restiagustina22.files.wordpress.com · web viewp i = harga aset-aset penjualan api dengan segera....
TRANSCRIPT
MANAJEMEN RISIKO “RISIKO LIKUIDITAS”
Resti Agustina
20110730062
1. Pengertian
Dalam terminologi keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian mengenai
likuiditas, salah satunya yakni “Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi
kemungkinan ditariknya deposito/ simpanan oleh deposan/ penitip”. Dengan kata
lain, menurut definisi ini, suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi
kewajiban penarikan uang dari pada penitip dana maupun dari para peminjam/debitur.
Di bawah ini pengertian likuiditas menurut para ahli:
Duane B Graddy: ”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana
oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan”
Oliver G Wood: ”Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan
penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau
musiman atau kebutuhan jangka panjang”.
Dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.
2. Instrumen Likuiditas Perbankan Syariah
Untuk mengatasi masalah likuiditas dalam dunia perbankan, baik itu bersifat
kelebihan likuiditas ataupun kekurangan likuiditas, maka banyak sekali cara yang bisa
digunakan. Ketika terjadi kelebihan likuiditas, pemerintah bisa mengatasinya dengan
cara menerbitkan surat berharga islami, baik itu seperti sukuk dan lainnya. Selain itu
juga, untuk mengatasi masalah likuiditas antar bank, maka BI dan Perhimpunan
Bank Umum Nasional (PERBENAS) bekerja sama membentuk pooling fund, yang
berfungsi sebagai wadah untuk penyimpanan dana bagi bank yang kelebihan
likuiditas serta tempat untuk meminjam dana bagi bank yang mengalami kesulitan
likuiditas.
Memiliki primary reserve
Dalam dunia perbankan, primary reserve terdiri dari:
a. Giro pada Bank Sentral
Selama ini Giro pada bank sentral dikenal dengan istilah Giro Wajib
Minimum (GWM), yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk
menitipkan dananya di BI. Bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio
pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat
tambahan GWM sebagai berikut:
o Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK
dalam rupiah.
o Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK
dalam rupiah.
o Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM
tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah.
Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah
terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK
dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan
GWM.
b. Kas pada Vault
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk
memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c. Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan transaksi antar
bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan lain-lain)
Memiliki secondary reserve
Secondary Reserve merupakan cadangan yang berfungsi sebagai penyangga
Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek dan tetap
current. Baik dalam kondisi normal apalagi kondisi krisis atau pasar sedang
ketat, kebutuhan likuiditas sulit untuk diantisipasi dan dipenuhi segera
terutama jika terjadi rush, sehubungan dengan hal tersbut Cadangan Sekunder
yang ditempatkan dalam bentuk surat-surat berharga (Marketable Securities)
dilakukan dalam rangka memaksimalisasi penempatan dana setiap saat dan
harus menghasilkan.
Adapun cadangan sekunder berupa surat-surat berharga bisa berupa:
- Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan
dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Adapun ketentuan SWBI
sebagai berikut:
o Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp
500.000.000,- dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50.000.000,-.
Jangka waktu SWBI satu minggu, dua minggu, dan satu bulan
yang dinyatakan dalam jumlah hari.
o Imbalan yang diterima pada saat jatuh tempo adalah berupa bonus.
Besarnya bonus akan dihitung dengan menggunakan acuan tingkat
indikasi imbalan PUAS, yaitu rata-rata tertimbang dari tingkat
indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal
penitipan.
- Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah
surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata
uang rupiah ataupun mata uang asing.
Sedangkan Jenis-jenis sukuk yang banyak beredar di pasaran meliputi:
a. Sukuk Ijarah
b. Sukuk Musyarakah
c. Sukuk Mudharabah
d. Sukuk Isthisna’
3. LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan
Setiap Bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib
menjadi peserta Penjaminan LPS. LPS adalah badan hukum yang independent yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (UU LPS) yang ditetapkan tanggal 22 September 2004. Pendirian
dan operasional LPS dimulai sejak UU LPS berlaku efektif yakni tanggal 22
September 2005. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan,
deposito, giro, sertifikat deposito dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. LPS
juga menjamin simpanan di bank Syariah yang berbentuk giro wadiah, tabungan
wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
4. Mengukur Eksposur Likuiditas Bank
Dalam Mengukur Eksposur (objek yang rentan terhadap resiko dan berdampak pada
kinerja perusahaan apabila resiko yang diprediksikan benar-benar terjadi) Likuiditas
bank dapat dilakukan dengan melihat:
a. Sumber dan penggunaan likuiditas: dengan alat laporan likuiditas bersih yang
mencatat sumber dan penggunaan likuiditas, yang menyediakan ukuran posisi
likuiditas bersih. Ada 3 cara yang dapat ditempuh oleh bank untuk
mendapatkan dana likuid:
Menjual asset asset bertipe kasnya
Meminjam dana di pasar uang
Menggunakan kelebihan cadangan kas
b. Perbandingan rasio kelompok sebanding : Dengan membandingkan rasio-
rasio kunci tertentu dan sifat neraca. Rasio pinjaman dari deposito dan dana
yang dipinjam terhadap aset total berarti bahwa bank mengandalkan secara
berat pada pasar uang jangka pendek daripada deposito inti untuk pinjaman-
pinjaman dana.
c. Indeks likuiditas: Dikembangkan oleh Jim Pierce pada Fed, yang mengukur
kerugian potensial suatu FI dapat menderita dari mendadak atau suatu
penyelesaian menjual-api atas aset dibandingkan dengan jumlah yang akan
diterima pada pasar wajar di bawah kondisi pasar normal.
I = ∑[(Wi)(Pi/Pi*)].
Dimana:
Wi = persentase dari masing-masing aset
Pi = harga aset-aset penjualan api dengan segera
Pi* = harga pasar wajar atas aset.
d. Kesenjangan pembelanjaan dan kebutuhan pembelanjaan: ada tiga rumus:
Kesenjangan pembelanjaan = Pinjaman rata-rata – Deposito rata-rata.
Kesenjangan pembelanjaan = - Aset2 likuiditas + Dana yang dipinjam.
Kesenjangan pembelanjaan + Aset2 likuid = Kebutuhan pembelanjaan
(Dana yang dipinjam).
e. Perencanaan likuiditas: suatu komponen kunci dalam mengukur risiko
likuiditas dan biaya-biaya yang berhubungan. Ada 4 komponen perencanaan
likuiditas.
Gambaran atas pendalaman dan tanggung jawab manajerial.
Daftar mendalam atas para penyedia dana kebanyakan menyukai untuk
menarik seperti pola atas penarikan dana.
Identifikasi ukuran deposito potensial dan penarikan dana pada horizon
waktu yang bervariasi di masa mendatang seperti sumber pendanaan
pasar swasta alternatif untuk memenuhi run off.
Perencanaan tersebut membentuk batas-batas internal atas pemisahan
peminjaman perusahaan anak atau cabang seperti batas untuk premi
risiko yang dapat diterima untuk membayar masing-masing pasar.
5. Berikut ini adalah contoh peristiwa yang berkaitan dengan risiko likuiditas:
a) Krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya
masalah kekurangan likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh
beberapa bank, tetapi kemudian menjadi sistemik. Krisis likuiditas secara
sistemik, yang dialami perbankan dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan
pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1 November 1997.
Kepercayaan terhadap Rupiah yang menurun sejak terjadinya gejolak moneter
bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah diterapkan sistim nilai tukar
yang mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997. Pembelian
mata uang dollar (USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai
oleh pelaku pasar asing, akan tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam
negeri dan pemilik dana dalam negeri. Strategi yang dilakukan pemerintah
dalam menghadapi perkembangan ini adalah dengan melakukan pengetatan
moneter, dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan
pengeluaran rutin maupun pembangunan dari APBN), kebijakan moneter
(langkah BI menghentikan pembelian SBPU bank-bank dan peningkatan suku
bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan tindakan adminsitratif
(instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan
deposito mereka menjadi SBI).
EVALUASI LIKUIDITAS PERBANKAN: STUDI KASUS PADA
PERBANKAN YANG LISTED.
Zaenal Abidin, Ph.D1)
Norkhalis Bestari, SE2)
ABSTRAK
Tujuan paper ini adalah untuk mengevaluasi likuiditas perbankan dan mengevaluasi apakah ada perbedaan likuidtas bank besar dan bank kecil. Sampel dalam paper ini adalah 20 bank yang listed untuk periode tahun 2008 dan tahun 2009. Alat analisa yang digunakan adalah Core Funding Ratio (CFR) yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu rata-rata core funding ratio (CFR) dalam periode 2008-2009 dengan jangka waktu 1 bulan untuk bank besar dan bank kecil sumber dana relatif lebih stabil namun CFR dengan tenor yang lain untuk bank besar dan bank kecil, sumber dana relatif tidak stabil karena nilai CFR yang dibawah 50%.
KATA KUNCI : LIKUIDITAS, BANK, CFR
1)Dosen Tetap Perbanas Institute, Jakarta , [email protected]
2) Alumni Perbanas Institute, Jakarta
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang Masalah
Hasil penelitian Beck et.al. (2003) menunjukan bahwa sistim perbankan yang baik
akan menghasilkan sistim perekonomian yang baik pula. Hal ini tebukti bahwa pada saat
sistem perbankan nasional mengalami krisis pada pertengahan tahun1998 , perekonomian
Indonesia mengalami krisis pula.
Hasil penelitian sejenis pernah pula disampaikan oleh Miskhin dan Eakins (2006).
Hasil pengujian mereka membuktikan terdapat hubungan yang kuat antara sisitim perbankan
dengan perekonomian di suatu negara.
Berkaitan dengan hasil kajian diatas Abidin (2007) mengevaluasi sistim keuangan di
negara ASEAN. Hasil kajian menunjukan bahwa sistim keuangan di Indonesia cukup
tertinggal dibandingkan sesesama negara ASEAN. Kapitalisasi dana di pasar modal dan
perbankan per Gross Domestik Product (GDP) di Indonesia cukup rendah. Walaupun kredit
yang disalurkan masih rendah per GDP tetapi perbankan di Indonesia mempunyai pangsa
hampir 80 persen dari sistim keuangan yang ada.
Selanjutnya walaupun rasio dana dan kredit masih rendah per GDP tetapi kinerja
profitabilitas perbankan Indonesia lebih baik dibandingkan dengan sesesama negara ASEAN.
Berdasarkan data dari IMF 2010, Return on Aset (ROA) Perbankan Indonesia sebesar 2.6%
di akhir tahun 2009. ROA tersebut lebih besar dari perbankan Malaysia, Thailand, dan
Philipinne yang hanya sebesar 1.2%, 1%, dan 1,2% pada tahun yg sama.
Berkaitan dengan ketentuan yang akan diterapkan Bank Indonesia mengenai Basel III
mulai tahun 2013 yang berarti akan sejalan yang akan diterapkan Asean Economic
Community (AEC) pada tahun 2015 nanti, Bank Indonesia menyampaikan bahwa rasio
kecukupan modal (CAR) perbankan nasional rata-rata 17,7 persen dan 90 persen dari CAR
tersebut berupa modal inti (Tier 1). Sehubungan dengan ketentuan Basel III tersebut,
permodalan perbankan Indonesia tidak akan mengalami permasalan untuk menghadapi
ketentuan Basel III dan menghadapi persaingan AEC yang dijadwalkan mulai tahun 2015.
Sebaliknya perbankan Indonesia perlu memperhatikan dalam manajemen likuiditas yang
belum diatur secara detail dalam ketentuan di Basel II.
Di dalam ketentuan Basel III, evaluasi manajemen likuiditas menggunakan dua
pendekatan yaitu liquidity coverage ratio (LCR) dan Net stable funding ratio (NSFR) (Bank
Indonesia, 2010). Pendekatan pertama digunakan untuk mengevaluasi ketahanan bank dalam
memenuhi likuiditas jangka pendek di bawah 30 hari. Sedangkan pendekatan kedua untuk
menggunakan sumber pendanaan yang stabil dan yang lebih bersifat jangka panjang.
Berdasarkan kajian Bank Indonesia tersebut, dengan metode Core Funding Ratio
(CFR) mayoritas 14 bank besar mempunyai likuiditas yang bagus. Selain indikator tersebut
Bank Indonesia sedang mengembangkan pula metode Net stable funding ratio (NSFR) .
Adapun tujuan umum paper ini adalah untuk menganalisa ketahanan likuiditas dari
20 bank yang sudah listed dan dibagi menjadi bank besar dan bank kecil dengan metode
yang pernah dikembangkan oleh Bank Indonesia yaitu, Core Funding Ratio (CFR) untuk
periode tahun 2008 dan tahun 2009.
II.Tinjauan Literatur dan Hasil Penelitian Sebelumnya
Pengertian Resiko Likuiditas
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia (PBI) no 11/25/2009, pengertian resiko
likuiditas adalah resiko bank akibat ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban bank yang
telah jatuh tempo dari pendanaan arus kas dan atau aset yang likuid tanpa menggangu aktivas
bank sehari hari. Dari pengertian tersebut berarti bank harus mampu menyediakan dana
cadangan bilamana ada penarikan dana nasabah yang bersifat mendadak dan aktiva yang
diivestasikan bank juga cukup likuid bilamana harus mencairkan untuk menutupi kebutuhan
dana.
Jenis Resiko Likuiditas
Berdasarkan buku pedoman manjemen resiko, Badan Sertifikasi Manajemen Resiko
(2008) ada dua macam risiko likuiditas yang berbeda, yaitu likuiditas endogen ( endogenous
liquidity ) dan likuiditas eksogen (exogenous liquidity ). Likuiditas endogen adalah likuiditas
yang melekat atau inheren pada aset itu sendiri sedangkan Likuiditas eksogen yang sering
disebut juga sebagai funding liquidity.
Likuiditas endogen berhubungan dengan kemampuan bank untuk menjual aset di
pasar yang likuid secara cepat dan pada bid / offer spread yang kecil dan tidak terlalu
dipengaruhi oleh besarnya transaksi. Sedangkan likuiditas eksogen merupakan likuiditas yang
diciptakan melalui struktur kewajiban bank, bank dapat melihat mismatch pendanaan tersebut
dengan menggunakan liquidty ladder. Paper ini menggunakan pendekatan likuiditas eksogen
untuk mengevaluasi bank yang terdapat dalam sampel.
Hasil Penelitian Sebelumnya
Naimy (2009) melakukan kajian pada negara Gulf Cooperation Council (GCC) dia
menyimpulkan bahwa sekumpulan bank di negara tersebut mengalami kesulitan likuiditas
diantaranya karena terdapat suku bunga rill yang mengalami negatif, hal ini dikarenakan
inflasi yang meningkat akibat krisis global.
Hasil penelitian Holmstrom dan Tirole (2000) menyampaikan bahwa faktor harga
atau suku bunga dalam industri bank merupakan sumber utama krisis likuidtas pada bank.
Hendaknya penentuan suku bunga dana dan suku bunga kredit memperhitungkan jangka
waktu kedepan. Bank besar cenderung memperhatikan hal tersebut dikarenakan resiko
likuiditas akan mengakibatkan resiko reputasi.
Hasil riset Dinger (2009) di Central and Eastern Europe meyimpulkan bahwa
semakin besar porsi bank asing akan semakin baik likuiditas perbankan di suatu negara
karena membuat money market terintegrasi. Selanjutnya dia juga menyimpulkan bahwa bank
asing pada kondisi normal mempunyai cadangan likuiditas yang rendah daripada bank
domestik sebaliknya pada kondisi bergejolak bank asing harus mencadangkan likuiditas lebih
banyak.
Hasil kajian yang cukup menarik disampaikan oleh Wagner (2007) , dia
menyimpulkan bahwa terlalu besar dana cadangan likuiditas akan memperbesar resiko bank
untuk menjadi bangkrut karena semakin besar likuiditas akan mengurangi laba perbankan.
Dia juga mengkritik regulator dalam memperbesar permodalan bila hanya untuk
memperbesar likuiditas karena membuat modal bank menjadi kurang tepat guna.
Berdasarkan kajian Bank Indonesia (2010) dalam kajian stabilitas keuangan bulan
Maret 2010, indikator ketahanan likuiditas dengan menggunakan core funding ratio (CFR) 14
bank besar mempunyai dana relatif stabil karena mempunyai rasio dana mengendap lebih dari
satu tahun dengan pangsa lebih 50% dari total sumber dana bank. Selanjutnya dengan
menggunakan metode Net stable funding ratio (NSFR) ke14 bank terbesar tadi juga
mempunyai likuiditas yang bagus.
III. Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Populasi bank akhir tahun 2010 adalah 121 bank tetapi sampel dalam penelitian ini
adalah bank-bank yang ada di Indonesia periode 2008 sampai dengan 2009 yang hanya
berjumlah 20 bank . Sampel dipilih dengan metode purposive sampling karena ketersedian
data. Selanjutnya bank-bank tersebut diklasifikasikan menjadi bank besar dan bank kecil
berdasarkan besarnya aset yang dimiliki oleh bank-bank tersebut periode akhir tahun 2008-
2009.
Pada hakekatnya belum ada indikator besar kecilnya suatu bank tetapi untuk
mempermudah analisa kami menjadikan dua jenis bank yaitu 10 bank besar dan 10 bank
kecil.Adapun sampel dalam paper ini sebagai berikut
Tabel 1
Sampel Bank menurut jumlah aset yang dimiliki
No. Bank Besar No. Bank Kecil
1 Bank Mandiri 11 OCBC NISP
2 Bank BRI 12 Bank BTPN
3 Bank BCA 13 Bank Artha Graha
4 Bank CIMB NIAGA 14 Bank Mutiara
5 Bank PANIN 15 Bank Victoria Internasional
6 Bank BTN 16 Bank ICB Bumi Putera
7 Bank BII 17 Bank Capital
8 Bank Permata 18 Bank Agro Niaga
9 Bank Mega 19 Bank Himpunan Saudara
10 Bank Bukopin 20 Bank Kesawan
Sumber : Data diolah dari data perbankan
Hipotesis Penelitian
Krisis keuangan global 2008 yang dimulai dari Amerika telah menimbulkan tekanan
yang kuat terhadap persoalan likuiditas perbankan. Jika sebelum krisis, tekanan terhadap
likuiditas terutama disebabkan terjadinya mismatch jangka waktu antara sisi sumber dana
terutama dana deposito dengan sisi penggunaan dana bank, sehingga strategi pengelolaan
risiko likuiditas cenderung fokus pada pemeliharaan likuiditas dalam rangka mengantisipasi
terjadinya mismatch tersebut. Krisis keuangan global memberikan pelajaran berharga bahwa
likuiditas bank bisa hilang dengan segera karena jatuhnya nilai aset keuangan. Oleh karena
itu, di dunia internasional dewasa ini termasuk di Indonesia sedang dikembangkan beberapa
indikator ketahanan likuiditas agar tidak hanya fokus terhadap mismatch tenor, namun juga
terhadap eksposur aset-aset keuangan yang ada pada bank. Disamping itu, berdasarkan studi
Holmstrom dan Tirole (2000) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan likuiditas antara bank
besar dan bank kecil.
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1: Terdapat perbedaan Ketahanan likuiditas antara bank besar dan bank kecil
Metode Analisis
Core Funding Ratio (CFR)
Metode analisis yang diaplikasikan dalam paper ini mengacu pada perhitungan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia (2010), yaitu indikator Core Funding Ratio (CFR). Indikator
ini menilai ketahanan likuiditas bank berdasarkan pangsa dari sumber dana bank yang
merupakan core funding yang mencakup simpanan individual dan institusi berdasarkan tenor
terhadap total pendanaan bank termasuk komitmen pinjaman antar bank. Formula yang
digunakan untuk perhitungan CFR sebagai berikut
CFR =
CFR dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan total deposito untuk tenor 1 bulan (CFR1),
tenor 3 bulan (CFR3), tenor 6 bulan (CFR6), dan tenor 12 bulan (CFR12).
Uji-Beda Independent Sample T-Test.
Metode yang digunakan untuk menguji perbedaan ketahanan likuiditas anatara bank besar
dan bank kecil menggunakan uji-beda independent sample T-Test. Uji-beda independent
sample T-Test adalah metode yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari 2
populasi yang bersifat independen, dimana peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam
populasi. Independen maksudnya adalah bahwa populasi yang satu tidak dipengaruhi atau
tidak berhubungan dengan populasi yang lain.
Total deposito berjangka institusi dengan kelompok tenor tertentu + Total simpanan individu
Total Sumber Dana + 50% komitmen pinjaman antar bank
IV. Pembahasan
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui mean, untuk masing-masing komponen sebagai
berikut:
Tabel 2
Rata-rata Nilai CFR
KELOMPOK BANK N Mean
1 bln BANK BESAR 2008-2009 20 0,57075
BANK KECIL 2008-2009 20 0,57570
3 bln BANK BESAR 2008-2009 20 0,12825
BANK KECIL 2008-2009 20 0,19730
6 bln BANK BESAR 2008-2009 20 0,04820
BANK KECIL 2008-2009 20 0,05685
12 bln BANK BESAR 2008-2009 20 0,05080
BANK KECIL 2008-2009 20 0,09680
Sumber : Hasil penelitian 2008-2009 (data diolah)
1. Core Funding Ratio (CFR) 1 bulan tahun 2008-2009
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa periode 2008-2009 besarnya rata-
rata (mean) komponen CFR tenor 1 bulan pada bank besar sebesar 0,57075 dan bank
kecil sebesar 0,57570, yang berarti dari sisi rata-rata dari kelompok bank besar dan bank
kecil memiliki sumber dana yang relatif stabil dikarenakan melebihi 50%. Hal ini searah
dengan penelitian oleh Bank Indonesia (2010) dalam kajian likuditas yang menuliskan
bahwa nilai rata-rata CFR tenor 1 bulan 14 bank besar memiliki sumber dana relatif
stabil.
2. Core Funding Ratio (CFR) 3 bulan tahun 2008-2009
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa periode 2008-2009 besarnya rata-
rata (mean) komponen CFR tenor 3 bulan pada bank besar sebesar 0,12825 dan bank
kecil sebesar 0,19730, yang berarti dari sisi rata-rata dari kelompok besar dan kelompok
kecil belum memiliki sumber dana yang relatif stabil dikarenakan kurang dari 50%. Hal
ini tidak searah dengan penelitian oleh Bank Indonesia (2010) dalam kajian likuditas
yang menuliskan bahwa nilai rata-rata CFR tenor 3 bulan 14 bank besar memiliki sumber
dana relatif stabil.
3. Core Funding Ratio (CFR) 6 bulan tahun 2008-2009
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa periode 2008-2009 besarnya rata-
rata (mean) komponen CFR tenor 6 bulan pada bank besar sebesar 0,04820 dan bank
kecil sebesar 0,05685, yang berarti dari sisi rata-rata dari kelompok besar dan kelompok
kecil belum memiliki sumber dana yang relatif stabil dikarenakan kurang dari 50%. Hal
ini tidak searah dengan penelitian oleh Bank Indonesia (2010) dalam kajian likuditas
yang menuliskan bahwa nilai rata-rata CFR tenor 6 bulan 14 bank besar memiliki sumber
dana relatif stabil.
4. Core Funding Ratio (CFR) 12 bulan tahun 2008-2009
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa periode 2008-2009 besarnya rata-
rata (mean) komponen CFR tenor 12 bulan pada bank besar sebesar 0,05080 dan bank
kecil sebesar 0,09680, yang berarti dari sisi rata-rata dari kelompok besar dan kelompok
kecil belum memiliki sumber dana yang relatif stabil dikarenakan kurang dari 50%. Hal
ini tidak searah dengan penelitian oleh Bank Indonesia (2010) dalam kajian likuditas
yang menuliskan bahwa nilai rata-rata CFR tenor 12 bulan 14 bank besar memiliki
sumber dana relatif stabil.
Pengujian Hipotesis (Independent Sample T-Test)
Berdasarkan hasil uji statistik Independent samples test sebagai berikut
Tabel : 3
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed)
1 bln Equal variances assumed 2.188 .147 -.088 38 .930
Equal variances not assumed -.088 33.672 .930
3 bln Equal variances assumed 3.299 .077 -1.610 38 .116
Equal variances not assumed -1.610 23.761 .121
6 bln Equal variances assumed 1.831 .184 -.680 38 .501
Equal variances not assumed -.680 34.934 .501
12 bln Equal variances assumed 6.504 .015 -2.000 38 .053
Equal variances not assumed -2.000 28.539 .055
Sumber : datadiolah dari hasil SPSS
Dari tabel 3 nampak bahwa untuk periode 1 bulan , hasil levene’s test didapat p-value
= 0.147 yang lebih besar dari α = 0.05% maka penulis menggunakan Equal Variance
Assumed (diasumsi kedua varians sama atau menggunakan pooled variance t test). Mengingat
p-value 0.93lebih besar dari α = 0.05 maka likuiditas bank besar maupun bank kecil tidak
berbeda signifikan. Hasil ini menunjukan tidak konsisten dengan temuan Holmstrom dan
Tirole (2000) bahwa bank besar lebih baik tingkat likuiditasnya.
Sedangkan untuk periode 3 dan 6 bulan dengan menggunakan Equal Variance
Assumed juga dengan hasil yang sama bahwa tidak ada perbedaan yang signifikant antara
bank besar dan bank kecil. Hal ini tidak konsisten dengan kajian Holmstrom dan Tirole
(2000) bahwa bank besar lebih baik tingkat likuiditasnya. Perbedaan hasil yang berbeda
kemungkinan karena perbedaan karateristiknya antara negara maju dan negara berekembang.
Untuk periode 12 bulan penulis menggunakan Equal Variance not Assumed untuk menilai
apakah ada perbedaan tidaknya, dari tabel 3 nampak bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikant pada level α = 0.05 tetapi mempunyai signifikant kalau menggunakan standar α =
0.10 karena p – valuenya 0.055.
V. Implikasi
Tujuan paper ini adalah mengevaluasi likuiditas perbankan yg listed dan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan likuidtas bank besar dan bank kecil. Dari hasil analisis
data dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu rata-rata
core funding ratio (CFR) dalam periode 2008-2009 dengan tenor 1 bulan untuk bank besar
dan bank kecil sumber dana relatif lebih stabil namun CFR dengan tenor yang lain untuk
bank besar dan bank kecil, sumber dana relatif tidak stabil karena nilai CFR yang dibawah
50%.
Hasil uji dengan menggunakan uji beda sampel berbeda / independent t test,
menunjukkan bahwa nilai rasio ketahanan likuiditas menggunakan core funding ratio (CFR)
untuk bank besar dan bank kecil periode 2008-2009 untuk semua jangka waktu berbeda
namun tidak signifikan.
Penulis merekomendasikan kajian likuiditas perbankan berikutnya dengan
menggunakan metode Net stable funding ratio (NSFR) sebagai bahan perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal . (2007, Mei 15). Pertarungan antara sistim keuangan dan efisiensi. Koran Bisnis Indonesia.
Badan Sertifikasi Manajemen Resiko (2008). Workbook tingkat 2.
Bank Indonesia (2009). Peraturan Bank Indonesia No 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum.
Bank Indonesia (2010). Kajian Stabilitas Keuangan Maret 2010.
Beck, T., A.D. Kunt & R. Levine. (2003). Bank Concentration and Crisis. World Bank Police Research Working Paper, 3041.
Dinger, V. (2009). Do foreign-owned banks affect banking system liquidity risk?. Journal of Comparative Economics 37 (4) (2009) 647–657. University of Bonn, Lennestr. 37, 53113 Bonn, Germany.
Holmstrom B. And Tirole J. (2000), Liquidity and Risk Mangement. Journal of money, credit and Banking.
Miskhin, F. And Eakins, S. ( 2006). Financial Markets & Institutions 5th. Pearson International
Naimy, Viviane (2009). Liquidty Planning between theory and practice: An overall Examination of the GCC Banks during the crisis du jour. Journal of Business and Case studies.
Wagner,Wolf. (2007). The liquidity of bank assets and banking stability. Journal of Banking & Finance.
DAFTAR REFERENSI
http://www.mmr-risk.com/?p=117
http://riaembo.blogspot.com/2013/04/risiko-likuiditas.html
http://repository.perbanasinstitute.ac.id/xmlui/handle/123456789/160