05 bab iii pembahasan

7
48 BAB IV PEMBAHASAN Diagnosis LPR masih merupakan paradigma baru pada penyakit saluran nafas bagian atas dan berbeda dengan GERD. LPR ditegakan berdasarkan pendekatan kombinasi gejala dan tanda serta pemeriksaan penunjang. Alat diagnostik yang akurat dan merupakan baku emas untuk diagnosis LPR belum ada, walaupun saat ini monitoring pH 24 jam esofagus dan farings dianggap sebagai metode terbaik. Berbagai macam alat diagnostik telah dikembangkan untuk diagnosis LPR dengan tujuan mudah dikerjakan, tidak menyakitkan penderita, biaya murah dan nilai keakuratannya tinggi. Alat yang dikembangkan untuk diagnosis LPR itu antara lain: Alat bantu diagnostik berdasar gejala oleh North Carolina Group of Laryngologists yaitu reflux symptom index (RSI) mempunyai realibilitas dan validitas yang baik serta mudah dilaksanakan, walaupun

Upload: dika-amelinda

Post on 01-Oct-2015

234 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

pembahasan

TRANSCRIPT

BAB I

48

BAB IVPEMBAHASAN Diagnosis LPR masih merupakan paradigma baru pada penyakit saluran nafas bagian atas dan berbeda dengan GERD. LPR ditegakan berdasarkan pendekatan kombinasi gejala dan tanda serta pemeriksaan penunjang. Alat diagnostik yang akurat dan merupakan baku emas untuk diagnosis LPR belum ada, walaupun saat ini monitoring pH 24 jam esofagus dan farings dianggap sebagai metode terbaik. Berbagai macam alat diagnostik telah dikembangkan untuk diagnosis LPR dengan tujuan mudah dikerjakan, tidak menyakitkan penderita, biaya murah dan nilai keakuratannya tinggi. Alat yang dikembangkan untuk diagnosis LPR itu antara lain: Alat bantu diagnostik berdasar gejala oleh North Carolina Group of Laryngologists yaitu reflux symptom index (RSI) mempunyai realibilitas dan validitas yang baik serta mudah dilaksanakan, walaupun demikian gejala kelainan larings bukanlah patognomonik untuk diagnosis LPR, sebab berbagai macam gejala larings itu dapat dijumpai pada berbagai kelainan karena inflamasi larings dan pada relawan yang sehat. Perlu pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis LPR apabila sudah dicurigai adanya kelainan larings akibat refluks berdasarkan skor RSI. Pemeriksaan fisik dengan menggunakan laringoskop mempunyai nilai prediksi yang tinggi namun tidak patognomonik untuk diagnosis LPR, karena kelainan larings dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit, juga dijumpai pada relawan yang sehat, beratnya temuan kelainan larings pada pemeriksaan laringoskopi tidak selalu bisa dikorelasikan dengan beratnya gejala LPR, terdapat perbedaan subyektifitas penilaian diantara pemeriksa, sedangkan laringoskopi dengan disertai media penyimpan hasil pemeriksaan dapat meningkatkan sensitifitas pemeriksaan fisik kelainan larings. RFS dikembangkan untuk standarisasi temuan larings pada kasus LPR sehingga klinisi dapat lebih baik dalam melakukan diagnosis, evaluasi perkembangan kelainannya, dan penilaian efikasi pasien dengan LPR. Tidak semua Rumah Sakit memiliki fasilitas ini. Laryngeal videostroboscopy (LVS) digunakan untuk mendeteksi secara obyektif adanya kelainan larings seperti: inflamasi kronik larings, gambaran abduksi larings, dapat memperlihatkan seluruh area larings, evaluasi respon perbaikan kelainan larings setelah dilakukan terapi proton pump inhibitor (PPIs) selama 6 minggu, realibilitas penilaian LVS intra dan antar pemeriksa untuk diagnosis adanya LPR adalah cukup baik, meskipun demikian belum ada standar yang disepakati untuk diagnosis LPR menggunakan LVS dalam menentukan tingkatan sedang atau berat. Videostroboscopy digital sangat sensitif untuk diagnosis dan dokumentasi respon terapi LPR. Keterbatasan alat ini adalah tidak selalu tersedia disetiap rumah sakit untuk diagnosis LPR. Monitoring pH 24 jam farigs dan esofagus adalah merupakan metode terbaik saat ini untuk diagnosis LPR, namun kekurangan pemeriksaan ini antara lain: pH negatif tidak mengesampingkan adanya refluks ekstraesofagus, ketidaknyamanan saat penempatan probe, lokasi penempatan sensornya, sensitifitas pH-metri yang pernah dilaporkan hanya 50%-80%, positif palsu 20%, sekitar 12% pasien THT tidak dapat mentoleransi tindakan ini, modifikasi diet mungkin dapat menyebabkan hasil negatif palsu, pH metri mahal dan terdapat keterbatasan ketersediaannya, refluks ekstra esofagus juga bersifat intermiten. Skintigrafi orofaringoesofageal dapat digunakan sebagai tes penapis pada penderita yang dicurigai menderita LPR karena tindakan ini noninvasif, dapat ditoleransi dengan baik, dapat menyediakan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang LPR. Barium esofagogram umumnya digunakan sebagai alat diagnostik apabila dicurigai adanya kelainan anatomis seperti striktur, web, akalasia, pH metri negatif tetapi terdapat kecurigaan yang tinggi terhadap adanya refluks, juga lebih spesifik untuk kelainan GERD seperti adanya hiatus hernia, kelainan pada sfingter esofagus bawah, striktur esofagus maupun gambaran esofagitis. Barium esofagogram mempunyai sensitifitas (20-60%) dan spesifisitas (64-90%) untuk diagnosis LPR. Ambulatory multichannel intraluminal impedance walaupun cukup menjanjikan, penggunaannya dalam mendiagnosis LPR belum jelas, karena pemakaian alat ini membutuhkan waktu yang banyak dan belum ada validasi untuk pemakaiannya. Dengan otomatisasi alat ini memungkinkan dapat digunakan sebagai standar baru untuk diagnosis LPR. Teknik pemeriksaan kuantitas ekspresi protein seperti pepsin, carbonic anhidrase, heat-shock protein pada sampel mukosa laringfarings atau saliva tenggorok kemungkinan dapat menjadi baku emas dalam penegakan diagnosis LPR karena: sputum tenggorok memiliki molekul besar dapat dideteksi pada saluran nafas jangka lama setelah terjadinya refluks lambung, non invasif, sensitivitas pemeriksaan ELISA 100% dan spesifitas 89% dibandingkan dengan pH metri. Penelitian terkini menunjukkan temuan pepsin pada beberapa pasien tanpa adanya pH-metri positif, hal ini memberi petunjuk bahwa pepsin lebih baik sebagai penanda diagnostik LPR dibanding monitoring pH. Pemeriksaan imunologi pada biopsi larings menekankan pada perubahan ekspresi antigenpresenting molecules utama pada sel epitel mukosa larings, tetapi tidak patognomonik untuk kelainan LPR karena dapat terjadi pada kelainan inflamasi yang disebabkan oleh penyakit selain refluks. Pemeriksaan ini sulit dikerjakan terutama pada instansi kesehatan yang tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan imunologi. Terapi empiris dengan obat anti refluks Proton Pump Inhibitors (PPIs) sebagai salah satu strategi diagnostik awal ditujukan pada pasien LPR dengan gejala positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik negatif, tetapi tidak direkomendasikan untuk pemberian jangka waktu lama. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk uji coba terapi empiris ini, terdapat perbedaan pendapat diantara ahli THT, ada sebagian yang mendukung terapi empiris sebagai salah satu alternatif diagnosis LPR, sebagian yang lain tidak mendukung karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan.