lamaismail.files.wordpress.com · web viewartinya jika proyek tidak memperoleh keuntungan, para...
TRANSCRIPT
Tugas SOBS
Nama : Ruhullah Ismail
APLIKASI PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan
seluruh modal (100%), sedangkan pihak lannya sebagai pengelola usaha
(mudharib). Keuntungan usaha yang di dapatkan dari akad mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan biasanya dalam bentuk
persentase.
Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian itu
ditanggung oleh shahibul maal sepanjang kerugian itu bukan akibaty kelalaian
mudharib. Sedangkan mudharib menanggung kerugian atas upaya, jerih payah dan
waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun, jika kerugian
diakibatkan karena kelalaian mudharib, maka mudharib harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.
A. Syarat Sah Mudharabah
Syarat Aqidani: Disyaratkan bagi orang yang akan melakukan akad adalah ahli
dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta
pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan
harus muslim. Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang
kiafir yang dilindungi di n egara Islam.
Syarat Modal : Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham atau
sejenisnya, yakni segala sesuatu yang memungkinkan dalam perkongsian.
Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran. Modal harus ada,
bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat akad. Modal harus
diberikan kepada pengusaha (mudharib).
B. Syarat-syarat Laba
Laba harus memiliki ukuran
Laba haruis berupa bagian yang umum (masyhur)
C. Jenis-Jenis Mudharabah
Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud di sini adalah bentuk kerja sama antara pemilik modal
(shahibul mal) dan pengelola (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam
pembaqhasan fiqh ulama salafus shaleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan
if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahib ul mal ke mudharib yang
member kekuasaan sangat besar.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah jenis ini disebut juga dengan istilah restricted mudharabah /
specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib
dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan
ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam
memasuki jenis dunia usaha.
D. Aplikasi Dalam Perbankan Syariah
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al mudharabah diterapkan pada:
Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,
seperti tabungan haji, tabungan kurban dan sebagainya
Deposito special (special investmen), dimana dana yang dititipkan nasabah
khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabah saja atau ijarah saja.
E. Manfaat Mudharabah
Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat
Bank tidaki berkewajiban membayar bagi hasil kekpada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga
tidak akan pernah mengalami negative spread.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas
usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal,
aman dan menguntungkan karena keuntnungan yang konkret dan benar-benar
terjadi itulah yang akan dibagilan.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap
dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah
bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
F. Resiko Mudharabah
Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan
dalam kontrak
Lalai dan kesalahan yang disengaja
Penyembunyian keuntnungan oleh nasabah bila nasab ahanya tidak jujur.
G. Landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan.
1. Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank.
Aplikasinya dalam perbankan syariah adalah:
a) Tabungan berjangka yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus seperti tabungan qurban, tabungan pendidikan anak, dan
sebagainya.
Sistem atau teknisnya adalah nasabah penabung memiliki ketentuan-ketentuan
umum yang ada pada bank seperti syarat-syarat pembukaan, penutupan
rekening, mengisi formulir, menyertakan fotokopi KTP, specimen tanda
tangan, dan lain sebagainya.
Lalu menyebutkan tujuan dia menabung, misal untuk pendidikan anaknya, lalu
disepakati nominal yang disetor setiap bulannya dan tempo pencairan dana.
Pada praktiknya, dana akan cair pada saat jatuh tempo plus bagi hasil dari
usaha mudharabah. Secara kenyataan di lapangan, pihak bank bisa langsung
memberikan hasil mudharabah secara kredit tiap akhir bulan.
b) Deposito biasa
Ketentuan teknisnya sama seperti ketentuan umum yang berlaku di semua
bank. Pada produk ini, pihak penabung bertindak sebagai shahibul maal
(pemodal) dan pihak bank sebagai mudharib (amil). Pada praktiknya harus ada
kesepakatan tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar modal
(dana) dapat diputarkan. Sehingga ada istilah deposito 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan, dan 12 bulan.
Juga dibicarakan nisbah (persentase) bagi hasilnya dan biasanya dana akan
cair saat jatuh tempo.
c) Deposito khusus (special investment)
Di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu.
Keumuman bank syariah tidak menerapkan produk ini.
H. Tinjauan hukum syar’i
Secara hukum syar’i, akad yang tertuang dalam formulir yang
disediakan pihak bank cukup transparan dan lahiriahnya tidak ada masalah.
Akad antara penabung dan bank syariah adalah riba/terlarang dengan alasan:
Pinjaman tersebut mengandung unsur bunga, dalam hal ini adalah bagi
hasil yang dicapai. Hakikatnya adalah penabung memberi pinjaman
kepada pihak bank dengan syarat bunga dari persentase bagi hasil.
Inilah hakikat dari riba jahiliah yang dikecam dalam Islam.
Kerugian ditanggung mudharib (bank ini menyalahi prinsip
mudharabah yang syar’i seperti telah diuraikan sebelumnya. Kerugian
modal yang terjadi pada usaha mudharabah murni ditanggung modal
bukan amil/mudharib.
Pihak bank terjatuh pada asuransi bisnis yang diharamkan dalam Islam.
I. Akad mudharabah antara bank dan nasabah peminjam
Pada umumnya banyak bank syariah yang tidak mengalokasikan dana
pembiayaan ke produk mudharabah dikarenakan risiko yang cukup tinggi, di
antaranya:
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana itu tidak seperti yang disebut
dalam akad
b. Lalai dan kesalahan nasabah yang disengaja
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila dia tidak jujur.
Bank syariah lebih banyak mengalokasikan pembiayaan-pembiayaan ke
produk murabahah.Pihak bank akan mengadakan akad dengan skema mudharabah
dengan masalah melalui proses yang cukup ketat, di antaranya:
Melihat reputasi nasabah dalam dunia usaha
Melakukan pembiayaan pada usaha-usaha yang dapat diprediksi
pendapatannya seperti:
mudharabah dengan koperasi yang melakukan akad murabahah untuk
memenuhi kebutuhan karyawannya.
mudharabah dengan pihak yang bergerak di bidang rental officer.
Untuk usaha-usaha yang kurang bisa diprediksi pendapatannya, seringkalinya
dialihkan ke akad murabahah. Pada akad mudharabah ini pihak bank bertindak
sebagai shahibul maal (pemodal) dan nasabah sebagai mudharib (amil)
Saat akad, nasabah dan bank melakukan kesepakatan tentang :
• Biaya yang dikeluarkan
• Nisbah (persentase) bagi hasil
Secara umum akad mudharabah yang terpapar di atas tidak ada masalah sebab
akadnya adalah mudharabah dan keuntungan diambil dari laba usaha menggunakan
nisbah (persentase). Sedangkan pada bank konvensional menggunakan akad qiradh
(pinjaman) dengan syarat bunga yang ditetapkan. Ini jelas riba jahiliah yang dikecam
dalam Islam.
Sistem Operasional Pembiayaan Mudharabah untuk Nasabah
APLIKASI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti persekutuan. Secara
etimologi as-syarikah atau al-musyarakah mengndung makna al-ikhtilāt wa al-imtijāz
yaitu percampuran. Dalam lisan al-’Arab disebutkan as-syirkah dan as-syarikah
mengandung makna yang sama mukhalatatu as-syarikaini (bercampur atau
bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.
Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin untuk
bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka.
Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa syirkah adalah hak bertindak
hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Sedangkan
mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang berupa akad yang dilakukan oleh orang-
orang yang bekerjasama dengan modal dan keuntungan. Dikemukakan pula dengan
adanya akad syirkah yang disepakati kedua belah pihak, maka semua pihak yang
mengikat diri berhak bertindak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak
mendapatkan keuntungan sesuai yang disepakati.
Jadi secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sistem musyarakah berbeda dengan sistem bunga dari berbagai aspek. Dalam
bank konvensional, bank membiayai proyek dengan sistem bunga. Hubungan bank
dengan resiko yang mungkin akan menimpa proyek dapat dipastikan tidak ada.
Tanggung jawab hanya dibebankan kepada nasabah. Artinya jika proyek tidak
memperoleh keuntungan, para peminjam tetap berkewajiban untuk mengembalikan
pokok pinjaman berikut bunga kepada pihak bank. Sedangkan dalam musyarakah,
semua tanggung jawab, keuntungan dan kerugian dibagi secara adil kepada bank,
investor dan para penabung sejalan dengan kaidah fiqh : keuntungan dan kerugian
didistribusikan sesuai dengan jumlah modal yang disertakan.
A. Syarat dan Rukun Musyarakah
• Melafazakan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan
harta
• Anggota syarikat percaya mempercayai
• Mencampurkan harta yang disyarikatkan.
Adapun rukun sahnya melakukan syirkah, adalah 1.
Macam harta modal, 2. Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan. 3. Kadar
pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat.
B. Landasan Hukum
Dasar hukum syariah yang mendasari konsep musyarakah ini adalah Al-
Qur’an dan Hadits.[9] Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan dasar
akad transaksi syarikah, adalah QS. An-Nisa’ ayat 12 juga QS. Ash-Shaad ayat
24. Sedangkan Hadits-hadits Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar, adalah :
“Dari hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw. telah Bersabda, “Allah swt. telah berkata kepada saya; menyertai dua pihak
yang sedang berkongsi selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang
lain, seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan tersebut” ( HR.Abu
Dawud no.2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim).
Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat dikatakan
bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam, sebagai dasar
hukumnya telah jelas dan tegas.
Landasan hukum positif tentang musyarakah ini diatur dalam Undang-Undang
No.10 Tahun 1998 dengan aturan pelaksana Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b.
sebagaimana dijabarkan dalam lampiran 6, juga terdapat dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000.
C. Jenis-jenis al-musyarakah
a. musyarakah pemilikan (syirkat al-amlak): yaitu persekutuan
(kerjasama partnership) antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah
satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan. musyarakah ini dapat
tercipta karena warisan, wasiat, hibah, jaul beli atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
Musyarakah pemilikan ini oleh ahli fiqh dibagi lagi menjadi dua:
(1) Syirkah ikhtiyar atau perserikatan yang dilandasi pilihan orang
yang berserikat, contoh: dua orang sepakat berserikat membeli suatu
barang atau mereka menerima harta pemberian (hibah, wasiat, wakaf
dsb) maka harta yang mereka beli atau terima secara berserikat
menjadi harat serikat bagi mereka berdua, karena perserikatan muncul
akibat tindakan hukum kedua orang berserikat tersebut.
(2) Syirkah ijbari (perserikatan yang muncul secara paksa bukan atas
keinginan orang yang berserikat); yaitu sesuatu yang ditetapkan
menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak mereka, seperti
harta warisan yang diterima karena adanya kematian dari salah satu
keluarga. Status kepemilikan secara hukum menurut fukaha adalah
menjadi milik masing-masing yang berserikat sesuai haknya dan
bersifat berdiri sendiri.
b. musyarakah akad/kontrak (syirkat al-’uqud) yaitu akad kerjasama
antara dua orang atau lebih dan bersepakat untuk berserikat dalam modal dan
keuntungan.
Musyarakah akad terbagi menjadi :
(1) Syarikah Al-Mufāwadah adalah transaksi kerjasama antara dua orang
atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
(modal) dan berpartisipasi dalam kerja/usaha, masing-masing setiap pihak
membagi keuntungan dan kerugian secara sama. kata “mufawadah” adalah
“musawah” (kesamaan). Jumhur ulama (Hanafiah, Malikiah dan Hanabilah)
membolehkan dengan syarat memiliki porsi yang sama baik dalam berperan
pada modal, hutang dan pelaksanaan operasional. Sementara Syafi’iah tidak
membolehkan, karena ada percampuran pada modal, menurutnya keuntungan
merupakan, sehingga tidak boleh ada perserikatan pada hasil (cabang) kalau
tidak ada persekutuan pada asalnya.
(2) Syarikah Al-‘Inām adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana
setiap pihak memberikan porsi dari kesulurahan dana dan berpartisipasi dalam
kerja, dengan kesepakatan berbagi dalam keuntungan dan kerugian. Bagian
masing-masing pihak tidak harus selalu sama, sesuai dengan kesepakatan
mereka.
Ulama fiqh secara ijma’ (konsensus) membolehkan bentuk transaksi seperti
ini. Landasannya, Rasulullah saw pernah melakukan kerjasama seperti ini
dengan Al-Saib bin Syarik kemudian para sahabatnya melegitimasi kerjasama
tersebut. Namun para ulama fiqh klasik memberikan ketentuan-ketentuan yang
berpariasi dalam kerjasama tersebut: Hanabilah: hanya membolehkan dalam
syaraikah al-abdan (badan) dan syarikah al-maal (harta); Malikiah:
mensyaratkan adanya izin bertindak atas nama kerjasama tersebut dari ke dua
pihak; Hanafiah: mensyaratkan adanya ijab-qabul untuk menjadi
representative, sehinga ada amanah dalam mengembangkan usaha (modal)
kerjasama tersebut.
(3) Syarikah Al-‘Amâl adalah kontrak kerja sama antara dua orang sepropesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan, seperti
kerjasama para dokter, advokasi, dan kerjasama seprofesi lainnya. Kerjasama
ini sering juga disebut “syarikah al-abdân” atau “syarikah ash-shanâi’”.
Malikiah: mensyaratkan adanya kesepakatan dalam jenis usaha dan tempat
kerja;
Ulama klasik lainnya: tidak menetapkan syarat semacam itu, namun Hanafiah:
menganggap tidak boleh melakukan kesepakatan kerjasama semacam ini
untuk amlak ‘ammah (fasilitas umum) dan bahkan mereka cenderung
mengkategorikannya sebagai syarikah al-mufawadah.
(4) Syarikah al-Wujuh adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih
yang tidak memiliki modal, namun memiliki “reputasi dan prestise baik” atau
ahli dalam bisnis. Dengan reputasi dan prestise itu, ia membeli barang dengan
bentuk kredit lalu menjualnya secara tunai. Hasil (keuntungan dan kerugian)
dari kerjasama tersebut dibagi berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang
disediakan oleh setiap mitra. Kontrak kerjasama seperti ini tidak memerlukan
modal, karena hanya didasarkan atas kepercayaan dan jaminan tersebut.
Kerjasama seperti ini lazim disebut sebagai syarikah al-mafâlis (syarikah
piutang).
(5) Syarikah Al-Mudhārabah adalah bagian dari kontrak kerjasama yang
banyak dipraktikan diberbagai lembaga keungan dan aktifitas perekonomian
syraiah, karena kerjasama ini lebih mengacu pada profit and loss sharing, di
mana pihak pemodal (rabbul maal) memberikan
modal kepada pengusaha (mudharib) supaya dapat mengelolanya dalam
bisnis. Keuntungan dibagi di antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan
yang telah ditetapkan.
Pembiayaan secara musyarakah memiliki banyak manfaat, diantaranya:
Bank akan menikamati peningkatan dalam jumalah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
Bank tidak berkewajiban membayar dalam dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil
usaha bank, sehingga bank tidak pernah mengalami negative/spread.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow / arus kas
usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman dan menguntungkan, karena keuntungan yang riil dan
benar-benar terjadi itulah yang dapat dibagikan.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap, dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah),
bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
RUKUN DAN KETENTUAN SYARIAH dalam AKAD MUSYARAKAH
1. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :
a. Pelaku terdiri dari para mitra
b. Objek musyarakah berupa modal dan kerja
c. Ijab qabul
d. Nisbah keuntungan (bagi hasil)
2. Ketentuan syariah
a. Pelaku : mitra harus cakap hokum dan baligh
b. Objek musyarakah harus :
Modal :
Modal yang diberikan harus tunai
Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset
perdagangan a tau asset tak berwujud seperti hak paten dan
lisensi.
Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka
harus ditentukan nilai tunainy aterlebih dahulu dan harus
diseoakati bersama.
Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
Kerja :
Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra’
Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak
harus sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta
bagian keuntungan lebih besar.
c. Ijab qabul
Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling
ridha antara para pelaku akad.
d. Nisbah
Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai
proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi
keuntungan.
Sistem Operasional pembiayaan Musyarakah untuk Nasabah
Sistem Operasional pembiayaan Musyarakah untuk pada Bank