bakar, sampai saat ini saya (Hand) belum tahu banyak atau belum berfikir untuk ke arah itu. Kami pernah mendengar tentang alkohol yang digunakan sebagai pengganti BBM tetapi belum mengetahui dengan jelas. Tetapi apabila usaha alkohol tersebut bagi petani lebih menguntungkan maka petani mempunyai banyak pilihan sehingga pemerintah perlu sosialisasi tentang BBN tersebut. Informan SUT menyatakan bahwa:
Ada sekitar 15 TK (tenaga kerja) WNI yang sekarang bekerja di Alstom co., di USA. Dengan falsafah “learning by doing” untuk menguasai teknologi yang bisa dimanfaatkan/dibutuhkan di Indonesia. Bahkan beberapa TK WNI diakui oleh partner dari beberapa negara adalah cukup cerdas, cukup cepat beradaptasi dengan reward yang sama dengan TK negara tujuan. Jadikanlah bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain di dalam industri PLTU, kemudian setelah pandai, jadilah tuan di negeri sendiri.
141
Informan IW menyatakan bahwa:
MRI (PT Molindo Raya Industrial) memroduksi alkohol untuk industri, misal: bahan tambahan rokok, farmasi, jamu,dll. Lima tahun yang lalu MRI telah memroduksi alkohol absolut, artinya alkohol dengan kadar 99,98% (kandungan air 0,02%) sedangkan standar industri adalah 99,5%. Di Indonesia – MRI merupakan satu-satunya pabrik alkohol yang memroduksi bio-ethanol.
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya menyatakan
bahwa masyarakat desa (petani) akan memperoleh keuntungan yang wajar dan
memperoleh manfaat dari budi daya tanaman untuk bahan baku BBN yang lebih
baik, maka petani akan berusaha untuk melaksanakannya, sehingga pernyataan
misi-nya sebagai berikut: a) budidaya tanaman bahan baku BBN. b) memroses
bahan baku menjadi BBN dengan memperhatikan kualitas. c) memasarkan dan
memanfaatkan BBN. d) memanfaatkan dan mengoptimalkan limbah hasil
pemrosesan produk BBN.
5.1.1.2.3. Tahap III – Pernyataan Tujuan
Perancangan tujuan penting untuk mengukur keberhasilan yang akan
dicapai oleh organisasi, membantu mengevaluasi, menciptakan sinergi,
menunjukkan prioritas, menekankan koordinasi, memberi dasar untuk aktivitas
perencanaan yang efektif, pengorganisasian, sebagai alat motivasi, dan
pengendalian. Tujuan haruslah menantang, terukur, konsisten, masuk akal, dan
jelas.
Informan IW menyatakan bahwa:
MRI mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan BBN E15 (bensin 85% dicampur ethanol 15%) dan B15 (solar 85% dicampur ethanol 15%) pada mobil para direksi (merek: BMW, Mercedes, mobil Jepang, dan mobil sedan) tanpa modifikasi. Mobil berbahan bakar premium ditambah dengan ethanol sebanyak 15%, diuji coba sampai Lampung Sumatera Selatan dan selama perjalanan tidak ada masalah. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penelitian ini adalah polusi ditimbulkan rendah,
142
timbal yang dihasilkan rendah, ramah terhadap lingkungan, bau asap dari knalpot tidak menyengat, ada kenaikan oktan dari 86 menjadi 92 (setara pertamax). Informan Har menyatakan bahwa:
Perlu langkah-langkah kongkrit seperti: sosialisasi penggunakan BBN dan penyesuaian peralatan tambahan. Pengusaha selalu siap dan mudah beradaptasi. Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan sosialisasi penggunaan BBN, pemrosesan bio-fuel, memanfaatkan hasil
dan keuntungan yang wajar, sehingga pernyataan tujuan adalah sebagai berikut:
a) mensosialisasikan penggunaan bio-fuels dengan memperhatikan
standarisasi. b) membuat pilot project untuk pelatihan dan pemrosesan bio-fuels
dengan baik. c) memanfaatkan hasil/bio-fuels untuk kebutuhan masyarakat desa
dengan baik. d) memperoleh manfaat dari hasil komersialisasi produk BBN
dengan baik.
5.1.1.2.4. Tahap IV - Pernyataan Strategi
Tahap IV adalah menyusun strategi (strategy), dimana strategi merupakan
suatu alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. A company’s strategy is the
game plan management is using to stake out a market position, conduct its
operation, attract and please customer, compete successfully, and achieve
organization objectives (Thompson, 2003: 3).
Strategi bisnis dapat mencakup ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi,
pengembangan produk, penetrasi pasar, pengurangan bisnis, divestasi, likuidasi,
dan joint venture. Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan
keputusan manajemen tingkat atas dan sumber daya perusahaan dalam jumlah
yang besar.
143
Strategi mempengaruhi kemakmuran perusahaan dalam jangka panjang,
dan berorientasi ke masa depan. Strategi memiliki konsekuensi yang multi-fungsi
dan multi-dimensi serta perlu mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dan
internal yang dihadapi perusahaan.
Informan AB menyatakan bahwa:
Proses produksi energi terbarukan adalah yang paling simple (sederhana) dan gampang dilaksanakan untuk lahan yang relatif sempit dapat menggunakan bio-teknologi. Pembuatan bio-etanol dengan menggunakan micro-organism, dari karbo-hidrat, seperti: sukrosa (misal: gula tebu dan tetes) atau pati (limbah hasil pengolahan singkong/pati), menghasilkan 10% dari bahan baku (singkong), disuling dan akan menghasilkan etanol dengan kadar 90%. Subsidi BBM yang sangat besar dialihkan (sebagian) ke BBN. Informan JamAn menyatakan bahwa:
Bahan baku kayu atau tanaman cukup (karena) ada kebijakan Hutan Tanaman Industri serta ada hujan (curah hujan rata-rata 3000 mm) dan matahari sepanjang tahun ada nilai competitiveness di dalam bahan baku. Teknologi tidak masalah bila ada uang (dana). Investasi perlu hubungan yang baik, return yang baik, maka investor akan masuk. Perlunya peraturan dan jaminan dari Pemerintah, tidak hanya statement, serta UU/PP tidak berubah-ubah serta diperlukan investor (asing) yang memiliki track record yang baik serta credible. Informan YO menyatakan bahwa:
Sangat potensial untuk memproduksi energi alternatif, terutama di Indonesia bagian Timur, dengan menggunakan bahan baku lontar, sorghum, goang. Ada lumbung-lumbung atau daerah yang kosong. Terkesan pemerintah kurang serius – timbul tenggelam dan akhirnya masyarakat bertanya-tanya, bagaimana kelanjutan tentang produksi energi alternatif. Pemda peduli tetapi tidak terlalu fokus dari hulu ke hilir. Pemda selalu bicara tentang peralatan atau mesin saja, hal ini tidak bisa – bicara tentang energi alternatif harus bicara dari hulu ke hilir. Hambatan utama adalah ketersediaan air. Langkah-langkah strategi sebaiknya bicara dari hulu sampai hilir dan bagaimana menghitung energi secara ekonomi, misal: satu hektar Jatropha membutuhkan biaya berapa untuk menghasilkan satu liter bio-fuel. Jangan hanya ngomong – bermain politik, jangan hanya membuat rencana dan berbohong - harus real.
144
Informan IW menyatakan bahwa:
Selain MRI, ada juga Medco yang memroduksi alkohol dari bahan baku singkong tetapi hasilnya belum bagus karena masih ada sengketa antara 4 F (food, feed, fuels, and fibre/makanan, makanan ternak, bahan bakar, dan serat). PT Pertamina membeli produk MRI (Unhydrous alcohol ) dengan harga Rp. 5.000 per liter selama 2 tahun dan MRI sudah menghentikan memasok ke PT Pertamina 3 tahun yang lalu karena harga keekonomian masih belum tercapai, dimana harga alcohol saat ini adalah Rp. 9.000 per liter. Tahun ini subsidi BBN untuk alkohol adalah Rp. 2.000 per liter. MRI sudah tidak bisa lagi memasok ke PT Pertamina karena MRI sudah melakukan kontrak dengan institusi lain, baik di dalam negeri dan di luar negeri (misal: PT Chevron, pabrik rokok, pabrik jamu dll). Negara kita kaya raya diberi Tuhan tidak mau dipakai, nabati begitu berlimpah ruah sampai Koes Plus memperingatkan “tonggak kayu ditanam jadi tanaman”, begitu subur negeri kita. Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah: 1. Pemerintah harus menggunakan kekuasaan untuk
mewajibkan/mandatory pemakaian bio-fuel untuk keperluan transportasi, rumah tangga, dan industri. Contoh: di Filipina, Thailand, India dan Cina hukumnya wajib menggunakan bio-fuel.
2. Sebaiknya PT Pertamina mendukung kegiatan ini sehingga produsen bio-fuel juga senang.
3. Beberapa perusahaan besar dari Jepang, Cina dan Eropa akan masuk untuk usaha bio-fuel (ada 54 investor) dan MRI telah ikut menanda-tangani dukungan untuk pelaksanaan memroduksi bio-fuel – beberapa saat kemudian proyek ini tidak jadi dilaksanakan.
Key person SUT menyatakan bahwa:
Teknologi dan sistem di DEN banyak belajar dari tenaga ahli dari luar negeri dan dalam negeri dan sudah bergerak di bidang pembangkit listrik selama 15 tahun (yang telah memiliki Code yang berisi tentang design, plan, evaluation, quality, documentation, standard operating procedure, testing material, dll).
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan konservasi (penghematan) dan diversifikasi (penganeka-ragaman) bahan
baku BBN dan produk BBN, iklim investasi, harga keekonomian, percepatan
145
proses produksi BBN, dan kemudahan untuk memasarkan. Pernyataan di atas
didukung juga oleh Jero Wacik (Konferensi AIMI, 2010) tentang Triple Track
Strategy, sebagai berikut:
Perlunya peraturan dan jaminan dari Pemerintah, tidak hanya statement, serta UU/PP tidak berubah-ubah serta diperlukan investor (asing) yang memiliki track record yang baik serta credible. Triple Track Strategy terdiri dari: pro job, pro poor, and pro growth (pro penciptaan lapangan pekerjaan, pro rakyat, dan pro pertumbuhan ekonomi).
Penuturan dari para informan dan key person seirama dengan pernyataan
Partowidagdo (2009: 85) yang menyatakan bahwa: “Hilangkan sepenuhnya
subsidi bahan bakar (BBM) dan implementasikan iklim pengaturan gas yang
efektif. Pasar bio-fuel akan meningkat di masa depan karena mahalnya harga
minyak (energi fosil) dan makin ketatnya persyaratan lingkungan. Syaratnya,
pemerintah harus menjamin kalau panen dibeli dengan harga yang
menguntungkan.”
Berbagai macam pernyataan di atas dapat digunakan merancang strategi
adalah a) mengurangi subsidi BBM secara bertahap dan meningkatkan subsidi
BBN secara bertahap. b) mengalokasikan sebagian dana APBN untuk
pemrosesan bio-fuels. c) memberdayakan masyarakat desa untuk memroduksi
bio-fuels yang berkualitas. d) memroduksi BBN dengan memperhatikan kualitas
dan standarisasi produk. e) melakukan diversifikasi dan diferensiasi bahan baku
dan produk BBN. f) menyederhanakan proses transformasi dengan
menggunakan bio-teknologi dan teknologi tinggi. g) merancang kerjasama tingkat
fungsional (pemasaran, operasi, dan keuangan).
5.1.1.2.5. Tahap V - Pernyataan Kebijakan
Tahap berikutnya setelah tujuan adalah kebijakan (policy) yang merupakan
Tahap V. Kebijakan merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan tahunan.
146
Kebijakan mencakup pedoman, peraturan, prosedur yang disusun untuk
mendukung usaha di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan
adalah pedoman untuk pengambilan keputusan dan memberi jawaban atas
situasi yang rutin dan berulang.
Kebijakan kebanyakan dinyatakan dalam bentuk aktivitas manajemen,
pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan
pengambangan, dan sistem informasi manajemen.
Kebijakan merupakan rencana yang menerangkan keseluruhan batasan
kegiatan secara umum dan komprehensif yang menjadi pegangan dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan.
Informan BbK menyatakan bahwa:
Bahan bakar yang efisien, lebih hemat, lebih murah, lebih bersih, lebih ramah lingkungan, maintenance cost murah, maka users akan memilih BBN. Informan AB menyatakan bahwa:
Dosen perlu menyediakan waktu antara 10 s.d. 15% dari waktunya untuk melakukan penelitian dan pengembangan di bidang BBN. Ampas tapioka sementara ini dibuang (ke sungai), (padahal bisa) difermentasi dan bisa diubah/diproses menjadi alkohol dan dengan menggunakan bio-teknologi bisa lebih cepat/singkat (processing time), efisien, dan efektif, misal waktu pemrosesan semula adalah 24 jam dengan bio-teknologi bisa menjadi 8 jam. Informan RSj menyatakan bahwa:
Energi alternatif menciptakan lapangan pekerjaan. Pemerintah membuat peraturan yang kondusif, bila diperlukan investor diberikan tax holiday, kemudahan, serta Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi membantu/memberikan dukungan. Informan IW menyatakan bahwa:
Ada dua kendala pengembangan bio-fuel di Indonesia yaitu: 1. Mestinya departemen terkait (kementerian) mendukung
kegiatan pengembangan BBN (misal: KESDM sangat mendukung karena berkaitan denga energi, Kemenperin belum
147
bisa mendukung karena peraturan-peraturan yang belum mendukung).
2. Harusnya PT Pertamina mengambil dan membeli semua produk BBN yang diproduksi oleh rakyat ataupun produsen dengan harga keekonomian.
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan efisiensi, penggunaan, penghematan energi, pemrosesan, peraturan
yang kondusif dan perpajakan. Sehingga pernyataan kebijakan adalah a)
sosialisasi tentang efisiensi, penggunaan, dan penghematan energi. b)
melakukan penelitian dan pengembangan bio-fuels. c) Segera merealisasikan
produksi bio-fuels dan pemanfaatannya. d) membutuhkan komitmen yang baik
dari para pengambil keputusan (eksekutif dan legislatif).
5.1.1.2.6. Tahap VI - Pernyataan Program
Tahap VI adalah penyusunan program, program merupakan sekumpulan
tujuan, kebijakan, prosedur, aturan, penugasan yang kompleks, langkah-langkah
yang harus diambil, mengalokasikan sumber-sumber daya yang ada untuk
dipergunakan sebagai mana mestinya, dan elemen-elemen yang lain digunakan
untuk melaknakan tindakan-tindakan yang harus diambil. Biasanya di dalam
melaksanakan program-program tersebut harus didukung dengan
dana/anggaran/budget.
Informan Jam menyatakan bahwa:
Kemauan Politik Pemerintah Pusat oke (baik), tetapi di lapangan kemauan tadi, antara Pemerintah Daerah dengan kemauan Pemerintah Pusat belum tentu sama dan masyarakat tidak dapat dikendalikan. Koordinasi di tingkat Pemerintah Pusat oke, sedangkan pelaksanaan di daerah berbeda. Informan AB menyatakan bahwa:
Dukungan dari Pemerintah Daerah, Kecamatan, Kelurahan/Desa, pendanaan, dan pelatihan serta digunakan untuk kepentingan local/desa tersebut – dan juga bentuk kelompok-kelompok. Tinggal
148
kemauan para pemimpin termasuk para pemimpin dari Perguruan Tinggi. Banyak para pemimpin yang kurang begitu bermasyarakat. Sebagian para pemimpin masih banyak yang tidak menguasai lapangan. Pilot Project bisa dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Proses produksi BBN dikembalikan kepada masyarakat – aplikasikan – dikomersialkan ke masyarakat dan diakui oleh masyarakat.
Informan Hand (Anggota KUD Semboro) menyatakan bahwa:
1. Pinjaman dana untuk menanam tebu dari per-bank-an sebesar Rp. 10 juta per ha dengan bunga 0% perlu dilanjutkan.
2. Perjanjian kerja (kemitraan) antara petani tebu dengan pabrik gula perlu lebih jelas dan transparan.
3. Perhitungan rendemen oleh pabrik gula perlu lebih jelas dan transparan.
4. Bila tebu diproses menjadi alkohol untuk bahan bakar. Sampai saat ini petani belum tahu atau belum berfikir untuk ke arah itu. Kami pernah mendengar tentang alkohol yang digunakan sebagai pengganti BBM tetapi belum mengetahui dengan jelas. Tetapi apabila usaha alkohol tersebut bagi petani lebih menguntungkan maka petani mempunyai banyak pilihan sehingga pemerintah perlu sosialisasi tentang BBN tersebut.
Informan SurAch (Anggota Ikadin – Malang, Pengacara, Petani Kelapa
Sawit – Jambi) menyatakan bahwa:
Pemerintah tidak menyadari bahwa kelapa sawit kita adalah merajai dunia – terus what’s next? Sarjana kita banyak yang menganggur, mengapa kelapa sawit tidak kita tangani dari hulu ke hilir.
Informan Mub (Anggota Dekopinda, Ketua KUD Dewi Sartika, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat/APTR – Jombang) menyatakan bahwa:
Luas lahan tebu anggota saya sekitar 700 ha. Di Jombang ada 28 KUD. Saya juga mengajukan dana melalui bupati ke Bank Mandiri dan memperoleh dana pinjaman sebesar Rp. 5 M dengan bunga 6% per tahun. Dari 28 KUD hanya KUD Dewi Sartika yang memperoleh pinjaman. Di tingkat petani, KUD memberikan pinjaman dengan bunga sebesar 7% per tahun dan KUD memperoleh selisih keuntungan dari Bank Mandiri sebesar 1%, sehingga KUD memperoleh tambahan dana sebesar 2% per tahun. Setiap petani memperoleh sekitar Rp. 8 juta s.d. Rp. 10 juta per tahun per ha. Hasil panen tebu sekitar 1.000 s.d. 1.300 kwintal dengan harga Rp. 26.000 s.d Rp. 32.000 per kwintal. Petani juga memperoleh tambahan penerimaan dari hasil penjualan tetes tebu sekitar 3.000 liter per ha dengan harga Rp. 892 per liter pernah
149
juga mencapai harga sekitar Rp. 1.100 per liter. KUD saya menjual tetes tebu ke MRI (Pabrik bio-ethanol) di Lawang. Pertanyaan: Bagaimana pendapat bapak tentang penggunaan tebu untuk bahan bakar minyak? Jawab: Boleh saja, asal harganya menguntungkan petani.
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan pemanfaatan dan pemasaran produk BBN, membuat pilot project
produksi BBN, kerjasama dengan institusi yang lain. Sehingga pernyataan
program adalah a) memanfaatkan dan memasarkan produk bio-fuels melalui
koperasi atau membentuk koperasi baru. b) memroduksi reaktor secara massal
dengan harga yang murah. c) melakukan pelatihan produksi bio-fuels secara
terus-menerus. d) melakukan kerjasama antara institusi yang berkaitan dengan
produksi bio-fuels.
5.1.1.2.7. Tahap VII - Pernyataan Anggaran
Tahap VII adalah penyusunan anggaran, anggaran didefinisikan sebagai
rencana mengenai penerimaan dan pengeluaran uang dalam suatu kegiatan.
Informan Har menyatakan bahwa:
Investor asing oke, tetapi kalau bisa WNI atau pribumi, buat usaha yang mirip dengan menggunakan bahan baku yang mudah didapat, harga baik (kompetitif) serta menghasilkan gas buang yang rendah.
Informan AB menyatakan bahwa:
Subsidi BBM yang sangat besar dialihkan (sebagian) ke BBN.
SurAch (Anggota Ikadin – Malang, Pengacara, Petani Kelapa Sawit –
Jambi) menyatakan bahwa:
(Komentar Pemerintah) Dulu waktu harga biji kelapa sawit Rp. 1.500 per kg, petani sudah menikmati hasil panen, kalau sekarang harga biji kelapa sawit Rp. 300 per kg – ya petani jangan “ngresulo” atau sedih. Kenapa dulu tidak saving uangnya, sehingga siap (menghadapi situasi) bila harga biji kelapa sawit
150
jatuh. Jangan seperti ini jawaban pemerintah. Mestinya Pemerintah ambil semua biji kelapa sawit (ketika harga jatuh). Apabila kita tidak ada dana, tarik orang dari luar negeri sebagai investor, kita tidak perlu kuatir, karena tanahnya bukan milik investor asing demikian juga mesin dan peralatannya.
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan dukungan keuangan, sehingga pernyataan anggaran adalah a)
menggeser subsidi (sebagian) pemerintah dari fossil energy ke bio-fuels. b)
memberikan insentif kepada para produsen dan pengguna bio-fuels.
5.1.1.2.8. Tahap VIII - Pernyataan Prosedur
Tahap terakhir adalah prosedur (procedures), prosedur didefinisikan
sebagai rencana yang mendefinisikan tata cara pengerjaan suatu kegiatan
secara kronologis.
Informan ibu CY menyatakan bahwa:
Berhati-hati, cara menggunakan peralatan dengan baik, efisien tinggi, semua bahan baku dan peralatan disiapkan, urutan disesuaikan. Penggunaan bahan bakar yang praktis, memperhatikan kebersihan, tidak perlu abu gosok, dan ramah terhadap lingkungan.
Informan SUT menyatakan bahwa:
Indonesia merupakan salah satu negara yang dijadikan pilot project untuk program Heat Recovery Steam Generator (HRSG/suatu alat pembangkit yang di-instalasi di PLTU yang sudah ada dengan memanfaatkan gas buang). Pilot project ini berkaitan dengan design, fabrikasi, instalasi, dan commisioning, serta lead centre dengan menggunakan ASME Code (American Society for Mechanical Engineers) dilakukan oleh orang-orang Indonesia. Setelah sekian tahun mengalami proses nilai tambah sebagai proses pembelajaran dan proses adaptasi. Pada periode II (Proses pembelajaran – Menristek (Habibie) melakukan pengiriman TK Indonesia ke beberapa negara Industri dan mengharapkan agar TK Indonesia belajar sebanyak-banyaknya tentang teknologi dan nantinya bisa disumbangkan kepada bangsa dan negara.
151
Informan Jen (British Chamber-IndoSwiss – Dosen di Malang) menyatakan:
Saya (Jen) mewakili Indo-Swiss ingin melakukan kerjasama dengan PLN berkaitan dengan pendanaan untuk crash program 10.000 MW untuk pembangkitan power plant di pulau Batam dan Cilacap sebesar 1.000 MW. Tampaknya Pemerintah dalam hal ini PT PLN perlu mempersiapkan Standard Operating Procedure (SOP) untuk melakukan suatu kerjasama dalam jangka panjang dan berkaitan dengan sejumlah dana yang besar (investasi asing), sehingga berbagai tindakan yang di luar SOP dapat dihindarkan. Salah satu contoh apabila satu perusahaan internasional yang ingin investasi di bidang energi harus melakukan kesepakatan tentang Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN atau membentuk Independent Power Producer (IPP) ternyata bukanlah suatu kegiatan yang mudah, karena pemerintah belum memiliki SOP.
Berbagai penuturan dan pernyataan di atas pada dasarnya berkaitan
dengan tahapan dan prosedur untuk produksi BBN, sehingga pernyataan
prosedur adalah a) merancang Standard Operating Procedure (SOP) proses
produksi secara tertulis. b) meningkatkan keterlibatan pemuda/masyarakat di
pedesaan untuk memroduksi bio-fuels. c) memasarkan produk melalui jejaring
dan saluran distribusi yang ada (misal: koperasi dan SPBU).
Desain rencana strategik dapat digambarkan pada Gambar 5.3 berikut ini.
5.1.2. Pendekatan Kuantitatif
Pembahasan hasil pengumpulan data pada Bab IV yang diperoleh dari
para responden dan analisis kuantitatif menggunakan Analisis Faktor dari 15
(lima belas) variabel penelitian diperoleh 5 (lima) faktor dominan. Kelima faktor
dominan ini adalah: 1) Faktor Teknologi Pemrosesan yang ramah lingkungan. 2)
Faktor Perbaikan Regulasi. 3) Faktor Peningkatan Dukungan Keuangan. 4)
Faktor Perbaikan Saluran Distribusi. 5) Faktor Ketersediaan Bahan Baku. Faktor
dominan ini digunakan untuk mendukung analisis kualitatif.
152
Gambar 5.3 Desain Rencana Strategik
Sumber: Data diolah.
153
5.1.2.1. Faktor Teknologi Pemrosesan yang Ramah Lingkungan
Faktor Teknologi Pemrosesan yang ramah lingkungan didukung oleh 5
(lima) variabel yaitu: Teknologi Pemrosesan (x123_pro), Pengembangan
Keterampilan Sumber Daya Manusia (x122_DEV), Permesinan untuk Pemrosesan
(x112_MES), Perhatian terhadap Ekologi (x222_EKO) dan Seleksi terhadap Teknologi
yang Dipergunakan (x211_SEL) dengan total initial eigen values sebesar 4,922 atau
persentase total initial eigen values sebesar 32,815%.
Hasil pengolahan dengan pendekatan kuantitatif mendukung beberapa
informan terdahulu juga menyatakan bahwa pentingnya penggunaan teknologi
pemrosesan dari bahan baku menjadi produk jadi, dalam hal BBN. Agar
diperoleh efisiensi yang tinggi, selain teknologi pemrosesan maka dapat
menggunakan teknologi tinggi dan ramah terhadap lingkungan juga diperlukan
pelatihan dan peningkatan keterampilan sumber daya manusia yang akan
menjadi operator. Seleksi di dalam penerapan teknologi sangat diperlukan, hal ini
berkaitan dengan pemeliharaan terhadap peralatan yang akan digunakan, dan
tersedianya suku cadang agar kontinyuitas produksi BBN dapat berjalan dengan
lancar.
5.1.2.2. Faktor Perbaikan Regulasi
Faktor Perbaikan Regulasi didukung oleh 3 (tiga) variabel yaitu:
Penyusunan Regulasi (x221_REG), Penciptaan Pangsa Pasar Baru (x223_MAR), dan
Peralatan Laboratorium (x124_LAB) dengan total initial eigen values sebesar 1,457
atau persentase total initial eigen values sebesar 9,716%.
Sudah banyak regulasi yang sudah dibuat, tetapi masih diperlukan
perbaikan dan penambahan regulasi, misalnya regulasi tentang harga jual
produk BBN (harga keekonomian), regulasi tentang kompensasi terhadap
154
pengguna energi yang tidak ramah lingkungan, regulasi tentang insentif dan
pembebasan pajak yang dikenakan terhadap produsen BBN serta regulasi
tentang (penurunan atau pembebasan) pajak impor berkaitan peralatan dan
laboratorium yang akan digunakan untuk produksi BBN.
5.1.2.3. Faktor Peningkatan Dukungan Keuangan
Faktor Peningkatan Dukungan Keuangan didukung oleh 2 (dua) variabel,
yaitu: Anggaran (x213_BUD) dan Pelaporan Keuangan (x121_FIN) dengan total initial
eigen values sebesar 1,255 atau persentase total initial eigen values sebesar
8,368%.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran melalui APBN sebesar sekitar
Rp. 1,6 trilyun atau subsidi BBN sebesar Rp. 2.000 per liter BBN. Subsidi BBN ini
bila dibandingkan terhadap subsidi BBM yang sebesar sekitar Rp. 90 trilyun,
maka subsidi BBN masih terlalu kecil bila ditargetkan bahwa penggunaan BBN
sebesar 25% pada tahun 2025. Apabila subsidi BBN ini diberikan kepada para
produsen, maka diperlukan pula bagaimana membuat laporan keuangan agar
tidak terjadi penyimpangan atau subsidi yang diberikan tepat sasaran kepada
msyarakat yang membutuhkannya.
5.1.2.4. Faktor Perbaikan Saluran Distribusi
Faktor Perbaikan Saluran Distribusi didukung oleh 2 (dua) variabel, yaitu:
Teknologi Manufaktur (x212_MAN), dan Saluran distribusi (x114_DIS) dengan total
initial eigen values sebesar 1,104 atau persentase total initial eigen values
sebesar 7,362%.
Apabila teknologi manufaktur yang digunakan untuk memroduksi BBN telah
diimplementasikan dan berfungsi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah
penciptaan saluran distribusi yang baru bukanlah sesuatu yang mudah,
155
walaupun demikian perlu diusahakan, misalnya melalui jejaring koperasi dan
tentunya tetap menggunakan saluran distribusi yang ada, yaitu SPBU.
5.1.2.5. Faktor Ketersediaan Bahan Baku
Faktor Ketersediaan Bahan Baku didukung oleh 3 (tiga) variabel, yaitu:
Penanganan Bahan Baku Nabati (x111_PBB), Penggudangan Bahan Baku Nabati
(x113_GUD) dan Pelatihan Peralatan untuk Pemrosesan bagi Sumber Daya
Manusia (x115_TRN) dengan total initial eigen values sebesar 1,019 atau
persentase total initial eigen values sebesar 6,792%.
Salah satu faktor yang penting adalah tersedianya bahan baku dan
kontinyuitas bahan baku untuk produksi BBN. Pada bab terdahulu telah
diinformasikan bahwa lahan non-produktif sekitar 22 juta ha yang bisa
dimanfaatkan untuk berbagai macam tanaman, seperti: tanaman singkong,
tebu, bunga matahari, jagung, aren, nyamplung, sorghum, bintaro, kelapa sawit
dll. Hanya dibutuhkan sekitar 5 juta ha untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Selain tersedianya bahan baku, perlu diperhatikan juga tentang penanganan
penggudangan bahan baku dan produk jadi. BBN merupakan suatu substansi
yang mudah terbakar sehingga perlu perlakuan khusus untuk penanganan bahan
baku dan produk jadi. Peran SDM untuk menangani peralatan (misal: alat-alat
berat) sangatlah diperlukan selain pemrosesan, sehingga diperlukan program
pelatihan bagi operatornya.
Gambar 5.4 memperlihatkan tentang desain penelitian pendekatan
kualitatif. Pada sisi masukan terdapat 15 variabel penelitian yang terdiri dari
variabel internal dan variabel eksternal. Setelah diproses dengan menggunakan
analisis faktor diperoleh 5 faktor dominan. Hasil ini yang digunakan untuk
mendukung analisis kualitatif.
156
Gambar 5.4.
Desain Penelitian Pendekatan Kuantitatif
Sumber: Data diolah.
5.1.2.6. Analisis SWOT
Hasil pengolahan dari Tabel 4.9 dan Tabel 4.10 serta Gambar 4.1 pada
Bab IV diperoleh bahwa Skor Faktor Strategi Internal dan Skor Faktor Strategi
Eksternal terletak pada koordinat (4.2, 4.1) yang terletak di kuadran 1, artinya
nilai skor tersebut di atas rata-rata atau tinggi, maka strategi yang dilakukan
adalah aggressive atau strategi pertumbuhan (growth strategy) dengan strategi
konsentrasi melalui integrasi horisontal.
Matriks digunakan untuk mengetahui langkah-langkah berikutnya di dalam
suatu organisasi dan untuk mengetahui posisi strategi dari suatu organisasi.
Posisi strategi dapat diketahui dengan menggunakan skor dari faktor internal
strategis dan faktor eksternal strategis.
157
Strategi yang dihasilkan dari pengolahan dan pembahasan matriks SWOT
adalah posisi strategi di kuadran 1, dengan angka skor di atas rata-rata
mendekati baik, artinya bahwa strategi yang dilakukan adalah agresif atau
pertumbuhan.
5.2. Kesimpulan Diskusi Hasil Analisis Data
Hasil pengolahan dan pembahasan metode kuantitatif dengan
menggunakan Analisis Faktor diperoleh lima faktor dominan, yaitu Faktor
Teknologi Pemrosesan yang ramah lingkungan, Faktor Perbaikan Regulasi,
Faktor Peningkatan Dukungan Keuangan, Faktor Perbaikan Saluran Distribusi,
dan Faktor Ketersediaan bahan baku.
Strategi yang dihasilkan dari pengolahan dan pembahasan matriks SWOT
adalah posisi strategi di kuadran 1, dengan angka skor di atas rata-rata
mendekati baik, artinya bahwa strategi yang dilakukan adalah agresif atau
pertumbuhan.
Ketersediaan bahan baku (Jarak Pagar/Jatropha Curcas, Kelapa/Coconut
Palm/Cocos nucifera, Kelapa Sawit/African Oil Palm/Elaeis guineensis,
Tebu/Sorghum Manis/sugar cane/ Saccharum, Singkong/cassava/manihot
esculenta, Jagung/Zea mays L., Aren/Enau/Arenga pinnata, dan beberapa
sumber BBN) bisa ditingkatkan dengan menanam tanaman tersebut di lahan
kritis (www.pustaka-deptan.go.id) yang seluas 23,2 juta ha. Lahan kritis ini
terdapat dalam kawasan hutan adalah 8,1 juta ha dan di luar kawasan hutan/di
daerah pegunungan atau daerah aliran sungai bagian hulu seluas 15,1 juta ha,
apabila sekitar 25% saja (sekitar 5 juta ha) dikerjakan oleh kelompok petani,
maka lebih 1.5 juta lapangan pekerjaan baru tercipta, bila 1 orang mengelola 3
ha. Hasil panen diproses dengan menggunakan teknologi mulai yang sederhana
158
hingga menggunakan teknologi tinggi atau bio-teknologi maka diperkirakan
menghasilkan sekitar 12.5 juta – 15 juta ton BBN per tahun (78 juta barrel per
tahun atau lebih dari 200 ribu barrel per hari) (2.5 – 5 ton minyak/ ha/tahun).
Perbaikan saluran distribusi yang memadai, artinya bahwa prinsip yang
digunakan adalah “dari kita dan untuk kita serta kesejahteraan kita,” atau semua
yang ditanam dipanen dan diproses dan dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri
atau dijual kepada masyarakat setempat maka akan menghasilkan peningkatan
pendapatan masyarakat yang bersangkutan. Kelebihan produksi dapat dipasok
ke PT Pertamina sebagai cadangan BBM Nasional (Hanung Budya, Direktur
Pemasaran PT Pertamina).
Limbah hasil pemrosesan dapat diproses dan digunakan untuk pupuk
organik untuk pemupukkan tanaman dan diharapkan akan meningkatkan hasil
juga penghematan biaya serta sangat ramah terhadap lingkungan atau
limbahnya dapat diproses menjadi bio-gas.
Sosialisasi dan pelatihan bagi masyarakat petani, dan pelatihan akan lebih
sederhana apabila menggunakan teknologi yang canggih. Selain tidak
membutuhkan ketrampilan yang tinggi, kapasitas produksi yang dihasilkan juga
semakin tinggi.
5.3. Proposisi dan Proposisi Utama
Hasil penelitian dengan menggunakan mixed method adalah proposisi dan
proposisi utama.
5.3.1. Proposisi
Hasil pembahasan terdahulu diperoleh proposisi sebagai berikut.
P1:
Semakin meningkat teknologi pemrosesan yang ramah lingkungan
akan semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN.
159
P2: Semakin meningkat perbaikan regulasi akan semakin
meningkatkan kapasitas produksi BBN.
P3:
Semakin meningkat dukungan dana akan semakin meningkatkan
kapasitas produksi BBN.
P4:
Semakin meningkat perbaikan saluran distribusi akan semakin
meningkatkan kapasitas produksi BBN.
P5: Semakin meningkat ketersediaan bahan baku akan semakin
meningkatkan kapasitas produksi BBN.
5.3.2. Proposisi Utama
Analisis Mixed method merupakan gabungan dari hasil analisis kualitatif
dan kuantatif dapat direkapitulasi pada Tabel 5.1 berikut ini.
160
Proposisi mayor atau proposisi utama adalah memproduksi BBN agar tidak
terjadi kelangkaan BBM, memberdayakan masyarakat, menggunakan teknologi
pemrosesan yang ramah lingkungan, perbaikan regulasi dan peningkatan
subsidi serta perbaikan saluran distribusi BBN akan semakin meningkatkan
pendapatan masyarakat (Gambar 5.5).
Gambar 5.5 Proposisi dan Proposisi Utama
Sumber: Data diolah.