ubaisite.files.wordpress.com file · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang. maqosid...

30
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu maqosid dan syar’iyah. Maqosid berarti kesengajaan/tujuan maqosid termasuk bentuk jama dari maksud yang berasal dari kata qoshada yang berarti menghendaki atau memaksudkan. Maqosid berati hal-hal yang dikehendaki dan di maksudkan, secara syariah maqosid adalah sumber air. Qs. Al Jariyah :18 Allah berfirman : “Kemudian kami jadikan kamu berada berada diatas sesuatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu) maka ikutlah syariat itu dan jangan kamu ikuti hawa nafsuh orang-orang yang tidak mengetahui.” Konsep maqosid syar’iyah, menurut al syatibi syariat adalah aturan-aturannya yang diciptakan Allah wajib di pedomani oleh manusia dan mengatur hubungan dengan tuhan, dengan manusia baik sesama muslim atau non muslim. Maqosid syar’iyah secara istilah yaitu tujuan-tujuan syariat islam yang terkandung dalam setiap aturannya. Sesungguhnnya syariat itu di tetapkan bertujuan untuk tegaknnya kemaslahatan manusia didunia dan akhirat. 1

Upload: doannhi

Post on 03-Mar-2019

251 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah

terdiri dari 2 kata yaitu maqosid dan syar’iyah. Maqosid berarti kesengajaan/tujuan

maqosid termasuk bentuk jama dari maksud yang berasal dari kata qoshada yang

berarti menghendaki atau memaksudkan. Maqosid berati hal-hal yang dikehendaki

dan di maksudkan, secara syariah maqosid adalah sumber air. Qs. Al Jariyah :18

Allah berfirman :

“Kemudian kami jadikan kamu berada berada diatas sesuatu syariat

(peraturan) dari urusan (agama itu) maka ikutlah syariat itu dan jangan kamu ikuti

hawa nafsuh orang-orang yang tidak mengetahui.”

Konsep maqosid syar’iyah, menurut al syatibi syariat adalah aturan-aturannya yang

diciptakan Allah wajib di pedomani oleh manusia dan mengatur hubungan dengan

tuhan, dengan manusia baik sesama muslim atau non muslim.

Maqosid syar’iyah secara istilah yaitu tujuan-tujuan syariat islam yang

terkandung dalam setiap aturannya. Sesungguhnnya syariat itu di tetapkan bertujuan

untuk tegaknnya kemaslahatan manusia didunia dan akhirat.

Maqosid syar’iyah secara umum yaitu kemaslahatan bagi manusia dengan

memelihara kebutuhan dhururat mereka dan menyempurnakan kebutuhan Haji’yat

dan tahsiniyat mereka.

Abu Ishak ala shafibi merumuskam 5 tujuan islam:

Hifdz addin (memelihara agama)

Hifdz An- nafs (memelihara jiwa)

Hifdz Al-a’aql (meelihara akal)

Hifdz An nasb (memelihara keturunan)

1

Page 2: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

Hifdz Al-mial ( memelihara harta)

Tingkatannya:

a. Kebutuhan dahrurrat, kebutuhan primer,

b. Kebutuhan hijayat, kebutuhan skunder.

c. Kebutuhan Tashiniyat, kebutuhan yang tidak terpenuhi.

B. BATASAN MASALAH

Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka

penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:

1. Apa yang dimaksud Maqosid syar’iyah?

2. Apa manfaat mempelajari Maqosid syar’iyah?

3. Unsur- unsur apa sajakah yang terkandung Maqosid syar’iyah?

C. TujuanAgar semua tahu pengertiaan, Unsur-unsurnnya, hukum-hukumnnya, manfaatnnya

dari Maqosid syar’iyah, agar mereka mengarti dalam pembelajaran ini.

2

Page 3: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Maqashid Syari’ah

Maqashid bererti kesengajaan atau tujuan, Maqashid merupakan bentuk jama’ dari maqsud

yang berasal dari suku kata Qashada yang berarti menghendaki atau memaksudkan,

Maqashid berarti hal-hal yang dikehendaki dan dimaksudkan. Sedangkan syari’at secara

bahasa berarti  الماء الي تحدر ertinya Jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber المواضع

air dapat juga diartikan berjalan menuju sumber kehidupan.

Didalam Al-Qur’an Allah swt. menyebutkan beberapa kata syari’at diantaranya sebagai mana

yang terdapat dalam Surah Al-Jassiyah dan Asy-Syura:

يعلمون ) ال الذين أهواء تتبع وال فاتبعها األمر من شريعة على جعلناك (١٨ثم

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama

itu), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak

mengetahui. (Al-Jatsiyah 45 : 18)

لقضي الفصل كلمة ولوال الله به يأذن لم ما الدين من لهم شرعوا شركاء لهم أم

أليم ) عذاب لهم الظالمين وإن (٢١بينهم

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada

Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan

kepada Ibrahim, Musa dan Isa iaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah

tentangnya. (Asy-Syura 42: 13)

Perkataan syari’at apabila disebut para ulama boleh terdiri kepada dua pengertian;

1. Seluruh agama yang mencakup akidah, ibadah, adab, akhlak, hukum dan mu’amalat

2. Sisi hukum amal di dalam agama

Di dalam tulisan ini, kami memlilih yang kita maksudkan syari’at adalah seluruh maksud

Islam kerana akidah adalah pokok, asas dan banggunan seluruh agama.

3

Page 4: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

Dalam istilah para ulama, Maqashid Asy-Syari’ah adalah: tujuan yang menjadi target nash

dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa

perintah, larangan, dan mubah. Untuk individu, keluarga, jamaah dan umat.

““Maksud-maksud” juga boleh disebut dengan hikmah-hikmah yang menjadi tujuan

ditetapkan huku. Baik yang diharuskan ataupun tidak. Kerana dalam setiap hukum yang

disyari’atkan oleh Allah untuk hambaNya pasti terdapat hikmah.”

Contohnya di dalam pewarisan harta, syari’at Islam memberikan hak istimewa kepada anak

perempuan daripada anak lelaki kerana meskipun tidak perlu menanggung kewajipan seperti

yang ditanggung anak lelaki, anak perempuan tetap diberikan harta waris.

“Maksud-maksud syari’at bukanlah ‘illat (motif penetapan hukum) yang disebutkan oleh para

ahli ushul fikih dalam bab qiyas dan didefinisikan edngan “sifat yang jelas, tetap, dan sesuai

dengan hukum.” Illat tersebut sesuai dengan hukum, tetapi ia bukan maksud bagi hukum

tersebut.”

Sebagai contoh, ‘illat rukhsah ketika safar baik dalam bentuk jama’-qashar atau berbuka

ketika shaum di bulan Ramadhan adalah safar, bukannya hikmah yakni kesusahan yang

dirasakan sewaktu bermusafir. Para ahli ushul fikih  tidak menyatukan antara hukum dan

hikmah kerana hikmah sulit untuk ditetapkan contohnya jika kesusahan itu i’llat, mungkin

ada orang yang mengatakan saya tidak susah.

Secara bahasa, maqashid syari’ah terdiri dari dua kata yakni, maqashid dan

syari’ah. Maqashid adalah bentuk jamak dari maqshid yang berarti kesengajaan atau

tujuan, syari’ah berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat pula

dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan. Menurut asy-Syatibi, maqashid

syari’ah merupakan tujuan syari’ah yang lebih memperhatikan kepentingan umum.

Sebagaimana yang ada di dalam kamus dan penjelasannya bahwa syariat adalah

hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya tentang urusan agama, atau, hukum

yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah baik berupa ibadah (shaum, shalat, haji,

zakat, dan seluruh amal kebaikan) atau muamalah yang menggerakkan kehidupan

manusia (jual, beli, nikah, dan lain-lain). Allah SWT berfirman :

ثم جعلنا على شر ىعه من االمر

4

Page 5: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

“kemudian kami jadikan kamu berada di atas sebuah syariat, peraturan dari

urusan agama itu” (QS. al- Jatsiyah :18)

Islam memiliki kitab suci al-Qur’an. Sebagai sumber utama, al-Qur’an

mengandung berbagai ajaran. Dikalangan ulama ada yang membagi kandungan al-

Qur’an kepada tiga kelompok besar yaitu, aqidah, khuluqiyyah, dan amaliyah. Aqidah

berkaitan dengan dasar-dasar keimanan. Khuluqiyyah berkaitan dengan etika dan akhlak.

Amaliyah berkaitan dengan aspek-aspek hukum yang keluar dari Aqwal (ungkapan-

ungkapan), dan af’al (perbuatan-perbuatan manusia).

Sebelum kita melangkah pada pengertian Maqashid asy Syari’ah, terlebih dahulu

kita jelaskan pengertian syari’ah secara terpisah. Dalam literatur hukum islam dapat

ditemukan pendapat-pendapat ulama tentang syari’ah ini.

Dalam periode-periode awal, syari’ah merupakan al-nusus al-Muqaddas dari al-

Qur’an dan sunnah yang mutawatir yang sama sekali belum dicampuri pemikiran

manusia. Dalam wujud seperti syari’ah disebut al – tariwah al mustaqimah. Muatan

syari’ah dalam arti ini mencangkup aqidah amaliyah, dan khuluqiyyah.

Menurut istilah, Maqashid Syari’ah adalah kandungan nilai yang menjadi tujuan

persyariatan hukum. Jadi, Maqashid Syari’ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai

dari suatu penetapan hukum.

B. Jalan Menuju Maqashid Syari’ah

Untuk menuju kepada maksud-maksud syari’at. Hujjatul Islam Abul Hamid Al-Ghazali telah

membuat satu perbahasan khusus yang menjelaskan tentang maslahat sebagai asal yang tidak

jelas (ash mauhum) dan membahaginya kepada tiga (3) tingkatan yang kemudiannya dirinci

oleh Imam Asy-Syathibi 5 dll iaitu: 

,الضروريات مقاصد حاجيات مقاصد  dan  التحسيناتمقاصد

1. Dharûriyât (primer) ertinya harus ada demi kemaslahatan hamba, yang jika

tidak ada, akan menimbulkan kerusakan, misalnya rukun Islam. 

2. Hâjiyât (sekunder) maksudnya sesuatu yang diperlukan untuk menghilangkan

kesempitan, seperti rukhsah (keringanan) tidak berpuasa bagi orang sakit. 

5

Page 6: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

3. Tahsiniat (tertier) ertinya sesuatu yang diambil untuk kebaikan kehidupan dan

menghindarkan keburukan, semisal akhlak yang mulia, menghilangkan najis,

dan menutup aurat. 

Dharûriyât  dijelaskan dengan lebih rinci mencakup lima tujuan (al-kulliyyat al-khamsah),

iaitu : 

1. menjaga agama (hifzh ad-din)

2. menjaga jiwa (hifzh an-nafs)

3. menjaga akal (hifzh al-‘aql)

4. menjaga keturunan (hifzh an-nasl)

5. menjaga harta (hifzh al-mal)

Sehingga tujuan dari Maqashid Syariah akan tercapai jika terpenuhinya penjagaan kelima

unsur yang telah disebutkan tadi.

Namun orientasi para ahli Ushul Fiqih di zaman dahulu lebih diarahkan kepada individu,

tidak kepada masyarakat, umat, Negara dan hubungan kemanusiaan. Dr Yusuf Qardhawi

berpendapat bahwa maksud-maksud syari’at boleh dicapai dengan beberapa jalan;

1. Meneliti setiap ‘illat nash Al-Quran dan As-Sunnah

2. Meneliti, mengikuti, dan memikirkan hukum-hukum partikular. Untuk kemudian

menyatukan antara satu hukum dengan hukum yang lain agar dari penelitian ini kita

dapat mendapatkan maksud-maksud umum yang menjadi maksud Allah dalam

membuat hukum-hukum tersebut.

Imam Asy-Syathibi menyebutkan tiga (3) syarat yang diperlukan untuk memahami

Maqashid Syari’ah. Ketiga syarat itu adalah:

1. Memiliki pengetahuan tentang Bahasa Arab. Contoh: lafaz ‘am, lafaz Khas,

musytarak, haqiqat, majaz, dilalah lafaz, dan nasakh

2. Memiliki pengetahuan tentang Sunnah

3. Mengetahui sebab-sebab turunnya Ayat

 

6

Page 7: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

C. Maqashid Syari’ah adalah Manhaj Para Sahabat

Fikih Khulafaur-rasyidin, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbad, Ibnu Umar, Aisyah, Muadz, Zaid bin

Tsabit pasti akan terlihat dengan jelas bahwa mereka memerhatikan terhadap hal-hal yang

ada di belakang hukum baik merupakan ‘illat, kemaslahatan, ataupun hikmah serta maksud-

maksud yang ada di dalam perintah dan larangan.

Contoh :

1. Ketika Muadz bin Jabal diutus ke Yaman, baginda saw. menyuruh Muadz ra. agar

mengambil zakat daripada orang-orang kaya untuk diberikan kepada faqir miskin. “Ambillah

biji daripada biji, kambing daripada kambing, unta daripada unta dan lembu daripada lembu.”

HR Bukhari

Ketika ibu kota khalifah memerlukan banyak bantuan, Muadz tidak mengambil biji keculai

dari biji secara literal, tetapi berpendapat bahwa mengambil harga/nilai yang ada dalam harta

zakat untuk memenuhi keperluan kaum muslimin dengan mengambil pakaian dan kain

Yaman.

2. Umar ra. yang merubah aqilah (kerabat daripada pihak bapa untuk membayar diyat dalam

pembunuhan tidak sengaja) kepada dewan kerana tolong-menolong (tanashur) pada zaman

sebelumnya adalah fanatisme kabilah tetapi dasar tolong-menolong kini telah berubah.

Sesuatu boleh menjadi aqilah sesuai dengan tempat dan waktu bagi orang yang menolong

seseorang di waktu dan tempat tersebut seperti sewaktu anda berada di luar negara, jauh

daripada keluarga atau pertubuhan.

 

D. Beberapa Pendekatan dalam memahami maksud-maksud global dalam syari’at

dan nash-nash partikular

Seharusnya, nash-nash yang partikular berjalan dalam kerangka yang global dan

hukum-hukum perlu dihubungkan dengan maksud-maksudnya, bukan dipisahkan. Namun

terdapat dua (2) madrasah yang memiliki manhaj yang pelik.

7

Page 8: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

Pertama (Zhohiriyyah); Madrasah yang lebih bergantung kepada nash-nash partikular,

memahaminya dengan pemahaman literal dan jauh daripada maksud-maksud syari’at yang

ada di belakangnya.

Ciri-ciri :

1. Pemahaman dan penafsiran yang literal. Contoh dalam masalah isbal 6

(memanjangkan kain melebihi buku lali) dan tidak memandang ‘illat yang ada pada

hadis lain yang sahih yang mengharamkan isbal kerana “kesombongan”

2. Keras dan menyulitkan. Mereka berpendapat apa sahaja hal yang mereka putuskan

adalah kebenaran yang sesuai dengan dalil. Pendapat mereka lebih dekat kepada

haram sedangkan ulama salaf tidak pernah menyebutkan kata “haram” kecuali

terhadap hal yang jelas-jelas di haramkan.

3. Sombong terhadap pendapat mereka. Pendapat mereka adalah kebenaran mutlak dan

selainnya salah.

4. Tidak menerima orang-orang yang berbeza pendapat.

5. Mengkafirkan orang-orang yang berbeza pendapat. Mereka ada yang menghukum

sesiapa yang berbeza pendapat dengan mereka sebagai khawarij dan kafir. Sedangkan

menurut kaedah hukum orang yng dituduh adalah “benar” sehingga terbukti bersalah

6. Tidak peduli terhadap fitnah.

Landasan :

1. Memahami nash dengan literal tanpa melihat ‘illat, makna dan maksud-maksud yang

terkandung dalam nash tersebut. Sedangkan para sahabat berselisih pendapat dalam

sabda nabi “Tidak boleh ada seorang pun yang solat kecuali di Bani Quraizhah” HR

Bukhari

2. Mengingkari ta’lil (reasoning) hukum yang berasal dari akal dan ijtihad manusia.

Ulama bersepakat ta’lil tidak dibolehkan dalam hukum ibadah kerana dasar ibadah

adalah ta’abbud tanpa mengetahui hikmah sedangkan dasar mu’amalah adalah

mengetahui makna, rahsia dan maksud-maksud.

3. Kurang menghargai peranan aqal, dan cenderung tidak menggunakan aqal (rasional)

untuk memahami nash.

8

Page 9: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

4. Menempun jalan yang sulit dalam hukum. Mereka mencela fiqh taysir sedangkan

Nabi saw. bersabda, “Tidak diberi pilihan dua perkara kecuali selalu mengambil yang

paling mudah, selama ia tidak dosa.” HR Bukhari

Fatwa harus berubah seiring perubahan zaman, tempat, tradisi dan keadaan.

Antara Hasil Madrasah Ini –

1. Mengharamkan/Membatalkan harga wang kertas (Pendapat golongan al-ahbasy di

Lebanon) kerana ia bukanlah wang yang terdapat di dalam Al-Quran dan As-Sunnah dan

wang itu tidak perlu dikeluarkan zakat dan tidak berlaku riba’ keatasnya.

Sedangkan dengan wang inilah kita menjalankan kehidupan seharian.

2. Menggugurkan zakat harta perdagangan kerana tidak berubah menjadi wang dn terjadi

perubahan sedikit hingga mencapai haul.

Sedangkan dalam dunia perniagaan hari ini, barang dagangan sentiasa datang dan pergi dan

ini bertentangan dengan maksud hukum zakat itu sendiri.

3. Zakat fitrah harus dikeluarkan dari makanan sahaja sedangkan inti kepadanya adalah

menjadikan kecukupan orang miskin di hari yang mulia itu.

4. Mengharamkan fotografi/video

Kedua; Madrasah yang jauh menyimpang daripada Al-Quran dan As-Sunnah dengan klaim

mereka bergantung kepada maksud-maksud syari’at dan ruh agama dengan membatalkan

nash-nash partikular untuk menghalalkan liberalisme, sekularisme, modernisme dan

sebagainya yang menjadi hamba kepada al-hawa.

Ciri-ciri :

1. Dangkal pemahaman terhadap syari’at.

2. Berani berpendapat tanpa ilmu, untuk berlaku sombong dan melakukan klaim-klaim.

3. Hamba barat

9

Page 10: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

Landasan:

1. Meninggikan aqal daripada wahyu. Mereka berdalil “Allah mengkehendaki kemudahan

bagimu, dan tidak mengkehendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185) untuk

membatalkan nash-nash syari’at.

Sehebat mana-pun aqal manudia di zaman moden ini, jutaan manusia terjerumus dalam

kehancuran akibat aqal yang dipandu tanpa wahyu

2. Mengklaim bahwa Umar ra. membatalkan nash atas nama maslahat.

Contoh sikap Umar ra. zakat memberikan bahagian zakat kepada muallaf (at-Taubah: 60),

membatalkan pembahagian ghanimah di antara orang-orang yang ikut berperang (al-Anfal:

41) dan tidak melaksanakan had mencuri pada tahun kelaparan (al-Maidah: 38).

Sedangkan fiqih Umar ra. tidak pernah lari daripada maksud-maksud syari’at. Kerana tidak

ada objek yang perlu dipujuk hatinya, maka ‘illat hilang dan Rasulullah telah memujuk hati

mereka para muallaf demi kemaslahatan Islam sedangkan di zaman Umar Allah swt. telah

memuliakan Islam hinggakan tiada alasan lagi untuk memujuk hati mereka.

Hudud pula harus dihindari kerana adanya syuhbat.

3. Salah faham terhadap pemikiran Najmuddin ath-Thufi

4. Berpegang dengan kaedah, “Dimana ada kemaslahatan, di sanalah ada syari’at Allah”

Yang sebenarnya mereka tidak mengambil kaedah yang dinisbatkan kepada Ibnul Qayyim ini

baik pada teks mahupun lafaznya kerana mereka menganggap syari’at Allah wajib menurut

kemaslahatan sedangkan sepatutnya “dimana ada syari’at Allah di sanalah ada kemaslahatan

manusia.”

Antara Hasil Madrasah Ini:

1. Membuang nash qath’i dan mengambil nash mutasyabihat

Contoh mereka berpendapat Allah tidak mengharamkan arak dengan jelas seperti bangkai,

darah dan daging babi dan mereka ragu terhadap As-Sunnah.

10

Page 11: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

Sedangkan yang haram di dalam Al-Quran tidak semestinya menggunakan lafaz haram.

2. Melawan hukum Islam dan Hudud atas nama kemaslahatan

Contoh mengatakan maksud ibadah adalah mensucikan jiwa dan dengan maksud itu kita

boleh beribadah dengan apa cara sekalipun. Mereka juga menghalalkan pelacuran, arak dan

riba dengan berbagai alasan contohnya untuk menarik pelancong untuk kemajuan.

3. Munculnya pemikiran-pemikiran yang keliru

 

E. Madarasah Moderat – Menggabungkan Teks-Teks Partikular dan Maksud-Maksud

Global

Inilah manhaj “jalan lurus” (ash-shirath al-mustakim) yang menolak extremisme kedua

kelompok di atas. Firman Allah swt.;

الميزان ) في تطغوا الميزان( )٨أال تخسروا وال بالقسط الوزن (٩وأقيموا

Supaya kamu tidak melampaui batas dalam menjalankan keadilan; an betulkanlah cara

menimbang itu dengan adil, serta janganlah kamu mengurangi barang yang ditimbang. (Surah

Ar-Rahman: 8-9)

Ciri-ciri:

1. Percaya kepada hikmah syari’at yang mengandung kemaslahatan. (al-Baqarah: 143, 185,

220, al-Maidah: 6, al-Hajj: 78, an-Nisa’: 28, al-Anbiya’: 107)

Berkata Ibnul Qayyim,

Seluruh syari’at mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan, dan hikmah. Segala masalah

yang mengubah keadilan menjadi kezaliman, rahmat menjadi bencana, maslahat menjadi

kemudharatan, dan hikmah menjadi kebathilan, adalah bukan syari’at. Meskipun masalah

tersebut dicuba untuk ditakwil. 7

2. Menggabungkan nash dan hukum syari’at. Hukum syari’at harus dilihat secara

komprehensif, dan tidak terpisah antara satu sama lain.

11

Page 12: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

3. Memandang dengan adil terhadap urusan agama dan dunia

4. Menyambungkan nash dengan realiti kehidupan. Contoh permasalahan kaum muslimin

yang minoriti di negeri bukan Islam

5. Memudahkan manusia.

6. Terbuka, dialog, dan toleransi terhadap dunia.

Landasan:

1. Mencari maksud-maksud syari’at sebelum mengeluarkan hukum.

Contoh hadis Ibnu Umar “Berbezalah dengan orang-orang musyrik, panjangkanlah janggut

dan potonglah misai.” Muttafaqun ‘Alaih

o ‘illat khusus hadis ini adalah tidak menyamai bentuk dan gaya non-muslim.

o Apakah perbezaan bentuk tersebut termasuk ke dalam adh-dharuriyyat, al-hajiyyat

atau at-tahsiniyyat ? Justru ia lebih sesuai kepada at-tahsiniyyah yang sama dengan

sunnah, bukan wajib.

o Sama seperti perintah warnakan uban dll. Tetapi memakai hijab adalah wajib dan

tidak boleh ditinggalkan

2. Memahami nash dalam bingkai sebab dan keadaannya

Ada hukum yang dibangun daripada sesetengah hadis yang gugur apabila hilang ‘illatnya.

o Contoh seperti wanita bepergian tanpa mahram dan seseorang yang mengetuk pintu

rumah di malam hari.

“Seseorang wanita tidak boleh bepergian jauh kecuali dengan mahram” HR Bukhari

‘illat larangan di atas adalah adanya kekhuatiran atau rasa takut jika wanita pergi sendiri

tanpa suami atau mahram di mana pada saat itu umumnya bepergian jauh menggunakan unta

dll merentasi padang pasir.

o Membukukan Al-Quran:

“Janganlah kalian menulis dariku sedikit-pun. Barangsiapa yang menulis selain Al-Quran

hendaklah menghapusnya.” HR Muslim

12

Page 13: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

3. Membezakan antara maksud-maksud yang tetap dan wasilah-wasilah yang berubah

Contoh prinsip syura dalam kehidupan Islam (asy-Syura: 38), persiapkan kuda untuk

menghadapi musuh (al-Anfal: 60), hijab muslimah (al-Ahzab: 59), siwak, melihat

hilal dll

Tidak boleh mengubah maksud kepada wasilah atau sebaliknya. Contoh tidak perlu

ruku’ dan sujud yang penting hati ikhlas berlawanan dengan hadis jibril

4. Menyesuaikan dengan yang telah tetap dan yang akan senantiasa berubah

Hal yang dibenarkan ijtihad adalah dalam nash-nash zhanni, baik tsubut, dilalah mahupun

keduanya.

5. Melihat perbedaan makna dalam ibadah dan mu’amalah.

Mempertimbangkan antara Maqashid Syariah dan Detail-Detail Nash

Yang menjadikan keharusan di sini adalah mempertimbangkan antara dua hal

yang sama-sama pentingnya, yaitu memelihara maqashid “tujuan” syariah yang

menyeluruh (kulli) dan memelihara nushush yang parsial (juz’i).

Kesimpulannya adalah bahwa tujuan syariat itu untuk mencapai kebaikan,

maslahat bagi manusia, dan menghindari bahaya dan kerusakan mereka. Inilah tang

menjadi pusat kajian Imam asy-Syatibi dalam kitab muwafaqat yang menjadikan ilmu

dan pemahaman merupakan sebab ijtihat bukan hanya sekadar syarat. Ini pula yang kita

terangkan yang dilakukan oleh para sahabat terutama Khulafaur-Rasyidin, Ibnu Mas’ud,

Ibnu Abbas, Aisyah, Zaid bin Tsabit, dan lainnya. Mereka yidak mengesampingkan

tujuan dalam fiqih dan fatwa mereka.

Kategori Hukum )Maqashid asy Syari’ah(

Imam asy-Syathibi berpandangan bahwa tujuan utama dari maqashid asy

syari’ah adalah untuk menjaga dan memperjuangkan tiga kategori hukum yaitu antara

lain :

1. Daruriyyat

13

Page 14: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

Secara bahasa berarti kebutuhan yang mendesak atau darurat. Dalam kategori

ini ada lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu memelihara agama, memelihara

jiwa, memelihara akal pikiran, memelihara kehormatan dan keturunanan, serta

memelihara harta benda.

Dalam kebutuhan Daruriyyat, apabila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi,

maka akan mengancam keselamatan umat manusia di dunia maupun di akhirat.

2. Hajiyyat

Secara bahasa berarti kebutuhan-kebutuhan sekunder. Apabila kebutuhan ini

tidak terwujud tidak sampai mengancam keselamatan, namun akan mengalami

kesulitan.Untuk menghilangkan kesulitan tersebut, dalam Islam terdapat hukum

rukhsa (keringanan) yaitu hukum yang dibutuhkan untuk meringankan beban,

sehingga hukum dapat dilaksanakan tanpa rasa tertekan dan terkekang.

3. Tahsiniyyat

Secara bahasa berarti hal-hal penyempurna. Tingkat kebutuhan ini berupa

kebutuhan pelengkap. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka tidak akan

mengancam dan tidak pula menimbulkan kesulitan.

Unsur-Unsur yang Membentuk Maqashid Asy Syari’ah

Secara umum, tujuan-tujuan hukum dapat dikelompokkan menjadi dua kategori

yang luas. Dalam sub kategori yang pertama, Syatibi membahas maksud Tuhan yang

sebenarnya dalam menetapkan hukum, dalam hal ini untuk melindungi kemaslahatan

manusia (baik yang berkenaan dengan duniawi maupun agama). Sepanjang yang diakui

oleh prinsip-prinsip daruriyyat, hajiyyat, tahsiniyyat. Dalam sub kategori yang kedua,

Syatibi membicarakan tentang maksud Tuhan membuat syariat. Dengan demikian syariat

mestilah dapat dipahami oleh orang awam dan tidak boleh dimengerti oleh kalangan

tertentu. Jadi, tujuannya adalah agar orang-orang yang beriman dapat mengenali hukum

Allah, karena jika mereka tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh hukum itu, maka

berarti mengabaikan hukum itu sendiri. Sub kategori yang ketiga cenderung mudah

dipahami, dan pada sebagian besar dari tulisan bagian ini mengatakan bahwa dalam

14

Page 15: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

menurunkan hukumnya menghendaki agar umat Islam mematuhi peraturannya secara

menyeluruh.

Begitulah semestinya pelanggaran atas hukum secara sengaja dapat dijatuhi

hukuman sesuai dengan jenis pelanggarannya tersebut. Dapat pula dinyatakan bahwa ada

perbuatan yang praktiknya melanggar hukum padahal niatnya tidak demikian. Tampak

bahwa kehendak manusia dalam wacana Syatibi sejauh ini dijelaskan dengan

menjadikan sufi sebagai contoh. Namun disini dia melajutkan diskusi tentang siasat

hukum (biyal) dalam hubungan yang erat, ataupun tidak, antara kehendak Tuhan dan

keinginan manusia. Dan dijelaskan pula bahwa sasarannya kali ini berpindah dari kaum

sufi kepada kelompok ahli fiqih yang dianggapnya telah bertindak berlebih-lebihan

dalam menyepelekan hukum, barangkali dalam menyampaikan kritikannya pada para

ahli fiqih tersebut. Ia berpendapat bahwa tujuan utama biyal adalah untuk mencegah

berlakunya suatu hukum atau menggantinya dengan ketentuan yang lain agar tidak

terjadi akibat yang tidak diinginkan oleh hukum.

Norma-Norma Hukum Maqashid asy Syari’ah

Pembahasannya pada perbuatan – perbuatan yang berkategori mubah, yang baik

dilakukan ataupun tidak sama – sama diperbolehkan, dan tidak mengakibatkan pahala

maupun dosa. Syatibi mengembangkan sebuah penjelasan dan taksonomi baru mengenai

mubah. Menurutnya perbuatan – perbuatan yang termasuk mubah dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian yang masing – masing terbagi lagi menjadi dua sub – kategori.

Pertama adalah perbuatan yang dalam skala sempit berstatus mubah, namun ketika

perbuatan itu menjadi sesuatu yang dibutuhkan dalam skala yang lebih luas, maka akan

mejadi mandub atau wajib. Kedua adalah perbuatan yang dalam skala sempit berstatus

mubah, namun ketika perbuatan itu merugikan dalam skala yang lebih luas, maka perbuatan

tersebut menjadi makruh atau haram.Dari dua pembagian ini kemudian memunculkan

empat sub kategori, yaitu :

1. Perbuatan yang pada dasarnya mubah namun secara keseluruhan bisa menjadi

mandub.

2. Perbuatan yang pada dasarnya mubah namun dala skala luas dapat menjadi wajib.

15

Page 16: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

3. Perbuatan yang pada dasarnya mubah tetapi dalam skala besar dapat menjadi

makruh.

4. Perbuatan yang pada dasarnya mubah namun dalam kerangka yang lebih luas dapat

menjadi haram.

Jadi, garis yang membedakan antara perbuatan mubah yang diperbolehkan atau tidak

adalah karena kadar dan frekuensi perbuatan tersebut. Perbuatan – perbuatan yang mandub

dan makruh dapat dianalisa dengan pembagian yang serupa. Sebuah perbuatan yang

berstatus mandub, tetapi dalam kerangka yang luas yaitu universal dan dilakukan secara

rutin akan menjadi wajib. Demikian pula halnya dengan perbuatan yang dipandang makruh

apabila dilakukan sekadarnya saja, akan menjadi haram ketika terlalu sering dilakukannya.

Syatibi kemudian menambahkan norma yang kemudian dianggap bagian yang tidak

terpisahkan dari hukum. Norma ini juga memperkuat dua norma lain yaitu mandub dan

makruh dan memperkenankan penyimpangan dan toleransi dalam hukum. Syatibi kemudian

menybut norma ini sebagai ‘afw, sebuah knsep yang mewakili sesuatu yang belum atau

tidak memiliki status hukum atau yang telah memiliki status hukum, tetapi dalam hal telah

memiliki status hukum, orang yang mengerjakannya tidak tahu atau lupa akan status hukum

perbuatan tersebut. Sebuah sejarah yang bermula dari hadis nabi ‘afw : “orang yang paling

bersalah adalah orng yang menanyakan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak dilarang,

kemudian menjadi dilarang setalah dinyatakan status hukumnya”. Maksud dari hadis

tersebut adalah bahwa selama sebuah perbuatan tidak memiliki status hukum yang jelas,

maka perbuatan itu termasuk yang tidak berstatus hukum. Jika suatu masalah belum

memiliki status hukum, maka seorang muslim selama ia tidak meminta pandangan seorang

ahli hukum, boleh melakukannya tanpa memperoleh pahala atau dosa.

Dalam masalah – masalah dimana norma hukum telah ditetapkan, ‘afw berarti

menjadikan dosa, apapun masalahnya selama ada alasan yang kuat untuk itu. Melakukan

sebuah perbuatan yang dilarang karena lupa tidak mengakibatkan dosa.

Yang termasuk juga dalam kategori ini adalah masalah-masalah yang berhubungan

dengan ketidakmampuan seseorang untuk melaksanakannya. Dalam hal ini ketentuan yang

berlaku yang dikenal dengan ‘azima dan rukhsa. Diperbolehkannya menggunakan rukhsa

karena adanya kebutuhan yang mendesak, namun dalam menghilangkan kesulitan bukan

16

Page 17: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

hanya berdasarkan kebutuhan yang mendesak tetapi juga karena ketidakmampuan pada

kondisi – kondisi yang tidak memungkinkan.

Peranan Maqashid Syari’ah dalam Pengembangan hukum

Pengetahuan tentang Maqashid Syari’ah, seperti ditegaskan oleh Abd al-Wahhab

Khallaf, adalah hal sangat penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami

redaksi al-Qur’an dan Sunnah, menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan yang

sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak

tertampung oleh Al-Qur’an dan Sunnah secara kajian kebahasaan.

Metode istinbat, seperti qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah adalah metode-

metode pengembangan hukum Islam yang didasarkan atas Maqashid Syari’ah. Qiyas,

misalnya, baru bisa dilaksanakan bilamana dapat ditemukan Maqashid Syari’ah-nya

yang merupakan alasan logis (‘illat) dari suatu hukum. Sebagai contoh, tentang kasus

diharamkannya minuman khamar (QS. al-Maidah: 90). Dari hasil penelitian ulama

ditemukan bahwa Maqashid Syari’ah dari diharamkannya minuman khamar ialah sifat

memabukkannya yang merusak akal pikiran. Dengan demikian, yang menjadi alasan

logis (‘iilat) dari keharaman khamar adalah sifat memabukkannya, sedangkan khamar itu

sendiri hanyalah sebagai salah satu contoh dari yang memabukkan.

Dari sini dapat dikembangkan dengan metode analogi (qiyas) bahwa setiap yang

sifatnya memabukkan adalah juga haram. Dengan demikian, ‘iilat hukum dalam suatu

ayat atau hadis bila diketahui, maka terhadapnya dapat dilakukan qiyas (analogi).

Artinya, qiyas hanya bisa dilakukan bilamana ada ayat atau hadis yang secara khusus

dapat dijadikan tempat mengqiyaskannya yang dikenal dengan al mawis ‘alaih (tempat

meng- qiyas-kan).

Jika tidak ada ayat atau hadis secara khusus yang akan dijadikan al-maqis ‘alaih,

tetapi termasuk dalam tujuan syariat secara umum seperti untuk memelihara

sekurangnya salah satu dari kebutuhan-kebutuhan di atas tadi, dalam hal ini dilakukan

metode maslahah mursalah. Dalam kajian Ushul Fiqh, apa yang dianggap maslahat bila

17

Page 18: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

sejalan atau tidak dengan petunjuk-petunjuk umum syariat, dapat diakui sebagai

landasan hukum yang dikenal maslahat mursalah.

Jika yang akan diketahui hukumnya itu telah ditetapkan hukumnya dalam nash

atau melalui qiyas, kemudian karena dalam satu kondisi bila ketentuan itu diterapkan

akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentingan lain yang lebih umum dan lebih

layak menurut syara’ untuk dipertahankan, maka ketentuan itu dapat ditinggalkan,

khusus dalam kondisi tersebut. Ijtihad seperti ini dikenal dengan istihsan. Metode

penetapan hukum melalui maqashid syari’ah dalam praktik – praktik istinbat tersebut,

yaitu praktik qiyas, istihsan, dan istislah (malsahah mursalah), dan lainnya seperti

istishab, sad al-zari’ah. dan ‘urf (adat kebiasaan), di samping dissebut sebagai metode

penetapan hukum melalui maqashid syari’ah, juga oleh sebagian besar ulama ushul fiqh

disebut sebagai dalil – dalil pendukung, seperti telah diuraikan secara singkat pada

pembahasan dalil – dalil hukum di atas. Di bawah ini akan dijelaskan tentang metode –

metode yang berdasarkan atas maqasyid syari’ah.

1. Istihsan

Secara harfiyah, istihsan diartikan meminta berbuat kebaikan, yakni

menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya kebaikan. Menurut al-Ghazali

dalam kitabnya al-Mustashfa juz I : 137, “istihsan adalah semua hal yang

dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya”.

Fuqaha Hanafiyah membagi istihsan menjadi dua macam yaitu :

a. Pentarjihan qiyas khafi (yang tersembunyi) atas qiyas jali (nyata).

Seorang pewakaf apabila mewakafkan sebidang tanah pertanian, maka

masuk pula secara otomatis hak perairan (irigasi), hak air minum, hak

lewat ke dalam wakaf tanpa harus menyebutkannya berdasarkan istihsan.

b. Pengecualian kasuistis (juz’iyyah) dari suatu hukum kulli (umum) dengan

adanya suatu dalil.

Apabila penjual dan pembeli bersengketa mengenai jumlah harga sebelum

serah terima yang dijual, kemudian penjual mengaku bahwa harganya

18

Page 19: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

adalah seratus juneh, dan pembeli mengaku harganya sembilan puluh

juneh, maka mereka berdua bersumpah berdasarkan istihsan.

2. Maslahah Mursalah

Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak mempunyai dalil,

tetapi tidak ada juga pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada

ketentuan syari’at dan tidak ada ‘illat yang keluar dari syara’ yang menentukan

kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai

dengan hukum syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan

kemadharatan atau untuk menyatakan suatu manfaat, maka kejadian tersebut

dinamakan maslahah mursalah. Tujuan utama maslahah mursalah adalah

kemaslahatan, yakni memelihara dari kemadharatan dan menjaga

kemanfaatannya.

19

Page 20: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

BAB III

PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadipokok bahasan

dalam laporan ini, tentu nya masih banyak kekurangan dan kelemahan nya, kerena terbatas

nya pengetahuan dan kurang nya rujukan atau referensi yang ada hubungan nya dengan judul

makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang

membangun kepada penulis demi sempurna nya laporan ini dan dan penulisan makalah

dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi saya pada khusus

nya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

A. KESIMPULAN

Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah

terdiri dari 2 kata yaitu maqosid dan syar’iyah. Maqosid berarti kesengajaan/tujuan

maqosid termasuk bentuk jama dari maksud yang berasal dari kata qoshada yang

berarti menghendaki atau memaksudkan. Maqosid berati hal-hal yang dikehendaki

dan di maksudkan, secara syariah maqosid adalah sumber air. Qs. Al Jariyah :18

Allah berfirman :

“Kemudian kami jadikan kamu berada berada diatas sesuatu syariat

(peraturan) dari urusan (agama itu) maka ikutlah syariat itu dan jangan kamu ikuti

hawa nafsuh orang-orang yang tidak mengetahui.”

Konsep maqosid syar’iyah, menurut al syatibi syariat adalah aturan-aturannya yang

diciptakan Allah wajib di pedomani oleh manusia dan mengatur hubungan dengan

tuhan, dengan manusia baik sesama muslim atau non muslim.

20

Page 21: ubaisite.files.wordpress.com file · Web viewBAB I. PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG. Maqosid syar’iyah (tujuan hukum islam), secara bahasa maqosid syar’iyah terdiri dari 2 kata yaitu

DAFTAR PUSTAKA

o Buku karangan Syeh Muhammad Sultoan

o Kitab AC Muhufagot_Imam Assyathibi

o Efendi,Satria.Ushul Fiqih.(Jakarta)

o http:// Aden Muzakki /

21