wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · warta pengantar redaksi...

20

Upload: duongtuyen

Post on 30-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,
Page 2: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Warta

Pengantar Redaksi Daftar Isi

ISSN 0216-4427

Penelitian dan Pengembangan PertanianVolume 40 No. 4, 2018

Peta Spasial SDG Berbasis Web-GIS sebagai Sistem Peringatan Dini Pemantauan Sumber Daya Genetik di Daerah 1

Meningkatkan Produktivitas Bawang Putih Unggul Nasional 4

Penderasan Teknologi Balitbangtan Melalui Inovasi Kelembagaan Usaha Tani Berbasis Korporasi Petani 6

Respon Positif Petani Terhadap Teknologi Salibu 8

Profil Biomas Tanaman Kecundang (Tacca leontopetaloides) sebagai Bahan Pakan Kelinci 10

Minyak Cabai, Salah Satu Solusi Mengatasi Harga Cabai yang Jatuh Ketika Panen Raya 12

Penggunaan Fosfat Alam pada Lahan Kering Masam Prospektif? 14

AP-S100, Pompa Air Bertenaga Hybrid 17

Sumber daya genetik (SDG) merupakan aset penting yang dimiliki oleh suatu negara, tak terkecuali bagi Indonesia sebagai pemilik SDG terbesar kedua di dunia. Diperlukan pengelolaan yang baik agar SDG yang dimiliki dapat terus diwariskan ke generasi mendatang, salah satunya melalui peta spasial berbasis web-GIS sebagai sistem informasi kekayaan SDG di setiap daerah. Penerapan teknologi berupa teknis budi daya, alat dan mesin pertanian (alsintan), pasca panen, dan peran kelembagaan pertanian yang baik dapat menjadi pendorong dalam upaya peningkatan produktivitas komoditas nasional. Misalnya strategi peningkatan produktivitas bawang putih melalui paket teknologi budi daya atau teknologi salibu untuk tanaman padi yang mendapatkan respon positif dari petani. Lahan marginal sekalipun dapat bermanfaat melalui sentuhan teknologi seperti aplikasi fosfat alam pada lahan kering masam. Dari aspek pascapanen, penggunaan biomassa tanaman kecundang dapat diformulasikan menjadi pakan kelinci atau pengolahan cabai menjadi produk yang mampu mengatasi harga cabai segar yang seringkali jatuh saat panen raya. Pompa hybrid AP-S100 sebagai teknologi alsintan juga sangat diperlukan bagi petani khususnya wilayah yang sistem pengairan pertaniannya terbatas. Tak kalah penting, keberadaan kelembagaan menjadi salah satu upaya penderasan teknologi Balitbangtan berbasis korporasi petani. Redaksi

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian diterbitkan enam kali dalam setahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pengarah: Muhammad Syakir; Tim Penyunting: Retno Sri Hartati Mulyandari, Istriningsih, Nuning Nugrahani, Sri Hartati, Sofjan Iskandar, Syahyuti, Sri Utami, Tri Puji Priyatno, Miskiyah, Wiwik Hartatik, Achmad Subaidi; Ika Djatnika; Ronald Hutapea; Penyunting Pelaksana: Morina Pasaribu, Siti Leicha Firgiani, Ujang Sahali Tanda Terbit: No. 635/SK/DITJEN PPG/STT/1979; Alamat Penyunting: Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Jalan Salak No. 22, Bogor 16151, Telepon: (0251) 8382567, 8382563, Faksimile: (0251) 8382567, 8382563, E-mail: [email protected]. Selain dalam bentuk tercetak, Warta tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara on-line pada http://www.bpatp.litbang.pertanian.go.id

Redaksi menerima artikel tentang hasil penelitian serta tinjauan, opini, ataupun gagasan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi, dan jasa serta berita-berita aktual tentang kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Artikel disajikan dalam bentuk ilmiah populer. Jumlah halaman naskah maksimum 6 halaman ketik dua spasi.

Foto sampulBawang Putih varietas Tawangmangu Baru

Page 3: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 1

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

kedua tertinggi (mega-biodiversity country) setelah Brasil, dan berada di urutan pertama jika termasuk keanekaragaman hayati di laut. Hal ini tidak terlepas dari keragaman ekosistem alami Indonesia yang mampu menciptakan lingkungan tumbuh atau lazim dikenal sebagai ekosistem yang spesif ik bagi beragam flora dan fauna. Namun kelimpahan sumber daya hayati yang di dalamnya ada sumber daya genetik (SDG), saat ini belum terkelola secara optimal. Selama ini pengelolaan SDG masih bersifat parsial l intas lembaga antara pemerintah dan non-pemerintah bahkan perorangan. Kelimpahan SDG merupakan keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki negara lain sebagai sumber pangan, pakan, dan energi. Catatan sejarah revolusi hijau di Asia yang

Peta Spasial SDG Berbasis Web-GIS sebagai Sistem Peringatan Dini Pemantauan Sumber Daya Genetik di Daerah

dimulai pada awal tahun 1950-an tidak lepas dari konstribusi SDG padi asal Indonesia untuk perakitan padi umur genjah, produktivitas tinggi, dan responsif pupuk nitrogen dosis tinggi, yaitu padi IR8. Padi IR8 yang dirakit dari hasil persilangan antara padi varietas lokal ‘Peta’ asal Indonesia dengan padi cebol (dwarf) ‘De Go Wo Gen’ asal Taiwan memiliki daya hasil 200–300% lebih tinggi dibandingkan tetua asalnya. Perakitan padi tipe baru hasil genepool juga menggunakan sejumlah besar SDG padi asal Indonesia. Salah satu SDG padi yang digunakan tersebut, yaitu varietas lokal Daringan, yang ternyata diketahui memiliki gen yang dapat meningkatkan produktivitas padi melalui efek pleotropik pada arsitektur tanaman. Gen tersebut memiliki nama gen SPIKE (Spikelet Number). Gen ini ditemukan dan dipatenkan oleh peneliti Jepang

bersama beberapa peneliti dari Indonesia yang melakukan penelitian di IRRI. Padi-padi yang diintroduksi dengan gen SPIKE akan mampu meningkatkan produktivitasnya antara 13–36%. Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana status varietas Lokal Daringan yang berasal dari Jawa Timur ini. Apakah masih ada ditanam oleh petani-petani setempat, atau bahkan mereka pun sudah tidak tahu jika ada varietas lokal yang bernama Daringan? Oleh karena itu, aset SDG yang sangat penting tersebut harus dikelola secara baik untuk dimanfaatkan oleh generasi sekarang maupun mendatang. Sejumlah koleksi SDG padi, jagung dan serealia lainnya, serta aneka kacang dan umbi tersimpan secara baik di bank gen Balitbangtan yang ada di BB Biogen. Semua material genetik yang terkonservasi di bank gen secara ex situ ini dijamin kelestariannya dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan u n t u k m e n d u k u n g p ro g r a m pemuliaan. Namun konservasi secara ex situ memerlukan investasi finansial dan tenaga yang besar seh ingga d ipandang be lum mampu berkonstribusi maksimal dalam pelestarian SDG. Sehingga konservasi on-farm atau populer dikenal sebagai konservasi lekat-lahan masing dipandang perlu dalam rangka efektivitas dan efisiensi kegiatan pengelolaan SDG. Sampai

Tahukah anda seberapa banyak kekayaan sumber daya genetik (SDG) yang dimiliki daerah anda? Ada berapa jenis padi, jagung, ubi jalar, ubi

kayu, anggrek, manggis, jeruk, pisang, dan durian yang dapat ditemukan di wilayah anda? Semua informasi tersebut dapat diperoleh di peta spasial SDG berbasis web-GIS di situs www.bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/sdgp/.

Ternyata begitu banyak SDG yang kita miliki dengan nama-nama lokal yang mungkin asing bagi generasi milenial, sudah sulit untuk ditemukan di daerah asalnya, atau bahkan sudah punah. Peta ini memberikan informasi kekayaan SDG di setiap daerah, meningkatkan kepedulian terhadap aset

yang dimiliki, berupaya memanfaatkan potensinya, dan melakukan langkah-langkah pengelolaan agar tidak punah dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang untuk menghadapi berbagai tantangan.

Page 4: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

2 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Konsep penyusunan peta SDG.

saat ini belum ada mekanisme baku dan formal untuk memonitor dan memberikan peringatan dini terhadap situasi status SDG di suatu wilayah. Padahal sistem ini diperlukan supaya kita bisa mengambil aksi yang tepat untuk mencegahnya. Terkait dengan hal ini, tim peneliti BB Biogen bekerja sama dengan peneliti dari BBSDLP telah memprakarsai pembuatan peta spasial berbasis Geographic Information System dalam format website (Web-GIS). Peta spasial dibuat berdasarkan data paspor koleksi SDG tanaman pangan yang telah dikoleksi sejak tahun 1969 hingga 2009. Peta dirancang dalam bentuk media interaktif yang mudah diakses oleh pengguna dan para pemangku kepentingan. Peta spasial juga memiliki fasilitasi updating data secara berkelanjutan berkenaan dengan status SDGP di tingkat daerah, sehingga informasi yang ditampilkan merupakan informasi terkini yang dapat dijadikan acuan dalam mengambil langkah-langkah kebijakan pengelolaan SDG yang lebih baik.

Penyusunan Peta Spasial

Penyusunan peta spasial mulai dilakukan pada tahun 2009 dengan menggunakan data paspor SDG padi 1.327 aksesi, ubi kayu 94 aksesi, dan ubi jalar 1.289 aksesi yang mencakup data jenis, varietas, golongan, dan koordinat lokasi SDG. Koleksi SDG tanaman pangan di bank gen memiliki data paspor yang lengkap dan tersimpan dalam database. Koleksi SDG tersebut berasal dari hasil eksplorasi SDG tanaman pangan sejak tahun 1969 hingga 2009. Koordinat lokasi SDG dalam data paspor dibuat hingga tingkat desa tanpa mencantumkan posisi GPS-nya. Data tersebut ditautkan ke data spasial melalui analisis/proses di dalam sistem informasi geografis menggunakan peta rupa bumi skala

1:250.000 yang disesuaikan dengan peta digital administrasi desa milik BAPENNAS dan BPS sehingga posisi sebaran SDG disetiap wilayah tergambarkan secara akurat. Pada akhir tahun 2015, profil aksesi SDG yang dientri ke dalam sistem semakin bertambah, baik dari jumlah aksesi maupun jenis SDG-nya. Bahkan tidak hanya dari koleksi SDG tanaman pangan tetapi juga beberapa SDG komoditas hor t ikul tura seper t i anggrek, manggis, durian, pisang, bawang merah, dan jeruk (Tabel 1). Semua data dan informasi SDG yang terdapat dalam peta spasial dapat diakses secara open public dari laman web www.bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/sdgp.

Tampilan Peta Spasial SDG

Peta SDG ini memiliki tampilan yang cukup sederhana. Begitu pengguna membuka web tersebut akan muncul halaman peta Indonesia dan beberapa menu yang digunakan untuk menampilkan data spasial yang ada. Peta spasial memiliki 10 tampilan peta dasar rupa bumi yang berbeda, yaitu topographic, imagery, imagery with labels, streets, dark gray canvas, light gray canvas, national geographic, terrain with

labels, oceans, dan open street map. Pengguna dapat memilih jenis sesuai keperluan pada basemap. Untuk menampilkan peta sebar setiap jenis SDG, pengguna dapat mengklik jenis-jenis SDG yang ada di menu sebelah kiri peta atau di menu more yang bersebelahan dengan basemap.

Misalnya ketika kita mengklik jenis peta imagery with labels untuk SDG padi akan muncul tampilan seperti pada gambar. Selain rupa bumi, ada scaters yang menunjukkan lokasi asal aksesi SDG yang koleksinya tersimpan di bank gen. Jika cursor

Tabel 1. Aksesi SDG tanaman pangan dan hortikultura yang sudah dientri dalam peta spasial berbasis GIS.

No. Komoditas Jumlah aksesi

1. Padi 4.088

2. Jagung 523

3. Ubi jalar 1.291

4. Ubi kayu 428

5. Umbi minor

459

6. Anggrek 736

7. Manggis 74

8. Durian 52

9. Pisang 149

10. Bawang Merah

55

11. Jeruk 233

Page 5: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 3

diarahkan pada scaters tersebut akan muncul data paspor SDG. Peta dapat diunduh dan disimpan dalam format *.shp dan *.kmz. Untuk membuka dan menampilkan file dalam format *.shp, pengguna harus menggunakan software ArchView, ArchGIS, atau software lainnya yang setara. Sedangkan file dengan format *.kmz dapat dibuka dengan software Google Earth yang tersedia dan dapat diunduh secara gratis via internet.

Melalui peta spasial ini, pengguna dapat mengetahui status terkini sebaran SDG tanaman pangan dan hortikultura di masing-masing daerah. Ribuan data yang dientri ke dalam database peta spasial memil ik i informasi yang jelas tentang nama lokal setiap aksesi SDG, asal desa, kecamatan, dan kabupaten SDG tersebut dikoleksi, dan karakter umum yang menjadi penciri SDG. Dari 4.088 aksesi SDG padi yang ada di peta spasial, koleksi terbanyak berasal dari Pulau Kalimantan (1.407 aksesi) dan Pulau Jawa (1.354 aksesi) diikuti oleh Pulau Sumatera (924 aksesi), Pulau

Sulawesi (229 aksesi), Bali dan Nusa Tenggara (152 aksesi), serta Maluku dan Papua (22 aksesi). Untuk SDG ubi jalar, koleksi terbanyak berasal dari Pulau Jawa (365 aksesi) diikuti Papua (315 aksesi), Bali dan Nusa Tenggara (292 aksesi), serta Sumatera (61 aksesi). Dengan informasi yang diperoleh pengguna dari peta spasial ini akan dapat mengetahui kondisi SDG tersebut di lapang, apakah masih ada, dimanfaatkan dengan baik, atau justru sudah punah dan tidak pernah diketahui sama sekali. Sebagai contoh di Jawa Barat ada SDG padi dengan nama Hawara Bogor, Hawara Kaos, Hawara Kawung, Tjere Kebo, Geyot, Haur Geulis, Mancrit Beureum, dan Mancrit Bodas. Nama-nama yang asing bagi generasi milenial. Bahkan mungkin juga tidak pernah dikenal oleh yang lahir antara tahun 1960–1990-an. Kalau namanya saja sudah asing di telinga generasi saat ini, apakah dapat dipastikan material genetik padi tersebut dapat ditemukan lagi di lapang? Sebenarnya Peta spasial SDG berfungsi sebagai

i n fo r mas i awa l da lam ear l y warning system pengelolaan SDG di daerah. Pengguna dan para pemangku kepent ingan yang mendapatkan informasi tersebut perlu mengecek keberadaan SDG di daerahnya masing-masing, kemudian melakukan langkah-langkah pengelolaan aset SDG yang dimilikinya agar terhindar dari kepunahan. Peta spasial SDG juga dapat berfungsi sebagai langkah awal penyusunan database SDG yang lebih komprehensif. Kalau saat ini data yang dientri masih terbatas pada data paspor dan karakter umum, ke depan data karakter yang menjadi penciri sifat unggul setiap aksesi SDG, baik data hasil phenotyping maupun genotyping, dapat diintegrasi ke dalam sistem database peta spasial. Sehingga informasi yang ada di peta spasial akan bermanfaat bagi para pemulia dalam program perakitan varietas unggul. Sistem updatingnya pun akan dibuat lebih terbuka dengan menambahkan fasilitas menu open submission agar semua pengguna dapat terlibat secara aktif dalam memberikan informasi status pengelolaan SDG di Indonesia. Dengan ini diharapkan pengelolaan SDG di setiap daerah menjadi lebih optimal dan dapat menembus hambatan akses SDG lintas lembaga pengelola yang mungkin ada selama ini.

Andari Risliawati dan Karden Mulya

Balai Besar Litbang Bioteknologi dan

Sumber Daya Genetik Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor

Telepon : (0251) 8337975

Faksimile : (0251) 8338820

E-mail : biogen.balitbangtan@gmail.

com

Tampilan peta spasial SDG padi wilayah Pulau Kalimantan dan Jawa.

Page 6: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

4 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Saat ini, kebutuhan nasional akan bawang putih diperkirakan

telah mencapai angka 500 ribu ton per tahun. Namun, produksi bawang putih nasional selama lima tahun terakhir masih menunjukkan kisaran antara 17–22 ribu ton. Nilai tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kisaran angka produksi nasional pada tahun 2000–2005 yang berada pada rentang antara 28.000 ton–59.000 ton. Perubahan angka produksi bawang putih tersebut tentunya tak lepas dari fakta di lapang bahwa luasan lahan pertanaman bawang putih telah mengalami degradasi semenjak tarif impor bawang putih diturunkan menjadi 5% pada tahun 1996. Sebagai akibatnya, harga bawang putih impor menjadi lebih murah dibandingkan bawang putih lokal, sehingga gairah petani untuk menanam bawang putih semakin menurun, sehingga kisaran luas areal pertanaman bawang putih berada pada angka 1.900–2.700 hektar dalam kurun waktu 2013–2018. Selain masalah tersebut, produktivitas bawang putih nasional juga masih sangat rendah bila dibandingkan dengan produktivitas bawang putih di negara lain seperti China. Produktivitas bawang putih rata-rata di China yaitu 25,3 ton umbi basah/ha, sedangkan produktivitas bawang putih di Indonesia saat ini hanya sebesar 8,7 ton umbi basah/ha. Dengan kisaran susut panen

Meningkatkan Produktivitas Bawang Putih Unggul NasionalProduktivitas bawang putih di Indonesia saat ini hanya 8,7 ton umbi basah/

ha dengan kisaran susut panen 40%. Upaya peningkatan produktivitas bawang putih perlu dilakukan untuk menuju swasembada bawang putih

melalui ekstensifikasi, penggunaan varietas yang tepat, aplikasi pemupukan yang tepat, serta pengelolaan pascapanen.

sebesar 40%, tentunya jumlah ini tidak akan mencukupi kebutuhan nasional kita akan bawang putih.

Berdasarkan hasil survey Tim Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur di lapang, upaya ekstensifikasi dan intensifikasi produksi dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi bawang putih. Upaya ekstensifikasi dapat ditempuh melalui penambahan luas areal tanam bawang putih, sedangkan upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui penggunaan varietas serta aplikasi jenis dan dosis pemupukan yang tepat.

Ekstensifikasi Areal Pertanaman

Melalui program swasembada bawang putih, pemerintah telah menetapkan target pertanaman bawang putih pada tahun 2019 harus mencapai 73 ribu hektar dengan rincian 60 ribu hektar di antaranya disasar untuk memproduksi bawang konsumsi, sedangkan seluas 13 ribu

hektar digunakan sebagai lahan produksi calon benih, Dengan asumsi produktivitas umbi kering mencapai 5 ton per hektar, pemerintah berharap kebutuhan nasional bawang putih akan dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri.

Sebagai langkah awal untuk mendukung program ini, BPTP Jawa Timur telah melakukan pertanaman calon benih bersertifikat seluas 4,25 hektar pada tahun 2017 dan akan ditingkatkan menjadi 16 hektar pada 2018. Mengambil areal pertanaman yang berlokasi di beberapa kabupaten yang pernah menjadi sentra produksi bawang putih, BPTP Jatim berharap agar upaya ekstensifikasi yang dilakukan secara bertahap ini dapat membangkitkan kembali kejayaan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu sentra produksi bawang putih di Indonesia. Dengan demikian produksi bawang putih di tingkat nasional akan dapat meningkat secara berkesinambungan.

Penggunaan Varietas yang Tepat

Salah satu upaya yang dapat ditempuh dari segi intensifikasi produksi adalah penggunaan var ietas yang tepat. Saat in i terdapat lima jenis bawang putih yang telah dilepas oleh Pemerintah Indonesia sebagai varietas unggul nasional, yaitu varietas spesifik lokasi dengan performa yang bagus pada suatu lingkungan tertentu, namun pada lingkungan yang berbeda akan menampakkan performa yang kurang optimal. Ketinggian tempat merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai acuan

Areal Pertanaman Varietas Lumbu Kuning oleh BPTP Jawa Timur.

Page 7: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 5

lingkungan. Karena secara langsung akan menentukan kondisi agroklimat yang akan mempengaruhi efisiensi metabolisme tanaman.

Varietas Lumbu Putih merupakan contoh var ie tas yang cocok ditanam di daerah dataran rendah dengan kisaran ketinggian 6–200 mdpl. Varietas yang berpotensi hasil 4–8 ton/ha umbi kering/ha ini memiliki umur panen 100–110 hst. Untuk dataran medium hingga tinggi dengan ketinggian 600–900 mdpl, varietas Lumbu Kuning merupakan varietas yang tepat untuk dikembangkan dengan potensi hasil hingga 6–8 ton/ha umbi kering dan umur panen 105–116 hst setelah tanam. Sedangkan untuk dataran tinggi (> 900 mdpl), terdapat beberapa pilihan varietas yang dapat dikembangkan dengan potensi hasil antara 8–12 ton/ha umbi kering, yaitu Lumbu Hijau, Tawangmangu Baru serta Sangga Sembalun. Perlu diperhatikan bahwa varietas bawang putih spesifik dataran tinggi akan kurang baik pertumbuhan dan produksinya apabila ditanam di dataran rendah, begitupun sebaliknya.

Aplikasi Pemupukan yang Tepat

Pemberian pupuk dengan dosis yang berimbang, luas area daun, produktivitas fotosintesis dan hasil panen bawang putih akan meningkat. Penggunaan pupuk organik berupa pupuk kandang sebagai pupuk dasar minimal 10 ton/ha sangat bermanfaat untuk meningkatkan karakter fisik, kimia maupun biologi tanah. Kondisi ini sangat potensial untuk mendukung peningkatan produksi bawang putih secara ramah lingkungan. Selain itu, penambahan jenis dan dosis pupuk kimia yang tepat pada masa pertumbuhan vegetat i f , pembentukan ser ta masa pengisian umbi juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi bawang putih. Pertanaman bawang putih oleh Bapak Bejo dari Kelurahan Kalisoro, Kecamatan Te m a n g g u n g , K a b u p a t e n Karanganyar yang berada pada ketinggian 1.200 mdpl terbukti telah mampu memproduksi 25 ton umbi basah. Di lokasi ini, petani tersebut menanam varietas Tawangmangu Baru dengan pemberian 10 ton pupuk kandang sapi sebagai pupuk

Varietas Lumbu Hijau.

Tabel 1. Hasil Survei Tim BPTP Jatim terhadap Petani Bawang Putih di 5 Lokasi yang Berbeda

PETANIALTITUDE

(mdpl)VARIETAS

APLIKASI PUPUK RASIO(Benih :

Produksi)JENIS PUPUK DOSIS

A 1.600LK

Organik 12–15 ton/ha1:10

Kimia 600 kg/ha

B 1.100LH

Organik 15–20 ton/ha1:10

Kimia 150 kg/ha

C 1.100LH

Organik 3 ton/ha1:1,8

Kimia 210 kg/ha

D 1.300 LH Kimia 150 kg/ha 1:7,5

E 1.200TB

Organik 10 ton/ha1:25

Kimia 415 kg/haKeterangan: LK= Lumbu Kuning, LH=Lumbu Hijau, TB= Tawangmangu Baru.

Varietas Tawangmangu Baru hasil produksi Pak Bejo.

dasar. Sedangkan sebagai pupuk susulan, kombinasi antara pupuk N, P dan SP 36 dengan dosis masing masing sebanyak 125 kg/ha, 150 kg/ha dan 140 kg/ha. Penggunaan pupuk N dan K pada masa pertumbuhan vegetatif sangat bermanfaat untuk merangsang pertumbuhan awal dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan organ-organ tanaman dimana termasuk di dalamnya adalah umbi. Sedangkan pemberian pupuk P pada fase pengisian umbi dapat membantu proses pematangan serta memperbesar umbi, terbukti mampu memberikan hasil produksi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produksi nasional rata-rata.

Ratih Sandrakirana dan Baswarsiati

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jawa Timur

Jalan Raya Karangploso Km.04

Malang, Jawa Timur

Telepon : (0341) 494052

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]

Page 8: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

6 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pertanian di Indonesia didominasi o l eh pe tan i dengan un i t

usaha yang relatif sempit serta kemampuan mengembangkan usaha yang masih terbatas. Hal ini disebabkan antara lain akses permodalan yang lemah, tidak adanya posisi tawar petani dalam penentuan harga, serta rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena petani belum berorientasi pasar. Selain itu, ketersediaan faktor pendukung seperti infrastruktur, lembaga ekonomi perdesaan, intensitas penyuluhan, dan kebijakan pemerintah masih perlu ditingkatkan untuk mendorong perbaikan efisiensi usaha tani, peningkatan produksi dan akses pasar. Penguatan kelembagaan petani salah satunya melalui manajemen petani dalam satu kelembagaan usaha tani berbentuk korporasi menjadi unsur yang penting dalam era globalisasi, Korporasi petani pada dasarnya merefleksikan kelembagaan petani yang profesional melalui sistem agribisnis modern yang berorientasi pasar. Dasar pemikiran pertanian korporasi adalah penerapan asas economies of scale yaitu semakin

Penderasan Teknologi Balitbangtan melalui Kelembagaan Usaha Tani Berbasis Korporasi PetaniKorporasi petani digambarkan sebagai bisnis pertanian yang mengharuskan

sistem produksi dalam skala besar yang tidak hanya bicara usaha tani atau produksi namun mencakup keseluruhan rantai agribisnis termasuk penyediaan input, mekanisasi, pengolahan, distribusi, pengangkutan,

pemasaran dan promosi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menginisiasi model pertanian korporasi berbasis komoditas,

yang bertujuan untuk penguatan kelembagaan usaha tani sekaligus diharapkan dapat menderaskan pemanfaatan teknologi Balitbangtan.

luas pengelolaan usahanya maka akan semakin efisien biayanya. Tujuan penerapan korporasi petani adalah mewujudkan pertanian yang mandiri, berdaya saing, dan berkesinambungan.

Konsep Korporasi Petani

Perwujudan model korporas i d igambarkan sebagai b isn is pertanian yang mengharuskan sistem produksi dalam skala besar, mencakup keseluruhan rantai agribisnis termasuk penyediaan input, mekanisasi, pengolahan, d i s t r i b u s i , p e n g a n g k u t a n , pemasaran dan promosi. Model ini diyakini menjadi pendekatan efekti f yang akan berdampak positif terhadap manajemen usaha pertanian yang lebih berorientasi bisnis dan memberikan peningkatan pendapatan petani.

Terdapat lima komponen penciri aktivitas petani untuk pembentukan Korporasi petani yaitu: (a) korporasi petani mengkonsolidasikan petani ke dalam suatu kelembagaan petani, (b) adanya konektivitas

korporasi dengan mitra industri pengolahan dan perdagangan modern, (c) aksesibilitasi korporasi terhadap sarana pertanian modern, (d) aksesibilitas korporasi terhadap permodalan, (e) aksesibi l i tas korporasi terhadap fasilitasi dan infrastruktur publik. Pembentukan korporasi petani membutuhkan rekayasa teknologi, rekayasa sosial, dan rekayasa ekonomi.

Balitbangtan sebagai penghasil inovasi pertanian memberikan dukungan rekayasa teknologi dalam bentuk introduksi teknologi unggul yang mampu meningkatkan efisiensi dan produksi serta penciptaan nilai tambah. Sedangkan rekayasa sosial dimaksudkan untuk mengetahui secara empiris kondisi pertanian pe rdesaan seh ingga dapa t mengenali permasalahan dan merumuskan solusi pembangunan per tanian. Rekayasa ekonomi dimaksudkan untuk pengembangan akses permodalan dan akses pasar. Ketiga upaya rekayasa ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak yang diwadahi dalam suatu sistem.

Tahapan Rancangan Inisiasi Korporasi Petani

Dalam mengembangkan korporasi petani, ada tiga tahapan kegiatan yang perlu dilalui, yaitu: (a) Tahap Penumbuhan Korporasi Pertanian. Penentuan calon lokasi, identifikasi potensi sumber daya pertaniannya,

Page 9: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 7

Konsep Model Korporasi (Diadaptasi dari Subagyono, 2017).

analisis permasalahan, potensi dan peluang pengembangan kelembagaan petani ke arah pembentukan korporasi. Selanjutnya penentuan calon petani yang diidentifikasi melalui pendekatan dengan calon local champion atau ‘penghela’ perorangan atau badan usaha yang berpotensi menjadi farm manager dan pengelola (mana je r ) ko rporas i pe tan i . Advokasi manajemen kerjasama antara local champion dengan kelembagaan petani serta introduksi inovasi produksi yang efisien dan fasilitasi peningkatan produksi dilakukan sesuai kebutuhan untuk memperkuat eksistensi inovasi teknologi dan ke lembagaan. ( b ) Ta h a p Pe n g e m b a n g a n Usaha Pertanian Korporasi . Tahap ini dilakukan melalui: (i) pembentukan korporasi ke arah badan usaha yang formal (rekayasa kelembagaan); (ii) memfasilitasi dan mendampingi kelembagaan UP korporasi untuk mendapatkan permodalan dari berbagai sumber yang memungkinkan; (iii) secara bertahap melakukan investasi bangunan, mesin pertanian, mesin pengolahan dan pengemasan yang menciptakan nilai tambah, membantu membangun jejaring kemitraan usaha; dan (iv) introduksi tekno logi sesuai kebutuhan.(c) Tahap Pemantapan Usaha Pertanian Korporasi. Pada tahap ini korporasi petani dipersiapkan untuk menjadi mandiri dengan keterlibatan

aktif berbagai pihak.

Penderasan Teknologi Balitbangtan melalui Korporasi Petani.

P e r m a s a l a h a n u t a m a y a n g dihadapi petani adalah masalah permodalan. Alternatif konsep yang dapat dilakukan antara lain dalam bentuk kemitraan bersama antara petani dan pelaku usaha. Pelaku usaha menyiapkan modal usaha tani, sementara petani menyiapkan lahan dan tenaga. Selanjutnya disepakati bahwa sebagian hasil panen tidak dibayarkan kepada petani, namun menjadi modal saham yang ditanamkan oleh petani pada pelaku usaha. Atau alternatif lain yaitu pemberian insentif berupa pengadaan sarana produksi yang disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Petani diberikan saprodi yang salah satunya dapat menjadi wahana introduksi teknologi Balitbangtan. Petani menyediakan lahan dan tenaga, selanjutnya, petani menjual hasil kepada Gapoktan, dimana pengurusnya harus berorientasi bisnis. Hasil penjualan selanjutnya dibagi tiga antara petani, Gapoktan dan penghela. Keuntungan yang d ikumpulkan o leh Gapoktan digunakan sebagai dana talangan dan dana pinjaman bergulir ke petani. Konsep korporasi petani saat ini diimplementasikan oleh Balitbangtan di Gapoktan Multi Tani

Jaya Giri, Desa Cipendawa, Pacet, Kabupaten Cianjur, dengan fokus pada komoditas hortikultura yakni cabai merah. Pemilihan kelompok tani tersebut didasarkan pada potensi leadership dan wawasan yang luas dari ketua Gapoktan, sebagai ‘penghela ’ kegiatan korporasi petani. Gapoktan tersebut memiliki empat kelompok tani dan satu kelompok wanita tani dengan jumlah anggota sekitar 200 orang dengan rata-rata kepemil ikan lahan berkisar antara 6–8 ha per kelompok. Gapoktan mengusahakan komoditas cabai yang telah dipasok secara kontinyu ke beberapa retail. Balitbangtan melakukan sosialisasi konsep dengan mengundang kelompok tani terdekat di wilayah Cianjur, yang selama ini telah bermitra sebagai pemasok produk ke Gapoktan Multi Tani Jaya Giri. Fokus sosialisasi menekankan pada manfaat berkorporasi serta stategi yang perlu dilakukan terhadap calon kooperator dari korporasi petani ini. Guna penguatan kelembagaan korporasi petani, saat ini sedang diinisiasi penerapan manajemen usaha agribisnis melalui manajemen Good Agricultural Practices (GAP), yakni introduksi teknologi ramah lingkungan Balitbangtan berupa penggunaan mulsa dan pestisida nabati, serta teknologi pascapanen dalam bentuk uji coba ozonisasi sebagai antisipasi penjualan produk saat panen melimpah. Melalui inovasi ini diharapkan dapat mendukung penguatan kelembagaan korporasi petani di Gapoktan Multi Tani Jaya Giri, serta mendukung konsolidasi petani cabai.

Lira Mailena dan Enti Sirnawati

Balai Besar Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No.10, Bogor

Telepon : (0251) 8351277

Faksimile : (0251) 8350928

E-mail : [email protected].

go.id

Page 10: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

8 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Pemanfaatan ratun (rumpun padi yang menghasilkan anakan

baru setelah panen) sudah biasa d iprak tekkan petan i , namun produksinya biasanya lebih rendah dari tanaman induk. Karena itu, diperlukan suatu teknologi agar hasil ratun dapat sama atau tidak jauh berbeda dari tanaman induknya. Sebuah metode perbaikan dari s istem ratun dikenal dengan “Teknologi Salibu”.

Te k n o l o g i S a l i b u b e l u m banyak diadopsi o leh petani sehingga diperlukan berbagai m e t o d e p e n y u l u h a n u n t u k mendiseminas ikannya. Pada MK 2017 di Kebun Percobaan Kuningan (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi), telah dilaksanakan demonstrasi plot budidaya Salibu dengan varietas Inpari 19, IR 64, dan Situ Bagendit. Pada saat panen, tanah dipertahankan dalam kapasitas lapang (tidak kering). Setelah panen, tanaman dibiarkan selama 7–10 hari kemudian dilakukan pemotongan pendek 3–5 cm dari permukaan tanah. Tunas-tunas (anakan) baru akan muncul dari bekas tunggul yang telah dipotong. Apabila ada yang tidak tumbuh dilakukan penyulaman dengan membelah anakan yang tumbuh tersebut. Perawatan tanaman selanjutnya seperti penyiangan dan pemupukan dilakukan sama seperti tanaman dengan teknologi tanam pindah biasanya.

Respon Positif Petani terhadap Teknologi Salibu

Teknologi Salibu merupakan budi daya padi dengan terobosan baru yang sederhana, efisien dan murah. Petani hanya cukup sekali tanam,

selanjutnya bisa panen beberapa kali. Guna mengenalkan teknologi Salibu, petani dilibatkan langsung dalam proses implementasi teknologi di lapangan

dan ternyata Salibu mendapat respon positif dari petani.

Keragaan Tanaman Salibu

Hasil dari Demplot memperlihatkan bahwa postur tanaman secara umum lebih rendah. Sesuai dengan deskripsi varietas, tinggi tanaman IR 64 adalah 85 cm, Inpari 19 lebih tinggi yakni 102 cm, dan Situ Bagendit bervariasi pada range 99–105 cm. Namun, pada pertanaman dengan teknologi Salibu, ketiga var ietas menunjukkan postur tanaman yang lebih rendah dari deskripsi varietas atau dari tanaman induknya. Sementara dari sisi anakan, jumlah anakan yang dicapai IR 64 lebih banyak dibanding Inpari 19 dan Situ Bagendit. Berdasarkan perkembangan jumlah anakan, ketiga varietas memiliki jumlah anakan yang tergolong banyak. Karakter yang muncul dari suatu

varietas merupakan interaksi antara genetik dan lingkungan. Dengan genetik yang lebih unggul ditunjang lingkungan yang mendukung, akan memberikan karakter (penampilan) yang lebih baik.

Respon Petani

Tingkat adopsi suatu teknologi oleh petani dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis inovasi teknologi, karakteristik lingkungan, dan karakteristik individu petani. Secara teoritis, alasan petani belum atau tidak menerapkan teknologi dapat disebabkan oleh persepsi yang belum positif tentang teknologi, atau karena petani belum menerima informasi yang cukup tentang inovasi teknologi tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan serangkaian informasi respon petani terhadap budi daya padi dengan Teknologi Salibu. Respon petani terhadap teknologi ini sangat penting sebagai informasi awal untuk percepatan proses adopsi teknologi. Kecepatan adopsi

Tinggi tanaman pada beberapa varietas yang diuji, KP Kuningan 2017.

Page 11: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 9

(a)Pemotongan tunggul (a).

(b)Hasil pemotongan (b).

(c)Tunas baru(c).

teknologi oleh petani dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya umur, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan, keberanian mengambil risiko, dan sumber informasi.

Survei di lakukan terhadap petani di sekitar KP Sukamandi dengan wilayah geografis berada di Desa Sukamulya, Cigadung, dan Cileuleuy. Responden dibagi atas tiga kelompok umur, yakni berumur < 40 tahun sejumlah 14,3%; 41–60 tahun sejumlah 57,1%; dan petani > 60 tahun sejumlah 10,7%. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang berada di usia produktif memiliki minat untuk belajar. Sebagian besar petani berpendidikan SD atau tidak lulus SD yaitu sebesar 53%. Hal ini mengindikasikan bahwa petani

hanya memperoleh pendidikan kurang atau sampai dengan 6 tahun, sedangkan sisanya berpendidikan setingkat SMP dan SMA. Semakin tinggi pendidikan petani diharapkan semakin tinggi pula kemampuan petani untuk mengadopsi teknologi budidaya baru. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir dan daya nalar mereka. Dari hasil wawancara sebelum diadakan penyuluhan tentang budidaya Salibu, diketahui bahwa 50% petani belum pernah mendengar tentang budidaya Salibu, dan dari yang sudah pernah mendengar tentang budidaya Salibu sebanyak 57%. Petani mengenal per tanaman Sa l ibu d i Kebun Percobaan Kuningan (2016–2017) yang tidak

jauh dari lahan garapan mereka. Setelah dilakukan penyuluhan tentang budidaya Salibu mulai dari pemanenan tanaman induk, pemotongan tunggul, pengaturan air, penyulaman, dan pengelolaan tanaman lainnya serta melakukan kunjungan lapang, respon petani

Tabel 1. Jumlah anakan beberapa varietas pada tanaman Salibu, KP Kuningan 2017

Varietas 28 hsp 42 hsp 56 hsp

Inpari 19 11,75±3,77 16,50±4,47 20,63±0,92

IR 64 16,13±3,14 23,75±2,82 26,75±1,49

Situ Bagendit 9,75±1,39 18,75±3,33 20,00±1,85

Rata-rata 12,54±3,91 19,67±4,63 22,46±3,41

cukup positif. Hasil wawancara menunjukkan bahwa petani yang bersedia mencoba melakukan budidaya Salibu >50%, sedangkan 25% masih ragu-ragu. Respon ini merupakan hasil persepsi dan pengetahuan yang telah diterima baik melalui penyuluhan maupun oleh petani demonstrasi plot teknologi Salibu.

Sujinah, Lalu M. Zarwazi, Nurwulan

Agustiani, Ade Ruskandar, dan

Suprihanto

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jalan Raya No. 9 Sukamandi, Subang

Telepon : (0260) 520157

Faksimile : (0260) 520158

E-mail : [email protected].

go.id

Persentase tingkat pendidikan petani (a) dan respon petani yang akan melaksanakan budidaya padi Teknologi Salibu (b), KP Kuningan 2017

(a) (b)

Page 12: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

10 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tanaman kecundang (Tacca leontopetaloides) dikenal dengan

nama lokal berbeda pada setiap daerah antara lain leki (Aceh), leker (Malaya), kecondang atau condang (Jawa), labing (Madura), dan Totoan (Kangean). Jenis tanaman ini tumbuh liar dan berumbi serta banyak dijumpai di daerah pesisir pantai.

Tanaman kecundang sebagai salah satu sumber karbohidrat dan sumber pangan pokok alternatif. Kadar ka rboh id ra t umb inya cukup tinggi mencapai 89,4%. Pati tersebut digunakan sebagai bahan dasar untuk produk kudapan atau snack, sebagai pengganti tepung terigu. Daun tanaman kecundang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sisa hasil perasan umbi yang sudah dikeluarkan zat patinya berupa ampas perasan pati, dapat digunakan sebagai pakan ternak (sumber karbohiodrat). Tanaman kecundang masih banyak dijumpai di Kepulauan Seribu yang merupakan wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kepulauan Seribu terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta merupakan salah satunya Kabupaten Administrasi di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kepulauan Seribu terdiri atas gugusan pulau-

Profil Biomasa Tanaman Kecundang (Tacca leontopetaloides) sebagai Bahan Pakan Kelinci

Umbi tanaman kecundang potensial sebagai sumber pangan sekaligus sebagai sumber pakan. Umbi yang mengandung zat pati sebagai sumber

pangan dan ampas perasan umbi sebagai sumber pakan. Daunnya pun sebagai sumber pakan yang bergizi untuk ternak. Daun kecundang

diberikan dalam bentuk segar untuk kelinci. Ternak kelinci dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta.

pulau kecil yang terbentang di Teluk Jakarta terdiri atas 110 pulau dan di antaranya yang berpenghuni 11 pulau. Tanaman kecundang ini dijumpai tumbuh liar di tanah pulau yang berpasir, yang sangat sesuai dengan tanaman ini. Potensi produk tanaman kecundang di Kepulauan Seribu cukup besar mengingat agroekosistemnya yang sangat mendukung dan dengan teknologi budidaya yang tepat akan mempermudah dalam pengembangannya.

Biomasa Tanaman Kecundang

Tanaman kecundang yang dipanen adalah umbinya, sehingga saat panen maka keseluruhan biomasa ikut terpanen. Daun kecundang merupakan biomasa yang terbuang saat panen yang dapat digunakan sebagai sumber pakan kelinci. Daun dilayukan kemudian diberikan secara langsung pada kelinci dewasa sekitar 100–200 g per ekor per hari sebagai tambahan pada pakan konsentrat. Batang tanaman kecundang juga merupakan biomasa, namun dari segi pakan kurang disukai karena terlalu keras sehingga ternak tidak

sanggup memakannya. Adapun umbi kecundang merupakan biomasa utama untuk pangan konsumsi manusia. Bila diolah untuk mendapatkan zat patinya maka terdapat ampas yang terbuang. Ampas umbi kecundang merupakan biomasa yang terbuang. Biomasa lain yang bisa dijadikan sebagai sumber pakan adalah kulit hasil samping pengupasan umbi yang dapat digunakan sebagai sumber pakan kelinci. Keseluruhan biomasa pada tanaman kecundang ini dapat diberikan secara langsung pada kelinci dewasa sekitar 100–200 g per ekor per hari.

Analisis Kadar Gizi

Analisis kadar gizi sampel biomasa tanaman kecundang berupa daun dan umbi dapat dilihat pada Tabel 1 untuk kadar air, protein kasar, lemak, energi bruto, serat kasar, abu, kalsium, dan posfor. Sementara pada Tabel 2 menyajikan nilai kecernaan in-vitro daun dan umbi kecundang.

Pemanfaatan Biomasa Kecundang sebagai Pakan Kelinci

Hasil penelitian tentang pakan ternak berbahan baku biomasa tanaman Kecundang belum banyak ditemukan. Umumnya yang banyak ditemukan, tentang pemanfaatannya sebagai bahan pangan. Dengan

Page 13: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 11

Tabel 1. Hasil analisa proksimat daun dan umbi tanaman kecundang

Jenis biomasa Airg/100g

Proteing/100g

Lemakg/100g

Energi brutoKcal/kg

Serat kasar g/100g

Abug/100g

Cag/100g

Pg/100g

Daun Umbi 13,43 14,41

19,68 6,85

4,200,91

42143593

13,46 6,33

8,97 2,56

1,550,20

0,170,04

Keterangan: Data ini hanya berlaku untuk cuplikan contoh yang dianalisa. (Sumber: Syamsu Bahar (2017)

Tabel 2. Nilai kecernaan in-vitro tanaman kecundang.

Jenis biomas Kecernaan bahan keringg/100g

Kecernaan bahan organikg/100g

Daun Umbi 90,3191,80

89,4791,72

Keterangan: Data ini hanya berlaku untuk cuplikan contoh yang dianalisa. (Sumber: Syamsu

Bahar 2017).

Tanaman Kecundang tumbuh liar di tanah berpasir di Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta.

Bagian biomas tanaman kecundang berupa daun, batang dan umbi.

Pember i an daun t anaman kecundang pada kelinci.

melihat hasil analisis proksimat kandungan gizi umbi dan daun tanaman kecundang, maka dapat dikemukakan bahwa gizi atau nilai nutrisi biomasa tanaman kecundang dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak. Selain zat gizi ada pula zat anti nutrisi yang ditemukan pada daun kecundang. Oleh karena itu, pemberiannya sebagai pakan harus dalam jumlah yang tidak berlebihan sehingga ternak yang memakannya tidak keracunan dan dapat berakibat terjadinya kematian ternak tersebut. Kelinci pedaging sudah dikembangkan di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Dari

segi adaptasi terhadap lingkungan utamanya suhu dan kelembapan ternyata kelinci dapat beradaptasi dengan baik. Kendala utama adalah pakan yang harus didatangkan dari luar pulau. Selama pemeliharaan oleh peternak di pulau sangat bergantung pada pakan pabrik yang didatangkan dari Jakarta yang harganya cukup mahal dengan biaya transportasi yang cukup tinggi karena menggunakan kapal. Oleh karena itu, perlu pakan kelinci dari sumber daya lokal yang ada, terutama pakan hijauan yaitu kecundang yang cocok untuk dikembangkan sebagai bahan pakan kelinci di samping hijauan lain, seperti daun sukun yang masih

hijauan, daun tanaman mangkokan, daun lamtoro dan rumput gajah mini. Kelinci secara umum memiliki potensi biologis dan ekonomi yang tinggi untuk menghasilkan daging dan kulit-bulu bermutu terutama jenis Rex dan Satin, dan juga untuk tujuan hewan kesayangan/hias.

Salah satu potensi yang menonjol da lam hubungannya dengan peternakan rakyat adalah kelinci mampu tumbuh dan berkembang biak dari pakan hijauan, limbah pertanian, dan limbah pangan, serta dapat dipelihara pada skala rumah tangga/skala kecil.

Syamsu Bahar

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jakarta

Jalan Ragunan No. 30

Pasar Minggu, Jakarta

Telepon : (021) 78839949

Faksimile : (021) 7815020

E-mail : [email protected];

[email protected]

Page 14: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

12 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Cabai merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi

karena memiliki tingkat permintaan konsumen yang selalu t inggi sepanjang tahun. Seperti sayuran lainnya, cabai memiliki sifat mudah rusak setelah dipanen, sehingga tidak dapat disimpan lama. Hal ini menjadi masalah tersendiri saat musim panen, dimana ketersediaan meningkat melebihi kebutuhan pasar. Kelebihan pasokan cabai tersebut menyebabkan petani menjual murah hasil panennya karena tidak mampu menyimpan untuk jangka panjang. Akibatnya, harga cabai mengalami penurunan drastis saat musim panen. Pengolahan cabai merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang terjadi saat musim panen. Berbagai produk olahan cabai yang sudah ada banyak diminati masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan yang menyukai produk yang praktis dan terjangkau. Selain itu, semakin berkembangnya UKM dan industri makanan siap saji juga meningkatkan permintaan produk olahan cabai. Produk olahan cabai seperti pasta, saus dan cabai kering telah cukup dikenal masyarakat. Pengembangan produk olahan cabai layak untuk terus dilakukan, untuk memberikan pilihan olahan cabai yang lebih variatif dan menarik bagi masyarakat.

Minyak Cabai, Salah Satu Solusi Mengatasi Harga Cabai yang Jatuh Ketika Panen RayaMinyak cabai merupakan produk minyak yang sudah diperkaya citarasanya

dengan kapsaisin cabai sehingga rasanya pedas. Prinsip pengolahan minyak cabai adalah memanfaatkan sifat kapsaisin pada cabai yang larut

dalam minyak.

Salah satu produk olahan cabai yang baru dikembangkan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian adalah minyak cabai. Produk ini telah didiseminasikan pada berbagai acara di daerah-daerah, dan mendapat sambutan yang positif dari banyak pihak. Minyak cabai dapat menjadi produk antara maupun produk siap konsumsi. Sebagai produk antara (intermediate), minyak cabai dapat digunakan sebagai bahan untuk menumis atau memasak yang sekaligus memberikan rasa pedas. Sedangkan sebagai produk siap konsumsi, minyak cabai dapat digunakan sebagai penambah cita rasa pada produk-produk makanan seperti mi atau pasta seperti layaknya saus. Dari segi fungsional, minyak cabai mengandung kapsaisin dan vitamin A yang memiliki sifat sebagai antioksidan.

Teknologi pengolahan minyak cabai cukup sederhana dan mudah diaplikasikan di masyarakat dengan peralatan yang relatif sederhana. Keunggulan dari produk minyak cabai ada lah memi l ik i umur simpan yang cukup lama dan tidak membutuhkan kondisi penyimpanan khusus, yaitu selama 12 bulan pada suhu ruang tanpa menggunakan bahan pengawet. Bahan yang digunakan dalam pembuatan minyak cabai adalah bubuk cabai

kering dan minyak nabati dengan perbandingan 1:4. Perbandingan ini dapat disesuaikan dengan tingkat kepedasan atau kepekatan warna merah yang diinginkan. Jenis cabai yang digunakan juga dapat disesuaikan dengan tingkat kepedasan, warna dan jenis cabai yang tersedia. Cabai rawit besar dan cabai merah keriting memiliki tingkat kepedasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan cabai merah besar. Selain itu, petani dapat memilih cabai dengan kualitas tinggi untuk dijual dalam bentuk segar, sedangkan cabai dengan kualitas yang lebih rendah atau yang memiliki harga jual rendah dapat digunakan sebagai bahan baku minyak cabai. Cabai diolah terlebih dahulu menjadi bubuk cabai dengan tujuan untuk mendapatkan kadar air yang rendah. Penggunaan cabai segar dalam pembuatan minyak cabai dapat menyebabkan meningkatnya kandungan air dalam minyak sehingga minyak cabai yang diperoleh akan cepat rusak dan berbau tengik.

Proses pembuatan bubuk cabai kering dilakukan melalui tahapan sortasi, penghilangan tangkai, pencucian, penirisan, penggilingan kasar (menggunakan food processor), pengeringan (50°C, 8–10 jam) dalam pengering rak, dan penggilingan. Bubuk cabai yang dihasilkan kemudian digunakan dalam pembuatan minyak cabai, yang dilakukan melalui kombinasi proses maserasi, pengadukan 3–5 kali, pemasakan dengan suhu 65–75ºC selama 5 menit, penyaringan

Page 15: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 13

menggunakan penyaring vakum, serta pengemasan dalam botol kaca steril.

Proses maserasi bertujuan untuk mengekstraksi kandungan kapsaisin dan warna dari cabai ke minyak nabati, sedangkan pengadukan dilakukan untuk mengoptimalkan terekstraknya kandungan kapsaisin dan karotenoid di dalam minyak. Hasil analisis kapsaisin menunjukkan b a h w a p ro s e s p e n g a d u k a n m e n i n g k a t k a n k a n d u n g a n kapsaisin dalam minyak nabati bila dibandingkan dengan proses tanpa pengadukan. Kadar kapsaisin pada minyak cabai yang dihasilkan adalah 470,91 ppm, sedangkan kadar kapsaisin minyak cabai komersial yaitu 274,63 ppm. Penyaringan juga dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan kertas saring, namun memakan waktu yang cukup lama.

Minyak cabai secara komersial memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harga minyak cabai komersial

untuk setiap 150 mL adalah Rp 65.000,00. Dengan bahan baku cabai rawit sebanyak 1 kg, diperoleh 600 mL minyak cabai atau 4 botol dengan volume 150 mL/botol. Biaya yang diperlukan untuk membuat minyak cabai dari 1 kg cabai rawit adalah Rp135.975 (saat harga cabai Rp80.000,00/kg). Dengan demikian, apabila minyak cabai dijual dengan harga yang ada di pasaran, yaitu Rp. 65.000,00, maka sudah memiliki keuntungan hampir 2 kali lipat dari biaya yang diperlukan. Ampas bubuk cabai sisa penyaringan dalam pembuatan minyak cabai masih dapat digunakan juga sebagai bumbu, yaitu bubuk cabai yang berminyak dan masih memiliki rasa pedas. Untuk meningkatkan umur simpan, ampas ini dapat dipanaskan terlebih dahulu sebelum dikemas. Bubuk cabai berminyak kini dapat dimanfaatkan sebagai sambal atau campuran sambal untuk aneka macam masakan, seperti sayuran tumis dan sup.

Pemanfaatan ampas olahan minyak cabai berarti proses produksi minyak cabai tidak menghasilkan limbah dan produsen dapat menghasilkan lebih dari satu produk dari satu unit pengolahan, sehingga nilai ekonomi yang didapatkan pun semakin meningkat.

Ira Mulyawanti dan Sari Intan Kailaku

Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jalan Tentara Pelajar No. 12

Cimanggu, Bogor

Telepon : (0251) 8321762; 8350920

Faksimile : (0251) 8321762

E-mail : bb_pascapanen@litbang.

pertanian.go.id

Diagram alir pembuatan minyak cabai.

Minyak cabai.

Page 16: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

14 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Lahan ker ing secara umum didefinisikan sebagai suatu

hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Lahan kering masam umumnya merupakan lahan yang mempunyai kesuburan alami yang rendah dengan karakteristik bereaksi masam (pH rendah), basa dapat ditukar, kejenuhan basa, bahan organik yang rendah sedangkan kadar aluminium tinggi menyebabkan fiksasi P tinggi. Tingginya curah hujan pada lahan tersebut menyebabkan tingkat pencucian basa cukup tinggi sehingga yang tertinggal dalam kompleks adsorpsi tanah adalah ion Hidrogen dan Aluminium.

Menurut Mulyani et al., 2009, lahan kering masam dicir ikan dengan pH < 5,0 dan kejenuhan basa < 50% seluas 102,8 juta ha, sekitar 56,0 juta ha yang sesuai untuk pengembangan pertanian, pada lahan tersebut sifat kimia tanah umumnya tidak dijadikan sebagai faktor pembatas karena dengan input teknologi pemupukan, kendala tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu lahan yang tidak sesuai sekitar 46,8 juta ha umumnya faktor pembatasnya lereng (>30–40%), solum dangkal dan banyak batuan di permukaan. Lahan kering

Penggunaan Fosfat Alam pada Lahan Kering Masam Prospektif?

Fosfat alam yang digunakan secara langsung merupakan sumber hara P yang menyediakan hara P secara lambat (slow release), dan mempunyai pengaruh residu pada musim tanam berikutnya. Aplikasi fosfat alam pada

lahan kering masam menunjukkan efektivitas yang relatif sama bahkan lebih tinggi dari pupuk P yang mudah larut seperti TSP dan SP-36, meningkatkan

efisiensi pupuk P (10–20%) serta produktivitas tanah dan tanaman.

masam yang sesuai untuk tanaman pangan semusim di dataran rendah (palawija, sayuran dan buah-buahan semusim) seluas 18,3 juta ha terluas di Kal imantan, Sumatera dan Papua. Pengembangan pertanian pada lahan kering masam perlu ditingkatkan dan didorong baik untuk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Dalam pengelolaan lahan kering masam, salah satu kendala kesuburannya adalah kahat hara P. Pemberian sumber pupuk yang mudah larut seperti SP-36, TSP, DAP, tidak efisien karena sebagian besar P akan difiksasi oleh Al dan Fe oksida/hidroksida, sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Inovasi teknologi aplikasi fosfat alam yang reaktif secara langsung pada lahan kering masam sangat prospektif, selain meningkatkan efisiensi pemupukan P, produktivitas tanah dan tanaman, juga meningkatkan pendapatan petani.

Karakteristik Fosfat Alam

Deposit fosfat ditemukan dalam berbagai formasi geologi yaitu sebagai deposit sedimen, batuan beku dan deposit metamorfosa sebagai mineral pengikut. Secara ekonomi deposit sedimen yang

paling utama dan hampir 85% fosfat alam yang ditambang di dunia berasal dari jenis ini. Mineral fosfat di alam ditemukan sekitar 150 jenis mineral dengan kandungan fosfat sebesar 1 sampai 35% lebih P2O5. Sebagian besar fosfat ditemukan dalam bentuk minera l apat i t (Ca10(PO4)6(F)2. Biasanya dalam mineral apatit terdapat berbagai subtitusi isomorfis. Kation Ca umumnya disubtitusi oleh Al dan Fe dan dalam jumlah sedikit oleh logam lain seperti Mg, Sr, Pb, Na, Ce, Mn, dan I. Sedangkan tetrahedron PO4 dapat disubstitusi oleh VO4, AsO4, SO4 atau BO3 dalam jumlah sedikit dan oleh CO3 dalam jumlah yang besar serta kadang-kadang sampai setara dengan PO4. Kedudukan F dapat ditempati oleh F sendiri, Cl atau OH. Menurut terjadinya sumber fosfat ditemukan dalam berbagai bentuk dan dapat digolongkan dalam: deposit endapan laut, apatit batuan beku, fosfat sisa pelapukan, batuan terfosfatisasi, dan guano.

Kualitas Pupuk Fosfat Alam

Berdasarkan SNI 02-3776-2005, fosfat alam didefinisikan sebagai bahan baku galian yang sebagian besar mengandung mineral kalsium fosfat berasal dari batuan yang diproses menjadi bubuk (powder) yang dipergunakan secara langsung da lam per tan ian dan da lam aplikasinya bisa dimodifikasi dalam bentuk bubuk, butiran dan granular. Kualitas fosfat alam yang beredar di pasaran sangat bervariasi, oleh

Page 17: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 15

Tabel 1. Syarat mutu pupuk fosfat alam untuk pertanian

No. Uraian Satuan Persyaratan

Mutu A Mutu B Mutu C Mutu D

1. Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5

- Total- Larut dalam asam sitrat 2%

% b/b% b/b

min. 28min.7

min.24min.6

min.14min.3,5

min.10min.2,5

2. Kadar air % b/b maks. 5 maks.5 maks.5 maks.5

3. Kehalusan- Kehalusan lolos 80 mesh Tyler- Kehalusan lolos 25 mesh Tyler

% b/b% b/b

min.50min.80

min.50min.80

min.50min.80

min.50min.80

4. Cemaran logam- Cadmium (Cd)- Timbal (Pb)- Raksa (Hg)

ppmppmppm

maks.100maks.500maks.10

maks.100maks.500maks.10

maks.100maks.500maks.10

maks.100maks.500maks.10

5. Cemaran Arsen (As) ppm maks.100 maks.100 maks.100 maks.100

CATATAN

1. Semua persyaratan kecuali kadar air dan kehalusan dihitung atas dasar bahan kering (adbk).

2. Dalam peredaran dapat diperjual belikan berbentuk granular.

karena itu syarat mutu pupuk fosfat alam untuk pertanian dibagi dalam 4 kategori yaitu mutu A, B, C dan D yang didasarkan pada kandungan P2O5 total dan P-tersedia (larut dalam asam sitrat 2%). Selain kadar P, parameter lainnya yaitu kadar air, kehalusan butir, cemaran logam cadmium, timbal, raksa dan arsen (Tabel 1).

Penilaian kualitas pupuk fosfat secara kimia umumnya dilakukan dengan menentukan kelarutan fosfat dalam asam kuat, asam lemah atau air. Umumnya kadar P2O5 total ditentukan dengan asam keras (asam mineral) yaitu menggunakan campuran asam nitrat, asam sulfat, atau perklorat dengan konsentrasi yang agak pekat. Sedangkan untuk ketersediaan P2O5 digunakan amonium sitrat pH netral, asam sitrat 2% atau asam format 2%. Asam lemah lebih banyak digunakan sebagai indikator P yang tersedia bagi tanaman. Nilai yang dihasilkan mempunyai korelasi yang tinggi dengan respon tanaman (efektivitas agronomi relatif). Kelemahan dari kelarutan P dalam asam sitrat sangat dipengaruhi oleh kualitas batuan atau terdapatnya mineral lain seperti silikat, kalsit, dolomitik, liat dan

oksida-oksida. Makin banyak mineral lain dalam batuan, makin besar pula gangguan pada penetapan kelarutan P dalam asam sitrat 2%. Pupuk fosfat alam yang digunakan secara langsung keefektifannya dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia pupuk, faktor tanah dan lingkungan serta faktor tanaman. Sifat kimia dan fisik pupuk yang penting adalah reaktivitas, kelarutan dan ukuran butir pupuk.

Peningkatan kelarutan fosfat alam akibat kehalusan butir pupuk hanya berlaku untuk fosfat alam yang reaktivitasnya tinggi dan tidak berlaku bagi fosfat alam yang tidak reaktif. Peningkatan kelarutan

fosfat alam sudah tidak nyata bila ukuran butir < 100 mesh. Sifat – sifat tanah yang harus diperhatikan bila menggunakan pupuk fosfat alam yaitu kadar air tanah, kemasaman tanah, konsentrasi dan status Ca+2 dan P serta kadar bahan organik tanah.

Efektivitas Fosfat Alam sebagai Sumber Hara P

Fosfat alam yang digunakan secara langsung merupakan sumber hara P yang menyediakan hara P secara lambat (slow release), mengandung Ca cukup tinggi dan

Page 18: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

16 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

mempunyai pengaruh residu pada musim tanam berikutnya. Konversi fosfat alam menjadi pupuk P yang mudah larut seperti TSP memerlukan biaya tinggi, pemborosan energi serta memerlukan asam sulfat dan asam fosfat dalam jumlah besar. Oleh karena itu, penggunaan fosfat alam secara langsung pada lahan kering masam ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan P. Selain itu harga pupuk tersebut lebih mahal dan terbatasnya subsidi sehingga petani menggunakan pupuk tersebut belum optimal. Fosfat alam merupakan pupuk yang bersifat slow release pada lahan kering masam, mempunyai pengaruh residu, harganya lebih murah dan dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fosfat alam mempunyai efektivitas yang relatif sama baiknya dengan sumber P yang mudah larut seperti SP-36, TSP, sehingga fosfat alam dapat digunakan sebagai sumber P dan meningkatkan efisiensi pupuk P di lahan kering masam. Namun tidak semua jenis pupuk fosfat alam dapat digunakan secara langsung bergantung pada reaktivitas dari pupuk fosfat alam tersebut yaitu kelarutan dan penyediaan P terhadap tanaman. Pupuk fosfat alam yang dapat digunakan secara langsung pada lahan kering masam merupakan pupuk fosfat alam yang mempunyai reaktivitas atau kelarutan yang cukup tinggi, dan mempunyai efektivitas yang relatif sama dengan pupuk SP-36. Efektivitas fosfat alam ditentukan oleh beberapa faktor antara lain reaktivitas, ukuran butir, pH tanah dan respon tanaman. Aplikasi fosfat alam Ciamis sekaligus pada musim tanam pertama sebesar 300 kg P2O5/ha dengan pola tanam jagung-padi gogo-kacang tunggak-jagung-padi gogo pada lahan kering masam memberikan efektivitas yang relatif sama dengan fosfat alam dari Afrika

Utara dan pupuk TSP selama 5 musim tanam. Demikian juga penggunaan fosfat alam reaktivitas tinggi dengan dosis 1 ton/ha diberikan sekaligus pada musim pertama, selama 4 musim tanam meningkatkan hasil jagung 20–80% dan pendapatan petani 50–80%.

Teknologi pengayaan P dengan fosfat alam dosis 1 ton/ha selama 5 musim tanam pada tanah Oxisol dan Ultisol di Pelaihari, Kalimantan Selatan meningkatkan hasil jagung 30–90%. Pada musim tanam kelima, hasil jagung sudah menurun, sehingga untuk musim tanam berikutnya perlu dilakukan aplikasi fosfat alam kembali. Kombinasi aplikasi fosfat alam dan pupuk kandang ayam mampu meningkatkan hasil jagung dan produktivitas tanah lebih tinggi.Cara aplikasi fosfat alam dosis 1 ton/ha dengan cara disebar merata diatas permukaan tanah (kondisi tanah lembab) kemudian diaduk merata sampai lapisan olah, diinkubasi (didiamkan) selama 1–2 minggu, selanjutnya bisa dilakukan pemupukan NPK dan tanam.

Keuntungan dan Kendala Penggunaan Fosfat Alam secara langsung

Beberapa keuntungan penggunaan fosfat Alam secara langsung adalah a) menghemat energi dan mengurangi pencemaran lingkungan karena proses industri pupuk dan harga per unit hara P fosfat alam lebih murah daripada SP-36 atau TSP; b) biaya produksi tiap unit P2O5 pupuk fosfat alam sekitar 25–40% dari biaya pupuk P buatan pabrik; c) fosfat alam mengandung kalsium dan magnesium karbonat (CaCO3 dan MgCO3), sehingga dapat menurunkan kemasaman tanah dan keracunan Aluminium pada tanah masam; d) fosfat alam selain mengandung hara P, juga mengandung hara lain yaitu Ca,

Mg, S, Cu, Zn, Mo dan B yang relatif tinggi dibanding pupuk buatan; e) fosfat alam menunjukkan efektivitas yang relatif sama bahkan lebih tinggi dari pupuk P yang mudah larut seperti TSP dan SP-36 serta meningkatkan efisiensi pupuk P (10–20%) dan mempunyai pengaruh residu untuk tanaman berikutnya serta meningkatkan pendapatan petani sekitar 20%.

Beberapa kendala penggunaan fosfat alam secara langsung antara lain: a) kadar P2O5 total dan tersedia fosfat alam serta unsur lain yang bervariasi, walaupun berasal dari deposit yang sama sehingga respon tanaman juga berbeda dan menyulitkan dalam pengadaan dan perdagangannya, b) deposit fosfat alam yang terdapat di Indonesia terbatas dan kadarnya lebih rendah dan bervariasi dari deposit luar negeri, c) umumnya deposit fosfat alam yang berasal dari batuan beku dan metamorfosa mempunyai kelarutan lebih rendah dari fosfat alam yang berasal dari sedimen, d) beberapa fosfat alam mengandung logam berat dan radioisotop yang berpotensi mencemari lingkungan dan e) ukuran butir fosfat alam yang halus menyulitkan dalam aplikasi di lapang.

Prospek Penggunaan Fosfat Alam di Lahan Kering Masam

Dalam rangka meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman pada lahan kering masam, aplikasi fosfat alam pada lahan kering masam yang umumnya kahat P dan mempunyai fiksasi P yang tinggi sangat prospektif. Aplikasi fosfat alam dengan dosis tinggi 1 ton/ha dapat meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman dan memberikan residu P pada tanaman berikutnya. Aplikasi fosfat alam pada lahan kering masam dalam jangka panjang dapat meningkatkan pH tanah,

Page 19: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

Volume 40 Nomor 4, 2018 17

sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara lainnya yang dibutuhkan tanaman.

Bimbingan teknis aplikasi fosfat alam di lahan kering masam pada petani perlu dilakukan secara luas, agar petani mengetahui dosis dan cara aplikasi fosfat alam serta

dukungan teknologi budidaya tanaman lainnya seperti pemupukan berimbang dengan sumber pupuk anorganik, pupuk organik dan hayati, penggunaan varietas unggul, peningkatan populasi tanaman dan pengendalian hama penyakit dan gulma.

Wiwik Hartatik dan Husnain

Balai Penelitian Tanah

Jalan Tentara Pelajar No. 12

Cimanggu, Bogor

Telepon : (0251) 8336757

Faksimile : (0251) 8321608; 8322933

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]

Kebutuhan akan pompa air di lapangan, khususnya pada

musim kemarau cukup tinggi untuk menjamin ketersediaan air di lahan-lahan pertanian dalam mendukung usahatani. Sayangnya, pompa komersil yang ada, efisiensi bahan bakar dan daya penyaluran debit airnya tidak sebanding sehingga boros.Pompa air kini menjadi alat dan mesin pertanian yang banyak dibutuhkan oleh petani khususnya di wilayah suboptimal agar bisa meningkatkan usaha t an i dan p roduks i . Namun , penggunaan pompa tersebut terkadang dihadapkan pada sulitnya memperoleh bahan bakar minyak (solar atau bensin). Apalagi untuk di daerah pelosok, ketersediaan BBM sangat sedikit. Belum lagi konversi energi yang digunakan juga menjadi lebih mahal. Untuk menjawab tantangan tersebut BBP Mektan telah menghasilkan inovasi teknologi Pompa AP-S100 Hybrid.

AP-S100, Pompa Air Bertenaga Hybrid

AP-S100 Hybrid ini mempunyai ciri khas yaitu memakai motor bakar yang didesain khusus sehingga dapat menggunakan bahan bakar bensin

maupun LPG. Debit air yang dihasilkan dari pompa ini adalah 0,7-1,2 meter kubik per menit. Meskipun tergolong besar dalam mengalirkan air, AP -

S100 termasuk irit bahan bakar karena hanya mengonsumsi bahan bakar gas sebanyak 1,7 kg/jam sedangkan untuk bensin sebanyak 2,37 kg/jam,

dengan efisiensi pompa ini bisa mecapai 68 persen.

Fungsi dan Keunggulan

AP-S100 merupakan pompa sentrifugal dengan memanfaatkan bahan bakar hybrid yaitu BBM dan Gas (Elpiji) sehingga bisa digunakan petani di segala kondisi, termasuk pada lahan sub optimal. Pompa ini dibandingkan dengan pompa air lokal berukuran 4 inchi yang hanya mampu mencapai efisiensi 65 persen, AP-S100 ini bisa mencapai rata-rata efisiensi sebesar 68 persen.

Ciri khas dari teknologi ini adalah motor bakarnya yang khusus didesain menggunakan bahan bakar bensin maupun LPG tanpa ada kerusakan komponen di dalam motor bakarnya. Converter kit yang digunakan juga sudah tersertifikasi Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) dan Honda Power Product Indonesia (HPPI) sehingga aman dalam penggunaan. Adanya converter kit dalam pompa ini merupakan salah satu solusi pada beberapa lokasi

tertentu yang kesulitan memperoleh bahan bakar minyak (BBM) seperti bensin maupun solar, sehingga ditambahkan converter kit untuk bisa digunakan full menggunakan bensin maupun full menggunakan gas, semua tergantung kebutuhan sehingga bisa dimanfaatkan.

Spesifikasi Teknis

AP-S100 ini mempunyai mempunyai dimensi 388,49 x 274 x 275,89 mm, dengan bobot 28 Kg. Debit air yang dihasilkan dari pompa ini adalah 0,7–1,2 meter kubik per menit. Meskipun tergolong besar dalam mengalirkan air, AP-S100 termasuk irit bahan bakar karena hanya mengonsumsi bahan bakar gas sebanyak 1,7 kg/jam sedangkan untuk bensin sebanyak 2,37 kg/jam. Pompa ini juga dikemas dengan dilengkapi roda sehingga mudah dalam mobilitas ke berbagai lokasi.

AP-S100 ini merupakan pe-ngembangan pompa air jenis sentri fugal lama yang pernah dibuat oleh BBP Mektan, dan sudah diterapkan di Pinrang dan Probolinggo. Kemudian dimodifikasi ulang sehingga kemanfaatannya dapat menggunakan dual bahan bakar (hybrid). Saat ini, AP-S100

Page 20: Wartabpatp.litbang.pertanian.go.id/balaipatp/assets/upload/download/... · Warta Pengantar Redaksi Daftar Isi ISSN 0216-4427 Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 40 No. 4,

18 Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

hybr id sudah bisa diperoleh masyarakat pengguna berkat adanya kerjasama lisensi non ekslusif dari BBP Mektan kepada PT Pro Solusi Perkasa dan PT. Mitra Sarana Pertanian.

Agung Prabowo

Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian

Jalan Sinarmas Boulevard Pagedangan

Tangerang, Banten

Telepon : 08119936787

E-mail : [email protected].

go.id; [email protected]