04_ekologi_nitas.klm_.fnsh_.pdf

10
 35 EKOLOGI DAN PEMANFAATAN NITAS (  Sterculia foetida L.) DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR (  Ecology and Utilization of Nitas ( Sterculia foetida L.) on Timor Teng ah Selatan Re gency, East Nusa Tenggara)*) Oleh/  By: Gerson ND Njurumana Balai Penelitian Kehutanan Kupang Jln. Untung Surapati No. 7 Kupang 85115 Nusa Tenggara Timur Indonesia Telepon : +62 380 823357; Fax +62 380 831068; email: njurumana @yahoo.co.id *)Diterima : 10 Januari 2009; Disetujui : 21 April 2011  ABSTRACT  Research on the ecology and utilization of nitas (Sterculia foetida  L.) aims to collect information about the ecological distribution of nitas growth at different altitude and soil types and their use by the community. The method used was survey and observation of distribution at different altitude, then taking the coordinates to be mapped. The results showed that nitas distributes at various altitude, especially at an altitude below 750 m above sea level. Based on soil type, this species is dominant distribution in kamisol soil and inrelationly law terrain. The communities use the wood for light construction and traditional medicine. The conclusion is that nitas is distributed widely in terms of altitude where the soil type and rainfall, but very limited from the aspect of slope.  Keywords: Nitas,ecology dis tribution and utilization ABSTRAK Penelitian mengenai ekologi dan pemanfaatan nitas ( Sterculia foetida L.) bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sebaran ekologi pertumbuhannya pada berbagai mintakat dan jenis tanah serta  pemanfaatannya oleh masy arakat. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dan observasi peny ebaran  pada berbagai mintakat, kemudian melakukan pengambilan koordinat untuk dipetakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nitas memiliki penyebaran pada berbagai mintakat, terutama pada ketinggian di bawah 750 m dpl. Berdasarkan jenis tanah, sebaran dominan pada tanah kambisol, dan berdasarkan kelerengan  banyak ditemukan pada kelerengan agak datar. Masyaraka t menggunakan kayunya un tuk bahan konstruksi ringan dan pengobatan tradisional. Kesimpulan penelitian adalah nitas memiliki sebaran yang luas, baik dari aspek pemintakatan, jenis tanah dan curah hujan, namun sangat terbatas dari aspek kelerengan. Kata kunci: Nitas, sebaran ekologi dan pemanfaatannya I. PENDAHULUAN Pertambahan penduduk mendorong  peningkatan kebutuhan terhadap bahan  baku ka yu untuk berbagai ke butuhan, sa- lah satunya industri perkayuan. Perminta- an hasil hutan, baik hasil hutan kayu maupun non kayu untuk berbagai diver- sifikasi produk makin meningkat, tidak sebanding dengan daya dukungnya di alam. Keterbatasan potensi kayu meng- alihkan perhatian pengguna untuk mela- kukan penyesuaian bahan baku melalui  pemanfaatan jenis tanaman kurang dike- nal, salah satunya nitas (Sterculia foetida L.) yang termasuk dalam ordo Malvales, family Malvaceae. Perhatian terhadap jenis tumbuhan kurang dikenal seperti nitas sangat pen- ting, terutama untuk menyediakan bahan  baku industri dan diversifikasi pemanfa- atannya oleh masyarakat yang sudah mendomestikasinya karena manfaatnya yang beragam, di antaranya sebagai ba- han baku bangunan, industri maupun untuk pengobatan tradisional. Potensi  pemanfaatan yang beragam menyebabkan nitas memiliki arti penting bagi masyara-

Upload: fajar-mulana-isman-f

Post on 06-Oct-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 35

    EKOLOGI DAN PEMANFAATAN NITAS (Sterculia foetida L.) DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR (Ecology and Utilization

    of Nitas (Sterculia foetida L.) on Timor Tengah Selatan Regency, East Nusa Tenggara)*)

    Oleh/By: Gerson ND Njurumana

    Balai Penelitian Kehutanan Kupang Jln. Untung Surapati No. 7 Kupang 85115 Nusa Tenggara Timur Indonesia

    Telepon : +62 380 823357; Fax +62 380 831068; email: [email protected]

    *)Diterima : 10 Januari 2009; Disetujui : 21 April 2011

    ABSTRACT

    Research on the ecology and utilization of nitas (Sterculia foetida L.) aims to collect information about the ecological distribution of nitas growth at different altitude and soil types and their use by the community. The method used was survey and observation of distribution at different altitude, then taking the coordinates to be mapped. The results showed that nitas distributes at various altitude, especially at an altitude below 750 m above sea level. Based on soil type, this species is dominant distribution in kamisol soil and inrelationly law terrain. The communities use the wood for light construction and traditional medicine. The conclusion is that nitas is distributed widely in terms of altitude where the soil type and rainfall, but very limited from the aspect of slope.

    Keywords: Nitas,ecology distribution and utilization

    ABSTRAK

    Penelitian mengenai ekologi dan pemanfaatan nitas (Sterculia foetida L.) bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sebaran ekologi pertumbuhannya pada berbagai mintakat dan jenis tanah serta pemanfaatannya oleh masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dan observasi penyebaran pada berbagai mintakat, kemudian melakukan pengambilan koordinat untuk dipetakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nitas memiliki penyebaran pada berbagai mintakat, terutama pada ketinggian di bawah 750 m dpl. Berdasarkan jenis tanah, sebaran dominan pada tanah kambisol, dan berdasarkan kelerengan banyak ditemukan pada kelerengan agak datar. Masyarakat menggunakan kayunya untuk bahan konstruksi ringan dan pengobatan tradisional. Kesimpulan penelitian adalah nitas memiliki sebaran yang luas, baik dari aspek pemintakatan, jenis tanah dan curah hujan, namun sangat terbatas dari aspek kelerengan.

    Kata kunci: Nitas, sebaran ekologi dan pemanfaatannya

    I. PENDAHULUAN

    Pertambahan penduduk mendorong peningkatan kebutuhan terhadap bahan baku kayu untuk berbagai kebutuhan, sa-lah satunya industri perkayuan. Perminta-an hasil hutan, baik hasil hutan kayu maupun non kayu untuk berbagai diver-sifikasi produk makin meningkat, tidak sebanding dengan daya dukungnya di alam. Keterbatasan potensi kayu meng-alihkan perhatian pengguna untuk mela-kukan penyesuaian bahan baku melalui pemanfaatan jenis tanaman kurang dike-

    nal, salah satunya nitas (Sterculia foetida L.) yang termasuk dalam ordo Malvales, family Malvaceae.

    Perhatian terhadap jenis tumbuhan kurang dikenal seperti nitas sangat pen-ting, terutama untuk menyediakan bahan baku industri dan diversifikasi pemanfa-atannya oleh masyarakat yang sudah mendomestikasinya karena manfaatnya yang beragam, di antaranya sebagai ba-han baku bangunan, industri maupun untuk pengobatan tradisional. Potensi pemanfaatan yang beragam menyebabkan nitas memiliki arti penting bagi masyara-

    mailto:[email protected]

  • Vol. 8 No. 1 : 35-44, 2011

    36

    kat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Inisiatif untuk melestarikan nitas masih dalam skala kecil, dan terbatas pa-da komunitas masyarakat penggunanya saja, sedangkan pemerintah daerah mela-lui Dinas Kehutanan sudah membuat pe-rencanaan program pengembangan untuk melestarikan nitas yang sudah mengalami kelangkaan di alam akibat pemanfaatan yang berlebihan.

    Untuk melakukan pengembangan ni-tas, diperlukan informasi yang berkaitan dengan aspek ekologi, silvikultur, dan pe-manfaatannya. Data dan informasi sebar-an ekologi nitas merupakan referensi uta-ma untuk melakukan pemetaan sebaran dan potensi serta strategi pengembangan-nya berdasarkan karakteristik wilayah. Demikian halnya dengan data dan infor-masi pemanfaatan nitas oleh masyarakat diperlukan sebagai masukan untuk ana-lisis nilai manfaat nitas terhadap masya-rakat. Tulisan ini berfokus pada data dan informasi sebaran ekologi dan pemanfaat-an nitas oleh masyarakat, dan diharapkan informasi ini mendukung kebijakan pe-merintah Kabupaten TTS dalam me-ngembangkannya pada wilayah yang me-miliki kesesuaian ekologi berdasarkan ke-tinggian tempat, jenis tanah, kelerengan, dan pemanfaatannya.

    II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Kegiatan penelitian dilaksanakan pa-da bulan Juni-September 2008 di enam wilayah kecamatan dan 16 desa meliputi Kecamatan Molo Selatan (Desa Biloto), Kecamatan Molo Utara (Desa Noinbila), Kecamatan Molo Barat (Desa Fatukoko dan Desa Koa), Kecamatan Batu Putih (Desa Benlutu, Desa Hane, dan Desa Boentuka), Kecamatan Amanuban Timur (Desa Oelet I, Desa Oelet II, Desa Pisan, dan Desa Oe Ekam), Kecamatan Amanuban Selatan (Desa Mio dan Desa Kiubaat), dan Kecamatan Kuanfatu (Desa

    Oebaki, Desa Basmuti, dan Desa Kuan-fatu), Kabupaten TTS.. B. Bahan dan Alat Penelitian

    Bahan dan peralatan penelitian yang digunakan adalah tumbuhan nitas, GPS, kamera, soil tester (pH tanah meter), haga meter, phi band, meteran rol, buku la-pangan, alat tulis menulis, peta adminis-trasi, peta jenis tanah, peta curah hujan, dan peta kelas lereng lahan wilayah Ka-bupaten TTS.

    C. Metode Penelitian

    Penentuan lokasi penelitian dilakukan melalui: (1) membuat stratifikasi peneli-tian berdasarkan distribusi nitas di setiap kelas mintakat, terdiri dari mintakat I (< 250 m dpl, mintakat II (250-500) m dpl, mintakat III (500-750) m dpl, dan min-takat IV (> 750) m dpl. Pertimbangan mintakat merupakan salah satu faktor yang diperhatikan, karena menurut Reso-sudarmo et al. (1986) dan Simon (1988) perbedaan ketingggian tempat akan ber-pengaruh pada suhu, kelengasan tanah, komposisi jenis, agihan, dan populasi ve-getasi, serta (2) menentukan sampel lo-kasi pengamatan pada setiap mintakat se-cara random.

    Metode dasar penelitian ini adalah metode observasional deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggam-barkan kondisi suatu obyek penelitian, kemudian dilakukan studi pustaka untuk memperoleh data dan informasi pendu-kung. Obervasi lapangan dilakukan pada gatra fisik, antara lain ekologi pertum-buhan nitas, curah hujan, lokasi tempat tumbuh, jenis tanah, dan pH tanah. Kera-gaman hayati (biotik) yang diamati ada-lah identifikasi jenis vegetasi yang ber-komunitas dengan nitas. Untuk memper-oleh informasi pemanfataan nitas, dilaku-kan wawancara terstruktur dengan ma-syarakat pengguna pada setiap lokasi de-sa sebaran nitas sebanyak satu orang, sehingga total responden sebanyak 16 orang.

  • Ekologi dan Pemanfaatan Nitas(Gerson ND Njurumana)

    37

    Analisis data dilakukan dengan pen-dekatan analisis spasial (sistem informasi geografis-SIG), archview 3.3, analisis citra landsat ETM +7, analisis data kuan-titatif (tabulasi silang), dan analisis data kualitatif (analisis deskriptif). Pemetaan wilayah Kabupaten TTS dilakukan berda-sarkan potensi curah hujan, jenis tanah, kelerengan, dan tutupan lahan. Selanjut-nya data dan informasi koordinat posisi distribusi masing-masing jenis ditum-pang-tindih pada peta untuk mengetahui kesesuaian jenis berdasarkan tipologi bio-fisik lahan.

    III. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Keadaan Sumberdaya Lahan

    Berdasarkan peta sebaran jenis tanah di Kabupaten TTS, tanah kambisol seluas 302.409 ha (76,62%) mendominasi selu-ruh wilayah, kemudian jenis tanah renzi-na seluas 52.294 ha (13,25%), setelah itu alluvial seluas 29.410 ha (7,45%), dan je-nis tanah lainnya tersebar dalam persen-tase lebih kecil sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

    Tabel (Table) 1. Penyebaran jenis tanah di Kabu-paten Timor Tengah Selatan (Soil types distribution on Timor Tengah Selatan Regency)

    Nomor (Number)

    Jenis tanah (Soil types)

    Luas (Area) Ha %

    1 Alluvial 29.410 7,45 2 Regosol 5.785 1,47 3 Renzina 52.294 13,25 4 Kambisol 302.409 76,62 5 Latosol 3.379 0,86 6 Mediteran 1.423 0,36

    Jumlah (Sum) 394.700 100,00

    Sumber (Source): Anonimous (Anonym), 2005

    Selanjutnya, berdasarkan peta kelas kelerengan lahan, diketahui bahwa secara umum kondisi kelerengan lahan sangat didominasi oleh kelas lereng yang terma-suk kategori agak curamcuram (kele-rengan 26-40%) seluas 240.826 ha atau

    61,01% dari luas wilayah Kabupaten TTS seperti disajikan pada Tabel 2.

    Tabel (Table) 2. Penyebaran kelas lereng lahan di Kabupaten Timor Tengah Sela-tan (Distribution of slope on Ti-mor Tengah Selatan Regency)

    Nomor (Number)

    Kelas lereng (Landslope

    level)

    Luas (Area)

    Ha %

    1 0 - 8% 36.618 9,28 2 9 - 15% 15.265 3,87 3 16 - 25% 57.575 14,59 4 26 - 40% 240.826 61,01 5 > 40% 44.416 11,26

    Jumlah (Sum) 394.700 100,00

    Sumber (Source): Anonimous (Anonym), 2005

    Memperhatikan kondisi kelerengan lahan tersebut, diperlukan kehati-hatian dalam pengelolaan dan pemanfaatannya, karena sangat beresiko tinggi terjadinya erosi pada saat intensitas curah hujan yang cukup tinggi. Peluang meningkat-nya erosi seiring dengan tekanan peman-faatan lahan untuk kegiatan pertanian, ke-bun, dan aktivitas penggembalaan.

    Selanjutnya berdasarkan peta tutupan lahan hasil analisis citra landsat tahun 2005, kondisi penutupan lahan didomi-nasi oleh semak belukar seluas 135.749 ha atau 34,39% dari luas wilayah Kabu-paten TTS sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

    Dominasi penutupan lahan oleh semak belukar memiliki tingkat kerentan-an yang tinggi terhadap kebakaran lahan akibat kondisi iklim dan bahan bakar bio-massa rumput yang melimpah. Usaha pertanian lahan kering yang umumnya menggunakan api sebagai salah satu alat pembersihan lahan dikhawatirkan akan meningkatkan resiko kebakaran, sehingga berpengaruh terhadap kerusakan ekosis-tem dan terdegradasinya jenis flora lokal, salah satunya nitas akibat kebakaran la-han yang mengganggu proses regenera-sinya. Potensi ancaman yang lain adalah pertumbuhan penduduk, terutama yang menggantungkan hidupnya di sektor per-tanian yang semakin tinggi, sedangkan luas lahan pertanian yang tersedia sangat

  • Vol. 8 No. 1 : 35-44, 2011

    38

    Tabel (Table) 3. Penutupan lahan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (Landcover on Timor Tengah Selatan Regency)

    Nomor (Number)

    Penutupan lahan (Land cover) Luas (Area)

    Ha % 1 Awan (Cloud) 134.225 34,01 2 Hutan lahan kering sekunder (Secondary dryland forest) 71.472 18,11 3 Hutan mangrove primer (Primary mangrove forest) 518 0,13 4 Hutan mangrove sekunder (Secondary mangrove forest) 57 0,01 5 Pemukiman (Settlement) 265 0,07 6 Perkebunan (Plantation) 978 0,25 7 Pertanian lahan kering (Dryland farming) 3.745 0,95 8 Pertanian lahan kering campur (Dryland mixed farming) 29.271 7,42 9 Rawa (Swamp) 86 0,02 10 Savana (Savanna) 15.246 3,86 11 Sawah (Rice field) 189 0,05 12 Semak belukar (Bush) 135.749 34,39 13 Tanah terbuka (Open land) 549 0,14 14 Tubuh air (Water body) 2.348 0,59

    Jumlah (Sum) 394.700 100,00 Sumber (Source): Anonimous (Anonym), 2005

    terbatas, dan sangat bergantung pada cu-rah hujan dan ketersediaan air. Kondisi tersebut mengharuskan pemeliharaan dan konservasi tubuh air seluas 2.348 ha dari wilayah Kabupaten TTS perlu diperhati-kan untuk meningkatkan daya dukungnya terhadap pengembangan pertanian lahan kering.

    B. Ekologi Pertumbuhan Nitas (Ster-

    culia foetida L.)

    Pohon nitas umumnya dikenal de-ngan nama perdagangan kepuh. Pada beberapa daerah, nama jenis tumbuhan ini bervariasi seperti nise (Timor), kelum-pang (Malaysia), kabu (Batak), kepuh (Medan), kepoh, kepuh, kepok (Jawa), kalumpang (Madura), galumpang, kalum-pang (Sumbawa), kajumbang (Wainga-pu), wuhak kepo (Solor), kalumea (Tola-laki, Kendari), wuhak (Sulawesi Tengga-ra), kailpa furu (Ternate), kailipa buru (Tidore), dan plani (Wetar) (Datta, 1966 dan Tantra, 1996).

    1. Penyebaran

    Nitas memiliki sebaran yang luas me-liputi Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Infor-masi lain juga menyebutkan bahwa nitas dapat dijumpai di Malaysia, Philipina,

    Afrika Timur, India, Srilanka, Thailand, Australia Utara, dan kepulauan Hawai. Heyne (1987) menyebutkan bahwa di Ja-wa, nitas atau kepuh dapat ditemui pada ketinggian di bawah 500 m dpl, sedang-kan di Malaysia sebarannya pada keting-gian sekitar 0-1.000 m dpl.

    Secara khusus, nitas merupakan salah satu jenis tanaman yang sudah menga-lami domestikasi dengan ekologi biofisik wilayah Kabupaten TTS. Sebaran domi-nan jenis ini dijumpai pada mintakat 139 m dpl sampai 488 m dpl. Berdasarkan in-formasi dari masyarakat, sebaran nitas pada ketinggian di atas 750 m dpl agak sulit dijumpai seperti di wilayah Oelbu-buk dan Kapan. Berdasarkan hasil peng-amatan lapangan, sebaran nitas pada min-takat I (< 250 m dpl) mencapai 24,39%, sedangkan pada mintakat II (250-500 m dpl), mintakat III (500-750 m dpl) men-capai 36,59%, dan pada mintakat IV (> 750 m dpl) menurun mencapai 2,44%.

    Berdasarkan pemintakatan sebaran ni-tas, pertumbuhannya banyak dijumpai pa-da mintakat di bawah 750 m dpl. Min-takat tersebut diduga merupakan kondisi yang cukup kondusif untuk regenerasi pertumbuhannya, dan merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pe-ngembangannya. Keadaan ini juga meng-gambarkan bahwa pada mintakat < 750 m

  • Ekologi dan Pemanfaatan Nitas(Gerson ND Njurumana)

    39

    Gambar (Figure) 1. Pohon nitas (Sterculia foetida L.) dan jenis-jenis asosiasinya, dengan buahnya yang belum matang di lapangan (Nitas tree (Sterculia foetida L.) and species associations with the immature fruits on the fields)

    dpl, cenderung memiliki intensitas caha-ya dan suhu yang lebih tinggi, karena in-tensitas cahaya merupakan salah satu fak-tor yang berpengaruh terhadap pertum-buhan dan regenerasinya. Pada kondisi intensitas cahaya memadai, biodiversitas flora akan lebih tinggi dan diduga hal ini berpengaruh terhadap tingkat asosiasi tumbuhan nitas. Dugaan ini sejalan de-ngan teori distribusi vegetasi, bahwa se-cara umum makin tinggi tempat tumbuh, makin sedikit tingkat keragaman jenis-nya.

    Selain faktor mintakat, keragaman je-nis tumbuhan yang mampu berasosiasi positif dengan nitas pada ketinggian di atas 750 m dpl sangat terbatas, karena ti-dak dapat melakukan regenerasi dengan baik, sehingga banyak tumbuhan nitas pa-da mintakat tersebut yang tidak berkomu-nitas atau hidup menyendiri. Di alam, da-lam suatu komunitas tumbuhan yang ber-asosiasi, setiap jenis tumbuhan akan sa-ling berinteraksi dengan jenis tumbuhan lain sehingga membentuk hubungan aso-siasi, baik asosiasi yang positif maupun negatif. Asosiasi positif dan negatif terja-di karena terciptanya persaingan antara individu tumbuhan, baik yang sejenis maupun yang berbeda akibat adanya ke-butuhan yang sama terhadap sumberdaya, di antaranya adalah hara mineral, tanah, air, cahaya, dan ruang tumbuh (Michael, 1984; Arief, 1994; Irwan, 2003; dan Wi-rakusuma, 2003).

    Hasil pengamatan lapangan memper-lihatkan jenis tumbuhan yang berasosiasi dengan nitas cukup beragam, di antaranya adalah waru (Hibiscus tiliacus), kabesak (Acacia leucophloea dan A. farnesiana), pulai (Alstonia scholaris), johar (Cassia siamea), mahoni (Swietenia macrophyl-la), jati (Tectona grandis), kesambi (Scheilera oleosa), dadap (Erythrina sp.), jambu air (Eugenia clavimyrtus), albisia (Albizia lebekioides), kedondong hutan (Lannea koromandalica). Tumbuhan ba-wah yang berasosiasi diantaranya Chro-molaena odorata, Aphanamixis polysti-cia, dan Salanua verox. Keragaman jenis tumbuhan yang berasosiasi memperli-hatkan bahwa secara ekologi nitas memi-liki asosiasi dengan tumbuhan lain dan tidak bersifat individual. Pertumbuhan nitas lebih banyak dijumpai pada daerah yang agak rata, seperti pada daerah sem-padan sungai yang lembab karena aliran air mengalir sepanjang tahun maupun pa-da sempadan sungai yang mengalami ke-keringan pada musim kemarau (Tabel 4).

    Berdasarkan hasil pengamatan la-pangan memperlihatkan bahwa dari fisio-logi tanaman, umumnya yang dijumpai adalah tanaman dewasa dengan diameter di atas 20 cm sebanyak 97,5% dan sisa-nya memiliki diameter lebih kecil dari 20 cm. Diameter terendah adalah pohon ni-tas yang dijumpai di Bilua, Desa Oebaki dengan diameter 18 cm. Selanjutnya dia-meter terbesar dijumpai di Oeupun, Desa

  • Vol. 8 No. 1 : 35-44, 2011

    40

    Tabel (Table) 4. Sebaran ekologi nitas pada beberapa desa sampel di Kabupaten TTS (Ecological distribution of nitas in several sample villages in TTS Regency)

    Nomor (Number)

    Lokasi desa (Village Location)

    Posisi geografis (Geographical position)

    Tapak pertumbuhan (Sites of growth)

    1 Desa Fatukoko (Fatukoko village)

    S.9050482 dan E.124010107 Daerah sempadan sungai, kondisi lembab, jenis tanah alluvial (Riverine area, humid, type of soil alluvial)

    S.9050564 dan E.1240 10115

    2 Desa Tefas (Tefas village)

    S.9057546 dan E.124008318 Daerah pekarangan dan pertanian lahan kering, jenis tanah alluvial (Home garden area and dry land farming, type of soil alluvial)

    3 Desa Noinbilla (Noinbila village)

    S.9050109 dan E.12401656,4

    Tanah ladang, jenis tanah kambisol (Farmlands, type of soil kambisol)

    4 Desa Benlutu (Benlutu village)

    S9054004 dan E124013423 Kawasan agroforestry dan pekarangan, jenis tanah kambisol (Agroforestry and home garden area, type of soil kambisol)

    S9054027 E124013443

    5 Desa Biloto (Biloto village)

    S9051052 dan E124014273 Daerah pekarangan dan agroforestry, jenis tanah renzina (Home garden and agroforestry area, type of soil renzina)

    S9052523 dan E124011568

    6 Desa Boentuka (Boentuka village)

    S9053797 dan E124 012048 Sekitar kawasan hutan sekunder, kelerengan agak curam (Around the secondary forest area, fairy steep of slope)

    7 Desa Nunbaki (Nunbaki village)

    S9050466 dan E1240 10176 Kawasan semak belukar, lahan datar dan dekat dengan kebun masyarakat. (Bush area, flat land and the arround of community gardens)

    8 Desa Hane (Hane village)

    S9054570 dan E124013256 Daerah pekarangan, agroforestry, dan tanah lading, jenis tanah kambisol, umumnya berada pada kelerengan datar (Home garden area, agroforestry and farm land. Type of soil kambisol, generally located on flat slope)

    S90 54606 dan E124013240

    S9054701 dan E124013340

    S9054621 dan E1240 13369

    9 Desa Koa (Koa village)

    S9056013 dan E124006945 Berada sekitar mata air, asosiasi vegetasi dalam luasan 400 m2 mencapai 23 pohon (Located around the spring, the association of vegetation in the area 400 m2 reached 23 trees)

    Sumber (Sources) : Survei lapangan (Field observation), 2008

    Kiubaat dengan diameter mencapai 216 cm. Berdasarkan klasifikasi ketinggian pohon, dapat digambarkan kisaran tinggi pohon yang dijumpai berkisar antara 3,5 m sampai 37 m. Pohon terendah dijumpai di Desa Mio, dengan pH tanah yaitu 7, sedangkan pohon tertinggi dijumpai di Oenunu, Desa Hane dengan pH tanah mencapai 6,5.

    Sebagian besar pohon nitas dijumpai pada lahan pertanian masyarakat, teruta-

    ma pekarangan dan lahan kebun agrofo-restry. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tanaman ini dipelihara oleh ma-syarakat dengan berbagai pemanfaatan-nya, dan merupakan peluang yang perlu diberdayakan untuk konservasi nitas me-lalui penguatan kapasitas masyarakat da-lam budidaya nitas, sehingga meningkat-kan kemampuan untuk pembibitan dan pemeliharaan anakan yang tumbuh di alam.

  • Ekologi dan Pemanfaatan Nitas(Gerson ND Njurumana)

    41

    2. Lingkungan Pertumbuhan

    a. Tanah

    Pertumbuhan nitas umumnya dijum-pai di lingkungan dengan jenis tanah kambisol dan kondisi tekstur tanah se-dang sampai kasar.Berdasarkan tumpang- tindih penyebaran luas lahan dan jenis tanah, penyebaran jenis tanah kambisol mencapai 302.409 ha atau 76,62% dari luas wilayah Kabupaten TTS. Luasan tersebut memperlihatkan bahwa dari segi jenis tanah, struktur, dan tekstur memiliki potensi kesesuaian yang tinggi, walaupun tetap dibatasi oleh ke-tinggian tempat dan tata-guna lahan, ter-utama pada kawasan perkebunan, padang penggembalaan, dan kawasan pemukim-an. Pertumbuhan nitas umumnya berada pada kisaran pH antara 5,2 sampai 7. Kisaran nilai pH ini mem-perlihatkan bahwa nitas lebih banyak tumbuh pada kondisi yang netral. Kondisi tanah tempat tumbuh tanaman umumnya beragam, dari tanah berbatu, tanah liat, liat lempung berpasir maupun pada tanah gembur seperti di Maunmetan, Desa Biloto (Gambar 1).

    b. Kelerengan

    Pertumbuhan nitas umumnya pada daerah datar, sedikit bergelombang maupun pada sempadan sungai. Rata-rata

    pertumbuhannya dijumpai pada kelereng-an 2-25%. Dengan mengacu pada data tumpang-tindih pemetaan, walaupun dari segi jenis tanah mempunyai potensi pe-nyebaran yang tinggi, namun bila dilihat dari kesesuaian berdasarkan tingkat kelas kelerengan, potensi penyebarannya sa-ngat terbatas mencapai 109.458 ha atau 27,73% dari seluruh wilayah Kabupaten TTS.

    Keterbatasan daerah penyebaran ber-dasarkan kelerengan yang kecil diduga merupakan salah satu bentuk adaptasi ni-tas terhadap kondisi media tumbuh. Umumnya pada keadaan tanah berlereng tinggi, kedalaman solum tanah makin me-nurun seiring dengan peningkatan kele-rengan, sehingga kemampuan akar untuk menembus lapisan batuan bawah tanah makin kecil. Sebaliknya keadaan tersebut menjadi lebih mudah dilakukan pada dae-rah datar, karena pada kondisi ini ke-stabilan tanah lebih mantap dibandingkan pada kelerengan tinggi, sehingga me-mungkinkan daerah perakaran lebih da-lam untuk mendukung pertumbuhan dan kekokohan pohonnya.

    C. Pemanfaatan oleh Masyarakat

    Pemanfaatan nitas oleh masyarakat terutama digunakan juga sebagai bahan

    Gambar (Figure) 1. Peta penyebaran nitas berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Timor Tengah Selatan

    (Map of nitas distribution based on soil type in Timor Tengah Selatan Regency)

    %U

    S o ' e

    L a

    u

    t

    T

    i

    m

    o

    r

    K a b . B e lu

    K a b . T i m o r T e n g a h U t a r a

    K a b . K u p a n g

    BO NM UT I

    MI O

    N EK E

    L OL I

    BIJ EL I

    BE N A

    BIL OT O

    KO A

    NE N A S

    FA T U KO KO

    ON I

    NU AP IN

    NU L L E

    KO N BA KI

    T E AS

    B INA U S

    OE B EL O

    B IL A

    F AT UM NA SI

    BO NL EU

    NO EB ES I

    OE B A KI

    L IL A NA

    N AP I

    B ES AN A

    LA S I

    HA NE

    OO F

    S UP UL

    NA IP

    N IF U KI U

    LA O B

    T UM U

    OE EK AM

    T OI N EK E

    F AT UM NU T U

    LO T A S

    O INL AS I

    LIL OOE L ET

    NU NB EN A

    KU AL E' U

    B AU S

    B OK ON G

    N EO NO NI

    HO I

    O EN AIL AK AT

    BO TI

    T OI

    B AS M U T I

    KU SI

    T AF UL I

    TO IA NA S

    KI U BA A TL IN A M NU T U

    SIL UFIL L I

    B EL L E

    KU AL IN

    F A T U KO PA

    T U NE

    OL A IS

    FA L A S

    T OB U

    PO L I

    T UA F A NU

    P OL O

    M EU S IN

    P IS A N

    T ET AF

    KE L L E

    OE P EL IK I

    O P

    S EI

    NU NU S U NU

    SA BU N

    O EK I U

    OE L B UB UK

    T UP A N

    T EL UK

    N EF OK OK O

    P US U

    N AS I

    SK INU

    NA UK AE

    F AT UA T

    PE N E U T A RA

    NU SA

    LE L OB O KO

    NO NO T E S

    BA TN UN

    KI U F A T U

    L E LO B A TA N

    MA NU F U I

    N OE M U KE

    KO T O L IN

    NE T P AL A

    OE L EU

    OF U

    BO KI N G

    B AK I

    BA BU IN

    O EL EO N

    AJ AO BA KI

    S NO K

    S AM BE T

    KO KO I

    T UA P A KA S

    OE B O BO

    N AN O

    F OT IL O

    MA U L EU M

    PA T U T NA N A

    O EH EL A

    AIN IN

    SO NO

    SO PO

    T U NU A

    NE N D AT

    PA NA

    KU A LE U

    LA N U

    SU NU

    S EB OT

    S AH AN

    F AT UO NI

    TU BU HU E

    B OS EN

    BO EN TU KA

    HO IN EN O

    KA KA N

    F AT UU L A N

    MN EL AL ET E

    KU AN F A T U

    BE N L U T U

    KO L B A NO

    N UN L EU

    EN O N EO NT E S

    O ET UK E

    N OE BA NA

    BO NEN IK IN IK I

    N UN KO L O

    N OE BE SA

    KA EN EN O

    NIF UL EO

    EO N BE SI

    T UT EM

    P EN UN

    SA NT IAN

    H AU M E M B AK I

    NU NU N A M AT

    M N EL A AN EN

    P UT U N

    T UA S EN E

    S OE

    O 'BE SI

    TE SIA YO F A NU

    NIK IN IK IU N

    NO BI N OB I

    H AU NO BE NA K

    O EB ES A

    B IJA EP U N U

    PE N E S EL A T A N

    HA UM E NI

    N AK FU NU

    T AE BE SA

    KA RA NG S IRI

    NO ES IU

    NO NO H O NI S

    T AU B N EN O

    N UN UM EU

    O EK E FA N

    KA MP UN GB AR U

    95

    8'00"

    958'00"

    942

    '30"

    942'30"

    12 41 5' 3 0"

    12 41 5' 3 0"

    12 4 31 '0 0"

    12 4 31 '0 0"

    12 4 4 6' 3 0"

    12 4 4 6' 3 0"

    -10

    -10

    B A D A N P E N E L IT IA N D A N P E N G E M B A N G A N

    P E M E R I N T A H K A B U P A T E N T I M O R T E N G A H S E L A T A N

    D a e ra h Y a n g D i p e t a k a n30 0 3 0 Km

    P e t a S i tu a s i P u l a u T im o rS k a la 1 : 3 .5 0 0 .0 0 0

    12 3

    12 3

    12 4

    12 4

    12 5

    12 5

    -10

    -10

    -9

    -9

    S u m b e r :- P e t a R u p a B u m i In d o n e s ia (R B I) T a h u n 2 0 0 6 , S k a la 1 : 2 5 . 0 0 0 ;- P e t a R e P P P o T T a h u n 1 9 8 9 , S k a la 1 : 2 5 0 . 0 0 0 ;- P e t a A d m in is tr a s i K a b u p a te n T im o r T e n g a h S e l a ta n ;- H a s i l S u rv e y T a h u n 2 0 0 8 .

    J e n is T a n a h :

    S u n g a i

    K o ta K a b u p a t e n%U

    J a l a n

    N i t a s ( S t e r c u l i a f o e t id a )

    R e n z i n aR e g o s o lO x is o lM e d it e r a nL a to s o lK a m b i s o lA l lu v i a l

    L e g e n d a :

    S k a l a 1 : 2 0 0 .0 0 0

    4 0 4 8 K m

    N

    D a e ra h Y a n g D i p e t a k a n30 0 3 0 Km

    P e t a S i tu a s i P u l a u T im o rS k a la 1 : 3 .5 0 0 .0 0 0

    S u m b e r :- P e t a R u p a B u m i In d o n e s ia (R B I) T a h u n 2 0 0 6 , S k a la 1 : 2 5 . 0 0 0 ;- P e t a R e P P P o T T a h u n 1 9 8 9 , S k a la 1 : 2 5 0 . 0 0 0 ;- P e t a A d m in is tr a s i K a b u p a te n T im o r T e n g a h S e l a ta n ;- H a s i l S u rv e y T a h u n 2 0 0 8 .

    J e n is T a n a h :

    R e n z i n aR e g o s o lO x is o lM e d it e r a nL a to s o lK a m b i s o lA l lu v i a l

    L e g e n d a :

    J e n i s : N it a s ( S te r c u li a f o e t id a )

    B a ta s D e s a /K e l u r a h a n

    P E T A P E N Y E B A R A N J E N I S T A N A M A N U N G G U L A N L O K A L

    K A B U P A T E N T I M O R T E N G A H S E L A T A N

  • 42

    konstruksi bangunan rumah terutama un-tuk kebutuhan bahan-bahan kayu gordin dan atap, karena umumnya ringan, mudah dikerjakan, mudah dipaku, dan memiliki ketahanan dan kekuatan yang cukup baik. Bentuk batang yang bulat lurus dan tinggi bebas cabang yang mencapai rata-rata 6-8 m sangat baik untuk penggunaan sebagai bahan-bahan konstruksi untuk penyangga atap rumah. Penggunaan lain adalah un-tuk bahan konstruksi pagar, karena umumnya lahan pertanian di Timor menggunakan pagar dengan kebutuhan antara 1.500-2.000 batang/ha (Njuruma-na, 2006). Kayu nitas digunakan juga se-bagai bahan bakar, terutama oleh pendu-duk pedesaan yang masih menggantung-kan kebutuhan bahan bakar dari bahan bakar biomassa, dengan rata-rata kebu-tuhan kayu bakar mencapai 142 m3/KK/ tahun (Riwukaho, 2005).

    Pemanfaatan lain yang sangat mena-rik adalah penggunaannya sebagai bahan obat-obatan tradisional. Berdasarkan in-formasi dari 16 orang responden pada lo-kasi-lokasi sampel penelitian memperli-hatkan diversifikasi penggunaannya seba-gai berikut: 1. Kulit nitas dapat digunakan sebagai

    bahan pengawet benih pertanian seper-ti jagung dan kacang-kacangan agar ti-dak dimakan oleh semut/rayap. Pema-kaian dilakukan dengan cara mengam-bil kulit batang secukupnya, kemudian direndam dalam air bersama benih ja-gung atau kacang-kacangan dalam em-ber. Dugaan sementara adalah bahwa dalam getah/rendaman air dari kulit ni-tas terdapat zat tertentu yang tidak di-sukai atau bahkan berbahaya bagi se-mut/rayap, sehingga tidak menggang-gu benih.

    2. Daun, kulit, dan akar dapat digunakan juga untuk mengobati luka pada ter-nak. Masing-masing bagiannya dicam-pur kemudian dihancurkan sampai halus, setelah itu ditempelkan pada tubuh hewan yang luka. Masyarakat menginformasikan bahwa setelah be-berapa saat, luka pada hewan akan me-

    ngering dan berangsur sembuh. Ramu-an serupa dapat digunakan untuk me-ngobati patah tulang pada manusia.

    3. Pengalaman dari penduduk di Desa Tefas menuturkan bahwa nitas sangat mujarab untuk mengatasi kesulitan persalinan. Kulit buah matang dibakar sampai hangus, diseduh dengan air ha-ngat dan diminum sehingga proses persalinan berjalan cepat. Dari penu-turan masyarakat tersebut, diduga bah-wa pada kulit nitas mengandung bio-aktif yang membantu memperkuat rangsangan persalinan, membantu membersihkan kandungan setelah me-lahirkan dan dipakai juga untuk me-nyembuhkan sakit lambung dan ginjal (komunikasi pribadi).

    4. Pengalaman salah satu masyarakat di Desa Benlutu pernah menggunakan untuk menyembuhkan penyakit kan-ker. Proses penggunaannya dengan melakukan peramuan terhadap bebera-pa komponen dari bagian tanaman ter-sebut, kemudian dikompres/ditempel-kan pada daerah kanker. Dalam bebe-rapa waktu kemudian, kanker akan ke-ring dan menuju kesembuhan. Penga-laman masyarakat tersebut menjadi informasi yang sangat berguna, teruta-ma nilai ekonomi tanaman ini lebih tinggi dari aspek bio-aktif dibanding-kan dengan nilai jual kayunya.

    5. Responden juga memberikan informa-si menarik bahwa masyarakat memi-liki kearifan lokal untuk menghindar-kan diri dari petir. Pada musim hujan, masyarakat mengambil biji nitas seba-gai salah satu alat penangkal petir. Biji nitas dipakai sebagai perhiasan/mainan kalung dan juga disimpan di kantong celana maupun tempat sirih pinang (koko mama). Kearifan lokal tersebut di atas memicu masyarakat banyak memelihara pohon ini di sekitar peka-rangan penduduk untuk menghindari petir pada saat musim hujan. Mengacu pada informasi tersebut di

    atas menunjukkan bahwa masyarakat me-miliki beragam pengalaman pemanfaatan

  • Ekologi dan Pemanfaatan Nitas(Gerson ND Njurumana)

    43

    nitas, dan diwariskan dari generasi ke ge-nerasi. Pengetahuan masyarakat lokal da-lam pemanfaatan nitas merupakan indika-si bahwa masyarakat memiliki pemaham-an mengenai pengelolaan nitas untuk tu-juan kemanusiaan, salah satunya melalui pengobatan tradisional. Oleh karena itu, perlu reorientasi pengembangan nitas agar tidak terjadi reduksi nilai melalui pe-ngelolaan yang berfokus pada nilai kayu saja, tetapi perlu dibangun kesadaran agar potensi nitas lebih diarahkan pada pe-manfaatan hasil hutan bukan kayu yaitu nilai kandungan bio-aktif yang dapat di-gunakan untuk tujuan kemanusiaan yang bernilai ekonomi lebih tinggi.

    Pengelolaan nitas merupakan bagian integral dari pengelolaan komunitas ma-syarakat, artinya keberlanjutan konservasi nitas akan berimplikasi terhadap keber-lanjutan pemanfaatan oleh masyarakat. Hilangnya potensi dan keberlanjutan nitas akan berimplikasi terhadap hilangnya sumber kehidupan, baik dalam pengertian simbolis maupun dalam pengertian yang empiris dari masyarakat lokal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ancam-an kelestarian nitas merupakan ancaman terhadap kelestarian sumberdaya kehi-dupan masyarakat yang memanfaatkan-nya, dan kondisi ini merupakan rangkaian proses menafikan nilai-nilai sosial-kul-tural masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Melalui pemahaman mendalam keterkaitan antara kelestarian nitas dan kelestarian pemanfaatan oleh masyarakat, dapat diketahui bahwa peles-tarian nitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan masyara-kat yang memanfaatkannya untuk tujuan kemanusiaan.

    IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

    Berdasarkan pembahasan sebelum-nya, beberapa kesimpulan yang dapat di-ambil adalah sebagai berikut:

    1. Nitas (Sterculia foetida L.) merupa-kan salah satu jenis unggulan lokal yang memiliki sebaran ekologi cukup luas terutama pada jenis tanah kam-bisol, kelerengan yang agak datar, dan pada mintakat pertengahan < 750 m dpl di wilayah Kabupaten TTS.

    2. Nitas (Sterculia foetida L.) merupa-kan salah satu jenis tanaman yang su-dah terdomestikasi, sehingga sudah banyak dipelihara oleh masyarakat di sekitar pekarangan maupun pada lo-kasi pertanian lahan kering campuran.

    3. Nitas (Sterculia foetida L.) memiliki manfaat bagi masyarakat, kayunya sering digunakan sebagai bahan ba-ngunan konstruksi ringan, kayu bakar, dan tiang pagar, sedangkan kulit, buah, daun, dan akarnya digunakan sebagai bahan perlengkapan pengobatan tra-disional untuk menyembuhkan kanker, persalinan ibu hamil, dan pengobatan pada hewan ternak yang sakit.

    B. Saran

    Berdasarkan hasil penelitian, bebera-pa pertimbangan saran dan rekomendasi sebagai berikut:

    1. Pengembangan nitas (Sterculia foeti-da L.) sebagai salah satu jenis ung-gulan lokal perlu dilakukan, karena sudah terdomestikasi dan memberikan nilai manfaat bagi masyarakat, baik dalam rangka mendukung ketersedia-an bahan baku industri perkayuan, mendukung rehabilitasi lahan, perbaik-an mutu lingkungan hidup, diversifi-kasi pendapatan, dan pengobatan tradi-sional.

    2. Khusus untuk manfaat pengobatan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai unsur kimia dan bio aktif-nya, sehingga dapat segera diketahui potensi pemanfaatannya yang lebih lengkap untuk mendukung kebutuhan farmasi, karena dengan tersedianya data dan informasi lengkap mengenai kandungan bio aktif akan meningkat-kan nilai ekonominya dibandingkan

  • Vol. 8 No. 1 : 35-44, 2011

    44

    dengan nilai kayunya, sehingga dapat dilakukan pelestarian untuk mendu-kung keberlanjutan pemanfaatan dan konservasinya pada habitat alamnya maupun pada lahan pekarangan dan pertanian lahan kering milik masya-rakat.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonimous. 2005. Laporan penyusunan data base dan informasi DAS di wilayah BPDAS Benain Noelmina Provinsi Nusa Tenggara Timur Ta-hun 2005. Kerjasama Balai Penge-lolaan DAS Benain Noelmina de-ngan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Nusa Cendana. Kupang.

    Arief, A. 1994. Hutan, hakikat dan pe-ngaruhnya terhadap lingkungan. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

    Datta, M.K. 1966. Some phytogeogra-phical and economic aspects of genus Sterculi. The Indian Forester 92 (8).

    Heyne. 1987. Tumbuhan berguna Indo-nesia, Jilid III. Badan Litbang Ke-hutanan. Jakarta.

    Irwan, Z.D. 2003. Prinsip-prinsip ekologi dan organisasi ekosistem, komu-nitas dan lingkungan. Penerbit PT. Bumi Aksara.

    Michael, P. 1984. Ecological methods for field and laboratory investigations.

    McGraw-Hill Publishing Company Limited.

    Njurumana, G.ND. 2006. Pendekatan re-habilitasi lahan kritis melalui pe-ngembangan mamar (Studi kasus mamar di Kabupaten TTS). Maka-lah Utama pada Kegiatan Sosiali-sasi Hasil Hasil Penelitian dan Pe-ngembangan Kehutanan. Kerjasama antara Balai Litbang Kehutanan Ba-li dan Nusa Tenggara, Badan Lit-bang Daerah Provinsi Nusa Teng-gara Timur dan Universitas Nusa Cendana. 14 Februari 2006. Ku-pang.

    Resosoedarmo, R.S., K. Kartawinata, dan A. Soegiarto. 1986. Pengantar eko-logi. CV Remaja Karya Bandung.

    Riwukaho, L.M. 2005. Api dalam ekosis-tem savana : kemungkinan penge-lolaannya melalui pengaturan wak-tu membakar (studi pada savana Eucalyptus Timor Barat). Disertasi pada PPS UGM, Yogyakarta Bi-dang Ilmu Kehutanan. Yogyakarta.

    Simon, H. 1988. Pengantar ilmu kehu-tanan. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Ma-da. Yogyakarta.

    Tantra, I G.M. 1976. A revision of the genus Sterculia L. in Malesia (Ster-culiaceae). Lembaga Penelitian Hu-tan. Jakarta.

    Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar ekologi bagi populasi dan komuni-tas. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).