00_biografi_residen_abd_rozak_palembang_ok.doc

11
©MTZ-B-paper 4/ 2015. [email protected] PERJUANGAN RESIDEN ABDOEL ROZAK PADA MASA PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA DI SUMATERA SELATAN, 1945-1950 Oleh Prof. Dr. Mestika Zed Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang Pengantar. REVOLUSI Indonesia 1945-1950, seperti yang terjadi di Sumatera Selatan, merupakan bagian yang penting dalam perjuangan kemerdekaan nasional Indonesia di tingkat lokal. Sumatera Selatan bukan saja penting dalam jajaran kepemimpin regional Sumatera pada masa ini, melainkan juga memiliki andil yang jelas dalam menyumbangkan sumber daya manusia dan ekonomi bagi kepentingan Republik di pusat. Dalam makalah sederhana ini saya ingin membatasi pembahasan pada kejadian-kejadian di tingkat lokal di Sumatera Selatan dan peran kunci yang dimainkan oleh Abdoel Rozak sebagai salah seorang tokoh ‘elit revolusi’ di Sumatera Selatan, khususnya dalam menjalankan roda pemerintahan Republik di Sumatera Selatan pada masa revolusi atau sering juga disebut era ‘perang kemerdekaan’. Elit Revolusi Sumatera Selatan. Kekuatan penggerak utama (prime mover) dalam proses-proses revolusi dimotori oleh sekolompok kecil para pemimpin yang berada di tengah-tengah perubahan cepat dan mendadak. Mereka adalah ‘elit revolusi’ dalam arti bahwa kehadiran mereka sebagai pemimpin dikondisikan oleh suasana yang sangat 1

Upload: ari-frandika

Post on 04-Sep-2015

225 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

sejarah biografi residen abdul rozak

TRANSCRIPT

Bab 7

MTZ-B-paper 4/ [email protected] RESIDEN ABDOEL ROZAKPADA MASA PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA

DI SUMATERA SELATAN, 1945-1950

Oleh Prof. Dr. Mestika ZedPusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi,Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri PadangPengantar.

REVOLUSI Indonesia 1945-1950, seperti yang terjadi di Sumatera Selatan, merupakan bagian yang penting dalam perjuangan kemerdekaan nasional Indonesia di tingkat lokal. Sumatera Selatan bukan saja penting dalam jajaran kepemimpin regional Sumatera pada masa ini, melainkan juga memiliki andil yang jelas dalam menyumbangkan sumber daya manusia dan ekonomi bagi kepentingan Republik di pusat. Dalam makalah sederhana ini saya ingin membatasi pembahasan pada kejadian-kejadian di tingkat lokal di Sumatera Selatan dan peran kunci yang dimainkan oleh Abdoel Rozak sebagai salah seorang tokoh elit revolusi di Sumatera Selatan, khususnya dalam menjalankan roda pemerintahan Republik di Sumatera Selatan pada masa revolusi atau sering juga disebut era perang kemerdekaan.

Elit Revolusi Sumatera Selatan.

Kekuatan penggerak utama (prime mover) dalam proses-proses revolusi dimotori oleh sekolompok kecil para pemimpin yang berada di tengah-tengah perubahan cepat dan mendadak. Mereka adalah elit revolusi dalam arti bahwa kehadiran mereka sebagai pemimpin dikondisikan oleh suasana yang sangat spesifik, suasana revolusioner ciptaan khas zaman revolusi. Latar belakang mereka, begitu juga basis kelembagaan yang mewadahi perjuangan mereka, serta instrumen-instrumen ideologis dan sumber daya material yang digunakan, sebagaimana yang akan disinggung nanti juga sangat sepesifik.

Pada bulan-bulan pertama setelah proklamasi Agustus 1945, perjalanan revolusi nasional lebih merupakan rangkaian peristiwa dramatis, yang ditandai oleh rangkaian tindak kekerasan yang nyaris tak dapat dikendalikan. Terlebih lagi karena waktu itu badan pemerintahan resmi Republik belum terbentuk. Sementara itu eforia anti asing mula-mula anti Jepang, kemudian anti-Belanda dan Sekutu berlangsung simultan dengan konflik internal. Dalam suasana gaduh yang penuh gejolak dan tidak menentu itu, juga muncul gerakan arus balik. Sekelompok kecil mengambil jalan sendiri. Sebagian mendambakan kembalinya Belanda ke daerah mereka; sebagian lain menggunakan kesempatan dalam kesempitan, tidakan balas dendam lama di zaman kolonial. Peristiwa semacam ini terjadi di hampir semua daerah dalam apa yang lazim disebut dengan revolusi sosial, yaitu terjadinya konflik sosial antara berbagai kelompok dalam masyara-kat, yang menghendaki perubahan radikal menurut pengertian dan pendirian mereka masing-masing. Sejak itu bentrokan dan pertempuran terbuka tak dapat dielakkan.

Namun begitu, dibandingan dengan daerah manapun di Sumatera, para pemimpin di Pelembang lebih siap dalam menyelesaikan urusan lokal mereka, sehingga dapat keluar dari situasi krisis pada awal proklamasi. Salah satu faktor penting yang menentukan ialah kecakapan para pemimpin di daerah ini untuk mendayagunakan semua potensi-potensi lokal yang tersedia, baik karena faktor letak geografisnya yang strategis, maupun karena competivie advantages (keberuntungan khusus) yang dimilikinya. Di atas segala-galanya, kekompakan para pemimpinnya dalam menentu-kan arah perjuangan sehingga daerah ini relatif berhasil mengendalikan kekuatan perjuangan ke pihak mereka, Repubk Indonesia di daerah.Para pemimpin Sumatera Selatan di Palembang pada masa ini sangat sadar dengan kelebihan-kelebihan dan kekuarangan daerah mereka dan ini dapat didayagunakan sebagai nilai tambah untuk memperkuat kedudukan daerah ini dalam menghadapi Belanda. Saya ingin menyebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut.

Pertama, letak geografis Sumatera Selatan yang strategis. Palembang sejak lama memainkan peranan sebagai jembatan yang menguhubungkan pusat-pusat politik dan ekonomi antara Jawa (Jakarta)-Sumatera dan Selat Malaka. Peran ini sebenarnya sudah dimainkan Palembang sejak zaman Belanda, bahkan sejak zaman Sriwijaya, sehingga kota ini sejak zaman kolonial dikenal sebagai salah satu pusat komersial yang terpenting di luar Jawa.

Kedua, erat kaitannya dengan butir di atas, ialah keterbukaan masyarakat Palembang menerima pendatang dari luar ke daerah mereka. Sejak awal abad ke-20 banyak kaum profesional yang bekerja di daerah ini. Mereka (a.l. seperti dokter, pengacara, politisi, pekerja tambang) diterima bagian dari anggota masyarakat Palembang. Sebagian di antara mereka tampil sebagai kelompok elit revolusi di daerah ini (kita akan kembali membincangkan ini di belakang nanti). Ketiga, pada awal masa Jepang hanya Palembang satu-satunya instalasi (kilang) minyak Hindia-Belanda yang selamat dari politik bumihangus Belanda. Dengan demikian, pihak Jepang dapat mengandalkan sumber minyak daerah ini bagi mesin perang mereka. Namun pihak Republik dapat memainkan diplomasi minyak (Belanda: olie-diplomatie). Termasuk di dalamnya sumber daya tambag batu bara Muara Enim. Keempat, erat kaitannya dengan butir di atas, politik diplomasi yang dijalan Republik di Palembang tidak hanya dapat mengurangi ketegangan dengan pihak Jepang, melainkan juga dapat mengambil-alih manajemen inatalasi minyak Sumatera Selatan ke pihak Indonesia. Sebagai imbalannya pasokan logistik mereka dijamin oleh rakyat Sumatera Selatan. Dengan demikian sewaktu Sekutu datang ke daerah ini, sumber daya minyak dan transportasi bera di tingan Indonesia.Keuntungan-keuntungan yang dimiliki Sumatera Selatan yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Sumatera merupakan keungggulan kompetitif yang membawa daerah ini lebih unggul alam penguasaan sumber daya lokal untuk tujuan perjuangan.Aboel Rozak di antara Elit Revolusi di Sumatera Selatan.

Sekitar proklamasi 17 Agustus 1945, penduduk kota Palembang diperkirakan berjumlah sekitar 151.305 orang. Meskipun termasuk kota terbesar di antara tiga kita besar di luar Jawa (lainnya ialah Medan dan Maksar), kaum terpelajar yang memiliki keahlian profesional yang diperlukan untuk sebuah pemerintahan baru tidak banyak jumlahnya. Salah seorang di antara jumlah yang sedikit itu ialah Abdoel Rozak. Dilahirkan di Dusun Rasuan, Marga Madang Suku I, Ogan Komering Ulu, 5 September 1891[?] ia adalah tokoh senior yang memiliki banyak pengalaman dalam birokrasi zaman Belanda.

Pernah menjadi gunco (wedana) Palembang pada masa Jepang ia juga mendapat kesempatan ebrkunjung ke Tokyo untuk memperdalam bidang pemerintahan gaya Jepang. Jepang mempercayai pengalamnya sebagai mantan pegawai Belanda di berbagai tempat, di samping sebagai aktivis pergerakan dalam Indonesia Muda dan teman dekat dr. Muhammad Isa dalam partai Parindra. Pada saat gejolak revolusi awal proklamasi, Abdul Rozak tengah menjabat Wedana Muara Enim. Berkat hubungan dekatnya dengan tokoh-tokoh aktvis pergerakan sebelum perang, seperti A.K. Gani, dr. M.Isa, dan Mr. M. Siddik, dan tokoh muda Nungcik A.R. ia dengan mudah dapat bergabung ke dalam lingkaran elit revolusi di Palembang.

Pada awal proklamasi ia menjadi tokoh utama dalam perudingan-perundingan dengan Jepang. Ketika pada tanggal 22 Agustus, Gubernur militer (chokan) Jepang, Letjend. Hidayoshi Kasai, Gubernur Militer Jepang untuk Sumatera Selatan, mengundang para pemimpin Republik ke rumahnya di Talang Semut, Abdoel Rozak bertindak sebagai pemimpin deelgasi Indonesia. Ia didampingi oleh sejumlah tokoh lain seprti Raden Hanan (Walikota Palembang zaman Jepang), Asy'ari (Jaksa Kepala), Ir. Ibrohim (anggota Chuo Sangi Kai/In), Baay Salim (pegawai BOW), H.Cik Wan (anggota Chuo Sangi Kai/ In), Nungcik A.R. (Bagian Penerangan Hokokai), Salam Faiman dan Pramono (Ketua buruh minyak HTLM pada NKPM dan tokoh buruh HTLM di BPM Plaju), serta Yap Tjang Ho (tokoh masyarakat Cina).Sementara itu, A.K. Gani dan Isa, untuk sementara waktu, menghilang demi keselamatan diri mereka sehubungan dengan munculnya desas-desus tentang diri mereka sebagai tokoh yang termasuk ke dalam daftar hitam (black list), Jepang, yaitu orang yang dicari Jepang. Walhasil, sebagian dari pemimpin Palembang yang masih tinggal di dalam kota, makin berpaling kepada Abdoel Rozak, dalam perudingan-perundingan dengan Jepang. Meskipun demikian Gani adalah tokoh utama di daerah ini dan ia menjadi orang pertama dalam formasi Badan Pemerintahan Bangsa Indonesia", yaitu kelompok eksekutif sementara terbentuknya badan pemerintahan yag resmi untuk Sumatera Selatan. TABEL : PEMERINTAHAN BANGSA INDONESIA. No. Nama/Umur Pekerjaan/Partai pra-proklamasi Awal Revolusi 1945

Etnik *)

1. dr. A.K. Gani (40) dr Swasta /Gerindo

Badan Pemeritahan SumselM

2. Abdul Rozak (40) Wedana Muara Enim/IM

Sekretaris

P

3. R.M. Mursodo (45) Polisi

Bagian Kepolisian

J

4. Asy'ari (42)

Jaksa Kepala Bagian KepolisianJaksa Kepala/ Polisi

P

5. Nungcik A.R. (39) Pokrol bambu/Gerindo Kepala Bagian Penerangan

P

6. dr. M. Isa (39) Dokter Gigi /Parindra

Kepala Bagian Industri/ TambangM

7. R.Z. Fanani (41) Konsul Muhammadiyah

Kepala Bagian Sosial

J

8. Ir. Ibrahim Zahir (37) Handelsconsulent

Kepala Urusan KemakmuranP

9. Mr. A. Siddik (38) Jaksa/Pengacara

Kepala Urusan Pengadilan

P

10. Baay Salim (49) Pengawas BOW

Kepala Urusan Pekerjaan UmumM

11. H. Cikwan (47) Guru Sekolah MuhammadiyahKepala Urusan Agama

P

12. Raden Hanan (46) Commies di kantor Ass.ResidenWalikota Palembang

P

13. Mr. R.M. Utoyo (39) Pengacara

Kepala Urusan Pos dan TelegramJ

_______________________________________________________________________*) P = Palembang; M= Minang; J = ; Jawa. Sumber: "Opgave Enkele Functionarisse van de Republiek in de Residentie Palembang die van Aanvang af net de Japanners samenwerkten," 24 Agustus 1946, Rap.Ind., No. 532, ARA, Den Haag.Nama-nama di atas lebih bersifat indikatif dari apa yang disebut "elite revolusi," yaitu tokoh kunci dalam arus perubahan yang cepat dan keras selama periode pasang surut perjuangan kemerdekaan empat tahun kemudian. Hampir semua mereka adalah bekas anggota Hokokai, yakni Dewan Perwakilan Pemimpin lokal bentukan Jepang, mirip Volksraad zaman Belanda. Sebagian pernah aktif dalam Tokkokan, badan intelijen Jepang. Mereka dapat dikelompokkan dalam kategori umum berdasarkan senioritas dalam pergerakan nasional; kedudukan dan latar belakang sosial; orientasi ideologis kepartaian pada masa sebelum perang.

Perhatian kita di sini lebih ditujukan kepada tokoh Abdul Rozak. Pada awal revolusi ialah tokoh utama yang diandalkan A.K. Gani, tokoh paling dihormati dalam kepemimpin di Sumatera Selatan dan di Sumatera pada umumnya. Gani adalah Residen pertama Sumatera Selatan dan A. Rozak adalah wakilnya. Selain menjadi Residen, Gani memegang beberapa jabatan untuk tingkat Sumatera. Dipercaya pusat sebagai organisator militer Sumatera dan kemudian menjadi Gubernur Sumatera bagian selatan dan Wakil Menteri Pertahana di Sumatera, sebelum diangkat menjadi Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin tahun 1947. Abdul Rozak adalah tokoh yang diperlukan Gani dan dalam kepemimpinan revolusi di daerah ini. Kecuali ia sendiri adalah putra daerah, pengalamannya sebagai administrator yang tangguh di belakang Gani sangat diperlukan. Jelas bidang adminsitrasi bukanlah keahlian tokoh residen pertama itu karena ia adalah dokter dan aktivis pergerakan yang lebih andal dalam memerankan dirinya sebagai prime-mover (pengerak utama) dalam menggalang massa dalam kegiatan politik pergerakan. Kita mungkin dapat mengandaikan peran Gani dan Abdoel Rozak seperti Sukarno dan Hatta di pusat. Gani seperti halnya Sukarno adalah orator yangulung, tokoh mampu menggalang persatuan dan dukungan massa di lapangan, sementara Abdoel Rozak, seperti halnya dengan Hatta, adalah administrator yang tekun di belakang meja dan sekaligus pemikir yang mampu mencari solusi dalam persoalan pelik yang dihadapi pemerintah.

Cepat atau lambat jabatan Residen dipercayakan kepadanya. Akan tetapi tantangan yang dihadapinya sangatlah berat. Apakah tantanga di zaman A. Rozak? Dapatkah ia mengatasi tantang pada masanya? Inilah yang akan disinggung sekedarnya dalam uraian berikut ini.

Menjadi Residen Sumatera Selatan.Dibandingkan dengan kedua residen terdahulu (A.K. Gani dan M. Isa), Abdoel Rozak tampaknya menghadapi tantangan yang cukup berat dan belum pernah dihadapi sebelumnya. Pertama, perang terbuka berhadapan langsung dengan Belanda. Kedua, pada masanya banyak pemimpin Palembang yang bermutu meninggalkan daerah karena promosi kenaikan posisi mereka ke tingkat yang lebih tinggi, terutama ke Bukitinggi (ibukota Sumatera) dan ke pusat (Yogyakarta). Sebagai akibatnya, kepemimpinan Republik di Sumatera Selatan seakan-akan kehilangan dinamikanya. Ketiga, munculnya inistiatif kelompok Raden dalam menggalng berdirinya Negara Sumatera Selatan ciptaan Van Mook lewat politik federalnya.

Tantangan pertama merupakan batu ujian pertama yang cukup berat bagi Abdoel Rozak dan sekaligus juga bagi militer Repulik di Sumatera Selatan. Ia menduduki jabatan residen pada awal Januari 1947, bertepatan dengan saat meletusnya perang kota, atau lebih dikenal perang lima hari lima malam pada tahun baru 1947 (1-5 Januari). Pertempuran itu memakan korban nyawa dan harta benda yang tidak sedikit. Korban terparah diderita oleh masyarakat Cina, kelompok yang sejak awal dipandang pro-Belanda. Sekitar 2.050 orang Cina meninggal dunia, sekitar 1.000 orang luka, 600 orang hilang, dan 900 tempat tinggal mereka musnah. Sedangkan kalangan masyarakat India menderita kerugian material yang tak sedikit; sekitar 50 toko mereka terbakar hangus. Tidak dilaporkan berapa korban dipihak Belanda. Kerugian material ditaksir ada $Str. 1 juta (dolar Singapura). Wartawan Antara mencatta jumlah kerugian yang lebih besar; total kerugian material yang diderita pihak Republik di Palembang mencapai $Str. 5 juta, suatu jumlah yang amat besar waktu itu.Residen Abdul Rozak menangung beban moral yang berat atas pertempuran dahsyad itu. Bantuan logistik diupayakan mengirimkannya kepada keluarga korban, demikian juga pemondokan darurat dibangun seadanya. Ia menginsturksikan agar penduduk Palembang mengungsi ke luar kota. Akan tetapi sejak perang kota, kantor keresidenan terpaksa dipindahkan, mula-mula ke Lahat, kemudian ke Lubuk Linggau. Demikian juga markas TNI yang tadinya di Palembang juga harus pindah semuanya ke Lahat, kecuali beberapa staf tentara laut yang menjalankan tugasnya dalam pengawasan lalu lintas perdagangan di Sungai Musi. Bagi Residen Rozak, kepindahan ke Lubuk Linggau berarti harus mulai kembali dari titik nol. Untuk itu ia harus memutar otak bagaimana memenuhi kebutuhan kantor dan sekaligus juga alat perlengkapan militer dan logistiknya. Untuk mengatasi hal ini setidaknya ada dua tindakan yang diambilnya. Pertama mendirikan Pembela Rakyat, sebuah organisasi untuk mengumpulkan logistik darurat, khususnya dengan memungut sumbangan rakyat, berupa hasil panen di tiap keluarga (5 persen) di daerah Republik dan di daerah pendudukan guna membantu logistik pemerintah. Sedikit banyak ini dapat mengurangi beban pemerintah yang tidak mungkin mengharapkan bantuan dari pusat. Kedua menghidupkan kembali jaringan perdagangan yang sudah dibentuk Gani sebelumnya, terutama dengan mendayagunakan produksi utaam Sumatera Selatan (minyak, batu-bara dan hasil perkebunan karet) untuk tujuan perjuangan. Dengan memanfaatkan kedudukan Gani (Menteri Kemakmuran), Reiden Andoel Rozak dapat membangun kembali jaringan perdagangan tyang lama di samping mengembangkan usaya yang baru. Beberapa kelompok bisnis bumiputra dan Cina serta kelompok milietr dihimpun dalam sejumlah organisasi bisnis semi pemerintah. Demikian juga beberpa orang pengusaha eksportir dari pusat juga dikirim Gani ke Palembang dan Singapura. Dalam waktu yang tidak terlalu lama usaha ini mulai menunjukklan hasilnya. Pertama, pemenuhan kebutuhan persenjataaan, terutama senjata api beserta amunisinya. Bila pesanan satu set perlengkapan melebihi harga $10.000, pengurus KPS di Singapura harus terlebih dulu mengonsultasikan dengan kantor pusat di Palembang. Jika uang tunai tidak mencukupi, akan dikirim komoditas pertanian (ondernemings-producten) yang diatur dari Sumatera, sehingga transaksi dapat dilakukan lewat sistem "barter'" barang dengan barang. Kedua, pembelian pakaian seragam militer dan tekstil untuk keperluan TRI dan kantor harus diprioritaskan. Setalah itu baru bahan keperluan lain untuk konsumsi umum. Ketiga, pembelian berbagai alat transpor, seperti trucks, mobil, ban mobil dan suku cadang harus atas pesanan dari Palembang, dan dari sini baru bisa diatur untuk keperluan daerah lain di Sumatera.Begitulah secara umum kelompok militer Sumatera Selatan pada masa Residen Rozak boleh merasa bangga ketimbang rekan-rekan mereka di daerah lain manakala mereka memiliki perlengkapan persenjataan dan logistik yang relatif lengkap dan seragam militer mereka yang cukup mewah, melahirkan citra tersendiri, buatan luar negeri. Tantangan kedua, kehilangan sekian banyak tokoh-tokoh bermutu, tidak mungkin diatasinya dalam waktu singkat, kecuali dengan meningkatkan etos kerja perjuangan yang lebih disiplin dan tanpa pemrih. Tantangan berikutnya ialah menghadapi gerakan Negara Sumatera Selatan di Kota Palembang yang dilindungi Belanda. Dari Lubuk Linggau Residen Abdole Rozak mengirim sejumlah oragnisasi pemuda yang ditelusupkan ke Pelembang untuk melawan propagada kelompok Raden. Walhasil dinamika organisasi negara federal cip[taan Van Mook itu kian lemah dan kehilangan pendukungnya, sehingga akhirnya mati lemas.

Dengan demikian, selama pemerintahannnya sampai penghujung perang kemerdekaan, Residen Abdoel Rozak mampu membawa Sumatera Selatan ke orbit perjuangan pro Republik dengan sejumlah prestasi yang jauh melampaui rekan-rekan mereka di sepuluh kereidenan Sumatera lainnya. Garis politik resmi daripusat telah diindahkan dan agresivitas pemuda dapat diredakan, meskipun terjadi pula beberapa insiden kecil yang tidak dapat dihindarkan. Namun secara keseluruhan Sumatera Selatan realtif berhasil menyalurkan kekuatan perjuangan untuk kepentingan Republik, tatkala daerah lain masih bersiteru dan berpecah dalam faksi-faksi yang sulit didamaikan, bahkan paska perang kemerdekaan.Penutup.

Jika ada pemimpin daerah yang memberikan kesetiaannya kepada Republik tanpa kenal lelah, dan mengabdikan segenap potensi yang dimilikinya untuk perjuangan kemerdeka-an, maka nama Residen Abdoel Rozak perlu disebutkan dan sepantasnya diabadikan. Sudah barang tentu semua tokoh elit revolusi di Palembang memiliki kontribusi dan prestasi mereka masing-masing dalam bentuk dan waktu yang berbeda-beda dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bahkan sangat mungkin mendapat penghargaan bagi mereka yang tidak secara langsung duduk dalam badan pemerintahan. Namun sejauh berkenaan dengan kedudukannya sebagai nakhoda di keresidenan, Abdoel Rozak tidak hanya ikut membesarkan nama tokoh A.K. Gani yang sejak semula sudah menjadi orang besar (big man) Sumatera Selatan, melainkan juga membesarkan Sumatera Selatan dengan segala reputasi baiknya. Itulah pula salah sebab mengapa A.K. Gani lebih senang memilih pulang ke Palembang daripada tetap berdiam di pusat, setelah menghabiskan masa jabatan menterinya dan menghabiskan usianya sampai pensiun di daerah ini sampai akhir hayatnya, seperti juga Residen Abdoel Rozak. *** Tentang fenomena revolusi sosial di berbagai daerah di Indonesia lihat Audrey R. Kahin (ed), Pergolakan Daerah pada Awal Kemerdekaan (Jakarta: Grafiti, 1998).

Laporan Belanda dalam "Verslag, 16-31 Januari 1947," Rap.Ind., No.529, ARA, Den Haag.

Sumber Belanda mencatat Abdoel Rozak lahir sekitar 1905 atau 1908.

Sebagai contoh, misalnya, bulan Juli 1946, Ir. Ibrohim (Kepala Bagian Kemakmuran Karesidenan); R.Z. Fanani (Kepala Bagian Sosial Karesidenan Palembang) pindah ke Bukittinggi untuk memegang jabatan yang samauntuk tingkat provinsi; K.H. Cikwan (Ketua Masyumi Sumatera Selatan) menduduki jabatan yang sama untuk tingkat Sumatera, di samping menjabat anggota eksekutif KNI Sumatera; R.M. Utoyo (Kepala Perhubungan, Pos dan Telegram Keresidenan) sejak September diangkat sebagai Wakil Residen Jambi; Mr. A. Siddik (Kepala Pengadilan Palembang) diangkat sebagai Kepala Mahkamah Pengadilan Militer Propinsi Sumatera; Mr. R. Mukhtar Prabudiningrat, bagian hukum di keresidenan, ditarik untuk memperkuat staf Kejaksaan Agung di Yogyakarta seperti juga koleganya Mr. Muhatno, menduduki jabatan tinggi dalam Kementerian Kehakiman si pusat. Dari kalangan tentara, Kolonel Hasan Kasim dan Kolonel M. Nuh, Komandan TRI Palembang, sejak Maret 1946, diangkat sebagai anggota staf Wakil Menteri Pertahanan Sumatera A.K. Gani di Bukittinggi. Dua orang sipil yang diperbantukan di bagian ekonomi militer Sumetera Selatan, masing-masing Agus Rahman dan S.L. Tobing dari TRI, dipindahkan sebagai perwakilan Palembang ke Singapura. Mutasi tokoh-tokoh Palembang mencapai puncaknya saat Gani meninggalkan Palembang pada tanggal 16 Oktober 1946 untuk menduduki jabatan baru sebagai Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjaridoeddin.

7