elearning.uui.ac.id · web viewpuji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, yang telah...

47
ASUHAN KEBIDANAN PADA BBLR DI DALAM INKUBATOR DENGAN KOMPLIKASI IKTERUS DI S U S U N Oleh : NAMA : Liza Rozanna NIM : 181010510096 NAMA DOSEN : Chairannisa Anwar, SST UNIVERSITAS U’BUDIYAH INDONESIA

Upload: buidang

Post on 28-Jun-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

ASUHAN KEBIDANAN PADA BBLR DI DALAM INKUBATOR DENGAN KOMPLIKASI

IKTERUS DI

SUSUN

Oleh :

NAMA : Liza Rozanna

NIM : 181010510096

NAMA DOSEN : Chairannisa Anwar, SST

UNIVERSITAS U’BUDIYAH INDONESIAFAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI D-IV KEBIDANANBANDA ACEH

2019

Page 2: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat

diselesaikan. Makalah Ini disusun sebagai tugas mata kuliah Praktik Klinik

Kebidanan 1 dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada BBLR Di Dalam Inkubator

Dengan Komplikasi Ikterus.”

Tentu banyak kekurangan yang masih luput dari pencermatan kami, semata-mata

kekurangmampuan kami dalam hal bahasa ataupun penguasaan materi. Kritik,

masukan, dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh kami demi

perbaikan makalah ini.

Demikian makalah ini kami susun semoga bermanfaat bagi semua.

Banda Aceh, 18 Mei 2019

Penulis

2

Page 3: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

DAFTAR ISI

Kata pengantar......................................................................................

Daftar Isi................................................................................................

BAB I Pendahuluan..............................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................

B. Tujuan......................................................................................

C. Manfaat....................................................................................

BAB II Tinjauan teori...........................................................................

A. Definisi BBLR.........................................................................

B. Etiologi.....................................................................................

C. Permasalahan Pada BBLR.......................................................

D. Patofisiologi.............................................................................

E. Manifestasi Klinis Pada BBLR................................................

F. Penatalaksanaan BBLR............................................................

G. Hiperbilirubin...........................................................................

H. Tinjauan Asuhan Kebidanan....................................................

BAB III PENUTUP...............................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................

B. Saran........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan dari Millenium Development Goal’s adalah menurunkan angka

kematian bayi (MDG’s, 2003). Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah

kematian bayi (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu

tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang

berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal,

status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi

lingkungan dan sosial ekonomi (Dinkes Jawa Tengah, 2012).

AKB di Indonesia pada tahun 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup

(SDKI, 2012). AKB di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 10,75/1000

kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi di Jawa Tengah diantaranya masalah

pada neonatal seperti afiksi (sesak napas saat lahir), bayi lahir dengan berat badan

rendah serta infeksi neonatus, sedangkan AKB di Kota Salatiga pada tahun 2012

mencapai 7,14 per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Jawa Tengah, 2012).

Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang

bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction)

(Pudjiadti, 2010).

Bayi baru lahir dengan berat kurang dari 2500gr mempunyai permasalahan yang

lebih serius untuk segera mendapatkan perawatan dan pengawasan secara intensif.

Hal ini dikarenakan kondisi fisik bayi yang masih sangat lemah, alat-alat

pernafasan belum berfungsi sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa bayi dengan

BBLR sangatlah rentan untuk terjangkitnya suatu infeksi dan penyakit (Manuaba,

2007).

Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa persentase balita (0-59 bulan)

dengan BBLR sebesar 10,2%. Masalah pada bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR) terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ

pada bayi tersebut. Bayi berat lahir rendah mempunyai kecenderungan ke arah

4

Page 5: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang komplikasi. Masalah pada

BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf

pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal, termoregulasi (Profil

Kesehatan Indonesia, 2013). Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR

adalah hipotermia, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, infeksi atau sepsis dan

gangguan minum (Depkes RI, 2005).

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena

mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran

mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu

bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi

tertentu seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian.

Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat diistilahkan dengan kelompok

resiko tinggi karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan

kesakitan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup (Manuaba, 2007).

B. Tujuan

Mampu melakukan manajemen asuhan kebidanan pada kasus BBLR dengan

ikterus

a. Mengetahui pengertian, etiologi, dan tanda dari BBLR.

b. Mengetahui penatalaksanaan BBLR pada neonatus sesuai 7 langkah

Varney, yaitu:

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data bayi dengan BBLR.

2. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi data, mangkaji masalah,

serta menentukan kebutuhan pada bayi dengan BBLR.

3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa potensial pada bayi

dengan BBLR.

4. Mahasiswa mampu melakukan antisipasi tindakan segera pada bayi

BBLR.

5. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan yang akan diberikan

pada bayi BBLR.

6. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan

asuhan yang telah direncanakan.

5

Page 6: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sesuai dengan asuhan yang

telah diberikan.

C. Manfaat

1. Bagi Instansi Rumah Sakit

Menambah suasana belajar dengan melakukan asuhan secara

langsung pada pesien dengan tetap memperhatikan Standart Operasional

Prosedur

2. Bagi Institusi Universitas Ubudiyah Indonesia

Untuk menambah referensi bacaan mahasiswa dan evaluasi

pembelajaran pratikum di lapangan

3. Bagi Mahasiswa

a. Meningkatkan kemampuan untuk membandingkan teori dengan

praktik lapangan

b. Dapat mengetahui asuhan yang dilakukan pada bayi dengan BBLR

c. Dapat menjadikan ilmu pengetahuan sebagai dasar pengalaman

praktik di lapangan.

6

Page 7: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. BBLR

1. Pengertian

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi (Prawiroharjo, 2010). Menurut Manuaba

(2007), BBLR merupakan bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram terjadi

karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dengan

semestinya sekalipun umur kehamilan cukup atau karena kombinasi keduanya.

WHO (World Health Organiztion) menyatakan BBLR merupakan bayi (neonatus)

yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai

dengan 2499 gram (Hidayat, 2005).

2. Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati,

2010) :

a. Menurut harapan hidupnya

1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.

2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-

1500 gram.

3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang

dari 1000 gram.

b. Menurut masa gestasinya

1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan

berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau

biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan

(NKB-SMK).

2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat

badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi

7

Page 8: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa

kehamilannya (KMK).

B. Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang

lain adalah umur, paritas dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,

kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya

BBLR (IDAI, 2004). Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah

(Proverawati dan Ismawati, 2010).

a. Faktor ibu

1) Penyakit

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan

antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,

hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.

c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

2) Ibu

a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia

<20 tahun atau >35 tahun.

b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1

tahun).

c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

3) Keadaan sosial ekonomi

a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini

dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.

b) Aktivitas fisik yang berlebihan

c) Perkawinan yang tidak sah

b. Faktor janin

Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,

rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

c. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solusio plasenta,

sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.

8

Page 9: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

d. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena

radiasi, serta terpapar zat beracun.

C. Permasalahan pada BBLR

BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang

banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil

(Surasmi, dkk, 2005). Menurut Prawirohardjo (2010), masalah yang terjadi pada

BBLR yaitu:

1) Suhu tubuh

a) Pusat pengatur napas tubuh masih belum sempurna

b) Otot bayi masih lemah

c) Kemampuan metabolisme panas masih rendah sehingga bayi dengan

BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas

badan dan dapat dipertahankan sekitar 36,50C-37,50C.

d) Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan panas

tubuh.

2) Pernafasan

a) Pusat pengatur pernafasan belum sempurna

b) Otot pernafasan dan tulang iga lemah

c) Surfaktan paru-paru masih kurang sehingga perkembangannya tidak

sempurna

d) Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membran, mudah infeksi

paru-paru, gagal pernafasan

3) Alat pencernaan makanan

a) Penyerapan makanan masih lemah atau kurang baik karena fungsi

pencernaannya belum berfungsi sempurna

b) Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi

pneumonia

c) Aktivasi otot pencernaan makanan masih belum sempurna sehingga

pengosongan lambung berkurang

4) Hepar yang belum matang

9

Page 10: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

Mudah menimbulkan gangguan pemecahan hiperbilirubin sehingga mudah terjadi

hiperbilirubinemi (kuning) sampai menyebabkan ikterus.

5) Ginjal yang belum matang

Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum

sempurna sehingga mudah terjadi oedema.

6) Perdarahan dalam otak

a) Karena mengalami gangguan pernafasan sehingga memudahkan

terjadinya perdarahan dalam otak

b) Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah

c) Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan

kematian bayi.

d) Pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga mempermudah

terjadi perdarahan dan nekrosis.

7) Gangguan Immunologik

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig E.Tabel Penilaian klinis kemungkinan komplikasi pada BBLR

Anamnesa Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang

Kemungkinan diagnosa

Bayi terpapar dengan suhu lingkungan yang rendahWaktu timbulnya kurang 2 hari

Menangis lemahKurang aktifMalas minumKulit teraba dinginKulit mengeras kemerahanFrekuensi jantung kurang 100x/menitNapas pelan dan dalm

Suhu tubuh kurang dari 36,50C

Hipotermi

Kejang timbul saat lahir sampai dengan hari ke 3Riwayat ibu diabetes

Kejang, tremor, letargi atau tidak sadar

Kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6 mmol/L)

Hipoglikemia

Ikterik (kuning) timbul saat lahir sampai dengan hari keBerlangsung

Kulit, konjungvitas berwarna kuning pucat

Ikterus/ hiperbilirubinemia

10

Page 11: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

lebih dari 3 mingguRiwayat infeksi maternalRiwayat ibu pengguna obatRiwayat ikterus pada bayi lahir sebelumnyaIbu tidak dapat atau berhasil menyusuiMalas atau tidak mau minumWaktu timbul sejak lahir

Bayi kelihatan bugar Kenaikkan berat bayi kurang 20 gram /hari selama 3 hari

Masalah pemberian minum

Ibu demam sebelum dan selama persalinanKetuban pecah diniPersalinan dengan tindakan

Bila ditemukan beberapa temuan ganda:- Bayi malas minum- Demam tinggi atau

hipotermi

Laboraturium darah:Jumlah leukosit- Lekositosis

atau lekopenia, trombositopenia

Infeksi atau curiga sepsis

Timbul asfiksia pada saat lahirBayi mals minumTimbul pada saat lahir sampai 28 hari

Bayi letargi/ kurang aktifGangguan napasKulit ikterusSklerema atau skleredemaKejang

Gambaran darah tepi (bila tersedia fasilitas)

Bayi KMK atau lebih bulanAir ketuban bercampur mekoniumLahir dengan riwayat asfiksia

Lahir dengan asfiksiaAir ketuban bercampur dengan mekoniumTali pust berwarna kuning kehijauan

Pemeriksaan radiologi dada (bila tersedia)

Sindroma aspirasi mekonium

D. Patofisiologi pada BBLR

Patofisiologi terjadinya BBLR bergantung terhadap faktor-faktor yang berkaitan

dengan prematuritas dan IUGR. Sangat susah untuk memisahkan secara tegas

11

Page 12: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

antara faktor-faktor yang berkaitan dengan IUGR dan menyebabkan terjadinya

BBLR (Rachma, 2005).

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yamg

lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler,

kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya

BBLR (Rachma, 2005).

E. Manifestasi Klinis pada BBLR

Manifestasi klinis yang terdapat pada bayi dengan berat badan lahir rendah adalah

sebagai berikut (Surasmi, dkk, 2005:

a. Prematuritas murni

- BB <2500 gr, PB <45 cm, LK <33 cm, LD <30cm

- Massa gestasi <37 minggu

- Kepala lebih bessar daripada badan , kulit tipis, transpara, mengkilap,

dan licin

- Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi,

pelipis, telingan dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan

sutura lebar

- Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup

oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun

- Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna

- Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat

- Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan

baik

- Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakkan kurang dan lemah

- Bayi tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering

mengalami apnea, otot masih hipotonik

- Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan, dan batuk

belum sempurna

b. Dismaturitas

- Kulit terselubung vernik caseosa tipis/tidak ada

- Kulit pucat bernoda mekonium, kuning, keriput, tipis

12

Page 13: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

- Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat

- Tali pusat berwarna kuning kehijauan

F. Penatalaksanaan BBLR

Menurut Depkes RI (2005), setiap menemukan BBLR dilakukan manajemen

umum sebagai berikut:

- Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat

- Jaga patensi jalan napas

- Nilai segara kondisi bayi tentang tanda vital, meliputi penafasan, denyut

jantung, warna kulit, aktifitas.

- Bila bayi mengalami gangguan napas, kelola gangguan napas.

- Bila bayi mengalami kejang, berikan anti konvulsan.

- Bila bayi dehidrasi, berikan cairan rehidrasi secara IV

- Kelola bayi sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya

Dengan memperhatikan gambaran klinis dan berbagai kemungkinan yang dapat

terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasanya harus dilakukan

dengan intensif. Pengawasan yang harus dilakukan pada bayi dengan BBLR

diantaranya:

a. Pengaturan suhu

Hipotermi disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang lebih luas disbanding

dengan berat badan. Cara mempertahankan suhu antara lain (Sholeh, 2005) :

1) Kangaroo mother care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi

dengan ibunya. Jika ibu tidak ada, dapat dilakukan oleh orang lain

sebagai penggantinya

2) Pemancar panas (dengan membungkus bayi dan memasang lampu

didekat tempat tidur bayi). Menurut saifudin 2011) beri lampu 60 watt

dengan jarak 60cm dari bayi

3) Ruangan yang hangat

4) InkubatorTabel suhu inkubator

Berat bayi Suhu incubator (0C) menurut umur350C 340C 330C 320C

<1500 gr 1-10 hari 11 hari- 3 3- 5 minggu >5 minggu

13

Page 14: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

minggu1500-2000 gr 1- 10 hari 11 hari – 4

minggu>4 minngu

2100-2500 gr 1-2 hari 3 hari- 3 minngu

>3 minggu

>2500 gr 1- 2 hari >2hariBila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu incubator 10C setiap perbedaan suhu 70C

antara suhu ruang dan suhu incubator

Tabel: Cara menghangatkan bayi (Depkes RI, 2005)

CARA PETUNJUK PENGGUNAANKontak kulit - Untuk semua bayi

- Tempelkan kulit atau permukaan kulit bayi langsung pada permukaan kulit ibu, misalnya dengan merangkul, menempelkan pada payudara atau meneteki

- Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat, atau menghangatkan bayi hipotermi (32-36,40C) apabila cara lain tidak mungkin dilakukan.

Kangoroo Mother Care (KMC)

- Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <2500 gr, terutama direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat badan <1800 gr

- Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

- Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat merawat bayinya

- Pada ibu yang sedang sakit, dapat dilakukan oleh keluarga (pengganti ibu)

Pemancar panas - Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat badan 1500 gr atau lebih

- Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau menghangatkan kembali bayi hipotermi

Lampu penghangat

- Bila tidak tersedia pemancar panas, dapat digunakan lampu pijar maksimal 60 watt dengan jarak 60 cm

Inkubator - Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1500 gr yang tidak dapat dilakukan KMC

- Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)Boks - Bila tidak tersedia inkubator, dapat digunakan boks

pengahangat dengan menggunakan lampu pijar maksimal 60 watt sebagai sumber panas

Ruangan hangat - Untuk merawat bayi dengan berat <2500 gr yang tidak memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan

- Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

14

Page 15: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

b. Nutrisi

Bayi BBLR reflek hisap, telan, dan batuk bellum sempurna, kapasitas lambung

masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang. Disamping

kebutuhan protein 3-5 gram per hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar berat

badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minuman pada umur 3 jam agar bayi

tidak hipoglikemia dan hiperbillirubinemia (Winkjosastro, 2008). Apabila bayi

mendapatkan ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara:

- Perikasa apakah bayi puas setelah menysu

- Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan

minum (minimal 6x sehari)

- Periksa pada saat ibu meneteki, apabila satu payudara dihisap, Asi

menetes dari payudara yang lain.

Apabila bayi memerlukan cairan IV, maka:

- Berikan cairan IV selama 24 jam pertama,

- Mulai berikan minum peroral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi

stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu dan bayi menunjukkan

tanda-tanda siap untuk menyusu,

- Apabila bayi mengalami masalah lain, maka perikan ASI peras

melalui pipa lambung atau dengan pipet,

- Berikan cairan IV dan ASI sesuai dengan umur bayi,

- Berikan minum 8x dalam 24 jam (misal 3 jam sekali), apabila bayi

telah mendapat minum 160ml/kg berat badan per hari tetapi masih

tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum,

- Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bay sudah stabil dan bayi

menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu dengan

baik (Depkes RI, 2005).

Tabel rekomendasi kebutuhan cairan untuk BBLR (Yushananta, 2007) :

Tipe tempat

tidur

Berat Badan (gram)

600-800 801-1000 1001-1500 1501-2000

Radiant 120 cc 90 cc 15 cc 65 cc

15

Page 16: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

Incubator 90 cc 75 cc 65 cc 55 cc

Lain-lain 70 cc 55 cc 50 c

c. Perlindungan terhadap infeksi

Bayi BBLR mudah sekali terkena infeksi. Oleh karena itu upaya preventif sudah

didahulukan sejak pengawasan antenatal, sehingga tidak terjadi persalinan BBLR,

dan pada masa post natal, yaitu jika keadaan ibu dan bayi mengizinkan, maka bayi

dirawat bersama ibu dan diberi ASI. Untuk mencegah terjadinya infeksi maka :

1) Pisahkan antara bayi yang terkena infeksi dengan bayi yang tidak

terkena infeksi

2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi

3) Membersihkan tempat tidu bayi segera setelah tidak dipakai lagi

(paling lama seorang bayi memakai tempat tidur selama 1 minggu

untuk kemudian dibersihkan dengan cairan antiseptik.

4) Membersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu

5) Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri

6) Jika mungkin, bayi dimandikan di tempat tidur masing masing dengan

perlengkapan sendiri

7) Petugas di bangsal bayi, harus memakai pakaian yang telah disediakan

8) Petugas yang menderita penyalit menular (infeksi saluran nafas, diare,

konjungtivitis, dll) dilarang merawat bayi.

9) Kulit dan tali pusat harus dibersihkan sebaik baiknya

10) Pengunjung hanya boleh melihat bayi dari belakang kaca

d. Penimbangan berat badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dengan erat

kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan

harus dilakukan dengan tepat (Saifuddin, 2009). Bayi dengan BBLR akan

kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir >1500

gr dapat kehilangan berat badan sampai 10%. Berat lahir biasanya tercapai

kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi komplikasi. Untuk itu perlu

16

Page 17: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

dilakukan penimbangan berat badan bayi setiap hari untuk mengetahui

penambahan atau pengurangan berat badan bayi dan dapat disesuaikan dengan

pemberian cairan atau ASI (Depkes RI, 2005).

G. Hiperbilirubin

1. Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar

nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2010). Hiperbillirubin ialah suatu keadaan

dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi

menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo,

2012). Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar

bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa

dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2005).

Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl

(Prawirohardjo, 2012). Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama,

biasanya disebabkan peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis)

karena pada periode ini hepar jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dL.

Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin

empat kali lipat (Sukani, 2008).

Pada hiperbilirubinemia fisiologis, terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi

>2 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu

biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dL pada umur 3 hari, dan akan

mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi

akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dL pada umur 5 hari (Ardakani, 2011).

2. Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

a. Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta

tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena

ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :

1) Timbul pada hari kedua dan ketiga

17

Page 18: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus

cukup bulan.

3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.

4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

b. Ikterus Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar

bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-

tandanya sebagai berikut :

1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau

melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan

3) Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari

4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik (Arief ZR, 2009)

3. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat

dibagi:

a) Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,

defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk

konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi

atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar).

Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting

dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

18

Page 19: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

4) Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

5) Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.

Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi

dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain

(Hassan et al, 2005).

4. Patofisiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi

kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan

hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam

jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga

akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin

tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar

2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian

menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray, et al, 2009).

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat

perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus,

nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel

IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi,

kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan

opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis

yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi,

gangguan bicara dan retardasi mental.

5. Manifestasi klinis

19

Page 20: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-

kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin

indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda

atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna

kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada

ikterus yang berat (Nelson, 2007).

Gambaran klinis ikterus fisiologis:

a) Tampak pada hari 3,4

b) Bayi tampak sehat (normal)

c) Kadar bilirubin total <12mg%

d) Menghilang paling lambat 10-14 hari

e) Tak ada faktor resiko

f) Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)

(Prawirohardjo, 2012).

Gambaran klinik ikterus patologis:

a) Timbul pada umur <36 jam

b) Cepat berkembang

c) Bisa disertai anemia

d) Menghilang lebih dari 2 minggu

e) Ada faktor resiko

f) Dasar proses patologis (Prawirohardjo, 2012)

6. Pemeriksaan fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah

beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.

Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan

penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian

ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar

(Etika et al, 2006).

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan

sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari

telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang

20

Page 21: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau

kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan

dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer, 2007).

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer (Depkes RI, 2005)

Derajat

Ikterus

Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin

I Daerah kepala dan leher 5,0 mg%II Sampai badan atas 9,0 mg%III Sampai badan bawah hingga

tungkai11,4 mg%

IV Sampai daerah lengan, kaki bawah, lutut

12,4 mg%

V Sampai daerah telapak tangan dan kaki

16,0 mg%

Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan

penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut (Etika et al, 2006).

7. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus

yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi

yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah

lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia

bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk

menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar (Etika et al, 2006).

21

Page 22: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

8. Penatalaksanaan Hiperbilirubin

Strategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi

pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar. Strategi

pencegahan hiperbirubinemia:

a. Pencegahan primer

1) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali

per hari untuk beberapa hari pertama.

2) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air

pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan sekunder

1) Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan

rhesus serta penyaringanserum untuk antibodi isoimun yang tidak

biasa.

- Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,

dilakukan pemeriksaan antibodi direk (test coombs), golongan

darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi.

- Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk

dilakukan tes golongan darah dan tes coombs pada darah tali

pusat bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan

pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum keluar RS dan

tindak lanjut yang memadai.

2) Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor

terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap

penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi,

tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam (Etika et al, 2006).

c. Evaluasi laboratorium

1) Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang

mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.

2) Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus

yang berlebihan.

22

Page 23: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

3) Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur

bayi dalam jam (Mansjoer, 2007).

d. Penyebab kuning

1) Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi

harus dilakukan analisis dan kultur urin

2) Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus

dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk

mengidentifikasi adanya kolestatis.

3) Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukanevaluasi tambahan

mencari penyebab kolestatis.

4) Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus

yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau asal

geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau

pada bayi dengan respon fototerapi buruk (Mansjoer, 2007).

e. Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan

Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat.

f. Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI

1) Observasi semua feses awal bayi, pertimbangkan untuk

merangsang pengeluaran jika feses keluar dalam waktu 24 jam

2) Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin.

3) Menyusui yang sering dengan waktu yang singkat lebih efektif

dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang

jarang walaupun total waktu yang diberikan sama.

4) Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti.

5) Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan

pola menyusui

6) Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian

minum, rangsang pengeluaran atau produksi ASI dengan cara

memompa, dan menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang

dikeluarkan AAP.

23

Page 24: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

7) Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan

abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu

upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari

atau meningkat diatas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi

sebelumnya terkena kuning (Mansjoer, 2007).

Penatalaksanaan hiperbilirubun bisa dilakukan dengan cara:

a. Mengatasi hiperbilirubinemia secara farmakologi

Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga konjugasi dapat dipercepat.

Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam

baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila

diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.

Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya

yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.Albumin dapat

diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan

sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat

keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang

diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa

perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat

menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan

tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra

dan pasca-tranfusi tukar (Etika et al, 2006).

b. Fototerapi

Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh

seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa

bayi – bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih

cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya. Cremer (1958) yang

mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh

sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa

24

Page 25: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai

pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler

superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat

diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti

bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi

menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti

molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang samad

engan molekul obat yang terikat pada reseptor (Etika et al, 2006).

c. Transfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu rangkaian tindakan mengeluarkan darah pasien dan

memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar serum bilirubin atau kadar

hematokrit yang tinggi atau mengurangi kosentrasi toksin-toksin dalam aliran

darah pasien. Pada hiperbilirubin tranfusi tukar dilakukan untuk menghindari

terjadinya kern ikterus. Indikasi transfuse tukar : jika setelah menjalani fototerapi

tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20mg/dL

atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan

bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah

yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan

perkembangan seperti keterbelakangan mental, dan gangguan motorik serta

bicara. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar

dengan darah lain (Mansjoer, 2007).

H. Tinjauan Asuhan Kebidanan

1. Manajemen Kebidanan

Buku 50 tahun IBI, 2007, Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang

digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara

sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi.

Manejemen kebidanan adalah suatu metode proses berpikir yang logis dan

sistematis. Istilah manejemen kebidanan digunakan untuk memberikan bentuk

khusus dari proses yang dilakukan oleh bidan di dalam suatu asuhan atau

25

Page 26: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

pelayanan kebidanan (DepKes, 2003). Asuhan kebidanan pada bayi dengan

BBLR ini merupakan manajemen kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang

dikembangkan oleh Varney dan didokumentasikan dalam bentuk Varner dan

SOAP.

2. Langkah-langkah asuhan kebianan menurut Varney (1997)

Proses manajemen terdiri dari 7 (tujuh) langkah yang berurutan dimana setiap

langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data

dasar yang berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu

kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi,

setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan

ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Ketujuh langkah tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua

data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu :

1. Riwayat kesehatan

2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya

3. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya

4. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil

studi

b. Langkah II (kedua) : Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau

diagnose dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data

yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan kemudian

diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.

c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah

Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial lain

berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah

ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil

26

Page 27: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnose/masalah

potensial ini benar-benar terjadi.

d. Langkah IV (empat) : Identifikasi Kebutuhan yang Memerlukan

Penanganan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk

dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain

sesuai dengan kondisi klien.

e. Langkah V (kelima) : Merencanakan Asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-

langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap

masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini

informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan Perencanaan

Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan

pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa

dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian

lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak

melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaannya (misalnya: memastikan agar langkah-langkah tersebut benar-

benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk

menangani klien yang mengalami komplikasi.

g. Langkah VII (terakhir) : Evaluasi

Pada langkah ke VII ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah

terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam

masalah dan diagnosa.

27

Page 28: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan urain pembahasan asuhan kebidanan pada BBLR, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Pengkajian secara menyeluruh telah dilakukan pada BBLR dengan

komplikasi ikhterus dikarenakan usia kehamilan < 37minggu

(premature). Berat badan lahir 1750gr.

2. Interpretasi data telah ditentukan, yaitu BBLR dengan masalah ikterus

dan menyusu belum adekuat. Kebutuhan yang diberikan yaitu cukupi

kebutuhan bayi dengan ASI, latihan menyusu, dan kaji reflek sucking,

serta lanjutkan terapi sesuai dengan advice dr. Sp.A

3. Diagnosa potensial yang terjadi pada BBLR adalah hiperbilirubin

4. Tindakan segera yang dilakukan pada BBLR dengan ikterus adalah

kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk dilakukan fototerapy

5. Perencanaan asuhan secara menyeluruh dan tepat sudah dilakukan

kepada Bayi ny. N mulai dari megobservasi KU dan TTV setiap 3 jam,

28

Page 29: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

mengkaji reflek sucking, pemenuhan nutrisi, mengajarkan KMC,

sampai melaksanakan advice dokter untuk dilakukan fototerapy

6. Pelaksanaan asuhan kebidanan pada BBLR dengan komplikasi

ikhterus telah dilakukan dengan hasil bayi telah di obesrvasi KU dan

TTV,hingga melakukan fototerapy selama 12 jam mulai dari jam

19.00-07.00 WIB

7. Evaluasi asuhan kebidanan yang diberikan kepada BBLR dengan

icterus telah dilakukan dengan hasil tindakan yang dilakukan sudah

tepat dan kondisi bayi membaik, hasil evaluasi terakhir S= 36,70C, N=

101 x/menit, R= 47 x/menit, kuning sudah menghilang.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pemberian asuhan

kebidanan pada BBLR beserta komplikasinya

2. Bagi Universitas Ubudiyah Indonesia

Universitas Ubudiyah Indonesia diharapkan mampu membekali pengetahuan yang

lebih kompleks lagi mengenai asuhan kebidanan patologi, khususnya pada bayi

beserta komplikasi yang menyertainya.

3. Bagi Instalasi Rumah Sakit

Instalasi Rumah Sakit diharapkan semakin meningkat pelayanan kesehatan

terhadap bayi baik yang beresiko mengalami komplikasi maupun yang tidak

beresiko.

29

Page 30: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

DAFTAR PUSTAKA

Sukadi, A, 2008, Hiperbilirubinemia, Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,

Sarosa GI, Usman A, Buku Ajar Neonatologi Edisi 1, IDAI, Jakarta

Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik M.S, Hiperbilirubinemia Pada

Neonatus, Diunduh dari : www.pediatrik.com/pkb/20060220-js9. Diakses tgl 10

Maret 2015

Wiknjosastro, H, 2008, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta

Saifuddin AB, 2009, Pelanyanan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka,

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Martin CR, Cloherty JP, 2004 Neonatal Hipernilirubinemia, Dalam: Cloherty Jp,

Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal Care Edisi ke -5,

Lippincolt Williams & Wilkins, Philadelphia

Ardakani SB, Dana VG, Ziaee V, Ashtiani AH, Djavid GE, Alijani M, 2011,

Bilirubin/Albumin Ratio For Predicting Acute Bilirubin-Induced Neurologic

Dysfunction, Iran J Pediatr

30

Page 31: elearning.uui.ac.id · Web viewPuji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan

Kemenkes RI, 2011, Buku Paduan Pelatih Manajemen BBLR untuk Bidan dan

Perawat, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta

Depkes RI, 2005, Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri Neonatal

Esensial Dasar - Buku Acuan, DepKes RI, Jakarta

DinKes Jateng, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012, DinKes

Jateng, Semarang

Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003,

Millennium Development Goals (Mdgs)

Manuaba, IBG, 2007, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta

Kemenkes RI, 2014, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, Kemenkes RI,

Jakarta

Prawiroharjo, 2010, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta

Pudjiadti Antonius, H, Hegar Badrul, dkk, 2010, Pedoman Pelayanan Medis

Ikatan Dokter Indonesia, IDAI, Jakarta

Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S, 2010, BBLR : Berat Badab Lahir

Rendah, Nuha Medika, Yogyakarta

Surasmi A, Handayani S, Kusuma H, 2005, Perawatan Bayi Resiko Tinggi, EGC,

Jakarta

Arif, Mansjoer, dkk, 2007, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Medica

Aesculpalus, FKUI, Jakarta

Yushananta, 2007, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta

ZR, Arief, Weni Kristiyana Sari. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak.

Nuha Medika, Yogyakarta

Hassan, R. 2005, Ilmu Kesehatan Anak Jilid, Infomedika, Jakarta

31