05.2-bab-2147(1)

27
BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka , , 1. Obat Psikotropika Obat psikotropika ialah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi hgsi fisik psikis, kelakuan atau pengalaman ( WHO, 1966). Sebenarnya psikotropika baru dikenalkan sejak lahinzya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi, yang khusus mempelajari psikofarmaka dan psikotropik. Psikofofannaka dan psikotropik. Psikofat sejak ditemukannya alkaloid Rauwolfia dan klorpromazin yang ternyata efektif untuk mengobati kelainan psikiatnk. Berbeda dengan antibiotik, pengobatan dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan atas pengetahuan empirik. Hal ini dapat dipahami karena, karena patofisiologi penyakit jiwa belum jelas. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik (Santoso dan Wiria, 1995). Pedoman yang dianggap perlu diperhatikan dalam penggunaan obat psikotropika menurut Hollistrik ( Wibisana, 1986 ) yaitu : 1. Obat psikotropika tidak menyembuhkan, melainkan hanya meringankan gejala dan umumnya bersifat simtomatik. 2. Indikasi untuk obat neuroleptik adalah gangguan jiwa berat dan buku untuk pengobatan kondisi gangguan mental ringan yang dapat diobati dengan obat yang lebih sederhana.

Upload: marini-siagian

Post on 29-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

, , 1. Obat Psikotropika

Obat psikotropika ialah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi

h g s i fisik psikis, kelakuan atau pengalaman ( WHO, 1966). Sebenarnya

psikotropika baru dikenalkan sejak lahinzya suatu cabang ilmu farmakologi

yakni psikofarmakologi, yang khusus mempelajari psikofarmaka dan

psikotropik. Psikofofannaka dan psikotropik. Psikofat sejak ditemukannya

alkaloid Rauwolfia dan klorpromazin yang ternyata efektif untuk mengobati

kelainan psikiatnk. Berbeda dengan antibiotik, pengobatan dengan

psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan atas pengetahuan

empirik. Hal ini dapat dipahami karena, karena patofisiologi penyakit jiwa

belum jelas. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga

lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik

(Santoso dan Wiria, 1995).

Pedoman yang dianggap perlu diperhatikan dalam penggunaan obat

psikotropika menurut Hollistrik ( Wibisana, 1986 ) yaitu :

1. Obat psikotropika tidak menyembuhkan, melainkan hanya meringankan

gejala dan umumnya bersifat simtomatik.

2. Indikasi untuk obat neuroleptik adalah gangguan jiwa berat dan buku

untuk pengobatan kondisi gangguan mental ringan yang dapat diobati

dengan obat yang lebih sederhana.

3. Dalam memberikan obat psikotropika memadai pengguna beberapa

macam obat saja secara benar lebih bermanfaat daripada menggunakan

beberapa macam obat yang kurang memadai.

4. Kebanyakan obat psikotropika memadai mempunyai masa kerja yang

sama, sehingga sebenamya lebih menguntungkan bila diberikan dalam

bentuk dosis tunggal bila dosis optimal sudah didapat.

5. Pengobatan hendaknya dari dosis kecil untuk menghindari terjadinya efek

sarnping dan memberrkan fleksibilitas dalam menentukan dosis optimum.

6. Lamanya tergantung pada keadaan penyakitnya

7. Beberapa golongan obat ini justru dapat menambah keadaan gangguan

obat yang mempunyai efek sedatif.

8. Banyak obat dapat mencetuskan gejala psikiatri baik dalam penggunaan

terapetik maupun dalam ha1 penggunaan.

Ketentuan peresepan berdasarkan Undang - undang No. 5 Tahun

1997 ( Joenoes-Zarnan, 2002 ) yang mengatur kegiatan yang berhubungan

dengan psikotropika yang berada dibawah pengawasan internasional, yaitu

yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan.

Psikotropika digolongkan menjadi :

a Psikotropika golongan I

Adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan

ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, hanya

diberikan khusus untuk penelitian serta potensinya amat kuat

mengakibatkan sindrom ketergantungan. Termasuk obat

psikotropika golongan I adalah Brolamf&amh, Etisiklida (PEC),

Methatirnona, Psilosin.

b. Psikotropika golongan 11

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat

digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi kuat menimbulkan sindrom ketergantungan

apalagi diberikan dalam jangka waktu yang lama. Contoh antara

lain Amfetamin, Fenobilina, Metakualin, Zipepprol, Secobarbital.

c. Psikotropika golongan I11

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat

digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

serta mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh Butalbital,

Pentazosina, Amobarbital, Pentobarbital, Glutetimide.

d. Psikotropika golongan IV

Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat

digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan, serta

mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan sindrom

ketergantungan. Obat Golongan IV ini sering diresepkan oleh

dokter umum maupun oleh dokter spesialis. Sebagian besar obat ini

adalah depresan sistem saraf pusat (SSP) Contoh antara lain

Alprazolom, aminorex, Brotizolam, Etinomat, Bromazepam,

diazepam, Meprobamate. Peresepannya hanya untuk short term

therapy misalnya tidak boleh digunakan lebih dari satu minggu

untuk tiap resep. Bila sesudah satu rninggu ada indikasi untuk

meneruskan maka dapat diberikan resep untuk satu minggu. Jadi

setiap kali resep jumlah obat yang diberikan hendaknya tidak boleh

diberikan satu minggu pemakaian.

Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap susunan saraf pusat

manusia obat psikotropika dapat dikelompokkan menjadi :

I . Depresant

Yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf

pusat (Psikotropika Go1 4), contohnya antara lain :. Sedatin 1 Pil BK,

Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrak (MX).

2. Stimulant

Yaitu yang bekerja mengaktikan kerja susunan s a d pusat, contohnya

amphetamine, yang terdapat dalam kandungan Ecstasi.

3. Hallusinogen

Yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau khayalan

contohnya licercik acid dhietilamide (LSD), psylocibine, rnicraline.

Disamping itu psikotropika dipergunakan karena sulitnya mencari

Narkotika dan mahal harganya. Penggunaan psikotropika biasanya

dicampur dengan alkohol atau minuman lain seperti air mineral, sehingga

menimbulkan efek yang sama dengan Narkotika.

Berdasarkan penggunaan kl- psikotmpik dibagi menjadi 4

golongan, yaitu (1) antipsikosis (major trankuilizer, neuroleptik);

(2) antimietas (antineurosis, minor tranquilizer) (3) antidepresan, dan

(4) psikotogenik (psikotornimetik, psikodisleptik, halusinogenik)

(Ingram et all, 1995).

w Antipsikotika disebut neuroleptika atau major tranquilizers yang

bekerja sebagai antipsikotis dan sedatif adalah obat-obat yang dapat menekan

fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi urnum,

seperti berpikir dan kelakuan normal. Obat-obat ini dapat meredakan emosi

dan agresi dan dapat pula menghdangkan atau mengurangi gangguan jiwa,

seperti impian d m pikiran khayali (halusinasi) serta menormalkan perilaku

yang tidak normal. Oleh karena itu, antipsikotdca terutama digunakan pada

psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit pada pasien, misahya

penyakit skizofienia ( "gla") dan mania. Minor tranquilizers adalah

anksiolitika yang digunakan pada gangguan kecemasan dan pada gangguan

tidur, seperti hipnotika. Contoh antara lain chlorpromazine, Haloperidol,

Trifluoperazine ( Tjay dan Rahardja, 2002 ).

Penggolongan antipsikotdca, biasanya dibagi dalam dua golongan

besar, yakni obat typis atau klasik clan obat atypis.

a. Antipsikotika klasik, terutama efektif mengatasi simtom positit pada

umumnya dibagi ddam sejumlah kelompok kimiawi sebagai berikut :

1) Derifat fenotiazin : klorpromazin, levomepromazin, dan triflupromazin

(siqui1)-thioridazin dan periciazin-perfenazin dan flufenazin-perazin

(Taxilan), trifluoperazin, proklorperazin ( stemetil ), dan Thietilperazin

Derivat thioxanten : klorprotixen (Truxal) dan mklopentixol

2) Derifat butirofenon : haloperidol, bromperidol, pipamperon.

3) Derifat buitlpiperidin : pimozida, fluspirilen, dan penfluridol.

b. Antipsikotika atypis

Obat-obat atypis ini sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan

quetiapin (Seroquel) bekerja efektif melawan simtom-simtom negatif

yang praktis kebal terhadap obat-obat klasik. Lagipula efek sampingnya

lebih ringan, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.

Obat atypis yang kini sedang diselidiki secara klinis adalah oliperidon dan

ziprasidon (Tjay dan Raharja, 2002).

Obat antipsikosis mempunyai beberapa sinonim, antara lain

Neuroleptik dan Tranquilizer mayor. Dalam membicarakan obat anti psikosis,

yang menjadi obat acuan adalah klorpromazin (CPZ).

Tabel I. Sedian obat antipsikosis clan dosis anjuran

I No. 1 Nama Generik I Dosis Aniuran

2. 3 4.. 5. 6.. 7 8. 9. 10. 11.

Haloperidol 1 5-15 mglhari;50 mg/2-4 minggu 1 Perfenazin 1 12 -24 mg/han Flufenazin

pp

Flufenazin dekanoat

Sumber : Mansjoer, 1999.

Levomepromazin Tioridazin Sulpirid Pimozid Risperidon Trifluoperazin

10 -15 mg~han 25 mg/ 2-4 minggu

-

25 -50 mg/hari 151 -600 mg/hari 300 -600 mg/hari

,1-4mg/haT-i 2-6 mg/hari 10 -15 mg/hari

, Antiansietas terutama berguna untuk pengobatan simtomatik

penyakit psikoneurosis dan berguna untuk pengobatan sebagai obat tambahan

pada terapi penyakit simtomatik yang didasari ansietas (perasam cemas)

dan ketegangan mental. Penggunaan antiansietas dosis tinggi jangka lama,

dapat menimbulkan ketergantungan psikis dan fisik. Dibandingkan dengan

sedatif yang sudah lama dikenal, antiansietas tidak begitu banyak

menimbulkan kantuk. Contoh antara lain diazepam, bromazepam

(Santoso dan Wiria, 1995).

7~ Antidepresi ialah obat untuk mengatasi depresi mental. Obat ini

terbukti dapat men&langkan atau mengurangi depresi yang timbul pada

beberapa jenis skizofi-enia. Antidepresi tidak dapat memperbaiki gejala

skizofienia lain, bahkan dapat memperbaiki gangguan pikiran yang

merupakan dasar penyakit ini. Perbaikan depresi ditandai dengan perbakan

dam perasaan, bertambahnya aktivitas fisik dan kewaspadaan mental, nafsu

makan dan pola tidur yang lebih baik dan berkurangnya p h a n morbid.

Contoh antara lain amitriptilin (Santoso dan Wiria, 1995).

Psikotogenik ialah obat yang dapat menimbulkan kelainan tingkah

laku, disertai halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir dan perubahan dam

perasaan jadi dapat menimbulkan psikosis. Istilah psikotogenik ini munglun

paling cocok untuk golongan obat yang dahulu disebut psikotomimebk,

artinya obat yang menimbulkan keadaan mirip Psikosis, kadang-kadang obat

ini disebut obat halusinogenik yang berarti obat yang menimbulkan

halusinasi. Contoh antara lain Meskalin, dietilamid lisergad dan marihuana

atau ganja (Santoso dan Wiria, 1995).

, I . Obat-obat yang Potensial Timbul Interabsi Obat

'lC Interaksi obat merupakan suatu peristiwa di mana suatu aksi obat

di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan secara besamaan.

Kernunman terjadi reaksinya peristiwa interaksi obat harus selalu

dipertimbangkan dalam klinik pada waktu dua atau lebih diberikan

bersamaan atau hampi bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa

pengaruh yang merugkau, beberapa interaksi justru Qambil madhatnya

dalam praktek pengobatan ( Suryawati, 1995 ).

w Interaksi obat adalah pemberian dua atau lebih obat pada waktu

bersamaan atau harnpir bersamaan yang dapat mengubah efek obat Iainnya

sehingga kerja obat yang di ubah dapat menjadi lebih kuat atau kurang

aktif Akibat yang tidak dikehendaki dari peristiwa interaksi ini ada dua

k e r n w a n , yakni meningkatnya efek toksik atau efek samping obat

atau berkurangnya efek klinik yang diharapkan ( Anonim, 2000 ).

c Intemksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau

terjadinay interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga dapat

dilakukan optimalisasi ( Suryawati, 1995 ).

& Faktor- faktor penderita yang berpengaruh terhadap interaksi obat

yaitu umur penderita, faktor fannakogenetik penderita, penyakit yang

sedang diderita, fungsi hati penderita, penyakit yang diderita, , fungsi

ginjal, kadar protein dalam darah, Ph urine penderita dan interaksi dengan

makanan atau minuman ( Joenoes- Zaman, 2002 ).

Kombinasi antipsikotik dengan antipsikotik lain mengakibatkan

potensiasi efek samping obat dan tidak ada bukt~ lebih efektif sehingga

tidak ada efek sinergis antara dua obat antipsikotik ( Maslim, 2001).

Namun banyak ditemukan kombinasi tersebut seperti chlorpromazine

dengan haloperidol yang umumnya digunakan dokter untuk membuat

penderita menjadi lebih tenang dan mnghdangkan gejala psikotik seperti

waham dan halusinasi sedang kombinasi chlorpromazine dan

tifluoperazine digunakan untuk menenangkan penderita dan

men&langkan gejala psikotik negatif seperti menutup diri dan berdiam

diri (Dhale dan Zanubia, 2003 ).-

4 Kombinasi ~ b a t antipsikotik dengan antiparkinson yang paling

banyak diperkirakan menimbulkan efek samping dari antiparkinson

meningkat tetapi kadar plasma ditmmkan dimana efek samping dari

antiparkinson antara lain : mulut kering, gangguan saluran pencernaan,

pusing, penglihatan kabur, retensi urin walaupun jarang terjadi, takikardia,

hipersensitivitas, gugup, pada dosis tinggi pada pasien yang peka dapat

mengalami bingung, eksitasi, gangguan jiwa (Anonim, 2000).

Kombinasi antipsikotik dengan antidepresan menimbulkan kadar

plasma dm efek parkinson atau efek muskarinik meningkat

( Anonim, 2000), mengurangi kecepatan ekskresi dari tisiklik, terjadi efek

antikolinergk, dapat menyebabkan eksitasi Sistem Saraf Pusat dan

hipertensi serta terjadi depresi berlebihan atau kerusakan h g s i bila

suatu antipsikotka digunakan bersamaan dengan depresan susunan saraf

pusat lain@& Akibatnya : mengantuk, pusing, hilang koordinasi otot dan

kesadaran mental. Pada kasus berat terjadi gangguan peredaran darah dan

fUngsi pernapasan yang menyebabkan koma dan kematian. Oleh karena itu

dokter harus memantau pasien dengan cermat dan mengatur takaran obat

agar efek penekanan yang berlebihan dapat dikurangi sesedikit mungkm.

( Harkness, 1989 Y ~ o n t o h penggunaan kombinasi obat antipsikotik

dengan antidepresan trisiklik ( amitriptilin ) akan terjadi efek samping

antikolinergrk meningkat sehingga harus berhati-hati terhadap pasien

dengan penyakit jantung ( Maslim, 200 1

Kombinasi antipsikotik dan antkonvulsan terjadi ambang

konvulsan menurun atau efek antikonvulsan dapat berkurang dimana obat

antikonvulsan digunakan untuk mencegah kejang pada gangguan ayan

akibatnya gangguan mungkm tidak terkendali dengan baik dalam a d

serangan kejang meningkat karena itu dosis antkonvulsan harus lebih

besar ( Maslim, 2001). Oleh karena kedua obat adalah depresan susunan

saraf pusat, mungkm terjadi penekanan yang berlebihan di sertai gejala

mengantuk, pusing, hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental

Contohnya pada penggunaan kombinasi Diphenilhydantoin dengan

Chlorpromazine ( Harkness, 1989 ).

Kombinasi antiparkinson dengan antidepresan dapat

dimunglankan terjadi peningkatan efek antimuskarinik trisiklik.

Contohnya pada kombinasi trihexyphenidil dengan amitriptilin

( Anonim, 2000 ).

,Kombinasi antipsikotik dengan antianxietas terjadi efek sedasi

meningkat dan bermanfaat untuk kasus dengan gejala agitasi dan gaduh

gelisah yang sangat hebat ( Maslim, 200 1 ). Contoh penggunaan diazepam

dengan haloperidol dan dalam beberapa kasus biasanya dikombinasi juga

dengan jenis lain tergantung gejala yang menyertai dan diagnosis dokter.

Biasanya menurut dokter diazepam diikutsertakan pada penderita yang

masih merasa cemas walaupun telah diberikan antipsikotik

( Dhale d m Zambia, 2003 ).

Kombinasi antianxietas dan CNS depressants dapat terjadi efek

sedasi dan penekanan pusat napas, resiko timbulnya kesalahan

pernapasan. Seperti obat diazepam dengan amitriptilin akibatnya

amitriptilin memperpanjang waktu pengosongan lambung sehingga dapat

memperlambat absorbsi obat ( Setyawati A., 1995 ).

Kombinasi antianxietas dan antipsikosis dapat bermanfaat efek

klinis dari benzodiazepin ( diazepam ) mengurangi kebutuhan dosis

neuroleptika, sehingga resiko efek samping neuroleptika berkurang.

Contoh penggunaan kombinasi Carbamazepine clan Haloperidol akan

mengakibatkan Carbamazepine berpengaruh menurunkan kadar atau efek

dari haloperidol ( Kaplan dan Sadock, 1994 ) A

3. Gangguan kejiwaan

Ada tiga pernbagian utama klasifikasi penyAt psikiatri berkaitan

dengan gangguan kejiwaan yang digunakan yaitu :

1. Dibagi menjadi dua kelainan mental / jiwa utama, yaitu penyakit

mental dan cacat mental ( defisiensi, subnormalitas). Cacat mental

suatu keadan yang mencakup difisit intelektual dan telah ada sejak

lahir atau pada usia dini. Penyakit mental secara tidak langsung

kesehatan sebelumnya : kelainan yang berkembang atau kelainan

yang bermanifestasi kemudian dalam kehidupan. Pembagian ini

sangat tua dan telah diteguhkan oleh perundang-undangan dan oleh

penggunaan rumah sakit yang terpisah bagi penyakit mental dan cacat

mental.

2. Penyakit mental 1 jiwa secara prinsip dibagi dalam psikoneorosis dan

psikosis. Kategori ini sesuai dengan pendapat awam tentang

"kecemasan" dan "kegdaan". Psikoneurosis merupakan keadaan

lazim yang gejalanya dapat dipahami d m dapat diempati, seperti

neorosis ansietas, fobia, histeria, neurosis pasca traumatik, neurosis

depresi. Psikosis merupakan penyakit yang gejalanya h a n g dapat

dipahami dan tidak diempati serta pasien sering kehilangan kontak

dengan realitas. Pembedaan ini bermanfaat walaupun kasar d m

mempunyai perkecualian.

3. Istilah hgsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan

digunakan untuk membagi psikosis. Psikosis hgsional berarti ada

gangguan fungsi, tanpa kelainan patologi yang dapat dibuktikan,

contoh psikosis hgsional afektif : psikosis manik-depresif (depresi

atau mania) dan skizofienia : paranoid, hebefienik, katatonik,

simpleks. Diagnosis penyakit hgsional seharusnya bersandar atas

penemuan gejala psikologi dan tidak melulu atas penyingkiran

gambaran fisik. Psikosis orgaruk ( psikosis simtomatik )

mempunyai lesi yang dapat diperlihatkan atau diduga ada, misal

tumor, perubahan vaskular, faktor infeksi, toksik traumatik atau

congenital ( Ingram et all, 1995 ).

.3.1. Psikosis

Yang dimaksud dengan psikosis adalah penyalut kejiwaan pikiran

dan kejiwaan, yang menyebabkan perubahan sb-uktur kehidupan

kesekuruhan ; pasien bersangkutan akan berubah kepribadiannya yang

terlihat dengan adanya fase-fase atau tahap-tahap tertentu. Psikosis ini

dapat dibedakan dari gangguan psikis lainnya dengan melihat gejala yang

terjadi atau kadang-kadang dengan melihat pola fase-fase tersebut.

Psikosis dibedakan atas psikosis eksogen yang disebabkan pengaruh

patologi pada tubuh dan psikosis endogen yang penyebabnya sampai saat

ini tidak diketahui, tetapi kemunglunan besar disebabkan gangguan

metabolisme otak. Psikosis eksogen antara lain dapat disebabkan oleh

trauma otak, tumor otak, ensefalitis, keracunan, perubahan arterioklerotis

atau penyakit endokrin. Termasuk pada psikosis endogen adalah

skizofienia dan psikosis maniak-depresif ( Mutschler, 1991).

.3.2. Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah untuk sekelompok psikosis dengan

berbagai gangguan kepribadian disertai adanya perubahan yang khas dari

cara berpikir, perasaan, dan hubungmya dengan lingkungan.

Kemunglunan terjadinya penyakit ini 1% dan tidak tergantung pada ras

maupun lingkungan budaya seseorang ( Mutschler, 1991).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan

kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan, dan dapat mengalubatkan

kendala sosial, emosional, dan kognitif ( Pengenalan, pengetahuan, daya

membedakan; Lat, cognitus = dikenali ). Akan tetapi, ada pula banyak

varian lain yang h a n g serius. Skizofienia adalah penyebab terpenting

gangguan psikotis, dimana periode psikotis, diselingi periode 'normal'

saat pasien bisa berfungsi baik. Mulainya penyakit sering kali secara

menyelinap, adakalanya juga dengan mendadak. Pada pria, biasanya

timbd antara usia 15-25 tahun, jarang diatas 30 tahun, sedangkan pada

wanita antara 25-35 tahun (Tjay dan Rahardja, 2002).

Penyebabnya masih belum diketahui, munglun berkaitan dengan

terganggunya keseimbangan sistem kimiawi rumit diotak. Dewasa ini

hanya ditetapkan adanya faktor kehmman dengan faktor lingkungan

sebagai pemeran penting. Menurut suatu teori, infeksi virus selama

perkembangan janin pada kehamilan telah menghambat pertumbuhan

antara lain neuron dopamine kebagian-bagian tertentu dari otak

(Tjay dan Rahardja, 2002).

Skizofienia tidak dapat disembuhkan, penanganannya bersifat

simtomatis, yakni menghalau gejala-gejalanya dan kemudian mencegah

kambuhnya lagi. Selain itu rehabilitasi psikososialnya sangat penting

untuk reintegrasi pasien dalam masyarakat. Dewasa ini para ilmiawan

sepaham bahwa penanganan skizofienia paling efektif terdiri atas

kombinasi dari farmakoterapi bersama psikoterapi, termasuk terapi

kelakuan kognitif yang juga disebut "terapi bicara". Dokterfpsikiater

berusaha membangun hubungan baik dengan pasiennya dan memperoleh

kepercayaan mereka, juga mencoba mengatasi problema psilcis mereka,

serta memberikan petunjuk bagaimana menghadapi masalah

(Tjay dan Rahardja, 2002).

Umumnya dimulai dengan suatu obat klasik, terutama

klorpromazin bila diperlukan efek sedatif, trifluoperazin bila sedasi tidak

dikehendaki atau pimozida jika pasien justru perlu diaktinCan. Efek

antipsikotik baru menjadi nyata setelah terapi 2-3 minggu. Bila sesudah masa

latensi, obat-obat tersebut kurang efektif, perlu dicoba obat-obat lain dari

kelompok kimiawi lain. Flufenazin dekanoat digunakan sebagai profilakse

untuk mencegah kambuhnya penyakit. Thioridazin berguna pada lansia untuk

mengurangi GEP ( Gejala Ekstra Piramidal ) dan gejala antikolinergis. Obat-

obat klasik terutama untuk meniadakan simtom positif dan efehya bsaru

nampak setelah beberapa bulan (Tjay dan Raharqia, 2002).

Ketepatan diagnosis diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Kekeliruan diagnosis

akan mengakibatkan kekeliruan dalam memilih obat yang diperlukan.

Ketepatan indikasi berkaitan dengan penentuan perlu tidaknya suatu obat

diberikan pada suatu kasus tertentu. Ketepatan jenis obat berkaitan dengan

pemilihan kelas terapi dan jenis obat berdasarkan pertimbangan manfaat,

kearnanan, harga, dan mutu sebagai acuan dapat digunakan buku pedoman

pengobatan. Ketepatan informasi menyangkut informasi cara penggunaan obat,

efek samping obat, dan cara penanggulangannya serta pengaruh kepatuhan

pasien terhadap hasil pengobatan. Ketepatan penilaian diperlukan terhadap

kontra indikasi, pengaruh faktor konstitusi, penyakit penyerta, dan riwayat

alergi. Ketepatan tindak lanjut memerlukan informasi mengenai kesembuhan

dan berkuraugnya gejala penyakit, keperluan untuk rneru.uk, timbulnya

efek samping dan sebagainya ( Sastramiharja, 1997).

4. Rumah Sakit

Rurnah sakit merupakan suatu sarana upaya kesehatan, yang

menyelenggarakan kegiatau pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di

rumah sakit merupakan kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan,

rawat nginap clan gawat b a t yang mencakup pelayanan medis maupun

penunjangnya. Di samping itu, maka rumah sakit tertentu dapat dimanfaatkan

bagi pendidikan tenaga kesehatan maupun penelitian ( Soekanto, 1989 ).

Berdasarkan bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,

maka dapat dibedakan antara rumah sak~t umum dengan rumah salut khusus.

Rumah sakit umum merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan semua jenis penyalut dari yang bersifat dasar sampai dengan

subspesialistis. Kalau suatu rumah sakit hanya menyelenggarakan pelayanan

kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin tertentu, maka

lembaga itu merupakan rumah sakit khusus ( Soekanto, 1989 ).

Suatu rumah salut dapat dimiliki d m diselenggarakan oleh

pemerintah atau swasta. Rumah sakit pemerintah dimiliki oleh Departemen

Kesehatan, Pemerintah, ABRI atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Suatu rumah sakit swasta munglun dimiliki dan diselenggarakan oleh suatu

yayasan atau badan hukurn yang bersifat sosial. Pada pokoknya

penyelenggaraan rumah sakit harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan

( Soekanto, 1989 ).

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis

pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam

yaitu RS Pemerintah ( RS Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten ), RS BUMNI

ABRI, dan RS Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam

negeri ( PMDN ) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah

RS Umum, RS Jiwa, RS Khusus ( mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, dan

kanker dsb ), RS Kelas C, dm RS Kelas D. Pada akhir PELITA VII,

pemerintah akan meningkatkan status semua RS Kabupaten Dari kelas D

menjadi kelas C. Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang

tersedia. Untuk RS kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas dan sub-

spesialistik. RS kelas B mempunyai pelayanan minimal 4 spesialistik dasar

( bedah, penyakit dalam, kebidanan dan anak ). Di RS kelas D terdapat

pelayanan medis dasar (Muninjaya, 1999).

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No. 134lSWIV178

th.1978 tentang susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di

Indonesia antara lain disebutkan:

Pasal 1. : Rumah Sakit Umum adalah organisasi dilingkungan Departemen

Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung

kepada Dirjen Yan Medik.

Pasal 2. : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

kesehatan (caring) dan penyembuhan (curing ) penderita serta

pemulihan keadaan cacat badm dan jiwa (Rehabilitation).

Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Rumah Sakit mempunyai

fimgsi : a Melaksanakan Usaha pelayanan me&

b. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik

c. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan

peningkatan pemulihan kesehatan.

d. Melaksanakan usaha perawatan

e. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan

paramedis.

f Melaksanakan sistem rujukan

g. Sebagai tempat penelitian.

Pasal4 : a. Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah

RS. kelas A, kelas B dan kelas C.

b. Rumah Sakit Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan

pelayanan kesehatan yang spesialistk dan sub spesialis yang

luas.

c. Rumah Sakit Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan

pelayanan kesehatan spesialistik yang luas.

d. Rumah Sakit Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan

pelayanan kesehatan yang spesialistik paling sedikit 4 spesialis

dasar yaitu Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit

Kebidanan / Kandungan dan Kesehatan Anak

(Muninjaya, 1999).

Batasan-batasan rumah sakit:

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis

profesional yang terorganisir serta sarana kedoktem yang permanen

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan atau diagnosis serta pengobatan peyakit yang diderita oleh

pasien (American Hospital Association cit Azwar, 1996).

Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan

menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk

mahasiswa kedoktem, perawat, dm berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya

diselenggarakan (Wolper dan Pena cit Azwar, 1996).

Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh

dokter terhadap pasiennya berdasarkan temuan-temuan yang diperolehnya.

Upaya tersebut ditempuh melalui suatu tahapan prosedur tertentu yang disebut

standar operating prosedur (SOP) yaitu terdiri dari anamnesis, pemeriksaan,

penegakan dosis, pengobatan d m tindakan selanjutnya

( Sastramihardja, 1997 ).

Beberapa pilihan terapi yang ada adalah terapi obat, pembedahan,

pengobatan psikiatri, radiasi, terapi fisik dan pendidikan kesehatan, konseling,

konsultasi lanjutan atau tidak diberi terapi. Dari pilihan tersebut terapi obat

paling banyak dipilih (Sastramihardja, 1997).

. 5. Rekam medik ( medical record )

Rekam medik rumah sakit (RMRS) merupakan komponen penting

dalam pelaksanaan kegiatan manajemen Rumah Sakit. RMRS hams mampu

menyajikan informasi lengkap tentang proses pelayanan medis dan kesehatan

di Rumah Sakit, baik di masa lalu, masa kini maupun perkiraan dimasa datang

tentang apa yang terjadi. Aspek hukum peraturan Menteri Kesehatan

(Permenkes) tentang pengisian dapat memberikan sanksi hukum bagi rumah

sakit ( RS ) atau petugas kesehatan yang melalaikan, d m berbuat khilaf lain

dalam pengisian lembar - lembar Rekam medik (RM). Ada dua kelompok

data RMRS di sebuah Rumah Sakit yaitu kelompok data medik dan data

m u m Dalam memberikan obat psikotropika memadai pengguna beberapa

macam obat saja secara benar lebih bermanfaat daripada menggunakan

beberapa macam obat yang h a n g memadai.

1. Data medik

Data medik dihasilkan sebagai kewajiban pihak pelaksana

pelayanan medis ( termasuk residen ), para medis, dan ahli kesehatan yang

lain ( paramedis keperawatan dan paramedis non keperawatan ). Mereka akan

mendokumentasikan semua hasil pemeriksaan dan pengobatan pasien dengan

menggunakan alat perekam tertentu baik secara manual maupun dengan

komputer. Jenis rekamannya disebut rekam medik dan kesehatan Petunjuk

teknis RMRS sudah tersusun tahun 1992 dan diedarkan ke seluruh jajaran

organisasi Rumah Sakit di Indonesia. Ada dua jenis RMRS :

a. Rekam medlk untuk pasien rawat jalan termasuk pasien gawat darurat

yang berisi tentaug identitas pasien, hasil anamneis ( keluhan utama,

riwayat sekarang, riwayat penyakit yang diderita, riwayat keluarga

tentaug penyakit yang mungkm diturunkan atau yang dapat ditularkan

diantara keluarga), hasil pemeriksaan : ( fisik, laboratorium, pemeriksaan

khusus lainnya), Diagnostik kerja, dan Pengobatan / Tindakan. Pencatatan

data ini hams di isi selambat-lambatnya 1 kali 24 jam setelah pasien

diperiksa.

b. Isi Rekam medik untuk pasien rawat inap. Hampir sama dengan isi rekam

medis untuk pasien rawat jalan kecuali beberapa hal seperti : persetujuan

pengobatan / tindakan, catatan konsultasi, catatan perawatan dan tenaga

kesehatan lainnya, catatau observasi klinik, hasil pengobatan, resuma

akhir dan evaluasi pengobatan.

sekitar tahun 1923 sudah menerapkannya disini, akan tetapi masih bersifat

masal. Beberapa tahun kemudian Direktur RS. Jiwa Prof. Dr. Soeroyo

Magelang berikutnya Doketer J. C. Van Andel, menyempurnakan dengan

sistem Terapi Kerja Individual yang disesuaikan dengan paisen serta kondisi

Indonesia

RS. Jiwa Prof. dr. Soeroyo Magelang adalah Rumah Sakit Jiwa

Pemerintah yang bernaung dibawah Depertemen Kesehatan RI.

Menurut konsep Tri Upaya Bina Jiwa maka pelayanan Kesehatan

di Rumah Sakit Jiwa merupakan perpaduan Wtas tim yang terdiri dari

Psikiater dokter, Psikolog, Perawat, dan Pernbimbing Sosial dan ditunjang

unsur - unsur pendukung lainnya dalam bidang Administrasi.

Jangkauan Pelayanan .

I. Pelayanan di dalam Rumah Sakit Jiwa (Intramural)

Dibagi dalam 7 unit Pelayanan Fungsional (UPF)

1. UPF Kesehatan jiwa masyarakat

2. UPF Rawat Jalan Terpadu

3. UPF Gangguan Mental Organik

4. UPF Anak d m Remaja

5. UPF Dewasa dan Lanjut Usia

6. UPF Elektromedik

7. UPF Rehabilitasi

29

IL Instalasi

1. Instalasi Laboratorium

2. Instalasi Apotik

3. Instalasi Gizi

III.Pelayanan diiuar Rumah Sakit Jiwa (Extramural)

Ada beberapa kegiatan, yaitu :

1. Integrasi Kesehatan Jiwa di Puskesmas dan RSU

2. Penyuluhan kesehatran Jiwa

3. Kunjungan Rumah

4. Kerjasama dengan Instasi lain, misal :

a Dengan Kqolisian dan Dinas Sosial

b. Dalam bidang pendidikan dengan sekolah; Akademi Perawat,

Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Fakultas Psikologi,

dll.

7. Standar Diagnosa dan Terapi Gangguan Jiwa di RSJP Magelang

.7. 1. Gmgguan Jiwa dengan gejala Skizofienia, Gangguan Psikotik dan

Gangguan Sluzoafektif

a. Pemeriksaan Penunjang : Evaluasi Kepribadian / masalah Psikososial

dan lingkungan, Brain Mapping, Pemeriksaan lain sesuai dengan

kebutuhan diagnostik

b. Konsultasi : Spesialis terkait

c. Perawatan Di Rumah Sakit : bila ada gawat psikiatrik

d. Terapi :

d. 1. Kondisi akut :

d. 1.1. Bila diperlukan obat parenteral :

1). Haloperidol 5 - 20 mg ivlim, dapat diulang tiap 2 jam sampai

mencapai dosis 100 mg 1 hari, atau

2). Chlorpromazine, 50 - 100 mg im, hati -hati terhadap efek

hipotensinya, dapat diulang setiap sesudah 1 jam. Apabila

diperlukan sedasi yang cepat dapat dipakai diazepam 5 - 10 mg

iv, dapat diulang setiap 15 menit

7. 2. Episode Depresif Berat dengan gejala Psikotik

a. Perneriksaan Penunjang : Evaluasi Kepribadianlmasalah Psikososial dan

lkkww

b. Konsultasi : Spesialis terkait

c. Perawatan Di Rumah Sakit : Rawat inap bila membahayakan diri sendiri

dan lingkungan.

d. Terapi :

d. 1. Farmakoterapi

Untuk Episode ringan dan sedang diberikan antidepresan :

d. 1. 1. Trisiklik

1) .Amittriptihe ( laroxyl), dosis awal75 mg, dibagi 3,maksimal300

mg/hari, hati-hati pada orangtua.

2). Imipramine ( lofianil ) dosis = amitrptiline

3). Clomipramine ( anafianil ) dosis awal 75 mg dibagi 2, maksimal

250 mg/hari

4). Amineptin ( survector ), 200 mg/hari

d. 1.2. Tetrasiklik

1). Maprotilin ( ludiomil ), dosis awal75 mg dibagi 3,maksimal 225 mg/hari

2). Mianserine ( tolvon ). 10 - 60 mg, 2x/hari

d. 1.3. Monoaminoxide (MAO) Inhibitor :

1). Moclobemide ( aurorix ), 300 -600 mg, 2Xmari

d. 1.4. Triazolopyridine :

l).Trozadone ( trazone ) dosis awal50 mg lx/hari dapat dinaikkan 2-3x

50 mg, dosis terapeutik 300-400 mg

d. 1. 5. Selective Seronine Reuptake Inhibitor ( SSFU ) :

1). Sertaline ( zoloft ), dosis awal50 mg/hari,

maksimal200 mg/hari 1 kali

2). Paroxetine ( serovet ), dosis awal20 mg, maks 50 mg.hari.

3). Flufoxetine HCl ( prozac ) dosis awal20 mg, maks 80 mg/hari

Dalam memberikan antidepresant trisiklik dan tetrasiklik hati-hati

terhadap penderita penyakit jantung ( myocard infact b e penyembuhan,

merupakan Kontra Indkasi ) dan usia lanjut.

7. 3. Psikoterapi

Terapi individu, Terapi kognitif, Terapi tingkah laku, Terapi

keluarga, Terapi interpersonal. Untuk episode yang berat dapat diberikan :

1). Neuroleptik : yang mempunyai sedasi ringan,

misalnya : Haloperidol 10 -30 mg, 2x/hari

2). Electro Convldlsiv Therapy ( Terapi kejang listrik) : Terutama ada

pikiran bunuh diri

B. Landasan Teori

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr, Soeroyo Magelang yang merupakan

Rumah Sakit tertua mempunyai jangkauan yang luas, sehingga kasus yang

ditemui cukup beragam mulai dari penyakit jiwa yang ringan sampai terberat

baik di instalasi rawat jalan maupun instalasi rawat hap. Berdasarkan bagian

informasi kasus peyakit gangguan jiwa banyak ditemukan yang membutuhkan

obat psikotropika yang bekerja atau mempengasuhi fungsi psikis, kelakuan

atau pengalaman.

Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan

dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih

buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan

berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak

jarang bahkan menimbulkan kernatian. Obat Psikotropika banyak digunakan

dalam pengobatan gangguan jiwa seperti skizofrenia, gangguan psikohk,

gangguan skizoafektif dan gangguan kejiwaan lainnya.. Obat ini dapat

menekan fungsi-fungsi psikis tertentu, meredakan emosi, agresi, dan dapat

menghllangkan atau mengurangi gangguan jiwa serta perilaku yang tidak

normal. Umumnya obat psikotropika ini tidak menyembuhkan, melainkan

hanya meringankan gejala d m besifat simtomatik

( berdasarkan gejala yang timbul ) karma sampai saat ini penyebab fungsional

masih belum diketahui dengan jelas.

Terapi somatik dan psikoterapi pada keadaan tertentu telah

dilakukan tetapi penyakit masih menetap atau term berulang maka diperlukan

pertimbangan penggunaan psikofmaka / psikotropika. Obat-obatau ini

bekerja pada gangguan psikosomatk dengan mempeng& afek 1 perasaan

dan emosi serta fungsi vegetatif dan sebagai suatu usaha untuk mengobati atau

mengoreksi perilaku, pikiran atau moodkeinginan yang mengalami gangguan

akibat perubahan zat kimia atau cara fisik lahmya

Obat antipsikotk atipikal bekerja menghambat reseptor dopamine

maupun serotonin dalam otak sehingga mampu mengontrol gejala positif

maupun negatif dimana obat ini memberi hasil yang lebih bak, dapat

mengurangi gejala, mengatasi berbagai aspek gangguan kognitif, tingkat

kualitas hidup lebih baik, menurunkan perawatan di nunah sakit, dan memberi

respons lebih dari 60 persen pada kasus resisten

1 .- Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola

penggunaan obat psikotropika pada penyakit gangguan kejiwaan di instalasi

rawat inap dengan membandingkan pada standar diagnosa dan terapi gangguan

jiwa di RSJ Prof dr. Soeroyo Magelang serta staudar pelayanan medis RSUP

dr. Sarjito sebagai pelengkap.