02_0_bab_2_landasan_teori_kua_8c_1
TRANSCRIPT
24
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Teori-teori yang Berkaitan dengan Permasalahan
Subbab ini akan membahas tentang pengertian strategi, rencana strategik,
manajemen strategik, dan proses manajemen strategik.
2.1.1. Pengertian Strategi
Beberapa pernyataan tentang strategi yang telah dilakukan oleh
pendahulu, mulai dari Sun Tzu - The Art of War oleh Chow Hou Wee (Wee,
1992) sampai Strategic Management oleh Michael A Hitt (2005). Chow-Hou Wee
(Lee, 1998: 99) menyatakan bahwa ada beberapa strategi yang harus dilakukan
di dalam merancang suatu bisnis di dalam Seni Perang dari Sun Tzu (Sun Tzu’s
The Art of War). Pernyataan Sun Tzu ini merupakan salah satu karya atau
strategi perang/militer klasik tertua yang diketahui dalam literatur Cina, yang
ditulis sekitar 400 sampai 300 tahun Sebelum Masehi (Wee, 1992: 1). Fred R
David (David, 2003: 16) menyatakan bahwa strategi berasal kata “strategos” dari
bahasa Yunani (Greek) yang merupakan gabungan 2 (dua) kata yaitu: “stratos”
yang berarti “army” dan “ago” yang berarti “leading/guiding/moving to”, sehingga
strategi adalah seni tentang perencanaan dan pengelolaan operasi militer skala
besar, tentang pengarahan ke posisi yang paling menguntungkan sebelum
pertemuan sesungguhnya dengan musuh terjadi. Seni Perang Sun Tzu memiliki
13 (tiga belas) strategi (Lee, 2000: 75-76) yang dapat diaplikasikan dalam dunia
usaha, yaitu: 1. Perencanaan strategi, estimasi mengenai kepemimpinan
(Planning of strategies, estimation and leadership), 2. Sumber daya dan
25
tindakan-tindakan yang kompetitif (Resources and competitive actions), 3.
Strategi kompetitif dan kebijaksanaan (Competitive strategy and wisdom), 4.
Posisi dan sasaran (Positioning and targeting), 5. Peluang, waktu, dan struktur
manajemen (Opportunity, timing and management structure), 6. Pengendalian
situasi pasar dan suasana (Control of market situation and climate), 7.
Manajemen konflik dan menghindarkan dari konfrontasi (Management of conflict
and avoidance of confrontation), 8. Fleksibilitas dan adaptabilitas (Flexibility and
adaptability), 9. Observasi dan manuver (Observing and maneuvring), 10. Situasi
yang kompetitif dan sebab-sebab kegagalan (Competitive situation and causes of
failure), 11. Kondisi-kondisi yang kompetitif dan strategi ofensif, aliansi dan visi
(Competitive conditions and offensive strategy, alliance and vision), 12.
Perusakan dan keputusan (Destroying and decision), dan 13. Intelijen dan
informasi (Intelligence and information).
Wheelen (2004: 13) menyatakan bahwa “A strategy of a corporate forms a
comprehensive master plan stating how the corporation will achieve its mission
and objectives.”
Pada tahun 1931, Walter Andrew Shewhart (Tenner, 1992: 122)
menyusun peta jalan (roadmap) sebagai aplikasi dari perbaikan yang mendasar
di dalam merancang suatu strategi dengan 4 (empat) langkah yang dikenal
dengan: Siklus PDCA (P-D-C-A cycle/the Shewhart cycle atau dikenal dengan
the Deming Cycle). PDCA cycle (Gambar 2.1) terdiri dari:
• Perencanaan (Plan): determine what needs to be done, when, how, and by
whom. Tahapan ini untuk mengidentifikasikan persoalan yang ada, proyek
apa yang akan dilakukan, dan fokus perhatian kegiatan. Melakukan spesifikasi
26
persoalan, mengumpulkan data, dan memberikan persetujuan terhadap
kriteria penilaian terhadap kegiatan yang akan dilakukan.
• Pelaksanaan (Do): carry out the plan, on a small-scale first. Tahapan ini
menganalisis data, menyusun kesimpulan sementara, dan melakukan uji
coba.
• Pengecekkan (Check): analyze the results of carrying out the plan. Tahapan
ini untuk mengaplikasikan kriteria melalui menganalisis data, mengecek
kesimpulan sementara, dan apakah akan melanjutkan kegiatan atau meninjau
ulang tahapan sebelumnya.
• Tindakan koreksi (Act): take appropriate steps to close the gap between
planned and actual results. Tahapan ini untuk mengimplementasikan
perubahan-perubahan yang terjadi, melakukan standarisasi pemeliharaan dan
perbaikan dan mengkomunikasikan perubahan-perubahan yang dilakukan.
Gambar 2.1 PDCA Cycle
Sumber: Gilmour (1996: 69).
27
Henry Mintzberg pada tahun 1974 (Feurer, 2000: 17) telah
mengidentifikasikan 3 (tiga) tipe proses strategi, yaitu: perencanaan,
kewirausahaan, dan pembelajaran melalui pengalaman (planning,
entrepreneurial and learning-by-experience). Gambar 2.2 menjelaskan bahwa:
Pertama, tipe perencanaan meliputi penuh dengan kecemasan dan proses
pemikiran yang dikendalikan, hasilnya telah dibakukan, dan rencana strategik
yang dikembangkan diikuti dari waktu ke waktu pada saat implementasi. Kedua,
tipe kewirausahaan terdiri dari proses yang semi-conscious, memiliki
pengalaman yang lama dan wawasan yang luas untuk dapat memformulasikan
visi dan strategi, dan visi informal dan personal untuk memperlihatkan fleksibilitas.
Ketiga, tipe pembelajaran melalui pengalaman terdiri dari strategi yang
digunakan yaitu suatu proses yang evolusioner dan berulang secara alami, pola
gejolak dari dalam menuju keluar selama melakukan implementasi strategi, dan
memunculkan organisasi yang dinamis dan langsung mempengaruhi perilaku.
Gambar 2.2 The three main types of strategy processes
Sumber: Feurer (2000: 17)
Perkembangan berikutnya adalah munculnya suatu strategi yang dikenal
dengan strategic planning ataupun honshin kanri.
28
Pada tahun 1988, Henry Mintzberg melihat perubahan yang terjadi dan
memutuskan untuk meninjau ulang tentang bagaimana manajemen strategik
telah diimplementaasikan. Henry Mintzberg mengamati tentang proses strategi
dan menyimpulkan bahwa perlu perubahan dan dikenal dengan rencana
strategik atau strategic planning. Henry Mintzberg (Feurer, 1995: 18 dan Hubbard,
2004: 11-12) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) tipe strategi, yaitu:
• Strategi sebagai rencana (Strategy as plan - a direction, guide, course of action - intention rather than actual),
• Strategi sebagai cara (Strategy as ploy - a maneuver intended to outwit a competitor),
• Strategi sebagai pola (Strategy as pattern - a consistent pattern of past behaviour - realized rather than intended),
• Strategi sebagai posisi (Strategy as position - locating of brands, products, or companies within the conceptual framework of consumers or other stakeholders - strategy determined primarily by factors outside the firm), dan
• Strategi sebagai perspektif (Strategy as perspective - strategy determined primarily by a master strategist).
2.1.2. Manajemen Strategik
Manajemen Strategik menjadi bidang ilmu yang berkembang dengan
pesat, muncul sebagai jawaban atas meningkatnya pergolakan lingkungan.
Bidang ilmu melihat pengelolaan perusahaan secara menyeluruh dan berusaha
menjelaskan mengapa beberapa perusahaan berkembang dan maju dengan
pesat, sedang yang lainnya tidak maju dan akhirnya bangkrut. Ciri khusus
manajemen strategik adalah penekanan pada pengambilan keputusan strategik
(Hunger, 2003: 3).
Salah satu usaha adalah dengan memformulasikan strategik organisasi
(Hitt, 2005: 6), yang terdiri dari:
a. Analisis situasi mengenai internal dan eksternal organisasi, dan
b. Penetapan tujuan dan penilaian yang berkaitan dengan visi, misi, dan
tujuan organisasi.
29
Secara ringkas Manajemen Strategik dapat didefinisikan sebagai
sekumpulan keputusan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif untuk
menganalisis lingkungan internal dan eksternal suatu organisasi dan merancang
suatu rencana strategik pada tahapan formulasi dan tahapan implementasi untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan organisasi serta melakukan evaluasi dan
pengukuran terhadap hasil yang telah dicapai.
2.1.3. Proses Manajemen Strategik
Beberapa pendekatan Proses Manajemen Strategik yang dilakukan di
dalam menganalisis rencana strategik pengembangan industri Bahan Bakar
Nabati di Indonesia akan dibahas pada subbab berikut ini.
Pendekatan Thompson (2001: 7) menyatakan bahwa Strategic
Management refers to the managerial process of forming a strategic vision,
setting objectives, crafting strategiy, implementing and executing the strategy,
and then over time initiating whatever corrective adjustments in the vision,
objectives, strategy, and execution are deemed appropriate (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Strategic Management Process
Sumber: Thompson (2001: 7).
30
Ada lima tugas yang dibutuhkan untuk Proses Manajemen Strategik, yaitu:
1) Mendefinisikan usaha, menyatakan misi, dan menyusun visi. 2) Menyusun
tujuan yang terukur. 3) Merancang strategik untuk mencapai tujuan. 4)
Implementasi dan eksekusi strategi. 5) Evaluasi kinerja, meninjau ulang
pengembangan baru, dan melakukan inisiatif untuk pengaturan korektif.
Calingo (2001: 8) menyatakan bahwa Proses Manajemen Strategik
meliputi beberapa langkah, pertama-tama melakukan penelusuran terhadap
strategi yang ada. Kedua dan ketiga adalah melakukan penilaian terhadap
analisis lingkungan internal dan eksternal yang ada. Keempat meramalkan
strategik yang akan datang. Kelima melakukan pengembangan terhadap
strategik alternatif. Keenam evaluasi strategi. Ketujuh melakukan pemilihan
terhadap strategi yang telah dirancang. Kedelapan adalah operasionalisasi dan
institusionalisasi strategi. Kesembilan adalah melakukan pengendaliah terhadap
strategik yang telah diimplementasikan (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Strategic Management Process
Sumber: Calingo (2001: 8)
31
David (2003: 14) menyatakan bahwa Proses Manajemen Strategik
merupakan sesuatu yang dinamik dan berkelanjutan dan terdiri dari strategy
formulation, implementasion, and evaluation activities. Gambar 2.5
memperlihatkan suatu model Proses Manajemen Strategik yang jelas dan praktis
untuk melakukan formulasi, implementasi, dan mengevaluasi suatu strategi.
Gambar 2.5 Strategic Management Model
Sumber: David (2003: 14)
Pada tahap awal melakukan identifikasi visi, misi, tujuan, dan strategi suatu
organisasi, dan dengan melakukan audit internal dan eksternal, ditetapkan tahap
kedua, yaitu menentukan tujuan jangka panjang. Tahap ketiga adalah
merumuskan, mengevaluasi, dan melakukan seleksi strategi dan tahap keempat
adalah mengimplementasikan strategi tersebut dengan memperhatikan isu-isu
manajemen yang berkembang. Tahap kelima adalah mengimplementasikan
32
strategi dengan memperhatikan isu-isu yang berkaitan dengan Pemasaran,
Keuangan, Akuntansi, Riset dan Pengembangan, dan Sistem Informasi
Manajemen. Tahap keenam adalah melakukan pengukuran dan evaluasi
terhadap kinerja. Proses Manajemen Strategik merupakan suatu proses yang
dinamis dan berkelanjutan sehingga memungkinkan untuk dilakukan perubahan
melalui tahapan umpan balik.
Gambar 2.6. Strategic Management Process
Sumber: Wheelen (2004: 9).
Gambar 2.7 Strategic Management Model
Sumber: Wheelen (2004: 10).
Strategy Implementation
Evaluation and Control
Environmental Scanning
Strategy Formulation
33
Wheelen (2004: 9) menyatakan bahwa Proses Manajemen Strategik terdiri
4 (empat) elemen dasar (Gambar 2.6), yaitu: memindai lingkungan,
memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi, dan melakukan
evaluasi dan pengendalian. Proses Manajemen Strategik merupakan suatu
proses yang dinamis dan berkelanjutan sehingga memungkinkan untuk dilakukan
perubahan melalui tahapan umpan balik atau pembelajaran (Gambar 2.7).
Robbins (2009: 276) menyatakan bahwa Proses Manajemen Strategik
terdiri 6 (enam) langkah yang meliputi: strategic planning, implementation, and
evaluation. Gambar 2.8 memperlihatkan 6 (enam) langkah suatu model Proses
Manajemen Strategik, yaitu: 1. Mengidentifikasi misi, sasaran dan strategi
organisasi. 2. Menganalisis eksternal organisasi yang terdiri dari peluang dan
ancaman. 3. Menganalisis internal organisasi yang terdiri dari kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki organisasi. 4. Melakukan formulasi strategi organisasi
dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
and Threats). 5. Melakukan implementasi strategi organisasi. 6. Melakukan
evaluasi terhadap hasil yang telah dicapai oleh organisasi.
Gambar 2.8. Strategic Management Process
Sumber: Robbins (2009: 276).
34
Secara ringkas proses manajemen strategik adalah penggabungan data
baik kuantitatif dan kualitatif untuk merancang matriks SWOT dan analisis
SWOT serta merancang rencana strategik, dan tahapan berikutnya adalah
implementasi strategi dan tahapan evaluasi.
2.1.4. Rencana Strategik
Wheelen (2004: 10) menyatakan di dalam menyusun rencana strategik
perlu memperhatikan Internal Environment, Task Environment, and Societal
Environment (Gambar 2.9).
Gambar 2.9. Internal Environment, Task Environment, and Societal Environment
Sumber: Wheelen (2004: 10).
Gambar 2.9 menjelaskan tentang Lingkungan Internal terdiri dari: Struktur,
Budaya, dan Sumber Daya Organisasi. Lingkungan Industri terdiri dari:
Pemegang saham, Pemerintah, Pemasok, Kelompok tertentu, Serikat pekerja,
Pelanggan, Pesaing, Perbankan, Asosiasi perdagangan, dan Komunitas tertentu.
35
Lingkungan social terdiri dari Kekuatan Sosial-budaya, Kekuatan Ekonomi,
Kekuatan Politik dan Hukum, dan Kekuatan Teknologi dan Logika.
Teori tentang manajemen telah dikenal secara familiar di dalam kehidupan
sehari-hari. Dimana di dalam manajemen terdapat empat (4) fungsi manajemen
yang paling esensial, yaitu: planning, organizing, actuating, and controlling
(POAC/Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, dan Pengendalian).
Rencana strategik merupakan bagian dari salah satu fungsi manajemen yaitu:
perencanaan.
Koontz (1988: 62, 82) menyatakan bahwa tahapan perancangan Rencana
Strategik adalah penetapan misi, tujuan, strategi, kebijakan, prosedur, aturan,
program, dan anggaran (Purposes or missions, Objectives, Strategies, Policies,
Procedures, Rules, Programs, and Budgets). Dan tahapan tersebut adalah
berjenjang dan hirarkhis (Gambar 2.10 dan 2.11).
Gambar 2.10. Hierarchy of plans
Sumber: Koontz (1988: 62).
36
Gambar 2.11. Relationship of the objectives and organizational hierarchy
Sumber: Koontz (1988: 82)
Bititci (Lee, 1998: 527, 531) menyatakan (Gambar 2.12) bahwa hoshin
kanri (policy deployment) is not a solution to all planning problems but a process
which enables managers to plan effectively and translate those plans into
actions. Performance management process terdiri dari 6 (enam) tahapan, yaitu:
vision, business objectives, strategic goals, critical success factors, critical task
action plan, and performance measures.
Gambar 2.12. Performance management process
Sumber: Lee (1998: 527, 531).
37
Armstrong (2007: 37) menyatakan bahwa Strategic Planning – the process
of developing and maintaining a strategic fit between the organization’s goals and
capabilities and its changing marketing opportunities (Gambar 2.13).
Gambar 2.13. Steps in Strategic Planning
Sumber: Armstrong (2007: 37).
Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa tahapan di dalam merancang
Rencana Strategik, yaitu: mendefinisikan misi organisasi, menyusun sasaran dan
tujuan organisasi, dan merancang business portfolio. Ketiga tahapan ini
merupakan tahapan pada corporate level. Tahapan terakhir adalah pada tingkat
business unit yaitu merencanakan strategi pemasaran dan fungsi yang lain.
Modifikasi model yang dikembangkan oleh Wheelen (Gambar 2.6 dan
Gambar 2.7), Robbins (Gambar 2.8), Harold Koontz (Gambar 2.11 dan Gambar
2.12), Bititci (Gambar 2.12), dan Armstrong (Gambar 2.13), dihasilkan suatu
model Rencana Strategik baru yang diberi nama delapan (8) langkah untuk
merancang Rencana Strategik, terdiri dari: Visi, Misi, Tujuan, Strategi,
Kebijakan, Program, Anggaran, dan Prosedur (Purwono, 2009: 28-29).
Gambar 2.14 memperlihatkan kedelapan langkah di dalam merancang
rencana strategik dari suatu institusi atau organisasi atau suatu perusahaan, juga
menjelaskan bahwa untuk menyusun suatu Rencana Strategik dapat dimulai
38
dengan penetapan pernyataan visi, kemudian berturut-turut penetapan
pernyataan misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, anggaran, dan prosedur.
Pernyataan visi dirancang dengan kata-kata yang cukup singkat dan
dijabarkan lebih jelas dan agak rinci serta dapat diimplementasikan pada tahapan
berikutnya, yaitu: misi.
Gambar 2.14. Delapan langkah di dalam merancang Rencana Strategik
Sumber: Purwono (2009: 28).
Sebaiknya di dalam merancang Rencana Strategik melibatkan manajemen
tingkat puncak (pimpinan), manajemen tingkat menengah, dan bawahan.
Keterlibatannya dipilah-pilah sesuai dengan dampak yang akan dihasilkan,
sebagai misal: Pertama, pernyataan visi dan misi (tahap I dan II) dirancang oleh
para pimpinan puncak perusahaan/institusi/organisasi (top level management),
karena dampak dari pernyataan adalah berjangka panjang sekitar 5 s.d. 25 tahun
(long-term). Kedua, pernyataan tujuan, strategi dan kebijakan (tahap III s.d tahap
V) dirancang oleh manajemen tingkat menengah perusahaan/institusi/
organisasi (middle level management), karena dampak dari pernyataan adalah
berjangka menengah, yaitu sekitar 2 s.d. 5 tahun (medium-term). Ketiga,
pernyataan program, anggaran dan prosedur (tahap VI s.d tahap VIII) dirancang
39
oleh manajemen tingkat bawah dari perusahaan/institusi/organisasi (lower level
management), karena dampak dari pernyataan adalah berjangka pendek atau
tingkat operasional, yaitu sekitar 1 s.d. 24 bulan.
Kedelapan tahapan ini dirancang oleh top level management secara
hirarkhi, artinya setelah dirancang mulai urutan tahap I sampai dengan tahap VIII
(mulai tahap visi s.d. prosedur) dapat ditelusuri ulang apakah ada kesesuaian
antara masing-masing tahapan. Artinya hasil Renstra sementara dilakukan suatu
pendekatan dari atas ke bawah dan sebaliknya (top-down approach and bottom-
up approach). Hasil akhir adalah suatu musyawarah untuk memperoleh titik temu
(kompromi), dan memerlukan umpan balik (feedback) dari bawahan dan
sebaliknya. Pimpinan memerlukan sosialisasi (deployment) yang dilakukan agar
tidak terdapat perbedaan persepsi pada saat diimplementasikan atau untuk
dilakukan secara operasional, sebagai contoh: pernyataan misi haruslah
mencakup atau merupakan bagian dari pernyataan visi atau sebaliknya.
Pemilahan dari ke delapan tahapan ini menjadi dua, yaitu: formulasi
strategi dan implementasi strategi. Formulasi Strategi yang merancang
pernyataan tahap I s.d. V (mulai visi s.d. kebijakan) adalah hanya
memformulasikan strategi atau analisis industri atau Rencana Strategik institusi
saja tidak sampai mengimplementasikannya (David, 2003: 5). Berbeda dengan
Implementasi Strategi, pernyataan yang dirancang haruslah dapat
diimplementasikan dengan ukuran keberhasilan yang terukur, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Gambar 2.15 memperlihatkan terminologi/definisi ringkas dari masing-
masing tahapan dengan menggunakan paraphrasing. Perancangan penetapan
40
pernyataan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, anggaran, dan
prosedur.
Gambar 2.15. Definisi Rencana Strategik
Sumber: Purwono (2009: 29) dimodifikasi.
2.1.5. Lingkungan Internal dan Lingkungan Eksternal
Analisis SWOT membutuhkan data dari lingkungan internal dan eksternal
dan definisi variabel lingkungan internal dan eksternal (Tabel 2.1).
2.1.5.1. Lingkungan Internal (Internal Environment)
Singh (2004: A9) menyatakan bahwa strategy intent and strategic mission
dipengaruhi oleh external environment (terdiri dari: opportunities
(possibilities/peluang) and threats (constraints/ancaman)) dan internal
environment (terdiri dari: strengths/kekuatan and weaknesses/kelemahan).
Certo (1995: 7) menyatakan bahwa lingkungan internal meliputi kekuatan-
kekuatan yang beroperasi di dalam organisasi dengan implikasi yang spesifik
terhadap kinerja pengelolaan organisasi, terdiri dari: komponen-komponen
organisasi, pemasaran, keuangan, personalia, dan produksi.
CARA PELAKSANAAN AKSI DAN
41
Tabel 2.1. Variabel IE
(02_Tabel_2_1_var_IE_rev_6)
42
43
44
2.1.5.2. Lingkungan Eksternal
Salah satu pendekatan untuk menentukan variabel eksternal (External
Environment) adalah dengan menggunakan Analisis Rantai Nilai (Value Chain
Analysis) dari Michael E Porter (Hitt, 2005: 89).
Gambar 2.16 menjelaskan tentang Analisis Rantai Nilai yang merupakan
suatu pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan
untuk mengidentifikasikan cara-cara yang digunakan dan untuk memfasilitasikan
cara-cara yang digunakan untuk implementasi strategi tingkat bisnisnya. Analisis
Rantai Nilai terdiri dari aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Aktivitas primer
berkaitan dengan penciptaan fisik produk, penjualan, dan distribusi kepada
pembeli, dan pelayanan setelah penjualan. Aktivitas pendukung menyediakan
dukungan yang diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas-aktivitas primer, yang
terdiri dari: Infrastruktur perusahaan, Manajemen sumber daya manusia,
Pengembangan teknologi dan Pengadaan.
Gambar 2.16. Analisis Rantai Nilai
45
Gambar 2.17. Lingkungan Eksternal
Sumber: Pearce (2003: 57).
Gambar 2.17 menjelaskan tentang beberapa faktor lingkungan eksternal
perusahaan yang mempengaruhi pilihan arah dan tindakan suatu perusahaan,
struktur organisasi dan proses internal perusahaan. Lingkungan eksternal
menurut Pearce (2003: 57) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sub-kategori yang saling
berkaitan, yaitu: Faktor-faktor lingkungan jauh (remote), terdiri dari: ekonomi,
sosial, politik, teknologi, dan ekologi, Faktor-faktor lingkungan industri, terdiri dari:
pendatang baru, pemasok, pembeli, produk sustitusi, dan persaingan diantara
perusahaan yang sudah ada, dan Faktor-faktor lingkungan operasional, yang
terdiri dari: para pesaing, para kreditor, pelanggan, tenaga kerja, dan pemasok.
46
2.1.6. Analisis SWOT
Wheelen (2004: 9) menyatakan bahwa salah satu cara yang relatif
sederhana untuk mengidentifikasi strategic factors adalah dengan menggunakan
SWOT analysis. Beberapa model yang dapat dipergunakan di dalam
perencanaan strategis (Rangkuti, 1997: 31, dan Umar, 2005: 229) adalah:
1. Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats).
2. Matriks BCG (Boston Consulting Group).
3. Matriks IE (Internal and External).
4. Matriks SPACE (Stategic Position and Action Evaluation).
5. Matriks Grand Strategy.
2.1.6.1. Matriks SWOT
Salah satu alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis
perusahaan adalah Matriks SWOT (Rangkuti, 1997: 31). Matriks SWOT
(Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan) ini dapat menggambarkan
secara jelas bagaimana peluang dan tantangan/ancaman eksternal yang
dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif
strategik (Gambar 2.18).
2.1.6.2. Matriks BCG
Gary Amstrong and Philip Kotler (Amstrong, 2007: 41 and Feurer, 1995:
14) menyatakan bahwa dengan menggunakan BCG approach, sebuah
perusahaan dapat mengklasifikasikan seluruh Strategic Business Unit (SBU)
sesuai dengan growth-share matrix.
47
Gambar 2.18. Matriks SWOT
Sumber: Rangkuti (1997: 31).
Gambar 2.19. Matriks BCG
Sumber: Feurer (1995: 14).
OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T)
48
Gambar 2.19 terdapat 4 (empat) sel (kuadran), dimana bintang (star)
mempunyai karakteristik pertumbuhan pasar yang tinggi, dan sumbangsih usaha
atau produk yang tinggi, sapi perahan (cash cow) mempunyai karakteristik
pertumbuhan pasar yang rendah, dan sumbangsih usaha atau produk yang
tinggi, tanda tanya (question mark) mempunyai karakteristik pertumbuhan pasar
yang tinggi, dan sumbangsih usaha atau produk yang rendah, sedangkan sel
yang terakhir adalah binatang anjing (dog) mempunyai karakteristik pertumbuhan
pasar yang rendah, dan sumbangsih usaha atau produk yang rendah.
2.1.6.3. Matriks IE
Matriks IE (Rangkuti, 1997: 42) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
eksternal (peluang dan tantangan) dan internal (kekuatan dan kelemahan) suatu
organisasi.
Gambar 2.20 memperlihatkan identifikasi 9 (sembilan) sel strategi
perusahaan, yang pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) strategi
utama, yaitu:
1. Growth strategy merupakan pertumbuhan perusahaan (sel 1, 2, dan 3) atau
upaya diversifikasi (sel 7, dan 8).
2. Stability strategy merupakan strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah
strategi yang telah ditetapkan.
3. Retrenchment strategy merupakan usaha untuk memperkecil atau
mengurangi usaha yang dilakukan oleh perusahaan (sel 3, 6, dan 9).
2.1.6.4. Matriks SPACE
Matriks SPACE (Umar, 2005: 229-230) digunakan untuk memetakan
kondisi suatu organisasi dengan menggunakan suatu model yang
dipresentasikan dengan menggunakan diagram cartesius yang terdiri dari 4
49
(empat) kuadran dengan skala ukuran yang sama. Keempat kuadran ini
menunjukkan apakah hasil analisis akan mengindikasikan pemakaian strategi
aggressive, conservative, defensive, and competitive bagi suatu organisasi
(Gambar 2.21).
Gambar 2.20. Matriks Internal - External
Sumber: Rangkuti (1997: 42).
Keterangan:
1. Strategi konsentrasi melalui integrasi vertikal 2. Strategi konsentrasi melalui integrasi Horisontal 3. Strategi turn-over 4. Strategi Stabilitas 5. Strategi konsentrasi melalui integrasi horisontal atau stabilitas (tidak
ada perubahan laba) 6. Strategi divestasi 7. Strategi diversifikasi konsentrik 8. Strategi diversifikasi konglomerasi 9. Strategi likuidasi atau bangkrut
50
Gambar 2.21. Matriks SPACE
Sumber: Umar (2005: 229).
Matriks SPACE ini dinyatakan dalam 2 (dua) dimensi, yaitu:
1. Dimensi internal yang terdiri dari financial strength (FS) dan
competitive advantage (CA).
2. Dimensi external yang terdiri dari environmental stability (ES) dan
industry strength (IS).
2.1.6.5. Matriks Grand Strategy
Matriks Grand Strategy (Strategi Utama) terdiri dari 2 (dua) dimensi, yaitu:
dimensi posisi persaingan dan dimensi pertumbuhan pasar (Umar, 2005: 242-
243) dan memiliki 4 (empat) kuadran (Gambar 2.22).
2.1.7. Organisational Levels
Organisational level (Tingkatan Keorganisasian) biasanya dibentuk seperti
piramida (Gambar 2.23), dengan tingkatan mulai dari Top Managers, Middle
Managers, first-Line Managers, and Non-Managerial Employees.
51
Gambar 2.22. Matriks Grand strategy
Sumber: Umar (2005: 242).
Gambar 2.23. Organisational levels
Sumber: Robbins (2009: 9).
52
2.1.8. Management Skills
Manajer di dalam melaksanakan tugas dan kegiatannya membutuhkan
keahlian tertentu. Penelitian Robert L Katz (1970-an) menyatakan ada 3 (tiga)
keahlian atau kompetensi yang hakiki (Robbins, 2009: 15) dari Management
Skills (Keahlian Manajemen), yaitu: technical skills, human skills, and conceptual
skills (Gambar 2.24).
Robbins (2009: 15) mendefinisikan bahwa:
Technical skills are the job-specific knowledge and tecniques needed to perform specific tasks proficiently, misal: engineering, computing, accounting, and manufacturing. Human skills or interpersonal skills represent the ability to work well with and understand others, to build cooperative effort within a team (that is, to lead), to motivate and to manage conflict. And conceptual skills are the ability to think and to conceptualise about abstract and complex situations.
2.1.9. Stakeholders
Hitt (2005: 22) menyatakan bahwa:
Stakeholders are individuals and groups who can affect, and affected by, the strategic outcomes achieved and who have enforceable‘s performance.
Gambar 2.24
Management Skills
Sumber: Robbins (2009: 15).
53
Gambar 2.25
The Three Stakeholder Groups
Sumber: Hitt (2005: 24).
Klasifikasi pemangku kepentingan atau stakeholders (Gambar 2.25) terdiri
dari pemegang saham dan pemasok utama modal (bank devisa umum, bursa
saham), pemegang saham pasar produk yang terdiri dari: pelanggan primer
organisasi, pemasok, komunitas rumah tangga, dan serikat buruh yang mewakili
pekerja, dan pemegang saham organisasi yang terdiri dari: para manajer, para
karyawan, dan para non-manajer (the capital market stakeholders, the product
market stakeholders, and the organizational stakeholders).
2.1.10. Management of Technology
Khalil (2000: 8) mendefinisikan Management of Technology adalah an
interdisciplinary field concern with the planning, development and implementation
of technological capabilities to shape and accomplish the operational and
strategic objectives of an organization.
54
Beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan umat manusia adalah
teknolgi, tenaga kerja, sumber daya alam, pangsa pasar, kebijakan publik dan
lingkungan, dan modal (Gambar 2.26).
Gambar 2.26. Factors contributing to wealth creation
Sumber: Khalil (2000: 8). 2.1.11. Energi Terbarukan
Definisi energi terbarukan (http://en.wikipedia.org) adalah
Renewable energy is energy generated from natural resources—such as sunlight, wind, rain, tides and geothermal heat—which are renewable (naturally replenished). In 2006, about 18% of global final energy consumption came from renewables, with 13% coming from traditional biomass, such as wood-burning. Hydroelectricity was the next largest renewable source, providing 3%, followed by solar hot water/heating, which contributed 1.3%. Modern technologies, such as geothermal energy, wind power, solar power, and ocean energy together provided some 0.8% of final energy consumption.
UU No. 30 tahun 2007 memberikan definisi energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan. Sedangkan sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
CAPITAL NATURAL RESOURCES
WEALTH CREATION
TECHNOLOGY LABOR
PUBLIC AND ENVIRONMENTAL
POLICYMARKET
55
Salah satu energi terbarukan (EBT) yang tersedia sangat banyak di
Indonesia adalah energi panas bumi yang digunakan untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi (PLTP). PLTP menggunakan fluida kerja uap yang
diperoleh dari perut bumi melalui pengemboran dengan kedalaman sekitar 2.000
m. Uap dengan suhu, tekanan dan debit tertentu setelah dimurnikan di separator,
dialirkan ke turbin uap untuk menghasilkan energi mekanis, selanjutnya diubah
menjadi energi listrik di generator. Uap yang keluar dari turbin uap dialirkan
melalui condensor untuk dikondensasikan sehingga berubah menjadi air,
kemudian diinjeksikan kembali ke dalam bumi. Proses ini yang menjadikan
energi panas bumi sebagi salah satu bentuk sustainable energy (Gambar 2.27).
Gambar 2.27. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Sumber: www.tribunnews.com diakses tanggal 11 Maret 2011.
Beberapa keuntungan menggunakan energi panas bumi adalah biaya
pokok penyediaan lebih murah dibandingkan dengan menggunakan Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD), ramah lingkungan, biaya operasi murah, dan
56
menghasilkan uap sepanjang hari. Kelemahan penggunaan PLTP adalah
teknologi yang digunakan adalah teknologi tinggi dan canggih sehingga transfer
of knowledge-nya dari negara lain membutuhkan waktu yang lama.
Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) merupakan salah satu pembangkit
listrik yang menggunakan energi terbarukan berupa air. Keunggulan dari
pembangkit ini adalah responnya yang cepat sehingga sangat sesuai untuk
kondisi beban puncak maupun saat terjadi gangguan di jaringan. Selain
kapasitas daya keluarannya yang paling besar diantara energi terbarukan
lainnya, PLTA adalah pembangkit yang mengandalkan energi potensial
(ketinggian) dan kinetik (kecepatan aliran) dari air untuk menghasilkan energi
listrik (Gambar 2.28).
Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang
dihubungkan ke turbin air yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari air. PLTA ini
tidak hanya terbatas pada air dari sebuah waduk atau air terjun, melainkan juga
menggunakan tenaga air dalam bentuk lain seperti tenaga ombak.
Gambar 2.28. Bendungan Sutami - Karangkates
57
Cadangan tenaga air nasional mencapai sekitar 75,67 GW atau setara
dengan BBM sejumlah 845 juta SBM atau 2,5 juta barel per hari, saat ini total
kapasitas terpasang sebesar 5.705,29 MW (Tabel 1.8 dan www.esdm.go.id).
Keuntungan penggunaan PLTA adalah ramah lingkungan, biaya operasi
murah, dan tersedia sepanjang hari. Kelemahan penggunaan PLTA adalah biaya
awal yang mahal, membutuhkan area yang luas serta waktu pembangunan PLTA
lama.
Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit
Listrik Tenaga Angin (Bayu)/PLTB (Gambar 2.29) mengkonversikan energi angin
menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara
kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan
untuk memutar rotor pada generator di bagian belakang turbin angin, sehingga
akan menghasilkan energi listrik. Energi listrik ini dapat juga disimpan ke dalam
baterai sebelum dimanfaatkan.
Gambar 2.29. Wind energy
58
Total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini
kurang dari 800 kilowatt. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 MW pada
tahun 2025. Cadangan tenaga angin nasional mencapai sekitar 9,29 GW.
Pembangkit tenaga angin ini digunakan untuk skala kecil, menengah dan
besar karena arus yang dihasilkan dalam 1 jam lebih besar serta membutuhkan
investasi yang lebih murah ketimbang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Keuntungan yang lain adalah penerapan pembangkit listrik tenaga angin dapat
dikembangkan di daerah terpencil, terutama di pegunungan dan di pulau-pulau
yang tidak terjangkau jaringan listrik PLN, selain ramah lingkungan, teknologi
yang digunakan sangat sederhana dan biaya operasi dan pemeliharaan yang
murah. PLTB ini akan efisien apabila dibangun beberapa unit PLTB di suatu
daerah yang luas.
Gambar 2.30. Solar Cell energy
Sumber: www.anekasurya.com.
59
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah pembangkit yang
memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Alat utama untuk
menangkap, mengubah dan menghasilkan energi listrik adalah Photovoltaic (PV)
atau yang disebut secara umum Modul/Panel Solar Cell. Dengan PV, sinar
matahari diubah menjadi energi listrik melalui proses aliran-aliran elektron negatif
dan positif di dalam PV karena perbedaan elektron. Hasil dari aliran elektron-
elektron ini adalah energi listrik arus searah (DC/Direct Current) yang dapat
langsung dimanfatkan untuk mengisi battery/aki (accumulator) sesuai tegangan
dan ampere yang diperlukan (Gambar 2.30).
Total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi surya saat ini
kurang dari 0,008 GW. Cadangan tenaga surya nasional mencapai sekitar 4,8
kWh/m2/day (Tabel 1.8 dan www.anekasurya.com).
. Keuntungan PLTS dapat dikembangkan di daerah terpencil, terutama di
daerah yang tidak terjangkau jaringan listrik PLN, ramah lingkungan, biaya
operasi dan pemeliharaan yang murah.
Gambar 2.31. Biji Jarak Pagar dan bunga Matahari diproses menjadi BBN
60
Gambar 2.31 memperlihatkan pemanfaatan BBN, dimana sisi masukan
adalah bahan baku biji jarak pagar atau bunga matahari atau biji kelapa sawit
yang diproses menjadi biodiesel. Salah satu pemanfaatannya adalah untuk
bahan bakar minyak atau pembangkit listrik dan transportasi.
Tabel 2.2 menjelaskan penggunaan sumber energi untuk energi listrik.
Biaya energi listrik per kWh dengan menggunakan energi panas bumi sebesar
USD 0,08 (Rp. 800) dan harga jual listrik oleh PT PLN (persero) adalah USD
0,06 atau sekitar Rp. 650 per kWh. Biaya energi listrik per kWh untuk pembangkit
listrik menggunakan BBM adalah USD 0,12 (Rp. 1.200). Penggunaan batubara
adalah murah tetapi menghasilkan polusi dan emisi yang tinggi.
Tabel 2.2. Perbandingan Biaya per kWh
No. Macam Energi Biaya per kWh Harga Jual Listrik per kWh
Harga Minyak Mentah
1. Panas Bumi USD 0,08 USD 0,06 2. Solar Rp. 3.000 Rp. 650 3. BBM USD 0,12 USD 0,06 USD 45/barrel USD 0,17 USD 0,06 USD 70/barrel USD 0,30 USD 0,06 USD 120/barrel USD 0,32 USD 0,06 USD 140/barrel
4. Batubara USD 0,06 USD 0,06 USD 140/ton 5. Gas USD 0,08 USD 0,06 USD 140/MMBTU
Sumber: ww.republika.co.id dan Partowidagdo, 2009: 376,378,399,405. 1 kg LPG setara dengan 1,7 liter minyak tanah. Harga minyak tanah = Rp. 3.000 per liter. Harga gas = Rp. 5.100 per kg. USD 1 = Rp. 10.000. 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Fries (2006: 6) menyatakan keterkaitan antara faktor organisation and
environment terhadap faktor strategi. Gambar 2.32 menjelaskan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi strategi yaitu: faktor lingkungan organisasi internal
(internal organization) yang terdiri dari: tujuan dan nilai (goals and values),
61
sumber daya dan kapabilitas (resources and capabilities), dan struktur organisasi
dan sistem (structure and system), dan faktor lingkungan atau organisasi
eksternal (environment atau external organisation) yang terdiri dari: para pesaing,
komunitas, para pelanggan, pemerintah, industri, institusi, kelompok-kelompok
yang berkepentingan, media dan publik (competitors, communities, customers,
government, industry, institutions, interest groups, media, and public).
Gambar 2.32. Faktor-faktor yang mempengaruhi Strategy
Sumber: Fries (2006: 6).
Kondo (1998: 428) mengamati keberhasilan di Matsushita electric
Industries’ Car Radio Division yang telah berhasil melakukan 10% price
reduction melalui suatu perbaikan proses yang dikenal dengan hoshin kanri atau
hoshin planning atau policy deployment (Hoshin is a course, a policy, a plan, an
aim and Kanri is administration, management, control, charge of, care for). Hal
yang utama di dalam hoshin kanri adalah annual policy and medium to long-term
policy, the establishment of quality policy, converting methodology policy into
objective policy which is composed of aims, targets and priority strategies, the
62
top-down and bottom-up deployment and the meaning and practice of “catch-ball”
in the deployment process, and top management internal QC audits were
explained (Gambar 2.33).
Gambar 2.33. Hoshin Planning
Sumber: Kondo (1998: 428).
Pada tahun 1996, Goal/QPC Research (Lee, 1998: 533, dan Yang, 2006:
763) merancang model yang mempunyai representasi lebih baik tentang policy
deployment (Gambar 2.34).
Gambar 2.34 memperlihatkan langkah-langkah atau usaha-usaha yang
dilakukan untuk pencapaian tujuan organisasi, dimulai dari visi 5-10 tahun
(langkah 1) mendatang diterjemahkan/dijabarkan ke rencana pencapaian tujuan
jangka menengah 3-5 tahun mendatang (langkah 2), kemudian di-breakdown
menjadi rencana tahunan (langkah 3). Langkah berikutnya adalah proses
sosialisasi (deployment), demikian siklus ini berulang-ulang dari langkah 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, dan kembali ke langkah 1.
63
Gambar 2.34. Policy Deployment
Calingo (1995: 21) mengadopsi pengembangan hoshin kanri yang telah
dilakukan oleh Yoshio Kondo menjadi the hoshin planning cycle. Gambar 2.35
menjelaskan tentang beberapa komponen untuk merancang the hoshin planning
cycle, yaitu: 1. Formulate the plan, 2. Deploy departments, 3. Implement, and 4.
Audit (Gambar 2.33).
Prinsip-prinsip di dalam melaksanakan hoshin kanri adalah:
1. Focus on processes, not results. 2. Founded in daily control. 3. Goals based on customer needs. 4. Thorough analysis of previus stage. 5. Top-down, bottom-up planning. 6. Catch-ball between layers of organisation. 7. Objectives aligned throughout the organisation to achieve
commone goals. 8. All members of the organisation are responsible for the process
leading to the results. 9. Focus on a small number of breakthrough items. 10. Widespread understanding of TQM (Total Quality Management)
and the PDCA cycle. 11. Means deployed the targets.
64
12. Regular review mechanism, focus on corrective action. 13. Dynamic, flexible, never ending improvement.
RG Lee (Lee, 1998: 537-538) menyatakan bahwa Hoshin kanri or policy
deployment is simply PDCA applied to the planning and execution of a few critical
strategic organisation objectives.
Yoji Akao pada tahun 1991 (Lee, 1998: 522, 529) menyatakan (Gambar
2.36) bahwa Hoshin kanri model memperlihatkan bahwa gerakan sebaran
kebijakan dimulai dari Senior management establish the “what” in terms of vision
and objectives; Middle management negotiate with senior management in terms
of goals and resources – negotiating the “how” – and then they negotiate the
implementation teams in terms of performance measures. Honshin kanri terdiri
dari dua kata, yaitu hoshin yang berarti a compass, a course, a policy, a plan,
an aim; kanri berarti management control, care for; dan secara bersama-sama
berarti “management control of the company’s focus.”
Gambar 2.35. The Hoshin Planning Cycle
Barry J Witcher, 2002: 391
Sumber: Calingo (1995: 21).
65
Gambar 2.36. Hoshin kanri model
Gambar 2.37. EIDPER model
Sumber: Yang (2006: 761)
66
Yang (2006: 761) mengembangkan model hoshin kanri untuk
menerjemahkan strategi menjadi suatu kebijakan dan tindakan untuk pencapaian
tujuan, yaitu EIDPER model (Gambar 2.37), singkatan dari Envision, Identify,
Diagnose, Prioritize, Execute and Review. David (2003: 5) menyatakan bahwa
the term of strategic management is used to refer to strategy formulation,
implementation, and evaluation, with strategic planning referring only to strategy
formulation. Strategy formulation includes developing a vision and mission,
identifying an organizational’s external opportunities and threats, determining
internal strengths and weaknesses, establishing long-term objectives, generating
alternative strategies, and choosing particular strategies to pursue.
Pemikiran konseptual, hasil temuan dan variabel penelitian dari peneliti
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.3. Pendapat Sun Tzu salah seorang pemikir
yang telah mengembangkan strategi yang membahas tentang Seni Perang dan
Perang dan Manajemen mulai 475 sebelum masehi. Henry Mintzberg yang
terkenal dengan penelitian 5 P’s (Strategy as plan, Strategy as ploy, Strategy as
pattern, Strategy as position, and Strategy as perspective). Peneliti berikutnya
adalah Harold Koontz yang membahas tentang Rencana Strategik dan Yoji akao
seorang peneliti dari Jepang yang terkenal dengan Hoshin Kanri-nya. Peneliti
yang berasal dari United Kingdom – Barry J Witcher yang mengembangkan
pendapat dari Yoji Akao tentang Hoshin Kanri di beberapa perusahaan di Jerman
dan Afrika.
67
Tabel 2.3. Pemikiran peneliti terdahulu
No PEMIKIRAN Th PEMIKIR URAIAN 1 Strategy (The Art of
War)
475 SM
Sun Tzu (Sun Wu)
The word “strategy” derives from the Greek word stratçgos; which derives from two words: • "stratos" – meaning
army. • "ago" – which is the
ancient Greek for leading /guiding/ moving to
The Art of War is a systematic guide to strategy and tactics for rulers and commanders.
2 PDCA / Deming Cycle 1931 Walter Andrew Shewhart
Plan, Do, Check, Act
3 Strategies for Diversification
1957 H Igor Ansoff Strategies for Diversification atau Product-market growth matrix
4 Corporate Strategy 1965 H Igor Ansoff Corporate Strategy: An analytical approach to business policy for growth and expansion
5 Mintzberg’s the three main types of strategy processes
1974 Henry Mintzberg
Planning, entrepreneurial and learning-by-experience
6 The Seven S Model (The 7-S of McKinsey and Co.)
1982 Thomas J Peter, Bob Waterman and Julien Phillips
Structure, strategy, systems, style of management, skills - corporate strengths, staff, shared values
7 Strategy in Action 1982 Boris Yavitz and William H Newman
Strategy in Action: the execution, Politics, and pay-off of business planning
8 5 P’s Mintzberg 1982 Henry Mintzberg
• Strategy as plan • Strategy as ploy • Strategy as pattern • Strategy as position • Strategy as perspective
68
Tabel 2.3. (lanjutan)
No PEMIKIRAN TAHUN PEMIKIR URAIAN 9 Strategic Planning
(Hierarchy of plans) 1988 Harold Koontz
and Heinz Weihrich
Vision, mission/purpose, objectives, strategies, policies, procedures, rule, programs, budgets.
10 Strategy 1991 Cynthia A Montgomery and Michael E Porter
Business Strategy, Linking Competitive Strategy and Functional Strategy, Evolving Nature of International Competition, Corporate Strategy and Firm Scope, The Process of Making Strategy, Corporate Governance
11 Hoshin Kanri 1991 Yoji Akao, (1991), Yoshio Kondo (1997)
Policy Deployment, Policy Management, PDSA (Plan, Do, Study, Act)
12 Strategy Formulation 1995 Rainer Feurer Strategy formulation process (the ten steps) at Hewlett-Packard)
13 The Evolution of Strategic Quality Management
1996 Luis Maria R Calingo
The hoshin kanri planning cycle: Plan, Execute, Audit
14 Strategic Management for senior leader
1996 Denise Lindsey Wells
Pre-planning, Strategic Planning, Deployment, Implementation, Measurement and Evaluation
15 Strategy Management Process
1997 Luis Maria R Calingo
Strategy is an act of the general or plan the destruction of one’s enemies through effective use resources
16 Strategy Management Process
2003 Arthur A Thompson, and AJ Strickland
Strategic management refers to the managerial process of forming: a strategy vision and business mission, setting the objectives (financial and strategy objectives, economic and market value added/eva & mva), crafting a strategy (planned & reactive strategy), implementing and executing the strategy, and then overtime initiating whatever corrective adjustments in the vision, objectives, strategy, and execution are deemed appropriate (Thompson, 2001: 6)
69
Tabel 2.3 (lanjutan)
No PEMIKIRAN TAHUN PEMIKIR URAIAN
17 A Conceptual Synergy Model of Strategy Formulation for Manufacturing
2004 Kit Fai Pun Conceptualization of Strategy, From Strategic Planning to Strategy Formulation, Operationalising Strategy Formulation, Planning Frameworks and Methodologies for Strategy Formulation, And Synergy of Strategy Formulation and Configuration
18 Strategy Management Process
2005 Michael A Hitt Strategic Management Process terdiri dari: Straetgic Inputs, Strategic Actions, and Strategic Outcomes
19 BSC and hoshin kanri: dynamic capabilities for managing strategic fit
2007 Barry J Witcher and Vinh Sun Chau
The five step criteria for the core competence of hoshin kanri development
70
Tabel 2.4
Matriks variabel IE (file: 02_Tabel_2_3_Matrix_var)
71
72
2.3. Paradigma/Theoretical Framework (Alur Pikir) Alur pikir penelitian dan Kerangka Konsep Penelitian (Gambar 2.38 dan
2.39).
File:02_alur_pikir_fig_2_34
73
Gambar 2.39 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan: 1 Thompson 6 Porter 2 Hitt 7 Fries 3 Wheelen 4 Singh 5 Stoner
1, 2, 3, 4
2, 5, 7
1, 2, 3, 4
2, 5, 6, 7