02-20120101-sad kurniati

5
6 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 _____________________________________ Volume 6, No. 1, Januari 2012 http://www.lpsdimataram.com PEMANFAATAN SERABUT KELAPA DAN SEKAM PADI SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN TANAMAN NYAMPLUNG MENGGUNAKAN POTRAYS Oleh: Sad Kurniati Wanitaningsih Dosen PNS dpk pada Univ. Nusa Tenggara Barat Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui media tanam dalam potrays yang mampu menghasilkan bibit Nyamplung yang tidak mudah rusak selama proses pengangkutan dari tempat persemaian ke lapangan. Perlakuan yang diberikan adalah perbandingan media serabut kelapa dan sekam padi yang terdiri dari: S 0 = top soil 100% (kontrol); S 1 = Serabut kelapa 40%:sekam padi 10%:kompos 30%:Topsoil 20%; S 2 : Serabut kelapa 30%:sekam padi 20%: kompos 30%:Topsoil 20%; S 3 : Serabut kelapa 20%:sekam padi 30%:kompos 30%:Topsoil 20% dan S 4 : Serabut kelapa 10%:sekam padi 40%:kompos 30%:Topsoil 20%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 9 kali sehingga menghasilkan 45 satuan percobaan. Percobaan dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor, parameter yang diamati meliputi: pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, kekokohan semai, nisbah pucuk akar, berat kering total, indeks mutu bibit dan kekompakan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Perbedaan komposisi sekam padi dan serabut kelapa sebagai media tanam dalam potrays tidak mempengaruhi parameter partumbuhan tanaman (pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, nisbah pucuk akar dan berat kering total), Perbedaaan komposisi sekam padi dan serabut kelapa sebagai media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter kekokohan semai dan indeks mutu bibit. Kekokohan semai terbaik terdapat pada perlakuan S4 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan S1 dan S2, indeks mutu bibit terbaik terdapat pada perlakuan perlakuan S0 (kontrol) yang tidak berbeda nyata dengan S1. Media tanam yang menggunakan sekam padi dan serabut kelapa (dalam berbagai komposisi) mampu menghasilkan perakaran yang kompak dan tidak rapuh, sedangkan media tanam yang menggunakan top soil saja menghasilkan perakaran yang kurang kompak dan agak rapuh. Kata kunci: Nyamplung, potrays, media tanam, serabut kelapa, sekam padi. PENDAHULUAN Tanaman nyamplung tumbuh dengan baik di daerah pantai sampai dengan dataran tinggi (500 m dpl) dengan struktur tanah mengandung pasir (dengan kadar minimum s.d. maksimum) dan mengandung humus. Tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu pertukangan dan biji nyamplung yang sudah tua memiliki kandungan minyak cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk setiap 1 kg biji nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5 l minyak. Jika dari 1 ml minyak tanah bisa digunakan selama 5,6 menit, dari 1 ml minyak nyamplung dapat tahan sampai dengan 11,8 menit. Dari perbandingan tersebut bisa dilihat bahwa minyak nyamplung lebih irit dari minyak tanah (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Pohon nyamplung dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif (stek). Namun umumnya diperoleh dari biji, karena buah nyamplung mudah diperoleh dan berbuah sepanjang tahun. Perbanyakan tanaman dengan biji yang sering dilakukan sampai saat ini adalah dengan menggunakan kantong plastik (polybag). Pemakaian kantong plastik (polybag) ternyata memiliki beberapa kelemahan, a.l: membutuhkan media dalam jumlah banyak, hanya dapat digunakan satu kali pembibitan sehingga banyak menghasilkan sampah plastik, sulit dalam pengangkutan bibit dari tempat pembibitan ke lokasi penanaman maupun bibit seringkali terpisah dari media sehingga mengalami stress pada waktu penanaman sehingga membutuhkan waktu untuk pemulihannya. Menyikapi permasalahan di atas, saat ini telah dikembangkan tempat tumbuh semai potrays yang dapat dimanfaatkan lebih dari satu kali pembibitan. Beberapa keunggulan dari persemaian menggunakan potray antara lain: bibit lebih seragam, pemeliharaan tanaman lebih mudah dan kontrol penyakit lebih mudah, perhitungan populasi bibit lebih mudah, areal pembibitan lebih sedikit dan dapat memanfaatkan lahan yang tidak terpakai, mudah dalam pengangkutan, mengurangi tingkat kematian

Upload: syahrigunawangs

Post on 28-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 02-20120101-Sad Kurniati

6 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

_____________________________________ Volume 6, No. 1, Januari 2012 http://www.lpsdimataram.com

PEMANFAATAN SERABUT KELAPA DAN SEKAM PADI SEBAGAI MEDIA TANAM PADA PEMBIBITAN TANAMAN NYAMPLUNG MENGGUNAKAN POTRAYS

Oleh:

Sad Kurniati Wanitaningsih Dosen PNS dpk pada Univ. Nusa Tenggara Barat

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui media tanam dalam potrays yang mampu menghasilkan bibit Nyamplung yang tidak mudah rusak selama proses pengangkutan dari tempat persemaian ke lapangan. Perlakuan yang diberikan adalah perbandingan media serabut kelapa dan sekam padi yang terdiri dari: S0= top soil 100% (kontrol); S1= Serabut kelapa 40%:sekam padi 10%:kompos 30%:Topsoil 20%; S2: Serabut kelapa 30%:sekam padi 20%: kompos 30%:Topsoil 20%; S3: Serabut kelapa 20%:sekam padi 30%:kompos 30%:Topsoil 20% dan S4: Serabut kelapa 10%:sekam padi 40%:kompos 30%:Topsoil 20%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 9 kali sehingga menghasilkan 45 satuan percobaan. Percobaan dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap satu faktor, parameter yang diamati meliputi: pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, kekokohan semai, nisbah pucuk akar, berat kering total, indeks mutu bibit dan kekompakan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Perbedaan komposisi sekam padi dan serabut kelapa sebagai media tanam dalam potrays tidak mempengaruhi parameter partumbuhan tanaman (pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, nisbah pucuk akar dan berat kering total), Perbedaaan komposisi sekam padi dan serabut kelapa sebagai media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter kekokohan semai dan indeks mutu bibit. Kekokohan semai terbaik terdapat pada perlakuan S4 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan S1 dan S2, indeks mutu bibit terbaik terdapat pada perlakuan perlakuan S0 (kontrol) yang tidak berbeda nyata dengan S1. Media tanam yang menggunakan sekam padi dan serabut kelapa (dalam berbagai komposisi) mampu menghasilkan perakaran yang kompak dan tidak rapuh, sedangkan media tanam yang menggunakan top soil saja menghasilkan perakaran yang kurang kompak dan agak rapuh.

Kata kunci: Nyamplung, potrays, media tanam, serabut kelapa, sekam padi. PENDAHULUAN

Tanaman nyamplung tumbuh dengan baik di daerah pantai sampai dengan dataran tinggi (500 m dpl) dengan struktur tanah mengandung pasir (dengan kadar minimum s.d. maksimum) dan mengandung humus. Tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku kayu pertukangan dan biji nyamplung yang sudah tua memiliki kandungan minyak cukup tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk setiap 1 kg biji nyamplung yang sudah tua bisa menghasilkan 0,5 l minyak. Jika dari 1 ml minyak tanah bisa digunakan selama 5,6 menit, dari 1 ml minyak nyamplung dapat tahan sampai dengan 11,8 menit. Dari perbandingan tersebut bisa dilihat bahwa minyak nyamplung lebih irit dari minyak tanah (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, 2009).

Pohon nyamplung dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif (stek). Namun umumnya diperoleh dari biji, karena buah nyamplung mudah diperoleh dan berbuah sepanjang tahun. Perbanyakan tanaman dengan biji yang

sering dilakukan sampai saat ini adalah dengan menggunakan kantong plastik (polybag).

Pemakaian kantong plastik (polybag) ternyata memiliki beberapa kelemahan, a.l: membutuhkan media dalam jumlah banyak, hanya dapat digunakan satu kali pembibitan sehingga banyak menghasilkan sampah plastik, sulit dalam pengangkutan bibit dari tempat pembibitan ke lokasi penanaman maupun bibit seringkali terpisah dari media sehingga mengalami stress pada waktu penanaman sehingga membutuhkan waktu untuk pemulihannya.

Menyikapi permasalahan di atas, saat ini telah dikembangkan tempat tumbuh semai potrays yang dapat dimanfaatkan lebih dari satu kali pembibitan. Beberapa keunggulan dari persemaian menggunakan potray antara lain: bibit lebih seragam, pemeliharaan tanaman lebih mudah dan kontrol penyakit lebih mudah, perhitungan populasi bibit lebih mudah, areal pembibitan lebih sedikit dan dapat memanfaatkan lahan yang tidak terpakai, mudah dalam pengangkutan, mengurangi tingkat kematian

Page 2: 02-20120101-Sad Kurniati

ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 7 …………………………………………………………………………………………………………

____________________________________ http://www.lpsdimataram.com Volume 6, No. 1, Januari 2012

saat tanam serta dapat menyiasati waktu tanam (umur tanaman lebih pendek) (Herawati dan Sugiantini, 2011).

Salah satu syarat mutu bibit yang seringkali dijadikan persyaratan penilaian mutu bibit adalah media yang kompak yaitu media dan akar membentuk gumpalan yang kompak (Lampiran II Peraturan Menteri Kehutanan, 2004). Agar terbentuk gumpalan yang kompak antara media dan akar diperlukan syarat fisik tertentu dari media yang digunakan yaitu media tidak terlalu remah dan hal ini tidak bisa diperoleh apabila media yang digunakan hanya top soil saja, tetapi diperlukan tambahan media yang mampu menjadi cengkeraman akar bibit.

Beberapa bahan hasil limbah pertanian dapat dimanfaatkan untuk keperluan tersebut di atas, diantaranya yang banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat antara lain adalah sekam padi dan serabut kelapa.

Sekam padi merupakan limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain: ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan hara atau larutan garam namun mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara rendah dan harganya murah. Sekam padi mengandung unsur N sebanyak 1 % dan K 2 %. Pada umumnya sekam ini dibakar menjadi arang sekam yang berwarna hitam, banyak digunakan untuk media hidroponik secara komersial di Indonesia (Rahardi, 1991).

Hasil penelitian Abdul Muhit (2010) serat sabut kelapa dapat menjadi media tanam alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan media pakis dan moss. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini digunakan serabut kelapa dan sekam padi pada beberapa komposisi untuk mengetahui komposisi mana yang menghasilkan bibit paling baik pada pembibitan Nyamplung menggunakan potrays.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Persemaian Fakultas Ilmu Kehutanan UNTB. Waktu penelitian selama 4 bulan yaitu dari Bulan September s/d Bulan Desember 2010

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental (penelitian yang dilakukan dengan menggunakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol) dengan melakukan percobaan penyemaian benih Nyamplung (Calophylum inophylum).

Tujuan dari penelitian eksperimental adalah untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab-akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok

eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan.

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu komposisi media tanam yang teriri dari 5 level yaitu

S0 : top soil 100% (kontrol); S1 : Serabut kelapa 40 % : sekam padi 10 % :

kompos 30 % : Topsoil 20 %. S2: Serabut kelapa 30 % : sekam padi 20 % :

kompos 30 % : Topsoil 20 % S3: Serabut kelapa 20 % : sekam padi 30 % :

kompos 30 % : Topsoil 20 % S4: Serabut kelapa 10 % : sekam padi 40 % :

kompos 30 % : Topsoil 20 %

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 9 kali sehingga terdapat 45 satuan percobaan.

Pengaturan tata letak potrays dilakukan pengacakan. Pengacakan merupakan prinsip dasar dalam suatu percobaan ilmiah, agar pengujian dapat dilakukan. Karena dengan pengacakan unit pengamatan diasumsikan terdistribusi secara independen. Pengacakan juga merupakan suatu cara untuk memperkecil kekeliruan (bias). Teknik pengacakan mengacu pada prosedur yang terdapat pada buku Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi II oleh Kwanchai A. Gomez dan Arturo A. Gomez (1995).

Benih Nyamplung langsung di tebar pada bak tabur dengan media campuran top soil dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Semai yang di sapih adalah semai yang tumbuh pada waktu perkecambahan 80%, yaitu waktu dimana benih yang tumbuh maksimal mencapai 80% dari jumlah benih yang disemaikan (dikecambahkan). Penyapihan dilakukan setelah semai berusia 2 minggu atau sudah keluar 2 daun pertama. Penyapihan dilakukan dengan cara memindahkan semai kedalam potrays yang telah diisi dengan media sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan.

Penyapihan harus dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan pinset sehingga akar kecambah tidak terputus. Memindahkan kecambah ke media sapih akarnya jangan sampai terlipat dan kondisi media sapih harus dalam keadaan basah.

Pengamatan dilakukan sampai bibit berusia 3 bulan. Pengamatan dan pencatatan data yang dilakukan terhadap : 1. Pertambahan Tinggi Tanaman. Pengukuran tinggi dilakukan dari titik bekas

kotiledon sampai dengan titik tertinggi (meristem apikal) pada batang.

2. Pertambahan Diameter Batang. Diameter diukur pada bagian batang diatas

kotiledon. 3. Kekokohan Semai.

Page 3: 02-20120101-Sad Kurniati

8 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

_____________________________________ Volume 6, No. 1, Januari 2012 http://www.lpsdimataram.com

Nilai ini diperoleh dari perbandingan tinggi batang dengan diameter batang pada akhir pengamatan.

4. Nisbah Pucuk Akar (NPA). Nisbah Pucuk Akar diperoleh dari perbandingan berat kering bagian pucuk dan batang (dimulai dari leher akar sampai dengan pucuk) dengan berat kering bagian akar yang diperoleh pada akhir percobaan. NPA merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman (Kramer dan Kozlowski, 1960). Nilai Nisbah Pucuk Akar akan menggambarkan tingkat ketahanan semai dilapangan. Menurut Duryea dan Brown (1984) pertumbuhan dan kemampuan hidup semai yang terbaik pada umumnya terjadi pada nilai NPA antara 1 sampai dengan 3.

5. Berat Kering Total (BKT) Nilai BKT adalah berat keseluruhan bagian semai yang diperoleh setelah dioven pada suhu 700C selama 48 jam atau setelah diperoleh berat kering konstan.

6. Kekompakan Akar. Perakaran yang baik adalah kompak dan tidak buyar. Mengetahui bibit dengan kekompakan akar yang terbaik dilakukan skoring dengan kriteria sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria (Skoring) Kekompakan Akar

No Kondisi Perakaran Kriteria Skor

1. Kompak, tidak rapuh Baik 3 2. Kurang kompak, agak

rapuh Cukup 2

3. Tidak kompak, rapuh Kurang 1

Keterangan kondisi perakaran • Kompak, tidak rapuh = akar dengan media

jika dicabut dan dijatuhkan 7-10 kali tidak buyar pada ketinggian 80 sampai dengan 100 cm.

• Kurang kompak, agak rapuh = akar dengan media jika dicabut tidak buyar tetapi jika dijatuhkan 7-10 buyar pada ketinggian 80 sampai dengan 100 cm.

• Tidak kompak, rapuh = akar dengan media jika dicabut buyar.

7. Indeks Mutu Bibit (IMB). Indeks Mutu Bibit diperoleh dari hasil perhitungan Roller (1960) dalam Yulianto (2002) yatu:

BKT IMB = Kekokohan Semai+NPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis sidik ragam dilakukan pada 6 parameter pengamatan yaitu Pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter batang, kekokohan semai, nisbah pucuk akar, berat kering total dan Indeks Mutu Bibit.

Hasil analisis sidik ragam parameter-parameter tersebut disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang tertera dalam Tabel 1, diketahui bahwa dari keenam parameter yang disidik ragam, 4 parameter tidak berpengaruh nyata dan 2 parameter berpengaruh nyata ( tabel 2.).

Tabel 2. Ringkasan Hasil Analisis Sidik Ragam 5%

Parameter Pengamatan F_ hitung

F_tabel Ket

Pertambahan tinggi tanaman Pertambahan diameter btg Kekokohan Semai Nisbah Pucuk Akar Berat Kering Total Indeks Mutu Bibit

0.07 0.89 3.11 1.12 1.76 2.62

2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61

NS NS S NS NS S

* S = Signifikan NS = Non signifikan

Empat parameter yang tidak berbeda nyata meliputi parameter pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter tanaman, nisbah pucuk akar dan berat kering total yang kesemuanya termasuk dalam parameter pertumbuhan tanaman.

Sedangkan parameter yang berbeda nyata adalah kekokohan semai dan indeks mutu bibit. Nilai kekokohan semai diasumsikan sebagai ketahanan bibit dalam menerima tekanan angin dan kemampuan bibit dalam menopang bagian pucuknya. Bibit yang baik mempunyai nilai kekokohan semai 60-100 dengan asumsi jika tinggi 30 cm maka diameter 0,5 cm. (Hendromono, 2002).

Rata-rata nilai kekokohan semai dan hasil uji BNT disajikan pada tabel 3. Apabila diperhatikan nampak bahwa semua perlakuan (kecuali S0/control) memberikan nilai kekokohan semai diatas 60 yang berarti termasuk kategori bibit yang baik

Page 4: 02-20120101-Sad Kurniati

ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 9 …………………………………………………………………………………………………………

____________________________________ http://www.lpsdimataram.com Volume 6, No. 1, Januari 2012

Tabel 3. Nilai Rata-rata Kekokohan Semai masing-masing perlakuan.

Perlakuan Kekokohan semai S0 59.74 a S1 66.09 abc S2 67.05 bc S3 61.83 ab S4 69.50 c

Ket: angka yang didampingi huruf yang sama berbeda nyata

Hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan

S4 memberikan nilai kekokohan semai yang tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan S1 dan S2. Indeks mutu bibit (IMB) ditujukan untuk mengetahui tentang tingkat ketahanan bibit ditanam dilapangan. Jika IMB yang didapatkan > 0,09 maka tanaman tersebut mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi jika ditanam dilapangan. Rata-rata nilai Indeks Mutu Bibit dan hasil uji BNT disajikan pada tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4. Nilai Rata-rata Indeks Mutu Bibit masing-masing perla kuan.

Perlakuan Indeks Mutu Bibit S0 0.113 c S1 0.112 abc S2 0.101 ab S3 0.102 ab S4 0.101 ab

Ket: angka yang didampingi huruf yang sama berbeda nyata

Tabel 4 menunjukkan bahwa Indeks mutu bibit semua perlakuan memberikan kisaran angka > 0.09 yang berarti bahwa semua bibit yang dihasilkan mempunyai ketahanan yang tinggi bila dipindah ke lapang. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan S0 (kontrol) memberikan nilai IMB tertinggi yang tidak berbeda nyata dengan S1. Bibit seringkali jatuh pada saat pengangkutan baik dari persemaian ke alat angkut maupun dari alat angkut ke lokasi penanaman. Bibit yang baik harus memiliki perakaran yang baik yaitu kompak dan tidak buyar. Parameter kekompakan akar membe rikan hasil pengamatan seperti terlihat pada Tabel 5.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua media tumbuh memenuhi kriteria baik yaitu perakaran dengan media tumbuh kompak, tidak rapuh kecuali kontrol dengan kriteria cukup yaitu kurang kompak, agak rapuh.

Media kontrol (100 % top soil) menghasilkan perakaran yang kurang kompak dan agak rapuh, hal ini disebabkan dalam media yang menggunakan top soil saja tidak ada materi yang bisa digunakan akar sebagai tempat mencengkeram. Tabel 5. Rekapitulasi skor kekompakan akar

Ulangan ke-

Media S0 S1 S2 S3 S4

1 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 5 2 3 3 3 3 6 2 3 3 3 3 7 2 3 3 3 3 8 2 3 3 3 3 9 2 3 3 3 3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan

yang diberikan secara umum tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata. Pada parameter pertumbuhan tanaman semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata artinya bahwa pertumbuhan tanaman tidak dipengaruhi oleh media yang ditambahkan. Hal ini terjadi karena penelitian yang dilakukan hanya sampai umur bibit 3 bulan sedangkan media yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu sekam padi dan serabut kelapa merupakan bahan organik dengan nilai rasio C/N yang cukup tinggi yaitu 49 untuk sekam padi (Nurida, Dariah dan Rachman, 2011) dan 215 untuk serabut kelapa (Wuryaningsih, dalam anonymous, 2010) sehingga proses dekomposisinya membutuhkan waktu yang relatif lama. Bahan organik yang cepat terdekomposisi adalah bahan organik yang mempunyai nilai C/N rasio dibawah 20 (Anonymous, 2004).

Kondisi di atas menguntungkan saat media tersebut dimanfaatkan untuk media tanam dalam potrays agar dihasilkan perakaran yang kompak dengan media tanam.

SIMPULAN

1. Perbedaan komposisi sekam padi dan serabut kelapa sebagai media tanam dalam potrays tidak mempengaruhi parameter partum buhan tanaman.

2. Perbedaaan komposisi sekam padi dan serabut kelapa sebagai media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter kekokohan semai dan indeks mutu bibit. Kekokohan semai terbaik terdapat pada perlakuan S4 (Serabut kelapa 10 % : sekam padi 40 % : kompos 30 % : Topsoil 20 %) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan S1 (Serabut kelapa 40 % : sekam padi 10 % : kompos 30 % : Topsoil 20 %) dan S2 ( Serabut kelapa 30 % : sekam padi 20 % : kompos 30 % : Topsoil 20 %)

3. Media tanam yang menggunakan sekam padi dan serabut kelapa (dalam berbagai komposisi) mampu menghasilkan perakaran dengan media tumbuh kompak dan tidak rapuh, sedangkan media tanam yang menggunakan top soil saja

Page 5: 02-20120101-Sad Kurniati

10 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787

_____________________________________ Volume 6, No. 1, Januari 2012 http://www.lpsdimataram.com

menghasilkan perakaran dengan media tumbuh kurang kompak dan agak rapuh

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muhit, 2010. Teknik Penggunaan Beberapa Jenis Media Tanam Alternatif dan Zat Pengatur Tumbuh pada Kompot Aggrek Bulan. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2:60-62

Anonymous, 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI:19-7030-2004. http://www.healthy-rice.com/snikompos.pdf

Anonymous, 2010. Media Tanam Tanaman Hias. http://matoa.org/media-tanam-tanaman-hias.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, 2009. Budidaya dan Potensi Pengembangan Nyamplung. http: //dinhut.jatengprov.go.id

Duryea, M.L. and G.M. Brown, 1983. Seedling Physiology adn Reforestation Succes, Proceeding of the Physiology Working Group Technical Session. Society of American Foresters National Conventation Portland. Oregon, USA.

Gomez.K.A., and A.A. Gomez. 1995. Statistical Prosedures for Agricultural Research. Terjemahan A. Syamsudin dan J.S. Baharsyah. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hendromono. 2003. Kriteria Penilaian Mutu Bibit dalam Wadah yang Siap Tanam untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Buletin Litbang Kehutanan Vol. 4. No. 3. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Herawati dan Sugiantini, 2011. Pembibitan Sayuran Sistem Semi Float Bed (Pot rays). http://ntb.litbang.deptan.go.id

Kramer, P.J. dan T.T. Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. Mc. Graw-Hill Book Company. London.

Lampiran II Peraturan Menteri Kehutanan, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Bibit Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. http://www.dephut. go.id/files/L2_P22_07.pdf

Nurida, NL., A. Dariah dan A. Rachman, 2011. Kualitas Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Pembenah Tanah Berupa Biochar untuk Rehabilitasi Lahan. http://balittanah.litbang.dep tan.go.id/dokumentasi/prosiding2008pdf/neneng_biochar.pdf

Rahardi, F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus XXII(264): 196-198.

Yulianto A. 2002. Pertumbuhan Semai Acacia mangium Willd Pada Beberapa Komposisi Campuran Media Kompos. Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).